• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelayanan kesehatan merupakan hal pertama yang diterima manusia ketika seorang manusia dilahirkan hingga meninggal dunia dan mempunyai tujuan untuk membantu banyak orang.1 Menurut Pohan pada tahun 2006, sistem pelayanan kesehatan yang baik dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu diantaranya adalah kualitas pelayanan, biaya pengobatan, dan fasilitas. Pelayanan kesehatan yang berkualitas dan bermutu sangat dipengaruhi oleh pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang baik. Namun saat ini pelayanan kesehatan dihadapkan dengan krisis SDM seperti kekurangan tenaga, maldistribusi, ketidakseimbangan jumlah dan kualitas professional kesehatan, ketidakcocokan antara kompetensi profesional dengan kebutuhan masyarakat, kerja tim yang buruk, serta kepemimpinan yang lemah.2 Salah satu upaya untuk mendapatkan pelayanan yang berkualitas dan bermutu diperlukannya kolaborasi yang baik dan efektif antar tenaga kesehatan yang melibatkan berbagai tenaga kesehatan seperti dokter, perawat, apoteker, ahli gizi, dan tenaga kesehatan lainnya.3

Tenaga kesehatan harus memiliki kerjasama tim yang baik dalam menjalankan tugasnya, karena sangat berpengaruh pada kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, World Health Organization (WHO) mewujudkan kolaborasi antar tenaga kesehatan dengan memperkenalkan praktik kolaborasi melalui proses pendidikan. Pelatihan antar tenaga kesehatan yang berbentuk kompetensi sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah yang timbul akibat kurangnya kerjasama tim antar tenaga kesehatan.4

Interprofessional education (IPE) adalah salah satu konsep pendidikan yang dicetuskan oleh WHO sebagai pendidikan yang terintegrasi untuk peningkatan kemampuan kolaborasi.4 Centre for the Advancement of Interprofessional Education (CAIPE) tahun 2002 mengatakan, IPE terjadi ketika dua atau lebih profesi kesehatan belajar bersama, belajar dari profesi kesehatan lain, dan mempelajari peran masing-masing profesi kesehatan untuk

(2)

meningkatkan kemampuan kolaborasi dan kualitas pelayanan kesehatan. Menurut Universitas Toronto tahun 2009 IPE bertujuan untuk menghasilkan mahasiswa profesi kesehatan dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang sesuai dengan praktik kolaborasi interprofesional.5

Peranan institusi sangat penting untuk mendukung dalam pelaksanaan IPE.

Hasil survei didapatkan bahwa institusi dari 42 negara sudah melakukan strategi Interprofessional Education (IPE) dan memberikan dampak positif bagi sistem kolaborasi antar profesi dalam dunia kesehatan serta dapat meningkatkan pelayanan dan kepuasan pasien, bukan hanya bagi negara terkait tetapi juga bila digunakan di negara-negara lain.6 Di Indonesia IPE sudah dikenal melalui program Health Professional Education Quality (HPEQ) yang telah melakukan sosialisai program IPE di sembilan tempat di Indonesia untuk mendukung untuk terjadinya reformasi pelayanan kesehatan di Indonesia dapat segera dirasakan oleh rakyat Indonesia.7 Di tahun 2017 telah terdapat 14 institusi pendidikan tinggi yang telah memulai menerapkan program IPE dari WHO kedalam sistem pembelajarannya.8

Terdapat beberapa manfaat pelaksanaan IPE menurut Sabine dkk, yaitu meningkatkan pemahaman mengenai peran dan tanggung jawab suatu profesi, dalam hal ini profesi sebagai tenaga kesehatan, meningkatkan rasa saling menghormati dan rasa kepercayaan ke rekan antar profesi lainnya, meningkatkan kepuasan kerja terhadap rekan antar tenaga kesehatan maupun pasien, serta melatih komunikasi yang efektif.9 Dalam Pelaksanaannya IPE terdiri atas berbagai komponen diantaranya ialah tenaga pendidik, administrator dalam institusi, serta mahasiswa yang terlibat didalamnya.10 Oleh karena itu, dibutuhkan peranan penting antar berbagai komponen didalam pelaksanaan IPE, termasuk didalamnya tenaga pendidik atau staf pengajar yang bisa menjadi acuan dalam pembelajaran.11

