• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN REKAM MEDIS ELEKTRONIK DI INSTALASI RAWAT JALAN RSUD KOTA YOGYAKARTA Analisis Strategi Pengembangan Rekam Medis Elektronik Di Instalasi Rawat Jalan Rsud Kota Yogyakarta Tahun 2016.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN REKAM MEDIS ELEKTRONIK DI INSTALASI RAWAT JALAN RSUD KOTA YOGYAKARTA Analisis Strategi Pengembangan Rekam Medis Elektronik Di Instalasi Rawat Jalan Rsud Kota Yogyakarta Tahun 2016."

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN REKAM MEDIS ELEKTRONIK

DI INSTALASI RAWAT JALAN RSUD KOTA YOGYAKARTA

TAHUN 2016

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan

Disusun Oleh:

MUHAMMAD HAMDANI PRATAMA J410141061

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN REKAM MEDIS ELEKTRONIK

DI INSTALASI RAWAT JALAN RSUD KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2016

Muhammad Hamdani Pratama

Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, danimuhammadtama@gmail.com

Abstrak

Negara berkembang masih disibukkan dengan penanganan berbagai penyakit infeksi atau penyakit menular namun proses dokumentasi pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien sangat dibutuhkan (Kalogriopoulos et all, 2009). Penerapan rekam medis elektronik (RME) menjadi salah satu solusi dokumentasi yang efektif dan efisien. Dukungan adanya UU ITE Tahun 2008 dan Permenkes 269 Tahun 2008 mengenai keabsahan RME sebagai bukti hukum memberikan harapan cerah bagi perkembangan RME. Permasalahan penyediaan berkas rekam medis masih menjadi permasalahan di RSUD Kota Yogyakarta. Selain itu, ruang penyimpanan rekam medis juga sudah melebihi kapasitas. Optimalisasi pelayanan penyedian berkas perlu ditinjau ulang untuk meminimalkan penggunaan kertas dan efisiensi waktu. Untuk itu pengembangan RME sangat di butuhkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan analisis strategi pengembangan RME yang dijabarkan dengan analisis kesiapan pengembangan RME menggunakan instrumen dari DOQ-IT (Doctor’s Office Quality -Information Technology) dan analisis strategi SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Treats). Penelitian ini menggunakan concurrent mixed methode dengan rancangan studi kasus. Subjek dalam penelitian ini adalah 40 orang yang merupakan pihak pengambil keputusan dan pengguna RME di Instalasi Rawat Jalan RSUD Kota Yogyakarta. Pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa RSUD Kota Yogyakarta masuk dalam kategori cukup siap untuk pengembangan RME. Hasil analisis strategi menunjukkan RSUD Kota Yogyakarta masuk dalam kuadran II yang menunjukkan organisasi yang kuat namun menghadapi banyak ancaman sehingga rekomendasi strategi yang diberikan adalah diversifikasi strategi.

Kata kunci : Analisis kesiapan, DOQ-IT, analisis strategi, SWOT

Abstract

(6)

DOQ-IT (Doctor's Office Quality-Information Technology) and strategy analysis used SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Treats) instrument. This study used concurrent mix methode. Subjects in this study were 40 people who are the decision makers and users of EMR in Outpatient Installation of Yogyakarta General Hospital. The collection of data through interviews and questionnaires. The results showed that the Yogyakarta General Hospital in the moderately prepared category for EMR development. The results of the strategy analysis showed that Yogyakarta General Hospitals included in II quadrant, which showed a strong organization but faces many threats to develop EMR. The recomendation for the strategies is diversification strategy.

Key word : Readiness Analysis, DOQ-IT, Strategic Analysis, SWOT

1.PENDAHULUAN

Perkembangan rekam medis elektronik (RME) tidak hanya terjadi di negara-negara maju. Negara-negara berkembang mulai mengadopsi sistem elektronik untuk mendapatkan ekfektifitas dan efisiensi dalam pelayanan kesehatan. Meskipun negara berkembang masih disibukkan dengan penanganan berbagai penyakit infeksi maupun penyakit menular namun proses dokumentasi pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien sangat dibutuhkan (Kalogriopoulos et all, 2009). Di Indonesia, pengembangan RME belum diatur secara khusus. Namun, dukungan adanya UU ITE Tahun 2008 dan Permenkes 269 Tahun 2008 mengenai keabsahan RME sebagai bukti hukum memberikan harapan cerah bagi perkembangan RME di Indonesia. RSUD Kota Yogyakarta sebagai rumah sakit milik pemerintah telah memiliki Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS).

SIMRS RSUD Kota Yogyakarta sudah memiliki aplikasi terkait pengembangan rekam medis elektronik tetapi belum dimanfaatkan secara maksimal. Permasalahan yang terjadi adalah belum adanya rencana srategi terkait pengembangannya. Tanpa adanya perencanaan yang jelas, proses pengembangan sistem informasi di RSUD Kota Yogyakarta terkesan tambal sulam. Pengembangan rekam medis elektronik diperlukan adanya analisis terkait kesiapan organisasi rumah sakit terlebih dahulu. Jogiyanto (2005) menyebutkan bahwa kecanggihan teknologi informasi tidak akan menghasilkan keuntungan kompetitif berkelanjutan jika tidak direncanakan dengan baik. Proses analisis kesiapan dapat dilanjutkan dengan melakukan analisis strategi pengembangan rekam medis elektronik sebagai bentuk perencanaan dalam usaha mencapai tujuan yang kompetitif. Melihat permasalahan yang ada di RSUD Kota Yogyakarta terkait pengembangan rekam medis elektronik, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Analisis Strategi Pengembangan Rekam Medis Elektronik di Instalasi Rawat Jalan RSUD Kota Yogyakarta.

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Melakukan Analisis kesiapan pengembangan rekam medis elektronik di Instalasi Rawat Jalan RSUD Kota Yogyakarta berdasarkan instrumen dari DOQ-IT EHRAssessment and Readiness;

2. Melakukan Analisisstrategi pengembangan rekam medis di Instalasi Rawat Jalan RSUD Kota Yogyakarta dengan metode SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Treaths).

2.METODE

(7)

melakukan pengukuran kesiapan dan mengetahui variabel strategi yang paling kuat dalam strategi pengembangan RME di RSUD Kota Yogyakarta.

Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Kota Yogyakarta pada bulan April dan Mei 2016. Objek penelitian adalah pengembangan RME sedangkan subjek penelitian ini adalah 40 orang yang terdiri dari: direktur, kepala Instalasi TI, kepala instalasi rekam medis, kepala instalasi rawat jalan, kepala bidang pelayanan, kepala bidang keperawatan, kepala seksi rawat jalan, wakil direktur pelayanan, teknisi TI, petugas rekam medis rawat jalan, 17 perawat, 12 dokter.

