Firdaus Achmad, 2013
Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
INDIVIDUALISASI PENDIDIKAN
Refleksi Kritis Eksistensialisme Søren Aabye Kierkegaard
tentang Eksistensi Manusia dalam Sistem Pendidikan di Indonesia
DISERTASI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat
Memperoleh Gelar Doktor Filsafat Pendidikan
Program Studi Pendidikan Umum
Promovendus
:
Firdaus Achmad
NIM: 1007182
KONSENTRASI FILSAFAT PENDIDIKAN
PROGRAM DOKTOR PENDIDIKAN UMUM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
Firdaus Achmad, 2013
Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
HALAMAN PERNYATAAN
Saya
menyatakan,
bahwa
disertasi
yang
berjudul
INDIVIDUALISASI PENDIDIKAN: Refleksi Kritis Eksistensialisme Søren
Aabye Kierkegaard tentang Eksistensi Manusia dalam Sistem Pendidikan
di Indonesia, sepenuhnya adalah karya saya sendiri. Tidak ada bagian di
dalamnya yang merupakan plagiat dari karya orang lain, dan saya tidak
melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak
sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan.
Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko / sanksi yang
dijatuhkan kepada saya, apabila di kemudian hari ditemukan adanya
pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada
klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Bandung, 01 Mei 2013
Yang membuat pernyataan,
Firdaus Achmad, 2013
Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
LEMBAR PENGESAHAN
Disertasi ini Disahkan dan Disetujui oleh Tim Promotor
untuk Diajukan dalam Ujian Tahap I (Ujian Tertutup)
Promotor
,
Prof. H. A. Chaedar Alwasilah, MA. Ph.D.
Kopromotor
,
Prof. Dr. H. Ahmad Tafsir, MA.
Diketahui Oleh:
Ketua Program Studi Pendidikan Umum
SPS UPI
Firdaus Achmad, 2013
Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PANITIA UJIAN DISERTASI
UNTUK MENGIKUTI UJIAN TAHAP II
Promotor Merangkap Ketua
,
Prof. Dr. H. A. Chaedar Alwasilah, MA.
Kopromotor Merangkap Sekretaris
,
Prof. Dr. H. Ahmad Tafsir, MA.
Anggota
,
Prof. Dr. H. Waini Rasyidin, M.Ed.
Anggota
,
Prof. Dr. H. Dasim Budimansyah, M.Si.
Anggota
,
Dr. Mukhtasar Syamsudin
Diketahui Oleh:
Ketua Program Studi Pendidikan Umum
SPS UPI
Firdaus Achmad, 2013
Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
DISERTASI
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PANITIA UJIAN DISERTASI
Promotor Merangkap Ketua
,
Prof. Dr. H. A. Chaedar Alwasilah, MA.
Kopromotor Merangkap Sekretaris
,
Prof. Dr. H. Ahmad Tafsir, MA.
Anggota
,
Prof. Dr. H. Waini Rasyidin, M.Ed.
Anggota
,
Prof. Dr. H. Dasim Budimansyah, M.Si.
Anggota
,
Dr. Mukhtasar Syamsudin
Diketahui Oleh:
Ketua Program Studi Pendidikan Umum
SPS UPI
Firdaus Achmad, 2013
Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
ABSTRAK
Firdaus Achmad, (1007182), 2013, Individualisasi Pendidikan: Refleksi Kritis Eksistensialisme Søren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia dalam Sistem Pendidikan di Indonesia, Prof. H. A. Chaedar Alwasilah, MA. Ph.D. (Promotor), Prof. Dr. H. Ahmad Tafsir, MA. (Ko-promotor).
Kehidupan sosial yang masih dipadati oleh prilaku negatif, terutama di kalangan pelajar, seperti: penggunaan obat-obatan terlarang, pergaulan seks bebas, dan tawuran, merupakan gambaran dari sebagian wajah bangsa Indonesia. Pendidikan yang sejatinya diharapkan mampu membekali dan membentuk anak bangsa dengan kepribadian berkarakter terpuji, seakan kurang berdaya dalam memainkan perannya. Realitas fenomenal ini telah mengusik daya tarik penulis untuk berpikir kritis dan radikal guna selanjutnya membangun sebuah pemikiran paradigmatis tentang pendidikan, yang sejatinya berperan memanusiakan manusia.
Dengan menjadikan eksistensialisme Kierkegaard sebagai cermin bagi upaya refleksi dalam bangunan paradigma, penelitian berbentuk studi pustaka ini penulis fokuskan pada pemaknaan terhadap manusia dalam sistem pendidikan di Indonesia. Fokus penelitian ini berisikan: 1. Pemaknaan tentang manusia dalam Eksistensialisme Kierkegaard; 2. Pemaknaan tentang manusia dalam sistem pendidikan di Indonesia; 3. Paradigma pendidikan berbasis pengembangan nilai-nilai individual.
Proses analisis terhadap fokus penelitian tersebut penulis lakukan dengan menggunakan metode hermeneutika kritis yang bersumber dari pola pikir metodisnya Jürgen Habermas. Untuk kepentingan proses penafsiran terhadap realitas teks pada objek formal yang berisikan pemikiran Kierkegaard, dan realitas teks pada objek material yang berisikan pemaknaan tentang manusia dalam sistem pendidikan di Indonesia, penulis menggunakan readerly sebagai sistem pendekatan.
Setelah melakukan proses pembacaan, penafsiran dan refleksi kritis, dalam penelitian ini, penulis menyimpulkan, bahwa: 1. Dalam eksistensialisme Kierkegaard, manusia dimaknai sebagai : a. Gerombolan individu yang masing-masing sedang bereksistensi menjadi dirinya sendiri dalam ruang sosial; b. Esensi
(hakikat) dari manusia adalah individu yang konkret dan unik. 2. Dalam sistem pendidikan di Indonesia, manusia dimaknai sebagai: a. Gerombolan atau kelompok yang berinteraksi dalam peran kependidikan berbeda; b. Pembinaan serta pengembangan potensi individu masih dirancang dalam kepentingan yang terpilah, sehingga potensial memberangus keutuhan nilai-nilai keunikan dan konkrisitas individu; 3. Pendidikan berbasis pengembangan individual adalah sebuah sistem pendewasaan yang menyediakan ruang luas bagi individu untuk mengekspresikan eksistensi kediriannya.
Firdaus Achmad, 2013
Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu ABSTRACT
Firdaus Achmad, (1007182), 2013, Individualization of Education: A Critical Reflection of Søren Aabye Kierkegaard‘s Existentialism on Human Existence in the Education System in Indonesia, Prof. H. A. Chaedar Alwasilah, MA. Ph.D (Promoter), Prof. Dr. H. Ahmad Tafsir, MA. (Co-promoter).
Social life that is still filled mostly with negative behavior, especially among students, such as: the use of illegal drugs, extra-marital sex and brawl constitutes part of the picture of the face of Indonesia. Education, which is expected to equip the children of this nation with commendable personality, is still powerless in playing its role. This phenomenal reality has encouraged the writer to think critically and radically in order to further build a paradigm of thought on education, which essentially aims to humanize man.
Using Kierkegaard's existentialism as a mirror for reflection effort in a paradigmatic construction, the writer in this library research focused on the definition of human beings in the education system in Indonesia. The focus of this research includes: 1. The definition of man in Kierkegaard's existentialism; 2. The definition of human beings in the education system in Indonesia; 3. The paradigm of education based on the development of individual values.
The analytical process of the focus of research used the method of critical hermeneutics which comes from the methodical mindset of Jürgen Habermas. The interpretation process of the reality of the text on the formal object that contains Kierkegaard thought, and the reality of the text on the material object that contains the definition of human beings in the education system in Indonesia, the writer used the readerly approach system.
