• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. sekalipun. Sudah menjadi sunnatullah bahwa setiap makhluk yang bernyawa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. sekalipun. Sudah menjadi sunnatullah bahwa setiap makhluk yang bernyawa"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Kematian merupakan realita kehidupan, setiap manusia akan mengalami kematian, kematian bisa menimpa siapa saja baik orang yang sudah tua maupun yang masih muda atau bahkan bayi yang baru lahir sekalipun. Sudah menjadi sunnatullah bahwa setiap makhluk yang bernyawa akan mati. Hanya saja tidak ada seorang pun yang mengetahui kapan kematian itu datang (Hidayat, 2006:143)

Firman Allah SWT Q.S Ali-Imran:185

 













































Artinya:“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. dan Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, Maka sungguh ia telah beruntung. kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS Ali-Imran : 185) Meskipun kematian adalah sunnatullah dan suatu realita, tetapi tidak semua orang siap menghadapi suatu peristiwa kematian. Baik orang yang akan meninggalataupunkeluarga yang akan ditinggalkan. Kematian anggota keluarga terutama ayah atau ibu adalah peristiwa yang sangat menyedihkan, karena anak akan kehilangan orang tua untuk selama-lamanya (Litasari, 2016:2).

Orang tua merupakan orang yang paling dekat dengan anak, karena orang tua yang melahirkan anak dan membesarkannya.Kedekatan yang

1

(2)

diberikan sejak lahir hingga remaja membuat anak menjadi merasa aman dan nyaman bersama keluarga. Apabila seorang remaja kehilangan orang tua yang disebabkan meninggal dunia tentunya anakakanmerasa berat untuk menerimanya, sehingga tidak jarang anak menjadi shock dan terpukul.

Terlebih lagi bila anak tersebut sedang berada di usia remaja, dimana usia remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak kepada masa dewasa yang mengalami perkembangan dari semua aspek baik biologis, psikologis maupun sosial.

Setiap orang yang mengalami kehilangan orang yang dicintaiakan memberikan reaksi yang berbeda-beda. Salah satunya yaitu dengan reaksi psikologis, seperti: merasa kesepian, putus asa,atau takut. Reaksi-reaksi ini merupakan hal yang normal bagi seseorang yang mengalami kehilangan karena kematian Papalia, Olds, Feldmen (2008:167).Selain itu, reaksi berbeda juga dapat dilihat dari remaja laki-laki dan remaja perempuan.Remaja laki- laki biasanya memiliki perasaan kehilangan yang cenderung sulit diungkapkan, lebih pada menahan dan memendamperasaannya, sedangkan untuk remaja perempuan cenderung lebih memiliki perasaan yang sensitif dan lebih peka, lebih menunjukkan kesedihan dan rasa kehilangannya (Cahyasari, 2008:15).

Secara umum, anak yang ditinggal mati oleh orang tuanya pada usia 11 tahun sampai dengan 15 tahun (usia remaja) sering mengalami masalah emosi, seperti merasa kesepian, merasa kesedihan, atau merasa kurang diperhatikan. Pada usia ini, remaja juga sering merasakan emosi yang naik

(3)

turun, sehingga mereka bisa menderita depresi. Selain itu, mereka bisa menutup diri, tertekan,putus asa, dan mudah marah, bahkan tidak tahu arah dan tujuan hidup (Yuliawati,2007:23). Keseluruhan dampak dari kehilangan orang tua ini disebut juga dengan grief atau duka cita (Santrock, 2002:196).

Proses grief seharusnya terjadi selama 6 bulan sampai 2 tahun lebih, penyitas mencoba untuk berdamai dengan kematian, tetapi belum bisa menerimanya J. T. Brown & Stoudemire (dalam Papalia, Feldmen, 2014:298).

Grief merupakan suatu pengalaman emosional yang pribadi pada setiap individu. Beberapa orang membutuhkan waktu hingga beberapa tahun untuk mengatasi perasaannya serta mampu menerima kenyataan bahwa orang yang ia cintai sudah tiada. Kematian keluarga dekat atau sahabat merupakan pemgalaman emosional yang dialami seseorang disertai dengan perasaan kehilangan. Masa berkabung bagi orang yang ditinggalkan tidak berakhir setelah pemakaman usai, emosi yang dirasakan setelah kematian orang yang dicintai namun sebaliknya semakin mendalam setelah ia ditinggalkan Aiken (dalam Maynasari, 2008:35).

