• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini merupakan populasi yang cukup besar (12,85% dari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini merupakan populasi yang cukup besar (12,85% dari"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak usia dini merupakan populasi yang cukup besar (12,85% dari keseluruhan populasi, Sensus Penduduk 2000). Gutama (dalam Dharmawan, 2006) mengatakan bahwa anak usia dini merupakan masa emas karena perkembangan otak yang sangat cepat pada masa ini. Perkembangan yang sangat cepat ini juga harus disertai dengan pemenuhan tugas-tugas perkembangannya sehingga anak dapat tumbuh dengan baik.

Tugas perkembangan anak usia dini yang paling utama adalah menyesuaikan diri dengan perkembangan fisiknya yang pesat dan berhubungan secara emosional dengan orang tua, saudara kandung dan orang lain. Anak berusaha untuk mengendalikan lingkungan dan mulai belajar menyesuaikan diri secara sosial (Hurlock, 1999). Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan sosialisasi pada masa anak-anak sangat penting dan perlu diperhatikan dalam pendidikan anak.

Perkembangan sosialiasasi yang dimaksudkan di sini adalah kemampuan anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Bagaimana anak tersebut mengerti mengenai keadaan lingkungan dan mempengaruhinya dalam berperilaku baik kepada dirinya sendiri maupun kepada orang lain (Hurlock, 1998).

Perkembangan sosialisasi pada anak usia dini sangat dipengaruhi oleh faktor keluarga dan lingkungan dimana anak itu tumbuh dan berkembang. Tempat

(2)

dimana anak menghabiskan waktu sehari-hari sangat menentukan perkembangan sosialisasi anak tersebut (Berns, 2004).

Keluarga merupakan tempat dimana anak-anak mendapatkan nilai-nilai dalam masa awal perkembangannya. Anggota keluarga terutama orangtua merupakan model bagi anak-anak dalam berperilaku karena pada masa kanak- kanak awal, seorang anak sangat suka meniru apa yang dilakukan oleh orang- orang yang dekat dengannya. Keluarga bukan saja terdiri dari orangtua tetapi juga saudara kandung dan keluarga besar seperti kakek dan nenek. Interaksi antara saudara juga dapat membentuk kemampuan sosialisasi anak karena anak dibiasakan untuk dapat berinteraksi dengan orang lain yang sebaya. Kakek dan nenek juga merupakan orang yang selalu memberikan nasehat dan bimbingan serta perhatian sehingga anak-anak dapat tumbuh dengan baik.

Faktor lain selain keluarga yang berpengaruh pada perkembangan sosialisasi anak adalah pengaruh dari teman sebaya dan sekolah tempat anak-anak tersebut belajar (Landreth, 1969). Teman sebaya menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1998) adalah kumpulan orang-orang yang kurang lebih berusia sama dan bertindak bersama-sama. Anak-anak mulai membentuk hubungan dengan teman sebaya pada masa kanak-kanak akhir dan berusaha agar diterima oleh teman sebaya mereka karena interaksi hubungan pada teman sebaya selalu berupa bermain dan bersenang-senang.

Teman sebaya menjadi orang-orang yang penting dalam sosialisasi anak- anak karena interaksi antar teman sebaya membuat anak mengerti mengenai hubungan sosial yang lebih besar daripada hanya sekedar keluarga. Pendapat dari

(3)

teman sebaya biasanya menjadi hal yang sangat diperhatikan dan didengarkan oleh anak-anak seusianya apalagi seoarang anak yang merupakan “star” atau pemimpin kelompok tersebut. Anak-anak berusaha untuk bertindak sesuai dengan yang diharapkan kelompoknya agar dapat diterima oleh kelompok tersebut sehingga perilaku anak biasanya sesuai dengan nilai kelompoknya.

Faktor sekolah tempat anak-anak belajar juga menjadi hal yang berpengaruh pada perkembangan sosialisasi anak selain teman sebaya karena salah satu fungsi sekolah untuk anak usia dini adalah mengembangkan kemampuan sosialisasi anak-anak agar anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya (Suyanto, 2005).

Sekolah memiliki kelebihan-kelebihan yang dapat mendukung dalam perkembangan sosialisasi anak karena fasilitas-fasilitas yang dimiliki serta guru- guru yang berpengalaman. Anak-anak dididik dan dilengkapi dengan berbagai permainan yang dapat mengembangkan kemampuan sosialisasi dan teman-teman sekelas yang merupakan lingkungan sosial.

