BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka 1. Visualisasi Kreatif
a. Landasan Psikologis Visualisasi Kreatif
Webster (2005) mengembangkan teknik visualisasi kreatif dengan asumsi bahwa tingkah laku manusia merupakan hasil dari pengalaman mereka dengan stimulus-stimulus lingkungan. Maksudnya, perilaku yang individu lakukan merupakan respon dari rangsangan-rangsangan yang diperoleh dari luar individu. Proses visualisasi kreatif melibatkan stimulus dan respon yang muncul dalam waktu yang berdekatan. Selanjutnya Gawain (2000) menjelaskan bahwa dalam visualisasi kreatif terjadi proses belajar yang berkesinambungan diantara peristiwa-peristiwa yang teramati. Belajar melibatkan adanya perubahan perilaku karena perubahan perubahan dalam perilaku diakibatkan oleh pengalaman yang dialami oleh individu.
Proses visualisasi kreatif dilaksanakan dengan menentukan perilaku yang diinginkan diawal praktik oleh konselor dan konseli. Artinya, konselor visualisasi kreatif menjelaskan diawal kegiatan, perilaku yang ingin dipelajari dan ditunjukkan untuk perubahan perilaku siswa. Konselor memberikan penguatan-penguatan positif dalam tiap proses belajar yang dilakukan oleh siswa. Penguatan-penguatan yang dilakukan dalam visualisasi kreatif yaitu
dengan bentuk afirmasi yang diberikan konselor. Afirmasi yang diberikan berfungsi sebagai penguatan dalam mendorong perilaku yang lebih produktif.
Berdasarkan asumsi-asumsi di atas, dapat disimpulkan bahwa teknik visualisasi kreatif dikembangkan berdasarkan pada aliran psikologis behaviorisme yang menekankan pada proses pembelajaran. Belajar yang dilakukan oleh individu secara terus menerus akan membentuk perilaku yang baru.
b. Pengertian Visualisasi Kreatif
Manusia tidak lepas dari pikiran alam bawah sadarnya dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari namun kebanyakan manusia, tidak pernah menyadari hal itu. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Association Psycology Of America menunjukkan bahwa 88% yang mengendalikan hidup
manusia adalah alam bawah sadar, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh alam sadar manusia. Begitu pula dengan keadaan fisik dan psikis manusia seperti kesehatan, minat dan motivasi. Semuanya tervisualkan dalam gambar mental manusia.
Menurut kamus istilah psikologi Chaplin (2002: 306), “visualisasi adalah kemampuan menerima benda-benda berkenaan dengan penggambaran/penerimaan penglihatan”. Visualisasi di kaitkan dengan pencitraan-pencitraan dalam image yang ditangkap oleh alat indera manusia.
Webster (2005: 5) menjelaskan bahwa “Visualisasi kreatif adalah kemampuan untuk melihat dengan pikiran manusia”. Selanjutnya Whiteley (2010: 23) mengemukakan bahwa “visualisasi kreatif adalah cara untuk
melihat kemungkinan masa depan dan bergerak sendiri kearah itu”. Proses ini membuat kita dapat memfokuskan pikiran terhadap apa yang kita inginkan dan bukannya apa yang kita hindari. Selain itu, masa depan imaginer dapat terbayangkan didepan mata beserta atribut-atribut yang memungkinkan kita untuk mencapai tujuan yang kita inginkan.
Sasson (2008: 18) mengungkapkan bahwa:
Creative visualization is a mental technique that uses the imagination to make dreams and goals come true. Used in the right way, creative visualization can improve your life and attract to you success and prosperity. It is a power that can alter your environment and circumstances, cause events to happen, and attract money, possessions, work, people and love into your life
(Visualisasi Kreatif adalah teknik mental yang menggunakan imajinasi untuk membuat impian dan tujuan menjadi kenyataan.
Digunakan dengan cara yang benar, visualisasi kreatif dapat meningkatkan kehidupan Anda dan menarik Anda dalam keberhasilandan kemakmuran. Ini adalah kekuatan yang dapat mengubah lingkungan dan keadaan, menyebabkan peristiwa terjadi, dan menarik uang, harta, pekerjaan, orang-orang dan cinta dalam hidup Anda)
Berdasarkan pendapat Sasson kita dapat melihat peran imajinasi dalam visualisasi kreatif untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Di lain pihak, daya cipta yang digunakan perlu dituntun secara benar. Tuntunan itu berasal dari instruksi-instruksi yang diberikan pada saat pelaksanaan visualisasi kreatif.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa visualisasi kreatif adalah sebuah cara pengubahan tingkah laku dimana konseli membayangkan suatu model yang diciptakannya sendiri melalui instruksi-intruksi konselor.
c. Dimensi Visualisasi Kreatif
Imajinasi memegang peranan penting untuk menghasilkan visualisasi.
