• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil esterase non spesifik nyamuk Aedes aegypti dari daerah endemis dan non endemis DBD Kota Jambi dengan metode elektroforesis.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Profil esterase non spesifik nyamuk Aedes aegypti dari daerah endemis dan non endemis DBD Kota Jambi dengan metode elektroforesis."

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

xiv INTISARI

Empat puluh tahun terakhir, insektisida digunakan dalam pengendalian vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia. Sebagai akibatnya, Ae. aegypti di beberapa daerah Indonesia, menjadi resisten terhadap insektisida. Enzim esterase memegang peran pendetoksifikasian insektisida sehingga semua insektisida yang masuk akan dihidrolisis menjadi senyawa yang kurang beracun .

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui profil esterase non-spesifik nyamuk Ae. aegypti (subjek penelitian) dari Simpang III Sipin (daerah endemis DBD) dan Sijenjang (daerah non-endemis DBD), dengan metode elektroforesis. Penelitian ini termasuk penelitian non-eksperimental dengan rancangan deskriptif dan analitik.

Zymogram dianalisis secara kualitatif, yaitu dengan membandingkan intensitas warna pola pita zymogram nyamuk subjek penelitian dengan kontrol, menghitung kecepatan gerak (jarak) esterase non-spesifik dalam medan listrik (Rf) dan analisis menggunakan Chi-square (p < 0,05).

Dari analisis menggunakan Chi-square (p < 0,05), menunjukkan adanya perbedaan aktivitas esterase non spesifik nyamuk dari Sijenjang dengan Simpang III Sipin. Untuk hasil perhitungan Rf pita 1, 2 dan 3, antara nyamuk dari Sijenjang dengan Simpang III Sipin dan kontrol hanya pita 3 yang terdapat perbedaan, namun ketiganya tidak menunjukkan perubahan yang berarti pada komposisi protein penyusun esterase non-spesifik pada nyamuk perlakuan maupun kontrol. Hasil analisis kualitatif diperoleh intensitas warna pola pita nyamuk Ae. aegypti dari Simpang III Sipin lebih pekat dan Sijenjang intensitas warnanya lebih terang dibandingkan kontrol.

(2)

xv ABSTRACT

The use of insecticide to control Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) vector in Indonesia during the last 40 years resulted in the resistency of the insect toward insecticides, including Ae. aegypti in some areas in Indonesia. Esterase enzyme has its main part in this insecticide detoxification became untoxic substance.

This study was aimed to the profile description of non-specific esterase of Ae. aegypti (research subject) from Simpang III Sipin (DHF endemic area) and Sijenjang (DHF non-endemic area) by using electrophoresis method. This study was non experimental research with descriptive and analytical design.

Zymogram was analyzed qualitative. The former was carried out by comparing the stained intensity the banding pattern of zymogram between the research subject mosquito and the controlled ones, by calculating the moving speed (distance) of esterase in electric current (Rf), and analyzed by Chi-square (p < 0.05).

Ae. aegypti from Simpang III Sipin and Sijenjang had different activities of esterase based on the used of Chi-square (p<0.05). The result of Rf calculation on the first, second and third band between Sijenjang with Simpang III Sipin mosquito and the controlled mosquito, only on the third band showed difference, but it was proof that there was no change on the composition of the protein in non-specific esterase both to the treated mosquito and the controlled ones. The banding pattern of Ae. aegypti from Simpang III Sipin showed high intensity and from Sijenjang showed low intensity, if its compared to the control.

(3)

PROFIL ESTERASE NON SPESIFIK NYAMUK Aedes aegypti

DARI DAERAH ENDEMIS DAN NON ENDEMIS DBD KOTA

JAMBI DENGAN METODE ELEKTROFORESIS

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh : Victoria Hapsari NIM : 028114117

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

i asked for strength…

and GOD gave me difficulties to make me strong

i asked for wisdom…

and GOD gave me problem to solve

i asked for courage…

and GOD gave me obstacle to overcome

i

asked

GOD

for

favors

and GOD gave me opportunities

i received nothing i wanted…

but i received everything i needed

Lord knows

Dreams are hard to follow

But don't let anyone

Tear them away

Hold on

There will be tomorrow

In time

You'll find the way

(

Mariah Carey _Hero)

(7)
(8)

Syukur dan terima kasih kepada Tuhan Maha Pengasih atas terselesaikannya skripsi “Profil Isoenzim Esterase Non Spesifik Nyamuk Aedes aegypti Dari Daerah Endemis Dan Non Endemis DBD Kota Jambi Dengan Metode Elektroforesis” ini, guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) program studi Ilmu Farmasi.

Semua keberhasilan ini tidak lepas pula dari bantuan berbagai pihak, yang telah berjasa membantu hingga terselesaikannya skripsi ini. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Rita Suhadi, M.Si, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Dr. Budi Mulyaningsih, M.S., Apt., selaku dosen pembimbing dan dosen penguji skripsi yang telah meluangkan waktu dan perhatian dengan penuh kesabaran membimbing sampai selesainya skripsi ini.

3. Bapak Drs. Mulyono, Apt., dan Bapak Dr. Sabikis, Apt., selaku dosen penguji skripsi yang telah banyak memberi masukan kepada penulis.

4. Kepala BAPEDA Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kepala Badan Kesbang dan Linmas Kota Jambi, dan Kepala Dinas Kesehatan Kota Jambi yang telah mengijinkan penulis melakukan penelitian di Kota Jambi dan memberikan data yang dibutuhkan penulis.

5. Bapak Purwono selaku laboran Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada yang membantu pelaksanaan penelitian skripsi.

(9)

Nicholas Aryo Bimo Wuryanto dan Moses Amor Deo Wuryanto yang selalu mendoakan, memberi dorongan serta kasih selama pengerjaan skripsi ini.

7. Yusuf Firmanta dan keluarga, atas kasih, kesetiaan serta bantuan yang telah diberikan hingga terselesaikannya skripsi ini.

8. Semua teman, sahabat tercinta, atas persahabatan, pengertian dan dukungannya selama ini serta bantuan infomasi yang sangat membantu.

9. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini dan tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.

Yogyakarta, Juli 2007

Penulis

(10)

viii DAFTAR ISI

Hal.

HALAMAN JUDUL………..………... i

HALAMAN PERSETUJUAN...………... ii

HALAMAN PENGESAHAN………..………... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN..………... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……… v

KATA PENGANTAR... vi

DAFTAR ISI………... viii

DAFTAR TABEL………... xi

DAFTAR GAMBAR………... xii

DAFTAR LAMPIRAN………... xiii

INTISARI……….. xiv

ABSTRACT……….. xv

BAB I PENGANTAR………. 1

A. Latar Belakang………... 1

B. Permasalahan………...……….………... 4

C. Keaslian Karya…...………...………... 5

D. Manfaat Penelitian………...…….………... 5

E. Tujuan Penelitian……….………... 6

(11)

ix

A. Demam Berdarah Dengue ...………... 7

B. Nyamuk Ae. aegypti...………... 8

1. Kedudukan Taksonomi Nyamuk Ae. aegypti... 8

2. Morfologi Nyamuk Ae. aegypti... 9

3. Siklus hidup Nyamuk Ae. aegypti... 12

C. Pengendalian Vektor………...… 14

D. Insektisida... 15

E. Mekanisme Resistensi Serangga Terhadap Insektisida... 19

F. Enzim Esterase Non-Spesifik……… 21

G. Elektroforesis... 24

H. Landasan Teori... 27

I. Keterangan Empiris... 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 28

A. Jenis dan Rancangan Penelitian………... 28

B. Subjek Penelitian………. 28

B. Definisi Operasional………... 29

C. Bahan dan Alat Penelitian……...………... 30

1. Bahan Penelitian……….. 30

2. Alat Penelitian……….. 30

E. Jalannya Penelitian………... 30

F. Analisis Hasil……….………...…... 35

(12)

x

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 46

A. Kesimpulan... 46

B. Saran... 46

DAFTAR PUSTAKA... 48

LAMPIRAN... 53

(13)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel I. Jumlah bahan yang digunakan dalam pembuatan gel

bawah... 32 Tabel II. Jumlah bahan yang digunakan dalam pembuatan gel

atas... 33 Tabel III. Enzim esterase non-spesifik dan jumlah pita yang

dihasilkan dari kelompok nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari Kelurahan Simpang III Sipin (daerah endemik DBD), Kelurahan Sijenjang (daerah non-endemik DBD), dan Salatiga sebagai kontrol...

42

Tabel IV. Kecepatan gerak (jarak) isoenzim esterase non-spesifik dalam medan listrik (Rf) setiap pita yang terdapat pada zymogram hasil elektroforesis untuk setiap kelompok nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari Kelurahan Simpang III Sipin (daerah endemik DBD), Kelurahan Sijenjang (daerah non-endemik DBD), dan Salatiga sebagai

kontrol...

(14)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Telur nyamuk Ae. aegypti... 9 Gambar 2. Perbedaan gigi sisir pada larva Ae. aegypti dengan Ae.

albopictus dan Ae. Scutellaris...