3.HASILDANPEMBAHASAN

3.1Gambaran Umum Lokasi Penelitian 3.1.1 Gambaran RSUD Kota Yogyakarta

RSUD Kota Yogyakarta ditetapkan sebagai BLUD secara penuh berdasarkan Keputusan Walikota Yogyakarta Nomor 423/KEP/2007 tentang Status Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) pada Rumah Sakit Umum Daerah Kota Yogyakarta. Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah RSUD Kota Yogyakarta sebagai dasar pelaksanaanny. RSUD Kota Yogyakarta memiliki 12 klinik spesialis, 1 klinik medical check up, 1 klinik perjanjian/eksekutif dan 1 klinik rehabilitasi medis.

3.1.2 Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS)

RSUD Kota Yogyakarta telah mempunyai SIMRS yang berbasis komputer sejak tahun 2004. SIMRS telah terintegrasi di setiap ruang perawatan, klinik, instalasi penunjang dan seluruh ruang administrasi. Aplikasi yang berjalan meliputi, menu transaksi berupa transaksi pembayaran, rawat jalan, rawat inap, IRD serta instalasi penunjang, rekam medis, pengelolaan instalasi farmasi, pengelolaan inventaris rumah sakit. SIMRS RSUD Kota Yogyakarta menggunakan sistem operasi windows server 2008 R2, database menggunakan SQL Server 2008, Bahasa pemrograman menggunakan power builder, kapasitas server 500 GB dan Instalasi Infrastruktur jaringan menggunakan LAN dan Wifi. Workstation yang ada di Instalasi Rawat Jalan sebanyak 21 buah yang tersebar pada setiapklinik dan pendaftaran pasien rawat jalan.

3.2Analisis Kesiapan Pengembangan Rekam Medis Elektronik (RME) di Instalasi Rawat Jalan RSUD Kota Yogyakarta Berdasarkan Instrumen DOQ-IT EHRAssessment and Readiness;

Pengembangan RME memelukan proses analisis kesiapan. Proses analisis terhadap kesiapan

penerapan RME dapat dilakukan untuk dapat menentukan “road map” dan memberikan gambaran

apakah akan berlanjut pada electronic health record (California Medical Association, 2015). Untuk menentukan road map dan keberlanjutan program pengembangan rekam medis elektronik di RSUD Kota Yogyakarta juga dibutuhkan analisis kesiapan kondisi sumberdaya manusia, budaya, tata kelola kepemimpnan serta infrastruktur (DOQ-IT, 2009)

3.2.1 Sumberdaya Manusia

(8)

RSUD Kota Yogyakarta memiliki staf TI sebanyak 6 orang untuk mendukung berjalannya kegiatan teknologi informasi termasuk dalam pemeliharaan SIMRS. Dalam proses pengambilan keputusan staf ikut serta memberikan masukan-masukan terkait proses SIMRS. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2013 tentang Sistem Informasi Manajen Rumah Sakit menyebutkan bahwa Sumber daya manusia teknologi informasi untuk SIMRS minimal terdiri dari staf yang memiliki kualifikasi dalam bidang analisis sistem, programmer, hardware dan maintanance jaringan (Kemenkes, 2013).

Salah satu isu penting yang memerlukan perencanaan matang adalah terkait dengan ketersediaan sumber daya manusia beserta kemmapuannya (WHO, 2006). Untuk itu perencanaan SDM harus terdokumentasi dan diusulkan pada pihak kepegawaian. Kemampuan staf dalam mengoperasikan komputer juga menjadi komponen penting dalam mendukung pengembangan RME.

Sebagian besar dari responden bisa menggunakan komputer dengan minimum bantuan sebesar 43,59%. Hasil penelitian Koolaee et all, (2014) menunjukkan bahwa rerata kesiapan staf dalam penerapan EHR adalah sebesar 56%. Disarankan adanya pelatihan dan pengenalan terlebih dahulu dalam implementasi EHR. Keikutsertaan staf dalam proses rencana, pelaksanaan dan implementasi EHR juga efektif dalam mempromosikan sikap positif.

3.2.2 Budaya Kerja Organisasi

RME di RSUD Kota Yogyakarta telah dipandang sebagai sebuah bentuk alur kerja yang efisien. Kaitanya dengan tujuan perencanaan, penilaian juga dilakukan pada komponen kualitas dan efisiensi. Responden dari jajaran manajemen mengungkapkan bahwa salah satu tujuan RME adalah untuk efisiensi. Efisiensi tersebut diikuti dengan kualitas dari sistem yang mendukung. Setelah dilakukan penelitian dari beberapa rumah sakit dari tahun 2007 hingga tahun 2009 terlihat bahwa EHR memberikan peningkatan kualitas pelayanan, patient safety dan efisiensi (Carroll et all, 2012).

Staf medis dan administrasi maupun pihak jajaran manajemen juga menganggap RME dapat memberikan peningkatan kualitas pelayanan namun harus didukung dengan sistem kerja yang jelas dan SDM IT yang handal.EHR dapat mendukung adanya keselamatan pasien serta peningkatan kualitas pelayanan. EHR didukung dengan adanya chceklist, pemberian warning, klinical guidlines yang sesuai standar. (Carroll et all, 2012).

Keberhasilan pengembangan RME tersebut tidak hanya terlepas dari sistem yang sudah dibuat. Sistem yang disusun harus sesuai dengan kebutuhan pengguna. Carroll et all (2012) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa salah satu kesuksesan dalam implementasi RME adalah dengan adanya keikutsertaan staf klinis maupun administrasi dalam proses desain dan perencanaan implementasi. Untuk menuju pada perubahan tersebut, dokter maupun staf medis perawat menyadari bahwa sebagai pengguna memiliki peran yang penting dalam memberikan masukan. Namun demikian untuk proses inventarisasi kebutuhan belum terdapat tim khusus yang dapat mewadahi perencanaan tersebut. RSUD Kota Yogyakarta belum memiliki tim khusus yang disusun dalam perencanaan sistem informasi dan teknologi informasi. Dan pada akhirnya proses masukan hanya sebatas pemberian masukan tanpa adanya proses dokumentasi. Proses perbaikan atau permintaan modul tertentu untuk menyempurnakan SIMRS dilakukan setelah di lapangan membutuhkan.

