• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

II. A. Student Centered Learning (SCL)

II. A. 1. Pengertian Student Centered Learning (SCL)

Perubahan paradigma dalam proses pembelajaran yang tadinya berfokus pada guru (teacher centered) menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa (learner centered) diharapkan dapat mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dalam membangun pengetahuan, sikap dan perilaku. Melalui proses pembelajaran yang keterlibatan siswa secara aktif, berarti guru tidak lagi mengambil hak seorang peserta didik untuk belajar. Proses pembelajaran yang berpusat pada siswa/peserta didik, maka siswa memperoleh kesempatan dan fasilitas untuk dapat membangun sendiri pengetahuannya sehingga mereka akan memperoleh pemahaman yang mendalam yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu kualitas siswa. Melalui penerapan pembelajaran yang berpusat pada siswa, maka siswa diharapkan dapat berpartisipasi secara aktif, selalu ditantang untuk memiliki daya kritis, mampu menganalisa dan dapat memecahkan masalahnya sendiri (Karsen, 2008).

Model SCL menjadikan peran pengajar sebagai fasilitator, dalam hal ini pengajar mampu untuk memberikan fasilitasi dalam proses pembelajaran yang menjadikan pengajar sebagai mitra atau pendamping bagi siswa dalam proses pembelajarannya, artinya pengajar mampu untuk membantu siswa menciptakan

(2)

untuk menggungkapkan atau mendiskusikan perasaan dan keyakinannya yang pada akhirnya proses belajar-mangajar dapat berlangsung sesuai harapan, dengan kata lain pengajar mambantu siswa untuk meningkatkan atau mengembangkan keterampilan akademik. Selain hal tersebut, pengajar mampu untuk memberikan pengarahan bagi siswa dan apabila perlu ikut membantu siswa dalam mengembangkan materi belajar.

Karakteristik utama dari kurikulum berbasis kompetensi adalah dengan adanya penerapan pendekatan SCL, model pembelajaran SCL lebih berfokus pada siswa bukan lagi pada pengajar. Pendekatan pembelajaran SCL diharapkan setiap pribadi dapat lebih bebas dalam mengembangkan kemampuan dan pengetahuannya, tidak bergantung kepada pengajar melainkan kepada dirinya sendiri, sehingga siswa/peserta didik menjadi pribadi yang mandiri dan mampu untuk bersaing dalam meraih kesuksesan (Karsen, 2008).

SCL atau pembelajaran yang berfokus pada peserta didik merupakan model pembelajaran yang menempatkan peserta didik sebagai pusat dari proses belajar mengajar. Model pembelajaran ini berbeda dari model pembelajaran teacher centered learning yang menekankan pada transfer pengetahuan dari guru ke murid yang relatif bersikap pasif. Menerapkan model pembelajaran SCL, maka peserta didik diharapkan mampu menjadi peserta didik yang aktif dan mandiri dalam proses belajarnya, yang bertanggungjawab dan memiliki inisiatif untuk mengenali kebutuhan belajarnya, mampu untuk menemukan sumber-sumber informasi untuk dapat menjawab pertanyaannya dan memiliki kemampuan untuk dapat membangun serta mempresentasikan pengetahuannya berdasarkan

(3)

kebutuhannya dengan sumber-sumber belajar, dalam batas-batas tertentu peserta didik dapat memilih sendiri apa yang akan dipelajarinya (Rahardjo & Pongtuluran dalam Panen, 1999).

Pembelajaran dengan model SCL lebih berfokus pada kebutuhan, kemampuan, minat dan gaya pembelajaran dari siswa dengan pengajar sebagai fasilitator pembelajaran, yang mana dalam penerapan pembelajaran dengan model SCL menjadikan setiap siswa untuk lebih aktif dan mampu untuk bertanggungjawab terhadap proses pembelajarannya sendiri. Model SCL memberikan autonomi, pengelolaan pilihan materi dan pendekatan pembelajaran yang lebih baik bagi siswa, sehingga karakteristik utama dari SCL adalah input dari siswa, diantaranya dengan materi, cara dan waktu pembelajaran (Karsen, 2008).

Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran SCL adalah model pembelajaran yang berfokus pada siswa/peserta didik sehingga peran pengajar hanya sebagai fasilitator dalam proses belajar. Model pembelajaran SCL, menjadikan siswa mampu untuk menjadi peserta didik yang aktif dan mandiri dalam proses belajarnya, yang bertanggungjawab dan memiliki inisiatif untuk mengenali kebutuhan belajarnya, yang menemukan sumber-sumber informasi untuk dapat menjawab pertanyaannya dan memiliki kemampuan untuk dapat membangun serta mempresentasikan pengetahuannya berdasarkan kebutuhannya dengan sumber-sumber belajar tanpa harus tergantung dengan orang lain.

