• Tidak ada hasil yang ditemukan

Volume 4, Nomor 03:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Volume 4, Nomor 03:"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Education of Batanghari

Jurnal Education of Batanghari 4 (03): 080-095 (2021

)

P/ISSN 2655-6685 E/ISSN 2655-7223

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MELALUI MODEL PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI) PADA PELAJARAN IPA

MATERI PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN DI KELAS 7.1 SMPN 2 BATANGHARI T.P. 2017/2018

Oleh :

Yusmaneli, 2018. SMPN 2 Batanghari E-mail : yusmaneli24@gmail.com

Abstrak :

Pengajaran berdasarkan masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah dan keterampilan intelektual. Dalam penelitian tindakan kelas ini, peneliti menggunakan Pembelajaran Model Problem Based Instruction (PBI). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah Model Problem Based Instruction (PBI) dapat Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis pada Pelajaran IPA Materi Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan di Kelas 7.1 SMPN 2 Batanghari T.P. 2017/2018.

Peningkatan kemampuan berpikir kritis dengan menerapkan pengajaran Model Problem Based Instruction (PBI) dapat dilihat dari peningkatan yang terjadi dari siklus I ke siklus II.

Peningkatan kemampuan berpikir kritis terlihat dari peningkatan jumlah yang terjadi dari setiap indikator yaitu terjadi peningkatan sebesar 20-25% setiap indikator kemampuan berpikir kritis.

Terjadinya peningkatan kemampuan berpikir kritis berbanding lurus dengan peningkatan hasil belajar IPA siswa. Hal ini dapat dilihat dari hasil evaluasi yang didapat pada siklus I dengan nilai rata-rata yaitu 61,29 %. Jumlah siswa yang tuntas belajar pada siklus I ada 19 orang dari 31 orang siswa dengan persentase ketuntasan belajar 57,14 % termasuk pada kriteria baik. Hasil evaluasi pada siklus II terjadi peningkatan menjadi 83,87 meningkat sebesar 22,58, jumlah siswa yang tuntas belajar pada siklus II ada 26 orang dari 31 orang siswa dengan persentase ketuntasan belajar 83,87 %. Pada aspek afektif dan psikomotorik juga terjadi peningkatan sebesar 20-35 %.

Kata kunci : Problem Based Instruction (PBI), Kemampuan Berpikir Kritis Abstract :

Problem-based teaching was developed to help students develop thinking skills, problem solving and intellectual skills. In this classroom action research, the researcher uses the Learning Problem Based Instruction (PBI) Model. The purpose of this study was to determine whether the Problem Based Instruction (PBI) model can improve critical thinking skills in science lessons on environmental pollution and damage in class 7.1 of SMPN 2 Batanghari T.P. 2017/2018.

The increase in critical thinking skills by applying the Problem Based Instruction (PBI) teaching model can be seen from the increase that occurred from cycle I to cycle II. The increase in critical thinking skills can be seen from the increase in the number that occurs from each indicator, namely an increase of 20-25% for each indicator of critical thinking ability. The increase in critical thinking skills is directly proportional to the increase in students' science learning outcomes. This can be seen from the evaluation results obtained in the first cycle with an average value of 61.29%. The number of students who completed learning in the first cycle were 19 people out of 31 students with a learning completeness percentage of 57.14% including good criteria. The results of the evaluation in the second cycle there was an increase to 83.87, an increase of 22.58, the number of students who completed learning in the second cycle were 26 of 31 students with a percentage of learning completeness of 83.87%. In the affective and psychomotor aspects also an increase of 20-35%.

(2)

Jurnal Education of Batanghari Keywords : Problem Based Instruction (PBI), Critical Thinking Ability

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Di dalam Kurikulum 2013 menuntut perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran. Perubahan tersebut harus diikuti oleh guru yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pembelajaran di sekolah (di dalam kelas atau pun di luar kelas). Salah satu perubahan paradigma pembelajaran tersebut adalah orientasi pembelajaran yang semula berpusat pada guru (teacher centered) beralih berpusat pada murid (student centered). Materi pembelajaran tidak hanya tersusun atas hal-hal sederhana yang bersifat hapalan dan pemahaman, tetapi juga tersusun atas materi yang kompleks yang memerlukan analisis, aplikasi dan sintesis. Untuk itu guru harus bijaksana dalam menentukan suatu model yang sesuai yang dapat menciptakann situasi dan kondisi yang kondusif agar proses belajar mengajar dapat berlangsung sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

Dalam pelajaran IPA masih banyak siswa mendapat nilai di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM). Hal itu dikarenakan (1) siswa merasa bosan dan jenuh karena guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional yaitu metode ceramah dari awal pelajaran sampai akhir pembelajaran (2) siswa merasa tidak terlibat dalam kegiatan belajar dan pembelajaran (3) pendekatan yang digunakan masih teacher center sehingga siswa merasa tidak dibutuhkan dalam KBM (4) kurangnya pengetahuan guru tentang model, strategi dan metode pembelajaran.

Setiap guru sebenarnya ingin siswanya lebih aktif, bertanya dengan mengacungkan tangan, memberikan tepuk tangan jika ada temannya yang bisa menjawab pertanyaan dari guru, guru telah berusaha dengan maksimal untuk membuat pembelajaran yang aktif, kreatif dan menyenangkan dengan membuat LKS (lembar kerja siswa), membuat media pembelajaran yang menarik, tetapi masih juga hasilnya kurang maksimal. Jika hal ini tidak dicarikan alternatif solusi permasalahannya maka hal ini akan membuat hasil yang dicapai siswa menjadi rendah, dan membuat guru hanya satu-satunya pusat informasi di kelas, tidak ada tukar menukar informasi, hasil belajar siswa tetap rendah dan pelajaran IPA tetap membosankan.

Salah satu tugas guru adalah menilai hasil belajar siswa. Untuk itu seorang guru hendaknya senantiasa secara terus menerus mengikuti hasil-hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa dari waktu ke waktu, informasi yang diperoleh melalui evaluasi ini akan merupakan umpan balik terhadap proses kegiatan belajar mengajar, yang akan dijadikan sebagai titik tolak untuk memperbaiki dan meningkatkan proses belajar mengajar selanjutnya.