Upon completion of the reading, interpretation and critical reflection in this study, the writer concluded that: 1. in Kierkegaard's existentialism, human beings are defined as: a) a horde of individuals each being in existence to be himself in a social space; b) the essence of human beings is a unique and concrete individual. 2. in the education system in Indonesia, human beings are defined as: a) hordes or groups that interact in different education role; b) the development of individual potential is still designed in the segregated interests, thus potentially suppressing the integrity of values of the individual’s uniqueness and concreteness; 3. the development of individual-based education is a nurture system which provides a wide space for the individual to express the self-existence.
Based on conclusion of the study, the writer made recommendations in the form of an offer of thought. The offer is what the writer termed as the Individualization of Education, which is an education paradigm based on an awareness of the unique and concrete values in the individual.
Firdaus Achmad, 2013
Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL ……… HALAMAN PERSETUJUAN .……….... HALAMAN PERNYATAAN ……… HALAMAN PERSEMBAHAN ……….. EPIGRAF ……….. KATA PENGANTAR ………. UCAPAN TERIMA KASIH ………... ABSTRAK ………. DAFTAR ISI ……… DAFTAR BAGAN ………... DAFTAR LAMPIRAN ………
i ii iii iv v vi vii viii x xii xiii BAB I
BAB II
BAB III
PENDAHULUAN ……… A. Latar Belakang Masalah ………... B. Identifikasi Masalah ……….
C. Fokus Penelitian ………
D. Tujuan Penelitian ……….. E. Manfaat dan Signifikansi Penelitian ……….. F. Sistematika Penulisan ……….. MANUSIA INDIVIDUAL DALAM EKSISTENSIALISME
KIERKEGAARD …... A. Manusia adalah Individu yang Bereksistensi ………..
1. Pengalaman Hidup Reflektif ……… 2. Individu sebagai Autentisitas Kedirian Manusia ………. 3. Konkresitas sebagai Makhluk Individual ……….. 4. Subjektivitas adalah Kemestian Individual ………... B. Potensi Kedirian Individual sebagai Hasil Penafsiran atas
Eksistensialisme Kierkegaard …... 1. Potensi Fisikal Kedirian Individu ……… 2. Potensi Rasional Kedirian Individu ………... 3. Potensi Emosional Kedirian Individu ……… 4. Potensi Spiritual Kedirian Individu ………... 5. Potensi Metafisikal Kedirian Individu ………... METODOLOGI ……… A. Metode dan Pendekatan Penelitian ………... B. Model dan Jenis Metode Penelitian ………...
C. Sumber Data ………..
D. Proses dan Tahapan Penelitian ………... E. Definisi Konseptual ………..
Firdaus Achmad, 2013
Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu BAB IV
BAB V
INDIVIDUALISASI DALAM PENDIDIKAN ……….
A. Eksistensi Individu dalam Sistem Pendidikan Nasional ……
1. Undang-undang sebagai Sumber Kebijakan ……….
2. Hasrat Capaian dan Fenomena Perubahan Kurikulum …
B. Individu dan Realitas Pendidikan Nasional ……….. 1. Absurditas Hasrat Capaian dalam Perubahan Kebijakan 2. Etika Pendidikan dan Pencitraan Individu dalam
Problem Moral Sosial ………. C. Individualisasi Pendidikan sebagai Tawaran Pemikiran
Paradigmatik ………. 1. Manusia sebagai Individu yang Berkesadaran …………. 2. Pendidikan sebagai Realisasi Kedirian Individu ………...
3. Pendidikan Eksistensial ……….
4. Pendidikan Karakter Berparadigma Kesadaran
Eksistensial ………..
PENUTUP ……….
A. Simpulan ………
B. Rekomendasi ……….
115 115 117 126 157 161 171
178 179 188 194 199 221 221 229 DAFTAR PUSTAKA ………...
Firdaus Achmad, 2013
Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah ranah kehidupan yang potensial memberikan peluang
bagi pengembangan eksistensi aku individual. Di dalam proses pendidikan,
eksistensi ‘aku’ individual mendapatkan kesempatan untuk disentuh oleh
bimbingan dan arahan dari individu lain, yang berdasar pengalaman formal,
memiliki tingkat intelektual lebih tinggi. Kehadiran individu lain yang
diistilahkan dengan ‘guru’ atau ‘dosen’, sebagai tenaga pendidik, dalam proses
belajar mengajar, tidak sekedar hanya bertugas untuk membimbing dan
mengarahkan individu sebagai peserta didik (siswa atau mahasiswa) dalam
menggali dan mengembangkan potensi kediriannya, akan tetapi juga untuk
memberikan peluang bagi mereka dalam mengukuhkan eksistensi diri.
Pengukuhan tersebut berwujud kemampuan menemukan jati diri melalui
penataan self awareness (kesadaran akan kedirian) nya melalui peningkatan
kualitas intelektual dalam menjalani proses pendewasaan diri. Peran tenaga
pendidik terasa sangat penting di saat peserta didik menjalani pelintasan proses
pendewasaan diri, tidak hanya sebagai pengisi wadah intelektual, namun juga
sebagai pendamping bagi perkembangannya. Dengan bermodalkan ilmu
pengetahuan yang dimiliki, sejatinya tenaga pendidik harus siap dan bersedia
untuk disibukkan oleh perannya dalam mengikuti proses perkembangan
Firdaus Achmad, 2013
Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Idealnya, pendidikan merupakan wilayah dan sekaligus fasilitas bagi
peserta didik untuk menata landasan berpikir, yang kemudian dijadikannya
sebagai dasar bagi upaya meruntunkan babak-babak kehidupan dalam realitas
sosial. Landasan berpikir yang tertata berdasar pada bangunan teoretis
memberikan peluang bagi peserta didik untuk mampu membaca sekaligus
menafsirkan setiap fenomena yang muncul dalam gerak kehidupan yang
dihadapi serta dialaminya. Hasil pembacaan dan penafsiran selanjutnya akan
menjadi dasar bagi mereka untuk bereaksi dan mengekspresikan kreativitas
eksistensial kediriannya (Alwasilah, 2008: 18).
Pendidikan hanya akan berhasil membekali peserta didik landasan
berpikir yang berkesesuaian dengan kebutuhan dari gerak kehidupan konkret,
manakala di dalam proses pelaksanaannya peserta didik dihargai sebagai
individu konkret yang memiliki potensi kedirian eksistensialistis dan bukan
sebagai sebuah komunitas manusia. Pemahaman dan pemaknaan yang bersifat
general terhadap peserta didik, hanya akan menjadi pintu bagi tertutupnya
kesempatan mengungkap kemampuan dirinya. Dengan demikian, pendidikan
sebagai sebuah kondisi sosial (terlembaga) dari pemikiran manusia, yang pada
awalnya diharapkan mampu membebaskan eksistensi kediriannya, justru hadir
sebagai pembungkam eksistensi manusia itu sendiri (Sastrapratedja dalam
Widiastono, 2004: 14).
Pembungkaman eksistensi individu dalam proses pendidikan sering
terjadi ketika tenaga pendidik memberlakukan sistem penilaian dengan
Firdaus Achmad, 2013
Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
mereduksi, dalam arti mengurangi, bahkan mengabsurdkan (mengaburkan) potensi
peserta didik sebagai individu. Demikian pula dengan pola pendidikan yang
menetapkan standar hasil nilai tes awal sebagai dasar bagi pengelompokan kelas
belajar, dimana peserta didik yang bernilai hasil tes rendah dipisahkan secara
sengaja dengan peserta didik yang berhasil mendapatkan nilai tinggi. Hal ini
menjadi pintu penutup bagi peserta didik yang bernilai tes rendah untuk dapat
meningkatkan dan mengembangkan potensi kecerdasan dari dimensi
rasionalnya. Kalaupun seorang peserta didik dalam kelompok bernilai tes
rendah berhasil memperoleh nilai tertinggi, maka ia hanya akan menjadi peserta
didik terpintar dari kelompok bernilai rendah.