Staf pengajar mempunyai fungsi dalam memberikan pendidikan terpadu untuk semua praktisi dalam tim klinis dan memastikan bahwa pengetahuan yang diperoleh dapat digunakan dengan cara yang paling efektif.12 Salah satu rintangan pelaksanaan IPE dalam pembelajaran adalah staf pengajar yang kurang optimal saat melaksanakan metode pembelajaran IPE.13 Menurut Gaudet et al dalam

(3)

Aryakhiyati pada tahun 2011, penerapan IPE sangat membutuhkan penuntun yaitu staf pengajar yang mempunyai komitmen terhadap pelaksanaan IPE dan lingkungan pembelajaran yang mendukung terbentuknya kerjasama tim dan dapat menyatukan teori dan praktik.14 Oleh karena itu, staf pengajar merupakan sebuah kunci untuk mengidentifikasi kebutuhan IPE dan orang yang paling tepat dalam memfasilitasi pengembangan dan pelaksanaan IPE.15

Hasil penelitian yang dilakukan di Universitas Diponegoro mengenai kesiapan staf pengajarnya terhadap IPE menyebutkan mayoritas staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro mempunyai kesiapan terhadap IPE dalam kategori baik (82,9%), 17,1 % dalam kategori sedang dan tidak ada dosen dengan kesiapan dalam kategori buruk.16Menurut Barr staf pengajar dengan kesiapan yang baik untuk memfasilitasi IPE akan lebih membantu mahasiswa untuk mencapai kompetensi IPE yang diharapkan.5 Kesiapan dosen yang positif terhadap IPE mendorong untuk berperilaku mendukung sistem IPE yang baru.

Perilaku mendukung terhadap sistem IPE yang baru ini membuat dosen lebih siap untuk pengembangan dan penerapan IPE di masa mendatang. Semakin baik persepsi terhadap IPE semakin baik pula kesiapan terhadap IPE.17

Hasil penelitian yang dilakukan di Universitas Soedirman mengenai kesiapan staf pengajarnya terhadap IPE menyebutkan mayoritas staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Soedirman memiliki kesiapan terhadap IPE dalam kategori baik (94,5%). Gambaran kesiapan staf pengajar terhadap IPE berdasarkan jurusan menunjukkan bahwa kesiapan staf pengajar untuk memfasilitasi IPE berada pada kategori baik. Secara berurutan mulai dari persentase yang paling tinggi adalah staf pengajar jurusan farmasi (100%), kedokteran gigi (100%), kedokteran umum (94,7%), kesehatan masyarakat (93,8%), keperawatan (92,3%) dan yang terakhir program studi ilmu gizi (75%).17

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi terdiri atas lima Program Studi diantaranya adalah Program Studi Kedokteran, Keperawatan, Psikologi, Ilmu Kesehatan Masyarakat, dan Farmasi. Di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi sendiri penerapan IPE dalam kurikulum masih dalam tahap pengembangan. Di FKIK UNJA telah dilaksanakannya penelitian

(4)

mengenai IPE, namun subjek penellitiannya terhadap mahasiswa dan bukan terhadap staf pengajar. Hasil penelitian yang dilakukan Lily Sabet Tahun 2019 menyebutkan gambaran kesiapan terhadap Interprofessional Education (IPE) ditinjau dari domain kerja tim dan kolaborasi, identitas profesi, peran dan tanggung jawab pada mahasiswa kedokteran blok 7.2 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi yaitu cukup siap dengan persentase siap sebesar 50% sedangkan persentase tidak siap sebesar 50%.18 Oleh karena itu peneliti ingin membahas gambaran kesiapan staf pengajar Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi terhadap pelaksanaan Interprofessional Education (IPE).