10

Gambar 3. Larva nyamuk Ae. aegypti... 10 Gambar 4. Pupa nyamuk Ae. aegypti... 11 Gambar 5. Perbedaan toraks nyamuk Ae. aegypti (A) dan Ae.

albopictus (B)... 12 Gambar 6. Siklus hidup nyamuk Ae. aegypti... 13 Gambar 7. Reaksi metabolisme atau detoksifikasi cypermetrin

dalam tubuh serangga atau mamalia oleh enzim esterase.. 22 Gambar 8. Zymogram isoenzim esterase non-spesifik dari kelompok

nyamuk Ae. aegypti daerah endemis (3), daerah non endemis (2), dan kontrol (1) yang ditandai dengan E1

(15)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian dari BAPEDA Yogyakarta... 53 Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian dari KESBANGLIMAS Kota

Jambi... 54 Lampiran 3. Surat pernyataan pemberantasan nyamuk di Kota Jambi

tahun 2005-2006... 55 Lampiran 4. Data kasus penyakit DBD di Kota Jambi tahun

2003-2005... 56 Lampiran 5. Perhitungan kecepatan gerak isoenzim esterase

non-spesifik dalam medan listrik (Rf)... 58 Lampiran 6. Perhitugan analisis data frekunsi elektromorf dengan

menggunakan analisis Chi-square (perhitungan tabel kontingensi 2x2 (rxc) untuk pola zymogram

(16)

xiv INTISARI

Empat puluh tahun terakhir, insektisida digunakan dalam pengendalian vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia. Sebagai akibatnya, Ae. aegypti di beberapa daerah Indonesia, menjadi resisten terhadap insektisida. Enzim esterase memegang peran pendetoksifikasian insektisida sehingga semua insektisida yang masuk akan dihidrolisis menjadi senyawa yang kurang beracun .

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui profil esterase non-spesifik nyamuk Ae. aegypti (subjek penelitian) dari Simpang III Sipin (daerah endemis DBD) dan Sijenjang (daerah non-endemis DBD), dengan metode elektroforesis. Penelitian ini termasuk penelitian non-eksperimental dengan rancangan deskriptif dan analitik.

Zymogram dianalisis secara kualitatif, yaitu dengan membandingkan intensitas warna pola pita zymogram nyamuk subjek penelitian dengan kontrol, menghitung kecepatan gerak (jarak) esterase non-spesifik dalam medan listrik (Rf) dan analisis menggunakan Chi-square (p < 0,05).

Dari analisis menggunakan Chi-square (p < 0,05), menunjukkan adanya perbedaan aktivitas esterase non spesifik nyamuk dari Sijenjang dengan Simpang III Sipin. Untuk hasil perhitungan Rf pita 1, 2 dan 3, antara nyamuk dari Sijenjang dengan Simpang III Sipin dan kontrol hanya pita 3 yang terdapat perbedaan, namun ketiganya tidak menunjukkan perubahan yang berarti pada komposisi protein penyusun esterase non-spesifik pada nyamuk perlakuan maupun kontrol. Hasil analisis kualitatif diperoleh intensitas warna pola pita nyamuk Ae. aegypti dari Simpang III Sipin lebih pekat dan Sijenjang intensitas warnanya lebih terang dibandingkan kontrol.

(17)

xv ABSTRACT

The use of insecticide to control Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) vector in Indonesia during the last 40 years resulted in the resistency of the insect toward insecticides, including Ae. aegypti in some areas in Indonesia. Esterase enzyme has its main part in this insecticide detoxification became untoxic substance.

This study was aimed to the profile description of non-specific esterase of Ae. aegypti (research subject) from Simpang III Sipin (DHF endemic area) and Sijenjang (DHF non-endemic area) by using electrophoresis method. This study was non experimental research with descriptive and analytical design.

Zymogram was analyzed qualitative. The former was carried out by comparing the stained intensity the banding pattern of zymogram between the research subject mosquito and the controlled ones, by calculating the moving speed (distance) of esterase in electric current (Rf), and analyzed by Chi-square (p < 0.05).

Ae. aegypti from Simpang III Sipin and Sijenjang had different activities of esterase based on the used of Chi-square (p<0.05). The result of Rf calculation on the first, second and third band between Sijenjang with Simpang III Sipin mosquito and the controlled mosquito, only on the third band showed difference, but it was proof that there was no change on the composition of the protein in non-specific esterase both to the treated mosquito and the controlled ones. The banding pattern of Ae. aegypti from Simpang III Sipin showed high intensity and from Sijenjang showed low intensity, if its compared to the control.

(18)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue (DBD), adalah penyakit yang kemungkinan

besar menyebabkan kematian, pertama kali dilaporkan pada tahun 1950-an saat

epidemik dengue di Filipina dan Thailand. Penyakit ini sekarang endemik pada

lebih dari 100 negara di Afrika, Amerika, Timur Tengah, Asia Tenggara dan

Pasifik Barat. Asia Tenggara dan Pasifik Barat merupakan wilayah yang paling

serius terpengaruh. Sebelum tahun 1970, hanya 9 negara yang terjangkit epidemik

DBD, angka menjadi bertambah lebih dari 4 kali lipat pada tahun 1985. World

Health Organization (WHO) menaksir sekitar 50 juta kasus infeksi dengue dari seluruh dunia setiap tahunnya (Anonim, 2002a).

Di Indonesia, penyakit dengue merupakan masalah kesehatan masyarakat

utama setiap tahunnya dan penyebab siklus epidemik di daerah perkotaan.

Penyakit ini merupakan penyebab utama anak-anak dirawat inapkan dan

meninggal. Secara terus-menerus epidemik telah dicatat terjadi diantara bulan

Januari dan Juni. Selama epidemik di tahun sebelumnya, kasus terbesar dicatat

lebih dari 40.000 pada tahun 1988, 1996, 1998, 2001, 2003 dan 2004, pada tahun

1998 mencapai 72.133 kasus dan tahun 2004 mencapai 69.017 kasus. Pada tahun

2004, ditegaskan bahwa kasus dengue dilaporkan dari Propinsi Aceh, Jambi,

Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan,

(19)

Penyakit DBD ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Virus dengue

dipindahkan dari satu orang ke orang lain bersama air liur nyamuk pada waktu

nyamuk menghisap darah (Sungkar, 2005). Mengingat sampai saat sekarang

belum diketemukan vaksin untuk membunuh virus dengue, penanggulangan

penyakit ini berupa perawatan penderita dan pengendalian vektornya (Munif,

1997a). Pengendalian Ae. aegypti sebagai vektor utama DBD dapat dilakukan

dengan berbagai metode di antaranya dengan sanitasi lingkungan, yang bertujuan

untuk mengurangi habitat larva (source reduction), pemberantasan dengan

menggunakan insektisida baik ditujukan pada nyamuk dewasa maupun larvanya

(Munif, 1997b).

Selama 40 tahun terakhir, bahan kimia telah digunakan secara luas untuk

mengontrol nyamuk dan serangga lainnya sebagai kepentingan kesehatan

masyarakat. Sebagai akibatnya, Ae. aegypti dan vektor dengue lainnya di beberapa

negara telah menjadi resisten terhadap insektisida yang umum digunakan termasuk

temephos, malathion, fenthion, permethin, propoxur dan fenitrothion (Anonim,

1999). Seperti yang dilaporkan oleh Georghiou dan Mellon (1983) cit.

Mardihusodo (1995), resistensi vektor terhadap insektisida telah terus menerus

menyebar dan mempengaruhi program pengendalian penyakit di banyak negara.

Data mengenai pemberantasan penyakit DBD dari Dinas Kesehatan Kota

Jambi (2006a), menunjukan bahwa telah dilakukan pengendalian vektor DBD,

yaitu nyamuk Ae. aegypti, dengan pengasapan menggunakan insektisida Cynoff.

(20)

untuk sebagian hama rumah tangga (Anonim, 1993). Pada semua piretroid

mempunyai beberapa ciri umum, yaitu molekul asam, ikatan utama ester dan

molekul alkohol (Shafer, Meyer and Crofton, 2005).

Esterase adalah enzim yang memecah ikatan ester dengan cara hidrolisis

(Poedjiadi, 1994). Isoenzim esterase non-spesifik telah banyak dipelajari secara

luas, sebab dapat digunakan sebagai indikator perbedaan geografis dan pada

beberapa spesies berkaitan dengan mekanisme terjadinya resistensi terhadap

insektisida (Tabachnick & Powell, 1979 cit Marvdashti, 1985).

Aplikasi insektisida pada nyamuk akan menyeleksi gen-gen resistensi yang

mengatur derajat resistensi yang terkait dengan enzim esterase yang

mendetoksifikasi bahan insektisida tersebut. Peningkatan aktivitas enzim esterase

akan menaikkan dosis letal menjadi subletal yang tidak lagi mematikan serangga

yang menjadi sasaran (Mardihusodo, 1996).

Elektroforesis gel poliakrilamida telah digunakan untuk penelitian variasi

esterase pada populasi Aedes albopictus Skuse dari beberapa daerah endemis dan

non endemis DBD di Indonesia. Hasil dari elektroforesis setiap populasi Ae.

albopictus menunjukkan pola pita isoenzim esterase yang berbeda (Mulyaningsih, 2002). Dari penelitian sebelumnya dengan menggunakan elektroforesis lapis tipis,

Yasutomi (1983) cit Mardihusodo (1996) melaporkan aktivitas esterase pada 4

spesies nyamuk Culex pipiens, Cx. pipiens fatigan, Cx. tritaeniorrhynchus, dan Ae.

(21)

terhadap insektisida dibandingkan dengan koloni nyamuk yang masih rentan pada

spesies yang sama.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Jambi (2006b), dari tahun

2003-2005 terdapat 7 Kelurahan yang termasuk daerah non-endemis DBD yaitu

Kelurahan Teluk Kenali, Sijenjang, Tanjung Raden, Pasir Panjang, Jelmu,

Kampung Tengah, dan 1 daerah endemis DBD yaitu Kelurahan Simpang III Sipin.

