• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPTIMASI KONDISI PEMOTONGAN PADA PEMBUBUTAN BAJA AISI 4340 YANG DIKERASKAN MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA PVD BERLAPIS AlTiN DENGAN ALGORITMA GENETIKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "OPTIMASI KONDISI PEMOTONGAN PADA PEMBUBUTAN BAJA AISI 4340 YANG DIKERASKAN MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA PVD BERLAPIS AlTiN DENGAN ALGORITMA GENETIKA"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

IMMANUEL BUTARBUTAR 120401135

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini yang berjudul “Optimasi Kondisi Pemotongan pada Pembubutan Baja AISI 4340 yang Dikeraskan Menggunakan Pahat Karbida PVD Berlapis AlTiN dengan Algoritma Genetika”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan laporan tugas akhir ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu penulis ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penulisan laporan tugas akhir ini:

1. Prof. Dr. Ir. Armansyah Ginting, M.Eng. selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir yang telah banyak meluangkan waktu dan tenaganya untuk membimbing penulis didalam penulisan tugas akhir ini.

2. Mahadi, S.T. M.T. dan Ir. Alfian Hamsi, M.Sc. selaku Dosen Pembanding Tugas Akhir ini.

3. Dr. Ir. Muhammad Sabri, MT. selaku Ketua Departemen Teknik Mesin.

4. Terang UHSG Manik, ST. MT. selaku Sekretaris Departemen Teknik Mesin.

5. Ir. Tugiman, M.T. selaku Koordinator skripsi Departemen Teknik Mesin.

6. Ayah dan Ibu serta Keluarga Besar penulis yang senantiasa memberikan dukungan dan bantuan berupa moral dan material.

7. Seluruh staff pengajar dan staff tata usaha Departemen Teknik Mesin yang membimbing dan membantu segala keperluan penulis selama perkuliahan.

8. Seluruh teman-teman stambuk 2012 yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu persatu yang memberikan dukungan dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan laporan tugas akhir ini terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna menyempurnakan laporan tugas akhir ini. Semoga laporan tugas akhir ini dapat bermanfaat dalam menumbuhkan suasana ilmiah dan kreatifitas dalam pengembangan teknologi tepat guna di lingkungan Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara umumnya agar berguna bagi kemajuan bangsa dan negara.

Medan, Maret 2018 Penulis

(8)

ABSTRAK

Produktivitas berkaitan dengan kemampuan menghasilkan produk. Pada proses pembubutan, kapasitas geram (volume of material removal, VMR) yang dihasilkan mewakili nilai dari produktivitas. Dimana VMR merupakan perkalian antara kecepatan penghasilan geram (rate of material removal, MRR) dengan umur pakai pahat (tool life, TL). Maka, diperlukan MRR dan TL yang tinggi untuk menghasilkan VMR yang tinggi pula sehingga nilai produktivitas juga tinggi.

Akan tetapi perlu juga untuk memerhatikan kondisi permukaan akhir dari produk yang dihasilkan. Untuk memenuhi hal ini, maka perlu dilakukan pengoptimasian terhadap kondisi pemotongan. Metode optimasi yang digunakan adalah Algoritma Genetika. Nilai VMR tertinggi dari hasil optimasi 364,414 cm3 dengan v = 80,00 m/min, f = 0,20 mm/rev, dan a = 1,99 mm. Ini merupakan kondisi pemotongan optimum untuk produktivitas yang tinggi dari kinerja pahat karbida PVD berlapis AlTiN didalam pembubutan baja AISI 4340 yang dikeraskan.

Kata Kunci: Proses Pembubutan, Kondisi Pemotongan, Produktivitas, Optimasi, Algoritma Genetika.

(9)

ABSTRACT

Productivity is related to the ability to produce the product. In the turning process, the volume of material removal (VMR) produced represents the value of the productivity.Where VMR is the multiplication of the rate of material removal (MRR) with the life of the tool (TL). Thus, high MRR and TL are needed to produce a high VMR so that the value of productivity is also high. However, it is also necessary to observe the final surface conditions of the product.To meet this, it is necessary to optimize the cutting conditions. The optimization method used is Genetic Algorithm. The highest VMR value of optimization result is 364,414 cm3 with v = 80,00 m / min, f = 0,20 mm / rev, and a = 1,99 mm. This is an optimum cutting condition for high productivity of the performance of an AlTiN-coated PVD carbide tool in the hardened AISI 4340 steel.

Keywords: Turning Process, Cutting Conditions, Productivity, Optimization, Genetic Algorithm.

(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR PERSAMAAN...viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Batasan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.4. Sistematika Penulisan ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Teori Pembubutan ... 4

2.2. Material Pahat ... 5

2.2.1. Pahat Karbida Berlapis...8

2.2.2. Pahat karbida berlapis AlTiN...10

2.2.3. Geometri Pahat...11

2.2.4. Bentuk Geram...14

2.3. Material Benda Kerja ... 15

2.3.1. Baja AISI 4340...18

2.4. Pemesinan Keras ... 19

2.5. Produktivitas Pemesinan ... 21

2.6. Optimasi dan Algoritma Genetika ... 23

2.6.1. Optimasi ... 23

2.6.2. Algoritma Genetika ... 24

2.6.2.1. Komponen-komponen Algoritma Genetika ... 26

2.6.2.2. Algoritma Genetika Standar ... 29

2.6.2.3. Aplikasi Algoritma Genetika ... 30

2.6.2.4. Algoritma Genetika dalam MATLAB ... 31

(11)

BAB III METODOLOGI ... 35

3.1. Diagram Alir ... 35

3.2. Software MATLAB ... 36

3.3. Desain Faktorial 23 ... 37

3.4. Persamaan Regresi Multi Linear ... 38

3.5. Metode Algoritma Genetika ... 39

3.6. Algoritma Genetika Dalam MATLAB ... 41

BAB IV HASIL DAN ANALISA ... 52

4.1. Data Sekunder ... 52

4.2. Analisa Data ... 52

4.2.1. Pengumpulan Data menggunakan Metode Desain Faktorial 23 ...52

4.2.2 Menghasilkan Fitness Function menggunakan metode Regresi Multi Linear... 53

4.3. Optimisasi Menggunakan Algoritma Genetika ... 56

4.3.1. Perhitungan Algoritma Genetika untuk Optimasi VMR ... 56

4.3.2. Perhitungan Algoritma Genetika untuk Optimasi TL ... 68

4.3.3. Perhitungan Algoritma Genetika untuk Optimasi Ra ... 69

4.4. Hasil Optimasi Menggunakan MATLAB...71

4.5. Hasil Optimasi VS Hasil Eksperimen...83

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

5.1 Kesimpulan ... 84

5.2 Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... ix

LAMPIRAN ... xi

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Mata Pahat Karbida Berlapis AlTiN ... 11

Gambar 2.2 Ilustrasi mata pahat right hand dan mata pahat insert karbida ... 13

Gambar 2.3 Berbagai bentuk geram... 14

Gambar 2.4 Baja AISI 4340 ... 19

Gambar 2.5 Tiga jenis skema pengkodean ... 27

Gambar 2.6 Contoh penggunaan metode roulette-wheel selection ... 27

Gambar 2.7 Lingkungan kerja MATLAB ... 33

Gambar 2.8 Prosedur algoritma genetika ... 34

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ... 32

Gambar 3.2 Fitness Function pada Editor ... 38

Gambar 3.3 M-file dalam Current Folder... 39

Gambar 3.4 Perintah Optimtool dalam Command Window ... 39

Gambar 3.5 Tampilan Optimization Tool ... 40

Gambar 3.6 Jendela Problem Setup And Result...40

Gambar 3.7 Population Options...42

Gambar 3.8 Selection Options...42

Gambar 3.9 Reproduction Options...43

Gambar 3.10 Mutation Options...43

Gambar 3.11 Crossover Options ...45

Gambar 3.12 Migration Options ...46

Gambar 3.13 Multiobjective Problem Setings Options...46

Gambar 3.14 Hybrid Function Options...46

Gambar 3.15 Stopping Criteria Options ...47

Gambar 3.18 Hasil optimasi yang disimpan...48

Gambar 4.1 Grafik Average Distance Between Individuals...70

Gambar 4.2 Grafik Score Diversity...71

Gambar 4.3 Grafik Selection Function...72

Gambar 4.4 Grafik Stopping Criteria...73

Gambar 4.5 Grafik pareto front...74

(13)

Gambar 4.6 Grafik Average Pareto Distance...75

Gambar 4.7 Grafik Rank Histogram...76

Gambar 4.8 Average Pareto Spread ...77

Gambar 4.9 Grafik Hasil Optimasi MATLAB Secara Keseluruhan...78

Gambar 4.10 Grafik fitness terbaik menggunakan GA single function...79

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jenis Karbida Berlapis ... 9

