• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK DALAM PELAYANAN PERIZINAN DI DAERAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK DALAM PELAYANAN PERIZINAN DI DAERAH"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK DALAM PELAYANAN PERIZINAN DI DAERAH

1.1 Pengertian dan Prinsip Pemerintahan Yang Baik

a. Pengertian pemerintahan yang baik

Proses demokratisasi politik dan pemerintahan dewasa ini tidak hanya menuntut profesionalisme dan kemampuan aparatur dalam pelayanan publik, tetapi secara fundamental menuntut terwujudnya kepemerintahan yang baik, bersih, dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (good governance and clean government).1 Pemerintahan yang baik atau dalam bahasa Inggris disebut dengan Good Governance merupakan suatu konsep manajemen pemerintahan yang bertujuan untuk menciptakan kinerja pemerintah yang profesional dan bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Good Governance yang dimaksud adalah merupakan proses penyelenggaraan kekuasaan

negara dalam melaksanakan penyediaan public goods and service disebut governance (pemerintah atau kepemerintahan), sedangkan praktek terbaiknya disebut “good governance” (kepemerintahan yang baik). Agar “good governance” dapat menjadi kenyataan dan berjalan dengan baik, maka dibutuhkan komitmen dan keterlibatan semua pihak yaitu pemerintah dan masyarakat. Good

governance yang efektif menuntut adanya “alignment” (koordinasi) yang baik dan integritas,

profesional serta etos kerja dan moral yang tinggi. Dengan demikian penerapan konsep “good

(2)

governance” dalam penyelenggaraan kekuasaan pemerintah negara merupakan tantangan

tersendiri.2

United Nation Development Program (UNDP) dalam dokumen kebijakannya yang

berjudul; “Governance for sustainable human development”, (1997), mendefinisikan kepemerintahan (governance) sebagai berikut: “Governance is the exercise of economic, political,

and administrative author to manage a country’s affairs at all levels and means by which state being of their population”. (“Kepemerintahan adalah pelaksanaan kewenangan/kekuasaan

dibidang ekonomi, politik dan administratif untuk mengelola berbagai urusan negara pada setiap tingkatannya dan merupakan instrumen kebijakan negara untuk mendorong terciptanya kondisi kesejahteraan integritas, dan kohesivitas sosial dalam masyarakat”).3

Berikutnya secara konseptual pengertian kata baik (good) dalam istilah kepemerintahan yang baik (good governance) mengandung dua pemahaman:

Pertama, nilai yang menjungjung tinggi keinginan /kehendak rakyat, dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan (nasional) kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial.

Kedua, aspek fungsional dari pemerintah yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut.4

UNDP lebih jauh menyebutkan ciri Good Governance, yaitu mengikutsertakan semua, transparan dan bertanggung jawab, efektif dan adil, menjamin adanya supremasi hukum, menjamin bahwa prioritas politik, sosial, dan ekonomi didasarkan pada konsesus masyarakat, serta memperhatikan kepentingan mereka yang paling miskin dan lemah dalam proses pengembilan keputusan menyangkut alokasi sumber daya pembangunan. Governance yang baik hanya dapat tercipta apabila dua kekuatan saling mendukung: warga yang bertanggung jawab, aktif dan

2 Sedarmayanti, 2012, Good Governance “Kepemerintahan Yang Baik” Bagian Pertama Edisi Revisi, Mandar Maju, Bandung, (selanjutnya disingkat Sedarmayanti II), h. 2.