Imajinasi akan menggambar apa yang kita pikirkan dalam mind kita.
Ditambah dengan perasaan dan konsentrasi, akan membuat visualisasi semakin kuat.
Visualisasi kreatif melibatkan pemahaman dan penyelarasan diri anda sendiri dengan prinsip-prinsip alami yang mengatur kegiatan alam semesta, dan belajar memanfaatkan prinsip-prinsip ini dengan cara yang paling sadar dan yang paling kreatif.
Day (1994) menyatakan bahwa Imajinasi yang kuat akan menimbulkan visualisasi yang kreatif. Faktor kreatif ini perlu dalam memanifestasi apa yang kita inginkan. Biasanya imajinasi dalam visualisasi dilakukan oleh banyak orang berupa gambar-gambar. Tapi ada orang yang tak dapat melakukan imajinasi dengan gambar. Untuk itu dapat digunakan panca indera lainnya yang paling tajam yang dimiliki oleh orang itu
d. Kelebihan dan Kelemahan Visualisasi Kreatif
Webster (2005) menjelaskan bahwa visualisasi Kreatif memiliki beberapa kelebihan yaitu:
1)Prosedur pelaksanaannya tidak menghendaki elaborasi therapeutic atau bantuan enduksi.
2)Adegan bisa bersifat individu untuk menyesuaikan dengan urusan-urusan konseli dengan unik.
3)Konseli dapat menggunakan imajinasi sendiri sebagai prosedur mengontrol diri sendiri dalam mengatasi masalah-masalah.
4)Visualisasi kreatif bisa menjadi alternatif yang baik jika pemodelan dalam konseling tidak bisa digunakan atau sukar menggunakan pembalikan dari realitas dalam wawancara.
Adapun kelemahan dari visualisasi kreatif adalah teknik ini sangat susah dilaksanakan apabila klien tidak dapat berkonsentrasi dengan baik.
Selain itu, penguasaan akan keadaaan klien ketika mereka dalam keadaan trance sangat sulit untuk diukur, apalagi bagi pemula
e. Prosedur Pelaksanaan Visualisasi Kreatif
Webster (2005) mengemukakan “bahwa dalam pelaksanaan visualisasi kreatif harus melihat terlebih dahulu permasalahan yang ingin dijadikan sebagai objek imajinasi”. Setelah ditetapkan tujuannya barulah masuk pada proses bagaimana memainkan imajinasi anda. Hal yang paling mendasar dalam pelaksanaan visualisasi kreatif ini adalah bagaimana anda dapat relaks senyaman mungkin. Atur sebaik mungkin pernapasan anda.
Setalah kondisi tubuh relaks, visualisasikan objek atau benda yang anda inginkan. Lihat secara jelas dan mendetail gambaran mental dari apa yang anda inginkan dan berikan emosi atau perasaan tertentu pada situasi tersebut.
Setelah gambaran jelas, buatlah afirmasi dalam diri anda yang menyatakan bahwa anda dapat melakukan seperti apa yang anda lihat dalam imajinasi anda. Tanamkan pikiran-pikiran positif dalam diri anda pada saat visualisasi berlangsung. Setelah dianggap cukup, bukalah mata anda. Rasakan seluruh
energi alam masuk dalam tubuh anda. Ulangi visualisasi ini tiap hari ketika anda ingin tidur atau ketika anda bangun pagi.
Berdasarkan pelaksanaan visualisasi kreatif yang dipaparkan oleh Webster, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam pelaksanaan visualisasi kreatif dapat dibagi menjadi tiga tahap yakni rasionalisasi bantuan, adegan latihan, dan pekerjaan rumah dan tindak lanjut.
Selanjutnya akan diuraikan sebagai berikut : 1) Rasionalisasi Bantuan
Setelah konselor meninjau tingkah laku-tingkah laku yang menjadi masalah dan tingkah laku yang menjadi tujuan visualisasi, konselor mengemukakan alasan mengapa dipilih visualisasi kreatif sebagai penerapan. Alasan-alasan itu tergantung dari masalah- masalahnya.