Namun hal ini berbeda dengan yang terjadi pada M seorang remaja putri yang berusia 20 tahun, dimana ibu-nya meninggal karena sakit. Hal ini membuat M merasa sedih. Akan tetapi, M tidak mau larut dalam kesedihan.

M tidak menunjukkan reaksi emosional padahal ibu-nya adalah orang yang paling dekat dengan M, M tetap menjalankan aktifitasnya seperti biasa, seperti: makan, minum, sholat, pergi kuliah, dll. Hal ini berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan terhadap M menurut keterangan M sebelum

(4)

meninggal, orang tuanya selalu mengingatkan dan berpesan kepada M

“Bisuak kalau ama lah ndak ado lai sida harus saba dan kuaik tanpa ama”

(besok Kalau mama sudah tidak ada lagi kamu harus kuat tanpa mama).

Selain itu, ibu M juga berpesan agar M tetap terus melanjutkan pendidikan agar dapat mewujudkan cita-cita.Pesan ibu M inilah yang memotivasi M untuk tetap sabar dan tegar sehingga M tidak larut dalam kesedihan.

“Perasaaan sedih pasti ado mah la, tapi bara hari se nyo sasudah ama maningga nyo, soalnyo mah la walaupun ama da lah ndak ado lai, da ingin mambueknyo bangga makonyo da rajin-rajin baraja kini bia dapek nilai ancak dan itu untuak ama da dek da”. (04 Januari 2017). (perasaan sedih pasti ada tapi hanya berlangsung beberapa hari setelah mama meninggal, soalnya walaupun mama sudah tidak ada saya ingin membuat mama bangga makanya saya rajin belajar biar dapat nilai ynag bagus).

Peneliti juga melakukan wawancara ke-2 pada tanggal 05 Januari 2017 dengan A yang merupakan kakak dari M diperoleh informasi bahwa M bersikap biasa saja ketika orang tuanya meninggal.

“pas ama maningga m biaso se nyo, adonyo manangih tapi satiok urang yang mananyo ka inyo, baa ama maningga, nyo caritoan se nyo, malahan sajak ama ndak ado, banyak nyo dapek prestasi lai”. (05 Januari 2017). (ketika mama meninggal dia biasa saja, dia ada menangis tetapi setiap orang yang datang kepadanya dan menananyakan bagaimana kronologi mama meninggal dia akan menceritakannya).

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana grief pada remaja putri yang orang tuanya meninggal dunia.

(5)

1.2. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka fokus penelitian adalah “Bagaimana grief pada remaja putri yang orang tuanya meninggal dunia?”

Sedangkan untuk batasan penelitian ini, adalah:

1. Bagaimana tahapan grief pada remaja putri yang orang tuanya meninggal dunia, pada kasus M, warga komplek BSD 2Blok KK No 6 Pasir Kandang Padang.

1.3. Signifikansi dan Keunikan Penelitian

penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah: Penelitian yang dilakukan oleh Adina Fitria (2013) yang berjudul grief pada remaja akibat kematian orang tua secara mendadak dalam penelitian tersebut peneliti menggambarkan bagaimana grief pada remaja akibat kematian orang tua secara mendadak dalam penelitian tersebut menggunakan 2 orang subjek penelitian dan menggunakan metode wawancara (interview). Hasil penelitiannya adalah grief yang dialami oleh subjek tidak banyak mengalami perbedaan. Proses perkembangan grief telah dilalui dengan baik mulai dari inisial respo, intermediate dan recovery, namun pada pada proses perkembangan yang terakhir yaitu recovery subjek belum sepenuhnya terlewati.

yang membedakan penelitian ini dengan yang dilakukan oleh Adina Fitria (2013) adalah peneliti berusaha mencari tahapan grief pada

(6)

remaja putri yang orang tuanya meninggal dunia dan subjek dalam penelitian ini berjumlah 1 orang .

Pentingnya penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui tngkatan grief pada remja putri yang orang tuanya meninggal dunia dan dengan terungkapnya Grief pada remaja putri yang Orang Tuanya Meninggal dunia. Bisa memberikan masukan bagi remaja yang orang tuanya meninggal dunia. Pentingnya penelitian ini dilakukan juga didukung oleh metode yang digunakan. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif memungkinkan peneliti untuk melakukan pengumpulan data secara menyeluruh kepada subjek penelitian, baik terhadap respon verbal maupun non-verbal dengan teknik pengumpulan data wawancara diharapkan makna yang terkandung dibalik grief pada remaja putri yang orang tuanya meninggal dunia.

