PARTISIPASI PETANI DALAM PELAKSANAAN POLA
PENANAMAN PADI DENGAN METODE SRI (SYSTEM OF
RICE INTENSIFICATION) DI DESA ALESIPITTO
KECAMATAM MA’RANG KABUPATEN PANGKEP
FAISAL TAWAKAL 105960103711
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2015
PARTISIPASI PETANI DALAM PELAKSANAAN POLA
PENANAMAN PADI DENGAN METODE SRI (SYSTEM OF
RICE INTENSIFICATION) DI DESA ALESIPITTO
KECAMATAM MA’RANG KABUPATEN PANGKEP
FAISAL TAWAKAL 105960103711
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Strata Satu ( S-1 )
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2015
HALAMAN PENGESAHAN
Judul : Partisipasi petani dalam pelaksanaan pola penanaman padi dengan metode SRI (System Of Rice Intensifikation) di Desa Alesipitto Kecamatam Ma’rang Kabupaten Pangkep
Nama : Faisal Tawakal
Stambuk : 105960103711
Konsentrasi : penyuluhan dan komunikasi pertanian Program studi : Agribisnis
Fakultas : Pertanian
Disetujui
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. Muh. Arifin Fattah, M.Si Dewi Sartika, S.TP,M.Si
Diketahui
Dekan Fakultas Pertanian Ketua Prodi Agribisnis
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI
Judul : Partisipasi petani dalam pelaksanaan pola penanaman padi dengan metode SRI (System Of Rice Intensifikation) di Desa Alesipitto Kecamatam Ma’rang Kabupaten Pangkep
Nama : Faisal Tawakal
Stambuk : 105960103711
Konsentrasi : penyuluhan dan komunikasi pertanian Program studi : Agribisnis
Fakultas : Pertanian
Susunan Tim Penguji
NAMA TANDA TANGAN
1. Ir. Muh Arifin Fattah, M.Si (………...)
Pembimbing I
2. Dewi Sartika,S.TP.,M.Si (………...)
Pembimbing II
3. Dr. Ir. Kasifah, MP (………...)
Penguji I
4. Isnan Junais, S.TP.,M.Si (………...)
Penguji II
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: Partisipasi Petani
Dalam Pelaksanaan Pola Penanaman Padi Dengan Metode SRI ( Sistem Of Rice Intensication) Di Desa Alesipitto Kecamatan Ma’rang Kabupaten Pangkep adalah benar-benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Makassar, September 2015 FAISAL TAWAKKAL
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Partisipasi Petani Dalam Pelaksanaan
Pola Penanaman Padi Dengan Metode SRI ( Sistem Of Rice Intensication) Di Desa Alesipitto Kecamatan Ma’rang Kabupaten Pangkep. Dalam penyusunan
skripsi, penulis menghadapi banyak kendala, akan tetapi kendala itu mampu diselesaikan dengan baik berkat arahan dan bimbingan selama penyusunan skripsi ini.
Penulis memahami sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih banyak kepada yang terhormat:
1. Ir.Muh. Arifin Fattah, M.Si selaku pembimbing I dan Ibu Dewi Sartika , S.TP.,M.Si, selaku pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi dapat diselesaikan. 2. Bapak Ir. Saleh Molla, M.M selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Makassar.
3. Bapak Amruddin, S.Pt., M.Si selaku ketua Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.
4. Kedua orang tua ayahanda A. Alimuddin dan ibunda Nilmawati Alni, dan kakakku Ilham Alni S.E, Irfan Alni, Irmawati Alni, Akmal Jaya serta Adikku Lili Fauzia Alni dan segenap keluarga yang senantiasa memberikan dukungan
5. Seluruh Dosen Jurusan Agribisnis di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah membekali segudang ilmu kepada penulis.
6. Kepada Ibu Desa Alesipitto segenap Staf Desa dan Masyarakat Alesipitto yang telah meluangkan waktunya dan memberikan informasi yang dapat mendukung dalam penyusunan skripsi ini.
7. Kepada rekan-rekan mahasiswa agribisnis angkatan 2011 yang telah memberikan doa, semangat dan bantuannya kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang terkait dalam penulisan skripsi ini, semoga karya tulis ini bermanfaat dan dapat memberikan sesuatu yang berarti bagi pihak yang membutuhkan, dapat memberikan inspirasi bagi para pembaca untuk melakukan hal yang lebih baik lagi dan bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Makassar, September 2015
FAISAL TAWAKAL 105960103711
ABSTRAK
FAISAL TAWAKAL. 105960103711. Partisipasi Petani Dalam Pelaksanaan
Pola Penanaman Padi Dengan Metode SRI ( System Of Rice Intensification ) di Desa Alesipitto Kecamatan Ma’rang Kabupaten Pangkep. Dibawa bimbingan
MUH. ARIFIN FATTAH dan DEWI SARTIKA.
Penelitian ini untuk mengetahui tingkat partisipasi petani terhadap metode tanam padi SRI dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi tingkat penerapan petani dalam melaksanakan penanaman padi metode SRI di Desa Alesipitto Kecamatan Ma’rang Kabupaten Pangkep.
Populasi dalam penelitian ini sebanyak 300 orang kemudian diambil sampel 10% sehingga diperole responden sebanyak 30 orang pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana (Simple Random Sampling) analisis data yang digunakan adalah kuantitatif dan kualitatif dengan menggunakan indicator Scoring dan Regresi Linear Berganda.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat partisipasi petani dalam pelaksanaan penanaman metode SRI di Desa Alesipitto Kecamatan Ma’rang Kabupaten Pangkep yaitu Pada pemilihan benih memiliki rata-rata 2,13 % termasuk dalam kategori sedang karna masyarakat petani disana memilii kendala di bagian benih karna rata-rata yang mereka bibit merupakan hasil produksinya sendiri karna bibit yang mereka harapakan dari pemerinta terkadang lambat dan pembagianya tidak merata kepetani pada saat bibit itu sampai ke Desa, Sedangkan pada tahap pemupukan memiliki nilai rata-rata 2,56 % termasuk dalam kategori tinggi karna masyarakat petani tiap tahunya mendapat bantuan pupuk organik dari pemerintah setempat terkait dangan penanaman metode SRI ditambah lgi rata-rata masyarakat petani disana memiliki ternak peliharaan dimana kotoran ternak tersebut dia manfaatkan sebagai pupuk kandang. Sedangkan factor-faktor yang mempengaruhi tingkat penerapan petani terhadap penanaman metode SRI yaitu Pemahaman petani berpengaruh positif dan sgnifikan terhadap tingkat penerapan petani, hal ini dibuktikan dengan nilai p = 0,19 lebih kecil dari α = 0,05 dan hipotesis H1 diterima, sedangkan tradisi masyarakat petani, perbaikan sarana irigasi tidak berpengaruh positif dan signifikan hal ini dapat di lihat dengan nilai P = 0,355 lebih besar dari α = 0,05 Hipotesis H2ditolak dan irigasi dengan nilai P = 0,515 lebih besar dari α = 0,05 Hipotesis H3ditolak.
HALAMAN PENGESAHAN
Judul : Partisipasi petani dalam pelaksanaan pola penanaman padi dengan metode SRI (System Of Rice Intensifikation) di Desa Alesipitto Kecamatam Ma’rang Kabupaten Pangkep
Nama : Faisal Tawakal
Stambuk : 105960103711
Konsentrasi : penyuluhan dan komunikasi pertanian Program studi : Agribisnis
Fakultas : Pertanian
Disetujui
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. Muh. Arifin Fattah, M.Si Dewi Sartika, S.TP,M.Si
Diketahui
Dekan Fakultas Pertanian Ketua Prodi Agribisnis
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI
Judul : Partisipasi petani dalam pelaksanaan pola penanaman padi dengan metode SRI (System Of Rice Intensifikation) di Desa Alesipitto Kecamatam Ma’rang Kabupaten Pangkep