Dari 7 Kelurahan yang termasuk daerah non-endemis, diambil secara acak 1

Kelurahan sebagai daerah non-endemis, yaitu Kelurahan Sijenjang. Selama 3

tahun berturut-turut, Kelurahan Simpang III Sipin yang merupakan daerah

endemis DBD, telah terjadi 37 kasus, sedangkan Kelurahan Sijenjang, tidak

terdapat kasus DBD.

Dengan adanya kenyataan tersebut di atas maka perlu dilakukan penelitian

profil esterase non-spesifik dengan menggunakan metode elektroforesis untuk

nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari daerah endemis dan non-endemis DBD Kota

Jambi. Dari gambaran profil isoenzim esterase non-spesifik ini diharapkan dapat

memprediksi mekanisme dan tingkat resistensi nyamuk tersebut terhadap

insektisida yang biasa digunakan dalam pengendalian vektor penyakit DBD.

B. Permasalahan

Bagaimanakah gambaran profil esterase non-spesifik dari masing-masing

populasi nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari daerah endemis dan non-endemis

(22)

C. Keaslian Penelitian

Berdasarkan sumber-sumber informasi yang diperoleh, penelitian ilmiah

tentang profil esterase non-spesifik dengan menggunakan metode elektroforesis

pada nyamuk Aedes sudah pernah dilakukan di beberapa daerah, namun penelitian

tentang penentuan profil esterase non spesifik pada nyamuk Ae. aegypti yang

berasal dari daerah endemis dan non-endemis DBD Kota Jambi dengan metode

elektroforesis belum pernah dilakukan.

D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat teoritis, menambah khasanah ilmu pengetahuan dan kesehatan

terutama mengenai gambaran profil esterase non-spesifik pada nyamuk Ae.

aegypti dalam kaitannya dengan pemilihan insektisida yang efektif untuk usaha pengendalian vektor penyakit DBD.

2. Manfaat praktis, memberikan data dasar gambaran profil esterase non-spesifik

dari masing-masing populasi nyamuk Ae.aegypti yang berasal dari daerah

endemis dan non endemis DBD Kota Jambi, dalam hal ini dapat memberikan

gambaran secara tidak langsung mengenai status resistensinya terhadap

(23)

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh data dasar gambaran profil

esterase non-spesifik, masing-masing populasi nyamuk yang berasal dari daerah

(24)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Demam Berdarah Dengue

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhadic Fever (DHF) merupakan penyakit akibat infeksi virus dengue yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Penyakit ini ditemukan hampir di seluruh dunia terutama negara-negara tropik dan subtropik baik sebagai penyakit endemik maupun epidemik. Kejadian Luar Biasa pertama penyakit ini terjadi di Jakarta dan Surabaya pada tahun 1968 dengan ditemukannya 54 kasus dan 24 (44%) kasus diantaranya meninggal dunia. Setelah itu, jumlah kasus akibat terinfeksi virus dengue yang dilaporkan meningkat secara tajam. Pada tahun 1994, penyakit akibat infeksi virus dengue ini telah menyebar ke seluruh propinsi di Indonesia dan bahkan sejak tahun 2001 telah menjadi suatu penyakit endemik di beberapa kota besar dan kecil, bahkan di daerah pedesaan (Djunaedi, 2006).

Nyamuk Ae. aegypti adalah salah satu nyamuk vektor yang paling efisien untuk arbovirus, karena nyamuk ini sangat antropofilik dan hidup dekat manusia dan sering hidup di dalam rumah. Wabah dengue juga dapat terjadi dengan adanya nyamuk Ae. albopictus, Ae. polynesiensis, dan banyak spesies kompleks Ae. scutellaris. Setiap spesies ini mempunyai distribusi geografisnya masing-masing, namun mereka adalah vektor epidemia yang kurang efisien dibanding Ae. aegypti (Anonim, 1999).

(25)

yang dikenal dengan nama PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) atau 3M (Menguras, Menutup dan Mengubur/Menyingkirkan tempat penampungan air). Pencegahan terhadap serangan infeksi virus dengue dengan memanfaatkan vaksin dengue nampaknya belum menunjukkan yang diharapkan (Djunaedi, 2006).

B. Nyamuk Ae. aegypti

Nyamuk Ae. aegypti telah dikenal sejak lama oleh orang sebagai penyebar virus dengue penyebab penyakit DBD. Nyamuk ini ditemukan pertama kali di Mesir (Egypt) pada tahun 1762 oleh Linnaeus. Nyamuk Ae. aegypti sekarang ditemukan di negara-negara yang terletak di antara garis 45 Lintang Utara dan garis 35 Lintang Selatan (Wulandari, 2001).

1. Kedudukan taksonomi nyamuk Ae. aegypti

Menurut Gandahusada, Ilahude dan Pribadi (1998), Ae. aegypti termasuk dalam:

Filum : Arthropoda Kelas : Hexapoda/Insekta Anak kelas : Pterygota

Bangsa : Diptera Anak bangsa : Nematocera Suku : Culicidae Anak suku : Culicinae Marga : Aedes

(26)

2. Morfologi nyamuk Ae. aegypti a. Telur

Telur Aedes berbentuk lonjong dengan kedua ujung sedikit lancip dan berdinding yang menggambarkan anyaman kain kasa (Gandahusada, et al., 1998). Pada waktu diletakkan telur bewarna putih, 15 menit kemudian telur menjadi abu-abu dan setelah 40 menit menjadi hitam.

Di bawah mikroskop susunan permukaan telur tampak seperti sarang tawon. Telur diletakkan satu persatu di dinding tempat penampungan air (TPA) 1-2 cm di atas permukaan air. Air di dalam tempat tersebut adalah air jernih dan terlindung dari cahaya matahari langsung. Tempat air di dalam rumah lebih disukai dari pada di luar rumah, dan tempat air yang lebih dekat rumah lebih disukai dari pada yang lebih jauh dari rumah. Telur dapat bertahan sampai 6 bulan (Sungkar, 2005).

Gambar 1. Telur Ae. aegypti (Mortimer, 1998)

b. Larva

(27)

khas yaitu pelana yang terbuka pada segmen anal, sepasang bulu pada sifon, dan gigi sisir yang berduri lateral pada segmen abdomen ke-7 (Sungkar, 2005).

Larva Ae. aegypti bergerak sangat lincah dan sangat sensitif terhadap rangsang getaran dan cahaya. Bila ada rangsangan, larva segera menyelam selama beberapa detik kemudian muncul kembali ke permukaan air. Larva mengambil makanannya di dasar TPA sehingga disebut pemakan makanan di dasar (bottom feeder). Pada saat larva mengambil oksigen dari udara, larva menempatkan sifonnya di atas permukaan air sehingga abdomennya terlihat menggantung pada permukaan air (Sungkar, 2005).

Gambar 2. Perbedaan gigi sisir pada larva Ae. aegypti dengan Ae. albopictus dan Ae. Scutellaris (Mardihusodo, 1990)

Gambar 3. Larva Ae. aegypti (Anonim, 2002c)

c. Pupa

(28)

bagian distal abdomen ditemukan sepasang kaki pengayuh yang lurus dan runcing. Jika terganggu, pupa akan bergerak cepat untuk menyelam selama beberapa detik kemudian muncul kembali ke permukaan air (Sungkar, 2005).

Gambar 4. Pupa Ae. aegypti (Anonim, 2002c)

d. Nyamuk dewasa

Bagian tubuh nyamuk dewasa terdiri atas kepala, toraks dan abdomen (Sungkar, 2005). Ae. aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus), mempunyai warna dasar yang hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian-bagian badannya terutama pada kakinya (Gandahusada, et al., 1998).

(29)

gambaran lyre, sedangkan nyamuk Ae. albopictus terdapat satu garis longitudinal..

Gambar 5. Perbedaan toraks nyamuk Ae. aegypti (A) dan Ae. albopictus (B)(Grantham, 1999)

3. Siklus hidup nyamuk Ae. aegypti

Nyamuk Ae. aegypti dalam siklus hidupnya mengalami metamorfosa lengkap (holometabola), sebagaimana serangga lain dalam Ordo Diptera. Stadium yang dialami meliputi stadium telur, larva, pupa dan dewasa (Wulandari, 2001).

Nyamuk betina meletakkan telurnya pada dinding tempat perindukannya. Seekor nyamuk betina dapat meletakkan rata-rata sebanyak 100 butir telur tiap kali bertelur (Gandahusada, et.al, 1998). Telur dapat bertahan sampai berbulan-bulan pada suhu -2°C sampai 42°C. namum bila kelembaban terlampau rendah, maka telur akan menetas dalam waktu 4 hari (Soedarmono, 1988).

(30)

menjadi kaku dan kuat sehingga nyamuk mampu terbang untuk menghisap darah manusia dan kawin sehari atau 2 hari sesudah keluar dari pupa. Umumnya nyamuk betina akan mati dalam 10 hari, tetapi masa tersebut cukup bagi nyamuk untuk inkubasi virus (3-10 hari) dan menyebarkan virus (Sungkar, 2005).