(4)

II. A. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi SCL

Santrock (2007) menyatakan bahwa ada empat faktor yang harus diperhatikan dalam pembelajaran yang berpusat pada siswa (SCL), yaitu :

1. Faktor kognitif dan metakognitif

Ada enam prinsip dalam faktor kognitif dan metakognitif, antara lain:

a. Sifat proses pembelajaran

Pembelajaran subjek materi yang kompleks akan sangat efektif jika dilakukan dengan proses pengkonstruksian makna dari informasi dan pengalaman. Pelajar yang sukses adalah pelajar yang aktif, mempunyai tujuan dan mampu untuk mengatur dirinya sendiri serta memiliki tanggung jawab terhadap proses pembelajaran mereka sendiri.

b. Tujuan proses pembelajaran

Menjadikan siswa mampu untuk menciptakan makna dari pengetahuan dan pengalaman, siswa dapat merepresentasikan pengetahuan mereka dengan kemampuan untuk memecahkan masalah dan juga memiliki pemahaman terhadap pelajaran.

c. Konstruksi pengetahuan

Siswa dapat menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya melalui cara-cara yang unik dan penuh makna.

d. Pemikiran strategis

Pelajar/siswa dapat menciptakan dan menggunakan berbagai strategi serta penalaran untuk mencapai tujuan dari pembelajaran, dalam hal ini mereka belajar untuk mengembangkan keterampilan strategis dengan mendalami

(5)

ulang strategi yang sukses dengan mau menerima feedback dan juga dengan mengobservasi atau berinteraksi dengan model yang tepat.

e. Metakognisi

Pelajar/siswa yang berhasil adalah mereka yang mencoba untuk belajar dan berpikir, dapat menentukan tujuan belajar, memilih strategi yang tepat serta mampu untuk memantau perkembangan dari proses pembelajaran mereka.

f. Kontek pembelajaran

Pembelajaran dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan seperti kultur, dan teknologi.

2. Faktor motivasi dan emosional

Motivasi dan emosi merupakan aspek dari pembelajaran. Ada tiga prinsip dalam motivasi dan emosi dalam proses pembelajaran, yaitu:

a. Pengaruh motivasi terhadap pembelajaran

Kedalaman informasi diproses, serta apa dan seberapa banyak yang dipelajari dan diingat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kesadaran diri, keyakinan, kontrol diri, kemampuan, afeksi, emosi, minat, harapan pribadi terhadap kesuksesan dan kegagalan serta tingkat motivasi untuk belajar.

b. Motivasi instrinsik untuk belajar

Hal ini mengarah pada apa yang disebut dengan motivasi yang berasal dari dalam diri. Rasa ingin tahu, pemikiran yang mendalam, dan kreativitas merupakan indikator dari motivasi intrinsik anak untuk belajar. Tetapi

(6)

pemikiran atau emosi negatif misalnya rasa tidak nyaman, takut gagal ataupun rasa malu dapat menghambat anak untuk belajar.

c. Efek motivasi terhadap usaha

Usaha adalah aspek yang penting dari motivasi untuk belajar.

Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang memerlukan banyak waktu, energi dan ketekunan. Pembelajaran anak akan membaik jika guru mendorong usaha anak dan ketekunan pada anak.

3. Faktor sosial dan perkembangan

Faktor sosial dan perkembangan mendasari dua prinsip dalam student centered, yaitu :

a. Pengaruh perkembangan pada pembelajaran

Individu akan belajar dengan baik apabila pembelajarannya sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Karena perkembangan fisik, kognitif dan sosioemosional individu berbeda-beda, maka prestasi setiap anak juga berbeda-beda.

b. Pengaruh sosial terhadap pembelajaran

Pembelajaran dipengaruhi oleh interaksi sosial, hubungan interpersonal dan komunikasi dengan orang lain. Pembelajaran sering kali membaik bila anak punya kesempatan untuk berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain dalam menangani tugas, dalam situasi ini, anak punya kesempatan untuk menciptakan perspektif dan mampu untuk berpikir reflektif sehingga bisa memperkuat rasa percaya diri. Hubungan interpersonal yang berkualitas dapat menghasilkan rasa percaya dan perhatian sehingga

(7)

meningkatkan rasa memiliki, penghargaan diri, penerimaan diri dan menghasilkan iklim pembelajaran yang positif. Orang tua, guru, teman sebaya adalah orang yang sangat penting dalam dunia sosial anak dan hubungan mereka dengan anak dapat memperkuat atau melemahkan pembelajaran anak.