Pada bagian lain, pembungkaman eksistensi juga terjadi ketika pelaku
didik lebih mendominasikan pola berpikir teoretis dengan mengenyampingkan
kesempatan aplikasi dari bangunan teori yang disampaikan. Pola pendidikan
dan pembelajaran dimaksud cenderung menghadirkan peserta didik hanya
sebagai pengamat atau komentator, sekaligus menjadi seorang anak yang
menghayalkan idealitas masa depannya. Kondisi seperti ini biasa dijumpai pada
lembaga-lembaga pendidikan formal di Indonesia, terutama ketika masih
diberlakukannya kurikulum 2002 dan 2004.
Perbaikan kurikulum yang ditetapkan pemerintah melalui Departemen
Pendidikan Nasional – sebelumnya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
yang kini kembali digunakan – dengan menerapkan Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) hingga awal 2007, belum mampu melahirkan hasil yang
Firdaus Achmad, 2013
Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
peserta didik. Penyebab utama dari kondisi tersebut adalah, masih dominannya
tuntutan penguasaan materi teoretis dalam sistem evaluasi yang diberlakukan.
Termasuk dalam kategori pembungkaman eksistensi yang biasa
dilakukan oleh tenaga pendidik, khususnya di tingkat pendidikan dasar, yakni
pola dan cara mereka memotivasi peserta didiknya untuk mengembangkan daya
imajinasi. Sebagaimana diketahui, bahwa salah satu peran dan fungsi
pendidikan adalah untuk mengembangkan daya rasa, karsa dan cipta yang
dimiliki oleh manusia, dalam hal ini peserta didik (Krathwohl, 1964: 5-6).
Upaya pengembangan ketiga ranah tersebut selayaknya dilakukan
dengan menggunakan arahan tanpa harus menghadirkan batasan formal yang
potensial mengekang kebebasan imajinasi. Namun dalam praktik pendidikan,
seorang tenaga pendidik, khususnya yang mengampu mata pelajaran bernuansa
pengembangan imajinasi, seperti kesenian, seringkali menghadirkan batasan
formal, dalam bentuk nilai-nilai kuantitatif, ketika membaca dan memahami
daya imajinasi peserta didik nya.
Fenomena pembungkaman eksistensi pada lembaga-lembaga pendidikan
formal di Indonesia masih dapat terdekteksi, walaupun pada 2007 pemerintah
telah menetapkan kurikulum baru, yakni Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Dominasi tuntutan penguasaan materi teoretis dengan pola sentralisasi
pengadaan soal evaluasi akhir, menjadi penyebab utamanya. Kebijakan
pemerintah menetapkan pelaksanaan Ujian Nasional (UN) dengan kelulusan
Firdaus Achmad, 2013
Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Kebijakan tersebut sepertinya hanya mempersiapkan pusara bagi
kematian eksistensi individu yang senyatanya tidak mendapatkan ruang gerak
untuk mengekspresikan eksistensi kediriannya. Wajar saja jika cita-cita untuk
melahirkan dan memiliki peserta didik yang cerdas secara teoretis dan terampil
dalam aplikasi akan tetap bergantung di langit kehidupan bangsa Indonesia,
karena praktik pembungkaman eksistensi tidak pernah diatasi, namun semakin
dipertegas dengan kebijakan yang justru membunuhnya.
Fenomena realistis tersebut harus segera diperbaiki guna memuluskan
proses perwujudan cita-cita pendidikan yang menghasrati lahirnya sosok
manusia terdidik yang cerdas secara teoretis dan terampil secara praktis.
Idealnya, upaya perbaikan dimaksud harus diawali dengan menata ulang
bangunan pemaknaan dan pemahaman tentang peserta didik sebagai manusia
yang berkebebasan individual. Pemaknaan ini menjadi sebuah kemestian
pemahaman bagi semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan, khususnya
tenaga pendidik.
Sebagai pihak yang secara formal terlibat langsung dalam pelaksanaan
pendidikan, tenaga pendidik berkeharusan mengenali sekaligus membangunkan
kesadaran peserta didiknya akan makna kebebasan yang menjadi keazalian
individual mereka. Selanjutnya, pemaknaan dan pemahaman ini menjadi
motivator bagi tenaga pendidik untuk selalu menghargai kebebasan individual
peserta didiknya, seperti mereka menghargai diri sendiri (Kneller, 1971: 72-73).
Penghargaan atas kebebasan sebagai makhluk individual akan
Firdaus Achmad, 2013
Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
didik dalam menjalani pelaksanaan proses pendidikan secara aktif dan dinamis.
Kebebasan eksistensial merupakan perwujudan dari proses ‘menjadi’ nya peserta
didik sebagai makhluk individual. Di dalam kata ‘menjadi’ itu sendiri
terkandung makna ‘perpindahan’ dari situasi ‘kemungkinan’ kepada sebuah
situasi ‘kenyataan’ (Harun, 1980 : 124).
Pemaknaan manusia, sebagai makhluk individual yang senantiasa
bereksistensi dalam proses menjadi, telah diperikan secara unik dan menarik
oleh seorang filsuf berkebangsaan Denmark, Søren Aabye Kierkegaard (1813–
1855) (Tafsir, 2009: 58). Bermula dari hasil refleksi terhadap lintasan kehidupan
yang telah dilalui serta dialaminya, Kierkegaard membangun pemikiran
kefilsafatan tentang makna manusia dan makna keberadaan dalam semesta
kehidupan. Gagasan pemikirannya tentang makna keberadaan manusia
mengkristal menjadi aliran filsafat yang dikenal dengan ‘eksistensialisme.’
Sebagai bapak filsafat eksistensial, Kierkegaard memahamkan, bahwa
esensi (hakikat) dari manusia itu adalah individu yang bereksistensi.
Menurutnya, individu merupakan makhluk yang konkret dan autentik.
Sementara manusia hanyalah sebuah abstraksi dan universalisasi dari individu
yang bereksistensi. Pemaknaan ini ia ungkapkan sebagai bentuk kritik terhadap
pemikiran idealisme pada Hegel (1770 – 1831).
Kierkegaard memberikan penekanan pada makna ‘konkret’ dan
‘autentik’ dalam memaknai eksistensi bagi individu. Menurutnya, konkresitas
dan autentisitas adalah sebuah keazalian individual. Untuk menjaga keazalian
Firdaus Achmad, 2013
Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
kata lain, ‘menjadi subjektif’ merupakan sebuah kemestian individual. Individu
sebagai manusia subjektif merupakan titik poros dari kehidupan, karena hanya
individu yang senyatanya konkret serta autentik dalam kehidupan (Kierkegaard, 1946: 134).
Realitas fenomenal berikut realitas kontekstual dalam paparan tersebut di
atas telah mengusik daya tarik penulis untuk berpikir secara kritis dan radikal
guna selanjutnya membangun sebuah pemikiran paradigmatis tentang
pendidikan, yang sejatinya berperan memanusiakan manusia. Kajian kritis
dimaksud penulis lakukan dalam wilayah pemahaman dan pemaknaan filsafat
pendidikan dengan menjadikan eksistensialisme Søren Aabye Kierkegaard
sebagai cermin bagi upaya refleksi.
B. Identifikasi Masalah
Pendidikan merupakan salah satu lembaga budaya yang terlahir dari
aktivitas kehasratan manusia untuk menyibak misteri semesta jagad raya.
Ketersibakan misteri semesta jagad raya akan memperluas ruang bagi manusia
untuk mengeskpresikan eksistensi dirinya sebagai makhluk yang memiliki
keunggulan rasional dibanding makhluk lain. Keunggulan rasional ini yang
menjadi modal utama bagi manusia dalam menata bangunan peradaban
kehidupannya.