2) Mempraktikkan Adegan
Setelah rasional dikemukakan, konselor menetapkan untuk melakukan praktek dengan visualisasi kreatif. Dalam melakukan adegan praktek ini ditempuh beberapa langkah, diantaranya:
a) Konseli duduk atau berbaring senyaman mungkin dan merelakskan tubuhnya. Ini merupakan kondisi terbaik untuk melakukan visualisasi kreatif karena menenangkan aktivitas otak kiri yang logis dan membiarkan otak kanan yang kreatif untuk menghasilkan citra-citra.
Selain itu, kondisi relaks membuat visualisasi ini memiliki efek yang
sangat besar pada saraf karena ia tidak bersaing dengan pikiran lain, kekhawatiran ataupun aktivitas luar.
b) Membayangkan apa yang diinginkan oleh konseli. Biarkan konseli mengimajinasikan apa yang diinginkannya. Biasanya dalam imajinasi konseli, apa yang diinginkan terlihat semuanya. Namun terkadang cuma sedikit dan bahkan ada yang cuma suaranya saja.
c) Konseli membuat afirmasi dalam dirinya. Afirmasi yang dibuat berupa ungkapan atau kalimat positif terhadap apa yang sedang ada dalam imajinasi. Yang perlu diperhatikan konseli adalah selalu dengan pikiran terbuka (open mind), sehingga ketika kesempatan (opportunity) untuk mewujudkan apa yang konseli inginkan muncul, konseli akan mengenali dan mengambilnya.
d) Sebelum visualisasi ini berakhir, konseli berkata pada dirinya bahwa dia mampu untuk melakukan semua yang ada dalam adegan itu.
Biarkan konseli meyerap semua energi positifnya.
e) Membuka mata setelah adegan selesai.
3) Pekerjaan Rumah dan Tindak Lanjut
Latihan dalam pengarahan sendiri dalam bentuk pekerjaan rumah mungkin merupakan terapi yang paling penting untuk teknik visualisasi kreatif. Jika seseorang dapat mempraktekkan atau menerapkan prosedur itu di luar session konseling, kemungkinan penggunaan tingkah laku baru atau pengentasan dalam situasi aktual dapat tercapai. Pekerjaan rumah dapat mempertinggi unjuk kerja, mungkin karena konseli diinstruksikan
untuk menggunakan tingkah laku baru yang diinginkan secara nyata di antara sesion terapi.
Pekerjaan rumah dapat mencakup menyuruh konseli mengidentifikasi beberapa situasi dalam kehidupan sehari-hari dimana mereka dapat menggunakan respon-respon yang diinginkan itu. Dalam mengatur tugas-tugas pekerjaaan rumah itu konselor dan konseli hendaknya menetapkan seberapa sering, seberapa lama, seberapa kali dalam sehari dan di mana praktek itu dilakukan. Konselor hendaknya juga mengintruksikan konseli untuk merekam setiap adegan latihan di tape recorder. Konselor hedaknya juga berusaha mengetahui apakah
konseli mengerti pekerjaan rumah tersebut dan hendaknya mengatur suatu tindak lanjut setelah beberapa kali pekerjaan rumah itu diselesaikan.
2. Altruisme
a. Pengertian Altruisme
Altruisme adalah perhatian terhadap kesejahteraan orang lain tanpa memperhatikan diri sendiri. Perilaku ini merupakan kebajikan yang ada dalam banyak budaya dan dianggap penting oleh beberapa agama. Gagasan ini sering digambarkan sebagai aturan emas dalam beretika. Beberapa aliran filsafat, seperti Objektivisme berpendapat bahwa altruisme adalah suatu keburukan. Altruisme adalah lawan dari sifat egois yang mementingkan diri sendiri.
Altruisme dapat dibedakan dengan perasaan loyalitas dan kewajiban.
Altruisme memusatkan perhatian pada motivasi untuk membantu orang lain dan keinginan untuk melakukan kebaikan tanpa memperhatikan ganjaran, sementara kewajiban memusatkan perhatian pada tuntutan moral dari individu tertentu (seperti tuhan, raja), organisasi khusus (seperti pemerintah), atau konsep abstrak (seperti patriotisme). Beberapa orang dapat merasakan altruisme sekaligus kewajiban, sementara yang lainnya tidak. Altruisme murni memberi tanpa memperhatikan ganjaran atau keuntungan.