Tabel 2.2 Perbandingan PVD dan CVD ... 10

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Baja AISI 4340 ... 17

Tabel 2.4 Sifat Mekanis Baja AISI 4340 ... 17

Tabel 3.1 Variasi Nilai Kondisi Pemotongan 23 ... 34

Tabel 3.2 Data Kondisi Pemotongan 23 ... 34

Tabel 3.3 Bentuk Data Regresi Multi Linear ... 35

Tabel 3.4 Prosedur Evaluasi ... 36

Tabel 3.5 Prosedur Seleksi ... 37

Tabel 4.1 Hasil Kondisi Pemotongan... 49

Tabel 4.2 Prosedur Evaluasi Fitness ... 56

Tabel 4.3 Prosedur Seleksi ... 57

Tabel 4.4 Nilai rk Secara Acak ... 62

Tabel 4.5 Gen-gen yang mengalami Mutasi ... 64

Tabel 4.6 Nilai Optimum VMR, TL, dan Ra ... 68

Tabel 4.7 Nilai Optimum Kondisi Pemotongan ... 69

Tabel 4.8 Hasil Maksimum dan Minimum dari Optimasi ... 79

Tabel 4.9 Nilai Fitness terbaik GA Single Obejctive ... 80

Tabel 4.10 Optimasi VS Eksperimen berdasarkan VMR terbaik ... 80

(15)

DAFTAR PERSAMAAN

Persamaan 2.1 Kecepatan Potong ... 4

Persamaan 2.2 Diameter Awal ... 4

Persamaan 2.3 Kecepatan Makan ... 5

Persamaan 2.4 Kedalaman Potong ... 5

Persamaan 2.5 Waktu Pemotongan ... 5

Persamaan 2.6 Kecepatan Penghasilan Geram ... 5

Persamaan 3.1 Fitness Function ... 35

Persamaan 3.2 Eval (v1) ... 36

Persamaan 3.3 Total Fitness ... 36

Persamaan 3.4 Probabilitas Seleksi pk... 37

Persamaan 3.5 Probabilitas Kumulatif pk ... 37

Persamaan 4.1 Kuadrat terkecil β VMR ... 51

Persamaan 4.2 Fitness Function VMR ... 51

Persamaan 4.3 Kuadrat terkecil β TL ... 52

Persamaan 4.4 Fitness Function TL ... 52

Persamaan 4.5 Kuadrat terkecil β Ra ... 53

Persamaan 4.6 Fitness Function Ra ... 53

Persamaan 4.7 Fitness Function VMR Kromosom ... 53

Persamaan 4.8 Bit-bit ... 53

Persamaan 4.9 Pemetaan String Biner ... 54

Persamaan 4.10 Fitness Eval (vk) Kromosom ... 57

Persamaan 4.11 Fitness Populasi ... 57

Persamaan 4.12 Probabilitas Seleksi pk Kromosom... 57

Persamaan 4.13 Probabilitas Kumulatif qk Kromosom ... 57

Persamaan 4.14 Total Fitness Populasi ... 58

Persamaan 4.15 Probabilitas Seleksi pk Kromosom... 58

Persamaan 4.16 Probabilitas Kumulatif qk Kromosom ... 58

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemesinan keras merupakan alternatif proses pemesinan didalam memesin benda silindris. Pemesinan keras ini dapat menghasilkan permukaan akhir yang bagus, sebagus pemesinan benda silindris yang menghasilkan kecepatan penghasilan geram yang tinggi, dengan menjaga kecepatan makan dan kedalaman potong yang rendah. Didalam proses pemesinan, ini sangat berguna, dikarenakan antara lain, dapat mengurangi ongkos pemesinan, menghasilkan produk dengan kualitas tinggi, waktu pemesinan yang rendah, investasi yang rendah, persediaan perkakas yang rendah serta dapat mengurangi kegiatan tambahan yang tidak diperlukan (Pathan, 2018).

Pemesinan keras menggunakan pahat karbida berlapis didalam memesin benda silindris memiliki beberapa keuntungan seperti, mengurangi ongkos pemesinan, meningkatkan produktivitas, dan memperbaiki sifat bahan (Suresh.

2012).

Perkembangan teknologi pelapisan telah menghasilkan pahat karbida berlapis dengan kinerja yang tinggi, dimana dapat memperbaiki sifat bahan seperti, kekuatan patah, ketangguhan, ketahanan kejut termal, ketahanan aus, serta kekerasan bahan (Suresh. 2012). Umur pahat karbida berlapis (TiN) kurang lebih 30 kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan pahat karbida tanpa lapisan dengan konsisi pemotongan yang sama. Kecepatan penghasilan geram dari pahat karbida berlapis juga 30 kali lebih tinggi dari pahat karbida tanpa lapisan. Dengan kondisi seperti ini tentunya akan meningkatkan produktivitas (Ashok. 2013).

Produktivitas berkaitan dengan kemampuan menghasilkan produk dan juga kualitas dari produk yang dihasilkan. Didalam penelitian ini, kapasitas geram (volume of material removal, VMR) yang dihasilkan selama proses pemesinan

(17)

mewakili nilai dari produktivitas. Dimana VMR merupakan perkalian antara kecepatan penghasilan geram (rate of material removal, MRR) dari proses pemesinan dengan umur pakai pahat (tool life, TL). Maka, diperlukan MRR dan TL yang tinggi untuk menghasilkan VMR yang tinggi pula sehingga nilai produktivitas juga tinggi. Akan tetapi perlu juga untuk memerhatikan kondisi permukaan akhir dari produk yang dihasilkan. Diharapkan dengan VMR yang setinggi mungkin dihasilkan kualitas permukaan yang baik juga (dapat diterima dan tergantung permintaan). Untuk memenuhi hal ini, maka perlu dilakukan pengoptimasian terhadap kondisi yang dimaksud.

Dalam optimasi kondisi pemesinan, diperlukan suatu algoritma (algorithm) yaitu urutan langkah logik yang menggunakan suatu model matematik untuk menghitung harga paling baik atau optimum bagi variabel proses pemesinan sehingga tujuan proses pemesinan dapat dipenuhi (Rochim. 1993). Didalam pengoptimasian ini, metode yang digunakan adalah algoritma genetika. Dimana didalam prosesnya, algoritma genetika akan mencari solusi-solusi optimum untuk kondisi pemotongan dimana akan berpengaruh terhadap nilai VMR. Dengan ini, maka dihasilkan nilai VMR maksimum yang akan menghasilkan produktivitas yang tinggi.

1.2. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah yang digunakan adalah:

1. Pembubutan menggunakan pahat karbida PVD berlapis AlTiN yang dikeraskan.

2. Metode optimasi yang digunakan adalah Algoritma Genetika.

3. Data sekunder yang digunakan adalah data Dale (2017) dan Ricky (2018).

4. Perancangan dan analisa sistem yang dibuat menggunakan program bantu software MATLAB.

(18)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menghasilkan fitness function yang akan menggambarkan kinerja dari pahat karbida berlapis AlTiN didalam pembubutan baja AISI 4340 yang dikeraskan.

2. Menghasilkan kondisi pemotongan optimum untuk produktivitas yang tinggi dari kinerja pahat karbida berlapis didalam pembubutan baja AISI 4340 yang dikeraskan menggunakan metode algoritma genetika.

1.4. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bab I Pendahuluan

Bab ini menjelaskan pendahuluan tentang studi kasus dan pemecahan masalah yang berisi antara lain : latar belakang, batasan masalah, tujuan penelitan, dan sistematika penulisan.

2. Bab II Tinjauan Pustaka

Berisikan tinjauan pustaka, yaitu teori tentang optimasi dan algoritma genetika, teori pembubutan, material pahat dan benda kerja, pemesinan keras, kualitas permukaan produk, dan pengantar tentang MATLAB.

3. Bab III Metodologi

Berisi tata cara penelitian yang akan dilakukan, yaitu software yang digunakan, desain eksperimen, dan diagram alir penelitian, dan langkah- langkah didalam pengoptimasian.

4. Bab IV Analisa Data

Berisi tentang hasil analisa penggunaan algoritma genetik untuk optimasi pemesinan pada mesin bubut (turning)

5. Bab V Kesimpulan dan Saran

Berisi kesimpulan dari analisa berdasarkan tujuan skripsi dan saran untuk penelitian selanjutnya.

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Pembubutan

Pembubutan (turning) merupakan salah satu proses pemesinan yang mengunakan mata pahat dengan satu mata potong (single-point cutting tool) untuk membuang material dari permukaan benda kerja yang berputar yang dikerjakan dengan mengunakan mesin bubut (lathe) dan menghasilkan produk yang berbentuk silinder.

Proses bubut merupakan proses yang sangat penting dan sering dilakukan di dalam industri manufaktur komponen mesin. Hal ini didasari oleh beberapa faktor, antara lain:

1. Sebagian besar dari bagian konstruksi mesin (poros, sekrup, tabung, dll) dan perkakas (bor) menurut bentuk dasarnya merupakan benda putar, dimana didalam proses pembuatannya dilakukan dengan proses bubut.