Nama : Faisal Tawakal
Stambuk : 105960103711
Konsentrasi : penyuluhan dan komunikasi pertanian Program studi : Agribisnis
Fakultas : Pertanian
Susunan Tim Penguji
NAMA TANDA TANGAN
1. Ir. Muh Arifin Fattah, M.Si (………...)
Pembimbing I
2. Dewi Sartika,S.TP.,M.Si (………...)
Pembimbing II
3. Dr. Ir. Kasifah, MP (………...)
Penguji I
4. Isnan Junais, S.TP.,M.Si (………...)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iv
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI ... v
KATA PENGANTAR... vi
ABSTRAK ... viii
DAFTAR ISI... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6
II.TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Partisipasi Petani ... 7
2.2 Bentuk-bentuk Partisipasi ... 8
2.2.1 Bentuk Struktural ... 8
2.2.3 Pengetahuan atau Ide... 9
2.2.4 Motivasi ... 10
2.2.5 Sumber Daya Manusia ... 10
2.2.6 Wawasan ... 11
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi ... 11
2.4 Pemahaman Petani... 14
2.5 Tradisi Masyarakat Petani ... 16
2.6 Perbaikan Sarana Irigasi ... 17
2.7 Manajemen Irigasi ... 18
2.8 Aplikasi Metode Percobaan SRI... 19
2.9 Deskripsi Budidaya Tanaman Padi SRI dan Penerapannya ... 22
2.10 Keberhasilan SRI di Indonesia... 28
2.11 Kerangka Pikir... 31
III. METODE PENELITIAN ... 32
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 32
3.2 Teknik Penentuan Sampel... 32
3.3 Jenis dan Sumber Data ... 33
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 33
3.5 Teknik Analisis Data ... 34
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 36
4.1 Kondisi Geografis ... 36 4.1.1 Tofografi ... 36 4.1.2 Iklim ... 36 4.1.3 Tanah... 36 4.2 Kondisi Demografis ... 36 4.2.1 Keadaan Penduduk... 36
4.2.3 Komposisi Jumlah Penduduk Berdasrkan Mata Pencaharian... 37
4.2.4 Komposisi jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 38
4.3 Kondisi Pertanian... 39
4.3.1 Keadaan Kelompok Tani... 40
4.3.2 Pembangunan Pertanian... 41
4..3.3 Fasilitas Usaha Tani ... 41
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45
5.1 Karakteristik Petani Responden ... 45
5.1.1 Umur ... 45
5.1.2 Tingkat Pendidikan ... 46
5.1.3 Pengalaman Bertani ... 48
5.1.4 Jumlah Tanggungan Keluarga... 49
5.1.5 Luas Lahan... 50
5.2 Partisipasi Petani dalam Pelaksanaan Pola Penanaman Padi dengan Metode SRI ... 51 5.2.1 Pengolahan Lahan... 51 5.2.2 Pemupukan ... 52 5.2.3 Pemilihan Benih ... 52 5.2.4 Persemaian... 53 5.2.5 Penanaman... 53
5.3 Tingkat Partisipasi Petani Terhadap Metode Penanaman Pola SRI... 54
5.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat penerapan Petani Terhadap Metode Penanaman Pola SRI... 56
5.4.1 Uji Analisis Regresi Berganda... 56
5.4.2 Koefisien Determinasi (R2)... 58
5.4.3 Uji Simultan ( Uji F) ... 59
VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 61
6.1 Kesimpulan ... 61 6.2 Saran... 62
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
1.
Komposisi Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur di Desa AlesipittoKec. Ma’rang Kab. Pangkep ... 37
2.
Komposisi Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencahariandi Desa Alesipitto Kec. Ma’rang Kab. Pangkep ... 38
3.
Komposisi Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikandi Desa Alesipitto Kec. Ma’rang Kab. Pangkep ... 39
4.
Distribusi Penggunaan lahan berdasarkan fungsi lahan Desa AlesipittoKecamatan Ma’rang Kabupaten Pangkep... 40
5.
Keadaan Kelompok Tani, Jumlah Anggota dan Luas HamparanSawah Desa Alesipitto Kec. Ma’rang Kab. Pangkep ... 41
6.
Fasilitas Usaha Tani di Desa Alesipitto Kec. Ma’rang Kab. Pangkep... 447.
Umur petani responden di Desa Alesipitto Kecamatan Ma’rangKabupaten Pangkep, 2015... 46
8.
Tingkat pendidikan petani responden di Desa Alesipitto KecamatanMa’rang Kabupaten Pangkep, 2015………. 47
9.
Pengalaman Bertani Petani Responden di Desa Alesipitto KecamatanMa’rang Kabupaten Pangkep, 2015 ... 48
10.
Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Responden di Desa AlesipittoKecamatan Ma’rang Kabupaten Pangkep, 2015... 50
11.
Luas Lahan Petani Responden di Desa Alesipitto KecamatanMa’rang Kabupaten Pangkep, 2015... 51
12.
Kategori Dan Rata-Rata Untuk Mengetahui Seberapa Besar Tingkatdi Desa Alesipitto Kecamatan Ma’rang
Kabupaten Pangkep... 55
13.
Hasil Analisis Regresi Berganda... 57DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Teks Halaman
1. Koesioner Penelitian scoring... 66
2. Identitas Responden ... 71
3. Perhitungan Pengolahan Lahan... 72
4. Perhitungan Pemupukan... 73
5. Perhitungan Pemilihan Benih... 74
6. Perhitungan Persemaian... 75
7. Perhitungan Penanaman... 76
8. Kuisioner Penelitian Regresi Linier Berganda... 77
9. Pemahaman Petani (X1) ... 84
10. Tradisi Masyarakat Petani (X2)... 85
11. Perbaikan Sarana Irigasi (X3)... 86
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bangsa dan Negara Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah dan merupakan potensi yang luar biasa dalam memenuhi kebutuhan pangan warga negaranya. Sejak zaman dahulu Indonesia dikenal sebagai negara agraris, negara yang menggantungkan potensi pembangunan ekonominya dari pengembangan sektor ekonomi pertanian.
Ketahanan pangan suatu bangsa kedepannya menjadi modal besar pembangunan ekonomi suatu negara, oleh karena itu sektor pertanian yang didukung oleh sumber daya alam melimpah dan iklim Indonesia yang cocok juntuk pembangunan ekonomi pertanian dapat menjadi lokomotif pembanguanan sektor agraris. Struktur tanah di Indonesia umumnya baik untuk digunakan bercocok tanam, bahkan sejak dahulu kala bapak proklamasi kita mengatakan di Indonesia apapun yang ditaman bisa tumbuh, akar sekalipun. Hal ini tentu menggambarkan betapa suburnya tanah air kita, Indonesia.
Dalam masyarakat agraris kita sektor pertanian dengan usaha dan budidaya tanaman padi menurut data Biro Pusat Statik (BPS) 75% masyarakat agraris Indonesia hidup dengan profesi petani padi. Data statistik ini tentu memberikan kita referensi gambaran struktur masyarakat petani kita dimana sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya dari hasil pertanian. Dengan data ini sebenarnya jika pemerintah ingin membangun ekonomi pertanian maka cukup fokus pada pengembangan pertanian padi.
Pada sisi lain secara budaya dan tradisi masyarakat Indonesia juga beranggapan bahwa konsumsi beras sebagai makanan pokok masih menjadi prestise/kebanggaan, mereka yang mengkonsumsi makanan pokok selain beras kerap kali diidentikkan dengan golongan masyarakat yang serba kekurangan (Kusmiadi, 2012). Nasi telah menjadi makan pokok utama yang menjadi konsumsi keseharian masyarakat kita dari berbagai macam golongan. Sebagaimana kita ketahui nasi ini diolah dari beras yang merupakan hasil tanaman padi.
Data BPS tahun 2014 menggambarkan jumlah penduduk Indonesia kurang lebih 250 juta jiwa dengan pertumbuhan penduduk rata rata 1,5% pertahun, dengan pertumbuhan pendapatan 6,5 % pertahun, sementara pertumbuhan produksi padi kurang dari 3 % pertahun dan disisi lain laju permintaan pangan 4,87% pertahun sehingga suplai pangan seharusnya dapat tumbuh 5% pertahun, namun realisasi produksi padi justru turun 1,6% dari produksi minimal. Data BPS tahun 2014 juga menggambarkan konsumsi beras masyarakat Indonesia juga termasuk tinggi bahkan salah satu yang tertinggi di dunia jika dibandingkan dengan negara - negara lain seperti Jepang dengan tingkat konsumsi beras mencapai 50 Kg/Kapita/Tahun, Malaysia 80 Kg/Kapita/Tahun, Thailand 70 Kg/Kapita/Tahun, Korea Selatan 40 Kg/Kapita/Tahun, Indonesia 139,15 Kg/Kapita/Tahun, sedangkan rata-rata konsomsi beras dunia hanya 60 Kg/Kapita/Tahun. Data BPS ini memperlihatkan kepada kita akan ketergantungan hidup masyarakat kita dari hasil pertanian padi.
Saat ini struktur, arah, fokus pembangunan ekonomi yang diterapkan oleh pemerintah tidak berpihak pada pembangunan ekonomi pertanian, khususnya pada sektor pertanian agraris tanaman padi. Pemerintah dalam banyak kebijakan lebih memilih pengembangan usaha usaha yang padat modal atau dengan kata lain dapat mendatangkan investasi yang menguntungkan secara singkat. Sektor pertanian agraris tanaman padi terlihat tidak mendapat perhatian yang serius dari pemerintah, antara lain tidak tersedianya insfrastruktur pertanian yang memadai, tidak berkembangnya industri yang menunjang sarana produksi pertanian dan lain-lain. Akibatnya setiap tahun pemerintah selalu mengeluarkan kebijakan impor beras. Dewasa ini negara kita telah dibanjiri oleh beras beras dari luar negeri yang sebenarnya akan semakin mematikan minat petani untuk mengembankan sektor agraris tanaman padi. Hambatan pada sisi lain dengan jumlah penduduk yang besar akan membutuhkan kebutuhan lahan perumahan, kebutuhan lahan bisinis dan lainnya yang akan semakin mengikis lahan produksi petani padi.