Sebagai lembaga budaya yang terlahir dari rahim aktivitas kehasratan
makhluk rasional, pendidikan memiliki peran penting dalam menjaga dan
Firdaus Achmad, 2013
Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
wilayah sosial. Proses pendewasaan diri dalam bingkai pendidikan pada
dasarnya merupakan formalisasi dari upaya adaptasi manusia dengan realitas
kesemestaan jagad raya, yang berisikan aktivitas mencari, menemukan,
membaca, menafsirkan dan kemudian menindaklanjuti.
Kedewasaan diri yang menjadi target pendidikan ditujukan pada
manusia dalam posisi sebagai individu. Hal ini berdasarkan pertimbangan logis,
bahwa kedewasaan individu akan menjadi energi utama dalam membangun
kedewasaan sosial. Oleh karenanya, idealitas sebuah rancangan pendidikan akan
berorientasi pada kepentingan pemberian ruang bagi individu untuk
mengekspresikan eksistensi kediriannya melalui aktivitas formal kependidikan.
Pendidikan yang berorientasi pada kehasratan untuk memperluas ruang
eksistensi individu akan menjadi bangunan budaya yang kokoh manakala
memiliki pondasi yang kuat dan mengakar. Pondasi dimaksud bersendikan
pilar-pilar: kajian ontologis, kajian epistemologis dan kajian aksiologis. Ketiga
pilar ini memiliki peran urgen yang berbeda. Kajian ontologis berperan
memperkokoh argumen-argumen logis-historis bagi rancangan program
pendidikan; kajian epistemologis dibutuhkan untuk memastikan ketepatan
rajutan metodis atas setiap tindakan kependidikan; dan kajian aksiologis menjadi
urgen dalam mengawal upaya perumusan serta aplikasi nilai-nilai kependidikan.
Bangunan pendidikan yang tidak berpijak di atas pondasi ontologis yang
jelas dan kuat akan mudah terombang ambing dalam suasana inkonsistensi
program. Kondisi ini pada akhirnya menjadi pemicu untuk menjadikan
Firdaus Achmad, 2013
Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
pendidikan. Di sisi lain, letupan-letupan problematika kehidupan selalu terasa
menarik untuk dijadikan sebagai tema yang memberikan inspirasi dalam
merancang muatan dan orientasi pendidikan. Perubahan kurikulum berdasar
pada keinginan temporal yang bersumber dari pembacaan singkat atas animo
kehidupan masyarakat, merupakan realitas dunia pendidikan nasional yang
senyatanya mengabaikan pondasi ontologis. Salah satu bukti nyata dari
pengabaian pondasi ontologis adalah, dimasukkannya bahasa Inggris sebagai
mata pelajaran muatan lokal di beberapa daerah.
Un-seriousness (kekurangseriusan) para perancang sistem pendidikan
dalam mengkaji dan menempatkan landasan epistemologis hanya akan
menciptakan celah instabilities (ketidakstabilan) metodis pada setiap rancangan
program pendidikan. Kondisi seperti ini berpeluang melahirkan inaccuracies
(ketidakajegan) metodis, dimana kepentingan penyajian materi belum
sepenuhnya dapat difasilitasi oleh metode pembelajaran yang digunakan.
Selanjutnya, konsekuensi logis – realistis yang sangat mungkin terjadi adalah,
neglectedness (keterabaian) ilmu pengetahuan dan keterampilan materi
pendidikan. Dominasi sajian teoretis dalam proses pembelajaran yang kurang
diimbangi dengan aplikasi praktis atau praktik keterampilan, menjadi bukti
lemahnya landasan epistemologis pada bangunan pendidikan nasional.
Demikian pula dengan penggunaan evaluasi dalam proses pembelajaran, yang
idealnya ditujukan untuk membaca kualitas pembelajaran, justru lebih sering
Firdaus Achmad, 2013
Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
lagi, hasil evaluasi justru dijadikan alasan untuk mengklasifikasikan peserta
didik ke dalam kelompok-kelompok tertentu.
Pada bagian lain, insensitivities (kekurangpekaan) para perancang sistem
pendidikan dalam membaca dan memahami berbagai fenomena kehasratan
manusia untuk mengekpresikan eksistensi kediriannya, akan berkonsekuensi
logis pada rapuhnya penataan landasan aksiologis dari bangunan pendidikan.
Jika hal ini terjadi, maka hampir dapat dipastikan betapa kaburnya lintasan arah
orientasi dari tujuan pendidikan yang dikehendaki. Ketidakpastian target
capaian pendidikan terlihat dalam rumusan tujuan pendidikan yang terdapat
dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Wajar saja, jika dalam
proses pelaksanaannya pendidikan di Indonesia sering mengalami perombakan,
dan secara temporal mengikuti hembusan angin kehasratan sesaat dari
kehidupan masyarakat.
Pengabaian terhadap ketiga pilar pondasi tersebut di atas akan berakibat
pada kerapuhan bangunan pendidikan, yang senyatanya merupakan kebutuhan
substansial manusia. Bangunan pendidikan yang rapuh tentunya tidak akan
mampu menampung dan memfasilitasi perkembangan dialogis dari muatan
nilai-nilai kebaikan dan kebenaran yang dihasrati oleh manusia. Disadari atau
tidak, nilai-nilai positif dimaksud akan terpinggirkan (marginalized) oleh kondisi
pendidikan yang rapuh. Marginalization (keterpinggiran) ini dengan sendirinya
akan membentangkan absurditas (kekaburan) makna dan peran manusia sebagai
Firdaus Achmad, 2013
Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Absurditas (kekaburan) pemaknaan tentang manusia dalam dunia
pendidikan nasional bermula dari rumusan tujuan pendidikan yang tertera
dalam undang-undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003. Dari
aspek kebahasaan, susunan kalimat dalam rumusan tujuan pendidikan nasional,
tidak sesuai dengan aturan logika, khususnya yang terkait dengan kaedah
klasifikasi. Sementara di sisi lain, muatan dalam rumusan tersebut tidak
menggambarkan adanya pertimbangan nilai-nilai ontologis, epistemologis dan
aksiologis.
Ketidakutuhan makna manusia, sebagai bentuk absurditas (kekaburan)
pemaknaan, ikut diperparah oleh paradigma positivisme yang telah sejak lama
bersemayam dalam ruang pendidikan nasional. Dengan paradigma positivistik,
kompetensi manusia – peserta didik – ditentukan berdasar rentangan
angka-angka yang lebih dominan ditujukan untuk menilai aspek rasionalnya.
Sementara, aspek lainnya, seperti: aspek emosional, spiritual, dan fisikal, hampir
tidak tersentuh. Interpretasi ini lah yang kemudian membidani pemaknaan
manusia hanya sebagai komunitas atau kerumunan, dan bukan sebagai individu
unik.
C. Fokus Penelitian
Pemaknaan yang berkonsekuensi pada perlakuan terhadap manusia,
yang memiliki kebebasan berekspresi sebagai makhluk individu unik dalam
dunia pendidikan, menjadi fokus kajian dalam penelitian ini. Fokus ini penulis
Firdaus Achmad, 2013
Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
(1813–1855) yang memahamkan, bahwa manusia adalah individu yang
bereksistensi.
Penggunaan paradigma eksistensialisme Kierkagaard, sebagai objek
formal penelitian, untuk kepentingan penelitian ini lebih penulis arahkan pada
upaya mengkritisi secara radikal pemahaman dan perlakuan dunia pendidikan
yang hingga saat ini masih memposisikan manusia sebagai realitas kerumunan
atau komunitas. Oleh karenanya, guna memberikan kejelasan arah kajian atas
fokus masalah penelitian, penulis menetapkan pertanyaan-pertanyaan
penelitian, sebagai objek material penelitian yang hendak dibaca, ditafsir dan
kemudian direfleksikan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pemaknaan tentang manusia sebagai makhluk individual
dalam Eksistensialisme Søren Aabye Kierkegaard.
2. Bagaimanakah pemaknaan tentang manusia dalam Sistem Pendidikan di
Indonesia.