Istilah altruisme itu sendiri diciptakan oleh Auguste Comte, seorang ilmuwan asal Perancis yang meninggal pada tahun 1857, beliau dikenal juga sebagai “Bapak Sosiologi”. Jauh sebelum istilah altruisme muncul, bahkan ketika peradaban manusia dimulai sebetulnya faham-faham yang terkandung dalam pengertian Altruisme sudah ada seiring dengan fitrahnya manusia, namun mungkin hanya istilahnya saja yang berbeda-beda (Ibrahim, 2003).
Suatu tindakan altruistik tidak berhenti pada perbuatan itu sendiri.
Keberlanjutan tindakan itu sebagai produknya dan bukan sebagai kebergantungan merupakan salah satu indikasi dari moralitas altruistik.
Moralitas altruistik tidak sekadar mengandung kemurahan hati atau belas kasihan. Ia diresapi dan dijiwai oleh kesukaan memajukan sesama tanpa pamrih. Karena itu, tindakannya menuntut kesungguhan dan tanggung jawab yang berkualitas tinggi. Ciri utama moralitas altruistik adalah pengorbanan.
Pemberian bantuan yang didasarkan pada kebutuhan sesama disebut sebagai
tindakan filantropik. Karena itu, tindakan altruistik menjadi suatu yang diidealkan dalam ajaran-ajaran agama.
Walstern dan Piliavin (Deaux, 1976: 32) menyatakan:
Perilaku altruistik adalah perilaku menolong yang timbul bukan karena adanya tekanan atau kewajiban, melainkan tindakan tersebut bersifat sukarela dan tidak berdasarkan norma–norma tertentu, tindakan tersebut juga merugikan penolong, karena meminta pengorbanan waktu, usaha, uang dan tidak ada imbalan atau pun reward dari semua pengorbanan.
Hal senada juga diungkapkan Sears dkk (Anas, 2006: 88) yang menyatakan bahwa “altruisme adalah tindakan sukarela yang dilakukan oleh seseorang atau pun sekelompok orang untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan apapun, kecuali mungkin perasaan telah melakukan perbuatan baik”. Selanjutnya Macaulay dan Berkowitz, (Anas, 2006: 88) mengatakan altruisme adalah tindakan sukarela untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun atau disebut juga sebagai tindakan tanpa pamrih. Altruisme dapat juga didefinisikan tindakan memberi bantuan kepada orang lain tanpa adanya antisipasi akan reward atau hadiah dari orang yang ditolong.
Berdasarkan definisi yang dijelaskan, maka dapat disimpulkan bahwa altruisme adalah tindakan sukarela yang dilakukan seseorang untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan rewards atau imbalan.
b. Teori Altruisme
Borrong (2006) dalam artikelnya “Altruisme dan Filantropis”
membagi teori altruisme menjadi beberapa bagian yaitu: 1) Teori Altruisme Behavioris, 2) Teori pertukaran sosial, 3) Teori empati, 4) Teori norma sosial, teori ini terbagi menjadi norma timbal balik, norma tanggung jawab sosial, norma keseimbangan, dan 5) Teori evolusi, teori ini terbagi menjadi perlindungan kerabat, timbal balik biologik, orientasi seksual. Adapun penjelasannya yaitu:
1) Teori Altruisme Behavioris
Kaum Behavioris murni mencoba menjawab pertanyaan “mengapa orang menolong” adalah melalui proses kondisioning klasik dari Pavlov.
Menurut pendapat mereka, manusia menolong karena dibiasakan oleh masyarakat untuk menolong dan untuk perbuatan itu, masyarakat menyediakan ganjaran yang positif.
2) Teori Pertukaran Sosial
Menurut teori ini, setiap tindakan seseorang dilakukan dengan mempertimbangkan untung ruginya. Bukan hanya dalam bentuk material atau financial, akan tetapi juga dalam bentuk psikologis seperti memperoleh informasi, pelayanan, status, penghargaan, perhatian, kasih sayang, dan sebagainya. Yang dimaksudkan dengan keuntungan adalah hasil yang diperoleh lebih besar dari pada usaha yang dikeluarkan.