Menurut Lie, Anita (2008:54) sebagai seorang profesional, guru harus mempunyai pengetahuan dan persediaan strategi-stategi pembelajaran. Tidak semua strategi yang diketahuinya harus dan bisa diterapkan dalam kenyataan sehari-hari di ruang kelas.Meski demikian, guru yang baik tidak akan terpaku pada satu strategi saja.

Banyak cara guru mengajar yang terlalu menekankan pada penguasaan sejumlah informasi/konsep belaka. Penumpukan informasi pada subjek didik dapat saja kurang bermanfaat bahkan tidak dikomunikasikan oleh guru kepeda peserta didik melalui satu arah seperti menuang air ke dalam sebuah gelas( Rampengan 1993:1 dalam Trianto, 2007).

Menurut Trianto (2007:65) konsep merupakan suatu hal yang sangat penting, namun bukan terletak pada konsep itu sendiri, tetapi terletak pada bagaimana konsep itu dalam proses belajar mengajar sangat mempengaruhi sikap, keputusan dan cara-cara memecahkan masalah.

Kenyataan dilapangan peserta didik hanya menghafal konsep dan kurang mampu menggunakan konsep tersebut jika menemui masalah dalam kehidupan nyata yang berhubungan dengan konsep yang dimiliki. Peserta didik kurang mampu menentukan masalah dan merumuskannya.

Kemampuan berpikir dalam proses pembelajaran merupakan kebutuhan mendasar dalam proses belajar mengajar. Kebutuhan berpikir akan semangkin meningkat sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut Facione (dalam Wulandari, Sjarkawi &

Damris, 2011) menyatakan kemampuan nerpkirkritiw meliputi kemampuan kognitif dan watak.

IPA merupakan pelajaran mengenai alam semesta dan makhluk hidup. IPA termasuk salah satu mata pelajaran ujian negara. Dalam pelajaran IPA sangat dibutuhkan kamampuan siswa untuk

(3)

Jurnal Education of Batanghari

berpikir kritis, kemampuan berpikir kritis ini diperlukan dalam menyikapi persoalan yang sering terjadi di masyarakat contohnya pencemaran lingkungan. Pencemaran lingkungan sangat membutuhkan pemikiran-pemikiran yang kritis untuk mengatasi masalah-masalah akibat dari pencemaran lingkungan. Pemikiran-pemikiran kritis tersebut perlu di asah dan digali agar siswa dapat meningkatkan kamampuan berpikir kritis. Proses siswa berpikir kritis ini cocok sekali dengan model pembelajaran berbasis masalah (PBI).

Model pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan

pada banyaknya permasalah yang membutuhkan penyelidikan autentik yakni penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata. Dari permasalahan nyata jika diselesaikan secara nyata, memungkinkan siswa memahami konsep bukan sekedar menghafal konsep.

Berdasarkan keadaan tersebut peneliti ingin melakukan penelitian pelajaran IPA dengan judul “ Peningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa melalui Model Problem Based Instruction (PBI) Pada Pelajaran IPA Materi Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan di Kelas 7.1 SMPN 2 Batanghari T.P. 2017/2018.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah Penerapan Model Problem Based Instruction dapat Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa [ada Pelajaran IPA Materi Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan di Kelas 7.1 SMPN 2 Batanghari T.P. 2017/2018 ?

1.3 Hipotesis tindakan

Model Problem Based Instruction (PBI) dapat Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Pelajaran IPA Materi Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan di Kelas 7.1 SMPN 2 Batanghari T.P. 2017/2018.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah Model Problem Based Instruction (PBI) dapat Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis pada Pelajaran IPA Materi Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan di Kelas 7.1 SMPN 2 Batanghari T.P. 2017/2018.

1.5 Manfaat Hasil Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:

1. Merupakan informasi dan masukan bagi guru dalam mengatasi masalah proses belajar mengajar untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

2. Membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan memahami materi pelajaran serta dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

3. Sekolah mendapat informasi tentang pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

4. Sebagai informasi bagi guru agar dapat menerapkan model pembelajaran pengajaran berdasarkan masalah dalam meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan hasil belajar siswa.

5. Sebagai bahan masukan dan pengalaman bagi peneliti dalam upaya pengembangan diri sebagai guru.

II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Belajar

Menurut Skinner (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006) belajar adalah suatu perilaku dimana pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Dalam pandangan Skinner guru perlu memperhatika dua hal yang penting yaitu (1) pemilihan stimulus yang diskriminatif, (2) penggunaan penguatan.

Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Belajar merupakan hal yang kompleks.

kompleksitas belajar dapat dipandang dari dua subjek yaitu dari siswa dan dari guru. Dari siswa, belajar dialami sebagai suatu proses. Siswa mengalami proses mental dalam menghadapi bahan belajar. Bahan belajar tersebut berupa keadaan alam, hewan, tumbuh-tunbuhan, manusia dan bahan yang telah terhimpun dalam buku-buku pelajaran.

(4)

Jurnal Education of Batanghari

Siswa yang belajar berarti menggunakan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik terhadap lingkungannya. Ranah kognitif menurut Bloom (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006:26) yaitu:

1. Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan

2. Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal yang dipelajari 3. Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah

yang nyata dan baru

4. Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga masalah yang nyata dan baru

5. Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru.

6. Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu.

Ranah Afektif menurut Krathwol dan Bloom dkk (dalam Dimyati dan Mudjiono,2006:27) yaitu:

1. Penerimaan, yang mencakup kepekaan tentang hal tertentu dan kesediaan memperhatikan hal tersebut.

2. Partisipasi, yang mencakup kerelaan, kesediaan memperhatikann dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan

3. Penilaian dan penentuan sikap, yang mencakup menerima suatu nilai, menghargai, mengakui dan menentukan sikap.

4. Organisasi, yang mencakup kemampuan membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan hidup

5. Pembentukan pola hidup, yang mencakup kemampuan menghayati nilai dan membentuk menjadi pola nilai kehidupan pribadi.

Ranah psikomotorik menurut Simpson (dalam Dimyati & Mudjiono, 2006:29) tediri dari tujuh perilaku yaitu :

1. Persepsi, yang mencakup kemampuan memilah-milahkan hal-hal secara khas dan menyadari adanya perbedaan yang khas tersebut.