1

4 2

3

Gambar 6. Siklus hidup nyamuk Aedes. aegypti (Mortimer, 1998; Anonim, 2002c; Grantham, 1999)

Keterangan : 1. telur 2. larva 3. pupa 4. dewasa

(31)

DBD, yaitu Kelurahan Simpang III Sipin dan 7 Kelurahan yang merupakan daerah non endemis, yaitu Kelurahan Teluk Kenali, Sijenjang, Tanjung Raden, Pasir Panjang, Ulu Gedong, Jelmu dan Kampung Tengah. Pada penelitian kali ini, Kelurahan Sijenjang ditetapkan sebagai daerah non endemis. Dari kedua daerah yang telah ditetapkan sebagai daerah endemis dan non endemis tersebut, telur dan larva Ae. aegypti kemudian dikoleksi.

C. Pengendalian Vektor

Obat dan vaksin untuk memberantas DBD hingga saat ini belum tersedia. Dengan demikian pengendalian DBD tergantung pada pengendalian nyamuk sebagai vektornya. Pengendalian vektor DBD dapat dilakukan dengan 4 cara, yaitu pengelolaan lingkungan, perlindungan diri, pengendalian biologis, dan pengendalian dengan bahan kimiawi (Anonim, 2004).

1. Pengendalian lingkungan

Pengelolaan lingkungan meliputi berbagai perubahan yang menyangkut upaya pencegahan atau mengurangi perkembangbiakan vektor sehingga dapat mengurangi kontak antara vektor dengan manusia. Metode ini dilakukan antara lain dengan cara mengeringkan genangan air, menimbun wadah-wadah yang dapat menampung air dan perbaikan desain rumah untuk mengurangi kesempatan masuknya nyamuk, misalnya dengan memasang kawat nyamuk di jalan angin atau jendela rumah (Anonim,2004).

2. Perlindungan diri

(32)

diri, seperti menggunakan obat nyamuk baik semprot, bakar maupun memakai obat oles anti nyamuk, penggunaan kelambu saat tidur dan pemasangan kawat kasa atau kawat nyamuk (Anonim, 1999).

3. Pengendalian biologis

Pengendalian ini dilakukan dengan tujuan untuk menurunkan populasi serangga secara alami tanpa menggangu ekologi. Termasuk dalam pengendalian serangga secara biologik adalah menggunakan predator (binatang pemangsa serangga), misalnya dengan memelihara ikan untuk memberantas larva nyamuk, menyebarkan parasit penyebab penyakit pada serangga (Soedarto, 1989).

4. Pengendalian dengan bahan kimia

Pengendalian ini menggunakan bahan kimia yang berkhasiat membunuh serangga (insektisida) atau hanya menghalau serangga saja (Repellant). Contoh cara ini adalah menaburkan bubuk AbateR pada tempat-tempat penampungan air untuk membunuh larva nyamuk, penggunaan insektisida bentuk spray untuk membunuh nyamuk dewasa (Gandahusada, et al., 1998).

Semua usaha untuk mengontrol harus tertuju melawan nyamuk. Ini penting untuk mengambil tindakan mengontrol untuk mengurangi nyamuk dan tempat mereka berkembangbiak. Bagaimanapun, usaha harus intensif sebelum musim penjangkitan (selama dan setelah musim penghujan) dan pada saat epidemia (Anonim, 2002b ).

D. Insektisida

(33)

penyakit yang merugikan bagi kehidupan tanaman dan manusia (Sastroutomo, 1991). Menurut Sudarmono (1991), ada bermacam-macam golongan insektisida, baik yang berasal dari bahan alami maupun yang berasal dari bahan sintetik. Ada beberapa cara insektisida membunuh jasad sasaran atau serangga hama :

1. fisis

2. merusak enzim 3. merusak syaraf

4. menghambat metabolisme

Menurut Untung (2001), insektisida dapat dikelompokkan dalam beberapa cara menurut cara masuknya dalam tubuh serangga dan menurut sifat kimianya. Untuk pengelompokan menurut cara masuknya ke tubuh serangga, dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:

1. Racun perut

Insektisida memasuki tubuh serangga melalui saluran pencernaan makanan (perut). Insektisida lama umumnya merupakan racun perut. Namun ada juga insektisida modern yang beraksi pada serangga melalui perut yaitu kelompok insektisida sistemik, yang dapat diserap oleh tanaman dan ditranslokasikan dalam jaringan tanaman. Serangga yang mencucuk tanaman dan kemudian menghisap cairan tanaman yang sudah mengandung insektisida akan mati.

2. Racun kontak

(34)

3. Fumigan

Fumigan merupakan insektisida yang mudah menguap menjadi gas dan masuk ke dalam tubuh serangga melalui sistem pernapasan serangga atau sistem trachea yang kemudian diedarkan ke seluruh jaringan tubuh.

Berdasarkan data yang didapat dari Dinas Kesehatan Kota Jambi (2006a), insektisida yang digunakan untuk tahun 2005 dan 2006 adalah Cynoff. Cynoff mengandung Cypermethrin, merupakan insektisida golongan piretroid sintetik yang biasa digunakan secara luas sebagai pengendali hama profesional untuk sebagian hama rumah tangga. Cypermethrin tersedia dalam bentuk Emulsifiable Concentrate (EC), Ultra Low Volume (ULV) dan Wettable Powder (WP). Pyrethroids menyebabkan efek yang merugikan pada sistem saraf pusat (Anonim, 1993).

(35)

yaitu allerthrin yang dimunculkan pada tahun 1949. Generasi II, yaitu diantaranya tetramethrin (1965), kemudian diikuti oleh resmethrin (1967) yang memiliki 20 kali lebih efektif dari piretrum. Generasi III menjadi piretroid agrikultural pertama karena aktivitas insektisida yang luar biasa dan sifat fotostabilnya. Generasi IV, diantaranya yaitu Cypermethrin (Ware, 1999).

Terdapat 2 tipe piretroid, yaitu: tipe I, mempunyai koefisien suhu negatif (semakin rendah suhu lingkungan, maka semakin beracun untuk serangga sasaran), sedangkan tipe II memiliki koefisien suhu positif. Piretroid mempunyai mekanisme aksi yang hampir sama dengan DDT. Piretroid bekerja dengan menjaga saluran natrium pada membran saraf tetap terbuka. Piretroid mempengaruhi sistem saraf pusat dan tepi pada serangga. Awalnya menstimulasi sel saraf untuk memproduksi impuls berulang-ulang dan akhirnya menyebabkan kelumpuhan. Efek tersebut menyebabkan aksi mereka pada saluran natrium, sebuah lubang kecil yang dilalui oleh ion natrium untuk masuk ke axon dan menyebabkan rangsangan (Ware, 1999).

(36)

E. Mekanisme Resistensi Serangga Terhadap Insektisida

Menurut Small (1998) cit Widiarti (2005), mekanisme resistensi yang berperan pada serangga terhadap sebagian besar insektisida secara umum dikategorikan menjadi 2 yaitu tidak sensitifnya tempat sasaran (target site) dan resistensi metabolik. Proses terjadinya resistensi terhadap insektisida pada tubuh serangga termasuk nyamuk secara garis besar dipengaruhi oleh 3 faktor (Georghiou & Taylor, 1976 cit Faisya, 1998) yaitu:

1. faktor genetik

Ada sejumlah gen khusus yang diketahui sebagai pengendali resisten (R-gen), baik yang sifatnya dominan atau resesif dimana gen tersebut terdapat pada nyamuk dan serangga lainnya.

2. faktor biologis

Faktor biologis meliputi faktor biotik (adanya pergantian generasi, perkawinan monogami dan poligami) dan perilaku serangga (terjadinya migrasi, isolasi, monofagi dan polifagi, adanya perilaku serangga di luar kebiasaannya dalam melakukan perlindungan terhadap bahaya).

3. faktor operasional

(37)

Resistensi serangga dibagi dalam resistensi bawaan dan resistensi didapat (Gandahusada, et al., 1998).

1. Resistensi bawaan

Dari suatu populasi serangga ada anggota-anggota yang pada dasarnya sudah resisten terhadap suatu insektisida. Sifat ini turun temurun sehingga selanjutnya terjadi populasi yang resistensi seluruhnya. Resistensi bawaan juga terjadi karena perubahan gen (yang menyebabkan mutasi). Mutan ini dan keturunannya resistensi semuanya. Menurut mekanismenya resistensi bawaan dibagi dalam resistensi fisiologis bawaan dan resistensi kelakuan bawaan.

Resistensi fisiologis bawaan disebabkan oleh 1) daya absorbsi insektisida yang sangat lambat, sehingga serangga tidak mati; 2) daya penyimpanan insektisida dalam jaringan yang tidak vital, seperti jaringan lemak, sehingga alat-alat vital terhindar dan serangga tidak mati; 3) daya ekskresi insektisida yang cepat, sehingga tidak sampai membunuh serangga; 4) detoksikasi insektisida oleh enzim menyebabkan serangga tidak mati. Resistensi kelakuan bawaan disebabkan oleh 1) perubahan habitat serangga, sehingga terhindar dari pengaruh insektisida, keturunannya mempertahankan habitat yang baru ini; 2) avoidance, sifat menghindarkan diri dari pengaruh insektisida sehingga tidak terbunuh, tanpa mengubah habitat.

2. Resistensi yang didapat

(38)

Resistensi kelakuan yang didapat disebakan serangga dapat menghindarkan diri sebagai akibat dosis subletal insektisida.

Liu, Xu, Zhu dan Zhang (2006), melaporkan pada referensi mereka bahwa yang memicu resistensi piretroid pada nyamuk adalah pengaturan mekanisme molekular detoksifikasi metabolik dan peningkatan kekurangpekaan tempat target.