Guru juga merupakan figur yang berperan penting dalam perkembangan anak. Guru memiliki beberapa peran, yaitu sebagai instruktur, model, evaluator, dan penegak disiplin. Guru berperan sebagai instruktur untuk memberikan arahan dan bimbingan mengenai cara anak dalam bertingkah laku, guru juga menjadi contoh yang baik bagi anak didiknya, dan guru juga harus dapat mendidik dan mengajarkan tentang disiplin kepada anak didiknya. Bagaimana guru memainkan peranannya dengan baik menentukan bagaimana anak dalam mengembangkan kemampuannya (Hetherington & Parke, 1999). Sama halnya dengan kemampuan

(4)

sosialisasi anak, bagaimana guru berperan sebagai model untuk ditiru oleh anak- anak menentukan bagaimana kemampuan anak tersebut bersosialisasi, karena anak-anak sangat suka untuk meniru orang-orang yang berinteraksi dengannya.

Fungsi sekolah sebagai tempat untuk membentuk kemampuan sosialisasi anak menjadikannya sebagai salah satu faktor yang sangat dipertimbangkan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal. Fungsi sekolah yang sangat penting pada masa anak-anak itu membuat pemerintah Indonesia mengembangkan program pendidikan anak usia dini (PAUD) sebagai program pendidikan untuk anak-anak dengan fungsi untuk mengembangkan anak-anak agar dapat tumbuh secara optimal.

Tujuan PAUD adalah untuk mengembangkan seluruh potensi anak agar dapat berfungsi sebagai manusia utuh (Suyanto, 2005). Anak-anak umumnya belum mengetahui tata krama, sopan santun, aturan, etika, dan berbagai hal tentang dunia. Anak juga sedang belajar berkomunikasi dengan orang lain dan belajar memahami orang lain sehingga anak perlu dibimbing untuk memahami berbagai hal tentang dunia dan dapat berinteraksi dengan orang lain agar dapat hidup di masyarakat.

Salah satu hakekat pendidikan anak usia dini menurut Suyanto (2005), adalah juga untuk mengembangkan kemampuan sosial anak, yaitu kemampuan untuk dapat menyesuaikan diri dalam lingkungan sosialnya. Kemampuan sosial ini diperoleh melalui proses sosialisasi, artinya pengalaman hubungan dengan orang lain dapat menjadi dasar bagi anak untuk dapat mengembangkan kemampuan sosialnya. (Hurlock, 1998).

(5)

Pendidikan anak usia dini (PAUD) memegang posisi yang sangat fundamental dalam kaitannya dengan penyiapan SDM atau generasi unggul.

Fundamental berarti bahwa pengalaman pendidikan dini dapat memberikan pengaruh yang “membekas” sehingga melandasi proses pendidikan dan perkembangan anak selanjutnya. Pandangan ini didasarkan baik pada alasan keagamaan, pandangan para ahli maupun temuan-temuan ilmiah (Abdulhak, 2003).

Secara kelembagaan, pendidikan anak usia dini diselenggarakan melalui tiga jalur, yakni jalur pendidikan formal (seperti Taman Kanak-kanak dan Raudatul Athfal), jalur pendidikan nonformal (seperti Kelompok Bermain dan Tempat Penitipan/Pengasuhan anak), jalur pendidikan informal (dalam keluarga dan masyarakat).

Salah satu jalur pendidikan anak usia dini adalah jalur formal, yaitu pendidikan yang dilaksanakan melalui instansi yang khusus untuk mengadakan pendidikan kepada anak-anak, salah satunya adalah Taman Kanak-kanak (TK).

Agen-agen sosialisasi yang berperan penting dalam pendidikan jalur formal ini adalah sekolah, teman sebaya, dan guru yang mengajar. Sekolah merupakan tempat anak meluangkan waktu setiap hari secara rutin sehingga sebagian besar waktu anak dihabiskan di sini. Teman sebaya merupakan anak-anak lain yang berada di lingkungan sekolah yang juga berinteraksi dengan anak selama berada di sekolah. Terakhir adalah guru yang mengajar di sekolah, karena pembelajaran nilai-nilai yang diperlukan anak-anak didapatkan dari guru yang mengajar.

(6)

Jalur pendidikan anak usia dini lainnya adalah jalur informal, yaitu pendidikan yang diselenggarakan di keluarga ataupun masyarakat. Jalur pendidikan ini melibatkan orang tua anak sendiri sebagai pengajar bagi anak.