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian sebagai berikut:

1. Untuk memperoleh tahapan grief pada remaja yang orang tuanya meninggal dunia,pada kasus M, warga komplek BSD 2Blok KK No 6 Pasir Kandang Padang.

1.5. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi agar menambah wawasan dan khazanah pengetahuan dalam perkembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi perkembangan.

(7)

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan dan dapat menjadi masukan bagi para peneliti lain yang tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai grief.

b. Bagi peneliti, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi pada Jurusan Psikologi Islam Fakultas Ushuluddin UIN Imam Bonjol Padang.

(8)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1. Grief

2.1.2. Pengertian Grief

Menurut Santrock (2004:192) dukacita (grief) adalah kelumpuhan emosional, tidak percaya, kecemasan akan berpisah, putus asa, sedih, dan kesepian yang menyertai disaat kita kehilangan orang yang kita cintai. Duka menurut Papalia, Olds, Feldmen (2008:173) ialah kehilangan, karena kematian seseorang yang dirasakan dekat dengan yang sedang berduka dan proses penyesuaian diri kepada kehilangan.

Duka cita juga didefinisikan oleh Chaplin, (2006:85) sebagai suatu keadaan emosional yang sangat tidak menyenangkan disertai rasa menderita atau hilang hanyut dan seringkali dibarengi sedu-sedan serta tangisan.

Selanjutnya duka cita (grief) adalah sebuah sistem perasaan, pikiran, dan perilaku yang dipicu ketika seseorang diperhadapkan dengan peristiwa kehilangan, yaitu kematian orang yang dikasihi.

Menurut Aiken (dalam Maynasari, 2008:35) grief merupakan suatu pengalaman emosional yang pribadi pada setiap individu. Beberapa orang membutuhkan waktu beberapa tahun untuk dapat mengatasi perasaannya serta mampu menerima kenyataan bahwa orang yang dicintai sudah tiada.

Kematian keluarga dekat atau sahabat merupakan pengalaman emosional yang dialami seseorang disertai dengan perasaan kehilangan.

7

(9)

Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan maka grief dapat diartikan sebagai respon emosional terhadap kehilangan seseorang melalui kematian.

2.1.3. Faktor yang menyebabkan grief

Ada beberapa faktor yang menyebabkan grief, faktor tersebut dijelaskan oleh Aiken dalam (Cahyasari, 2008:25-26) yaitu:

1. Hubungan individu dengan orang yang meninggal, yaitu reaksi-reaksi dan rentang masa waktu berduka yang dialami setiap individu akan berbeda tergantung dari hubungan individu dengan orang yang meninggal.Pada beberapa kasus dapat dilihat, apabila hubungan sangat baik dengan orang yang telah meninggal maka proses grief akan sangat sulit.

2. Kepribadian, usia, dan jenis kelamin orang yang ditinggalkan. Akan tetapi yang mencolok adalah jenis kelamin dan usia yang ditinggalkan.

Secara umum grief lebih menimbulkan stres pada orang yang usianya lebih muda.

3. Proses kematian, cara dari seseorang meninggal juga dapat menimbulkan perbedaan reaksi yang dialami orang yang ditinggalkannya. Pada kematian yang mendadak kemampuan orang yang ditinggalakan lebih sulit untuk menghadapi kenyataan. Kurangnya dukungan dari orang-orang terdekat dan lingkungan sekitar akan menimbulkan perasaaan tidak berdaya dan tidak mempunyai kekuatan,

(10)

hal tersebut dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam mengatasi grief.

2.1.4. Tahap-tahap grief

Menurut Averill (dalam Santrock, 2004:170) bahwa seseorang akan melewati tiga tahap duka cita setelah kehilangan seseorang yang dicintai:

shock, putus asa, dan pulih kembali proses penyelesaian duka (grief work).

Tahapan grief dapat bervariasi, ada tiga tahap yang dapat dilalui oleh seseorang sehubungan dengan grief yang dialaminya (Papalia, Feldmen 2008:203) yaitu:

1. Shock dan tidak percaya

Setelah peristiwa kematian terjadi, seseorang yang ditinggalkan akan akan mengalami kehilangan dan kebingungan. Ketika ia menyadari bahwa ia telah ditinggalkan, ia akan mengalami perasaan sedih yang meluap-luap serta berkali-kali menangis. Tahap ini berlangsung selama beberapa minggu, terutama setelah kematian yang tiba-tiba atau tidak diharapkan.