Berdasarkan prinsip sosial ekonomi ini, setiap perilaku pada dasarnya dilaksanakan dengan strategi minimax, yaitu meminimalkan usaha dan
memaksimalkan hasil agar diperoleh keuntungan atau laba yang sebesar- besarnya.
3) Teori Empati
Egoisme dan simpati berfungsi bersama-sama dalam perilaku menolong.
Dari segi egoism, perilaku menolong dapat mengurangi ketegangan diri sendiri, sedangkan dari segi simpati, perilaku menolong tersebut dapat mengurangi penderitaan orang lain. Gabungan dari keduanya dapat menjadi empati, yaitu ikut merasakan penderitaan orang lain sebagai penderitaanya sendiri. Dalam empati, fokus usaha menolong terletak pada penderitaan orang lain, bukan pada penderitaan diri sendiri.
4) Teori Norma Sosial
Menurut teori ini, orang menolong karena diharuskan oleh norma-norma masyarakat. Ada tiga macam norma sosial yang biasanya dijadikan pedoman untuk perilaku menolong.
a)Norma timbal balik (reciprocity norm). Intinya adalah kita harus membalas pertolongan dengan pertolongan. Jika kita sekarang menolong orang lain, lain kali kita akan ditolong orang atau karena di masa lampau kita pernah ditolong orang, sekarang kita harus menolong orang.
Norma ini khususnya berlaku antara orang-orang yang setara atau sekelas, yang kemampuannya lebih kurang seimbang. Dalam hubungan dengan orang-orang yang kemampuannya lebih rendah (dengan anak-anak, orang miskin, orang sakit, orang cacat, orang yang mengalami kecelakaan, dan sebagainya) berlaku norma tanggung jawab sosial.
b)Norma tanggung jawab sosial. Intinya adalah kita wajib menolong orang lain tanpa mengharapkan balasan apapun di masa depan. Oleh karena itu kita mau menolong orang buta menyeberang jalan, mengambilkan barang yang jatuh dari orang berkursi roda, menunjukkan jalan kepada orang yang menanyakan jalan, dan sebagainya.
c) Norma keseimbangan. Norma ini berlaku di dunia bagian timur. Intinya adalah bahwa seluruh alam semesta harus berada dalam keadaan seimbang, serasi, dan selaras. Manusia harus membantu untuk mempertahankan keseimbangan itu, antara lain dalam bentuk perilaku menolong
5) Teori Evolusi
Teori ini intinya beranggapan bahwa altruisme adalah demi survival (mempertahankan jenis dalam proses evolusi).
a) Perlindungan kerabat. Secara alamiah orang memang cenderung membantu orang lain yang mempunyai pertalian darah dan orang-orang yang dekat dengan diri sendiri. Dari pengamatan dalam berbagai bencana alam, musibah, dan peperangan diketahui bahwa orang cenderung member pertolongan dalam urutan prioritas tertentu, yaitu anak-anak lebih diutamakan dari pada orang tua, keluarga lebih didahulukan dari pada teman atau tetangga, dan kenalan lebih didahulukan daripada orang asing.
Hal ini membuktikan adanya naluri perlindungan kerabat dalam perilaku menolong.
b) Timbal balik biologik. Prinsip yang digunakan adalah menolong untuk memperoleh pertolongan kembali. Pertolongan diberikan kepada orang yang juga suka menolong.
c) Orientasi seksual. Dalam rangka mempertahankan jenis, ternyata kaum homoseksual, yang selalu merupakan minoritas dalam masyarakat manapun, mempunyai kecenderungan altruisme yang lebih besar daripada orang-orang heteroseksual.
c. Komponen Altruisme
Menurut Einsberg dan Mussen (Dayakisni & Hudaniah, 2003) hal-hal yang termasuk dalam komponen altruisme yaitu memberi (sharing), kerjasama (cooperative), menyumbang (donating), menolong (helping), kejujuran (honesty), kedermawanan (generosity), dan mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
1) Sharing (memberi)
Individu yang sering berperilaku altruis biasanya sering memberikan sesuatu bantuan kepada orang lain yang lebih membutuhkan dari pada dirinya.
2) Cooperative (kerja sama)
Individu yang memiliki sifat altruis lebih senang melakukan suatu pekerjaan secara bersama-sama, karena mereka berfikir dengan berkerja sama tersebut mereka dapat lebih bersosialisasi dengan sesama manusia dan dapat mempercepat pekerjaanya.