2. Kesiapan, yang mencakup kemampuan penempatan diri dalam keadaan dimana akan terjadi suatu gerakan atau rangkaian gerakan.

3. Gerakan terbimbing, mencakup kemampuan melakukan gerakan sesuai dengan contoh atau gerakan peniruan.

4. Gerakan yang terbiasa, mencakup kemampuan melakukan gerakan-gerakan tanpa contoh.

5. Gerakan kompleks, yang mencakup kemampuan melakukan gerakan atau keterampilan yant terdiri dari banyak tahap, secara lancar, efisien dan tepat.

6. Penyesuaian pola gerakan, yang mencakup kemampuan mengadakan perubahan dan penyesuaian pola gerak-gerik dengan persyaratan khusus yang berlaku.

7. Kreativitas, mencakup kemampuan melahirkan pola gerak-gerik yang baru atas dasar prakarsa sendiri.

2.2 Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari (Dimyati & Mudjiono, 2006).

Menurut Munawar (2009), hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi.

Howard Kisley dalam Munawar (2009) memisahkan hasil belajar menjadi tiga macam yaitu:

1. keterampilan dan kebiasaan 2. pengetahuan dan pengertian 3. Sikap dan Cita-cita

Pendapat dari Horward Kingsley ini menunjukkan hasil perubahan dari semua proses belajar.

Hasil belajar ini akan melekat terus pada diri siswa karena sudah menjadi bagian dalam kehidupan siswa tersebut.

(5)

Jurnal Education of Batanghari 2.3 Pengajaran Berdasarkan Masalah (PBI)

Pengajaran berdasarkan masalah menyajikan kepada siswa situasi masalah yang otentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Menurut Dewey (dalam Trianto 2007:67) belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dengan respons, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan.

Lingkungan memberikan masukan berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis serta dicari pemecahannya dengan baik. Pengalaman siswa yang diperoleh dari lingkungan akan menjadikan kepadanya bahan dan materi guna memperoleh pengertian serta bisa dijadikan pedoman dan tujuan belajarnya.

2.4 Ciri - Ciri Pengajaran Berdasarkan Masalah (PBI)

Pengajaran berdasarkan masalah (PBI) memiliki ciri- ciri yaitu :

1. Pengajuan pertanyaan atau masalah. Siswa mengajukan situasi kehidupan nyata autentik, menghindari jawaban sederhana dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu.

2. Berfokus pada keterkaitan antara disiplin. Masalah yang akan diselidiki telah dipilih benar- benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah dari banyak mata pelajaran.

3. Penyelidikan autentik. Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentuk untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Siswa harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), merumuskan kesimpulan. Yang bergantung kepada masalah yang sedang dipelajari.

4. Menghasilkan produk dan memamerkannya. Produk tersebut dapat berupa laporan, model fisik, video maupun program komputer.

5. Kolaborasi. Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagai inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berfikir.

2.5 Manfaat Pengajaran berdasarkan Masalah

Pengajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pengajaran berdasarkan masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah dan keterampilan intelektual.

Menurut Sudjana manfaat khusus yang diperolah dari model pengajaran berdasarkan masalah adalah metode pemecahan masalah, bagaimana guru dapat membantu siswa untuk merumuskan tugas-tugas dan bukan menyajikan tugas-tugas pelajaran. Objek pelajaran tidak dipelajari dari buku tetapi dari masalah yang ada di sekitarnya.

2.6 Sintaks Pengajaran Berdasarkan Masalah (PBI)

Pengajaran berdasrkan masalah terdiri dari 5 langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalakan siswa dengan suatu situasi maslah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa.

PBI terdiri dari lima tahap utama, yang dimulai dengan guru mengorientasikan siswa kepada situasi masalah yang autentik dan diakhiri dengan penyajian karya. Jika jangkauan masalahnya sedang-sedang saja, kelima tahapan tersebut dapat diselesaikan dalam dua sampai tiga kali pertemuan. Namun masalah yang kompleks mungkin akan membutuhkan setahun penuh untuk menyelesaikannya.

(6)

Jurnal Education of Batanghari

Tabel 1. Sintaks Pembelajaran Model Problem Based Instruction (PBI)

Tahap Tingkah Laku Guru

Tahap-1

Orientasi siswa kepada masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistic yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilihnya

Tahap-2

Mengorganisasi siswa untuk belajar

Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut

Tahap-3

Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah

Tahap-4

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya

Tahap-5

Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan

2.7 Berpikir Kritis

Berpikir kritis adalah kemampuan memberi alasan secara terorganisasi dan mengevaluasi kualitas suatu alasan secara sistematis. Ennis (dalam Adnyana, 2011) menyebutkan ada lima aspek berpikir kritis, yaitu a) memberi penjelasan dasar (klarifikasi), b) membangun keterampilan dasar, c) menyimpulkan, d) memberi penjelasan lanjut, dan e) mengatur strategi dan taktik.

Menurut R. Swartz dan D.N. Perkins (dalam Adnyana, 2011 ) berpikir kritis berarti 1) bertujuan untuk mencapai penilaian yang kritis terhadap apa yang akan diterima dan dilakukan dengan alasan yang logis, 2) memakai standar penilaian sebagai hasil dari berpikir kritis dalam membuat keputusan, 3) menerapkan berbagai strategi yang tersusun dan memberikan alasan untuk menentukan dan menerapkan standar tersebut, dan 4) mencari dan menghimpun informasi yang dapat dipercaya untuk dipakai sebagai bukti yang dapat mendukung suatu penilaian. Sedangkan menurut R.H Ennis, berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan .

Berpikir kritis memiliki beberapa indikator yaitu sebagai berikut:

a) Memberi penjelasan dasar (klarifikasi) 1. Memusatkan pada pertanyaan 2. Menganalisis alasan

3. Mengajukan dan menjawab pertanyaan klarifikasi (termasuk membedakan dan mengelompokkan)

b) Membangun keterampilan dasar

1. Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak 2. Mengamati dan menggunakan laporan hasil observasi

c) Menyimpulkan

1. Dengan penalaran deduksi dan mempertiimbangkan hasil deduksi 2. Dengan penalaran induksi dan mempertimbangkan hasil induksi 3. Membuat atau menentukan pertimbangan nilai

d) Memberi penjelasan lanjut

1. Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi dalam tiga dimensi (bentuk,strategi, dan isi)

2. Mengidentifikasi asumsi e) Mengatur strategi dan taktik

1. Memutuskan tindakan

2. Berinteraksi dengan orang lain

Berpikir kritis merupakan salah satu proses berpikir tingkat tinggi yang dapat digunakan dalam pembentukan sistem konseptual siswa. Menurut Ennis (Fisher, 2009:4), berpikir kritis adalah cara berpikir reflektif yang masuk akal atau berdasarkan nalar yang difokuskan untuk menentukan

(7)

Jurnal Education of Batanghari

apa yang harus diyakini dan dilakukan. Landasan untuk berpikir kritis atau keterampilan penting dalam pemikiran kritis menurut Glaser (Fisher, 2009:7) adalah :

a. Mengenal masalah.

b. Menemukan cara-cara yang dapat dipakai untuk menangani masalah-masalah itu.Mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan.

c. Mengenal asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan.

d. Memahami dan menggunakan bahasa yang tepat, jelas dan khas.

e. Menganalisis data.

f. Menilai fakta dan mengevaluasi pernyataan-pernyataan.

g. Mengenal adanya hubungan yang logis antara masalah-masalah.

h. Menarik kesimpulan-kesimpulan dan persamaan-persamaan yang diperlukan.

i. Menguji kesamaan-kesamaan dan kesimpulan-kesimpulan yang diambil.

j. Menyusun kembali pola-pola keyakinan seseorang berdasarkan pengalaman yang lebih luas.

k. Membuat penilaian yang lebih tepat tentang hal-hal dan kualitas-kualitas tertentu dalam kehidupan sehari-hari.

2.8 Materi Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan

Materi Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan terdapat pada kelas VII semester genap.

Materi ini sangat penting karena diharapkan siswa dapat mengerti dampak pencemaran terhadap lingkungan dan bagaimana cara untuk menanganinya.

Pencemaran lingkungan didefinisikan sebagai masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam lingkungan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Pencemaran secara umum terbagi empat yaitu pencemaran air, pencemaran udara, pencemaran tanah, dan pencemaran suara.

Materi ini juga memberikan pengetahuan dan informasi tentang dampak dari pencemaran, usaha-usaha mencegah pencemaran lingkungan. Kerusakan lingkungan juga dipelajari pada materi ini, seperti penyebab dan mekanisme pemanasan global, dan dampak dari pemanasan global.

Dilihat isi dari materi ini,sebagai guru saya ingin siswa saya bisa mengerti, dan menggali pengetahuan dengan cara berpikir kritis. Untuk itu diperlukan model pembelajaran yang cocok dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis yaitu model pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based instruction (PBI). Dengan model PBI ini dapat meningkatkan pengetahuan dalam berpikir kritis, meningkatkan kemampuan berbicara, meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dan yang paling penting meningkatkan rasa percaya diri pada siswa.

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah Penelitian tindakan kelas dengan menggunakan model Problem Based Instruction. Penelitian ini dilakukan kelas 7.1 SMP Negeri 2 Batanghari selesai dalam dua siklus. Depdiknas (1999:7) menentukan bahwa secara garis besar terdapat empat tahapan yang dilalui, yaitu (1) merencanakan, (2) melakukan tindakan, (3) observasi, (4) merefleksikan.

Adapun model dan penjelasan untuk masing-masing tahapan adalah sebagai berikut : 1. Perencanaan

a. Peneliti melakukan analisis kurikulum untuk mengetahui kompetensi dasar yang akan disampaikan kepada siswa dengan menggunakan pembelajaran model PBI (Problem Based Instruction ).

b. Membuat rencana pembelajaran model PBI c. Membuat lembar kegiatan diskusi

d. Membuat instrumen yang digunakan dalam siklus PTK e. Menyusun alat evaluasi pembelajaran

2. Tindakan

Dalam penelitian ini pelaksanaan pembelajaran model PBI digunakan 2 siklus dengan konsep pencemaran dan kerusakan lingkungan, setiap siklus dilakukan penilaian hasil belajar

(8)

Jurnal Education of Batanghari

kognitif dalam betuk tes tertulis pada akhir pembelajaran. Penilaian hasil afektif dan psikomotor dilaksanakan pada saat pembelajaran berlangsung dengan menggunakan lembar observasi.

3. Observasi

Pengamatan berlangsung selama proses pembelajaran yang dilakukan oleh seorang guru melalui lembar observasi.

4. Refleksi

Penelitian tindakan kelas ini berhasil apabila memenuhi beberapa syarat sebagai berikut : 1. Sebagian besar (75 % dari siswa) terlihat dalam proses belajar mengajar (PBM)

2. Sebagian besar (85 % dari siswa) mencapai ketuntasan minimum 75 3.2 Tempat Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di SMPN 2 Batanghari untuk mata pelajaran IPA.

Sebagai subjek dalam penelitian ini adalah kelas 7.1 tahun pelajaran 2017/2018 dengan jumlah siswa sebanyak 31 orang terdiri dari 17 perempuan dan 14 laki-laki.

3.3 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Silabus kegiatan pembelajaran dan perencanaan pelaksanaan pembelajaran (RPP) 2. Lembar kegiatan siswa (LKS)

3. Tes tertulis berbentuk objektif pilihan ganda 4. Lembar instrumen observasi

3.4 Jenis Data dan Sumber Data 3.4.1 Jenis data

Jenis data yang diambil dalam penelitian ini adalah :

1. Data Kuantitatif yaitu data hasil belajar siswa yang diperoleh dari hasil test pada setiap akhir siklus untuk menentukan presentase peningkatan hasil belajar siswa.

2. Data kualitatif, yaitu data tentang aktifitas siswa yang diperoleh dari hasil observasi selama proses belajar.

3.4.2 Sumber data

Siswa Kelas 7.1 SMPN 2 Batanghari , dengan jumlah siswa 31 orang.

3.5 Analisis data

3.5.1 Aspek Kognitif

Untuk mengukur aspek kognitif digunakan sistem penskoran hasil tes (Arikunto,1986).