3. Bagaimanakah paradigma pendidikan yang berbasis pengembangan
nilai-nilai individual.
D. Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini penulis lakukan dengan tujuan untuk
melahirkan sekaligus membangun paradigma baru dalam ruang kajian filsafat
pendidikan yang memaknai manusia sebagai individu dalam pelaksanaan
pendidikan. Paradigma ini penulis harapkan dapat melandasi sebuah bangunan
Firdaus Achmad, 2013
Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
menghadirkan manusia sebagai individu unik. Upaya untuk memenuhi capaian
tujuan tersebut penulis awali dengan melakukan refleksi kritis terhadap peran
serta makna manusia dalam sistem pendidikan nasional.
Sementara, secara khusus penelitian ini penulis tujukan untuk
mengungkap sekaligus mendeskripsikan tentang:
1. Refleksi kritis pemikiran eksistensialisme Søren Aabye Kierkegaard
tentang manusia sebagai makhluk individual.
2. Kajian kritis tentang pemaknaan manusia dalam sistem pendidikan di
Indonesia.
3. Pemikiran kritis berbentuk paradigma tentang pendidikan yang
berbasis pada pengembangan nilai-nilai individual.
E. Manfaat dan Signifikansi Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat keilmuan praktis
dalam memahami, memaknai sekaligus memperlakukan manusia, dalam
pelaksanaan pendidikan, sebagai makhluk individu yang memiliki kebebasan
bereksistensi. Pemikiran kependidikan yang menghargai manusia, dalam
kapasitasnya sebagai individu, sangat berpotensi untuk menciptakan ruang bagi
bereksistensinya masing-masing individu sebagai peserta didik, karena individu
yang unik merupakan sebuah keniscayaan atau hakikat dari makhluk bernama
Firdaus Achmad, 2013
Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Dengan memaknai dan memperlakukan peserta didik sebagai individu
yang unik dan memiliki kebebasan eksistensial, pendidikan sudah meniscayakan
sekaligus menghargai perbedaan yang tidak seharusnya disamakan pada setiap
peserta didik. Perbedaan eksistensial dimaksud akan memberikan kesempatan
pada peserta didik, sebagai individu, untuk mencapai kesuksesan aktualitasnya
tanpa harus tereduksi oleh aktualitas peserta didik lain yang senyatanya
berbeda.
Penelitian yang penulis lakukan merupakan bentuk kajian kritis dalam
wilayah filsafat pendidikan. Hal ini tampak pada paradigma pemikiran yang
penulis gunakan sebagai objek formal penelitian yang bersumber dari pemikiran
filsafat, yakni eksistensialisme Søren Aabye Kierkegaard. Pada satu sisi, kajian
kritis kefilsafatan dibutuhkan untuk kepentingan evaluasi terhadap pelaksanaan
sistem pendidikan nasional. Sementara di sisi lain, kajian seperti ini akan
menjadi inspirasi bagi terlahirnya paradigma alternatif tentang sistem
pendidikan yang potensial memperluas ruang gerak manusia sebagai individu
dalam proses mengaktualisasikan keunikan dirinya.
Upaya mengkritisi berbagai paradigma pendidikan dengan tujuan untuk
memperkokoh landasan ontologis, epistemologis dan aksiologisnya, sekaligus
melahirkan paradigma alternatif, merupakan aktivitas rutin dari para pemerhati
pendidikan, khususnya yang secara sadar telah menempatkan diri ke dalam
ruang kajian kefilsafatan. Penelitian ini merupakan bukti betapa penulis
berusaha berpikir dan bersikap konsisten dengan konsentrasi studi yang dipilih,
Firdaus Achmad, 2013
Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu F. Sistematika Penulisan
Penelitian ini penulis paparkan dalam tebaran 5(lima) bab, dimana
masing-masing bab berisikan kajian yang mengacu pada fokus penelitian.
Keterpautan antara bab yang satu dengan bab lainnya, secara sistemik dan
sistematik, menjadi gambaran dari kehasratan penulis dalam menata bangunan
pemikiran tentang paradigma pendidikan yang memaknai serta menghadirkan
manusia sebagai individu unik. Paradigma pendidikan ini secara radikal penulis
paparkan pada Bab IV.
Bab I penelitian ini berisikan argumentasi empiris – rasional yang
melatari pemikiran penulis dalam mengangkat tema penelitian. Latar pemikiran
tersebut kemudian menjadi dasar bagi penulis dalam merumuskan fokus
penelitian. Objek material penelitian, berupa tema-tema utama kajian yang
sudah dirumuskan, penulis analisis dengan berpandukan pada bangunan
kerangka teori dan hasil kajian pustaka tentang pemikiran eksistensialisme
Kierkegaard, sebagai objek formal penelitian. Kejelasan arah penelitian penulis
ungkapkan dalam rumusan tujuan, manfaat dan signifikansi penelitian yang
menjadi bagian akhir dari paparan Bab I.
Secara sistematis, Bab I yang merupakan bagian Pendahuluan dari
keseluruhan penelitian, berisikan: Latar Pemikiran; Identifikasi Masalah; Fokus
dan Persoalan Penelitian; Tujuan Penelitian; Manfaat dan Signifikansi Penelitian;
dan Sistematika Penulisan. Keseluruhan isi dalam Bab I ini menjadi acuan dan
Firdaus Achmad, 2013
Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Bab II penelitian ini terdiri dari 2(dua) bagian, A dan B. Bagian A
mendeskripsikan pemikiran eksistensialisme Søren Aabye Kierkegaard tentang
eksistensi manusia. Hasil pembacaan dan penafsiran dari bagian ini kemudian
penulis tafsirkan secara kritis. Hasil tafsiran dimaksud penulis paparkan pada
bagian B. Bab II bagian A dan B selanjutnya menjadi objek formal penelitian
yang penulis gunakan untuk membaca serta menafsirkan realitas Sistem
Pendidikan Nasional yang termuat dalam Bab IV bagian A.
Secara rinci, Bab II yang penulis beri judul Individu dalam
Eksistensialisme Kierkegaard, terdiri dari dua bagian. Bagian pertama berisikan
paparan pemikiran Kierkegaard tentang eksistensi manusia dengan judul
Manusia adalah Individu yang Bereksistensi. Bagian ini terdiri dari empat tema
pemikiran, yaitu: Pengalaman Hidup Reflektif; Individu sebagai Autentisitas
Kedirian Manusia; Individualisasi sebagai Makhluk konkret; dan Subjektivitas
adalah Kemestian individual.
Bagian kedua berisikan hasil pembacaan dan penafsiran penulis terhadap
pemikiran Kierkagaard tentang eksistensi manusia. Berjudul Potensi Kedirian
Individual sebagai Hasil Penafsiran atas Eksistensialisme Kierkegaard, bagian
kedua ini terdiri dari lima tema pemikiran, yaitu: Potensi Fisikal; Potensi
Rasional; Potensi Emosional; Potensi Spiritual; dan Potensi Metafisikal.
Bab III berisikan paparan tentang metodologi penelitian yang penulis
gunakan dalam merancang, membaca, menafsirkan serta merefleksikan realitas
historis – rasional pada Bab II. Berdasarkan pada kebutuhan tema penelitian
Firdaus Achmad, 2013
Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
(library research), isi paparan Bab III ini penulis sesuaikan dengan kaidah atau
ketentuan dalam metode hermeneutika yang penulis gunakan.
Secara rinci, paparan dalam Bab III penelitian ini menguraikan tentang:
Metode dan Pendekatan Penelitian; Model dan Jenis Metode Penelitian; Sumber
Data; Proses dan Tahapan Penelitian. Pada bagian akhir BAB III, penulis juga
memaparkan bangunan definisi konseptual tentang tema penelitian dengan
tujuan untuk memperjelas maksud dari tema tersebut.