Meskipun belum ada laporan yang lengkap mengenai metabolisme cypermetrin oleh serangga, data-data yang ada menunjukkan bahwa jalur metabolisme cypermetrin memiliki kesamaan jalur pada mamalia. Dari metabolisme cypermetrin dalam tubuh serangga akan dihasilkan senyawa-senyawa yang tidak mempunyai efek membunuh, diantaranya yaitu: asam 3-fenoksibenzoat, asam (4’-hidroksi)-3-fenoksibenzoat dan asam 3-(2,2-diklorovinil)-2,2-dimetil-siklopentana karboksilat, sehingga dapat menurunkan toksisitas dari cypermetrin dalam tubuh nyamuk. Perkiraan reaksi metabolisme atau detoksifikasi cypermetrin pada tubuh serangga dapat dilihat pada Gambar 7.

F. Enzim Esterase Non Spesifik

(39)

H3C CH3

pemecahan oleh isoenzim esterase non-spesifik

(Todd, Wohlers, and Citra, 2003) Gambar 7. Reaksi metabolisme atau detoksifikasi cypermetrin dalam tubuh

serangga atau mamalia oleh enzim esterase.

Oleh Commision On Enzymes Of The International Union Of Biochemistry, enzim dibedakan atas 6 golongan besar. Penggolongan ini didasarkan atas reaksi biokimia dimana enzim memegang peranan (Poedjiadi, 1994). Ikhtisar dari klasifikasi internasional dari enzim akan disajikan berikut ini (Montgomery, Conway dan Spector, 1992):

1. Oksidoreduktase, enzim-enzim yang mengkatalisis berbagai macam reaksi oksidasi-reduksi.

(40)

3. Hidrolase, yang mengkatalisis pemutusan ikatan antara karbon dengan berbagai atom lain sambil mengikat molekul air.

4. Liase, yang mengkatalisis pemecahan ikatan antara karbon dengan karbon, karbon dengan belerang serta beberapa jenis ikatan antara karbon dengan nitrogen (tidak termasuk ikatan peptida).

5. Isomerase, kelompok enzim yang mengkatalisis reaksi rasemisasi isomer optik atau geometrik dan reaksi-reaksi oksidasi-reduksi intramolekul tertentu.

6. Ligase, yang mengkatalisis pembentukan ikatan antara karbon dengan oksigen, belerang, nitrogen dan atom-atom lain.

Enzim pada hakekatnya merupakan katalis efektif, yang bertanggung jawab bagi terjadinya reaksi kimia terkoordinasi yang terlibat dalam proses biologi dari sistem kehidupan. Sebagai suatu katalis, suatu enzim tidak dirusak dalam suatu reaksi dan karena itu tetap tidak berubah dan dapat digunakan kembali. Suatu ciri yang menonjol dari enzim sebagai katalis adalah spesifitas substrat, yang menentukan fungsi biologinya (Amstrong, 1995).

(41)

yang terdapat dalam hati dapat memecah ester sederhana, misalnya etil butirat menjadi etanol dan asam butirat (Poedjiadi, 1994).

Pada semua piretroid mempunyai beberapa ciri umum, yaitu molekul asam, ikatan utama ester dan molekul alkohol (Shafer, Meyer dan Crofton, 2005). Beberapa insektisida diantaranya organofosfat dan karbamat mengandung ikatan ester, oleh karena itu insektisida organofosfat dapat dihidrolisis oleh esterase (Scott, 1995 cit Dewi, 2006). Aktivitas enzim esterase non-spesifik dapat bertambah oleh adanya perubahan gen esterase. Perubahan genetik pada gen esterase ini menyebabkan peningkatan aktivitas enzim esterase. Hal ini menyebabkan kemampuan menghidrolisis insektisida tinggi sehingga semua insektisida yang masuk akan dihidrolisis menjadi senyawa yang kurang beracun. Oleh karena itu akan menaikkan dosis letal insektisida tersebut dan tidak lagi mematikan serangga yang menjadi sasaran (Walsh, 2001 cit Dewi, 2006).

G. Elektroforesis

(42)

perpindahan tersebut bergantung pada muatan listrik bersangkutan (Anonim, 2007a).

Gel yang digunakan biasanya merupakan polimer bertautan silang (crosslinked) yang porositasnya dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Untuk memisahkan protein atau asam nukleat berukuran kecil (DNA, RNA, atau oligonukleotida), gel yang digunakan biasanya merupakan gel poliakrilamida, dibuat dengan konsentrasi berbeda-beda antara akrilamida dan zat yang memungkinkan pertautan silang (cross-linker), menghasilkan jaringan poliakrilamida dengan ukuran rongga berbeda-beda (Anonim, 2007a).

Syarat dasar dari larutan penyangga yang digunakan adalah komposisi dan pHnya tidak mengubah sifat kimia dan biologi bahan yang dipisahkan, dan interaksi antara molekul protein harus minimal. Tidak diperkenankan untuk campuran yang dipisahkan mengubah cukup besar pH gel selama jalannya pemisahan. Oleh karena itu, direkomendasikan pH larutan sampel harus ditambahkan ±0,5 pH dari pH larutan penyangga, sebelum sampel diaplikasikan ke gel. Dalam penyangga alkali protein bermigrasi ke arah anoda; pada gel vertikal, untuk itu katode berada di atas. Elektroforesis harus dihentikan saat indikator pewarna mencapai 0,5-1 cm sebelum ujung gel (Gaspar, Kalasz, Kerese, Takacs, and Tyihak, 1984).

(43)

mempunyai pH berlainan (pH 8,9) mengganggu perbedaan muatan ini lalu menyebabkan pemisahan protein menjadi jalur yang berbeda (Anonim, 2007b).

Pemisahan protein memakai elektroforesis telah dipergunakan secara luas dalam mencoba membedakan strain dan spesies serangga. Ion bermuatan akan bermigrasi tergantung atas densitas muatan proteinnya. Satu sel atau bermacam-macam jaringan individu pada spesies yang sama mengandung enzim-enzim yang mempunyai protein yang berbeda tetapi mempunyai aktifitas enzimatik yang sama. Diketahui dengan baik bahwa enzim tertentu yang berbeda aktifitasnya cenderung mempunyai perbedaan tingkat variasi genetik (Ansori, 2000).

(44)

H. Landasan Teori

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, dan penelaahan pustaka dapat diajukan landasan berpikir sebagai berikut:

1. Faktor penyebab terjadinya resistensi pada serangga atau nyamuk secara garis besar terdiri atas faktor genetik, biologis (faktor biotik dan perilaku serangga), dan operasional insektisida (hal-hal yang terkait dengan bahan kimia yang dipergunakan dalam pengendalian vektor dan aplikasi insektisida tersebut di lapangan).

2. Peningkatan aktivitas enzim esterase dalam tubuh nyamuk akan menaikkan dosis letal menjadi subletal yang tidak lagi mematikan serangga yang menjadi sasaran.

3. Perbedaan profil esterase non spesifik nyamuk Ae. Aegypti yang berasal dari daerah endemis dan non-endemis DBD menggambarkan adanya perbedaan respon nyamuk tersebut terhadap insektisida.

I. Keterangan Empiris

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian tentang profil esterase non-spesifik pada nyamuk Ae. aegyti

yang berasal dari daerah endemis dan non endemis DBD di Kota Jambi dengan

metode elektroforesis ini termasuk penelitian non eksperimental dengan rancangan

deskriptik dan analitik.

B. Subjek Penelititan

Pada penelitian ini digunakan nyamuk Ae. aegypti yang dikoleksi dari

beberapa daerah endemis dan non endemis DBD di Kota Jambi, yang ditetapkan

berdasarkan data endemisitas DBD terbaru dari Dinas Kesehatan Kota Jambi.

Untuk koleksi nyamuk Ae. aegypti dilakukan dengan mengumpulkan telurnya

menggunakan ovitrap, diletakkan di dalam rumah atau pekarangan pemukiman

penduduk dan mengumpulkan larvanya dari tempat-tempat penampungan air yang

berada dan atau sengaja diletakkan di dalam rumah atau di sekitar pekarangan

pemukiman penduduk. Telur dan larva yang didapatkan kemudian

dikembangbiakan di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Umum

Universitas Gadjah Mada. Setelah dewasa, nyamuk tersebut akan

diidentifikasikan untuk memisahkan nyamuk Ae. aegypti dengan jenis nyamuk

lainnya. Nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari Kota Jambi adalah nyamuk dari

(46)

Ae. aegypti dari Salatiga yang dikembangbiakan di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Umum, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

C. Definisi Operasional

1. Resistensi adalah hasil dari mekanisme tubuh yang dapat menghalang-halangi atau mencegah invasi, multipliksi dari bibit penyakit kedalam tubuh atau

mencegah terjadinya kerusakan jaringan yang diakibatkan oleh racun yang

dikelurkan oleh bibit penyakit.

2. Resistensi nyamuk terhadap insektisida adalah kemampuan suatu populasi nyamuk untuk bertahan terhadap pengaruh insektisida yang biasanya

mematikan.

3. Daerah endemis DBD adalah daerah yang setiap tahunnya selama 3 tahun berturut-turut terdapat kasus DBD.

4. Daerah non endemis DBD adalah daerah yang selama 3 tahun berturut-turut tidak terjadi kasus DBD.

5. Elektroforesis adalah pergerakan zat bermuatan listrik akibat adanya pengaruh medan listrik.

6. Zymogram adalah hasil elektroforesis pada gel yang menggambarkan aktivitas isoenzim esterase non-spesifik yang terkandung dalam tubuh nyamuk

(47)

D. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan penelitian

Digunakan bahan: Tris, glisin, akrilamida, HCl, N,N’-metilen

bis(akrilamida) (BIS), ammonium peroksidisulfat, ribloflavin, α-naftil asetat,

aseton, akuades, Fast Blue B, buffer fosfat, N,N,N’,N’-Tetrametiletilendiamin (TEMED), homogenat nyamuk, sukrosa, triton-X, dan bromphenol blue.