4. Faktor perbedaan individu

Tiga prinsip learner-centered dalam perbedaan individu dalam pembelajaran adalah :

a. Perbedaan individu terhadap pembelajaran

Setiap anak punya strategi yang berbeda, pendekatan yang berbeda, dan kemampuan belajar yang berbeda pula. Perbedaan ini akibat dari pengalaman dan hereditas. Anak dilahirkan dengan kemampuan dan bakat yang bisa dikembangkan dan melalui pengalaman mereka akan memilih sendiri cara untuk belajar dan langkah yang diambil dalam belajar.

b. Pembelajaran dan diversitas

Pembelajaran yang efektif jika perbedaan bahasa, kultur, dan latar belakang sosial murid ikut dipertimbangkan karena bahasa, kultur dan juga latar belakang sosial mempengaruhi pembelajaran anak. Ketika anak menganggap bahwa latar belakang dan perbedaan individu dihargai, maka motivasi dan prestasi mereka akan meningkat.

c. Standar dan penilaian

Menentukan standar yang tinggi dan menilai kemajuan pembelajaran siswa adalah bagian yang penting dari proses pembelajaran. Pembelajaran

(8)

yang efektif terjadi ketika murid ditantang untuk meraih tujuan yang tinggi dan tepat. Penilaian terhadap pemahaman anak atas suatu materi akan sangat berguna dalam pembelajaran anak. Penilaian diri atas kemajuan pembelajaran dapat meningkatkan keahlian murid dalam menilai diri sendiri dan meningkatkan motivasi dan keinginan untuk belajar mandiri.

II. A. 3. Karakteristik pembelajaran SCL

Karsen (2008) menyatakan beberapa karakteristik dari pendekatan SCL yang menyangkut aspek dari pengajar, siswa, materi dan teknik penyampainnya, yaitu :

1. Pengajar berperan sebagai penunjang, dalam hal ini bertugas sebagai perantara pembelajaran yang membantu mengarahkan siswa, dan apabila perlu ikut dalam membantu siswa dalam mengembangkan materi yang ada.

2. Pengajar berwawasan luas dan bersifat terbuka terhadap masukan maupun kritikan yang membangun bagi siswanya.

3. Pengajar menggunakan cara penyampaian materi yang dianggap sesuai dengan kebutuhan dan kondisi siswa, dalam hal ini tidak menutup kemungkinan seorang pengajar menggunakan cara pengajaran yang berbeda untuk setiap kelas.

4. Siswa merupakan tokoh utama pembelajaran yang memiliki wewenang untuk menentukan apa saja yang akan dipelajari terkait dengan materi yang ada termasuk cara penyampaiannya.

(9)

5. Siswa merupakan tokoh yang aktif pada proses pembelajaran yang senantiasa memberikan gagasan, baik saran dan kritik. Mereka bukan hanya menerima materi dari pengajar melainkan juga ikut serta dalam merumuskan, mengembangkan dan memproses materi pembelajaran.

6. Siswa mampu untuk mengembangkan materi belajar secara mandiri, dimana saja, kapan saja, bukan hanya di kelas atau di tempat pengajar berada.

7. Siswa mampu merumuskan harapan mereka terhadap proses pembelajaran dan mengukur kinerja mereka sendiri.

8. Siswa saling berkoloborasi satu sama lain.

9. Siswa memantau pembelajarannya sendiri, sehingga mampu untuk merumuskan strategi pembelajaran yang tepat untuk mencapai hasil yang optimal.

10. Siswa termotivasi untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkannya sendiri.

11. Siswa memilih anggota kelompoknya sendiri dan menemukan bagaimana cara bekerja dalam kelompok tersebut.

12. Materi pembelajaran bersifat sebagai arahan bukan patokan pembelajaran, sehingga pengajar dan siswa tidak hanya terpaku pada materi yang ada, namun kreatif untuk mengembangkannya secara berkelanjutan.

13. Pembelajaran adalah proses pencarian ilmu pengetahuan secara aktif atau proses perumusan ilmu bukan proses penangkapan ilmu semata.

14. Siswa membangun pengetahuannya sendiri melalui proses pembelajaran pribadi yang dilaluinya. Hubungan timbal balik antara siswa dengan komponen-komponen lain penyusun proses pembelajaran yang tercipta pada

(10)

beberapa aktivitas, seperti skilled instructor, online curiculum, online asessment, communities, optimal textbook, projek and case studies, instruction multimedia, simulation, remote lab, hand-on skill exams, hand- on lab.

II. A. 4. Aspek-aspek yang mempengaruhi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered learning).

Brodjonegoro (2005) menyatakan bahwa aspek-aspek yang perlu diperhatikan agar pembelajaran menjadi aktif, kreatif, dinamis, dialogis dan efektif pada model pembelajaran SCL, adalah:

1. Memahami tujuan dan fungsi belajar, dimana seorang dosen perlu memahami konsep-konsep mendasar dan cara belajar sesuai dengan pengalaman mahasiswa serta memusatkan pembelajaran pada mahasiswa.