(9)

proses menuju RME. Penilaian terhadap parameter tersebut dilakukan pada SIMRS yang ada saat ini. Prosedur-prosedur terkait SIMRS yang telah diatur adalah pada koreksi data pasien. Prosedur lain terkait perencanaan ke arah RME belum dilaksanakan.

Manajemen informasi merupakan area penilaian yang terkait dengan praktik pengelolaan sistem informasi. Salah satu tantangan dari implementasi EHR adalah penggunaan EHR untuk melihat performance rumah sakit. Tantangan utamanya adalah adanya data yang tidak sesuai dengan kondisi lapangan. Dalam hal ini proses entry data sesuai standar menjadi tombak utama untuk kesuksesan penggunaan EHR untuk pelaporan (WHO, 2006). Dan kondisi ini apabila dilihat dari sisitem yang sudah ada di RSUD Kota Yogyakarta yaitu SIMRS yang berjalan, maka dapat dikatakan bahawa fungsi manajemen informasi belum berfungsi optimal. Berdasarkan penilaian dari DOQ-IT (2009) maka banyak aspek yang belum terpenuhi pada area budaya kerja ini. Beberapa diantaranya adalah terkait keaktifan tenaga medis dalam ikut serta untuk perencanaan sistem. Perlu adanya identifikasi steakholder yang terlibat dari EMR serta mengikutsertakan dalam tim perubahan (Katterhagen, 2013). Selain itu ketakutan beberapa petugas terkait pemanfaatan teknologi terhadap pelayanan yang diberikan kepada pasien harus diatasi dengan memberikan motivasi dan sosialisasi mengenai penggunaan teknologi infromasi. Proses dokumentasi hasil evaluasi sistem informasi yang sudah ada juga belum dilakukan secara periodik. Diperlukan promosi aspek budaya kerja di berbagai kelompok pemangku kepentingan, meningkatkan kondisi kerjasama dalam pelaksanaannya, menciptakan proses manajerial yang tepat, penyediaan infrastruktur dan pemberian orientasi dan pelatihan sesuai kebutuhan kelompok pengguna (Ghazisaeldi et al, 2013)

3.2.3 Tata Kelola Kepemimpinan

Kesuksesan dalam proses implementasi EMR dipengaruhi oleh dukungan kepemimpinan yang kuat, keikutsertaan dari staf klinis dalam desain dan impelmentasi, proses pelatihan pada staf, serta proses perencanaan yang sesuai jadwal serta penyediaan anggaran yang memadai (Carroll et all, 2012). Peran dukungan kepemimpinan dan tata kelolanya berpengaruh pada pengembangan RME karena pemimpin merupakan jajaran tertinggi dalam pengambilan keputusan. Penilaian area dan komponen tata kelola kepemimpinan terdiri dari dukungan pemimpin, strategi, dukungan manajemen TI serta akuntabilitas dari SIMRS. Area Kepemimpinan terdiri dari dua komponen yaitu dukungan pemimpin terhadap pengembangan RME dan penilaian adanya tim eksekutif untuk pengembangan RME. Saat ini tim eksekutif terkait pengembangan sistem informasi dan teknologi informasi di RSUD Kota Yogyakarta. Hal ini berdampak pada proses perencanaan yang didasarkan pada masukan dan komplain dari pengguna di lapangan.

(10)

National Learning Consortium (2013) menyebutkan bahwa tim eksekutif sistem EHR terdiri dari berbagai profesi. Profesi tersebut antara lain pemimpin Tim EHR, Manager Implementasi EHR, Tim Dokter, pimpinan perawat, Medical Assistant Lead, Pimpinan pengatur jadwal, Pemimpin staf registrasi, Pemimpin staf labolatorium, Pemimpin Teknologi Informasi, Pemimpin Staff Biling, EHR Builder, Meaningful Use Lead, Workflow Redesign Lead, Super-User/Training Lead. Profesi-profesi tersebut ikut serta dalam pengambilan keputusan perencanaan sesuai dengan tugasnya masing-masing. Area kesiapan tata kelola kepemimpinan yang perlu mendapatkan perhatian segera adalah terkait strategi. RSUD Kota Yogyakarta belum memiliki rencana strategi khusus mengenai sistem informasi dan teknologi infromasi. Selain itu pengembangan RME juga belum tercantum dalam proses perencanaan.

3.2.4 Infrastruktur

Adopsi EHR secara menyeluruh memerlukan biaya yang banyak dan memerlukan proses yang Panjang (Carroll et all, 2012). Untuk itu diperlukan adanya kesiapan dari sisi infrastruktur TI maupun anggarannya. Area penilaian Infrastruktur terdiri dari Infrastruktur TI serta Keuangan dan Anggaran. Salah satu kendala dalam pengembangan RME adalah kaitannya dengan anggaran untuk teknologi informasi di rumah sakit cenderung terbatas. Aspek finansial menjadi perseolan penting karena rumah sakit harus menyiapkan infrastruktur teknologi informasi (komputer, jaringan kabel maupun nir kabel, listrik, sistem pengamanan, konsultan, dan pelatihan) (Handiwidjojo, 2009). Namun demikian penyediaan anggaran kaitannya dengan TI cenderung lebih mudah didapatkan di RSUD Kota Yogyakarta. Hal ini dikarenakan komitmen jajaran manajemen yang telah tertuang dalam misi rumah sakit untuk dapat mengembangkan pemanfaatan teknologi informasi. Meskipun pada kenyataannya perencanaan khusus untuk pengembangan RME belum tertuang dengan jelas.

Pada area keuangan dan anggaran terdapat dua komponen penting yaitu terkait investasi RME serta anggaran terkait pemeliharaan yang berkesinambungan. Apabila rumah sakit telah memahami pentingnya RME maka RME akan dianggap sebagai sebuah investasi. Proses perencanaan untuk RME telah dipahami oleh banyak pihak baik dari jajaran manajemen ataupun pengelola TI. Namun demikian proses evaluasi terhadap investasi RME belum dilakukan. Hasil penelitian Rizanti (2015) menunjukkan bahwa rumah sakit haji berada pada skala usaha yang meningkat increasing return to scale. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya rekam medis elektronik maka terjadi peningkatan investasi rumah sakit. Melihat hal tersebut maka kedepannya dalam proses perencanaan pengembangan RME di RSUD Kota Yogyakarta perlu dibentuk pula salah satu bagian dalam tim eksekutif yang melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan RME termasuk pada sisi investasi RME.