2. Perkakas mesin bubut relatif murah dan juga sederhana.

3. Proses pembubutan dengan daya sayat yang baik dan mudah dicapai.

Parameter pemesinan pada proses bubut dapat dihitung dengan rumus-rumus berikut: (Rochim. 1993).

1. Kecepatan Potong (Cutting Speed)

v = ... (2.1) Dengan;

d = = do ... (2.2) Dimana;

v = Kecepatan pemotongan (m/min) n = Putaran poros utama (rpm) d = Diameter rata-rata (mm) do = Diameter awal (mm) dm = Diameter akhir (mm)

(20)

2. Kecepatan Makan (Feeding Speed)

vf = f . n ... (2.3) Dimana;

vf = Kecepatan pemakanan (mm/min) f = Gerak makan (mm/rev)

n = Putaran poros utama (rpm) 3. Kedalaman Potong (Depth of Cut)

a = ... (2.4) Dimana;

a = Kedalaman pemotongan (mm) 4. Waktu Pemotongan (Cutting Time)

tc = ... (2.5) Dimana;

tc = Waktu pemotongan (min) lt = Panjang pemesinan

5. Kecepatan Penghasilan Geram (Rate of Metal Removal)

Kecepatan penghasilan geram atau lebih dikenal dengan istilah Material Removal Rate (MRR) dengan rumus:

Z = f . a . v ... (2.6) Dimana;

Z = Kecepatan penghasilan geram (cm3/min) 2.2. Material Pahat

Proses pembentukan geram pada proses pemesinan berlangsung dengan cara mempertemukan dua jenis material, yaitu material alat potong (pahat) dan material benda kerja. Maka, untuk menjamin kelangsungan proses ini diperlukan material pahat yang lebih unggul daripada material benda kerja. Hal ini dapat tercapai dikarenakan pada proses pembuatan material pahat memperhatikan berbagai segi yaitu: (Rochim. 1993).

(21)

1. Kekerasan, yang cukup tinggi yang melebihi kekerasan benda kerja, tidak hanya pada temperatur ruang melainkan juga pada temperatur tinggi selama saat proses pembentukan geram berlangsung.

2. Keuletan, yang cukup besar untuk menahan beban kejut yang terjadi sewaktu permesinan dengan interupsi maupun sewaktu pemotongan benda kerja yang mengandung partikel/bagian yang keras.

3. Ketahanan beban kejut termal, diperlukan bila terjadi perubahan temperature yang cukup besar secara berkala/periodik.

4. Sifat adhesi yang rendah, untuk mengurangi afinitas benda kerja terhadap pahat, mengurangi laju keausan, serta penurunan gaya pemotongan.

5. Daya larut elemen/komponen material pahat yang rendah, dibutuhkan demi untuk memperkecil laju keausan akibat mekanisme difusi.

Secara berurutan, material pahat tersebut akan diurutkan dari yang paling lunak tetapi ulet sampai yang paling keras tetapi getas, yaitu: (Rochim. 1993).

1. Baja karbon (High Carbon Steels; Carbon Tool Steels; CTS)

Baja dengan kandungan karbon relative tinggi (0,7%-1,4% C) tanpa unsur lain dengan persentase unsur lain yang rendah (0,2% Mn, W, Cr) mampu mempunyai kekerasan permukaan yang cukup tinggi.

2. HSS (High Speed Steels; Tool Steels)

Pada tahun 1898 ditemukan jenis baja paduan tinggi dengan unsur paduan krom (Cr) dan tungsten/wolfram (W), melalui proses penuangan (molten metallurgy) kemudian diikuti pengerolan ataupun penempahan, baja ini dibentuk menjadi batang atau silinder. Pada kondisi lunak (annealed) bahan tersebut dapat diperoses melalui permesinan menjadi berbagai bentuk pahat potong. Setelah proses perlakuan panas dilakukan, kekerasannya akan cukup tinggi sehingga dapat digunakan pada kecepatan potong yang tinggi (sampai 3 kali kecepatan potong pahat CTS yang dikenal pada saat itu sekitar 10 m/menit, sehingga dinamakan dengan “baja kecepatan tinggi” ; HSS, (High Speed Steel)

3. Paduan Cor Non Ferro (Cast Nonferous Alloys; Cast Carbides)

(22)

Sifat-sifat paduan cor non ferro adalah diantara HSS dan karbida (cemented carbide) dan digunakan dalam hal khusus diantara pilihan dimana karbida terlalu rapuh dan HSS mempunyai hot hardness dan wear resistance yang terlalu rendah. Jenis material ini dibentuk secara tuang menjadi bentuk- bentuk yang tidak terlampau sulit misalnya tool bit (sisipan) yang kemudian diasah menurut geometri yang dibutuhkan

4. Karbida (Cemented Carbides; Hardmetals)

Jenis karbida yang “disemen” (cemented carbides) ditemukan pada tahun 1923 (KRUPP WIDIA) merupakan bahan pahat yang dibuat dengan cara menyinter (sintering) serbuk karbida (Nitrida, Oksida) dengan bahan pengikat yang umumnya dari cobalt (Co). Dengan carburizing masing-masing bahan dasar (serbuk) Tungsten (Wolfram,W) Titanium (Ti), Tantalum (Ta) dibuat menjadi karbida yang kemudian digiling (Ball Mill) dan disaring. Salah satu atau campuran serbuk karbida tersebut dicampur dengan bahan pengikat (Co) dan dicetak tekan dengan memakai bahan pelumas (lilin). Setelah itu dilakukan presintering (1000℃ pemanasan mula untuk menguapkan bahan pelumas) dan kemudian sintering (1600℃) sehingga bentuk keeping (sisipan) sebagai hasil proses cetak tekan (Cold, atau HIP) akan menyusut menjadi sekitar 80% dari volume semula.

Hot hardness karbida yang disemen (diikat) ini akan menurun bila terjadi pelunakan elemen pengikat. Semakin besar persentase pengikat Co maka kekerasannya menurun dan sebaliknya keuletannya membaik. Modulus elastisitasnya sangat tinggi demikian pula berat jenisnya (density, sekitar 2 kali baja). Koefisien muainya setengah dari koefisien muai baja dan konduktivitas panasnya sekitar dua atau tiga kali konduktivitas padas HSS.

Ada 3 jenis utama pahat karbida sisipan, yaitu :

a. Karbida tungsten (WC+Co), yang merupakan jenis pahat karbida untuk memotong besi tuang (cast iron cutting grade).

b. Karbida tungsten paduan (WC-TiC+Co; WC-TaC-TiC+Co; WC-TaC+Co;

WC-TiC-TiN+Co; TiC+Ni, Mo), merupakan jenis pahat karbida untuk

(23)

pemotongan baja (steel cutting grade).

c. Karbida lapis (coated cemented carbides), merupakan jenis karbida tungsten yang dilapis (satu atau beberapa lapisan) karbida, nitrida, atau oksida lain yang lebih rapuh tetapi hot hardnessnya tinggi.

5. Keramik (Ceramics)

Keramik menurut definisi sempit adalah material paduan metalik dan non metalik, sedangkan menurut definisi yang luas berarti semua material kecuali metal dan material organic. Keramik dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu, keramik tradisional dan keramik industri. Keramik tradisional merupakan barang pecah belah peralatan rumah tangga, sedangkan keramik industri digunakan untuk berbagai keperluan sebagai komponen dari peralatan, mesin dan perkakas termasuk perkakas potong/pahat.

6. CBN (Cubic Boron Nitrides)

CBN termasuk kedalam jenis keramik, diperkenalkan oleh GE (USA, 1957, Borazon). Dibuat dengan penekanan panas (HIP, 60 kbar, 15000 C) sehingga serbut graphit putih nitrida boron dengan struktur atom heksagonal berubah menjadi struktur kubik. CBN memiliki hot hardness yang sangat tinggi. CBN dapat digunakan untuk pemesinan berbagai jenis baja dalam keadaan dikeraskan (hardened steel), besi tuang, HSS maupun karbida semen.

7. Intan (Sintered Diamonds and Natural Diamonds)

Sintered Diamonds (GE, 1995) merupakan proses sintering serbuk intan tiruan dengan bahan pengikat Co (5%-10%). Hot hardness sangat tinggi dan tahan terhadap deformasi plastik. Sifat ini ditentukan oleh besar butir intan serta presentase dan komposisi dari material pengikat. Pahat intan tidak bisa digunakan untuk memotong bahan yang mengandung besi (ferros) dikarenakan intan pada temperatur tinggi akan berubah menjadi graphit dan mudah terdifusi dengan atom besi.

(24)

2.2.1. Pahat Karbida Berlapis

Karbida berlapis pertama kali diperkenalkan pada tahun 1968 oleh KRUPP WIDIA dan sampai sekarang terus berkembang dan banyak dimanfaatkan dalam berbagai proses permesinan (di negara-negara maju) dan pemakaiannya sekitar 40% dari seluruh jenis pahat karbida yang digunakan. Hal ini dikarenakan harga yang lebih terjangkau dan kemampuan dari material itu sendiri yakni multi guna terhadap material benda kerja. Umumnya sebagai material dasar karbida tungsten (WC-Co) yang dilapisi dengan bahan keramik (karbida, nitrida, dan oksida yang keras tahan temperatur tinggi serta nonadhesif).