Hasil belajar siswa dianalisis dengan memindahkan skor yang diperoleh siswa kedalam daftar analisis tes, dari daftar tersebut kemudian ditemukan jumlah skor maksimal, jumlah skor yang diperoleh siswa dan presentase ketuntasan belajar siswa perorangan dan klasikal.

Analisis data tersebut menggunakan rumus ketuntasan belajar siswa individual dan klasikal. Untuk menentukan tingkat keberhasilkan tindakan, mengacu pada tingkat keberhasilan proses belajar yang dikemukakan anonim (1993) seperti dalam tabel 3.1.

Tabel 3.1 Tingkat Keberhasilan Proses Belajar

Kisaran nilai rata-rata Kriteria persentase

91- 100 Sangat baik

80 – 90 Baik

70 – 79 Sedang

61 – 69 Kurang

≤ 60 Sangat kurang

3.5.2 Aspek Afektif

Penilaian hasil belajar pada aspek afektif ini, menggunakan lembar observasi selama proses pembelajaran berlangsung. Aspek yang diamati adalah sifat positif dan sifat negatif.

Penilaian untuk ranah afektif dilakukan dengan menghitung persentase sifat siswa yang menunjukan aktivitas positif dan negatif pada siklus pembelajaran, dengan cara membagi kriteria sikap tertentu yang diamati dengan total pengamatan x 100%.

a. Indikasi keberhasilan siswa melalui pengamatan sikap positif 1. Siswa yang memperhatikan sungguh-sungguh

(9)

Jurnal Education of Batanghari 2. Yang aktif dalam kegiatan kelompok

3. Yang bisa mengemukakan pendapat

b. Indikasi keberhasilan siswa melalui pengamatan sikap negatif 1. Siswa yang tidak memperhatikan

2. Mencontoh jawaban teman 3.5.3 Aspek Psikomotor

Mengukur hasil belajar pada aspek psikomotor digunakan lembar observasi kerja siswa pada kegiatan pengamatan dan pemecahan masalah secara kelompok penilaian aspek psikomotor digunakan skala bertingkat dengan rentang 1 s/d 20 untuk setiap kriteria keterampilan.

Nilai = Jumlah skor yang diperoleh x 100

Jumlah total maksimal skor 3.6 Indikator Keberhasilan

Untuk mengetahui keberhasilan tindakan indikator yang digunakan adalah keberhasilan siswa menyelesaikan tes formatif. Tindakan yang digunakan dikatakan berhasil jika memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Adanya peningkatan nilai rata-rata siswa setiap siklus 2. Terdapat peningkatan persentase sikap positif siswa

3. Terdapat peningkatan angka rata-rata keterampilan /psikomotor.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Siklus 1

4.1.1.1 Tahap Perencanaan

Pada siklus I seperti berikut ini

1. Peneliti melakukan analisis untuk menentukan Standar Kompetensi dan Kompentesi Dasar yang akan disampaikan kepada siswa.

2. Skenario pembelajaran siklus I sebagai berikut :

No Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

1 2 3

1

2

3

4

5

6

7

Pendahuluan

 Pembentukan kelompok dan memerintahkan siswa duduk dalam kelompoknya

 Memberikan apersepsi dengan menanyakan mengapa sungai banyak terdapat sampah

 Menjelaskan bahwa akan dipilih siswa yang aktif pada pelajaran ini

Kegiatan Inti

 Menayangkan gambar pence -maran air, udara, tanahdengan menggunakan Power Point

 Memberikan lembar kerja siswa setiap kelompok berdiskusi untuk menjawab pertanyaan di LKS

 Mengobservasi keaktifan siswa dalam diskusi dengan menggunakan lembar observasi

 Mempresentasikan hasil diskusi Penutup

 Memberikan tes ulangan harian

 Duduk pada kelompok masing-masing

 Mendengarkan dan menjawab pertanyaan guru

 Memperhatikan gambar yang ditayangkan

 Menjawab pertanyaan dengan berdiskusi dalam kelompok masing-masing

 Mendengarkan, Memperhatikan dan memberikan pertanyaan pada setiap kelompok yang presentasi

 Melaksanakan tes ulangan harian

(10)

Jurnal Education of Batanghari

3. Membuat rencana pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran PBI.

4. Membuat lembar kegiatan diskusi.

5. Membuat instrumen yang digunakan dalam siklus PTK yaitu alat evaluasi pembelajaran dan lembar observasi sejauh mana siswa tidak terlibat dalam kegiatan siswa.

4.1.1.2 Tahap Pelaksanaaan

Hal yang dapat dilaporkan pada tahap pelaksanaan adalah :

1. Pada awal siklus I siswa belum berada pada kelompok masing-masing.

2. Pembagian kelompok dan tempat duduk sudah dibagi sebelum jam pelajaran dimulai.

3. Kegiatan motivasi dan apersepsi berjalan sesuai waktu yang direncanakan.

4. Pada penayangan gambar pada Power Point masih ada siswa yang belum tunjuk tangan dan mengeluarkan pendapat.

5. Pada diskusi kelompok, tidak semua siswa berdiskusi dengan kelompoknya.

6. Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya dan kelompok yang lain memberikan pertanyaan yang berhubungan dengan pencemaran.

7. Konfirmasi kurang mendalam karena kekurangan waktu.

8. Evaluasi tes formatik di laksanakan sesuai rencana.

9. Sebagai penutup guru mengumumkan siswa yang paling aktif pada pelajaran tersebut dan memberikan reward.

4.1.1.3 Tahap Observasi

Pada akhir siklus I dari hasil observasi guru dapat disimpulkan :

1. Siswa belum terbiasa untuk berpikir tingkat tinggi dan berpikir kritis dalam pelajaran IPA.

2. Siswa belum terbiasa bebas mengeluarkan pendapat dan masih malu-malu dalam memberikan pendapatnya.

3. Siswa masih beranggapan takut salah dalam diskusi.

4. Diskusi memerlukan waktu yang lama sehingga waktu untuk kegiatan lain terpakai.

5. Dari poin 1, 2, 3, 4 dapat disimpulkan siswa belum melakukan pembelajaran model problem based instruction seperti yang diharapkan.

4.1.1.4 Tahap Refleksi

Hasil evaluasi siklus I penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran adalah 61,29%

siswa sudah mencapai KKM ((kriteria ketuntasan materi) dengan nilai 75. Sedang yang belum mencapai KKM 38,71%.