Penilaian pada aspek infrastruktur berdasarkan DOQ-IT (2009) memeperlihatkan bahwa infrastruktur yang ada di RSUD Kota Yogyakarta masuk dalam kategori cukup. Meskipun masih dalam kategori cukup, dukungan anggaran yang kuat dari jajaran manajemen memberikan dampak positif bagi pengembangan RME ke depan.

3.2.5 Penilaian Kesiapan Pengembangan RME

(11)
[image:11.595.60.533.75.483.2]

Tabel 3. Penilaian Kesiapan Pengembangan RME di RSUD Kota Yogyakarta

No Area Kesiapan dan

Komponen

Hasil Penilaian Skor Sub

Total

1. Sumberdaya Manusia Staf klinik maupun administrasi ikut berperan dalam memberikan masukan untuk pengelolaan SIMRS meskipun tidak didata secara menyeluruh. Sudah dipahami mengenai pentingnya perencanaan sumberdaya manusia terkait pengembangan RME tetapi belum terdokumentasikan dalam rencana terperinci. Sebagian besar responden bisa mengoperasikan komputer. Training terkait SIMRS pernah dilakukan namun dalam kurun waktu yang sudah lama. Pelatihan khusus terkait bagaimana pengembangan dan adobsi RKE belum dilakukan untuk staf dan manajer TI

13

2. Budaya Kerja Organisasi Jajaran manajemen masih memandang sebagai wacana sehingga tidak terlihat framework yang nyata untuk perencanaan RME. Dokter memiliki peran dalam memberikan keputusan penting. Kebijakan terkait koreksi pasien sudah dibahas untuk penerapan pada SIMRS namun belum untuk RME. Proses peresepan elektronik sudah dirancang dan akan segera diimplementasikan. Alur kerja RME belum terencana.RME dipandang sebagai teknologi yang dapat digunakan untuk efisiensi pekerjaan.

19

3. Tata Kelola dan Kepemimpinan

Jajaran manajemen mendukung adanya RME namun demikian perencanaan strategis terperinci mengenai pengembanngan rekam medis elektronik belum ada.

14

4. Infrastruktur Adanya teknologi RME dipandang sebagai sebuah investasi namun proses perencanaan anggaran secara khusus belum diidentifikasi secara terperinci untuk proses pengembangan RME

5

Total 51

Berikut ini grafik area kesiapan pengembangan RME di RSUD Kota Yogyakarta:

0 1 2 3 4 5 Sumberdaya Manusia Budaya Kerja

Tata Kelola dan Kepemimpinan

Infrastruktur Kesiapan

Gambar 2. Grafik Area Kesiapan Empat Komponen dalam Pengembangan RME di RSUD Kota Yogyakarta

(12)

mengoperasikan komputer. Staf klinis khusunya perawat terbiasa melakukan proses entry data diagnosis dan billing melalui SIMRS.Beberapa dokter juga telah familiar dalam penggunaan RME.

Terdapat tiga area kesiapan yang masuk dalam kategori cukup siap yaitu infrastruktur, budaya kerja dan tata kelola kepemimpinan. Infrastruktur di RSUD Kota Yogyakarta dinilai cukup untuk dapat melakukan pengembangan RME.Pada area budaya kerja diperlukan adanya pemahaman mengenai perencanaan RME yang harus melibatkan berbagai steakholder yang berhubungan dengan RME. Selain itu regulasi mengenai RME perlu diatur dalam kebijakan. Pada area tata kelola dan kepemimpinan juga masih dibutuhkan adanya pembuatan rencana strategi pengembangan sistem infromasi dan teknologi informasi sebagai bentuk nyata keseriusan jajaran manajemen dalam pengembangan rekam medis elektronik. Penelitian Rahayu (2015) menunjukkan bahwa kesiapan di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek berada pada range II yang berarti cukup siap. Area kesiapan tertinggi pada komponen infrastruktur sehingga proses persiapan dititik beratkan pada pemberian sosialisasi, pelatihan dan penambangan sumberdaya pengembang teknologi informasi. Sedangkan secara keseluruhan RSUD Kota Yogyakarta juga berada pada kategori cukup siap untuk melakukan pengembangan rekam medis elektronik. Namun, hasil skor yang diperoleh mendekati batas bawah sehingga banyak area-area yang perlu dipersiapkan. Batas skor kesiapan untuk kategori cukup siap adalah antara 50-97 sedangkan skor RSUD Kota Yogyakarta sebesar 51 hanya terpaut 1 angka dari batas bawah.

Infrastruktur yang perlu dipersiapakan adalah terkait pengembangan SIMRS. Pengembangan SIMRS tersebut perlu diawali dengan pembuatan perencanaan yang dituangkan dalam dokumen rencana strategis. Proses tersebut harus melibatkan berbagai profesi sehingga tepat kebutuhan. Dukungan sumberdaya manusia yang cukup familiar dengan komputer harus diikuti dengan pemberian sosialisasi terkait budaya kerja. Kemampuan yang handal tanpa adanya budaya kerja yang baik maka tidak akan mendukung adanya perubahan.Mencapai kesiapan secara teknis tidak cukup mendukung keberhasilan dalam implementasi. Diperlukan kesiapan dimensi lain seperti kesiapan budaya, manajemen dan kepemimpinan, dukungan pemerintah dan kesiapan operasional juga harus diperhitungkan (Ghazisaeldi et al, 2013).

3.3Analisis Strategi Pengembangan Rekam Medis di Instalasi Rawat Jalan RSUD Kota Yogyakarta dengan Metode SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Treaths).

Salah satu analisis strategi yang juga digunakan oleh RSUD Kota Yogyakarta dalam pembuatan Rencana Bisnis Strategis (RBS) maupun Rencana Bisnis Anggaran (RBA) adalah dengan analisis SWOT. Analissi SWOT lebih mudah diterapkan dan dipahami jajaran manajemen sebagai pengambil keputusan. Analisis SWOT merupakan identifikasi berbagai faktor strategi internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman) (Saragih dan Harsino, 2014). RSUD Kota Yogyakarta yang sudah memiliki SIMRS menjadi salah satu kekuatan yang mendukung pengembangan rekam medis elektronik. Prasetya (2009) dalam penelitiannya juga menyebutkan bahwa adanya SIMRS telah membantu proses pelayanan pasien baik proses billing

dan pendaftaran pasien. SIMRS yang ada saat ini sudah berfungsi sebagai billing, pendaftaran (rekam medis) dan pengelolaan beberapa laporan. Selain itu proses entry data diagnosis dan tindakan rawat jalan juga sudah mulai dilakukan. Hal ini menjadi cikal bakal pengembangan rekam medis elektronik. Sistem informasi memiliki peran yang sangat penting dalam strategi bisnis

organisasi. O’Brien dan Marakas (2011) menyebutkan bahwa sistem infromasi memiliki tiga peran