2. Alat penelitian

Digunakan alat Mini-Protean II Dual Slab Cell (Bio-Rad), sentrifugasi,

freezer, plat(lempeng) kaca sebagai cetakan, erlenmeyer, pompa vakum, gelas ukur, tempat inkubasi, pisau pemisah gel, sisir, syringe, gelas ukur, tabung

ependrof, pellet pastle, pipet tetes, aspirator, sarang nyamuk, dan mikropipet.

E. Jalannya Penelitian

Pada penelitian penentuan profil isoezim esterase non-spesifik kali ini

dilakukan dengan metode elektroforesis (O’Farrell, 1975 cit.Dharmawan, 1993),

tahap-tahap penelitiannya meliputi:

1. Penyiapan larutan

a. Larutan penyangga elektroda disiapkan dengan cara :

Dibuat larutan stok, yaitu 0,005 M Tris-0,0384 M Glisin pH 8,3 (terdiri

atas 0,05 M Tris (hidroksimetil) nitro metana sebanyak 6 gram dengan 0,384

M Glisin sebanyak 28,8 gram) dilarutkan dengan akuades sampai volume 1

liter. Bila akan digunakan larutan ini diencerkan 10 kali dengan akuades.

(48)

Larutan a adalah 1,5 M Tris-HCl (pH 8,9) yang dibuat dengan cara

sebanyak 18,3 gram Tris dilarutkan dalam akuades dengan volume tertentu dan

ditambah HCl hingga pH 8,9 dan volumenya 100 ml.

Larutan c adalah 30% akrilamida, yang dibuat dengan cara sebanyak

29,2 gram akrilamida 97,3% ditambah 0,8 gram N,N’-metilen bis(akrilamida)

(BIS) 2,7% dilarutkan dengan akuades sampai volume 100 ml.

Larutan g adalah ammonium peroksidisulfat 10%, yang dibuat dengan

cara sebanyak 1 gram ammonium peroksidisulfat, dilarutkan dalam akuades

sampai volume 10 ml (selalu dibuat baru).

c. Larutan gel atas yang terdiri atas larutan b, d dan e

Larutan b adalah 0,5 M Tris-HCl pH 6,8 yang dibuat dengan cara

sebanyak 6,055 gram Tris, dilarutkan dengan sejumlah akuades dan ditambah

HCl hingga pH 6,8 dan volumenya 100 ml.

Larutan d adalah akrilamida 12,5% yang dibuat dengan cara sebanyak

10 gram akrilamida 80% ditambah 2,5 gram bis-akrilamida 20% dan

dilarutkan dengan akuades sampai volumenya 100 ml.

Larutan e adalah riboflavin, yang dibuat dengan cara sebanyak 4 mg

riboflavin dilarutkan ke dalam akuades sampai volumenya 100 ml.

2. Pemasangan cetakan gel

Dua buah lempeng kaca diletakkan di atas meja dan permukaannya

dibersihkan dengan tissue yang telah dibasahi dengan etanol. Sekat plastik

dipasang pada sisi kanan dan kiri salah satu lempeng kaca. Sekat silikon dipasang

(49)

Lempeng kaca yang lain ditutupkan ke atasnya sehingga sekat plastik terletak

diantaranya. Pasangan ini ditegakkan di atas meja secara horizontal.

3. Penyiapan gel bawah

Pada penelitian ini gel bawah yang digunakan terdiri atas 10% akrilamida

0,375 M Tris-HCl pH 8,9 yang dibuat dengan cara :

Tabel I. Jumlah bahan yang digunakan dalam pembuatan gel bawah Banyaknya yang dibutuhkan untuk volume Bahan

Larutan a, c, akuades dan larutan g dicampur dalam Erlenmeyer atau gelas

ukur atau botol vakum bila akan dilakukan diaerasi. Larutan digojog dengan

hati-hati, kemudian dilakukan dierasi dengan pompa vakum. Diaerasi dihentikan bila

gelembung-gelembung yang terbentuk jumlahnya telah menjadi sedikit. Larutan

ditambah TEMED dan digojog lagi dengan hati-hati, kemudian segera dituang

dalam celah diantara lempeng kaca yang sudah disiapkan sampai kira-kira 2,5 cm

sebelum batas atas lempeng kaca. Akuades ditambahkan ke atas gel untuk

(50)

4. Penyiapan gel atas

Gel atas dibuat pada hari berikutnya setelah gel bawah selesai

dipersiapkan. Komposisi gel atas dengan menggunakan 5% akrilamida 0,617 M

Tris-HCl pH 6,7 adalah seperti yang tercantum pada Tabel II.

Larutan b, d, e dan akuades dicampur dalam botol vakum atau beker glass

atau Erlenmeyer dan dilakukan diaerasi menggunakan pompa vakum. Larutan

ditambah TEMED, dan dengan hati-hati digojog, selanjutnya dituang ke atas gel

bawah setelah akuades di atasnya diambil. Sisir plastik dimasukkan dalam gel atas

untuk membuat sumuran tempat sampel. Bila polimerasi sudah terjadi dengan

sempurna (gel atas tampak putih), selanjutnya sisir plastik diambil dan kelebihan

akuades yang ada dalam masing-masing sumuran dibersihkan menggunakan

syringe.

Tabel II. Jumlah bahan yang digunakan dalam pembuatan gel atas Banyaknya yang dibutuhkan untuk volume Bahan

5. Penyiapan homogenat nyamuk

Tabung ependrof diletakkan di atas hancuran es batu, kemudian ditetesi 75

(51)

memasukkan nyamuk ke dalam lemari es, dan dimasukkan dalam tabung ependrof

tersebut, dihancurkan sampai halus dengan alat pellet pestle. Selanjutnya ke dalam

tabung ependrof tersebut dimasukkan 75μl Triton-X 5% dan didiamkan selama 30

menit pada suhu 4°C. Homogenat disentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm

selama 4 menit. Tabung efendrof yang berisi homogenat diletakkan kembali di

atas hancuran es, kemudian supernatan diambil dan dimasukkan ke dalam tabung

efendrof baru. Supernatan ditambahkan 1 tetes indikator bromophenol blue dan

dimasukkan dalam sumuran. Sebelumnya cetakan gel dipasang terlebih dahulu

pada tempat elektroda.

6. Elektroforesis

Larutan penyangga dituang pada ruang bagian atas dan bawah tempat

elektroda. Larutan penyangga di bagian atas harus menutupi seluruh permukaan

sumuran gel atas yang telah berisi homogenat. Elektroforesis dilakukan kira-kira

selama 2,5 jam pada tegangan 120 volt, kuat arus 30 mA, pada ruang dengan

temperatur 4°C. Elektroforesis dianggap sudah cukup, bila mobilitas buffer

penanda telah melewati 70-90% panjang gel. Setelah selesai, gel diambil dengan

memisahkannya dari lempeng kaca dan dilanjutkan dengan proses pengecatan.

7. Pengecatan

Larutan substrat terdiri atas 20 mg α-naftil asetat dan 2 ml aseton. Untuk

pencucian digunakan larutan penyangga 0,1 M buffer fosfat, pH 6,8 sebanyak 50

ml. Pada akhir elektroforesis gel dicuci dengan buffer fosfat selama 5 menit untuk

(52)

yang baru (25 ml) untuk inkubasi. Larutan substrat dimasukkan dan ditutup

rapat-rapat. Inkubasi dilakukan dengan kondisi temperatur ruang antara 20-30°C selama

10 menit, sambil kadang-kadang digoyang.

Untuk pengecatan digunakan larutan yang terdiri atas akuades 10 ml,

garam Fast Blue B sebanyak 45 mg dan 0,2 M buffer fosfat pH 6,8 sebanyak 10 ml. Pada akhir inkubasi, larutan substrat dibuang dan larutan untuk pengecatan

dimasukkan dan inkubasi dilanjutkan kembali. Setelah gambaran pola esterase

non-spesifik terbentuk dengan jelas dan baik, larutan untuk pengecatan dibuang

dan gel dicuci dengan air beberapa kali sampai bersih untuk menghentikan reaksi.

Gel segera difoto untuk mendapatkan gambar yang baik.

F. Analisis Hasil

Zymogram yang terbentuk dianalisis secara kualitatif. Analisis secara

kualitatif dilakukan dengan membandingkan intensitas warna pola pita antara

nyamuk subjek penelitian atau nyamuk uji dengan kontrol dan dilakukan juga

analisis dengan menghitung kecepatan gerak (jarak) esterase dalam medan listrik,

dihitung harga Rf-nya dengan rumus:

=

serta dianalisis juga dengan menggunakan tes Chi-square untuk mengetahui

(53)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertama-tama zymogram yang dihasilkan dari elektroforesis dianalisis

dengan membandingkan intensitas warna dari pola pita hasil reaksi aktivitas enzim

esterase non-spesifik dari nyamuk Ae. aegypti yang diamati secara visual (melihat

warna). Pada Gambar 8 dapat dilihat zymogram dan intensitas warna pola pita

hasil elektroforesis yang ditandai dengan E1 sebagai pita pertama, E2 sebagai pita

kedua dan E3 sebagai pita ketiga.