Peneliti menggunakan instrumen penelitian kuesioner The Readiness for Interprofessional Learning Scale (RIPLS) untuk menilai kesiapan staf pengajar Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi terhadap pelaksanaan Interprofessional Education (IPE). Kuesioner RIPLS ini merupakan kuesioner yang umum digunakan dalam mengukur kesiapan IPE. RIPLS pertama kali dikembangkan oleh Parsell dan Bligh pada tahun 1999 untuk menilai kesiapan siswa terhadap IPE.19 Subskala yang tercakup didalam kuesioner RIPLS ini berisi mengenai kerjasama tim atau kolaborasi antar rekan tenaga kesehatan, identitas profesional, dan peranan serta tanggung jawab antar profesi tenaga kesehatan.19 Berdasarkan subskala tersebut, penelitian ini akan mengukur gambaran kesiapan staf pengajar terhadap pelaksanaan Interprofessional Education (IPE) Program Studi Kedokteran dan Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang pada penelitian ini maka akan dilakukan penelitian tentang “Bagaimana gambaran kesiapan staf pengajar Program Studi Kedokteran dan Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi terhadap pelaksanaan Interprofessional Education (IPE)?”.

(5)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui gambaran kesiapan staf pengajar Program Studi Kedokteran dan Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi terhadap pelaksanaan Interprofessional Education (IPE).

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi karakteristik staf pengajar Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi.

b. Untuk mengetahui kesiapan staf pengajar Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi terhadap kesiapan Interprofessional Education (IPE) pada subskala “kerjasama tim atau kolaborasi”.

c. Untuk mengetahui kesiapan staf pengajar Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi terhadap kesiapan Interprofessional Education (IPE) pada subskala “identitas profesional”.

d. Untuk mengetahui kesiapan staf pengajar Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi terhadap kesiapan Interprofessional Education (IPE) pada subskala “peranan dan tanggung jawab”.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Peneliti

Manfaat penelitian bagi Peneliti yaitu:

1. Dapat memperkaya pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai Interprofessional Education (IPE).

2. Dapat menjawab pertanyaan peneliti mengenai gambaran kesiapan staf pengajar terhadap pelaksanaan Interprofessional Education (IPE) Program Studi Kedokteran dan Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi tahun 2022.

(6)

1.4.2 Bagi Institusi

Manfaat penelitian bagi Institusi yaitu:

1. Sebagai bahan pertimbangan penyusunan dan penerapan kurikulum Interprofessional Education (IPE).

2. Sebagai masukan ke Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi mengenai hasil kesiapan staf pengajarnya terhadap praktik Interprofessional Education (IPE).

1.4.3 Bagi Peneliti Lain

Manfaat bagi peneliti lain yaitu sebagai sumber informasi dan referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian serupa dengan pengembangan lebih lanjut.

Referensi

Dokumen terkait

KESIMPULAN dari analisa adalah walaupun penggunaan Torque Game Builder sebagai sebuah teknologi baru akan mempermudah pekerjaan dalam merancang sebuah game, namun

Kalium Nitrat merupakan zat kimia yang digunakan dalam proses produksi sebagai stabilisator untuk menjaga suhu bahan baku pada saat dipanaskan, dan dilebur sebelum

Dengan adanya pembuatan aplikasi ini, penulis ingin membantu meningkatkan kemudahan dan ketepatan dalam mengolah data, sehingga informasi yang dibutuhkan dapat segera diperoleh

Hasil penelitian ini sejalan dengan yang telah dilakukan oleh Carolus et al (2013) yang menyatakan tidak ada hubungan antara berat badan lahir dalam bentuk

KEMENTERIAN AG KANTOR KOTA PROBO TIA PEMBANGUNAN GEDUNG.

tentang Fembenturkan Ke[ompok Kerja unit Layanan Fengadaan Fen+bangt.rnan 3 (Trga] Ruang Kelas tsaru MANI Pangkalan Bun, karni yang berEandatangan di bawah ini se[aku

Namun pada kenyataannya berdasarkan hasil observasi kedua yang dilakukan oleh peneliti selama prariset di kelas XII IIS 2 SMA Muhammadiyah 1 Pontianak pada tanggal 11

Dari uji BSLT, diketahui bahwa ekstrak daun Kersen (Muntingia calabura) mempunyai aktivitas toksik dengan nilai LC 50 sebesar..