Tabel 2.1 Jenis karbida berlapis (coated cemented carbides) Jenis Material induk Bahan pelapis Keterangan

Single layer WC TiC Pemesinan tanpa

kejutan

TiN Tahan keausan

kawah TiCN

Al2O3

Pemesinan besi tuang

HfN

Two layer WC TiC-TiN

TiC-TiCN TiCN-TiN

TiC-Al2O3 Pemesinan besi tuang

Multilayer WC TiC-TiCN-TiN

TiN-TiC-TiN Multi guna TiC-TiN-Al2O3

TiC-Special ceramics-Al2O3

Lapisan setebal 1-8 micron ini diperoleh dengan cara CVD ataupun PVD.

Pelapisan secara CVD (Chemical Vapour Deposition) menghasilkan ikatan yang lebih kuat daripada PVD (Physical Vapour Deposition). CVD dilakukan dengan mengendapkan elemen atau paduan elemen (keramik) yang terjadi akibat reaksi pada fasa uap antara elemen/paduan tersebut dengan gas pereaksi sehingga

(25)

menempel dengan kuat pada material yang dilapis. PVD dilakukan dengan menguapkan material baik dari bentuk padat maupun cair menjadi bentuk atom ataupun molekul dan diubah menjadi bentuk uap didalam kondisi vakum atau tekanan yang rendah kemudian diendapkan kembali. Proses yang paling umum dari PVD adalah pemercikan (sputtering) dan penguapan (evaporation). Pelapisan dapat diulang untuk kedua atau ketiga kalinya dengan menggunakan elemen pelapis yang berbeda (Rochim. 1993).

Sejak tahun 1970-an, banyak penemuan baru yang telah dibuat pada alat pemotongan untuk meningkatkan umur pahat dan juga kecepatan potong. Lapisan pada alat potong karbida biasanya ditemukan dengan menggunakan teknik chemical vapor deposition (CVD). Sekarang ini, untuk mata potong HSS dan mata potong karbida, cara pelapisan melibatkan Physical vapor deposition (PVD).

Yang menarik dari proses PVD adalah proses ini jauh lebih bersih dan formasi kerapuhan antara substrat dari mata potong dan lapisan, yang dimana bertanggung jawab untuk adhesi yang lebih rendah dari lapisan dengan substrat mata potong yang dieliminasi untuk jangkauan yang luas, dan juga temperatur yang substrat lebih kecil dibandingkan dengan proses CVD (4500 dibandingkan 10000 C) (Sreejith. 2000).

Kegunaan PVD adalah sebagai berikut:

• Meningkatkan kekerasan dan ketahanan terhadap korosi.

• Mengurangi gesekan serta meningkatkan ketahanan temperatur tinggi.

• Meningkatkan kekuatan impak.

Kelebihan proses PVD:

• Material yang telah dilapisi memiliki sifat yang lebih baik jika dibandingkan dengan material yang sebelumnya.

• Proses PVD lebih ramah lingkungan.

(26)

Perbandingan PVD dan CVD dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bawah ini:

Tabel 2.2 Perbandingan PVD dan CVD

PVD CVD

Ikatan tidak terlalu kuat Ikatan lebih kuat Kualitas lebih baik karena lapisan

yang dihasilkan lebih murni

Masih terdapat pengotor pada lapisan yang dihasilkan

Konduktivitas termal lebih baik Konduktivitas termal lebih rendah Tidak ada reaksi kimia pada

permukaan

Terjadi reaksi kimia pada permukaan

2.2.2. Pahat Karbida berlapis AlTiN

Mata Pahat dengan merk Kennametal yang diproduksi dari Amerika dengan nomor seri yaitu SNMG 120408 RP dengan kode KCU 25 yang mempunyai keterangan sebagai berikut:

- S = Bentuk pahat segiempat - N = Sudut 00

- M = Toleransi - G = Desain pahat - Lebar pahat 12 mm - Tebal pahat 4 mm - Radius pojok 8 mm - RP = Roughing Positive

KCU 25 memiliki arti adalah sebagai berikut:

- K = Kennametal

- C = Insert Material, Carbide

- U = Primary Workpiece Material, Universal - 25 = Relative Hardness

(27)

Gambar 2.1 Mata Pahat Karbida Berlapis AlTiN 2.2.3. Geometri Pahat

Berdasarkan fungsi pahat yaitu sebagai alat potong yang dimana akan menghasilkan geram, maka karakteristik geometri setiap pahat akan sama. Untuk mengenal bentuk dan geometrinya, pahat harus diamati secara sistematik. Pertama sekali perlu dibedakan tiga hal pokok yaitu, elemen, bidang aktif, dan mata potong pahat, sehingga secara lebih rinci bagian-bagiannya dapat didefenisikan.

Dengan mengetahui defenisinya, maka berbagai jenis pahat yang digunakan dalam proses pemesinan dapat dikethui secara lebih baik.

Beberapa bagian pahat yang dapat didefenisikan adalah sebagai berikut:

1. Elemen Pahat

 Badan (body), bagian pahat yang dibentuk menjadi mata potong atau tempat untuk sisipan pahat.

 Pemegang/gagang (shank), bagian pahat untuk dipasangkan pada mesin perkakas. Bila bagian ini tidak ada maka fungsinya diganti oleh lubang

(28)

pahat.

 Lubang pahat (tool bore), lubang pada pahat melalui mana pahat dapat dipasang pada poros utama (spindle) atau poros pemegang dari mesin perkakas. Umumnya dipunyai oleh pahat freis.

 Sumbu pahat (tool axis), garis maya yang digunakan untuk mendefinisikan geometri pahat. Umumnya merupakan garis tengah dari pemegang atau lubang pahat.

 Dasar (base), bidang rata pada pemegang untuk meletakkan pahat sehingga mempermudah proses pembuatan, pengukuran ataupun pengasahan pahat.

2. Bidang Pahat, merupakan permukaan aktif pahat. Setiap pahat mempunyai bidang aktif ini sesuai dengan jumlah mata potongnya. Ada tiga bidang aktif pahat, yakni:

 Bidang geram (Aγ face), bidang diatas mana geram mengalir.

 Bidang utama/mayor (Aα principal/mayor flank), bidang yang menghadap permukaan transien dari benda kerja. Permukaan transien benda kerja akan terpotong akibat gerakan pahat relatif terhadap benda kerja. Karena adanya gaya pemotongan, sebagian bidang utama akan terdeformasi sehingga bergesekan dengan permukaan transien benda kerja.

 Bidang bantu/minor (Aα’ auxiliary/minor flank), bidang yang menghadap permukaan terpotong dari benda kerja. Karena adanya gaya pemotongan, sebagian kecil bidang bantu akan terdeformasi dan menggesek permukaan benda kerja yang telah terpotong/dikerjakan.

Dalam berbagai hal disesuaikan dengan kondisi pemotongan yang khusus, pahat dibuat dengan bidang aktif bertingkat. Misalnya ada dua bidang utama, maka bidang tersebut sebagai bidang utama pertama (Aα 1) dan bidang utama kedua (Aα2) sesuai dengan urutan lokasi terhadap mata potong dengan lebar yang tertentu (bα1 , bα 2), demikian pula halnya dengan bidang yang lain.

(29)

3. Mata potong, tepi dari bidang geram yang aktif memotong. Ada dua jenis mata potong, yaitu:

 Mata potong utama/mayor (S, principal/mayor cutting edge), garis perpotongan antara bidang geram (Aγ) dengan bidang utama (Aα).

Mata potong bantu/minor (S’, auxiliary/minor cutting edge), garis perpotongan antara bidang geram (Aγ) dengan bidang bantu (Aα’).

Mata potong utama bertemu dengan mata potong bantu pada pojok pahat (tool corner). Untuk memperkuat pahat maka pojok pahat dibuat melingkar dengan jari-jari tertentu, yaitu:

rε = radius pojok (corner radius/nose radius) ; mm,

atau dipenggal sehingga pojok pahat berupa garis dengan panjang tertentu, yaitu;

bε = panjang pemenggalan pojok (champered corner length) ; mm

Radius pojok maupun panjang pemenggalan pojok selain memperkuat pahat bersama-sama dengan kondisi pemotongan yang dipilih akan menentukan kehalusan permukaan hasil proses pemesinan.

Gambar 2.2 Ilustrasi mata pahat right hand dan mata pahat insert karbida Beberapa jenis pahat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pahat kanan (right hand) dan pahat kiri (left hand). Perbedaan antara kedua jenis pahat tersebut adalah terletak pada lokasi mata potong utama. Pahat kanan mempunyai mata potong utama yang sesuai dengan ibu jari tangan kana apabila ditelungkupkan diatas pahat yang dimaksud dengan sumbu pahat dan sumbu tapak tangan sejajar.

(30)

Demikian pula hal nya dengan pahat kiri dimana lokasi mata potong utamanya sesuai dengan lokasi ibu jari tangan kiri (Rochim. 1993).