2. Mengenal mahasiswa sebagai individu dan perbedaan kemampuannya, untuk menentukan berbagai metode dan strategi untuk mendorong kreativitas.

3. Menciptakan kondisi yang memnyenangkan dan menantang serta memanfaatkan organisasi kelas agar mahasiswa dapat saling membantu dalam melakukan tugas belajar tertentu.

4. Mengembangkan kreativitas dan kemampuan berfikir kritis dan mampu untuk memecahkan masalah.

5. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar serta memberikan muatan nilai, estetika dan logika.

6. Memberikan umpan balik yang baik untuk mendorong kegiatan belajar.

7. Menyediakan pengalaman belajar yang beragam.

(11)

II.B. Model Pembelajaran E-Learning

II. B. 1. Pengertian model pembelajaran e-learning

Pembelajaran mempunyai pengertian yang hampir sama dengan pengajaran. Pada proses pengajaran lebih menekankan pada aktivitas dari seorang guru sedangkan pembelajaran tersebut lebih menekankan pada interaksi antara guru dengan peserta didik. Pembelajaran merupakan proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan atau kemahiran dan juga pembentukan sikap serta kepercayaan pada peserta didik dengan demikian pembelajaran tersebut merupakan suatu proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik (Soetopo, 2005). Sejalan dengan hal tersebut di atas, pembelajaran dianggap sebagai suatu kegiatan yang terprogram yang membantu mahasiswa untuk dapat belajar secara aktif, meningkatkan cara berfikir mahasiswa serta dapat meningkatkan dan mengkonstruksikan pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan dan pengembangan yang baik terhadap materi perkulihan dengan memanfaatkan sumber belajar yang ada (Bodjonegoro, 2005).

Model pembelajaran e-learning merupakan suatu jenis proses belajar- mengajar yang memungkinkan tersampainya bahan ajar ke peserta didik dengan menggunakan media internet, intranet ataupun media jaringan komputer lain (Harley, 2001). Kata e-learning bukan saja singkatan dari electronic tetapi juga experience (pengalaman), extended (perpanjangan) dan expanded (perluasan).

Kata electronic bermakna bahwa dalam e-learning adanya penambahan unsur

(12)

teknologi pada proses belajar sehingga proses belajar-mengajar menyertakan berbagai perangkat keras dan perangkat lunak serta proses elektronik. Experience dalam e-learning mengarah pada terbukanya kesempatan yang sangat luas dan bervariasi untuk belajar yang disesuaikan dengan waktu, tempat, bahan maupun lingkungan yang tersedia. Extended bahwa e-learning mengarah pada perpanjangan dan perluasan kesempatan proses belajar, tidak terbatas pada program-program tertentu tetapi merupakan proses yang berkelanjutan setiap saat.

Expanded dalam e-learning mengarah pada adanya kesempatan belajar yang terbuka luas bagi banyak orang baik itu pelajar, lulusan yang belum bekerja, karyawan dan juga para pejabat sedangkan bahan yang diperoleh juga menjadi sangat luas dan proses belajar tidak terhambat oleh adanya masalah dana (Sukmadinata, 2002).

Berbagai pendapat telah banyak dikemukakan oleh para tokoh untuk mendefinisikan e-learning secara tepat. E- learning ini sebenarnya merupakan bentuk dari konsep distance learning. Distance learning merupakan seluruh bentuk pembelajaran (pendidikan dan pelatihan) jarak jauh, baik yang berupa korespondensi (model tercetak) dan juga berbasis teknologi (Asep, 2005). Model pembelajaran dengan e-learning merupakan sebuah proses belajar-mengajar yang dilakukan melalui network (jaringan), biasanya lewat internet atau intranet sehingga dengan model e-learning memungkinkan tersampainya bahan ajar ke mahasiswa dengan menggunakan jaringan internet atau intranet. E-learning dapat dibagai dua yaitu synchronous dan asynchronous. Synchronous e-learning meniru model pertemuan kelas yaitu antara pengajar dan mahasiswanya berinteraksi

(13)

langsung secara real-time melalui audio, video maupun melalui chatroom pada internet sedangkan asynchronous e-learning mahasiswa diberikan kebebasan untuk membuka materi kuliah maupun tugas yang diberikan pengajar sesuai dengan waktu masing-masing, dengan demikian proses belajar-mengajar yang terjadi tidak real-time dan hubungan antara pengajar dan mahasiswanya bisa dilakukan melalui email (Widodo dalam Rosa, 2008).