(13)

kata lain adanya SIMRS di RSUD Kota Yogyakarta dapat mendukung adnaya keunggulan kompetitif karena SIMRS dapat memberikan dukungan pengambilan keputusan dari pihak staf maupun jajaran manajemen. Selain itu pelayanan kepada pasien dapat didukung dengan adanya SIMRS. Dukungan dari jajaran manajemen menjadi kekuatan bagi RSUD Kota Yogyakarta untuk dapat mengembangkan rekam medis elektronik. Dukungan tersebut langsung dipaparkan oleh pimpinan rumah sakit serta tertuang dalam Visi dan Misi rumah sakit. Misi merupakan pernyataan tentang apa yang harus dikerjakan oleh lembaga dalam usahanyamewujudkan visi. Dalam operasionalnya orang berpedoman pada pernyataan misi merupakan hasil kompromi intepretasi visi. Misi merupakan sesuatu yang nyata untuk dituju serta dapat pula memberikan petunjuk garis besar cara pencapaian visi (Saragih dan Harisno, 2014) Dengan adanya visi dan misi yang mendukung pengembangan RME makan dukungan untuk penagembangan selanjutnya akan lebih mudah dilaksanakan. Altuwaijri (2011) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa beberapa aspek penting dalam menunjang pengembangan RME antara lain visi IT, IT, proyek risiko, peran departemen IT, infrastruktur TI, dan manajemen proyek, pelatihan yang memadai, integrasi sistem, analisis kesehatan , situasi politik, dan analisis dampak.

Salah satu kelemahan yang dimiliki rumah sakit pemerintah adalah terkait infrastruktur. Hal ini juga dialami RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten (Kartika, 2014). Namun demikian infrastruktur di RSUD Kota Yogyakarta dipandang oleh jajaran manajemen sebagai sebuah kekuatan. Terkait dengan ketersediaan infrastruktur, RSUD Kota Yogyakarta sudah memiliki beberapa fasilitas pendukung untuk pengembangan RME ke depan seperti server dan komputer serta pengembangan resep online. Meskipun masih dalam kategoti cukup namun menurut jajaran manajemen infrastruktur menjadi kekuatan dalam pengembangan RME di RSUD Kota Yogyakarta. Direktur juga telah memberikan kesediaannya untuk mempersiapkan infrastruktur apabila regulasi tentang RME sudah jelas.

Aspek finansial menjadi persoalan penting karena rumah sakit harus menyiapkan infrastruktur teknologi informasi (komputer, jaringan kabel maupun nir kabel, listrik, sistem pengamanan, konsultan, dan pelatihan) (Handiwijojo, 2009). Meskipun anggaran cenderung sulit untuk beberapa rumah sakit negeri namun RSUD Kota Yogyakarta telah berkomitmen dalam mendukung pengembangan teknologi informasi sehingga penganggaran lebih mudah didapatkan. Visi dan Misi rumah sakit yang mendukung pengembangan TI memberikan dampak pada kemudahan dalam anggaran pengadaan terkait pengembangan TI.

Beberapa kelemahan yang dimiliki RSUD Kota Yogyakarta terkait pengembangan RME antara lain terkait jajaran manajemen belum serius dalam pengembangan RME. RME tidak menjadi prioritas karena rumah sakit lebih mengutamakan sistem lain seperti sistem penagihan elektronik (computerized billing system), sistem akuntansi, sistem penggajian. Rumah sakit beranggapan bahwa semua sistem itu lebih diutamakan karena dapat menjamin manajemen keuangan rumah sakit yang cepat, transaparan dan bertanggung jawab. RME dinomor duakan karena sistem pengelolaan transasksi untuk fungsi pelayanan medis masih dapat dilakukan secara manual (Handiwidjojo, 2009). Hal tersebut juga terjadi di RSUD Kota Yogyakarta dimana pengembangan pertama kali untuk SIMRS adalah untuk proses billing. Jajaran manajemen masih belum serius dalam pengembangan RME. Padahal saat ini pengembangan pembiayan pelayanan mengarah pada diagnosis ataupun tindakan yang telah dilakukan.

(14)

input data dan kemauan untuk menggunakan SIMRS lebih jauh dinilai kurang. Hal ini menjadi kelemahan dalam pengembangan RME di RSUD Kota Yogyakarta. Kekawatiran petugas dalam meberikan pelayanan menjadi alasan tidak efektifnya pemanfaatan SIMRS. Staf cenderung takut akan bertambahnya beban pekerjaan. Peningkatan rate dari adopsi RME secara penuh dipengaruhi oleh aspek prilaku penggunaan atau penerimaan pengguna (Rosyada, 2015). Dapat dikatakan bahwa kemampuan sumber daya manusia harus diikuti aspek prilaku terhadap penerimaan sistem. Tanpa adanya aspek prilaku yang berdedikasi dalam perubahan maka aspek sumber daya manusia hanya menjadi kelemahan dalam pengembangan RME.

Pengolaan SIMRS berada di bawah Instalasi TI. Apabila terjadi permasalahan terkait SIMRS, proses perbaikan SIMRS dapat dilakukan oleh staf Instalasi TI. Namun demikian, apabila masalah tidak teratasi makan dilakukan konsultasi kepada vendor. Proses konsultasi ini selalu mendapatkan respon, namun karena pihak vendor tidak berdekatan dengan rumah sakit, maka prosesnya perbaikan menjadi lebih lama. Kondisi tersebut menjadi salah satu kendala dalam proses pengembangan SIMRS. RSUD Kota Yogyakarta memiliki staf TI sebanyak 6 orang. Menurut wawacara, jumlah staf tersebut masih kurang apalagi adanya pengembangan gedung baru.Pengembangan SI/TI dengan infrastruktur yang sudah baik harus diikuti dengan penambahan SDM untuk pengelolaan SIM, peningkatan pengatahuan user melalui pelatihan, menyusun bidang khusus menangani SI/TI, SOP SI/TI, Renstra SI/TI (Irmayani, 2015). Untuk itu saat ini ketersediaan sumber daya manusia TI masih dipandang sebagai sebuah kelemahan di RSUD Kota Yogyakarta. Penambahan masih diperlukan untuk mendukung pengembangan RME ke depan. Gondodiyoto (2007) mengukur kinerja sistem informasi membagi kinerja sistem infromasi berdasarkan dua bagian yaitu kepuasan pemakain dan pemakian sistem infromasi sebagai variabel kinerja sistem infromasi. Meskipun SIMRS sudah memberikan manfaat yang sangat banyak di RSUD Kota Yogyakarta. Namun demikian untuk bisa mendukung proses pengembangan ke depan masih memerlukan adanya penyempurnaan. Beberapa pengguna mengeluhkan kaitannya dengan sistem yang terkadang lambat pada jam jam pelayanan.