1. Hasil observasi aspek psikomotorik dan aspek afektif pada siklus I adalah pada indikator siswa memperhatikan dengan sungguh-sungguh mendapat nilai tinggi 74,19%. Pada indikator siswa saling bertukar pikiran dan pendapat mendapat nilai terendah 41,94 %.

Jika dilihat dari ketercapaian KKM (kriteria ketuntasan materi) belum mencapai yaitu 75

%.

2. Dari point 1 dan point 2 hasil aspek kognitik serta aspek psikomotorik dan aspek afektif yang belum mencapai KKM (kriteria ketuntasan materi) yaitu 75%. Maka diperlukan siklus II.

Adapun keberhasilan dan kegagalan yang terjadi pada siklus I adalah :

1. Perkiraan waktu yang digunakan untuk diskusi kurang tepat, ketika waktu habis siswa belum selesai menyelesaikan tugas

2. Kurangnya kepercayaan diri setiap siswa untuk mengemukakan pendapat masing-masing karena takut salah

3. Kurang berjalan diskusi kelompok karena setiap anggota kelompok tidak mengeluarkan pendapat

4. Nilai KKM yang tinggi yaitu 75

5. Siswa yang mampu tidak mau berbagi pendapat pada saat diskusi kelompok sehingga siswa yang kurang mampu menjadi kurang mengerti

Untuk mengatasi kelemahan dan mempertahankan keberhasilan yang telah dicapai pada siklus 1, maka pada siklus II dapat dibuat perencanaan sebagai berikut :

1. Memberi motivasi kepada kelompok lebih aktif lagi dalam pembelajaran

2. Lebih mencermati ketepatan waktu untuk kegiatan diskusi yaitu dengan cara menambah waktu diskusi dan melaksanakan tes pada pertemuan berikutnya

(11)

Jurnal Education of Batanghari

3. Lebih memperhatikan siswa yang kurang mampu dalam pelajaran IPA.

4.1.2 Siklus II

4.1.2.1 Tahap Perencanaan

Perencanaan pada siklus II berdasarkan replaning siklus I yaitu : 1. Memberi motivasi kepada kelompok lebih aktif lagi dalam pembelajaran 2. Skenario pembelajaran siklus II seperti terlihat pada tabel 4.1.2

4.1.2.2 Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan pada siklus II terjadi perbaikan-perbaikan yang dilakukan berdasarkan hasil dari siklus I. Berikut di bawah ini tabel skenario pembelajaran siklus II.

Tabel 4.1.2 Skenario Pembelajaran Siklus II

No Kegiatan Guru Kegiatan siswa

1 2 3

1 Pendahuluan

Melalui tanya jawab, guru memeriksa kesiapan siswa terhadap materi yang diberikan sebelumnya

Siswa sudah duduk pada kelompok

2 Guru menjelaskan pemberian penghargaan kepada seluruh anggota kelompok terbaik

Menjawab pertanyaan guru

3 Melalui pembelajaran langsung, guru menjelaskan materi pembelajaran

Membuat catatan-catatan tentang penjelasan dari dua indikator yang akan dicapai

4 Kegiatan Inti

Membimbing kegiatan diskusi Diskusi kelompok model PBI 5 Mengawasi ulangan harian Mengerjakan soal harian 6 Penutup

Memperbaiki kesalahan konsep Memperhatikan penjelasan guru

4.1.2.3 Tahap Observasi

Pada tahap ini peneliti mengamati hasil kerja siswa, dengan memberikan bahan pelajaran pada siklus II ditentukan diakhir siklus I untuk dipelajari di rumah untuk dilaksanakan tes awal pada siklus II sebagai upaya mengurangi dominansi guru dalam proses belajar mengajar. Dari hasil pengamatan guru terhadap hasil tes awal, maka guru menjelaskan kesalahan konsep yang terjadi. Untuk menghidari siswa meninggalkan kelompoknya, guru membimbing kegiatan diskusi dan mengawasi kegiatan diskusi.

4.1.2.4 Tahap Refleksi

Pada tahap refleksi terjadi perubahan dari siklus I dengan siklus II. Pada siklus II ada perbaikan pada ranah kognitif, afektif, psikomotorik serta kemampuan berpikir kritis. Pada ranah kognitif terjadi peningkatan hasil belajar, begitu juga yang terjadi pada ranah afektif terjadi peningkatan di mana siswa lebih aktif dalam menjawab pertanyaan atau pun pada diskusi kelompok. Pada ranah psikomotorik juga terjadi peningkatan yaitu siswa lebih cepat dalam menjawab soal Lembar Kerja Siswa (LKS) yang diberikan peneliti. Pada kemampuan berpikir kritis terjadi peningkatan dari siklus I dengan siklus II.

Berikut tabel persentase perubahan aspek kognitif, aspek psikomotorik dan aspek afektif siswa dan tabel kemampuan berpikir kritis siswa.

Tabel 4.1.3 Persentase Perubahan Aspek Kognitif Tiap Siklus

No Keterangan Siklus I Siklus II 1. Jumlah Score 2440 2730 2. Jumlah Siswa

Tuntas

19 26

3. % Ketuntasan 61,29 % 83,87%

Jika tabel di atas dijadikan dalam grafik, maka hasilnya adalah sebagai berikut.

(12)

Jurnal Education of Batanghari

Grafik 1. Perbandingan Ketuntasan Siklus I dan Siklus II

Tabel 4.1.4 Persentase Perubahan Aspek Afektif Siswa Tiap Siklus

No Indikator

Siklus I Siklus II Jumlah Rata-rata Jumlah Rata-rata 1 Siswa memperhatikan dengan

sungguh-sungguh

23 74,19 31 100

2 Siswa mengemukakan pendapat dengan baik

13 41,94 24 77,42

3 Saling bekerja sama dalam menjawab soal di LKS

15 48,39 28 90,32

4 Saling tukar pikiran dan pendapat

13 41,94 27 87,09

5 Keaktifan siswa dalam diskusi kelompok

18 58,06 28 90,32

Data dalam tabel di atas dapat diubah menjadi grafik untuk melihat secara mudah perbedaan persentase perubahan aspek afektif siklus I ke siklus II.