Faktor kebutuhan beras sebagai makanan utama dan semakin berkurangnnya lahan pertanian mengharuskan inovasi - inovasi tentang metode pertanian yang bertujuan meningkatkan hasil – hasil pertanian padi. Berbagai upaya yang mendukung pembangunan sektor agraris tanaman padi telah banyak dilakukan oleh pemerintah maupun lembaga-lembaga non pemerintah. Pengembangan teknologi dan inovasi tanaman padi diperlukan untuk menhasilkan jumlah volume produksi padi secara nasional. Beberapa upaya konkrit melalui program-program pertanian telah berhasil diimplementasik dan diterima oleh sebagian petani dibeberapa wilayah di Indonesia. Tetapi tidak jarang introduksi
inovasi belum bisa langsung diterapkan oleh petani bahkan masih perlu waktu yang cukup lama agar inovasi tersebut dapat diterima dan diterapkan menjadi bagian dari kebutuhan petani sebagai pengguna. Untuk itu diperlukan aplikasi teknologi yang mudah dipahami dan diterapkan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh petani. Pendekatan partisipatif menjadi modal dasar untuk mendorong petani dalam melakukan inovasi baru.
Salah satu metode pananaman padi yang cukup berhasil dibeberapa negara adalah melalui teknik metode SRI. Metode SRI atau dikenal sebagai System of Rice Intensification menerapkan konsep sinergi dimana semua komponen teknologi berinteraksi dan saling menunjang sehingga hasilnya secara keseluruhan lebih banyak. SRI hanya akan berhasil jika semua komponen teknologi dilaksanakan secara bersamaan. Dibeberapa daerah (seperti di lokasi Garut dan Ciamis) metode ini berhasil meningkatkan volume produksi petani. Kelompok– kelompok tani sebagai ujung tombak pengembangan metode ini terus berkembang menjadi sebuah komunitas petani Budidaya Padi Ekologis (BPE). Berdasarkan beberapa informasi, dengan pola SRI dapat meningkatkan produksi padi dibandingkan budidaya padi dengan cara konvensional serta bernilai ekonomi, khususnya beras organik. Pola pengembangan usahatani padi dengan pendekatan SRI, sampai saat ini masih menjadi polemik dan mengundang perdebatan teknis diantara lembaga-lembaga yang berkepentingan dengan kebijakan-kebijakan maupun implementasi di lapangan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun demikian berdasarkan informasi terakhir pola budidaya padi dengan penerapan SRI telah mendapat perhatian Presiden maupun Menteri Pertanian,
sekaligus mendorong pengembangan metode SRI diterapkan secara lebih luas diwilayah Indonesia.
Untuk lingkup Sulawesi Selatan salah satu Kabupaten dimana terdapat banyak kelompok tani atau petani yang telah mencoba teknik penanaman padi dengan metode SRI terdapat di Kabupaten Pangkep. Untuk itu kajian penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang tingkat partisipasi petani dalam penerimaan inovasi baru tanaman padi yakni pelaksanaan pola penanaman padi dengan metode SRI khususnya di Kabupaten Pangkep.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana tingkat partisipasi petani terhadap metode penanaman pola SRI di Desa Alesipitto Kecamatan Ma’rang Kabupaten Pangkep?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat penerapan petani terhadap metode penanaman pola SRI di Desa Alesipitto Kecamatan Ma’rang Kabupaten Pangkep?
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui seberapa besar tingkat partisipasi petani terhadap metode penanaman pola SRI di Desa Alesipitto Kecamatan Ma’rang Kabupaten Pangkep.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat penerapan metode penanaman pola SRI di Desa Alesipitto Kecamatan Ma’rang Kabupaten Pangkep.
1.3.2 Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini diharapkan :
1. Sebagai bahan referensi dalam penelitian yang akan mengukur tingkat partisipasi petani terhadap metode peanaman pola SRI di Desa Alesipitto Kecamatan Ma’rang Kabupaten Pangkep.
2. Sebagai bahan informasi bagi penulis dalam menyusun Skripsi mengenai metode peanaman pola SRI di Desa Alesipitto Kecamatan Ma’rang Kabupaten Pangkep.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Partisipasi Petani
Partisipasi merupakan sebuah prinsip dasar dari pengembangan masyaraka, yang mempunyai makna sebagai pemberdayaan dan kemandirian, dengan tujuan membuat setiap orang dalam masyarakat terlibat aktif dalam proses-proses dan kegiatan masyarakat. Kebijakan pemerintah tentang pengelolaan sistem irigasi di tingkat usahatani telah ditetapkan dalam dua landasan hukum yaitu UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2006 tentang Irigasi. Pada kedua landasan hukum itu ditekankan bahwa pengembangan sistem irigasi tersier menjadi hak dan tanggung jawab perkumpulan petani pemakai air.
Pengembangan dan pengelolaan irigasi dilaksanakan secara partisipatif dengan berbasis peran serta petani sejak pemikiran awal sampai dengan pengambilan keputusan dan pelaksanaan kegiatan, serta didukung oleh kelembagaan pengelolaan koordinasi antar stakeholder seperti komisi irigasi, dengan demikian peranan petani dan kelembagaan petani pemakai air dalam pengelolaan sistem irigasi sangat diperlukan, hal ini dapat terlihat dengan adanya penerapan teknologi dan kebijakan baru termasuk teknologi budidaya padi metode SRI.
2.2 Bentuk-betuk Partisipasi
2.2.1 Bentuk Struktural
Di dalam suatu masyarakat, dari yang paling kecil seperti rumah tangga ada tatanan atau struktur tertentu untuk mengatur keberlanjutan masyarakat tersebut. Soekanto (1983), memberikan contoh yang paling sederhana tentang teori struktural-fungsional yaitu struktur tubuh manusia yang terdiri dari kepala, leher, badan dan anggota badan. Masing-masing struktur mempunyai tugas sendiri-sendiri namun tetap diperlukan kerjasama karena struktur yang satu dan lainnya saling tergantung agar bisa menjalankan tugas secara sempurna.
Di dalam pembangunan pertanian juga ada suatu struktur kelembagaan, yaitu: 1) petani/kelompok tani yang bertugas memproduksi,
2) toko sarana produksi, bank yang menyediakan sarana produksi, 3) Badan Penelitian dan Pengembangan yang menghasilkan teknologi, 4) Lembaga penyuluhan dan
5) lembaga yang membuat kebijakan (Hermanto,2001).
Agar tujuan pembangunan pertanian terwujud, walaupun masing-masing lembaga mempunyai tugas masing-masing tetapi kelembagaan tersebut harus bekerja sama. Namun sering dijumpai petani tidak mempunyai kesempatan untuk memperoleh pelayanan dari kelembagaan terkait sesuai dengan yang diperlukan. Maka petugas pembangunan diharapkan membantu menjembatani petani memperoleh pelayanan dari lembaga yang diperlukan sesuai dengan fungsinya. Menganalogkan teori struktural fungsional dengan usaha pelaku pembangunan dalam membantu petani memperoleh akses pelayanan dari lembaga terkait, dalam tulisan ini dinamakan pendekatan struktural.
2.2.2 Bentuk Kultural
Kultur atau kebudayaan adalah perilaku berpola yang ada dalam kelompok tertentu yang anggotanya memiliki makna, simbul dan cara yang sama untuk mengkomunikasikan makna tersebut (Colletta dan Kayam, 1987). Unsur-unsur kebudayaan tersebut meliputi pranata atau aturan tersurat maupun tersirat dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik dan agama. Kebudayaan umumnya terbentuk dalam waktu yang lama dan terinternalisasi dalam kehidupan sehari-hari dan tercermin dalam perilaku (termasuk dalam kegiatan usahatani) suatu individu atau masyarakat. Dengan demikian setiap usaha memperkenalkan suatu teknologi baru metode SRI kepada petani harus mempertimbangkan kebudayaan yang berlaku dan dianut mereka sehingga diketahui strategi (timing atau momennya, cara pendekatan ,jenis pengetahuan yang diperkenalkan) yang tepat dalam memperkenalkannya.
2.2.3 Pengetahuan atau Ide
Sebagian petani tidak mempunyai pengetahuan serta wawasan yang memadai untuk dapat memahami permasalahan mereka, memikirkan pemecahannya, atau memilih pemecahan masalah yang paling tepat untuk mencapai tujuan mereka. Tugas agen penyuluh adalah meniadakan hambatan tersebut dengan cara menyediakan informasi dan memberikan pandangan mengenaimasalah yang dihadapi. Di sisi lain, petani sebenarnya memiliki pengetahuan berupa kearifan lokal yang bisa diwariskan kepada generasi
informasi yang memadai yang bersifat teknis mengenai masalah yang dibutuhkan petani dan menunjukkan cara penanggulanganya. Selama penyuluh belum mampu memberikan informasi yang dibutuhkan petani tersebut, maka kegiatan penyuluhan tidak akan berjalan dengan baik (Sabetghadam 2003).
2.2.4 Motivasi
Motivasi berasal dari kata motif dan aksion, artinya bagaimana membuat orang untuk berusaha. Sebagian besar petani kurang memiliki motivasi untuk mengubah perilaku karena perubahan yang diharapkan berbenturan dengan motivasi yang lain. Kadang-kadang penyuluhan dapat mengatasi hal demikian dengan membantu petani mempertimbangkan kembali motivasi mereka. Petani kurang dimotivasi berusaha untuk merubah cara-cara tradisional kearah modernisasi. Atau sifat pertanian yang subsisten kurang diarahkan untuk berorientasi padapasar. Selama petani belum dimotivasi, maka akan menjadi masalah (Heryanti Suryantini,2003).