3) Donating (menyumbang)
Individu yang memiliki sifat altruis senang memberikan sesuatu atau suatu bantuan kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan dari orang yang ditolongnya.
4) Helping (menolong)
Individu yang memiliki sifat altruis senang membantu orang lain dan memberikan apa-apa yang berguna ketika orang lain dalam kesusahan karena hal tersebut dapat menimbulkan perasaan positif dalam diri si penolong.
5) Honesty (kejujuran)
Individu yang memiliki sifat altruis memiliki suatu sikap yang lurus hati, tulus serta tidak curang, mereka mengutamakan nilai kejujuran dalam dirinya.
6) Generosity (kedermawanan)
Individu yang memiliki sifat altruis memiliki sikap dari orang yang suka beramal, suka memberi derma atau pemurah hati kepada orang lain yang membutuhkan pertolongannya tanpa mengharapkan imbalan apapun dari orang yang ditolongnya.
7) Mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain
Individu yang memiliki sifat altruis selalu berusaha untuk mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain, mereka selalu berusaha agar orang lain tidak mengalami kesusahan.
d. Sifat-sifat yang Terkandung dalam Altruisme
Dayakisni dan Hudaniah dalam Anas (2007) menjelaskan bahwa individu dalam berperilaku altruis hendaknya memerlukan sifat-sifat yang menyangkut perihal social yang tinggi. Dalam berperilaku altruisme, sifat- sifat yang diperlukan tersebut adalah:
1) Peduli. Orang yang seperti ini jiwa dan raganya tidak akan sanggup melihat orang lain dalam kesulitan, apalagi membuat orang lain kesulitan.
Hal yang paling menyakitkan dan menyedihkan bagi orang-orang seperti ini adalah ketika melihat orang lain dalam kesulitan atau dalam masalah besar lalu ia tidak memiliki kemampuan untuk menolong orang tersebut.
2) Ikhlas. Apa yang ia lakukan dan korbankan untuk memberikan bantuan atau pertolongan ia anggap itu sebagai sesuatu yang biasa dan lumrah.
Tidak ia anggap istimewa, selama ada anggapan dari dirinya bahwa perbuatannya adalah sesuatu yang istimewa maka ia merasa itu belum ikhlas, karena perbuatan baiknya masih teringat-teringat dalam pikirannya.
Sedang prinsip ikhlas itu sendiri “berikan dan terlupakan (oleh dirinya)”, seperti halnya kita melakukan sesuatu yang dianggap biasa dan lumrah yang sering terlupakan begitu saja. Dalam memberikan bantuan sama sekali tidak terpikirkan yang namanya “timbal balik”, berpikir “biarlah Allah yang membalasnya”-pun tidak. Ia menganggap bahwa memberikan pertolongan adalah sebuah kewajiban yang harus dibiasakan. Namun sesungguhnya bagi yang menerimanya itu sangat luar biasa.
3) Rela Berkorban, karakter seperti ini memang seringkali diajarkan oleh guru-guru sekolah kita mulai dari SD bahkan mungkin sampai bangku kuliah. Rela berkorban yang dimaksud bukan cuma rela mengorbankan sesuatu atas kelebihan yang kita miliki. Karakter rela berkorban sesungguhnya adalah meskipun yang ia miliki pas-pasan atau bahkan kurang, ia tetap rela berbagi dengan orang lain.
4) Mementingkan Kebersamaan, ini satu hal yang pasti. Sama sekali tidak terpikirkan dalam dirinya untuk “kenyang atau memperkaya diri sendiri”.
Ia yakin betul bahwa dalam setiap hak-nya disitu ada kewajibannya, dan kewajibannya itu adalah hak untuk orang lain.
Semangat altruis inilah yang kini mulai mengikis atau bahkan hilang dari tatanan kehidupan kita, sebaliknya ada yang berjiwa altruis malah disalahmanfaatkan oleh orang-orang tertentu. Adakalanya kedok palsu kepedulian sering kali dibungkus oleh tujuan feedback yang menguntungkan, seakan-akan tidak ada bedanya antara peduli dan promosi. Sekalinya mau rela berkorban harus menunggu dulu setelah memiliki kelebihan atau cadangan untuk diri sendiri, padahal ada satu prinsip yang mengatakan bahwa jika memberikan sesuatu, berikanlah yang terbaik yang kamu miliki.