Grafik 2. Perbandingan Persentase perubahan Aspek Afektif Siklus I dan Siklus II

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

siswa tuntas ketuntasan

Grafik Perbandingan Ketuntasan Siklus I dan Siklus II

SIKLUS I SIKLUS II

0 20 40 60 80 100 120

Grafik Persentase Perubahan Aspek Afektif Siklus I dan Siklus II

siklus i siklus II

(13)

Jurnal Education of Batanghari

Tabel 4.1.5 Perubahan Aspek Psikomotorik

No Aspek yang Dinilai Siklus I Siklus II

Jumlah Rata-Rata Jumlah Rata-Rata 1. Siswa duduk dalam kelompok

masing-masing

22 70,96 31 100

2. Siswa mampu mengerjakan LKS dengan baik

18 58,06 29 93,54

3. Kemampuan siswa dalam berbicara baik

20 64,51 27 87,09

4. Siswa mampu mengerjakan tes dengan baik

19 61,29 26 83,87

Dari tabel 4.1.5 Perubahan aspek psikomotorik siswa mengalami perubahan yang sangat signifikan. Data tabel di atas disajikan dalam bentuk grafik 3 berikut ini.

Grafik 3. Perubahan Psikomotorik Siklus I dan Siklus II

Tabel 4.1.6 Perubahan Kemampuan Berpikir Kritis

No Aspek Yang Di Amati Siklus I Siklus II

Jumlah Rata-Rata Jumlah Rata-Rata 1. Siswa mengamati slide

yang ditayangkan 26 83,87 30 96,77

2. Siswa mengenali masalah dengan memahami masalah

20 64,51 26 83,87

3. Siswa menemukan cara- cara yang dipakai untuk menangani masalah

18 58,06 25 80,64

4. Siswa mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan

17 54,83 25 80,64

5. Siswa menganalisis masalah dengan berdiskusi pada teman kelompok

16 51,61 24 77,42

6. Siswa mengeluarkan pendapat dengan bahasa yang tepat

16 51,61 24 77,42

7. Siswa menilai fakta sesuai

dengan masalah 15 48,38 27 87,09

8. Siswa menanggapi jawaban teman dengan antusias

15 48,38 25 80,64

9. Siswa menarik kesimpulan

dari masalah dengan tepat 13 41,93 24 77,42

0 20 40 60 80 100

120 Grafik Perubahan Psikomotorik Siklus I dan Siklus II

Siklus I Siklus II

(14)

Jurnal Education of Batanghari

Kemampuan siswa berpikir kritis siswa yang meliputi kegiatan mengamati slide yang ditayangkan berubah dari 83,87 pada siklus I menjadi 96,77 pada siklus II. Sikap kritis lainnya adalah siswa memahami masalah, menemukan cara-cara yang dipakai untuk menangani masalah, mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan, menganalisis masalah dengan berdiskusi pada teman kelompok. Selain itu sikap kritis siswa juga ditunjukkan dari aspek siswa mampu mengeluarkan pendapat dengan bahasa yang tepat, menilai fakta sesuai dengan masalah, mampu menanggapi jawaban teman dengan antusias dan menarik kesimpulan dari masalah dengan tepat.

Data perubahan kemampuan berpikir kritis siswa tersebut juga dapat dilihat melalui grafik 4 berikut ini.

Grafik 4. Perubahan Kemampuan Berpikir Kritis Siklus I dan Siklus II

4.2 Pembahasan

Pada siklus I, aktivitas belajar siswa belum berlangsung dengan baik sehingga masih perlu ditingkatkan untuk mengoptimalkan pembelajaran jumlah siswa yang bertanya dan menjawab pertanyaan pada fase diskusi masih sedikit. Kegiatan diskusi kelompok belum secara optimal, kerjasama kelompok dan interaksi masih berlangsung kaku. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan belajar siswa sebelumnya yaitu siswa lebih banyak mendengarkan dan mencatat informasi yang disampaikan guru. Kebiasaan ini masih terbawa pada saat berlangsungnya siklus I. Tetapi jika dibandingkan pada saat diterapkan siklus I adanya peningkatan tetapi kurang optimal.

Pada siklus II, kemampuan berpikir siswa mengalami peningkatan dari siklus I. Kerjasama dan interaksi belajar siswa berlangsung dengan baik. Jumlah siswa yang bertanya dan menjawab pertanyaan lebih banyak dan merata. Peningkatan aktivitas siswa disebabkan oleh dua hal.

Pertama , siswa sudah mempunyai pengalaman mengikuti pembelajaran dengan model (PBI) pada siklus I. Kedua , siswa yang duduk perkelompok lebih aktif dalam berdiskusi dan siswa yang aktif lebih berperan dalam mengkatifkan anggota kelompoknya sehingga kegiatan diskusi kelompok berlangsung dengan baik.

Model Problem Based Instruction dapat mengoptimalkan siswa untuk berpikir kiritis dimana siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah. Ketika peneliti menayangkan slide tema kerusakan lingkungan siswa berpikir kritis untuk menjawab atau memberikan penjelasan tentang fenomena-fenomena yang terjadi. Berpikir kritis terjadi pada saat siswa mengenal masalah, menemukan cara-cara yang dipakai untuk menangani masalah, mengumpulkan dan menyusun informasi diperlukan, memahami dan menggunakan informasi diperlukan, memahami dan menggunakan bahasa yang tepat, jelas dan khas, menilai fakta dan mengevaluasi pernyataan – pernyataan mengenal adanya hubungan yang logis antara masalah-masalah dan menarik kesimpulan-kesimpulan.

0 20 40 60 80 100 120

Grafik Perubahan Kemampuan Berpikir Kritis Siklus I dan Siklus II

Siklus I Siklus II

(15)

Jurnal Education of Batanghari

Dari hasil evaluasi pada siklus II terjadi peningkatan hasil belajar kognitif jika dibandingkan dengan hasil evaluasi pada siklus I yaitu dari rata-rata 61,29 menjadi 83,87 (peningkatan sebesar 22,58%). Adapun perbedaan hasil belajar ini dikarenakan pada siklus I siswa belum terbiasa mengikuti model pembelajaran PBI dan pada siklus ini mereka masih dalam tahap penyesuaian.