(3)

memiliki kesadaran, bersama dengan pemerintah yang terbuka, tanggap, mau mendengar, dan mau melibatkan.5 Kedua unsur tersebutlah yang dapat mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan

yang adil dan bertanggung jawab. b. Prinsip pemerintahan yang baik

Prinsip Good Governance menurut UNDP (United Nation Development Programe), Tahun 1997:

1. Participation (Partisipasi); 2. Rule of law (Kepastian Hukum); 3. Transparency (Transparansi); 4. Responsiveness (Tanggung Jawab);

5. Consensus Orientation (Berorientasi Pada Kesepakatan); 6. Equity (Keadilan);

7. Effectiveness and Efficiensy (Efektifitas dan Efisiensi); 8. Accountability (Akuntabilitas);

9. Strategic Vision (Visi Strategik).6

Selain prinsip yang dikemukakan UNDP, dalam peraturan perundang-undangan Republik Indonesia juga mengatur tentang prinsip atau asas dari pemerintahan yang baik yaitu dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme disebutkan asas umum penyelenggara negara yaitu:

1. Asas Kepastian Hukum yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara;

2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara yaitu asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan Negara;

3. Asas Kepentingan Umum yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif;

4. Asas Keterbukaan yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia Negara;

5 Sedarmayanti, 2012, Good Governance “Kepemerintahan Yang Baik” & Good Corporate Governance “Tata

Kelola Perusahaan Yang Baik” Bagian Ketiga Edisi Revisi, Mandar Maju, Bandung, (selanjutnya disingkat

(4)

5. Asas Proporsionalitas yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara;

6. Asas Profesionalitas yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

7. Asas Akuntabilitas yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selain dari asas umum pemerintahan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme, pemerintahan harus berprinsip demokrasi pula agar segala hal yang dilakukan pemerintah dapat diawasi dan dikritik oleh masyarakat untuk terciptanya kesejahteraan umum.

1.2 Kewajiban Pemerintah Daerah Dalam Mewujudkan Pemerintahan Yang Baik

Konsep pemerintahan yang baik di Indonesia sesungguhnya sudah mutlak harus dilaksanakan oleh pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, yang ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme. Lembaga Administrasi Negara dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan telah membuat modul baru untuk mensosialisasikan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) yang diawali dengan pembahasan konsep Good Governance dan telah lama disosialisasikan di berbagai kantor pemerintahan, dan sebagian diselenggarakan oleh lembaga non-pemerintahan seperti Lembaga Swadaya Masyarakat dan Perguruan Tinggi.7

Walaupun aparat pemerintah sudah cukup memahami bahwa untuk masa yang akan datang, peran mereka akan berubah, namun yang menjadi masalah besar adalah adanya kesenjangan antara pemahaman Good Governance dengan kemauan untuk berubah. Dengan

(5)

demikian dapat disimpulkan bahwa isu Good Governance di lingkungan pemerintah sudah mengemuka, tetapi dalam praktek masih sangat terbatas.8

Kinerja pelayanan publik yang buruk merupakan hasil dari kompleksitas permasalahan yang ada di tubuh birokrasi antara lain: tidak adanya sistem insentif, buruknya tingkat diskresi atau pengambilan inisiatif yang ditandai dengan tingkat ketergantungan yang tinggi pada aturan formal dan petunjuk pimpinan dalam menjalankan tugas pelayanan. Pelayanan publik yang dilaksanakan oleh pemerintah digerakan oleh peraturan dan anggaran, dan bukan digerakan oleh misi. Adanya budaya paternalisme yang tinggi, artinya aparat menempatkan pimpinan sebagai prioritas utama, bukan memprioritaskan kepentingan masyarakat.9

Sesuai dengan tuntutan nasional dan tantangan global untuk mewujudkan Good

Governance diperlukan sumber daya manusia aparatur yang memiliki kompetensi jabatan dalam

penyelenggaraan negara dan pembangunan. Untuk menciptakan sumber daya manusia aparatur yang memiliki kompetensi diperlukan peningkatan mutu profesionalisme sikap pengabdian dan kesetian pada perjuangan bangsa dan negara, semangat kesatuan dan persatuan, dan pengembangan wawasan pegawai negeri sipil, salah satunya melalui Pendidikan dan Pelatihan Jabatan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari usaha pembinaan Pegawai Negeri Sipil secara menyeluruh yang mengacu pada kompetensi jabatan.10

Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil, yang dimaksud kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang pegawai negeri sipil, berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya. Kepemerintahan yang