2.2.4. Bentuk Geram

Bentuk geram yang dihasilkan selama proses pembubutan beraneka ragam, tergantung pada material benda kerja, dan kondisi pemotongan yang digunakan. Secara garis besar digolongkan kedalam dua bentuk geram, yaitu:

1. Geram tidak kontinu 2. Geram kontinu

Gambar 2.3 Berbagai bentuk geram

Geram tidak kontinu umumnya terbentuk pada proses pembubutan dengan benda kerja yang rapuh (brittle, seperti besi tuang). Geram tersebut mendekati bentuk serpihan atau bahkan dapat berupa serbuk, dengan demikian mempermudah pembuangannya dari lokasi pemotongan atau mesin perkakas yang digunakan. Pada umumnya benda kerja mempunyai sifat ulet (ductile, seperti berbagai jenis baja) dan geram yang dihasilkan berbentuk kontinu. Bentuk geram yang panjang berkesinambungan tidak dikehendaki karena akan mempersulit

(31)

pembuangannya dan kadangkala dapat membahayakan operator. Karena telah mengalami regangan yang tinggi, geram akan lebih keras daripada benda kerjanya, dan juga sangat tajam serta mempunyai temperatur yang relatif tinggi.

Geram yang kontinu tersebut dapat menjadi bentuk terputus-putus bila dalam proses pemesinan terjadi getaran. Secara mekanis, geram kontinu dapat diputuskan dengan cara membuat alur yang direncanakan khusus pada bidang geram (bentuk dan ukuran alur disesuaikan dengan keceptan potong) dengan maksud untuk mengubah arah aliran geram sehingga geram menjadi terlalu melengkung dan akan patah dengan sendirinya (diberi tegangan tambahan sehingga sampai pada batas putus) (Rochim. 1993).

2.3. Material Benda Kerja

Baja merupakan material yang sangat berpengaruh didalam kehidupan manusia dan kemajuan zaman terutama didalam bidang teknik. Sulit untuk menemukan kegiatan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak berkaitan terhadap produk baja. Hampir 50% dari produk baja digunakan pada bidang teknik sipil, 15-20% pada bidang transportasi, dan 30-35% pada industri berat, produksi pipa, aplikasi rumah tangga, kawat, dan sebagainya (Masduki. 2002).

Baja merupakan salah satu jenis logam yang banyak digunakan dengan unsur karbon sebagai salah satu dasar campurannya. Di samping itu baja juga mengandung unsur-unsur lain seperti sulfur (S), fosfor (P), silikon (Si), mangan (Mn), dan sebagainya yang jumlahnya dibatasi. Sifat baja pada umumnya sangat dipengaruhi oleh persentase karbon dan struktur mikro. Struktur mikro pada baja karbon dipengaruhi oleh perlakuan panas dan komposisi baja. Karbon dengan unsur campuran lain dalam baja membentuk karbid yang dapat menambah kekerasan, tahan gores dan tahan suhu baja. Perbedaan persentase karbon dalam campuran logam baja karbon menjadi salah satu cara mengklasifikasikan baja.

Berdasarkan kandungan karbon, baja dibagi menjadi tiga macam, yaitu: (Nevada dkk. 2012)

(32)

1. Baja karbon rendah

Baja kabon rendah (low carbon steel) mengandung karbon dalam campuran baja karbon kurang dari 0,3%. Baja ini bukan baja yang keras karena kandungan karbonnya yang rendah kurang dari 0,3%C. Baja karbon rendah tidak dapat dikeraskan karena kandungan karbonnya tidak cukup untuk membentuk struktur martensit.

2. Baja karbon menengah

Baja karbon sedang mengandung karbon 0,3%C – 0,6%C (medium carbon steel) dan dengan kandungan karbonnya memungkinkan baja untuk dikeraskan sebagian dengan perlakuan panas (heat treatment) yang sesuai.

Baja karbon sedang lebih keras serta lebih lebih kuat dibandingkan dengan baja karbon rendah.

3. Baja karbon tinggi

Baja karbon tinggi mengandung 0,6%C – 1,5%C dan memiliki kekerasan tinggi namun keuletannya lebih rendah, hampir tidak dapat diketahui jarak tegangan lumernya terhadap tegangan proporsional pada grafik tegangan regangan. Berkebalikan dengan baja karbon rendah, pengerasan dengan perlakuan panas pada baja karbon tinggi tidak memberikan hasil yang optimal dikarenakan terlalu banyaknya martensit sehingga membuat baja menjadi getas.

Perlakuan panas merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengubah sifat-sifat dari suatu material. Secara umum perlakuan panas adalah memanaskan atau mendinginkan material, biasanya pada suhu ekstrim, untuk mencapai hasil yang diinginkan seperti pengerasan atau pelunakan material. Yang termasuk ke dalam perlakuan panas antara lain, Annealing, Hardening, Tempering, Quenching, dan Strengthening (George. 1983)

1. Annealing

Annealing merupakan proses pelunakan material (baja) dimana material tersebut dipanaskan lebih dari titik kritis atas. Dengan demikian

(33)

seluruh karbonnya diserap oleh besi γ, membentuk austenite. Kemudian tersebut dibiarkan dingin perlahan-lahan didalam tanur. Pendinginan lambat adalah hal yang utama didalam proses, yang membuat baja selunak mungkin dan menghindari terjadinya tegangan-tegangan dalam. Dalam baja yang diannealing, struktur butiran termasuk kasar, ferrite dan pearlite ditemukan terbagi, membentuk area-area yang terpisah.

2. Hardening

Bila baja didinginkan dari atas titik kritis atas, pendinginan berjalan cepat, endapan karbon akan ditekan dan struktur dibekukan dalam suatu larutan padat. Baja tersebut amat keras dan regas; bila dilihat dengan mikroskop akan terlihat seperti struktur seperti jarum dikenal dengan martensite. Baja-baja karbon biasa,biasanya didinginkan dengan air maka hasilnya keras dan regas sehingga kegunaannya tidak begitu banyak.

Sifat-sifat yang dihasilkan dari pendinginan cepat (quenching) dari panas yang merah sekali adalah kerapuhan dan amat keras. Hal ini bukanlah kombinasi yang baik (terutama dalam pembuatan perkakas) tetapi bisa diperbaiki dengan pemanasan kedua.

3. Tempering

Pada pemanasan kedua baja ini, baja tersebut dipanaskan sampai dibawah titik kritis bawah, dan ini akan menyebabkan pengendapan sebagian dari karbon, buka sebagai pearlite, tetapi dalam bentuk pembagian yang halus dan dikenal dengan sorbite. Disini kekerasan sedikit diturunkan, tetapi baja tersebut menjadi lebih kuat. Setelah dinaikkan sampai panas penyepuhan (tempering heat), baja dibiarkan dingin secara perlahan-lahan. Tingkat kekerasan yang dicapai setelah pendinginan tergantung pada kandungan kandungan karbon dalam baja, yang mengandung kurang dari 0,3% C tidak memperlihatkan perubahan yang nyata. Kekerasan maksimum dicapai bila baja mengandung 1,2% C.

(34)

4. Quenching

Pendinginan baja secara mendadak dari 7000 C lebih adalah suatu pengerjaan yang sangat drastis dan pendinginan yang cepat ini sering mengakibatkan keretakan dan pergeseran benda kerja. Karena pendinginan itu mulai dari luar sewaktu pencelupan, penyusutan dan pengerasan dengan cepat terbentuk pada lapisan sekitar teras yang tidak terjadi pendinginan dan penyusutan dalam waktu yang sama. Waktu panas merambat keluar, teras tersebut mulai dingin dan ketika melalui titik kritis atas, terjadilah ekspansi (berhubungan dengan perubahan dari besi γ ke besi α). Lapisan keras telah dipengaruhi oleh perubahan ini lalu terjadilah penyusutan, sedang pada teras berlangsung sedikit ekspansi. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya keretakan.

5. Strengthening

Pada strengthening (penyebuhan) baja-baja karbon dikeraskan kulitnya dengan jalan permukaannya dikarburasi (bersenyawa dengan zat arang), jadi teras yang lunak dibungkus dengan baja karbon tinggi. Benda- benda kerja tersebut akan mempertahankan kekenyalannya pada baja lunak, jadi bisa tahan terhadapan kejutan, sedangkan permukaan yang dikeraskan akan tahan sewaktu dipakai. Selama pemanasan, karbon diserap kedalam yang tergantung pada lamanya pemanasan dan metode pelaksanaanya.

2.3.1. Baja AISI 4340

Baja AISI 4340 merupakan baja paduan medium yang tersedia di pasaran setelah mengalami proses pengerolan hitam atau kondisi normalisasi. Baja tersebut memiliki kekuatan tarik sebesar 930 – 1080 MPa, densitas 7.85 g/cm3 dan titik lebur adalah 1427oC.