2. Terfokus dengan kenangan mereka yang meninggal

Pada tahap ini, seseorang yang ditinggalkan berusaha menerima kematian yang terjadi namun tetap tidak bisa menerima dengan sepenuhnya. Tahap ini berlangsung selama enam bulan lebih.

3. Resolusi

Tahap ini muncul ketika seseorang yang berduka mulai mencurahkan kembali perhatiannya pada aktifitas sehari-hari. Kenangan akan

(11)

seseorang yang telah meninggal menimbulkan perasaan cinta yang bertabur duka. Walaupun pola penyelesaian duka dideskripsikan merupakan sesuatu yang umum, berduka tidak harus mengikuti jalur dari Shock ke resolusi.

Selanjutnya menurut Glick, Lemme (dalam Fitria, 2013:63) Tahapan grief ada tiga tahapan yaitu :

1. Tahap inisial respon

Tahap pertama ini dimulai ketika peristiwa kematian terjadi dan selama masa pemakaman dan ritual-ritual lain dalam melepas kematian orang yang disayangi. Reaksi awal terhadap kematian orang yang disayangi pada tahap ini meliputi shock atau kaget dan mengalami perasaan tidak percaya. Seseorang yang ditinggalkan akan merasa mati rasa, bingung, merasa kosong, hampa, dan mengalami disorientasi atau tidak dapat menentukan arah. Perasaan-perasaan yang muncul sebagai reaksi awal tersebut berfungsi sebagai perisai yang melindungi orang yang ditinggalkan dari rasa kehilangan serta memberi jalan bagi perasaan duka yang mendalam untuk beberapa hari kedepan.

Perasaan tersebut diekspresikan melalui menangis dalam periode yang panjang dan bersamaan dengan itu orang yang ditinggalkan merasa ketakutan dan mengalami generalized anxiety. Simptom fisiologis yang terjadi meliputi: perasaan kosong dan bagian perut, nafas menjadi pendek, merasa “ketat” (seperti tercekik) pada tenggorokan dan menghilangya otot-otot, kehilangan nafsu makan, dan tidak mampu

(12)

untuk tidur juga merupakan hal yang umum. Simptom-simptom tersebut akan berkurang frekuensi dan intensitasnya seiring dengan berjalannya waktu dan berubah menjadi kondisi lain pada tahap berikutnya.

2. Tahap Intermediate

Tahapan ini adalah lanjutan dari beberapa kondisi pada tahap sebelumnya dan timbul beberapa kondisi baru yang merupakan lanjutan atas reaksi kondisi sebelumnya. Kemarahan, perasaan bersalah, kerinduan dan perasaan kesepian merupakan emosi-emosi yang umum terjadi pada tahapan ini. Ketiga perilaku tersebut adalah mengulangi secara terus menerus cerita tentang bagaimana kematian orang yang disayangi terjadi dan andai saja peristiwa tersebut bisa dicegah, melakukan pencarian makna dari kematian yang terjadi dan masih terus mencari mendiang orang yang disayangi. Seseorang yang ditinggalkan akan merasa dengan kuat adanya kehadiran mendiang orang yang disayangi dan mengalami halusinasi (seolah-olah melihat atau mendengar mendiang. Perilaku-perilaku ini akan berkurang seiring dengan berjalannya waktu.

3. Tahap recovery

Pada tahap ini, pola tidur dan makan sudah kembali normal dan orang yang ditinggalkan mulai dapat melihat masa depan dan bahkan sudah dapat memulai hubungan yang baru. Pada tahap ini perilaku yang muncul yaitu sudah dapat mengakui kehilangan yang terjadi, berusaha

(13)

melalui kekacauan yang emosional, menyesuaikan dengan lingkungan tanpa kehadiran orang yang telah tiada.

2.2 Remaja

2.2.1. Pengertian remaja

Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa dan mencapai kematangan. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi dan mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Penggunaan istilah untuk menyebutkan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa berasal dari bahasa Inggris puberity (Hurlock, 1980). Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak kepada masa dewasa yang mengalami perkembangan aspek atau fungsi untuk memasuki masa dewasa (Rumini, 2004:52).

Perkembangan remaja terjadi pada semua aspek baik biologis, psikologis maupun sosial. Menurut Debrun dalam (Jahya, 2011:43) masa remaja adalah periode pertumbuhan antara masa anak-anak dan dewasa.