2.2.5 Sumber daya Manusia
Beberapa organisasi penyuluhan bertanggung jawab untuk meniadakan hambatan yang disebabkan oleh kekurangan sumber daya pengatahuan petani. Kegiatan penyuluhan di Indonesia biasanya berada dibawah Departemen Pertanian seringkali diberikan tanggung jawab untuk mengawasi kredit dan mendistribusikan sarana produksi seperti pupuk bibit. Masalahnya sekarang adalah organisasi yang menyediakan sumber daya tersebut tidak terlibat
melainkan dilakukan oleh penyuluh.Seharunsya kegiatan pelayanan dilakukan oleh lembaga service, kegiatan pengaturan dilakukan oleh lembaga regulation dan kegiatan penyuluhan hanya dilakukan oleh lembaga penyuluhan. Apabila ketiga lembaga ini dapat berfungsi dengan baik maka kegiatan pembangunan pertanian juga akan berjalan dengan baik.
2.2.6 Wawasan
Sebagian petani kurang memiliki wawasan untuk memperoleh sumber daya yang diperlukan. Masalah ini hampir sama dengan hambatan pengetahuan, dan peranan petani sangat diperlukan pada keadaan seperti ini. SDM petani harus menyadari bahwa setiap anggota masyarakat akan memiliki kesempatan yang sama untuk berprestasi, saling menghargai satusama lain, saling mengakui hak dan kewajiban, lebih mengedepankan prestasi ketimbang prestige, bertanggung jawab atas kelangsungan hidupnya dan mementingkan aspek-aspek kehidupan bersama (Soedijanto 2005).
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam suatu program, sifat faktor-faktor tersebut dapat mendukung suatu keberhasilan program namun ada juga yang sifatnya dapat menghambat keberhasilan program. Misalnya saja faktor usia, terbatasnya harta benda, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan.
Angell (dalam Ross, 2007) mengatakan partisipasi yang tumbuh dalam masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan seseorang dalam berpartisipasi, yaitu:
1. Usia
Faktor usia merupakan faktor yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang ada. Mereka dari kelompok usia menengah ke atas dengan keterikatan moral kepada nilai dan norma masyarakat yang lebih mantap, cenderung lebih banyak yang berpartisipasi daripada mereka yang dari kelompok usia lainnya.
2. Jenis kelamin
Nilai yang cukup lama dominan dalam kultur berbagai bangsa mengatakan bahwa pada dasarnya tempat perempuan adalah “di dapur” yang berarti bahwa dalam banyak masyarakat peranan perempuan yang terutama adalah mengurus rumah tangga, akan tetapi semakin lama nilai peran perempuan tersebut telah bergeser dengan adanya gerakan emansipasi dan pendidikan perempuan yang semakin baik.
3. Pendidikan
Dikatakan sebagai salah satu syarat mutlak untuk berpartisipasi. Pendidikan dianggap dapat mempengaruhi sikap hidup seseorang terhadap lingkungannya, suatu sikap yang diperlukan bagi peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat.
4. Pekerjaan dan penghasilan
Hal ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena pekerjaan seseorang akan menentukan berapa penghasilan yang akan diperolehnya. Pekerjaan dan penghasilan yang baik dan mencukupi kebutuhan sehari-hari dapat mendorong seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan masyarakat. Pengertiannya bahwa untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan, harus didukung oleh suasana yang mapan perekonomian.
5. Lamanya tinggal
Lamanya seseorang tinggal dalam lingkungan tertentu dan pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan tersebut akan berpengaruh pada partisipasi seseorang. Semakin lama ia tinggal dalam lingkungan tertentu, maka rasa memiliki terhadap lingkungan cenderung lebih terlihat dalam partisipasinya yang besar dalam setiap kegiatan lingkungan tersebut.
Sedangkan menurut Holil (2006), unsur-unsur dasar partisipasi sosial yang juga dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah:
a) Kepercayaan diri masyarakat;
b) Solidaritas dan integritas sosial masyarakat; c) Tanggungjawab sosial dan komitmen masyarakat;
d) Kemauan dan kemampuan untuk mengubah atau memperbaiki keadaan dan membangun atas kekuatan sendiri;
e) Prakarsa masyarakat atau prakarsa perseorangan yang diterima dan diakui sebagai/menjadi milik masyarakat;
f) Kepentingan umum murni, setidak-tidaknya umum dalam lingkungan masyarakat yang bersangkutan, dalam pengertian bukan kepentingan umum yang semu karena penunggangan oleh kepentingan perseorangan atau sebagian kecil dari masyarakat;
g) Organisasi, keputusan rasional dan efisiensi usaha;
h) Musyawarah untuk mufakat dalam pengambilan keputusan;
i) Kepekaan dan ketanggapan masyarakat terhadap masalah, kebutuhan-kebutuhan dan kepentingan-kepentingan umum masyarakat.
2.4 Pemahaman Petani
Pemahaman merupakan salah satu komponen prilaku petani yang turut menjadi faktor dalam adopsi inovasi .Tingkat pemahaman petani mempengaruhi petani dalam mengadopsi teknologi baru dan kelanggengan usahataninya. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa dalam mengadopsi pembaharuan atau perubahan, petani memerlukan pemahaman mengenai aspek teoritis dan pengetahuan praktis. Sebagai salah satu aspek dari prilaku, pemahaman merupakan suatu kemampuan individu (petani) untuk mengingat-ingat segala materi yang dipelajari dan kemampuan untuk mengembangkan intelegensi (Soedijanto, 1998).
Saefudin, (1999) menyebutkan bahwa pemahaman merupakan tahap awal terjadinya persepsi yang kemudian melahirkan sikap dan pada gilirannya melahirkan perbuatan atau tindakan. Adanya pemahaman yang baik tentang suatu hal, akan mendorong terjadinya perubahan perilaku pada diri individu
petani, dimana pemahaman tentang manfaat suatu hal akan menyebabkan seseorang petani bersikap positif terhadap hal tersebut, demikian pula sebaliknya. Adanya niat yang sungguh-sungguh untuk melakukan suatu kegiatan akhirnya dapat menentukan apakah kegiatan itu betul-betul dilakukan. Pemahaman memiliki peranan dalam memunculkan sikap dan persepsi seseorang terhadap suatu objek tertentu yang dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala dan pengetahuannya.
Soediyanto (1998) menyebutkan bahwa sikap petani diartikan sebagai suatu kecenderungan perubahan petani untuk bertindak, seperti tidak berprasangka terhadap hal-hal yang belum dikenal, ingin mencoba sesuatu yang baru, mau bergotong royong secara swadaya. Sikap (“attitude”) adalah suatu kecendrungan yang agak stabil untuk berlaku atau bertindak secara tertentu didalam situasi tertentu. Senada dengan pendapat tersebut sikap merupakan suatu kesiapan individu untuk mengambil tindakan secara tertentu terhada pobjek tertentu yang sedang dihadapinya. Sikap juga diartikan sebagai suatu pandangan atau sikap perasaan, dimana sikap itu diikuti oleh kecenderungan untuk bersikap sesuai dengan objek itu sendiri.
Perubahan sikap, pengetahuan, ketrampilan, dan motivasi petani akan mempengaruhi partisipasi petani dalam kegiatan kelompok tani. Menurut Marzuki (1999), petani sebagai anggota kelompok mengolah masukan-masukan yang sebelumnya telah deprogram dan tersusun dalam rencana kelompok. Pengolahan program ini yang selanjutnya merupakan kegiatan kelompok dalam rangka mencapai tujuan.
2.5 Tradisi Masyarakat Petani
Menurut Liner (1983) memudarnya masyarakat tradisional disebabkan oleh adanya kemampuan membaca dan menulis, urbanisasi, kemampuan mengkonsumsi media serta kesungguhan empati, seperti pada masyarakat di Timur Tengah. Perubahan dalam masyarakat petani pada prinsipnya merupakan suatu proses yang terjadi secara terus menerus, namun perubahan antara kelompok satu dengan kelompok lainnya tidak selalu sama (kompleks) karena banyak faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Alvin dan dukungan dari Williams, perubahan dalam tatanan kehidupan masyarakat petani pedesaan disebabkan berbagai faktor dalam mempengaruhi perubahan masyarakat, dan suatu hal perlu diperhatikan dalam perubahan masyarakat.
Banyak faktor yang mempengaruhi perubahan dan perkembangan masyarakat petani khususnya di wilayah pedesaan. Salah satunya adalah peniruaan teknologi dalam bidang pertanian yang merupakan orientasi utama pembangunan di Indonesia. Menurut Munandar (1996) penerimaan teknologi bagi masyarakat desa baik itu dipaksakan maupun inisiatif sendiri akan mempengaruhi perubahan perilaku dalam skala yang besar. Lebih dari itu, introduksi teknologi yang tidak tepat dapat membawa implikasi terhadap perubahan sosial kultural masyarakat. Seperti perubahan struktur, kultur, dan interaksional di pedesaan. Analisis Munandar (1998) perubahan dalam satu aspek akan merembet keaspek lain. Struktur keluarga berubah, dimana buruh tani biasanya menumbuk padi sekarang tinggal dirumah dan kehilangan pekerjaan. Keadaan demikan dapat
karakteristik masyarakat desa. Bila sebelumnya masyarakat desa memiliki sifat solidaritas yang tinggi diantara sesamanya, karena melihat perkembangan kehidupan masyarakat yang rumit dan kompleks, sehingga akan menggeser tata nilai yang telah lama terbentuk.