Komposisi kimia dan sifat mekanis Baja AISI 4340 dapat dilihat pada tabel 2.3 dan 2.4 di bawah ini:

(35)

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Baja AISI 4340

Elemen Kadar

Karbon, C 0.410 %

Silika, Si 0.220 %

Cu 0.050 %

Mangan, Mn 0.650 %

Fosfor, P 0.015 %

Sulfur, S 0.006 %

Nickel, Ni 1.790 %

Chromium, Cr 0.790 % Molibdenum, Mo 0.220 %

V 0.020 %

Aluminium, Al 0.021 %

Sumber: Sertifikat uji bahan PT. SUMINSURYA MESINDOLESTARI Tahun 2016

Gambar 2.4 Baja AISI 4340

(36)

Tabel 2.4 Sifat Mekanis Baja AISI 4340

Sifat Mekanis Besaran

Kekuatan Tarik, Maks 935 Mpa

Kekuatan Tarik, lulur 795 Mpa

Elongasi pada saat patah (dalam ukuran 50 mm)

22.0 %

Reduksi Area 55.0 %

Modulus Elastisitas 190 GPa – 210 Gpa

Modulus Bulk 140 Gpa

Modulus Geser 80 Gpa

Sumber: Sertifikat uji bahan PT. SUMINSURYA MESINDOLESTARI Tahun 2016 Baja AISI 4340 ini memiliki karakteristik mampu dilas, mampu ketermesinan, kekuatan yang tangguh serta ketahanan impak. Baja yang digunakan di sini yaitu Baja AISI 4340 banyak digunakan untuk memproduksi komponen mobil dan alat – alat permesinan seperti roda gigi, spindle, gigi transmisi dan kopling.

2.4. Pemesinan Keras

Proses pembubutan keras merupakan proses pemesinan keras terhadap material ferrous dengan kekerasan lebih dari 45 HRc untuk mencapai penyelesaian benda kerja secara langsung setelah dilakukan proses pelakuan panas. Perkembangan dari proses pembubutan keras muncul ketika ditemukannya bahan baru seperti CBN (Cubic Boron Nitride), PCBN, CVD, PVD dan keramik sejak tahun 1970. Pengurangan ongkos produksi, menghilangkan cairan pemotongan, meningkatkan fleksibilitas dan efisiensi, peralatan dan perkakas dan mengurangi waktu pemasangan serta penyetelan ulang benda kerja ketika dibandingkan dengan proses gerinda. Keuntungan dari proses pembubutan keras adalah lingkungan yang kering serta tidak menggunakan pelumasan atau cairan pemotongan (Varaprasad. 2014).

Pemesinan keras merupakan alternatif proses pemesinan didalam memesin benda silindris. Pemesinan keras ini dapat menghasilkan permukaan akhir yang bagus, sebagus pemesinan benda silindris yang menghasilkan kecepatan penghasilan geram yang tinggi, dengan menjaga kecepatan makan dan kedalaman

(37)

potong yang rendah. Didalam proses pemesinan, ini sangat berguna, dikarenakan antara lain, dapat mengurangi ongkos pemesinan, menghasilkan produk dengan kualitas tinggi, waktu pemesinan yang rendah, investasi yang rendah, persediaan perkakas yang rendah serta dapat mengurangi kegiatan tambahan yang tidak diperlukan (Pathan, 2018).

Pemesinan/pembubutan keras dilakukan pada material dengan kekerasan diantara 45 sampai 68 Rockwell menggunakan variasi mata potong yang solid, seperti CBN (carbon boron nitride). Pembubutan keras adalah keadaan dimana pemesinan dilakukan dengan kecepatan tinggi yang pada umumnya berkisar 250 m/min atau bahkan lebih dari ini. Jadi, kemampuan dari alat mesin harus mencakup antara lain; kekakuan alat pemesinan, kecepatan potong yang tinggi, permukaan yang tetap untuk membentuk permukaan akhir yang baik dan akurasi yang tinggi. Pada umumnya pembubutan keras dilakukan tanpa (tidak) menggunakan cairan pendingin (Bartarya. 2011)

Apabila dibandingkan dengan proses gerinda, pemesinan keras memiliki keuntungan mencakup; pengurangan harga yang cukup besar dari proses manufaktur, waktu proses yang lebih singkat, meningkatkan kualitas kekasaran permukaan akhir termesin dan lebih ramah lingkungan yang disebabkan tidak menggunakan cairan pendingin yang berbahaya. Pemesinan keras mengeliminasi proses dan waktu pemesinan yang panjang yang karenanya dapat meningkatkan produktivitas (Ashok. 2013).

2.5. Produktivitas Pemesinan

Produktivitas berkaitan erat dengan proses dan waktu pemesinan yang panjang. Dibalik itu semua ada parameter-parameter pemesinan yang bekerja memengaruhi nilai produktivitas tersebut yakni, kecepatan potong (v), kecepatan makan (vf)/gerak makan (f), kedalaman potong (a), waktu pemotongan (tc), dan kecepatan penghasilan geram (MRR). MRR (Material Removal Rate) yang merupakan indikator dari nilai produktivitas pemesinan merupakan hasil perkalian dari kecepatan potong, gerak makan, dan kedalaman potong. Jadi, nilai dari ketiga

(38)

parameter ini akan memengaruhi nilai dari MRR yang nantinya akan memengaruhi nilai dari produktivitas pemesinan.

Untuk meningkatkan produktivitas maka kita akan meningkatkan MRR nya. Untuk meningkatkan MRR nya setidaknya kita harus meningkatkan salah satu dari kondisi pemotongan, misalnya kecepatan potong atau gerak makan.

Apabila kecepatan potong dinaikkan maka temperatur akan naik juga. Selanjutnya apabila temperatur naik maka keausan pahat akan lebih cepat dimana keausan pahat sebagai indikator umur pahat, maka umur pahat akan semakin kecil. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi nilai MRR maka umur pahat akan semakin kecil.

Keausan pahat juga akan memengaruhi kekasaran (kualitas) pemukaan.

Semakin aus pahat maka semakin kasar produk yang dihasilkan. Semakin aus pahat maka semakin kecil umur pahat dan juga semakin kasar produk yang dihasilkan. Maka untuk memperoleh nilai kekasaran permukaan yang kecil maka umur pahat harus besar, dimana memperbesar umur pahat dapat dilakukan dengan mengecilkan kondisi pemotongan misalnya gerak makan ataupun kedalaman potong.

Keausan pahat akan tumbuh atau membesar dengan bertambahnya waktu pemotongan sampai pada suatu saat pahat tersebut dianggap tidak dapat digunakan lagi karena telah ada tanda-tanda tertentu yang menunjukkan bahwa umur pahat telah habis. Dapat dilihat bahwa keausan merupakan faktor yang menentukan umur pahat. Dimensi umur pahat ditentukan oleh (Rochim. 1993):

 tc, waktu total pemotongan (min)

 Z total, jumlah total geram yang dihasilkan (cm3)

 L, panjang total pemesinan (mm)

 N, jumlah produk yang dihasilkan (buah)

Umur pahat dipengaruhi oleh semua faktor yang berkaitan dengan proses pemesinan antara lain, jenis material benda kerja dan pahat, kondisi pemotongan

(39)

(kecepatan potong, kedalaman potong, gerak makan), dan cairan pendingin (apabila digunakan).

Volume of material removal (VMR) sebagai parameter yang mewakili konsep produktivitas merupakan hasil perkalian dari MRR dengan umur pahat (TL). Dimana untuk meningkatkan nilai dari VMR maka kita harus meningkatkan nilai MRR nya ataupun memperbesar umur pahat. Sementara untuk mengubah nilai MRR maupun TL kita harus mengubah unsur yang ada didalamnya yakni kondisi pemotongan (v, f, dan a). Akan tetapi nilai dari MRR dan TL berbanding terbalik sehingga kita tidak dapat sembarangan menaikkan MRR maupun TL

dikarenakan pengubahan ini akan saling memengaruhi kondisi yang lain. Maka dari itu nilai optimum dari ketiga parameter (v, f, dan a) ini penting untuk dihitung supaya kita dapat menentukan nilai VMR terbesar sebagai perwakilan konsep produktivitas.

Kekasaran permukaan (Ra, Surface Roughness) sering disingkat menjadi roughness, adalah komponen dari tekstur permukaan. Hal ini diukur dengan penyimpangan ke arah vektor normal permukaan nyata dari bentuk idealnya. Jika penyimpangan ini besar, permukaan kasar dan jika kecil, permukaan halus. Jika permukaan kasar, maka koefisisen gesek akan tinggi dan jika permukaan halus, maka koefisien gesek akan kecil. Semakin kecil nilai Ra maka permukaan benda kerja semakin halus dan sebaliknya semakin besar nilai Ra maka permukaan benda kerja semakin kasar. Nilai kekasaran permukaan yang dihasilkan dari proses pemesinan bergantung pada kondisi pemotongan yang digunakan, mata pahat serta benda kerja yang digunakan, dan jenis pemesinan yang dilakukan.