Pendidikan anak usia dini jalur informal ini menekankan pada keluarga sebagai agen sosialisasi terutama pada anak. Anak dididik secara khusus di rumah tanpa dimasukkan ke dalam sekolah formal sehingga anak tidak mendapatkan stimulus dan interaksi di sekolah baik dengan teman sebaya maupun guru yang mengajar karena anak dididik oleh orangtuanya sendiri.

Jalur pendidikan anak usia dini yang terakhir adalah jalur nonformal, yaitu jalur pendidikan yang dilaksanakan diluar jalur pendidikan formal di sekolah untuk mendukung jalur formal. Perbedaan jalur nonformal dengan formal ini adalah bahwa pada jalur formal menekankan pada kurikulum sedangkan pada jalur nonformal tidak memiliki kurikulum yang terperinci, selain itu guru yang mengajar pada jalur formal idealnya harus mengecap pendidikan guru TK terlebih dahulu sedangkan pada jalur nonformal tidak mementingkan itu. Jalur nonformal ini tidak dilaksanakan melalui izin Departemen Pendidikan sehingga hasil lulusannya tidak mendapatkan ijazah seperti pada jalur formal, tetapi walaupun demikian tetap dilaksanakan agar dapat mendukung pertumbuhan anak yang optimal.

Agen sosialisasi yang berperan dalam program pendidikan ini adalah orangtua, teman sebaya dan guru yang mengajar. Orangtua merupakan agen utama karena sebagian besar waktu anak-anak dihabiskan bersama dengan orangtua mereka (Papalia, 2003). Anak sangat mudah meniru pada masa kanak-

(7)

kanak awal sehingga apa yang biasa dilakukan oleh orangtua mereka ditiru dan dijadikan sebagai model dalam berperilaku.

Teman sebaya dan guru yang mengajar juga menjadi agen yang berpengaruh. Sepanjang anak menjalani proses belajar, anak berinteraksi dengan teman sebaya mereka di sekolah. Pendapat dari teman sebaya biasanya sangat diperhatikan dan dilakukan oleh anak-anak agar anak tersebut dapat diterima oleh teman sebaya mereka itu. Sama halnya juga guru yang mengajar mereka, karena anak-anak lebih memperhatikan apa yang dikatakan guru mereka daripada orangtua mereka. Guru dihadapan anak-anak merupakan sosok yang harus diteladani karena memang itulah konsep yang diterima oleh anak-anak (Papalia, 2003).

Salah satu jalur pendidikan anak usia dini yang mulai digerakkan pada saat ini di Medan adalah jalur nonformal yang dilaksanakan melalui ibu-ibu PKK.

Model pendidikan ini lebih kepada jalur nonformal karena tidak dilaksanakan melalui suatu institusi khusus yang formal walaupun pada dasarnya memiliki suatu kurikulum yang menjadi acuan.

Tujuan dilaksanakannya pendidikan anak usia dini jalur nonformal ini adalah untuk memberikan stimulus awal kepada anak-anak agar dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal. Sekolah bukan hanya mendidik anak agar dapat memiliki kemampuan akademis tetapi juga agar agar mendapatkan lingkungan sosial yang membantu dalam perkembangan sosial anak. Pendidikan anak usia dini yang dilaksanakan oleh ibu-ibu PKK ini juga bertujuan agar anak dapat bersosialisasi dengan baik karena anak-anak mendapatkan lingkungan sosial

(8)

bersama dengan teman sebaya mereka dalam lingkup yang lebih besar selain hanya tetangga. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Berns (2004) bahwa lingkungan sosial pada anak-anak yang mengikuti sekolah lebih besar lingkupnya karena anak-anak dihadapkan pada komunitas yang memang mayoritas anak-anak.

Pelaksanaan pendidikan anak usia dini yang dilaksanakan melalui ibu-ibu PKK ini memiliki jadwal yang berbeda-beda pada setiap kelurahan, tergantung kepada koordinator lapangan masing-masing. Salah satu kegiatan pendidikan anak usia dini yang dijadikan contoh adalah PAUD “Anggrek” di daerah Medan Area.

Pelaksanaan PAUD di daerah ini dilaksanakan setiap hari selasa sampai dengan jumat pada pukul 09.00 sampai dengan 10.30.