2.6 Perbaikan Sarana Irigasi
Perbaikan sarana irigasi di dalam sistem usaha tani metode SRI perlu dilakukan karena sifat dari agroindustri yang terus berkembang oleh adanya perubahan teknologi budidaya tanaman padi di kalangan petani, dan adanya perbaikan sarana irigasi yang dilaksanakan bersama antara pihak pengairan dan pihak petani.
Menurut Pusposutardjo (2001),upaya yang dapat untuk mengantisipasi perubahan sarana irigasi untuk mendukung usaha tani adalah:
a. Untuk jaminan kepastian perolehan air berikut hak guna airnya :
1. Perbaikan data dasar untuk perencanaan dan rancang bangun sistem irigasi 2. Penyempurnaan konstruksi dan kalibrasi alat ukur debit air.
3.Peningkatan rasa tanggung jawab yang disertai dengan penghargaan terhadap petugas pengairan yang bekerja dengan baik.
4.Perbaikan teknologi prakiraan debit air di sungai dan jaringan irigasi.
5.Perubahan institusi manajemen irigasi sehingga petani mempunyai jangkauan untuk mengambil keputusan dalam penyediaan dan distribusi air.
b. Untuk perubahan cakupan manajemen irigasi :
1. Selain petugas pengairan dan masyarakat tani pemakai air, juga dimasukkan masyarakat petani memperoleh manfaat ekonomis secara tidak langsung dari adanya sistem irigasi
2. Substansi manajemen yang semula hanya mencakup sistem produksi air-tanaman yang dibudidayakan, diperluas dengan sistem produksi pertanian. 3. Penilaian kinerja manajemen sistem irigasi tidak hanya terbatas pada
efisiensi masukan air dan produksi tanaman saja, tetapi berkembang menjadi mata-rantai hasil produksi, masukan air dan yang lainnya.
c. Untuk peningkatan Sumberdaya Manusia :
1. Diperlukan perubahan dan peningkatan ke-terampilan sumber daya manusia yang telah ada baik dari petugas pengairan (irigasi) pemerintah maupun petugas dari anggota kelompok petani, melalui pendidikan dan pelatihan yang rutin.
2.7 Manajemen irigasi
Manajemen irigasi adalah suatu kegiatan pengelolaan irigasi dimana faktor-faktor pendukungnya yang saling terkait. Menurut Hofwegen dalam Komarudin (2010), kegiatan manajemen irigasi dan drainase pada dasarnya terdiri dari tiga kategori yaitu :
a. Kegiatan sehubungan dengan penguasaan air/sumbernya, distribusi dan alokasi air, serta drainase/pembuangannnya.
b. Kegiatan sehubungan dengan bangunan air atau jaringannya dalam rangka mengontrol atau mengendalikan air seperti planning dan desain, konstruksi, operasi/eksploitasi, dan pemeliharaan.
c. Kegiatan sehubungan dengan organisasi pengelola, untuk menangani masalah-masalah bangunan air dan melalui bangunan-bangunan tersebut dikendalikan airnya, seperti : pembuat keputusan, mobilisasi sumberdaya (tenaga dan uang), komunikasi, dan penyelesaian konflik. Masyarakat petani yang selama ini hanya menjadi obyek dari suatu bentuk manajemen irigasi seharusnya justru menjadi salah satu bagian utama atau faktor pendukung utama yang tidak boleh ditinggalkan dalam suatu manajemen irigasi, karena merupakan ujung tombak dari output yang dihasilkan oleh manajemen irigasi. Menurut Pusposutardjo (2001), pendekatan dengan sistem sosio-kultural di dalam manajemen irigasi sangatlah penting untuk dilakukan. Karena masyarakat merupakan sistem yang dinamis dan terbuka, dan selalu berubah-ubah karena ada rangsangan atau masukan dari luar sistem tersebut, atau karena adanya dinamika internal.
2.8 Aplikasi Metode Percobaan SRI
1. Pengolahan Tanah
a. Tanah dibajak sedalam 25 – 30 Cm
c. Gemburkan dengan garu sampai terbentuk struktur lumpur yang sempurna, lalu diratakan sehinggasaat diberikan air ketinggiannya di petakan sawah merata.
2. Sangat dianjurkan pada waktu pembajakan diberikan pupuk organik (pupuk kandang, pupuk kompos, pupuk hijau).
a. Pemilahan Benih Bernas dengan Larutan GaramUntuk mendapatkan benih yang bermutu baik (bernas) maka perlu dilakukan pemilihan, walaupun benihtersebut dihasilkan sendiri, atau benih berlabel yaitu dengan menggunakan larutan garam denganlangkah-langkah sebagai berikut:
b. Masukan air kedalam ember, kemudian masukan garam lalu diaduk sampai larut, jumlah garamdianggap cukup bila telur itik bisa mengapung.
c. Masukan benih padi kedalam ember, kemudian pisahkan benih yang mengambang dengan yangtenggelam. Selanjutnya benih yang tenggelam/benih yang bermutu dicuci dengan air biasa sampaibersih. 3. Perendaman dan Pemeraman Benih setelah uji benih selesai proses berikutnya
adalah:
a. Benih yang bermutu (tenggelam) direndam dengan ZPT CAP LUMBUNG MAS dalam air bersih selama 24 jam.
4. Persemaian
Persemaian untuk budidaya S.R.I dapat dilakukan dengan mempergunakan baki plastik atau kotak yang terbuat dari bambu/besek. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pemindahan, pencabutan, danpenanaman.Proses persemaian adalah sebagai berikut:
a. Benih yang dipergunakan tergantung pada kebiasaan/ kesukaan petani (bermutu baik/bernas).
b. Penyiapan tempat persemaian dilapisi dengan daun pisang yang sudah dilemaskan, kemudiandiberikan tanah yang subur bercampur Pupuk Cap Lumbung Mas (perbandingan 10:1), tinggi tanahpembibitan sekitar 4cm.
c. Benih yang ditaburkan ke dalam tempat persemaian, kemudian ditutup tanah tipis.
5. Penanaman
a. Pola penanaman bibit metoda S.R.I adalah bujur sangkar 30 x 30 cm, 35 x 35 cm atau lebih jarang lagimisalkan sampai 50 x 50 cm pada tanah subur.
b. Garis-garis bujur sangkar dibuat dengan caplak.
c. Bibit ditanam pada umur 5-15 hari (daun dua) setelah semai, dengan jumlah bibit per lubang satu, dan dangkal 1-1,5 cm, serta posisi perakaran seperti huruf L.
Program SRI ini, sangat dianjurkan untuk menggunakan pupuk organik. Pupuk organik selain menyediakan unsur hara yang lengkap (makro dan mikro)
juga memperbaiki struktur tanah sehingga meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman, udara yang cukup bagi perakaran, dan meningkatkan daya ikat air tanah.
2.9 Deskripsi Budidaya Padi SRI dan Penerapannya
Secara umum, dalam konsep SRI tanaman diperlakukan sebagai organisme hidup sebagaimana mestinya, tidak diperlakukan seperti mesin yang dapat dimanipulasi. Semua potensi tanaman padi dikembangkan dengan cara memberikan kondisi yang sesuai dengan pertumbuhannya. Hal ini karena SRImenerapkan konsep sinergi, dimana semua komponen teknologi SRI berinteraksi secara positif dan saling menunjang sehingga hasilnya secara keseluruhan lebih banyak daripada jumlah masing-masing bagian. Dalam pelaksanaannya, sangat ditekankan bahwa SRI hanya akan berhasil jika semua komponen teknologidilaksanakan secara bersamaan (Berkelaar, 2001; Kuswara, 2003 dan Wardana,2005).
Menurut Berkelaar (2001); Kuswara (2003) dan Wardanaet,(2005); Uphoff (2002), Fernandes dan Uphoff, Wardana,(2005); Rochaedi (2002); Prayatna (2007), terdapat beberapa komponen penting dalam penerapanSRI, yaitu meliputi :
(1) Bibit dipindah lapangan (transplantasi) lebih awal (bibit muda) Secara umum SRI menganjurkan untuk menanam bibit muda saat berumur 8 - 15 hari. Tranplantasi pada saat bibit muda dapat mengurangi guncangan dan meningkatkan kemampuan tanaman dalam memproduksi batang dan akar selama pertumbuhan vegetatif, sehingga batang yang muncul lebih banyak
jumlahnya dalam satu rumpun maupun bulir padi yang dihasilkan oleh malai. Disamping itu juga agar mendapatkan jumlah anakan dan pertumbuhan akar maksimum.
(2) Bibit ditanam satu-satu daripada secara berumpun.Hal ini dimaksudkan agar tanaman memiliki cukup ruang untuk menyebar dan memperdalam 80 perakaran. Tanaman tidak bersaing terlalu ketat untuk memperoleh ruang tumbuh, cahaya atau hara dalam tanah sehingga sistem perakaran menjadi sangat baik.