Berikut adalah tabel roughness grade number yang umum digunakan:

Tabel 2.5 Roughness grade number Ra

micrometer (μm)

Ra

micro-inch (μ in)

Kelas Kekasaran Permukaan

50 2000 N12

25 1000 N11

12.5 500 N10

(40)

6.3 250 N9

3.2 125 N8

1.6 63 N7

0.8 32 N6

0.4 16 N5

0.2 8 N4

0.1 4 N3

0.05 2 N2

0.025 1 N1

Sumber: Wikipedia

2.6. Optimasi dan Algoritma Genetika 2.6.1. Optimasi

Optimasi adalah proses menyelesaikan suatu masalah tertentu supaya berada pada kondisi yang paling menguntungkan dari suatu sudut pandang.

Masalah yang harus diselesaikan berkaitan erat dengan data-data yang dapat dinyatakan dalam satu atau beberapa variabel. Pengertian menguntungkan, biasanya berhubungan dengan pencarian nilai minimum atau pencarian nilai maksimum, bergantung pada sudut pandang yang digunakan (Zukhri. 2014).

Didalam kehidupan nyata, manusia dihadapkan pada berbagai pilihan kebiasaan yang perlu dioptimasi. Misalnya, waktu yang tepat untuk bangun di pagi hari dalam kondisi yang segar, berangkat kerja tepat waktu, jalur jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tempat bekerja sehingga mempercepat waktu perjalanan, pekerjaan mana yang harus didahulukan, menyusun barang-barang, dan sebagainya. Apalagi dalam hal yang bersifat teknik, misalnya, ukuran dan berat ideal suatu telepon genggam yang paling nyaman untuk digunakan, rancangan mouse yang paling ideal, cara mengatur barang-barang yang dimuat dalam kontainer, dan sebagainya.

(41)

2.6.2. Algoritma Genetika

Algoritma Genetika merupakan suatu metode heuristik yang dikembangkan berdasarkan prinsip genetika dan proses seleksi alamiah Teori Evolusi Darwin. Metode optimasi dikembangkan oleh John Holland sekitar tahun 1960-an dan dipopulerkan oleh salah seorang mahasiswanya, David Goldberg pada tahun 1980-an. Proses pencarian penyelesaian atau proses terpilihnya sebuah penyelesaian dalam algoritma ini berlangsung sama seperti terpilihnya suatu individu untuk bertahan hidup dalam proses evolusi. Dalam Teori Evolusi Darwin, suatu individu tercipta secara acak yang kemudian berkembangbiak melalui proses reproduksi sehingga terbentuknya sekumpulan individu sebagai suatu populasi. Setiap individu dalam populasi memiliki tingkat kebugaran yang berbeda-beda. Tingkat kebugaran ini menentukan seberapa kuat individu tersebut untuk dapat bertahan hidup di dalam populasinya. Dan pada akhirnya sebagian individu tetap bertahan hidup sementara sebagian individu lainnya mati (Zukhri.

2014).

Dalam teori ini dikenal adanya proses seleksi alam yang mempertahankan individu dengan tingkat kebugaran yang tinggi saja untuk tetap bertahan hidup.

Contohnya, saat ini hanya dikenal jerapah yang berleher panjang saja. Menurut teori ini, pada awalnya terdapat jerapah dengan leher yang pendek, tetapi karena tantangan alam yang tidak dapat diatasi, maka punahlah jerapah yang berleher pendek. Dalam contoh ini, jerapah dengan leher panjang dikatakan mempunyai tingkat kebugaran yang tinggi. Jerapah-jerapah tersebut terpilih secara alamiah dalam proses evolusi yang berlangsung dari generasi ke generasi. Demikian juga dalam proses pencarian yang berlangsung dalam algoritma genetika. Pencarian dimulai dengan pembangkitan sejumlah “individu” secara acak yang disebut dengan kromosom. Kromosom-kromosom ini merupakan representasi calon penyelesaian yang akan diperiksa nilai yang sebenarnya. Seperti halnya proses evolusi alamiah, kromosom-kromosom akan dinilai tingkat kebugarannya. Hanya

(42)

kromosom dengan tingkat kebugaran yang tinggi saja yang terpilih untuk bertahan didalam populasi (Zukhri. 2014).

Kromosom-kromosom yang terpilih sebagian akan melakukan proses reproduksi melalui penyilangan (crossover). Proses reproduksi ini mirip dengan perkawinan individu dalam proses evolusi. Sebagian kecil dari kromosom- kromosom juga terkena mutasi seperti dalam proses evolusi. Proses reproduksi ini akan melahirkan individu-individu baru. Gabungan dari individu-individu baru dengan kromosom-kromosom yang tidak melakukan proses reproduksi akan membentuk populasi baru pada generasi berikutnya. Serangkaian proses seperti ini berlangsung sampai sejumlah generasi tercapai. Penyelesaian yang ditemukan adalah kromosom yang mempunyai tingkat kebugaran yang paling tinggi pada generasi terakhir (Zukhri. 2014).

Tidak semua proses evolusi dimodelkan apa adanya kedalam algoritma genetika. Terdapat beberapa batasan yang menjadi parameter algoritma. Jika dalam proses evolusi banyaknya individu dalam suatu populasi tidak dibatasi, maka dalam algoritma genetik hanya dibatasi sebanyak ukuran populasi.

Kemungkinan suatu individu kawin dengan individu lainnya juga dijadikan sebagai parameter algoritma dan dikenal sebagai probabilitas penyilangan.

Demikian juga dengan kemungkinan terjadinya mutasi pada suatu individu, yang dikenal dengan probabilitas mutasi. Bahkan berlangsungnya proses komputasi juga dibatasi dalam algoritma genetika sampai suatu kondisi terpenuhi (Suyanto.

2005)

Menurut Gen dan Cheng (1997) dalam buku Zukhri (2014), terdapat beberapa kelebihan Algoritma Genetika jika dibandingkan dengan algoritma pencarian lainnya antara lain ;

1. Algoritma ini hanya melakukan sedikit perhitungan matematis yang berhubungan dengan masalah yang ingin diselesaikan. Karena sifat perubahan evolusi alamiahnya, maka algoritma ini akan mencari penyelesaian tanpa memperhatikan proses-proses yang berhubungan dengan masalah yang diselesaikan secara langsung. Algoritma ini juga

(43)

dapat mengendalikan fungsi objektif dan kendala yang didefenisikan, baik pada ruang pencarian diskrit, maupun ruang pencarian analog.

2. Operator-operator evolusi membuat algoritma ini sangat efektif pada pencarian global.

3. Algoritma ini memiliki fleksibilitas yang tinggi untuk dihibridkan dengan metode pencarian lainnya supaya lebih efektif.

Menurut Goldberg dalam buku Zukhri (2014), terdapat beberapa perbedaan diantara Algoritma Genetika dengan algoritma pencarian yang lain, yaitu :

1. Algoritma ini bekerja dalam kawasan representasi penyelesaian masalah yang dikodekan dalam bentuk kromosom bukan dalam kawasan masalah itu sendiri.

2. Algoritma ini mencari penyelesaian dari titik-titik populasi dan bukan dari sebuah titik saja. Proses pencarian dengan sekumpulan titik-titik populasi ini menyebabkan algoritma ini lebih kecil kemungkinan nya untuk terjebak pada nilai optimum lokal.

3. Algoritma ini hanya berdasarkan nilai fungsi objektif saja dan tidak berdasarkan pengetahuan bantuan.

4. Algoritma ini bekerja berdasarkan pada aturan probabilistik, bukan aturan deterministik.

2.6.2.1. Komponen-komponen Algoritma Genetika

Pada dasarnya algoritma genetika memiliki tujuh komponen. Tetapi banyak metode yang bervariasi yang disusulkan pada masing-masing komponen tersebut. Suatu metode yang bagus untuk penyelesaian masalah X belum tentu bagus untuk masalah Y, atau bahkan tidak bisa digunakan untuk masalah Z.

Berikut adalah pembagiannya, yakni antara lain (Suyanto. 2005):

1. Skema pengkodean

Terdapat tiga skema yang paling umum digunakan dalam pengkodean, yaitu :

(44)

 Real-number encoding. Pada skema ini, nilai gen bisa berada dalam interval [0,R], dimana R adalah bilang real positif dan biasanya R = 1.

 Discrete decimal encoding. Setiap gen bisa bernilai salah satu bilangan bulat dalam interval [0,9].

 Binary encoding. Setiap gen hanya bisa bernilai 0 dan 1.

x1 x2 x3

0,2403 1,0000 0,0534

g1 g2 g3

Gambar 2.5 Tiga jenis skema pengkodean 2. Nilai Fitness

Suatu individu dievaluasi berdasarkan suatu fungsi tertentu sebagai ukuran performansinya. Didalam evolusi alam, individu yang bernilai fitness tinggi yang akan bertahan hidup. Sedangkan individu yang bernilai fitness rendah akan mati.

3. Seleksi Orang Tua

Pemilihan dua buah kromosom sebagai orang tua, yang akan dipindah silangkan, biasanya dilakukan secara proporsional sesuai dengan nilai fitnessnya.