Pemberian Sosialiasi dan Pelatihan Terkait TI yang masih kurang menjadi kelemahan dari sisi internal di RSUD Kota Yogyakarta. Pelatihan terkait dengan teknologi khususnya penggunaan SIMRS pernah dilakukan di RSUD Kota Yogyakarta yaitu pada waktu awal penerapan billing sistem. Namun demikian proses pelatihan yang berkesinambungan belum dilaksanakan. Erawantini et all (2012) mengungkapkan bahwa pelatihan penggunaan sistem pada users (pengguna) sangat penting sehingga mereka mampu menggunakan saat memberikan pelayanan kepada pasien. Namun demikian hal tersebut belum dilakukan secara periodik padahal banyak terdapat staf klinis yang baru. Selain itu pemahaman tentang teknologi informasi juga masih kurang. Peluang yang dimiliki RSUD Kota Yogyakarta antara lain terkait adanya pengembangan Resume Online oleh Kementerian Kesehatan. Kementrian Kesehatan RI mengembangkan proses rujukan online untuk diterapkan dibeberapa rumah sakit di Indonesia. RSUD Kota Yogyakarta menjadi salah satu rumah sakit uji coba untuk pengembangan rujukan online ini. Apabila proses bisa berjalan dengan lancar maka proses rujukan diikuti dengan pengiriman resume secara online. Dengan adanya pengembangan resume online ini, maka RSUD Kota yogyakarta mendapatkan peluang untuk juga dapat mengembangkan RME sejalan dengan pengembangan resume online.

(15)

mempunyai satu rumah sakit yang mengampu beberapa rumah sakit dari kabupaten/kota sekitarnya (Kemenkes, 2015). Penggunaan TI yang semakin cepat berkembang menjadi salah satu peluang RSUD Kota Yogyakarta untuk dapat mengembangkan sistem informasi yang ada. Sistem informasi yang didukung teknologi yang handal akan mendukung terlaksananya RME di RSUD Kota Yogyakarta.

Ancaman yang dihadapi RSUD Kota Yogyakarta antara lain adalah pengembangan RME oleh Rumah Sakit lain semakin pesat. Beberapa rumah sakit lain di Kota Yogyakarta telah mengembangkan rekam medis elektronik. Hal tersebut memperlihatkan bahwa penerapan RME juga mendukung kepuasan pasien. Hal ini juga diupayakan oleh rumah sakit lain di Yogyakarta. Penelitian Markus (2010) juga menyebutkan bahwa penerapan rekam medis elektronik rawat jalan di RS Panti Rapih Yogyakarta memberikan peningkatan pada mutu pelayanan. Melihat hal tersebut maka pengembangan RME dibeberapa rumah sakit di Yogyakarta menjadi ancaman bagi RSUD Kota Yogyakarta apabila tidak diikuti dengan perencanaan dan pengembangan lebih lanjut. Ancaman lain yaitu adanya perubahan Persepsi Pasien Terhadap Pelayanan Rumah Sakit. Penelitian Al-Azmi (2009) mengungkapan bahwa secara umum penerapan RME memberikan kepuasan bagi pasien. Namun Meskipun secara umum penelitian Al-Azmi (2006) memperlihatkan adanya kepuasan dari pelayanan secara umum, namun terdapat beberapa item kepuasan yang bernilai rendah yaitu sebesar 46,5%. Item dengan kepuasan rendah ini terkait dengan penjelesan mengenai prosedur oleh dokter. Hal ini menjadi salah satu acaman pula bagi RSUD Kota Yogyakarta yang memiliki pasien kalangan menengah ke bawah. Dukungan undang-undang menjadi salah satu ancaman dalam pengembangan RME.Hasil penelitian Yusuf (2013) menunjukkan bahwa walaupun RME memiliki dasar hukum yang kuat dengan adanya Permenkes No.269 Tahun 2008 dan undang undang Infromasi dan Transaksi Elektronik. Namun undang undang secara khusus yang mengatur RME belum ada sehingga membingungkan pelaksana.

Persaingan antar rumah sakit juga menjadi ancaman bagi pengembangan RME di RSUD Kota Yogyakarta. Rumah sakit di Yogyakarta dengan persaingannya yang ketat berusaha memberikan pelayanan terbaik bagi pasiennya. Jumlah rumah sakit tersebar hampir diseluruh Kota Yogyakarta. Lokasi RSUD Kota Yogyakarta yang berada disisi selatan Kota Yogyakarta memiliki dampak persaingan yang sangat ketat. Rumah sakit swasta di Kota Yogyakarta cenderung memiliki reputasi baik di kalangan konsumen. Dan saat ini, beberapa rumah sakit swasta besar telah mengedepankan RME untuk pelayanannya khususnya pelayanan rawat jalan. Hal ini merupakan nilai tambah bagi rumah sakit tersebut sekaligus menjadi ancaman bagi RSUD Kota Yogyakarta. Dalam Industry and Competitive analysis (ICA), Porter mengungkapkan bahwa keadaan kompetitif bergantung pada lima kekuatan kompetitif yaitu: daya tawar pemasok, daya tawar pembeli, ancaman pendatang baru, ancaman pengganti, serta persaingan sesama (Ward, 2002). Dalam hal ini, rumah sakit lain di sekitaran Yogyakarta merupakan memegang peran sebagai pesaing yang berpengaruh pada kekuatan kompetitif RSUD Kota Yogyakarta untuk terus mengembangkan pelayanannya.

(16)

Hasil perhitungan skor tersebut menunjukkan bahwa titik temu antara x dan y berada pada angka (x=0.09, y= -0.17) yaitu pada kuadran II. Berikut hasil gambaran kondisi lingkungan RSUD Kota Yogyakarta dalam pengembangan RME dalam diagram kartesius:

-0,4 -0,2 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1

-1 -0,5 0 0,5 1

[image:16.595.162.440.130.278.2]

Posisi di kuadran II menunjukkan sebuah organisasi yang kuat namun menghadapi ancaman yang besar. Rekemonedasi strategi yang diberikan adalah diversifikasi strategi artinya perusahaan dalam kondisi mantap namun menghadapi sejumlah tantangan berat sehingga diperkirakan roda perusahaan akan mengalami kesulitan untuk terus berputar bila hanya bertumpu pada strategi sebelumnya. Oleh karena itu organisasi disarankan segera memperbanyak ragam strategi yang taktis (Saragih dan Harisno, 2014). Hasil analisis strategi menunjukkan bahwa strategi yang ditawarkan adalah dengan diversifikasi strategi.