E-learning merupakan segala bentuk teknologi yang digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran lewat teknologi elektronik internet (Purbo, 2002). E-learning merupakan bentuk pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik (Lokal Area Network, Wider Area Network atau internet) untuk menyampaikan isi pembelajaran, interaksi ataupun bimbingan (Koran dalam Asep, 2005). E-learning merupakan kegiatan belajar asynchronous melalui perangkat elektronik komputer yang memperoleh bahan belajar yang sesuai dengan kebutuhannya (Dong dalam Asep, 2005).

E-learning merujuk pada penggunakan teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan (Rosenberg dalam Asep, 2005). E-learning merupakan kegiatan pendidikan atau pembelajaran yang memanfaatkan sebagai sarana tekonologi, baik itu berupa web- based, web- distributed, web-capable (Mark dalam Siahaan, 2005).

Pembelajaran dengan e-learning merupakan model pembelajaran yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, yang mana berperan sebagai media yang dapat menyediakan interaksi antara staff pengajar dengan

(14)

mahasiswanya, sumber belajar dan juga sarana untuk mengefisiensikan evaluasi pembelajaran. Ciri khas dari pembelajaran dengan e-learning adalah independen terhadap waktu dan ruang. Independen terhadap waktu dan ruang memiliki arti bahwa pembelajaran dapat dilaksanakan kapan saja. Hal ini, lebih terkait dengan kemampuan teknologi informasi yang dapat menyediakan bahan ajar dan menyimpan instruksi pembelajaran yang dapat diakses kapan saja. Independen terhadap ruang lebih terkaiat dengan fasilitas dari e-learning yang tidak membutuhkan tempat yang luas sebagaimana ruang kelas konvensional.

Pembelajaran yang menggunakan e-learning, mahasiswa dapat melakukan interaksi terhadap staff pengajar. Interaksi dapat berupa pertanyaan atau evaluasi terhadap proses pembelajaran mahasiswa, dengan demikian hasil evaluasi pembelajaran tersebut dapat digunakan sebagai tolak ukur untuk menentukan kelulusan mahasiswa terhadap sebuah mata kuliah tertentu. Informasi kelulusan tersebut dapat dijadikan sebagai stimulus untuk menerbitkan tanda kelulusan, KRS ataupun untuk izin mengambil mata kuliah lanjutan (Wijaya dalam Rosa, 2008). Model pembelajaran e-learning yang menggunakan internet memberikan berbagai fasilitas yang dapat diakses oleh mahasiswa secara pribadi seperti materi pembelajaran, interaksi dengan pengajar atau sesama mahasiswa serta dapat mengetahui informasi tentang nilai, jadwal, konsep pembelajaran. Selain hal tersebut mahasiswa juga dapat memperoleh layanan berupa perpustakaan digital (Karsen dalam Rosa, 2008).

Definisi lain dari e-learning adalah sebuah bentuk teknologi informasi yang diterapkan di bidang pendidikan dalam bentuk sekolah maya. E-learning

(15)

ditujukan sebagai suatu usaha untuk membuat sebuah transformasi proses belajar- mengajar yang ada di sekolah ke dalam bentuk digital yang di jembatani oleh teknologi internet. Penerapan model e-learning ini diharapkan dapat memberikan pilihan solusi yang sangat luas yang mengarah pada peningkatan pengetahuan dan performa (Sadiman, 2005).

Berbagai pengertian pembelajaran e-learning yang telah diuraikan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan model e-learning merupakan kegiatan pendidikan atau pembelajaran yang memanfaatkan sarana tekonologi berupa media internet, intranet maupun melalui media komputer lainnya yang memungkinkan tersampainya bahan ajar ke peserta didik untuk menyampaikan isi pembelajaran, interaksi yang berupa pertanyaan atau evaluasi terhadap proses pembelajaran mahasiswa dan juga bimbingan dengan cara langsung (synchronous) dan tidak langsung (asynchronous).

II. B. 2. Ciri-ciri e-Learning

Sukmadinata (2002) menyebutkan ada beberapa ciri dari e-learning, yaitu:

1. E-learning adalah network, yang memungkinkan informasi selalu mutahir, disimpan, didistribusikan dan dipertukarkan.

2. Informasi yang disampaikan langsung kepada pengguna melalui teknologi internet.

3. Difokuskan pada proses belajar secara luas.

(16)

Karakteristik e-learning menurut Cisco (dalam Asep, 2005) antara lain : 1. Memanfaatkan jasa teknologi elektonik, yang mana siswa ataupun guru dapat

berkomunikasi dengan relatif mudah dan tanpa batas.

2. Memanfaatkan media komputer (media digital dan computer network).

3. Menggunakan bahan pembelajaran yang bersifat mandiri.

4. Memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil kemajuan belajar dan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi pendidikan dapat dilihat saat menggunakan dan mengakses komputer.