(3) Jarak tanam lebar.SRI menganjurkan jarak tanam lebar dengan jarak minimal 25 cm x 25 cm 30 cm x 30 cm 40 cm x 40 cm agar akar tanaman tidak berkompetisi dan mempunyai cukup ruang untuk berkembang sehingga anakan maksimum dapat dicapai.
(4) Kondisi tanah tetap lembab tapi tidak tergenang air (irigasi berselang).SRI menganjurkan teknik irigasi berselang agar tercipta kondisi perakaran yang teroksidasi, untuk meningkatkan kesuburan tanah dan mendapatkan akar tanaman yang panjang dan lebat. Dengan SRI, kondisi tidak tergenangi hanya dipertahankan selama pertumbuhan vegetatif. Selanjutnya setelah pembuangan, sawah digenangi air 1-3 cm (seperti praktek konvensional). Petak sawah diairi secara tuntas mulai 25 hari sebelum panen.
(5) Pendangiran.SRI menganjurkan 2-3 kali pendangiran dengan menggunakan gasrok atau lalandak, selain untuk membersihkan gulma,memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan aerasi tanah.
(6) Bahan Organik (kompos) : SRI menganjurkan pemakaian bahan organik (kompos) untuk memperbaiki struktur tanah agar padi dapat tumbuh baik dan hara tersupply kepada tanaman secara baik.
Kajian Stoop,(2002), Wardana,(2005), penerapan SRI oleh para petani di Madagaskar, dalam periode 1980-1990 mampu mencapai hasil padi sebanyak 10-15 ton per hektar. Hasil padi yang sangat tinggi tersebut diperoleh dari lahan sawah yang kurang subur, tanpa menggunakan pupuk anorganik serta air irigasi yang lebih sedikit. Sedangkan produksi normal diwilayah yang sama hanya mencapai 2 ton per hektar. Di daerah lainnya di wilayah Madagaskar selama lima tahun, ratusan petani memanen 8-9 ton per hektar (Berkelaar, 2001). Selanjutnya dinyatakan bahwa, metode SRI minimal menghasilkan panen dua kali lipat dibandingkan metode penanaman padi lain.Penerapan SRI juga bisa diperuntukkan bagi berbagai varietas padi lain yang pernah ditanam petani, hanya saja diperlukan pikiran yang terbuka untuk menerima metode baru dan kemauan untuk bereksperimen. Oleh karena itu kajian SRI tersebut menggarisbawahi, bagaimana pentingnya integrasi dan interdisiplin dalam penelitian partisipatif yang menggabungkan aspek biofisik dan social ekonomi dalam usahatani padi. Penelitian tersebut, telah membuka stagnasi produksi padi di Madagaskar dan beberapa negara lain di dunia melalui pengurangan biaya produksi dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan.
Hasil penelitian IRRI di Cina dan Filipina tidak menemukan tambahan hasil yang nyata dari penerapan SRI (Sheehy,(2004), Wardana,(2005). Dari perbedaan hasil tersebut, para ahli padi menyimpulkan bahwa kemungkinan telah
terjadi kesalahan pengukuran dan observasi dalam pelaksanaan kajian SRI di Madagaskar (Sinclair dan Cassman,(2004), Wardana,(2005). Kemudian hasil penelitian Moser dan Barret (2003), Wardana,(2005) bahwa dilihat dari sudut pandang petani, sebagian besar petani merasakan bahwa teknologi SRI sulit untuk dilaksanakan, karena membutuhkan tambahan tenaga kerja yang banyak pada saat kondisi keuangan petani rendah. Permasalahan ini cukup kompleks untuk petani kecil, karena dihadapkan pada dilema antara mencari tambahan pendapatan di luar usahatani atau mengalokasikan tenaga kerja pada usahatani padi.
Pengembangan SRI (juga diantaranya dengan permasalahan diatas) masih menimbulkan debat dan polemik teknis yang kadangkala bersifat kontroversi. Dalam kaitan ini, International Rice Research Institute (IRRI) sebagai Lembaga Penelitian Padi Internasional yang lebih berkompeten dalam inovasi teknologi padi tidak begitu antusias dalam mengembangkan SRI, bahkan IRRI bersama-sama dengan lembaga penelitian nasional di berbagai negara, termasuk di Indonesia mengembangkan model dan pendekatan Integrated Crop Management (ICM) atau Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT). Perbedaan dalam perhitungan hasil produksi,nampaknya menjadi polemik yang paling utama disamping aspek teknis usahatani padi yang diterapkan pada SRI tersebut.
Terlepas dari polemik teknis yang berlangsung, diakui atau tidak penerapan SRI di Indonesia terus berkembang dan dipraktekkan para petani dibeberapa kabupaten di Pulau Jawa, Sumatera, Bali, NTB, Kalimantan, Sulawesi, serta di beberapa lokasi lainnya di tanah air, sekalipun dengan menggunakan pengistilahan yang berbeda. Di Sumatera Barat, SRI berkembang sebagai model
tanam padi sebatang. Khususnya di Sawahlunto, penanaman padi sebatang sebagai teknologi SRI pada tahun 2006 mencapai 175 hektar, meningkat menjadi 280 hektar pada tahun 2007 dan pada tahun 2008 ditargetkan mencapai 450 hektar. Metode pertanaman padi sebatang diperkenalkan melalui Universitas Andalas atas permintaan petani karena tingkat produksinya tinggi, mencapai 8-8,5 ton per hektar (Kompas, 2008). Penyebaran metode tanam padi sebatang juga dilakukan oleh Politeknik Pertanian di Payakumbuh melalui penyuluhan dan pembuatan demplot SRI (tanam padi sebatang) pada Kelompok Tani SawahBandang, Kenagarian Koto Tuo, Kecamatan Harau Kabupaten Lima Puluh Kota, dengan hasil 8 ton per hektar, sementara dengan tanam padi secara konvensional hasilnya hanya 4 ton per hektar (Djinis, 2008).
Di Klaten Jawa Tengah, SRI diperkenalkan dengan cara penanaman berjalan maju sehingga lebih mudah, atau dengan istilah SRI tanam padi tidak mundur yang diperkenalkan oleh sebuah Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan (LPTP) di empat kecamatan Delanggu, Polanharjo, Juwiring serta Wonosari. SRI juga dikembangkan di empat kecamatan di Boyolali serta satu kecamatan di Sukoharjo (Suara Merdeka, 2004). Begitu pula halnya di beberapa wilayah di DI Yogyakarta, pengembangan SRI sebagai budidaya padi ekologis terus dilakukan oleh Kelompok Studi Petani (KSP) alumni SLPHT (Kasryno, 2006). Kemudian pola pendekatan SRI juga diterapkan oleh Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) Teratai Merah di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan pada luasan lahan 2 hektar, dengan istilah padi SRI organik (Sinar Tani, 2008).
Budidaya padi dengan metode SRI yang dikembangkan di sejumlah wilayah Kawasan Timur Indonesia terbukti mampu meningkatkan produktivitas lahan dari 5,0 ton/ ha menjadi 7,4 ton/ha (Sato, 2007). Kemudian hasil penelitian Pusat Penelitian Pertanian di Puyung, Lombok NTB, metode SRI memberikan hasil rata-rata 9 ton/ha dibanding penanaman konvensional yang hanya mencapai 4-5 ton/ha (Sato, 2007). Sato, (2007), memberikan gambaran bahwa pengem-bangan penerapan SRI sedang giat dilakukan di Bali, seluruh provinsi di Sulawesi, NTB dan NTT. Di Sulawesi luas areal pengembangan SRI mencapai 6.979,3 hektar dengan jumlah petani sebanyak 7.316 orang. Sedangkan di NTB dan NTT pada areal seluas 2.449,9 hektar yang melibatkan 4.817 petani.
Penerapan metode SRI juga mendapat respon positif dari Kepala Negara,dimana Presiden mendukung penuh rencana pengembangan 10 ribu hektar (dari 400 ribu hektar) lahan padi SRI organik yang akan dilakukan oleh MedcoFoundation di seluruh wilayah Indonesia. Presiden mengajak masyarakat untuk mengembangkan padi SRI organik seluas-luasnya, sebagai contoh nyata dari pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan di seluruh Indonesia. Ajakan tersebut disampaikan pada saat kegiatan panen padi SRI Organik di DesaBobojong, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur Jawa Barat pada 30 Juli 2007 yang dilaksanakan oleh Medco Foundation di lahan seluas 7,5 hektar, dengan rata-rata produksi mencapai 10-12 ton per hektar (Pemkab Cianjur, 2007). Berkaitan dengan ajakan tersebut, Menteri Pertanian mengungkapkan bahwa metode SRI tepat diterapkan di Indonesia ditengah persoalan lahan yang terus menyempit akibat laju alih fungsi lahan yang tidak terkendali. SRI merupakan
contoh meningkatkan produksi beras dengan inovasi teknologi pertanian. Teknologi SRI juga bisa menjadi pilihan teknologi yang menarik karena beberapa hal yaitu Pertama, ada efisiensi penggunaan input benih dan penghematan air. Kedua, mendorong penggunaan pupuk organik.Dengan demikian, bisa menjaga bahkan merehabili-tasi kesuburan tanah, selain mengurangi ketergantungan pada pupuk anorganik. Penggunaan pupuk organik memberi nilai tambah tersendiri. Padi/beras anorganik sebagai produk SRI dianggap lebih sehat, karena itu bisa dihargai lebih tinggi (Setjen Deptan, 2007).