Tabel 5. Matriks EFAS (Eksternal Factor Analysis Summary) dan IFAS (Internal Factor Analysis Summary)

- - - - : rekomendasi strategi

Opportunities

Weakness Strength

Treats

X Y

[image:16.595.124.490.452.730.2]

(x=0,09 , y= -0,17)

(17)

Strategi penting yang harus segera dilakukan adalah terkait penyusunan perencanaan sistem informasi di RSUD Kota Yogyakarta. Perencanaan sistem informasi merupakan bagian yang penting sebagai petunjuk pengembangan dalam kurun waktu 3 atau 5 tahunan. Proses perencanaan memperhatikan misi, sasaran dan strategi, proses bisnis dan informasi yang dibutuhkan di organisasi dan kemudian dipakai untuk identifikasi untuk memilih sistem yang perlu dibangun dan disediakan beserta penjadwalan dan kebijakan-kebijakan yang diperlukan. Hasil dari perencanaan tersebut berupa rencana strategi sistem informasi dan teknologi infromasi ( Kadir, 2014). Rencana Strategis yang disusun harus bersama sama mengikutsertakan profesi-profesi di RSUD Kota Yogyakarta. Fungsi lintas profesi adalah untuk mengetahui kebutuhan-kebutuhan tiap profesi yang terkait dalam pengembangan RME. Dalam hal ini RSUD Kota Yogyakarta harus segera menyusun tim eksekutif perencanaan sistem infromasi rumah sakit. Berdasarkan penilaian dengan elemen penilaian dari DOQ-IT, RSUD Kota Yogyakarta cukup siap untuk mengembangkan RME. Untuk itu penyusunan modul untuk RME dapat segera direalisasikan.

4.PENUTUP

4.1 Simpulan

Simpulan dari penelitian ini antara lain:

1. RSUD Kota Yogyakarta masuk dalam kategori cukup siap untuk pengembangan rekam medis elektronik berdasarkan EHR and Readiness Assessment oleh Doctor’s Office Quality

Information Technology (DOQ-IT), (2009). Hasil skor masih berada pada batas bawah kategori cukup siap sehingga masih banyak aspek yang harus dipenuhi sesuai komponen dalam penilaian. Empat parameter penilaian yaitu sumberdaya manusia, budaya kerja, tata kelola kepemimpinan dan infrastruktur dalam kategori cukup siap. Nilai tertinggi berada pada parameter sumberdaya manusia;

2. RSUD Kota Yogyakarta berada pada posisi kuadran II berdasarkan hasil analisis strategi menggunakan SWOT (Strength, Weakness, Opportunities dan Threats). Posisi kuadran II menunjukkan bahwa RSUD Kota Yogyakarta merupakan sebuah organisasi yang kuat namun menghadapi ancaman yang besar sehingga pengembangan RME dapat dilakukan dengan strategi diversifikasi.

4.2 Saran

Beberapa saran yang diberikan antara lain:

1. Melakukan penyusunan rencana strategi pengembangan sistem informasi dan teknologi informasi;

2. Menyusun tim eksekutif untuk menyusun perencanaan pengembangan sistem informasi rumah sakit;

3. Memperkuat Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit yang sudah ada dan mulai mengembangkan perencanaan modul RME;

4. Memperkuat staf TI untuk pengembangan RME;

5. Segera melaksanakan pilot project pengembangan resep online sebagai cikal bakal pengembangan RME;

6. Menyususun kebijakan terkait pemanfaatan TI sebagai dukungan undang-undang yang sudah ada;

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Altuwaijri, M. 2011. HealtInfromation Technology Strategic Planning Alignment in Saudi Hospitals: A Historical Perspective. Jurnal. College of Public Health and Health

Informatic, King Saud bin Abdulazizi University. Diakses dari

http://smj.org.sa/index.php/smj/article/download/6126/3900 pada 14 Februari 2016 pukul 19.00 wib

Al Azmi, SF, Mohammaed AM, Hanafu MI. 2006. Patient Satisfaction with Primary Health Care in Kuwait after Electronic Medical Record Implementation. Jurnal. Diakses dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18706302.pdf pada 10 April 2016 pukul 19.00 wib Ayuningtyas, D. 2013. Perencanaan Strategis Untuk Organisasi Pelayanan Kesehatan. Jakarta:

Raja Grafindo Persada

Carroll, S S.Edwar, J N. Rodin, D. 2012. Using Electroni Health Records to Improve Quality and Efficiency: The Expereinces of Leading Hospitals. Jurnal. Diakses dari http://www.commonwealthfund.org/~/media/Files/Publications/Issue%20Brief/2012/Jul/16 08_SilowCarroll_using_EHRs_improve_quality.pdf pada 14 Februari 2016 pukul 19.00 wib

Doctor’s Office Quality - Information Technology (DOQ-IT). 2009. EHR Assessment and

Readiness Starter Assessment. DOQ-IT. Diakses dari http://www.himss.org/files/HIMSSorg/content/files/Code49Masspro Practice Starter Assessment.pdf pada 6 Januari 2016 Pukul 16.00 wib

Erawantini, F., Nugroho, S., Guardian Y., Hariyanto, S. 2012. Diakses dari http://dinus.ac.id/wbsc/assets/dokumen/prosiding/Jurnal_feby_fiki%281%29.pdf pada 20 Maret 2016 pukul 13.00 wib

Ghazisaeldi, M., Maryam Ahmadi., Farahnaz Sadoughtdan Reza Safdari. 2013. An Assessment of Readiness for Pre-Implementation of Electronic Health Record in Iran: a Practical Approach to Implementation in general and Teaching Hospital. Jurnal.Diakases dari http://acta.tums.ac.ir/index.php/acta/article/download/4579/4509.pdf pada 16 Mei 2016 Pukul 20.00 wib

Gondodiyoto, S. 2007. Audit SistemInformasi. Jakarta: MitraWacana

Handiwidjojo, W. 2009. RekamMedisElektronik. Diakses dari

http://ti.ukdw.ac.id/ojs/index.php/eksis/article/download/383/163.pdf pada 10 April 2016 pukul 17.00 wib

Irmayani.2015.Pengembangan Rencana Strategis Sistem Informasi dan Teknologi Informasi (SI/TI) Sebagai Pendukung Manajemen di RumahSakit Grand Medistra Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. Tesis.(Tidak dipublikasikan). Yogyakarta: Program Pasca Sarjana Universitas GadjahMada

Jogiyanto. 2002. Sistem Teknologi Informasi. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Jogiyanto, HM. 2005.Sistem Informasi Strategik: Untuk Keunggulan Kompetitif: Memenangkan Persaingan dengan Sistem Teknologi Informasi, Edisi 2. Yogyakarta: Andi.