3. Upaya Meningkatkan Altruisme
Sarwono dalam Anas (2007: 95) dengan mengutip pendapat beberapa ahli, ada beberapa cara untuk memasyarakat altruisme yaitu:
a. Mengajarkan inklusi moral, yaitu bahwa orang lain adalah golongan kita juga. Inklusi moral meningkatkan perilaku menolong (Pogelman,
1994). Di lain pihak perlu diupayakan menghindari eksklusi moral karena eksklusi moral merupakan sumber diskriminasi, bahkan memberi peluang saling membunuh (Tyler & Lind, 1990). Selain itu, perlu juga diajarkan altruisme melalui model di keluarga (orang tua), sekolah (guru-guru), dan di kalangan teman (Staub, 1992), atau lewat televisi (Hearold, 1986).
b. Memberikan atribusi “menolong” pada perilaku altruis seseorang yang sudah membantu orang lain, kemudian diberikan ucapan “terima kasih atas pertolongan anda” merasa bahwa perilakunya betul-betul membantu orang lain sehingga ia cenderung mengulanginya pada kesempatan lain. Kepuasan semacam ini tidak terdapat jika perilaku menolong itu diberi imbalan uang (Batson dkk, 1978, 1979)
c. Memberi pelajaran tentang altruisme. Orang yang tahu bahwa keberadaan orang lain akan menghambat perilaku menolong akan tetap menolong walaupun di tempat itu banyak orang lain. Sebaliknya, orang yang tidak tahu akan berlalu begitu saja (Beaman dkk, 1978)
B. Kerangka Pikir
Sikap altruisme siswa merupakan hal yang perlu mendapatkan perhatian khususnya baik dari pihak orangtua dan juga para pendidik di sekolah. Altruisme siswa sangat penting agar adanya rasa kepedulian siswa. Seorang siswa yang mempunyai sifat altruistik akan menumbuhkan jiwa penolong pada diri siswa.
Karena salah satu tugas perkembangan sosial siswa adalah mampu berinteraksi dan adanya sikap saling tolong menolong antar sesama. Remaja harus mampu
menanamkan dalam dirinya mengenai perilaku menolong. Akan tetapi sebaliknya, siswa yang kurang sikap altruistiknya ditandai dengan beberapa indikasi yang ditunjukkan di sekolah, seperti tidak memberikan bantuan kepada orang lain, tidak mampu bekerja sama, selalu mengharapkan imbalan jika memberi, tidak mau meolong orang lain, selalu curang, dan selalu ingin melihat orang lain kesusahan, sehingga siswa-siswa kesulitan dalam bergaul dan kurang memaksimalkan potensi yang dimilikinya sebagai mahluk sosial.
Mengamati rendahnya perilaku altruisme siswa tersebut, sehingga membutuhkan penyelesaian, agar siswa mampu menanamkan dalam dirinya dan berperilaku altruistik. Bantuan itu berupa penerapan teknik visualisasi kreatif yang bertujuan untuk menumbuhkan perilaku altruis diri siswa, sehingga siswa bisa peduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya. Teknik ini adalah sebuah cara pengubahan tingkah laku dimana konseli membayangkan suatu model yang diciptakannya sendiri melalui instruksi-intruksi konselor. Sehingga setelah pemberian ini, siswa diharapkan memiliki altruisme yang tinggi. Adapun kerangka pikirnya seperti bagan berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian
C. Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pikir yang telah digambarkan maka hipotesis penelitian ini yaitu “Teknik visualisasi kreatif dalam bimbingan kelompok dapat meningkatkan altruisme siswa di SMA Negeri 1 Enrekang”
Rendahnya Altruisme Siswa:
Tidak memberikan bantuan kepada orang lain
Tidak mampu bekerja sama, selalu mengharapkan imbalan jika memberi
Tidak mau menolong orang lain
Selalu curang, dan
Selalu ingin melihat orang lain kesusahan
Teknik Visualisasi Kreatif:
1. Duduk atau berbaring senyaman mungkin dan merelakskan tubuhnya.
2. Membayangkan apa yang diinginkan oleh konseli.
3. Membuat afirmasi dalam dirinya.
4. Sebelum visualisasi ini berakhir, konselor meminta konseli untuk berkata pada dirinya bahwa dia mampu untuk melakukan semua yang ada dalam adegan itu.
5. Membuka mata setelah adegan selesai.
Sikap altruisme meningkat Altruisme Meningkat