Bab IV berisikan paparan tentang hasil kajian reflektif penulis, dengan
berdasar pada objek formal yang termuat dalam Bab II bagian A beserta hasil
tafsirannya yang penulis deskripsikan pada Bab II bagian B. Hasil kajian reflektif
tersebut penulis paparkan ke dalam tiga bagian. Bagian A berisikan paparan
tentang idealitas Sistem Pendidikan Nasional yang merupakan objek material
penelitian dan selanjutnya penulis tafsirkan secara reflektif. Bagian B memuat
paparan hasil refleksi terhadap pemaknaan tentang manusia dalam realitas
Sistem Pendidikan Nasional. Bagian C berisikan refleksi abduktif yang penulis
sajikan sebagai tawaran pemikiran paradigmatik setelah melakukan kajian
reflektif kritis terhadap objek material penelitian.
Paparan Bab IV yang berjudul Individualisasi Dalam Pendidikan terdiri
dari tiga bagian. Bagian pertama berjudul Eksistensi Individu dalam Sistem
Pendidikan Nasional, berisikan paparan tentang; Undang-undang sebagai
Sumber Kebijakan; Hasrat Capaian dan Fenomena Perubahan Kurikulum.
Bagian kedua berjudul Individu dan Realitas Pendidikan Nasional, berisikan
Firdaus Achmad, 2013
Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Pendidikan dan Pencitraan Individu dalam Problem Moral Sosial. Bagian ketiga
berjudul
Individualisasi Pendidikan sebagai Tawaran Pemikiran
Paradigmatik, berisikan paparan konseptual tentang:
Manusia sebagaiIndividu yang Berkesadaran; Pendidikan sebagai Realisasi Kedirian Individu;
Pendidikan Eksistensial; dan Pendidikan Karakter Berparadigma Kesadaran
Eksistensial
Bab V merupakan bagian penutup yang berisikan simpulan dari kesemua
proses penelitian. Bab V penulis akhiri dengan memberikan sumbang saran atau
rekomendasi dalam bentuk refleksi kritis dengan berdasar pada hasil kajian dari
proses penelitian yang telah penulis lakukan.
Sistemisasi keseluruhan bagian dalam penelitian ini penulis deskripsikan
dalam bentuk struktur penulisan, sebagaimana tampak pada bagan 1.1 sebagai
berikut:
Bagan 1.1
STRUKTUR PENULISAN
BAB IV
Refleksi Pemikiran atas Hasil Pembacaan
BAB I
Dasar dan arah bagi keseluruhan bagian tulisan
Makna dan peran Pendidikan dalam memanusiakan manusia.
Interpretasi umum atas realitas kependidikan.
Keterpautan problematika moral dan aktivitas kependidikan.
Sepintas Pemikiran Kierkegaard sebagai dasar postulat kritis.
EKSISTENSIALISME KIERKEGAARD: Autentisitas Manusia. Makhluk Konkret. Kemestian Subjektivitas.
POTENSI KEDIRIAN INDIVIDU:
Fisikal – Rasional – Emosional – Spiritual – Metafisikal.
BAB II
Objek Formal
BAB III
Firdaus Achmad, 2013
Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Firdaus Achmad, 2013
Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODOLOGI
A. Metode dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan aktivitas refleksi kritis yang berada dalam
wilayah keilmuan filsafat. Oleh karenanya, metode yang digunakan untuk
melakukan proses kerja penelitian haruslah metode yang akrab dan dapat
mewadahi kehasratan pemikiran filosofis penulis dalam mengkaji tema
penelitian. Proses kerja dalam penelitian ini berisikan aktivitas pembacaan,
aktivitas pemaknaan, serta aktivitas penafsiran, yang kesemuanya penulis
arahkan untuk menyibak tabir fenomena realistis dari dunia pendidikan dan
juga fenomena teks dari pemikiran eksistensialisme Kierkegaard.
Untuk kepentingan aktivitas kerja penelitian tersebut, penulis
menggunakan metode Hermeneutika.1) Secara metodis, setiap penggunaan
hermeneutika sebagai metode kajian, senantiasa diarahkan pada upaya untuk
mengungkap makna yang terkandung dalam berbagai discursive action (tindakan
berwacana). Dalam penelitian ini penulis tujukan untuk mengungkap makna
manusia dalam kandungan Sistem Pendidikan Nasional.
1) Hermeneutika (Inggris: Hermeneutics) merupakan metode yang sangat akrab di dunia
filsafat. Secara etimologis, istilah hermeneutika berasal dari bahasa Latin: hermeneuine atau dalam bahasa Yunaninya hermeneia dengan arti, ‘menafsirkan’ atau ‘penafsiran.’ Makna ini diasosiasikan kepada nama dewa dalam mitologi Yunani, yakni dewa HERMES (Hermeios), dewa yang bertugas menyampaikan dan menerjemahkan pesan dari penguasa semesta jagad raya ke dalam bahasa manusia. Peran dewa penafsir seperti ini juga dikenal dalam mitologi Mesir, yakni pada dewa Theth. Karena perannya sebagai penyampai sekaligus penafsir pesan, maka ia biasa
Firdaus Achmad, 2013
Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Ada tiga argumentasi logis yang mendasari penulis menggunakan
metode hermeneutika untuk kepentingan penelitian ini, yaitu: Pertama,
penelitian yang penulis lakukan berbentuk library research, dimana dalam proses
kerjanya memestikan penulis berkomunikasi dengan sejumlah wajah teks, yakni
teks tentang riwayat hidup dan pemikiran eksistensi dari Søren Aabye
Kierkegaard, serta teks tentang Sistem Pendidikan Nasional yang termuat dalam
undang-undang. Kebutuhan akan kemestian dimaksud dapat terpenuhi dengan
penggunaan metode hermeneutika.
Kedua, tema kajian dalam penelitian ini merupakan serpihan dari
bangunan ilmu-ilmu pengetahuan sosial kritis. Secara metodis, kajian terhadap
tema-tema berwacana ilmu-ilmu pengetahuan sosial kritis membutuhkan sebuah
metode yang di dalamnya terkandung interest (kehasratan) berjenis emansipasi
(Habermas, 1971: 77).2) Jenis interest (kehasratan) ini merupakan salah satu
muatan yang terkandung di dalam metode hermeneutika.
Ketiga, isu utama yang penulis hasrati dari tema penelitian ini berkaitan
dengan tindakan anggota kelompok sosial, yakni tentang pemaknaan dan sikap
terhadap manusia dalam dunia pendidikan di Indonesia. Pada umunya tindakan
tersebut berlandas pada interpretasi yang bersumber dari norma tertentu,
2) Interest (kehasratan) emansipasi dimaksudkan oleh Habermas sebagai intensionalitas
Firdaus Achmad, 2013
Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
sehingga segala bentuk tindakan dapat ditafsirkan sebagai pemenuhan atau
aplikasi dari norma yang diberlakukan (Habermas, 1987: 23).3)
Selanjutnya, untuk memenuhi kebutuhan proses kerja kontekstualisasi
terhadap teks-teks dimaksud di atas, penulis memilih readerly sebagai approach
system (pendekatan) penelitian.4) Penggunaan readerly juga ditujukan untuk
memperluas ruang kebebasan bagi penulis dalam melakukan aktivitas
penafsiran. Hal ini sesuai dengan karakter readerly sebagai sebuah approach
system (pendekatan) yang berisikan penjelasan, bahwa: pertama, kuasa
penafsiran ada pada penafsir; kedua, eksistensi penafsir dalam ruang kebebasan
menghentikan gerak langkah penutur; dan ketiga, penafsiran bermakna proses
kontekstualisasi yang membidani lahirnya makna kontekstual (McCarthy, 1978:
23).