2.10 Keberhasilan SRI di Indonesia
Hasil panen dari uji coba SRI pertama dari pusat penelitian di Sukamandi mencapai 6,2 t/ha pada musim kemarau pada tahun 1999. Hasil panen dari tanah control Cuma 4,1 t/ha dalam uji coba yang sama. Rata-rata panen pada musim penghujan berikutnya pada tahun 1999-2000 mencapai 8,2 t/ha hasil panen lebih tinggi dari kedua uji coba tersebut mengakibatkan perhatian peneliti Indonesia. Akibatnya uji coba SRI lain di wilayah-wilayah lebih luas pada beberapa tahun berikutnya. Karena hasil panen yang memberikan harapan, ini mendorong Agency For Agriculture and Research and Develoment (AARD) memasukan prinsi-prinsip SRI dikebijakan nasional baru untuk Integrated Crop and Resource Management (ICM). Dalam menciptakan ICM, hasil uji tersebut memberikan harapan kepada petani. Daftar berikutnya adalah contoh-contoh dari berbagai tempat di Indonesia dimana SRI sudah dilaksanakan.
Timur Barat pada tahun 2002, LSM ADRA bekerjasama dengan tujuh petani padi yang memakai metode SRI. Rata-rata hasil panennya yaitu 4,4 t/ha ditahun itu, sewaktu petani tersebut memakai metode konvensional. Ketika mereka berpindah alih dan menerapkan metode SRI itu rata-rata hasil panennya yaitu 7,11 t/ha, hasilnya pun setinggi ini yang dapat mempengaruhi prinsip penyiapan air SRI.
Nusa Tenggara Timur VOCE Indonesia, LSM pertanian berbasis di Bali, adalah salah satu lembaga internasional yang mengenalkan metode ini pada petani antara lain di Flores, Jawa, Sulawesi, Bima dan Bali. Menurut Hendrikus AM Gego, Fiel Coordinator VECO Indonesia di Nusa Tenggara Timur, produksi padi petani di masing-masing daerah yang menerapkan metode SRI meningkat hingga 78 %. Keberhasilan SRI juga bias dilihat dari kabar petani yang memakai sedikit bibit sebesar 20%, sedikit pupuk kimia sebesar 50% dan sedikit air sebesar 40%.
Lampung, Sumatra rata-rata hasil panen jika memakei metode konvensional sebesar 3 t/ha petani padi perna mampu mencapai rata-rata hasil seberat 8,5 t/ha ketika memakai SRI. Jawa Timur di kecamatan Sukorejo Kabupaten Pasuruan, dari 1450 KK yang hidup di desanya 50% masyarakat disana menggunakan system SRI. SRI di perkenalkan oleh PT HL Sampoerna Tbk pada tahun 2007 lalu. Sejak memperkenalkan SRI itu hasil panen mencapai berat 9,3 t/ha. Dabandinkan hasil panen dengan sistem konvensional yang dihasilkan 6-6,5 t/ha, hasilnya meningkat. IR 64 dan hibrida terkenal di daerah itu. Berikutnya salah satu tanda penghargaan dari seorang petani, namanya Zuhria, diambil dari cerita dalam Koran suarasurabaya.net, sebelunya tanam banyak bisa 15-18 bibit
disatu lubang ukuran 20 x 20. Sekarang sejak petani memakai metode SRI, Cuma satu bibit anakanya banyak dalam satu lubang ukuran 30 x 30. Dulu sejak memakai sestem konvensional, satu hektar perlu satu kuintal bibit padi, menurut Zuria. Sedangkan bibit lebih irit, satu hektar hanya memerlukan 5 kg bibi. Rata-rata hasil panen di seluruh Jawa 9,25 t/ha.
Dari catatan tersebut, kelihatanya SRI adalah metode yang baik bagi petani. Program ICM puas karna SRI bermanfaat dalam keadaan Indonesia dan ICM itu memajukan SRI dengan senang hati. Meskipun begitu, sebelum dinyatakan pendapat seharusnya diperiksa terlebih dahulu tentang situasi sosial petani SRI.
2.11 Kerangka Pikir
Untuk mencapai pemahaman petani terhadap tradisi masyarakat yang tertutup tentang hal-hal baru dan kurang praktis maka perlu meningkatkan partisipasi petani terhadap penanaman pola SRI agar para petani dapat memahami tentang hal-hal baru tersebut. Karena begitu luasnya ruang lingkup yang akan diteliti, maka peneliti membatasi permasalahan pada tiap-tiap aspek. Permasalahan yang akan diteliti untuk setiap aspek dipilih yang menurut peneliti mempunyai hubungan dengan partisipasi petani dalam pelaksanaan pola penanaman padi dengan metode SRI (System of Rice Intensification). Secara skenario kerangka pikir penelitian ini adalah sebagai berikut.
Gambar 1 : Bagan Kerangka Pikir Partisipasi Petani dalam Pelaksanaan Pola Penanaman Padi Dengan Metode SRI (System Of Rice Intensification) dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Penerapan Metode SRI (System Of Rice Intensification)
2.11 Hipotesis
H1 : Pemahaman petani berpengaruh positif terhadap Penerapan metode SRI ?
H2 : Tradisi masyarakat petani berpengaruh positif terhadap Penerapan metode SRI ?
H3 : Perbaikan sarana dan manajemen irigasi berpengaruh positif terhadap Penerapan metode SRI ?
Perbaikan sarana dan menajemen irigasi (X3) Tradisi masyarakat Petani (X2) Pemahaman petani (X1) Partisipasi Petani
Metode pola SRI
Pengolahan Lahan Pemupukan Pemilihan Benih Persemaian
Penanaman Penerapan Metode SRI
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Alesipitto Kecamatan Ma’rang Kabupaten Pangkep. Pemilihan lokasi didasarkan pada pertimbangan bahwa Kabupaten Pangkep metode SRI itu sudah lama dilaksanakan oleh petani dan dinamikanya ada yang melaksanakan dan ada juga yang belum melaksanakan metode SRI ini. Adapun waktu penelitian ini di mulai dari bulan April 2015 sampai bulan Juni 2015.
3.2 Teknik Penentuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah petani padi yang tergabung dari 12 kelompok tani. Dimana dari setiap kelompok tani 25 orang jadi jumlah keseluruhan itu 300 orang. Pengambilan sampel dengan metode simple random sampling (sampel acak sederhana). Pengambilan (simple random sampling) sampel acak sederhana adalah suatu cara pengambilan sampel dimana tiap unsur yang membentuk populasi diberi kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi sampel. Pemilihan dilakukan dengan cara acak, dimana daftar nama responden telah pilih. Cara ini sangat mudah apabila telah terdapat daftar lengkap unsur-unsur populasi dari jumlah populasi tersebut diambil 10% sehingga jumlah petani responden adalah 30 orang. (Sahaba, 2015). Berdasarkan data tersebut maka diperoleh sampel sebagai berikut:
3.3 Jenis dan Sumber Data
Pada penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data dengan 2 cara yaitu data primer dan data sekunder. Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung di lapangan baik melalui observasi maupun wawancara langsung dengan petani responden di Desa Alesipitto Kecamatan Ma’rang Kabupaten Pangkep. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari Dinas Pertanian dan lembaga-lembaga yang ada di Desa setempat.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan dua cara yaitu observasi wawancara dan dokumentasi.
1. Observasi
Pengumpulan data dengan cara mengamati secara langsung keadaan responden dan keadaan yang terjadi di daerah penelitian.
2. Wawancara
Wawancara merupakan pengumpulan data dengan melakukan serangkaian wawancara langsung terhadap responden yaitu petani untuk memperoleh informasi atau data-data yang diperlukan.
3. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu cara mendapatkan data dengan mempelajari dan mencatat buku-buku, arsip atau dokumen, daftar tabel statistik dan hal-hal yang terkait dengan penelitian.
3.5 Teknik Analisis Data
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini ada dua yaitu pertama menggunakan indikator Skoring “Ratin Scale” atau skala nilai untuk mengukur seberapa besar tingkat partisipasi petani terhadap metode penanaman pola SRI. Kedua menggunakan Regresi linier berganda untuk mengetahui faktor-faktor yang mempegaruhi tingkat penerapan petani terhadap metode penanaman pola SRI. Data yang diolah dalam teknik analisis data ini adalah data kuantitatif dan kualitatif. (Sangarimbun dan Effendi, 1999).
