iv ABSTRAK
Kenakalan anak (juvenile delinquency) marak pada akhir abad ke-19 di negara-negara Eropa dan Amerika, di negara Indonesia sendiri terbentuknya pidana anak dan perkembangannya kurang lebih dimulai sejak tahun 1945,oleh karena itu maka pada tanggal 3 Januari 1997 pemerintah Indonesia telah mensahkan Undang-Undang No 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Pada hakekatnya dalam penanganan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum harus mementingkan prinsip yang terbaik bagi anak sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Dalam hal penjatuhan sanksi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dapat berupa sanksi pidana penjara ataupun sanksi tindakan, dimana salah satu sanksi tindakan ini adalah dikembalikan kepada orangtua/wali/orang tua asuh dimana sanksi tindakan ini lebih bertujuan untuk mendidik atau membina bukan untuk membalas. Dengan banyaknya pemberian sanksi pidana penjara tidak menjamin anak yang berhadapan dengan hukum akan berbuat lebih baik dikemudian hari dan cap jahat serta stigma sosial menghambat proses reintegrasi anak kedalam komunitas sosialnya sehingga tujuan pemidanaan dalah hal rehabilitasi dan resosialisasi tidak tercapai atau tidak terpenuhi. Tujuan penelitian ini mengetahui, memahami dan menganalisis penerapan tindakan (maatregels) pengembalian anak kepada orang tua/wali/orang tua asuh dihubungkan dengan UU No 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak jo UU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Tujuan Pemidanaan.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan menguji dan mengkaji data sekunder yang berkaitan dengan penerapan tindakan (maatregels) pengembalian anak kepada orang tua/wali/orang tua asuh dihubungkan dengan UU No 3 tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak jo UU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Tujuan Pemidanaan.