Peningkatan hasil belajar pada aspek afektif disebabkan adanya pendekatan antar siswa yang pintar dengan yang kurang dalam satu kelompok dan juga dengan pemberian penghargaan kepada yang aktif dalam diskusi kelas. Peningkatan kemampuan berpikir kritis dari siklus I ke II disebabkan karena siswa sudah mulai terbiasa dengan pembiasaan berpikir kritis dalam memecahkan di setiap pembelajaran.

V. PENUTUP 5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah penggunaan model Problem Based Instruction (PBI) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Peningkatan kemampuan berpikir kritis dapat dilihat dari peningkatan yang terjadi dari siklus I ke siklus II. Peningkatan kemampuan berpikir kritis terlihat dari peningkatan jumlah yang terjadi dari setiap indikator yaitu terjadi peningkatan sebesar 20-25% setiap indikator kemampuan berpikir kritis. Terjadinya peningkatan kemampuan berpikir kritis berbanding lurus dengan peningkatan hasil belajar IPA siswa. Hal ini dapat dilihat dari hasil evaluasi yang didapat pada siklus I dengan nilai rata-rata yaitu 61,29 % . Jumlah siswa yang tuntas belajar pada siklus I ada 19 orang dari 31 orang siswa dengan persentase ketuntasan belajar 57,14 % termasuk pada kriteria baik. Hasil evaluasi pada siklus II terjadi peningkatan menjadi 83,87 meningkat sebesar 22,58, jumlah siswa yang tuntas belajar pada siklus II ada 26 orang dari 31 orang siswa dengan persentase ketuntasan belajar 83,87 %. Pada aspek afektif dan psikomotorik juga terjadi peningkatan sebesar 20-35 %. Hal ini disebabkan siswa sudah terbiasa dengan model PBI ini.

Problem Based Instruction (PBI) memiliki kelebihan yaitu membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah dan keterampilan intelektual. Siswa menyambut dengan positif pembelajaran dengan model PBI yang diterapkan dan mereka berharap agar pembelajaran ini dapat dilanjutkan untuk pengajaran IPA dengan konsep-konsep dan materi- materi yang lain.

5.2 Saran

Konsep model pembelajaran PBI ini perlu disosialisasikan pada guru-guru IPA sebagai salah satu alternatif dalam mengatasi permasalahan yang timbul dalam kelas. Diharapkan kepada guru-guru untuk dapat melanjutkan kegiatan serupa dengan mengajak guru-guru lain baik pada sekolah yang sama maupun pada sekolah yang lain guna meningkatkan mutu pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Adnyana Putra Gede, 2011. Keterampilan Berpikir kritis. (http://psb- psma.org/content/blog/3992-keterampilan-berpikir-kritis ) diakses 20 maret 2018.

Dimyati & Mudjiono, 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta Fisher, A. 2009. Berpikir Kritis Sebuah Pengantar. Jakarta : Erlangga.

Hanson, D. and Wolfskill, T. 2000. Process Workshop-A New Model for Instruction. Journal of Chemical Educatiuon 75 (1) : 120-130.

Indra Munawar, 2009. Pengertian Hasil belajar. (http://indramunawar.blogspot.com/2009/06/hasil- belajar-pengertian-dan-definisi.html),diakses 20 Maret 2018

Lie, Anita. 2008. Cooperative Learning. Gramedia, Jakarta.

Purworini, 2006. Pembelajaran Berbasis Proyek sebagai Upaya Mengembangkan Habit of Mind Studi kasus Di SMP Nasional KPS Balikpapan. Jurnal Pendidikan 1 (2): 17-19

Redhana, Wayan I. 2003. Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif Dengan Strategi Pemecahan Masalah. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja No 3 Th.XXXVI Juli 2003.

Trianto, 2007.Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik. Prestasi Pustaka, Jakarta.

(16)

Jurnal Education of Batanghari

Wulandari Nadia, Sjarkawi, Damris, 2011. Pengaruh Problem Based Learning dan kemampuan Berpikir Kritis Terhadap Hasil Belajar Mahasiswa. Jurnal Tekno Pedagogi Vol 1.

Gambar

Tabel  1.  Sintaks Pembelajaran Model Problem Based Instruction (PBI)
Tabel 4.1.2 Skenario Pembelajaran Siklus II
Grafik 1. Perbandingan Ketuntasan Siklus I dan Siklus II
Grafik 3. Perubahan Psikomotorik Siklus I dan Siklus II
+2

Referensi

Dokumen terkait

(2) There is a difference in student learning outcomes between students who use the media articulate storyline based presentations with students who use the media-based

Untuk membuktikan kebenaran dari hipotesis pertama, yaitu bahwa diduga secara serempak, variabel kinerja keuangan yang meliputi: EPS, ROA, NPM , dan DER mempunyai pengaruh yang

Pada masing-masing soal terdapat 2 pernyataan, dimana pernyataan pertama adalah pernyataan sebab dan pernyataan kedua merupakan pernyataan akibat.. Pilih (A) jika

ODQJVXQJ GLSHUJXQDNDQ XQWXN PHQ\DGDS SRKRQ NDUHW +DO LQL GLNDUHQDNDQ SLVDX VDGDS WHUVHEXW WLGDN VHVXDL GHQJDQ DJURWHNQLVGDHUDKWHUWHQWX6HEDJDLFRQWRK WDQDPDQ NDUHW GL GDHUDK

Untuk perancangan sistem Pengaman Motor menggunakan Smartcard ini, hardware yang di gunakan adalah Arduino Uno yang digunakan sebagai otak dari sistem ini dan

Setelah dilakukan penelitian tentang efektivitas terapi kombinasi jus bayam dan tomat terhadap peningkatan kadar hemoglobin pada ibu hamil dengan anemia, diketahui

(Teori, Konsep, dan Isu) , Alfabeta, Bandung, 2004, h.. menghindari resiko menjadi mengolah resiko, penggunaan uang lebih efisien karena sisa anggaran tahun sebelumnya dapat

Apabila dalam suatu kegiatan ekonomi jumlah tenaga kerja sangat berlebihan, sehingga berada dalam suatu keadaan di mana sebagian tenaga kerjanya dipindahkan ke sektor lain tetapi