B. Model dan Jenis Metode Penelitian
Deskripsi tentang ketiga argumentasi logis dari penggunaan metode
penelitian di atas sekaligus menjelaskan tentang argumen pemilihan model dan
jenis hermeneutika yang penulis gunakan. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan model hermeneutika kritis yang bersumber dari pemikiran kritis
3)
Habermas membagi tindakan manusia ke dalam empat bentuk, yaitu: tindakan Teologis, yang menitikberatkan pentingnya sebuah keputusan, sehingga keseluruhan proses pemikiran dirancang untuk melahirkan dan menjaga sebuah keputusan; tindakan Normatif, yang sarat dengan pemahaman, bahwa tindakan adalah pemenuhan atau penunaian norma; tindakan Dramaturgik, yang mengedepankan peran penampilan diri sebagai unsur terpenting dalam menawarkan sebuah tindakan; tindakan Komunikatif, yang menjadikan interpretasi sebagai inti dari sebuah tindakan.
4)
Firdaus Achmad, 2013
Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Jürgen Habermas (1929).5) Hermeneutika kritis Habermas menegaskan, bahwa
dalam proses penafsiran dibutuhkan pemahaman tentang makna yang mampu
mengartikulasikan relasi simbol-simbol sebagai hubungan antarfakta. Proses
penafsiran merupakan aktivitas rekonstruksi makna berdasarkan
hubungan-hubungan formal (Habermas, 1974: 82).
Keterpautan antara pengalaman penulis sebagai tenaga pendidik dan
juga latar keilmuan di bidang kajian filsafat, dengan tema penelitian, menjadi
alasan utama digunakannya model hermeneutika kritis. Hal ini sesuai dengan
salah satu kaidah dalam hermeneutika kritis yang mempersyaratkan adanya
keterlibatan pengalaman serta pengetahuan penafsir dalam aktivitas penafsiran
(McCarthy, 1987: 46).
Sementara itu, untuk kepentingan pengembangan wacana kritis dalam
penelitian, penulis menggunakan jenis philosophical hermeneutics (hermeneutika
filosofis). Jenis hermeneutika ini menitikberatkan pada proses dan hasil
pemahaman yang dilakukan oleh penggunanya (Palmer, 1969: 35).6) Penggunaan
philosophical hermeneutics sekaligus menjelaskan nuansa kajian yang penulis
lakukan dalam penelitian ini, yakni filsafat.
5) Dalam tradisi filsafat terdapat 8 model hermenutika, dimana masing-masing model
diidentikkan dengan pola pikir yang dikembangkan oleh filsuf tertentu. Kedelapan model dimaksud adalah: 1. Hermeneutika Romantis pada Schleiermacher; 2. Hermeneutika Metodis pada Wilhelm Dilthey; 3. Hermeneutika Dialektis pada Martin Heidegger; 4. Hermeneutika Fenomenologis pada Edmund Husserl; 5. Hermeneutika Dialogis pada H.G. Gadamer; 6. Hermeneutika Kritis pada Jürgen Habermas; 7. Hermeneutika Naratif pada Paul Ricoeur; dan 8. Hermeneutika Rekonstruktif pada Jacques Derrida.
6) Palmer mengklasifikasikan hermeneutika ke dalam enam jenis, yaitu: Exegesis, jenis
Firdaus Achmad, 2013
Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Kajian yang bernuansa filsafat berlandaskan pada karakteristik pola pikir
filosofis, yaitu: kritis, radikal, koherensif, dan spekulatif. Pola pikir kritis
bertujuan untuk melahirkan pemahaman yang clearly (jelas) dan distinctly
(terpisah dari kepalsuan). Dalam penelitian ini, pola pikir kritis penulis terapkan
dengan senantiasa mengajukan berbagai pertanyaan tentang eksistensi manusia
dalam ruang penafsiran eksistensialisme Søren Aabye Kierkegaard, yang
menjadi objek formal penelitian, dan juga tentang makna eksistensi manusia
dalam ruang sistem pendidikan di Indonesia, yang merupakan objek material
penelitian. Setiap jawaban yang muncul penulis jadikan sebagai dasar untuk
pengajuan pertanyaan berikutnya. Proses tersebut penulis lakukan secara terus
menerus hingga tidak ditemukan lagi pertanyaan yang layak untuk
dipertanyakan.
Selanjutnya, penerapan pola pikir radikal bertujuan untuk membongkar
dan mengurai struktur dari sebuah bangunan pemahaman guna menyentuh
sudut esensial (hakikat) dari pemahaman tersebut. Pola pikir ini penulis terapkan
melalui proses pembacaan dan penafsiran terhadap latar pemikiran
eksistensialisme Kierkegaard. Di samping itu, penulis juga melakukan kajian
mendalam terhadap muasal dari pemaknaan tentang manusia dalam sistem
pendidikan di Indonesia, dengan melakukan penelusuran terhadap historisitas
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang berlaku.
Sementara, penerapan pola pikir koherensif bertujuan untuk merajut
keterhubungan makna-makna yang berhamparan dalam semesta penafsiran.
Pola pikir ini penulis terapkan melalui kajian korelatif terhadap pemikiran
Firdaus Achmad, 2013
Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Kajian serupa juga penulis lakukan terhadap pemaknaan tentang manusia dalam
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional dengan kurikulum pendidikan
yang diberlakukan.
Penerapan pola pikir terakhir adalah pola pikir spekulatif yang bertujuan
untuk merangkum hasil kajian, dari aplikasi ketiga pola pikir sebelumnya, baik
tentang eksistensi manusia dalam eksistensialisme Kierkegaard, maupun tentang
eksistensi manusia dalam sistem pendidikan di Indonesia. Rangkuman hasil
kajian tersebut selanjutnya penulis rumuskan menjadi simpulan bagi
keseluruhan kajian yang telah penulis lakukan. Simpulan dimaksud bersifat
spekulatif, dalam artian sementara dan terbuka bagi kritik pembanding, dalam
ruang dialogis.
C. Sumber Data
Sumber data untuk penelitian ini penulis kelompokkan ke dalam dua
bagian, yaitu sumber data untuk kepentingan objek formal dan sumber data
untuk kepentingan objek material. Penulis tidak membedakan sumber data ke
dalam kelompok primer atau utama dan skunder atau pendukung, karena dalam
penggunaan metode hermeneutika kritis dengan pola pikir koherensif, semua
sumber data menjadi penting untuk dibaca dan ditafsirkan.
Untuk kepentingan objek formal penelitian, kesembilan karya dari Søren
Aabye Kierkegaard menjadi sumber data yang penulis kaji dan tafsirkan.
Firdaus Achmad, 2013
Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
1. Attack Upon Christendom, dialihbahasakan oleh Walter Lowrie, dan
diterbitkan pada tahun 1946 oleh Princeton University Press, New Jersey;
2. Philosophycal Fragments, dialihbahasakan oleh David F. Swenson, dan
diterbitkan pada tahun 1946 oleh Princeton University Press, New Jersey;
3. Point of View, dialihbahasakan oleh Walter Lowrie, dan diterbitkan pada
tahun 1950 oleh Oxford University Press, London;
4. Fear and Trembling and Sickness Unto Death, dialihbahasakan oleh Walter
Lowrie, dan diterbitkan pada tahun 1954 oleh Doubleday Press, New
York;
5. The Journals of Søren Kierkegaard, dialihbahasakan serta diedit oleh
Alexander Dru, dan diterbitkan pada tahun 1958 oleh Collins Press,
London;
6. Either/Or, Vol. 1, dialihbahasakan oleh David F. Swenson bersama Lillian
Marvin Swenson, dan diterbitkan pada tahun 1959 oleh Princeton
University Press, New Jersey;
7. The Present Age, dialihbahasakan oleh Alexander Dru, dan diterbitkan
pada tahun 1962 oleh Collins Press, London;
8. Either/Or, Vol. 2, dialihbahasakan oleh Walter Lowrie, dan diterbitkan
pada tahun 1972 oleh Princeton University Press, New Jersey;
9. Concluding Unscientific, Postcript, dialihbahasakan oleh David F. Swenson,
dan diterbitkan pada tahun 1974 oleh Princeton University Press, New
Firdaus Achmad, 2013
Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Selain kesembilan karya Kierkegaard tersebut, penulis juga menjadikan
beberapa literatur lain, yang berisikan komentar terhadap pemikiran
Kierkegaard, sebagai sumber data. Literatur-literatur dimaksud antara lain
adalah:
1. A Kierkegaard Anthology, karya Robert Bretall, diterbitkan pada 1951 oleh
Princeton University Press di New Jersey;
2. Existentialism: Soren Kierkegaard, Jean-Paul Sartre, Albert Camus, karya
Vincent Martin dan diterbitkan pada 1962 oleh Thomist Press di
Washington D.C.;
3. The Phenomenology of Mood in Kierkegaard, karya Vincent A. McCharthy
dan diterbitkan pada 1978 oleh The Hague Press di Boston;
4. Perjumpaan dalam Dimensi Ketuhanan, Kierkegaard & Buber, karya
Margaretha Paulus dan diterbitkan pada 2006 oleh Wedatama Widya
Sastra di Jakarta.