Purbo (2002) menyatakan bahwa ada tiga hal yang harus diperhatikan untuk menjadikan e-learning dapat terlihat menarik, antara lain :

1. Sederhana, yang mengarah pada kemudahan peserta didik dalam memanfaatkan teknologi yang ada.

2. Personal, mengarah pada interaksi guru dengan anak didiknya sehingga dapat diketahui setiap persoalan dan kemajuan dari anak didik tersebut.

3. Kecepatan, mengarah pada respon bagi setiap keluhan dan kebutuhan peserta didik sehingga perbaikan pembelajaran dapat dilakukan secepat mungkin.

II. B. 3. Kelebihan dan kekurangan e-Learning

Rotor (1995) mengemukakan bahwa ada beberapa kelebihan dari penerapan e-learning dalam dunia pendidikan, yaitu :

1. Interactivity; Siswa dan pengajar memungkinkan tersedianya komunikasi lebih banyak dan interaktif baik secara langsung maupun tidak langsung.

(17)

2. Independency; Mengenai waktu, tempat, pengajar menjadi fleksibel, pembelajaran lebih berorientasi pada siswa (siswa lebih banyak aktif). Siswa dapat mengulang pelajarannya sehingga pemahaman tercapai. Mereka belajar dalam suasana aman tanpa ada rasa malu untuk bertanya.

3. Adaptivity; Mudah beradaptasi dengan lingkungannya.

4. Enrichment/Enlivenment; Memperkaya pengajaran dengan menggunakan video, simulasi ataupun animasi.

Sedangkan kekurangan dari pemanfaatan e-learning ini adalah:

1. Dalam model belajar e-learning interaksi antara pengajar dan pelajar bahkan antara pelajar dengan pelajar lain sangat kurang.

2. Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial sehingga mendorong tumbuhnya aspek komersil.

3. Proses belajar mengajar cenderung kearah pelatihan.

4. Berubahnya peran pengajar yang semula sebagai menguasai teknik pengajaran konvensional, kini juga dituntut untuk mengetahui teknik pembelajaran yang menggunakan ICT (Information, Communication and Technologi).

5. Kurangnya pengetahuan tentang bahasa komputer serta penggunaan internet sehingga berpengaruh pada proses belajar.

II. B. 4. Beberapa aspek dari model pembelajaran e-Learning

Rogers (dalam Mulyana & Saepudin, 2006) mengemukakan aspek dari model pembelajaran e-learning, antara lain:

(18)

1. Relative Advantage

Pemanfaatan teknologi informasi menghasilkan komunikasi yang dapat dilakukan antara personal ataupun kelompok secara nyata walaupun yang bersangkutan tidak hadir secara nyata. Selain itu proses belajar-mengajar tidak harus mengeluarkan biaya yang relatif mahal.

2. Compatibility

Penerapan teknologi internet tidak bertentangan dengan nilai yang berkembang dalam masyarakat seperti nilai-nilai budaya ataupun norma masyarakat.

3. Complexity

Proses belajar-mengajar dengan memanfaatkan teknologi internet tidak terlepas dari peran lembaga kursus komputer dan juga tersedianya buku untuk pengoperasian komputer sehingga dapat menghasilkan proses belajar yang lebih optimal.

4. Triability

Teknologi internet menggunakan sarana komputer yang merupakan barang nyata yang dapat dicoba langsung oleh setiap warga belajar bahkan dapat dipelajari oleh siapa saja.

5. Observability

Proses kerja komputer adalah proses kerja yang menggunakan teknologi terkini dan hasilnya dapat langsung dilihat. Dengan demikian, setelah pelajar memasukkan data maka komputer akan memproses data yang kita masukkan dan hasilnya akan segera keluar.

(19)

Oetomao (dalam Patmanthara, 2006) menyatakan bahwa pembelajaran melalui internet harus mengandung beberapa unsur, antara lain :

1. Silabus berbasis web, siswa dapat mengetahui dengan pasti kurikulum yang akan diikuti selama masa pendidikannya.

2. E-mail, siswa dapat berkonsultasi secara elektronik dengan guru atau dosen.

3. Diskusi beralur, fasilitasnya melengkapi diskusi kelas biasa dengan model debat online yang hidup dan dapat dijalankan dengan teknologi.

4. Diskusi elektronik, peserta didik seakan dapat hadir untuk mengunjungi masing-masing peserta untuk memberikan pekerjaan rumah (PR) atau bahan diskusi untuk topik yang menarik.