Materi yang diberikan pada program pendidikan anak usia dini yang dilaksanakan ini menekankan kepada bermain pada anak. Program dimulai dengan nyanyian di awal kemudian anak-anak memasuki kelas dan melakukan kegiatan seperti mewarnai, belajar huruf, berhitung dan belajar mengaji. Setiap anak yang telah selesai melakukan tugasnya diizinkan untuk bermain-main sehingga memiliki kesempatan yang besar untuk bersosialisasi sesama teman sebaya mereka.

Program pendidikan yang dijalankan oleh ibu PKK ini dilaksanakan dengan mengoptimalkan agen-agen sosialisasi yang berperan dalam perkembangan sosialisasi anak yaitu, orangtua, teman sebaya dan sekolah atau tempat belajar si anak. Pengoptimalan ini karena perkembangan anak bukan merupakan pengaruh dari faktor-faktor yang ada secara terpisah melainkan saling

(9)

mempengaruhi antar setiap faktor yang ada yaitu keluarga, teman sebaya dan sekolah. Para orangtua kadang-kadang diberikan penyuluhan mengenai pendidikan anak usia dini agar dapat juga membimbing anak-anak mereka dirumah walaupun tidak dilaksanakan secara rutin. Sebagian besar orangtua juga menemani anak-anak mereka ketika sedang belajar dengan menunggu anak mereka di luar sehingga orangtua dapat mengetahui apa yang dipelajari dan dapat mudah menyesuaikan cara mengajar ketika mereka berada di rumah.

Pengoptimalan para agen sosialisasi ini diharapkan dapat mendukung perkembangan anak secara optimal bukan saja pada sisi akademis tetapi juga perkembangan bidang lainnya terutama perkembangan sosial anak-anak.

Berdasarkan hasil wawancara kepada orang tua yaitu ibu yang menunggu anak-anaknya selama mereka mengikuti program, anak-anak mereka mengalami kemajuan yang baik setelah mengikuti PAUD. Mereka mengatakan bahwa anak- anak mereka mengalami kemajuan terutama dalam hal membaca, menulis, bernyanyi dan membaca ayat. Sosialisasi mereka juga berkembang karena anak- anak mereka sekarang memiliki lebih banyak teman bermain disekitar rumah mereka karena biasannya tempat tinggal mereka tidak berjauhan.

Beberapa penggalan hasil wawancara yang dilakukan adalah sebagai berikut:

“ kalau dari kemajuan ya banyaklah.. dulunya gak bisa membaca sekarang dah mulai bisa, menulis juga dah mulai bisa. Mereka suka mengulang-ulang yang mereka pelajari disini biasanya. Terus nyanyi- nyanyi bahkan sekarang mereka bisa membaca ayat-ayat pendek karena disinikan juga diajari baca doa.” (Ibu Nani)

(10)

Mengenai sosialisasi,

“kalau dari pergaulan sih.. makin bagus juga, dulu paling masih sama- sama teman sebelah rumah atau dua tiga rumah, sekarang dah mulai punya teman yang lebih banyak, nih mamak ibu ini yang tinggalnya diujung sering main-main sama. Terus kalo lagi belajar, mereka juga suka mengajari teman atau adiknya yang ngak bisa, diajari cara baca, cara nulis, yang seperti itulah. Udah syukur itu, padahal dulu gak bisa.” (Ibu Nani)

Proses perkembangan sosialisasi seorang anak juga tidak lepas dari hambatan-hambatan yang dapat menyebabkan kemampuan seorang anak itu tidak dapat berkembang secara optimal. Hambatan-hambatan tersebut dapat saja datang dari dalam diri seorang anak maupun dari luar diri si anak.

Hambatan dari dalam diri anak tersebut berupa usia, urutan kelahiran dan kepribadian si anak. Anakanak pada umur 1-2 tahun biasanya bermain sendiri dan masih suka bermain sesukanya dan mulai bermain secara kelompok ketika memasuki usia 3 tahun. Anak berumur 3-4 tahun baru saja mulai meninggalkan sifat egosentris yang artinya mulai bermain secara kelompok daripada bermain sendiri. Anak-anak mulai bersosialisasi pada masa ini sehingga lebih sulit untuk berinteraksi selain perkembangan otak mereka yang masih terbatas. Kepribadian anak juga sangat menentukan apakah seorang anak dapat mudah berinteraksi dan diterima oleh kelompok teman sebaya mereka atau tidak (Landreth, 1969).