8 Ibid, h. 6.

(6)

baik adalah kepemerintahan yang mengembangkan dan menerapkan prinsip profesionalisme, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efisiensi, efektifitas, supremasi hukum, dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat.11

Kewajiban pemerintah daerah dalam melaksanakan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik diatur dalam penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494), yaitu:

Untuk dapat menjalankan tugas pelayanan publik, tugas pemerintahan, dan tugas pembangunan tertentu, Pegawai ASN harus memiliki profesi dan Manajemen ASN yang berdasarkan pada Sistem Merit atau perbandingan antara kualifikasi, kompetensi, dan kinerja yang dibutuhkan oleh jabatan dengan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja yang dimiliki oleh calon dalam rekrutmen, pengangkatan, penempatan, dan promosi pada jabatan yang dilaksanakan secara terbuka dan kompetitif, sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik.

Selain dalam penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terdapat juga ketentuan yang mewajibkan pemerintah menjalankan pemerintahannya berdasarkan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB), yaitu berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601) yang menyebutkan dalam Pasal 3 huruf f tentang tujuan dari Undang-Undang Administrasi Pemerintahan yaitu “melaksanakan ketentuan

peraturan perundang-undangan dan meneerapkan AUPB”. Dengan demikian sudah seharusnya

pemerintah khususnya pemerintah daerah menjalankan pemerintahannya sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik agar terciptanya pemerintahan yang profesional dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

1.3 Pengertian dan Fungsi Perizinan

(7)

a. Pengertian Perizinan

Tidak mudah memberikan pengertian tentang izin, hal ini disebabkan karena antara para pakar tidak terdapat persesuaian paham, masing-masing melihat dari sisi yang berlainan terhadap objek yang didefinisikannya.12 Sebelum menyampaikan beberapa definisi izin dari pakar, terlebih dahulu dikemukakan beberapa istilah lain yang sedikit banyak memiliki kesejajaran dengan izin yaitu dispensasi, konsensi, dan lisensi.13

Dispensasi ialah keputusan administrasi negara yang membebaskan suatu perbuatan dari kekuasaan peraturan yang menolak perbuatan tersebut. WF. Prins mengatakan bahwa dispensasi adalah tindakan pemerintah yang menyebabkan suatu peraturan perundang-undangan menjadi tidak berlaku bagi sesuatu hal yang istimewa (relaxation legis).14 Lisensi adalah suatu izin yang memberikan hak untuk menyelenggarakan suatu perusahaan. Sedangkan konsensi merupakan suatu izin berhubungan dengan pekerjaan yang besar dimana kepentingan umum terlibat erat sekali sehingga sebenarnya pekerjaan itu menjadi tugas dari pemerintah, tetapi oleh pemerintah diberikan hak penyelenggaraannya kepada konsesionaris (pemegang izin) yang bukan pejabat pemerintah.15

Menurut Sjachran Basah izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkreto berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan. E. Utrecht, mengatakan bahwa bilamana pembuat peraturan umumnya tidak melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga memperkenankan asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkret, maka keputusan administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin (vergunning). Bagir Manan menyebutkan bahwa izin dalam arti luas berarti suatu persetujuan dari

(8)

pengusaha berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang.16

Jika dilihat sekilas pengertian izin dengan konsesi hampir sama, tetapi menurut E. Utrecht perbedaan antara izin dengan konsesi itu suatu perbedaan nisbi (relatif) saja. Pada hakikatnya antara izin dengan konsesi itu tidak ada suatu perbedaan yuridis. Sebagai contoh, suatu izin untuk mendapatkan batu bara menurut suatu rencana yang sederhana saja dan akan diadakan atas ongkos sendiri, tidak dapat disebut konsesi. Tetapi suatu izin diberikan menurut undang-undang tambang Indonesia untuk mendapatkan batu bara adalah suatu konsesi, oleh karena izin tersebut mengenai suatu pekerjaan yang besar dan pekerjaan yang besar itu akan membawa manfaat bagi umum. Jadi konsesi itu suatu izin pula, tetapi izin mengenai hal-hal yang penting bagi umum. Meskipun antara izin dan konsesi ini dianggap sama, dengan perbedaan relatif, akan tetapi terdapat perbedaan karakter umum. Izin adalah sebagai perbuatan hukum bersegi satu yang dilakukan oleh pemerintah, sedangkan konsesi adalah suatu perbuatan hukum bersegi dua, yakni suatu perjanjian yang diadakan antara yang memberi konsesi dengan yang diberi konsesi.17 Sehingga izin dan konsensi walaupun terlihat sama tetapi berbeda dalam penerapannya.