(54)

Gambar 8 menunjukkan bahwa esterase non-spesifik dari nyamuk Ae.

aegypti Salatiga yang digunakan sebagai kontrol, menghasilkan intensitas warna yang berbeda dengan kelompok nyamuk uji. Pada pita kelompok nyamuk kontrol

menunjukan intensitas warna yang pekat. Semakin pekat warna yang dihasilkan

menunjukkan bahwa nyamuk tersebut mempunyai aktivitas enzim esterase

non-spesifik yang tinggi. Intensitas warna pada kelompok nyamuk kontrol ini

digunakan sebagai pembanding untuk kelompok nyamuk yang berasal dari

Kelurahan Simpang III Sipin berada di Kecematan Kota Baru sebagai daerah

endemis DBD dan Kelurahan Sijenjang berada di Kecamatan Jambi Timur sebagai

daerah non endemis DBD.

Dari Gambar 8, dapat dilihat perbedaan intensitas warna antara daerah

endemis dan non endemis yang kemudian dibandingkan dengan kelompok

nyamuk kontrol yang berasal dari Salatiga. Pada daerah endemis intensitas warna

yang dihasilkan lebih pekat dibandingkan dengan daerah non endemis. Jika

dibandingkan dengan kontrol, intensitas warna pola pita dari daerah endemis lebih

pekat, sedangkan daerah non endemis jika dibandingkan dengan kontrol, intensitas

warna pola pita lebih terang.

Dari analisis diatas dapat diketahui bahwa populasi nyamuk dari daerah

endemis telah mengalami resistensi terhadap insektisida, sedangkan populasi

nyamuk dari daerah non endemis kecenderungan masih rentan terhadap

insektisida. Populasi nyamuk kontrol cenderung lebih rentan terhadap insektisida

(55)

dilihat dari intensitas warna pola pita yang dihasilkan dari populasi nyamuk dari

daerah endemis lebih pekat dibandingkan nyamuk kontrol.

Sama halnya dengan hasil penelitian dari Rosario, Miranda-Miranda,

Vasquez dan Estrada (1997), bahwa saat peningkatan enzim esterase non-spesifik

uji esterase menunjukkan kesamaan dengan profil protein. Sejak semua produksi

protein berlebih ditunjukkan dengan menghidrolisis ester pada naftil asetat. Selain

itu, dari penelitian Scharf, Hemingway, Reid, Small dan Bennett (1996) untuk

mengetahui resistensi Blattella germanica terhadap 4 golongan insektisida, yaitu

piretroid, organofosfat, karbamat, dan siklodien dengan menggunakan metode

biokimia dan elektroforesis. Telah diindikasikan bahwa adanya intensitas warna

pita yang lebih pekat pada Blattella germanica yang dikoleksi dari lapangan

daripada kelompok pembandingan yang masih rentan, terdapat juga peningkatan

esterase atau esterase mempunyai spesifikasi tinggi terhadap hidrolisis naftil

asetat.

Pada penelitian dengan metode elektroforesis ini, setelah gel dilepas dari

cetakan dan dicuci dengan larutan buffer fosfat, gel diinkubasi dengan larutan

substrat yang mengandung α-naftil asetat. Penginkubasian ini bertujuan untuk

mengikat enzim oleh larutan substrat. Selanjutnya ditambahkan larutan yang

digunakan untuk membentuk warna akhir. Larutan tersebut mengandung garam

fast blue B (O-dianisidine tetrazotized), akuades dan larutan buffer fosfat. Setelah warna timbul pada gel, dibilas dengan aquades untuk menghentikan reaksi. Warna

(56)

adalah reaksi pembentukan warna yang terjadi pada analisis secara kualitatif

(pengamatan visual):

O C CH3

di-α-naftol tetrazo-О-dianisidine

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Jambi (2006a),

(57)

dengan menggunakan Cynoff. Data dari Dinas Kesehatan menyebutkan, untuk

Kecamatan Kotabaru pada tahun 2005 dan tahun 2006 dilakukan fogging 15 kali

dan 13 kali, sedangkan untuk Kecamatan Jambi Timur dilakukan fogging 11 kali

dan 2 kali. Cynoff mengandung bahan aktif Cypermethrin, merupakan insektisida

golongan piretroid sintetik yang mempunyai gugus utama ester. Sasaran target

untuk DDT dan piretroid pada saluran membran saraf dan resistensi spesies

tergantung pada perubahan ikatan insektisida terhadap saluran natrium pada

membran (Mourya, et.al, 1993). Menurut Mardihusodo (1996), esterase

non-spesifik telah lama dikenali sebagai enzim yang penting dalam pendetoksifikasian

kimia insektisida yang berhubungan dan salah satu mekanisme resistensi

insektisida yang diketahui tejadi pada nyamuk. Oleh sebab itu, resistensi yang

didapat dari kelompok nyamuk yang berasal dari daerah endemis DBD di Kota

Jambi, kemungkinan disebabkan pendetoksifikasian berlebih dari kimia insektisida

yang dipaparkan secara berlebih juga.

Enzim pendetoksifikasi, yang merupakan dasar terjadinya resistensi saat

peningkatan level dan perubahan aktivitas dari esetrase atau oksidase, mencegah

insektisida untuk mencapai tempat aksinya. Enzim-enzim tersebut diketahui untuk

mendetoksifikasi semua gugus utama pada insektisida. Genetik dan dasar

molekular dari resistensi insektisida pada nyamuk melalui mekanisme

detoksifikasi enzim telah dipelajari secara luas. Peningkatan aktivitas detoksifikasi

enzim esterase dihubungkan dengan penjelasan tentang struktur gen yang sesuai (

(58)

Seperti yang telah disebutkan pada Bab II, mekanisme resistensi serangga

terhadap insektisida dapat disebabkan oleh resistensi metabolik. Cypermetrin yang

masuk ke dalam tubuh nyamuk akan segera dimetabolisme atau didetoksifikasi

oleh enzim yang bersangkutan sebelum berikatan dengan reseptor pada sistem

saraf sehingga tidak lagi mempunyai daya membunuh. Semakin tinggi aktivitas

enzim pendetoksi semakin nyamuk resisten terhadap insektisida. Perkiraan reaksi

metabolisme atau detoksifikasi dari cypermetrin dalam tubuh nyamuk telah

dijelaskan pada Bab II.

Zymogram yang didapatkan dari elektroforesis juga dihitung kecepatan

gerak (jarak) esterase dalam medan listrik (Rf) dan juga dianalisis dengan

menggunakan Chi-square untuk mengetahui adanya perbedaan frekuensi elektromorf yang menunjukkan adanya perbedaan aktivitas esterase non-spesifik.

Pada Tabel III, ditemukan perbedaan jumlah pita zymogram kelompok

nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari daerah non-endemis (Kelurahan Sijenjang) dibandingkan dengan kelompok nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari daerah

endemis (Kelurahan Simpang III Sipin), dan kontrol. Pada daerah non-endemis

hanya terdapat 2 pita, sedangkan pada daerah endemis dan kontrol terdapat 3 pita.

Esterase non-spesifik dan hasil zymogram dari elektroforesis dapat dilihat pada

Tabel III.

Untuk mengetahui adanya perbedaan aktivitas esterase, hasil pengamatan

jumlah pita yang dihasilkan pada elektroforesis ini dianalisis dengan menggunakan

(59)

dan dapat dikatakan adanya perbedaan aktivitas esterase non-spesifik antara

kelompok nyamuk Ae. aegypti dari daerah endemis dan daerah non-endemis. Hasil

serupa juga dijumpai pada penelitian yang dilakukan oleh Ernaningsih (1999)

dengan menggunakan analisis Chi-square, yaitu ditemukannya perbedaan

frekuensi elektromorf yang menandai adanya perbedaan aktivitas esterase

non-spesifik pada nyamuk Culex quinquefasciatus yang berasal dari daerah endemik

dan daerah non-endemik (p < 0,05). Pita-pita zymogram dari nyamuk yang berasal

daerah endemik, non-endemik dan kontrol yang didapat kemudian dihitung harga

Rf-nya.

Tabel III. Esterase non-spesifik dan jumlah pita yang dihasilkan dari kelompok nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari Kelurahan Simpang III Sipin (daerah endemik DBD), Kelurahan Sijenjang (daerah non-endemik DBD), dan Salatiga sebagai kontrol

Daerah endemik Daerah

non-endemik Kontrol

Enzim

Dari Tabel IV, dapat dilihat tidak ada perbedaan yang signifikan antara

harga Rf pada pita 1 (E1) dan 2 (E2) yang dihasilkan pada kelompok nyamuk Ae.

(60)

kontrol. Untuk pita 3 (E3) pada daerah non-endemis tidak ditemukan, sehingga

harga Rf tidak dapat dihitung, tetapi juga tidak ada perbedaan yang signifikan

antara harga Rf antara daerah endemis dan kontrol.