Hambatan dari luar dapat muncul dari agen sosialisasi itu sendiri apabila agen sosialisasi yang disebutkan di atas tidak dapat memberikan stimulus yang positif. Agen-agen yang seharusnya membantu anak dalam mengembangkan kemampuan sosialisasinya dapat berbalik menjadi hambatan. Pengasuhan yang diterima seorang anak dari orangtuanya dapat menentukan karena anak yang

(11)

biasanya menerima pengasuhan yang hangat akan dapat menjalin hubungan yang hangat juga dengan teman sebayanya (Wang, 2002).

Teman sebaya pada anak-anak juga dapat menjadi hambatan bagi perkembangan sosialisasinya. Anak-anak pada usia 3-6 tahun biasanya berkelompok dengan teman sebaya mereka yang memiliki nilai yang sama.

Apabila ada anak yang tidak diterima sebagai anggota kelompok menyebabkan anak tersebut terisolasi dan menyendiri sehingga menjadi anak yang tidak dapat bersosialisasi dengan baik.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan program pendidikan anak usia dini yang dilaksanakan di Medan diusahakan untuk mengurangi hambatan yang ada agar dapat memaksimalkan perkembangan anak.

Program pendidikan yang dilakukan juga diusahakan untuk memaksimalkan setiap agen sosialisasi yang berperan dalam perkembangan anak sehingga setelah mengikuti program ini diharapkan anak-anak dapat bersosialisasi dengan baik.

Berdasarkan tujuan dari program pendidikan anak usia dini yang telah dijalankan dan pelaksanaan di lapangan khususnya di Medan sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti ingin melihat gambaran sosialisasi pada anak usia dini yang mengikuti program pendidikan anak usia dini jalur nonformal di kota Medan.

(12)

B. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana gambaran sosialisasi pada anak usia dini yang mengikuti kegiatan pendidikan anak usia dini di Medan?

2. Bagaimana gambaran mean skor sosialisasi anak usia dini yang mengikuti pendidikan anak usia dini ditinjau Lokasi PAUD, usia, jenis kelamin, lamanya mengikuti kegiatan, jumlah saudara, dan status pekerjaan ibu?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat gambaran sosialisasi anak usia dini yang mengikuti pendidikan anak usia dini di Medan.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan psikologi, khususnya psikologi pendidikan dan perkembangan.

tentang “Sosialisasi anak usia dini yang mengikuti pendidikan anak usia dini nonformal di Medan.”

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagi orang tua yang memiliki anak usia dini mengenai pentingnya pendidikan anak usia dini bagi perkembangan sosialisasi anak, selain itu penelitian ini juga dapat merupakan

(13)

gambaran yang dapat digunakan sebagai evaluasi bagi pelaksanaan program pendidikan anak usia dini yang sedang dilaksanakan di kota Medan.

E. Sistematika Penelitian

Adapun sistematika penulisan dalam laporan penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I Merupakan bab pendahuluan yang terdiri atas:

Latar belakang masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II Merupakan landasan teori yang terdiri atas:

Sosialisasi, pendidikan anak usia dini (PAUD), anak usia dini.

BAB III Merupakan metodologi penelitian, yang terdiri atas:

Identifikasi variabel penelitian, defenisi operasional penelitian, populasi, sampel dan teknik sampling, serta metode pengumpulan data.

BAB IV Merupakan analisa data, yang terdiri atas:

Gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian utama, dan hasil penelitian tambahan.

BAB V Merupakan kesimpulan, diskusi, dan saran.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini akan dirancang tari kreatif yang mengambil tema lingkungan hidup sebagai media pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman cinta lingkungan pada

Di Indonesia, prevalensi anak yang tidak rutin berolahraga sebesar 39,4 % (Heryudarini H, ddk. Status ekonomi juga menjadi salah satu faktor terjadinya obesitas pada balita

Hal tersebut untuk menambah pemahaman teori dan praktek secara nyata pada warga baik hard skill maupun soft skill dalam pengembangkan dirinya sendiri untuk lebih

Additionally, all landmark vertices connected to the remaining poses via measurement edges, the bias vertex, and the global pose vertex remain in the graph.. The set of

Ketika menderita penyakit wasir ambeien terkadang pada saat sedang buang air besar pun juga bisa mengeluarkan feses yang akan bercampur darah segar, atau juga bisa

a) Mengadakan observasi ke sekolah tempat diadakannya penelitian, untuk mendapatkan informasi tentang keadaan kelas yang akan menjadi subjek penelitian.. b) Membuat perangkat

[r]

The statement must be typewritten or written in block letters.. Additional sheets of paper may be attached