5. Bahan ajar secara online, mengarah pada digitalisasi dari materi ajar yang disusun oleh pendidikan.

6. Buku nilai secara online, untuk melihat hasil belajar dan evaluasi pribadi atas prestasi.

7. Ujian berbasis komputer, dimungkinkan untuk diakses oleh para siswa bilamana telah menyelesaikan pemahaman terhadap materi dari suatu topik atau mata pelajaran yang telah ditekuninya.

Beberapa potensi dari penerapan e-learning dalam pembelajaran antara lain: memberikan peluang bagi siswa untuk dapat berinteraksi dengan guru dan sesama temannya. Komunikasi dengan guru mengarah bahwa siswa dapat bertanya langsung kepada gurunya tentang materi tertentu dan pertanyaan beserta jawaban yang diberikan guru atau dosen dapat dibaca oleh siswa yang lain.

Sedangkan untuk guru sendiri potensi utama dari e-learning ini membantu guru

(20)

melihat perkembangan siswanya secara pribadi yang meliputi guru dapat mengetahui tentang topik apa yang dipelajari siswanya sampai berapa skor nilai yang berhasil diperoleh siswanya dalam mengerjakan soal tes setelah memahami suatu materi (Koesnanda, 2003)

II. C. Mahasiswa

Mahasiswa adalah orang yang terdaftar dan menjalani pendidikan di perguruan tinggi (Salim & salim dalam kamus umum Bahasa Indonesia, 2002).

Secara umum, mahasiswa adalah suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya dalam kaitannya dengan perguruan tinggi, sedangkan perguruan tinggi didefenisikan sebagai lembaga pendidikan formal di atas sekolah lanjutan menengah ke atas yang terutama memberikan pendidikan teori dari suatu ilmu pengetahuan, disamping mengajarkan keterampilan (skill) tertentu (Sarwono dalam Nugraha, 2001).

Masa mahasiswa meliputi rentang umur dari 18/19 tahun sampai 24/25 tahun (Winkel, 1997). Rentang umur mahasiswa ini dibagi atas periode 18/19 tahun sampai 20/21 tahun, yaitu mahasiswa dari semester I sampai dengan semester IV; dan periode waktu 21/22 tahun sampai 24/25 tahun, yaitu mahasiswa dari semester V sampai semester VIII (Winkel, 1997). Pada rentang usia tersebut mahasiswa berada pada masa dewasa dini. Menurut Hurlock (1980) menyatakan bahwa pada masa dewasa dini disebut sebagai masa pembentukan komitmen artinya mahasiswa pada masa dewasa dini mengalami perubahan dari pelajar yang mulanya tergantung pada orang lain menjadi pelajar/mahasiswa yang tidak

(21)

tergantung kepada orang lain/pengajar dan lebih mandiri, sehingga mahasiswa mampu untuk menentukan komitmen baru, bertanggungjawab dan menjadi pribadi yang lebih mandiri.

II. D. Gambaran Student Centered Learning (SCL) Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Menuju Proses Pembelajaran E-Learning Dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat menimbulkan beragam tantangan baru dalam dunia pendidikan tinggi. Tantangan dan perkembangan tersebut mempersyaratkan perguruan tinggi untuk berubah, salah satu perubahannya terjadi pada pendekatan proses pembelajaran (Subagjo dalam Pannen, 1999). Pembelajaran dalam hal ini dapat diartikan sebagai kegiatan yang telah terprogram yang membantu peserta didik/mahasiswa mampu untuk mengembangkan kreativitas berfikir dan juga dapat meningkatkan kemampuan untuk mengkontruksikan pengetahuan yang baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan dan pengembangan yang baik terhadap materi perkuliahan (Brodjonegoro, 2005).

Seiring dengan hal tersebut, pembelajaran saat ini yang ada di dalam lingkungan perguruan tinggi masih berfokus pada pengajar/dosen sebagai pusat dari proses belajar, dimana pengajar/dosen tidak lebih hanya sekedar penyampai informasi kepada peserta didik/mahasiswa yang memiliki kecenderungan pasif dalam proses pembelajarannya. Keadaan proses pembelajaran tersebut, sivitas akademik merasa perlu untuk merubah proses pembelajaran yang tadinya berfokus pada pengajar/dosen menjadi proses pembelajaran yang berpusat pada

(22)

peserta didik/mahasiswa yang disebut dengan student centered learning (Subagjo dalam Pannen,1999).