b. Fungsi Perizinan

Izin sebagai instrumen yuridis yang digunakan oleh pemerintah untuk mempengaruhi para warga agar mau mengikuti cara yang dianjurkannya guna mencapai suatu tujuan konkret. Sebagai suatu instrumen, izin berfungsi selaku ujung tombak instrumen hukum sebagai pengarah, perkayasa, dan perancang masyarakat adil dan makmur itu dijelmakan. Hal ini berarti, lewat izin

(9)

dapat diketahui bagaimana gambaran masyarakat adil dan makmur itu terwujud. Ini berarti persyaratan-persyaratan, yang terkandung dalam izin merupakan pengendali dalam memfungsikan izin itu sendiri. Menurut Prajudi Atmosudirdjo, bahwa berkenaan dengan fungsi-fungsi hukum modern, izin dapat diletakan dalam fungsi menertibkan masyarakat.18

Selain fungsi dari perizinan terdapat pula hal yang perlu diketahui tentang perizinan yaitu mengenai tujuan dari perizinan itu sendiri. Adapun mengenai tujuan perizinan, hal ini tergantung pada kenyataan konkret yang dihadapi. Keragaman peristiwa konkret menyebabkan keragaman pula dari tujuan izin ini. Meskipun demikian, secara umum dapatlah disebutkan sebagai berikut :19

a. Keinginan mengarahkan (mengendalikan “sturen”) aktivitas-aktivitas tertentu (misalnya izin bangunan).

b. Mencegah bahaya bagi lingkungan (izin-izin lingkungan).

c. Keinginan melindungi objek-objek tertentu (izin tebang, izin membongkar pada monument-monumen).

d. Hendak membagi benda-benda yang sedikit (izin penghuni di daerah padat penduduk). e. Pengarahan, dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas-aktivitas (izin berdasarkan

“drank en horecawet”, dimana pengurus harus memenuhi syarat-syarat tertentu).

Inisiatif baik yang dilakukan pemerintah mengenai tujuan dari pelaksanaan izin sering kali disalah artikan oleh masyarakat terutama masyarakat yang berkepentingan tentang izin tersebut. Ketegasan pemerintahlah yang menjadi tolak ukur dalam menjalankan pelaksanaan pelayanan perizinan agar terciptanya ketertiban umum.

1.4 Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pelayanan Perizinan

Secara teoritis kewenangan dapat diperoleh melalui 3 cara yaitu atribusi, delegasi dan mandat. Kewenangan pemerintah daerah dalam memberikan suatu izin merupakan kewenangan dalam bentuk delegasi, dikarenakan berdasarkan pengertiannya yaitu delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya.

(10)

Pemerintah daerah dituntut untuk membuat inovasi dalam hal mempermudah pelayanan publik sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038) yang selanjutnya disebut UU Pelayanan Publik, yaitu “Dalam rangka mempermudah penyelenggaraan berbagai bentuk pelayanan publik, dapat dilakukan penyelenggaraan sistem pelayanan terpadu”, dan kemudian diteruskan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 215, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5357) yang selanjutnya disebut PP No. 96 Tahun 2012, menurut Pasal 14 PP No. 96 Tahun 2014 yaitu:

(1) Sistem pelayanan terpadu merupakan satu kesatuan proses pengelolaan pelayanan terhadap beberapa jenis pelayanan yang dilakukan secara terintegrasi dalam satu tempat baik secara fisik maupun virtual sesuai dengan Standar Pelayanan.