Kadir, Abdul. 2009. Konsep dan Tuntunan Praktis Basis Data,Yogyakarta: PenerbitAndi Kadir, Abdul. 2014. Pengenalan Sistem Informasi Edisi Revisi.Yogyakarta: PenerbitAndi

Kalogriopoulos, N A., Baron, J. Nimunkar, Amit J dan Webster, John. 2009. Electronic Medical Record System for Developing Countrues : Review. Jurnal. Diakses dari http://ewh.slc.engr.wisc.edu//publications/conferences/2009/IEEE_EMBC/Kalogriopoulo sN_WMedRS_IEEEMBC2009.pdf pada 10 Januari 2016 pukul 20.00 wib

Kartika, A R. 2014. Implementasi Sistem Rekam Medik Elektronik Berbasis Teknologi Cloud

(19)

Diaksesdarihttp://repository.amikom.ac.id/files/Publikasi_11.11.5139.pdf pada 18 April 2016

Katterhagen, Lori. 2013. Implementation Plan for EMR and Beyond. Doctor of Nursing Practise

(DNP) Project Paper. Diakses dari

http://repository.usfca.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1031&context=dnp.pdf pada 10 Mei 2016 Pukul 14.00 wib

Kemenkes RI. 2015. Penguatan Pelayanan Kesehatan Untuk Mendukung Rujukan Regional.

Diakses dari http://www.depkes.go.id/resources/download/rakerkesnas-2015/reg-timur/Komisi%204.pdf pada 19 Maret 2016 pukul 13.20 wib

Koolaee, M H., Atharaslsadat Mirkarimi., Nase Behnampoor., Mohammad Javad Kabir. Readiness Assessment of Laboratory and Imaging Staff to Implement Electronic Health Records.Iranian Journal of Medical Infromatics. Diakses dari http://ijmi.ir/journal/index.php/IJMI/article/download/70/98.pdf pada 10 Mei 2016 pukul 20.00wib

Markus, S N. 2010. Rancangan database dalam pengembangan rekam medis elektronik rawat jalan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Tesis (tidak dipublikasikan). Yogyakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada.

O’Brien, J.A; Marakas, G.M; 2011; Management Information System; McGraw-Hill; New York

Permenkes 269/PER/III/Tahun 2008 Tentang Rekam Medis

Prasetya, Albertus Widyawan Heri. 2009. Evaluasi Implementasi Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit di RSUD Kota Yogyakarta. Tesis (tidak dipublikasikan). Yogyakarta : Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada.

Rahayu, I S. 2015. Kesiapan Penerapan Rekam Medis Elektronik di Instalasi Rawat Jalan RSUD Dr.H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Tesis (Tidak dipublikasikan). Yogyakarta : Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada.

Rosyada, A. 2015. Persepsi Petugas Kesehatan Terhadap Peran Rekam Medis Eletronik Sebagai Pendukung Manajemen Pelayanan Pasien di Rumah Sakit Panti Rapih. Tesis(Tidak dipublikasikan). Program Studi Pascasarjana Fakultas KedokteranUniversitasGadjahMada. Ricards, Rhonda J. 2012. Electronic Medical Record: Tools for Competitive Advantage. Jurnal.

Diakses dari http://www.emeraldinsight.com/1756-669x.htm pada 10 Januari 2016

Rizanti, E D. 2015. Analisis Dampak Investasi Rekam Medis Elektronik Pada Perteumbuhan Produktivitas RumahSakit: Studi Kasus Rumah Sakit Haji Surabaya. Jurnal. Diakses dari

http://digilib.its.ac.id/ITS-paper-52121150007349/37845/sig-sistem-informasi-geografis.pdf pada 11 Maret 2016 pukul 15.00 wib

Saragih, H., Harison, 2014. Rencana Strategis Teknologi Informasi dan Sistem Informasi (IS) pada Proses Bisnis Perusahaan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sabarguna. 2007. Konsorsium RumahSakit Islam Jateng – DIY.Sistem Informasi untuk Perencanaan dan Pengendalian Pemasaran Rumah Sakit.

Sabarguna, B.S dan Farlan S. 2008. Rekam Medis Terkomputerisasi. Jakarta: UI Press.

Syndel-Halpern, R. 2001. Indicators of Organizational Readiness for Clinical Information Technology / System Innovation: a Delphi Study.

Yusuf, A. 2013. Pelaksanaan Rekam Medis Elektronik Berdasarkan Permenkes No. 269/Menkes/PER/III Tahun 2008 di RSUD Praya. Jurnal. Diakses dari http

Gambar

Tabel 3. Penilaian Kesiapan Pengembangan RME
Gambar 4. Grafik Kartesius Kondisi Internal dan Ekternal Pengembangan RME di   Instalais Rawat Jalan RSUD Kota Yogyakarta

Referensi

Dokumen terkait

Kepuasan pelanggan instalasi rawat jalan di RSUD Kota Semarang masih belum sesuai standar dimana menurut hasil evaluasi BPKP hanya 76,63% saja yang tercapai yang

Strategi alternatif yang diambil IFRS Bethesda Lempuyangwangi Yogyakarta untuk memenuhi harapan pasien pada dimensi responsiveness (daya tanggap) yaitu penentuan

Strategi alternatif yang diambil IFRSM Dr.Yap Yogyakarta untuk memenuhi harapan pasien adalah melaksanakan penambahan program-program IFRS yang terkait dengan

Pelaksanaan sistem penjajaran SNF sebagaimana dikemukakan dalam penelitian Asmayanti (2011) tentang Tinjauan Tata Kelola Sistem Filing Rekam Medis Rawat Jalan Di RSUD

Solusi untuk permasalahan yang ditemukan pada pelaksanaan Penyimpanan Rekam Medis di RSUD Kota Bandung, ialah diperlukan sebuah rancangan berbasis komputerisasi untuk mengelola sistem