Perubahan proses pembelajaran tersebut didorong oleh salah satu tanggungjawab perguruan tinggi untuk mampu menciptakan dan menghasilkan sumber daya manusia yang mampu bekerja secara efektif dalam keberagaman konteks dan mampu untuk menerapkan ilmu pengetahuan dari berbagai disiplin dan juga bertanggungjawab untuk menyiapkan mahasiswa/peserta didik yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam lingkungan dunia yang kompetitif (Wijaya dalam Rosa, 2008). Sejalan dengan perubahan dari proses pembelajaran di lingkungan perguruan tinggi juga didorong oleh keadaan dari salah satu masyarakat yang ada di lingkungan perguruan tinggi yaitu mahasiswa. Hurlock (1999) menyatakan bahwa mahasiswa adalah individu yang berada pada tahap perkembangan dewasa dini. Pada tahap perkembangan dewasa dini, individu mulai membentuk suatu komitmen sehingga terjadi proses perubahan dari individu yang mulanya tergantung pada orang lain menjadi individu yang lebih mandiri. Tamat (dalam Panen, 1999) menambahkan bahwa proses pendidikan pada individu yang dewasa ditandai beberapa hal, seperti motivasi untuk belajar timbul dari dalam diri peserta didik, mampu untuk mendiagnosa kebutuhan belajar, dapat merumuskan tujuan belajar dan dapat mengembangkan kegiatan dalam belajar tanpa tergantung pada orang lain, sehingga individu yang berada pada tahap dewasa dini (mahasiswa) sudah mengarah pada pembelajaran student centered learning. Rahardjo & Pongtuluran (dalam Pannen, 1999) menyatakan bahwa pembelajaran student centered learning

(23)

adalalh model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, dimana peserta didik/siswa mampu untuk menjadi peserta didik yang aktif dan mandiri dalam proses belajarnya, memiliki tanggungjawab serta inisiatif untuk mengenali kebutuhan belajarnya dan mampu untuk menemukan sumber-sumber informasi tanpa tergantung pada orang lain, dalam hal ini pengajar.

Mewujudkan proses pembelajaran yang berfokus pada peserta didik (student centered learning), maka berbagai infrastruktur teknologi informasi telah dikembangkan dan diadopsi oleh pendidikan tinggi seperti dengan penerapan model pembelajaran yang bersifa jaringan (e-learning). Pembelajaran e-learning menghasilkan peserta didik/ siswa dituntut untuk belajar secara mandiri bukan hanya melalui tatap muka di kelas, melainkan juga melalui media lainnya khususnya internet dan karakteristik utama dalam pembelajaran dengan model e- learning adalah pusat pembelajarannya berfokus pada peserta didik/mahasiswa, dengan demikian peserta didik/mahasiswa dituntut untuk dapat aktif dan mampu untuk belajar secara mandiri dan memiliki inisiatif untuk belajar serta memiliki kemampuan untuk mengeksplorasi ilmu pengetahuan melalui internet atau media yang lainnya dan juga tidak tergantung sepenuhnya kepada orang lain dalam hal ini pengajar.

Seiring dengan hal tersebut, karakteristik dari e-learning hanya ada pada proses pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (SCL). Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dalam penerapannya dalam model e-learning maka dapat memudahkan perancangan instruksi pembelajaran yang efektif untuk setiap siswa, memudahkan penyerapan materi bagi siswa serta dapat meningkatkan

(24)

kemandirian maupun kemampuan komunikasi dan kolaborasi bagi siswa. Seiring dengan hal tersebut bahwa SCL adalah kunci keberhasilan dalam penerapan model pembelajaran e-learning.

Referensi

Dokumen terkait

Mutu pendidikan dasar dan menengah adalah tingkat kesesuaian antara penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP) pada

Yang dimaksud dengan “kecelakaan atau bencana serius” adalah kematian, luka-luka, atau bentuk lain dari terganggunya kesehatan seseorang, hilang atau rusaknya harta benda milik

Puji syukur atas kehadiran Allah SWT dan Junjungan Nabi Besar kita Nabi Muhammad SAW atas segala rahmatnya sehingga penulis dapat mengerjakan dan menyelesaikan skripsi yang

Jappaness Food namun pemilik menggunakan konsep tradisional Nusantara dan strategi diversifikasi yang dilakukan yang awal pembukaan hanya.. mengandalkan beberapa

Indonesia atau Negara lain yang ditentukan oleh Pemerintah. 5) Surat pernyataan bersedia mengabdi pada instansi Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong dan tidak mengajukan

Pirolisis merupakan proses pengembunan asap dari sebuah pembakaran atau karbonisasi, limbah bambu dan kayu dikarbonisasi dengan menggunakan tungku, kemudian asap yang keluar

Program pencegahan ini bernama Prevention of Mother To Child Transmission (PMTCT), terdiri dari pemberian anti retroviral pada ibu selama kehamilan, bayi dilahirkan dengan

Dalam kaitan ini, pada tanggal 15 Juni 1999 Kelompok Reformasi Hukum dan Perundang-Undangan telah mem- presentasikan hasil kajian di hadapan para pimpinan/anggota