(2) Sistem pelayanan terpadu secara fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan melalui:

a. sistem pelayanan terpadu satu pintu; dan/atau b. sistem pelayanan terpadu satu atap.

(3) Sistem pelayanan terpadu secara virtual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sistem pelayanan yang dilakukan dengan memadukan pelayanan secara elektronik.

Dengan demikian pemerintah daerah dapat menentukan sistem pelayanan terpadu yang sesuai dengan kondisi pemerintahan di daerahnya masing-masing, baik sistem pelayanan terpadu satu pintu maupun sistem pelayanan terpadu satu atap.

Kewenangan pemerintah daerah dalam pelayanan perizinan sesuai dengan amanat Pasal 14 ayat (2) PP No. 96 Tahun 2014 yang diatur dalam Pasal 16 ayat (3) dan Pasal 19 PP No. 96 Tahun 2014, yaitu:

Sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Pasal 16 ayat (3)):

(11)

a. penerimaan dan pemrosesan permohonan pelayanan yang diajukan sesuai dengan Standar Pelayanan dan menerbitkan produk pelayanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. penolakan permohonan pelayanan yang tidak memenuhi persyaratan Standar Pelayanan;

c. pemberian persetujuan dan/atau penandatanganan dokumen perizinan dan/ atau nonperizinan atas nama pemberi delegasi wewenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

d. pemberian persetujuan dan/atau penandatanganan dokumen perizinan dan nonperizinan oleh penerima wewenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; e. penerimaan dan pengadministrasian biaya jasa pelayanan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan; dan

f. penetapan Standar Pelayanan dan Maklumat Pelayanan.

Sistem Pelayanan Terpadu Satu Atap (Pasal 19):

Pelaksana yang mendapat penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, mempunyai kewenangan:

a. penerimaan dan pemrosesan pelayanan yang diajukan sesuai dengan Standar Pelayanan;

b. penolakan permohonan pelayanan yang tidak memenuhi Standar Pelayanan; c. persetujuan permohonan pelayanan yang telah memenuhi Standar Pelayanan;

d. pengajuan penandatanganan dokumen perizinan dan nonperizinan kepada pimpinan instansi pemberi penugasan sesuai Standar Pelayanan;

e. penyampaian produk pelayanan berupa perizinan dan/atau nonperizinan kepada pemohon; dan

f. penerimaan dan pengadministrasian biaya jasa pelayanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil data analisis diperoleh adanya peningkatan jumlah aktivitas listrik udara sejak H-2 sebelum gempabumi terjadi, seperti yang ditunjukan pada Gambar 3.. Pada penelitian

Bachtiar Ibrahim dalam bukunya Rencana dan Estimate Real of Cost, 1993, yang dimaksud Rencana Anggaran Biaya (RAB) Proyek adalah perhitungan banyaknya biaya yang diperlukan

Untuk menegaskan kaitan antara program kerja Rumah sakit dengan program kerja Bagian Perencanaan dan Evaluasi pelaporan, maka perlu disampaikan visi dan misi rumah sakit

Laporan keuangan konsolidasi disusun atas dasar akrual (accrual basis) dengan menggunakan konsep biaya perolehan (historical cost), kecuali untuk persediaan yang

Hasil dari pengujian akurasi sistem Pendukung keputusan pemilihan tanaman pangan menggunakan metode ELECTRE dan TOPSIS memiliki tingkat kesesuaian tertinggi sebesar

Penjelasan mengenai Port Firewire (beserta gambar slot dan alat yang digunakan) Penjelasan mengenai Port HDMI (beserta gambar slot dan alat yang digunakan) Penjelasan mengenai

Tetapi hasil tersebut masih sangat bervariasi dibanding dengan penelitian yang lain, seperti penelitian yang dilakukan Gisondi pada tahun 2007 yang menyatakan

Rendahnya populasi dan intensitas serangan kutu kebul pada tanaman kedelai, mengakibatkan kombinasi sistem pengairan dan teknik budidaya tidak memberikan pengaruh yang