Suatu metode seleksi yang umum digunakan adalah roulette-wheel (roda roulette).

Sesuai dengan namanya, metode ini menirukan permainan roulette-wheel dimana masing-masing kromosom menempati potongan lingkaran pada roda roulette secara proporsional sesuai dengan nilai fitnessnya. Kromosom yang memiliki nilai fitness lebih besar menempati potongan lingkaran yang lebih besar dibandingkan dengan kromosom bernilai fitness rendah.

2 3 2 2 9 9 0 1 9

g1 g2 g3 g4 g5 g6 g7 g8 g9

1 1 0 1 0 1 0 0 1

g1 g2 g3 g4 g5 g6 g7 g8 g9

(45)

Gambar 2.6 Contoh penggunaan metode roulette-wheel selection

Metode roulette-wheel selection sangat mudah diimplementasikan dalam pemrograman. Pertama, dibuat interval nilai kumulatif (dalam interval [0,1]) dari nilai fitness masing-masing kromosom dibagi total nilai fitness dari semua kromosom. Sebuah kromosom akan terpilih jika bilangan random yang dibangkitkan berada dalam interval akumulatifnya. Pada gambar 2.4 diatas, K1 menempati interval nilai kumulatif [0;0,25], K2 berada dalam interval [0,25;0,75], K3 dalam interval [0,75;0.875] dan K4 dalam interval [0,875;1).

Misalkan, jika bilangan random yang dibangkitkan adalah 0,6 maka kromosom K2 terpilih sebagai orang tua. Tetapi jika bilangan random yang dibangkitkan adalah 0,99 maka kromosom K4 yang terpilih.

4. Pindah Silang

Salah satu komponen paling penting dalam algoritma genetika adalah crossover atau pindah silang. Sebuah kromosom yang mengarah pada solusi yang bagus bisa diperoleh dari proses memindah-silangkan dua buah kromosom.

5. Mutasi

Mutasi berarti mengubah satu atau lebih gen-gen dengan suatu probabilitas yang setara dengan mutation rate. Probabilitas mutasi diatur pada 0,01, yang bermaksud pada rata-rata 1% dari total bit dalam populasi akan melalui mutasi.

Asumsikan gen ke- 3 dari sebuah kromosom x dipilih untuk dimutasi. Jika pada posisi itu gen bernilai 1 maka ditukarkan menjadi 0, demikian sebaliknya (Fadlisyah. 2009).

Kromosom Nilai Fitness

K1 1

K2 2

K3 0,5

K4 0,5

Jumlah 4

(46)

Asumsikan : x = 0110100101100111

maka x setelah dimutasi adalah:

x’ = 0100100101100111 6. Elitisme

Karena seleksi dilakukan secara random, maka tidak ada jaminan bahwa suatu individu bernilai fitness tertinggi akan selalu terpilih. Kalaupun individu bernilai fitness tertinggi terpilih, mungkin saja individu tersebut akan rusak (nilai fitnessnya menurun) karen proses pindah silang. Untuk menjaga agar individu bernilai fitness tertinggi tersebut tidak hilang selama evolusi, maka perlu dibuat satu atau beberapa kopinya. Prosesur ini dikenal sebagai elitisme.

7. Penggantian Populasi

Dalam algoritma genetika dikenal skema penggantian populasi yang disebut generational replacement, yang berarti semua individu (misal N individu dalam satu populasi) dari suatu generasi digantikan sekaligus oleh N individu baru hasil pindah silang dan mutasi. Skema penggantian ini tidak realistis dari sudut pandang biologi. Di dunia nyata, individu-individu dari generasi berbeda bisa berada dalam waktu yang bersamaan. Fakta lainnya adalah individu-individu muncul dan hilang secara konstan, tidak pada generasi tertentu. Secar umum skema penggantian populasi dapat dirumuskan berdasarkan suatu ukuran yang disebut generational gap G. Ukuran ini menunjukkan persentase populasi yang digantikan dalam setiap generasi. Pada skema generational replacement, G = 1.

Skema penggantian yang paling ekstrem adalah hanya mengganti satu individu dalam setiap generasi, yaitu G = 1/N, dimana N adalah jumlah individu dalam populasi. Skema penggantian ini disebut sebagai steady-state reproduction.

Pada skema tersebut, G biasanya sama dengan 1/N atau 2/N. Dalam setiap generasi, sejumlah NG individu harus dihapus untuk menjaga ukuran populasi tetap N. Terdapat beberapa prosedur penghapusan individu, yaitu penghapusan individu yang bernilai fitness paling rendah atau penghapusan individu yang

(47)

paling tua. Penghapusan bisa berlaku hanya pada individu orang tua saja atau bisa juga berlaku pada semua individu dalam populasi.

2.6.2.2. Algoritma Genetika Standar

Menurut Suyanto (2005), berikut adalah sebuah algoritma genetika standar, yaitu:

1. Satu populasi dengan N kromosom (individu) 2. Binary encoding

3. Linear fitness ranking 4. Roulette-wheel selection 5. Crossover satu titik potong

6. Probabilitas crossover dan mutasi bernilai tetap selama evolusi

7. Elitisme, satu atau dua buah kopi dari individu bernilai fitness tertinggi 8. Generational replacement. Penggantian semua individu sekaligus.

2.6.2.3. Aplikasi Algoritma Genetika

Sejak pertama kali dirintis oleh John Holland pada tahun 1960-an, algoritma genetika telah dipelajari, diteliti dan diaplikasikan secara luas pada berbagai bidang. Algoritma genetika banyak digunakan pada masalah praktis yang berfokus pada pencarian parameter-parameter optimal. Hal ini banyak membuat banyak orang mengira bahwa algoritma genetika hanya bisa digunakan untuk masalah optimasi. Pada kenyataannya, algoritma genetika juga memiliki performansi yang bagus untuk masalah-masalah selain optimasi. Keuntungan penggunaan algoritma genetika sangat jelas terlihat dari kemudahan implementasi dan kemampuannya untuk menemukan solusi yang “bagus” (bisa diterima) secara cepat untuk masalah-masalah berdimensi tinggi. Algortima genetika sangat berguna dan efisien untuk masalah dengan karakteristik sebagai berikut (Suyanto.

2005):

1. Ruang masalah sangat besar, kompleks, dan sulit dipahami,

(48)

2. Kurang atau bahkan tidak ada pengetahuan yang memadai untuk merepresentasikan masalah kedalam ruang pencarian yang lebih sempit, 3. Tidak tersedianya analisis matematika yang memadai,

4. Ketika metode-metode konvensional sudah tidak mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi,

5. Solusi yang diharapkan tidak harus paling optimal, tetapi cukup “bagus”

atau bisa diterima,

6. Terdapat batasan waktu, misalnya dalam real time systems atau sistem waktu nyata.

Algoritma genetika telah banyak diaplikasikan untuk penyelesaian masalah dan pemodelan dalam bidang teknologi, bisnis dan entertainment , seperti (Suyanto.

2005):

a. Optimasi

Algoritma genetika digunakan untuk optimasi numerik dan optimasi kombinatorial seperti Traveling Salesman Problem (TSP), perancangan Integrated Circuit atau IC, Job Shop Scheduling, optimasi video, suara.

b. Pemrograman otomatis

Algoritma genetika telah digunakan untuk melakukan proses evolusi terhadap program komputer untuk merancang struktur komputasional, seperti cellular automata dan sorting networks.

c. Machine learning

Algoritma genetika telah berhasil diaplikasikan untuk memprediksi struktur protein. Algoritma genetika juga berhasil diaplikasikan dalam perancangan neural networks (Jaringan syaraf tiruan) untuk melakukan proses evolusi terhadap aturan-aturan pada learning classifier systems atau symbolic production systems. Algoritma genetika juga digunakan untuk mengontrol robot dan sebagainya.

d. Model ekonomi

Algoritma genetika telah digunakan untuk memodelkan proses-proses inovasi dan pembangunan bidding strategies.

Referensi

Dokumen terkait

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampah buah jeruk yang diperoleh dari Pasar Buah Gemah Ripah, Gamping Yogyakarta.. Sebagai sumber

Bentuk hubungan baik di atas dilaksanakan dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang tidak berpihak atau tidak mengarah pada pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah,

[r]

JUDUL : PUASA TAK PENGARUHI PRODUKSI ASI MEDIA : TRIBUN JOGJA. TANGGAL : 17

Bahan pakan yang diujikan pada penelitian ini adalah tepung kulit kopi, kulit kacang tanah, rumput lapang, daun turi, jerami padi dan jerami padi

Namun berdasarkan wawancara dengan guru kelas XI SMA 1 Tengaran pada hari selasa tanggal 26 Juli 2016 jam 09.00 pagi mengenai prokrastinasi akademik, berdasarkan dari informasi yang

(3) terdapat perbedaan signifikan rata-rata hasil belajar trigonometri yang diberikan umpan balik segera dan tertunda pada kelompok peserta didik bergaya kognitif

[r]