Tabel IV. Kecepatan gerak (jarak) esterase non-spesifik dalam medan listrik (Rf) setiap pita yang terdapat pada zymogram hasil elektroforesis untuk setiap kelompok nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari Kelurahan Simpang III Sipin (daerah endemik DBD), Kelurahan Sijenjang (daerah non-endemik DBD), dan Salatiga sebagai kontrol

Kecepatan gerak (jarak) (cm)

Pita Daerah

endemik

Daerah

non-endemik Kontrol

1 (E1) 0,18 0,18 0,2

2 (E2) 0,36 0,36 0,36

3 (E3) 0,94 - 0,96

Elektroforesis biasanya digunakan untuk menentukan komposisi protein

suatu produk makanan. Sebagai contohnya, perbedaan yang terdapat didalam

komposisi protein dari protein jenuh kacang kedelai dan weiyang dihasilkan

melalui teknik pemisahan yang berlainan. Elektroforesis dapat juga digunakan

untuk menentukan kemurniaan suatu ekstrak protein (Anonim, 2007c). Dari data

diatas (Tabel IV), diketahui tidak adanya perubahan komposisi dari protein

penyusun esterase non-spesifik pada kelompok nyamuk Ae. aegypti baik yang

berasal dari daerah endemis, daerah non-endemis maupun kontrol.

Metode elektroforesis yang digunakan untuk mengetahui gambaran profil

(61)

dan no-endemis DBD dari Kota Jambi, tidak hanya dapat digunakan untuk

mengetahui gambaran profil esterase non-spesifik pada serangga yang telah

terpapar insektisida golongan organofosfat atau karbamat, tetapi juga dapat

digunakan untuk insektisida golongan piretroid. Seperti pada penelitian yang

dilakukan oleh Ganesh, Vijayan, Urmila, Gopalan, and Prakash (2002) untuk

mengetahui adanya peranan esterase dan monooksigenase pada resistensi

Anopheles stephensi Giles (1908) terhadap deltametrin dari Mysore, digunakan elektroforesis gel poliakrilamida dan menunjukkan adanya perbedaan profil

isoenzim pada analisis A-esterase dan B-esterase. Elektroforesis gel akrilamida

juga digunakan untuk mengetahui adanya toleransi piretroid pada Culex pipiens

pipiens var molestus dari Marin, California (McAbee, et.al, 2003).

Mutasi apa saja pada gen yang bertanggung jawab dalam penurunan

sensitifitas tempat target, menyebabkan adanya resistesi silang untuk semua jenis

aksi insektisida pada tempat targetnya. Resistenasi silang antara DDT dan piretroid

telah dikatahui pada banyak nyamuk vektor. Resistensi silang juga ditemukan

antara organofosfat dan piretroid, misalnya Rodrigues et.al (2002) menemukan

bahwa Ae. aegypti yang resistensi terhadap temefos juga memberikan resistensi pada deltametrin, kemungkinan dikaitkan dengan peningkatan aktivitas GST. Juga

telah dilaporkan resistensi multipel (beberapa mekanisme resistensi terdapat dalam

1 populasi), karena pemaparan yang berulang-ulang atau terus menerus oleh

insektisida dari gugus kimia yang berbeda (Overgaard, 2006). Berdasarkan data

yang diterima dari Dinas Kesehatan Kota Jambi, hanya disebutkan pemakaian

(62)

tahun-tahun sebelumnya tidak tercantum insektisida yang digunakan. Pada

penelitian kali ini dimungkinkan telah terjadi resistensi silang antara insektisda

yang digunakan dalam program pemberantasan vektor penyakit DBD di Kota

(63)

46 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian profil esterase non-spesifik dengan menggunakan metode elektroforesis ini dapat disimpulkan:

1. Adanya perbedaan profil esterase non-spesifik pada populasi nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari daerah endemis DBD, Kelurahan Simpang III Sipin, dengan daerah non-endemis DBD, Kelurahan Sijenjang.

2. Adanya variasi aktivitas esterase antara populasi nyamuk Ae. aegytpi yang berasal dari Kelurahan Simpang III Sipin dengan Kelurahan Sijenjang (p < 0,05) yang ditandai dengan perbedaan frekuensi elektromorf.

3. Tidak adanya perbedaan kecepatan gerak (jarak) esterase antara populasi nyamuk Ae. aegypti dari Kelurahan Sijenjang dengan Kelurahan Simpang III Sipin, kecuali pada pita 3.

B. Saran

(64)

46

(65)

DAFTAR PUSTAKA

Amstrong, F.B., 1995, Buku Ajar Biokimia, ed. III, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 100

Anonim, 1993, Extoxnet: Extension Toxicology Network, http://pmep.cce.cornell.edu/profiles/extoxnet/carbaryl_dicrotophos/cyper met-ext.html, diakses pada tanggal 18 April 2007

Anonim, 1999, Dengue Haemorragic Fever: Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control, Edisi II, diterjemahkan oleh Monica Ester, , Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 10-11, 15, 17-18, 20-21, 88

Anonim, 2002a, Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever, http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en, diakses pada tanggal 9 April 2007

Anonim, 2002b, Fact Sheet on Dengue Fever and Dengue Haemorrhagic Fever, http://www.who.int/mediacentre/factsheets, diakses pada tanggal 18 April 2007

Anonim, 2002c, A Color Photo Atlas Of Mosquitoes Of Southaestern, Departemen Of Medical Entomology, Australia, http://www.arbovirus.health.nsw.gov.au/areas/arbovirus/mosquit/photos, diakses pada tanggal 28 Mei 2007

Anonim, 2004, Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever, No.29, WHO Genewa, 3-22, 59-72

Anonim, 2005a, CD Risk Assessment: DF, DHF and DSS in Indonesia, February

2005,

http://www.who.int/diseasecontrol-emergencies/guidelines/Dengue-ind-risk%20assess.pdf, diakses pada tanggal 18 April 2007

Anonim, 2005b, DHF/DBD, http:/www.infeksi.com/artikel, diakses pada tanggal 18 April 2007

Anonim, 2005c, Demam Berdarah, http://www.pemkot-malang.go.id/britaku/data/upimages/siklus-tular.gif, diakses pada tanggal 21 Januari 2007

(66)

Anonim, 2006a, Data Penyemprotan Insektisida Cynoff di Kota Jambi, Dinas Kesehatan Kota Jambi

Anonim, 2006b, Data Kasus Demam Berdarah Dengue Periode 2003-2005 di Kota Jambi, Dinas Kesehatan Kota Jambi

Anonim, 2006c, Elektroforesis, http://id.wikipedia.org/wiki/Elektroforesis, diakses pada tanggal 9 Maret 2007

Anonim, 2006d, Elektroforesis Gel, http://id.wikipedia.org/wiki/Elektroforesis_gel, diakses pada tanggal 9 Maret 2007

Anonim, 2007a, Biologi Molekuler, http://id.wikipedia.org/wiki/Biologi_molekular, diakses pada tanggal 9 Maret 2007

Anonim, 2007b, Elektroforesis gel poliakrilamid (PAGE), http://pkukmweb.ukm.my/~mamot/STKM2022/PAGE.htm, diakses pada tanggal 9 Maret 2007

Ansori, I., 2000, Elektroforesis Beberapa Enzim Anopheles maculatus di Sumatera Selatan, Majalah Kesehatan Sumatera Selatan, Th. 32, No. 3, 38

Dewi, A.A.I.A.G., 2006, Penentuan Status Resistensi Nyamuk Aedes aegypti yang Berasal dari Wilayah Denpasar Timur (Bali) Terhadap Insektisida Organofosfat Secara Biokemis, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Dharmawan, R., 1993, Metoda Identifikasi Spesies Kembar Nyamuk Anopheles, Sebelas Maret University Press, Surakarta

Djunaedi, D., 2006, Demam Berdarah:Epidemiologi, Imunopatologi, Patogenesis, Diagnosis, dan Penatalaksanaannya, UMM Press, Malang, 11-14, 18, 64, 82, 105-108

Ernaningsih, 1999, Culex quinquefasciatus Say (Diptera: Culicidae) dari Daerah Endemik Filariasis Bancrofti: Perbedaan Rasio Dorsal-Ventral Genital Jantan dan Analisis Isoenzim. Thesis. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Gambar

Tabel I. Jumlah bahan yang digunakan dalam pembuatan gel
Gambar 1. Telur nyamuk Ae. aegypti..................................................
Gambar 1. Telur Ae. aegypti (Mortimer, 1998)
Gambar 2. Perbedaan gigi sisir pada larva Ae. aegypti dengan Ae. albopictus dan Ae. Scutellaris
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kita dapat memecahkan masalah ini dengan lebih mudah apabila menggunakan cara pandang yang lain, yaitu “Berapa banyak air yang Bob tambahkan ke dalam botol setiap

Arah pengembangan dari masing-masing elemen pelayanan sangat penting untuk diketahui guna memberikan peningkatan terhadap kepuasan pengguna layanan jasa

Meningkatnya resiko mengakibatkan bank, baik yang konvensional maupun yang syariah dituntut untuk dapat bersaing didalam melayani dunia bisnis agar resiko transaksi yang

Nama Lelang :Pengadaan Jaring Gillnet, Coolbox Kapasitas 200 L, dan Alat Bantu Penangkapan Ikan (Fish Finder) (Lelang Ulang) Kategori :Jasa Lainnya.. Agency :LPSE Kota

CHANDRA CIPTA PRATAMA Tidak memasukkan Dokumen Penawaran dan Isian Kualifikasi.

Yang teristimewa juga kepada adik – adik ku tercinta, Widodo Sudirja dan Sekar Ayu Diningrum yang telah banyak memberikan doa, motivasi, dan semangatnya sehingga penulis

Analisis Pengaruh Penerapan Remedial Terhadap Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Siswa Di SMUN 5 Kendari. Sebagai bahan pembanding statistik dengan maksud

program pengolahan citra menggunakan program matlab telah dikembangkan.Keunggulan metoda pengolahan citra adalah dapat digunakan untuk melihat perilaku suatu benda yang sangat