1). indikator Skoring “Ratin Scale” atau skala nilai ditentukan berdasarkan ketentuan berikut:
1. Tinggi : 3 2. Sedang : 2 3. Rendah : 1
Jadi kategori tersebut adalah sebagai berikut : 1. Rendah jika nilai skor rata-rata = 1,00-1,66 2. Sedang jika nilai skor rata-rata = 1,67-2,32 3. Tinggi jika nilai rata-rata = 2,33-3,0
2). Regresi linier berganda
Rumus Regresi Berganda: Y = B0+ B1X1+ B2X2+ B3X3 Dimana Y = variabel dependen
Bo= konstanta
x1= pemahaman petani x2= tradisi masyarakat petani x3= perbaikan sarana dan irigasi
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Kondisi Geografis
Desa Alesipitto merupakan salah satu desa yang Berada di Kecamatan ma’rang Kabupaten pangkajene dan Kepulauan yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Segeri, jarak dari Ibu Kota Kecamatan Segeri ± 8 Km dengan waktu tempuh 15 menit dan Jarak dari Ibu Kota Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan ± 20 Km dengan waktu tempuh ± 30 Menit, ketinggian tempat berkisar 15-20 m diatas permukaan laut, dengan batas wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Baring Kecamatan segeri
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Padanglampe Kecamatan Ma’rang c. Sebelah Barat berbatasan Dengan Desa Punranga Kecamatan Ma’rang d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Ma’rang Kecamatan Ma’rang
Desa Alesipitto secara Umum terdiri dari 3 Dusun atau Lingkungan yaitu : a. Dusun/Lingkungan Alesipitto
b. Dusun/Lingkungan Harapan Baru c. Dusun/Lingkungan Ampulajeng
4.1.1 Tofografi
Keadaan Tofografi Desa Alesipitto terdiri dari dataran rendah 75% dan dataran tinggi 25%, dengan distribusi wilayah mulai dari yang datar sampai ketinggian.
4.1.2 Iklim
Keadaan Iklim merupakan spesifikasi wilayah atau kondisi setempat yang mendukung pertumbuhan tanaman maupun kegiatan usaha lain, Iklim Desa Alesipitto bersifat Iklim dengan penyebaran hujan rata-rata 2000-2500 mm/Tahun, dengan Iklim tipe c3 dengan curah hujan rata-rata 8 bulan basah dan 4 bulan kering, berdasarkan curah hujan pada tahun yang terdekat, adapun suhu maksimum 32⁰c dan minimum 24⁰c.
4.1.3 Tanah
Pada umumnya tanah di Indonesia merupakan fakor produksi yang relatif langka dengan faktor produksi lainnya, distribusi penguasaannya dimasyarakat tidak merata. PH tanah yang ideal adalah antara 6,5–7, PH dibawah 6,5-1 merupakan tanah yang bersifat asam dan PH diatas 7-14 merupakan tanah yang bersifat basa. Keasaman Tanah Desa Alesipitto mempunyai PH sekitar 5-7m merupakan Ph tanah yang bersifat asam-netral mempunyai jenis Tanah alluvial dengan struktur tanah lempeng berpasir.
4.2 Kondisi Demografis 4.2.1 Keadaan Penduduk
Jumlah Penduduk Desa Alesipitto berdasarkan sensus penduduk Tahun 2015 sebanyak 1.966 orang terdiri dari :
Laki-laki : 949 Orang Perempuan : 1.017 Orang
Jumlah KK : 553
4.2.2 Komposisi Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur
Komposisi Jumlah Penduduk berdasarkan Umur dapat digunakan untuk mengetahui perkembangan penduduk dan mengetahui usia produktif.
Tabel 1 : Komposisi Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur di Desa Alesipitto Kec. Ma’rang Kab. Pangkep
No Umur ( Tahun ) Jumlah ( Jiwa ) Persentase ( % ) 1 2 3 4 5 6 0-2 13-24 25-37 38-50 51-59 59-Tahun Keatas 302 306 379 446 295 35 17,13 17,36 21,50 25,30 16,73 1,98 J U M L A H 1763 100
Sumber : Data Sekunder Setelah Diolah 2014
Dari tabel 1 diatas menunjukkan bahwa komposisi penduduk terbesar adalah berumur 38-50 Tahun sebanyak 447 jiwa atau sekitar 25% dan usia produktif yakni antara 25-37 tahun sebanyak 382 jiwa atau 22% dan yang terendah adalah yang berusia 59 tahun keatas yakni sebanyak 36 jiwa atau 2%.
4.2.3 Komposisi Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Komposisi Jumlah Penduduk Mata Pencaharian di Desa Alesipitto dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2. Komposisi Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Alesipitto Kec. Ma’rang Kab. Pangkep
No Mata Pencaharian Jumlah ( Jiwa ) Persentase ( % ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Pegawai Negeri Sipil TNI / POLRI Guru Swasta Pedagang/Wiraswasta Petani Buruh Tani Pengrajin Karyawn Swasta Penjahit Montir Sopir Kontraktor Tukang Kayu Tukang Batu 8 1 1 21 236 45 9 6 2 1 5 1 9 4 2 0 0 5 70 13 2 2 1 0 1 0 2 1 JUMLAH 1763 100
Sumber : Data Sekunder Setelah Diolah 2014
Tabel 2 diatas menunjukkan bahwa mata pencaharian sebahagian besar penduduk Desa Alesipitto adalah Petani yakni sebagai 319 orang atau sekitar 83%.
4.2.4 Komposisi Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Komposisi Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Alesipitto dapat diliha pada tabel berikut.
Tabel 3. Komposisi Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Alesipitto Kec. Ma’rang Kab. Pangkep.
No Tingkat Pendidikan Jumlah ( Jiwa ) Persentase ( % ) 1 2 3 4 5 6 7 Buta Huruf Tidak Tamat SD Tamat SD / Sederajat Tamat SLTP / Sederajat Tamat SMA / Sederajat Diploma I, II, III S.1 46 496 768 362 63 22 6 2,60 28,13 43,56 20,53 3,57 1,2 0,34 JUMLAH 1763 100
Sumber : Data Sekunder Setelah Diolah 2014
4.3 Kondisi Pertanian
Luas wilayah Desa Alesipitto ± 611 Ha yang terdiri dari 258 Ha lahan Basah dan 352,9 Ha Lahan kering.
Tabel 4 : Distribusi Penggunaan lahan berdasarkan fungsi lahan Desa Alesipitto Kecamatan Ma’rang Kabupaten Pangkep.
No Fungsi Lahan Luas (Ha) Persentase (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pekarangan dan pemukiman Sawah tadah hujan
Sawah irigasi teknis Sawah irigasi ½ teknis Perkebunan rakyat Tambak/Empang/Kolam Waduk/Dam Fasilitas Umum Tegalan/Ladang Perkebunan Swasta Perkantoran Pemerintah Lainnya 38 249,35 -117,36 8,0 -1,0 115,90 57,34 0,10 23,30 6 40,81 -19 -0,73 19,00 9,00 0,27 4,00 Jumlah 611,00 100,00
Sumber : Data Sekunder Setelah Diolah 2014
Berdasarkan tabel distribusi Penggunaan Lahan diatas, terlihat bahwa lahan sawah tadah hujan yang terbesar di Desa Alesipitto dan merupakan lahan potensian sebagai saran untuk memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat dengan luas 249,35 Ha (40,81%) kemudian usaha perkebunan rakyat merupakan cabang yang kedua yang diusahakan yakni seluas 127,36 Ha atau 19%.
4.3.1 Keadaan Kelompok Tani
Di Desa Alesipitto terdapat 12 Kelompok Tani dengan jumlah anggota 300 orang dengan luas areal sawah 264,15 Ha dengan perincian dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5 : Keadaan Kelompok Tani, Jumlah Anggota dan Luas Hamparan Sawah Desa Alesipitto Kec. Ma’rang Kab. Pangkep.
No Nama Kelompok Tani Jumlah Anggota ( Orang ) Luas Hamparan Sawah ( Ha ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Sipadecengie Padaidi Padaelo Indah Padaelo I Padaelo II Palatta’e Makkamase I Makkamase II Bujung Bulo Sipakatau Sipakkainge Palatta’e II 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 18,20 20,10 25,35 32,75 22,35 21 22,00 21,50 18,20 25 20,50 17,20 Jumlah 300 264,15
Sumber : Data Sekunder Setelah Diolah 2014
4.3.2 Pembangunan Pertanian a. Padi
Luas pertanaman Padi Musim Tanam 2014/2015 adalah seluas 246,95 Ha yang terdiri dari :
Insus : 225 Ha Inmum : 21,96 Ha 246,96 Ha
b. Palawija
Luas tanaman Palawija di Desa Alesipitto pada Tahun 2014/2015 adalah 72,5 Ha yang terdiri dari :
Jagung : 20 Ha Prodiksi 12 Ton/Ha Kacang Tanah : 23,5 Ha Produksi 1 Ton/Ha Kacang Hijau : 2,5 Ha Produksi ½ Ton/Ha Ubi Jalar : 15 Ha Produksi 18 Ton/Ha Ubi Kayu : 25 Ha Produksi 32 Ton/Ha
c. Hortikultura
Luas tanaman Hortikultura di Desa Alesipitto pada Musim Tanam Tahun 2014/2015 adalah 98,8 Ha yang terdiri dari :
Jeruk : 62 Ha Produksi 8 Ton/Ha Mangga : 20 Ha Produksi 15 Ton/Ha Nangka : 1,5 Ha Produksi 15 Ton/Ha
d. Sayuran
Selain ketiga komoditi tersebut diatas di Desa Alesipitto juga dibudidayakan tanaman sayuran dengan luas areal pertanaman 3,55 Ha yang terdiri dari :
Cabe : 0,9 Ha Produksi 5 Ton/Ha Tomat : 0,25 Ha Produksi 15 Ton/Ha Terong : 2,5 Ha Produksi 20 Ton/Ha