Selanjutnya, untuk kepentingan objek material penelitian, penulis
melakukan pembacaan dan penafsiran terhadap Undang-undang RI nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Proses pembacaan penulis awali
dengan melacak jejak keterhubungan undang-undang ini dengan UU RI nomor 2
tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan UU RI nomor 4 tahun 1950
tentang Pokok-pokok Pengajaran dan Pendidikan. Asumsi logis yang mendasari
penulis dalam menentukan sumber data ini adalah, keberadaan dan peran
Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 sebagai landasan sekaligus payung
Firdaus Achmad, 2013
Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Selain bersumber dari Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003, proses
pengayaan makna untuk kepentingan objek material juga penulis ambil dan kaji
dari beberapa sumber peraturan terkait, seperti: Undang-Undang RI nomor 14
tahun 2005, tentang Guru dan Dosen; dan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia nomor 19 tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan.
Keterhubungan metodis antara objek formal penelitian dengan objek
material penelitian penulis gambarkan dalam bentuk bagan sebagai berikut:
Bagan 10.3
ALUR PIKIR BANGUNAN PARADIGMA
IDENTIFIKASI EMPIRIS SISDIKNAS
Absurditas landasan: ontologis – aksiologis – epistemologis.
Dis-orientasi.
Dis-integrasi capaian.
Individu dipahamkan sebagai komunitas
PARADIGMA
EKSISTENSIALISME
KIERKEGAARD:
Individu yang bereksistensi
Individu unik.
Individu konkret.
Kemestian subjektif
Makhluk Dimensional
Makhluk Potensial IDENTIFIKASI RASIONAL
SISDIKNAS
Dominasi positivisme
Internalisasi prestise politis pemerintah.
Arah kebijakan beralur
top down.
REALITAS KEHIDUPAN BANGSA
Trend Korupsi
Budaya tauran
Konsumen Narkoba – Miras
Tindak kriminal
EKSPEKTASI INDIVIDUALISASI PENDIDIKAN
Eksternalisasi core virtues
dari kedirian individu
Potensialitas ke aktualitas
Menjadi diri berkesadaran
Memiliki Good character
Individu utuh
REKONSTRUKSI SISTEM:
Penguatan landasan
Kejelasan orientasi kebijakan hasrat
Siswa sebagai individu
Alur kebijakan buttom up
REKONSTRUKSIMORAL SOSIAL:
Pendidikan Karakter berparadigma kesadaran eksistensial
Maksimalisasi core virtues kedirian individu dalam lingkungan santun
Firdaus Achmad, 2013
Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
D. Proses dan Tahapan Penelitian
Proses kerja dalam penelitian yang menggunakan metode hermeneutika
ini penulis mulai dengan melakukan aktivitas tafsir terhadap dua jenis objek.
Aktivitas tafsir pertama penulis lakukan terhadap objek berupa realitas teks yang
berisikan pemikiran Søren Aabye Kierkegaard (1813–1855) tentang eksistensi
manusia. Aktivitas tafsir kedua penulis arahkan kepada objek berupa realitas riil
tentang sistem pendidikan di Indonesia.
Secara metodis, hasil dari penafsiran terhadap kedua objek penelitian
tesebut penulis posisikan dalam ruang kajian yang berbeda, namun bersinergis
sebagai sebuah keutuhan tematis. Fenomena realistis dari dunia pendidikan
penulis tempatkan sebagai objek material penelitian, sementara, fenomena teks
dari pemikiran eksistensialisme Kierkegaard, penulis posisikan sebagai objek
formal penelitian. Selanjutnya, pemikiran eksistensialisme Søren Aabye
Kierkegaard tentang manusia, sebagai objek formal penelitian, menjadi
paradigma bagi penulis dalam melakukan analisis refleksi kritis terhadap realitas
fenomenal sistem pendidikan di Indonesia.
Aktivitas analisis penelitian penulis lakukan dalam tiga tahapan kegiatan,
yaitu:
1. Deskripsi: Tahapan pembentangan informasi atau data yang bersumber
dari hasil pembacaan terhadap realitas teks dan realitas riil. Informasi
atau data dimaksud berisikan: Sejarah kehidupan dan pemikiran Søren
Aabye Kierkegaard tentang eksistensi manusia; dan Realitas fenomenal
Firdaus Achmad, 2013
Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
2. Interpretasi: Tahapan penataan bangunan pemahaman dari hasil pembacaan
terhadap realitas teks pemikiran eksistensialisme Kierkegaard tentang
eksistensi manusia dan realitas riil tentang sistem pendidikan di Indonesia.
Bangunan pemahaman dimaksud ikut disempurnakan oleh serpihan
pemahaman yang sebelumnya tersedia dalam ruang latar keilmuan penulis.
Tahapan ini penulis jalani dengan bersandar pada sebuah kesadaran akan
kemungkinan adanya approximation (perbedaan tafsir) antara pemahaman
penulis dengan pemahaman pihak lain. Approximation (perbedaan tafsir)
bukan lah sebuah celah yang berpotensi meruntuhkan bangunan
pemahaman yang penulis tata, tetapi justru merupakan nilai tambah, dalam
bentuk mutual understanding (pemahaman bersama) yang dapat
memperindah bangunan pemahaman itu sendiri.
3. Refleksi: Tahapan penafsiran kritis terhadap bangunan pemahaman yang
bersumber dari hasil proses pembacaan dan juga dari serpihan pemahaman
bawaan penulis. Refleksi merupakan aktivitas inti dari keseluruhan proses
penelitian ini. Aktivitas refleksi dapat diibaratkan seperti seseorang yang
sedang berdiri di depan sebuah cermin. Berbekal ide-ide tertentu, ia
mengamati secara serius apa pun yang dipantulkan oleh cermin untuk
kemudian ia gunakan sebagai landasan dalam memaknai realitas di luar
cermin yang berada dalam ruang pikirannya. Dalam penelitian ini, penulis
adalah seseorang dengan bekal ide-ide kefilsafatan dan kependidikan,
berdiri di hadapan sebuah cermin untuk mengamati dan memaknai segala
Firdaus Achmad, 2013
Individualisasi Pendidikan Refleksi Kritis Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard Tentang Eksistensi Manusia Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
pemikiran eksistensialisme Søren Aabye Kierkegaard tentang eksistensi
manusia. Berbekal hasil pemaknaan atas segala bentuk pantulan pemikiran
Kierkegaard tentang eksistensi manusia itu lah kemudian penulis
melakukan penafsiran dan pemaknaan atas realitas sistem pendidikan di
Indonesia. Refleksi kritis penulis lakukan terhadap realitas fenomenal sistem
pendidikan di Indonesia dengan berlandas pada paradigma eksistensialisme
Sør