Masa transisi yang dialami remaja merupakan sebagai perkembangan pada masa anak-anak masih dialami namun sebagian kematangan masa dewasa sudah dicapai. Perkembangan adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan.

Ada beberapa pendapat para ahli tentang remaja sebagaimana diungkapkan oleh Darajat(1976:65), bahwa remaja adalah “orang yang mengalami masa peralihan dari anak-anak menuju usia remaja. Pada masa ini biasanya terjadi percepatan pertumbuhan baik dari segi fisik, sikap, cara

(14)

berfikir dan bertindak karena mereka bukan lagi anak-anak dan bukan pula manusia dewasa yang memiliki kematangan fikiran batasan usia remaja dari umur 13 tahun sampai 25 tahun.

Berdasarkanpenjelasan diatas dapat penulis simpulkan bahwa remaja adalah orang mengalami masa peralihan dari anak-anak menuju remaja dengan batasan usia mulai dari 13 sampai 25 tahun.

2.2.3 Perkembangan Emosi Masa Remaja

Karena berada pada masa peralihan antara masa anak-anak dan masa dewasa, status remaja remaja agak kabur, baik bagi dirinya maupun bagi lingkungannya Ali & Asrori(2010:76). Semiawan (dalam Ali & Asrori, 2010) mengibaratkan: terlalu besar untuk serbet, terlalu kecil untuk taplak meja karena sudah bukan anak-anak lagi, tetapi juga belum dewasa.

Masa remaja biasanya memiliki energi yang besar, emosi berkobar- kobar, sedangkan pengendalian diri belum sempurna. Remaja juga sering mengalami perasaan tidak aman, tidak tenang, dan khawatir kesepian. (Ali

& Asrori, 2006:77) menambahkan bahwa perkembangan emosi seseorang pada umumnya tampak jelas pada perubahan tingkah lakunya.

Perkembangan emosi remaja juga demikian halnya.

Kualitas atau fluktuasi gejala yang tampak dalam tingkah laku itu sangat tergantung pada tingkat fluktuasi emosi yang ada pada individu tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari sering kita lihat beberapa tingkah laku emosional, misalnya agresif, rasa takut yang berlebihan, sikap apatis, dan tingkah laku menyakiti diri, seperti melukai diri sendiri dan memukul-

(15)

mukul kepala sendiri. Sejumlah faktor menurut (Ali & Asrori, 2006:80) yang dapat mempengaruhi perkembangan emosi remaja adalah sebagai berikut:

a. Perubahan jasmani. Perubahan jasmani yang ditunjukkan dengan adanya perubahan yang sangat cepat dari anggota tubuh. Pada taraf permulaan pertumbuhan ini hanya terbatas pada bagian-bagian tertentu saja yang mengakibatkan postur tubuh menjadi tidak seimbang.

Ketidakseimbangan tubuh ini sering mempunyai akibat yang tak terduga pada perkembangan emosi remaja. Tidak setiap remaja dapat menerima perubahan kondisi tubuh seperti itu, lebih-lebih jika perubahan tersebut menyangkut perubahan kulit yang menjadi kasar dan penuh jerawat. Hormon-hormon tertentu mulai berfungsi sejalan dengan perkembangan alat kelaminnya sehingga dapat menyebabkan rangsangan di dalam tubuh remaja dan seringkali menimbulkan masalah dalam perkembangan emosinya.

b. Perubahan pola interaksi dengan orang tua. Pola asuh orang tua terhadap anak, termasuk remaja, sangat bervariasi. Ada yang pola asuhnya menurut apa yang dianggap terbaik oleh dirinya sendiri saja sehingga ada yang bersifat otoriter, memanjakan anak, acuh tak acuh, tetapi ada juga yang dengan penuh cinta kasih. Perbedaan pola asuh orang tua seperti ini dapat berpengaruh terhadap perbedaan perkembangan emosi remaja.Cara memberikan hukuman misalnya, kalau dulu anak dipukul karena nakal, pada masa remaja carasemacam

(16)

itu justru dapat menimbulkan ketegangan yang lebih berat antara remaja dengan orang tuanya.

c. Perubahan pola interaksi dengan teman sebaya. Remaja seringkali membangun interaksi sesama teman sebayanya secara khas dengan cara berkumpul untuk melakukan aktifitas bersama dengan membentuk semacam geng. Interaksi antar anggota dalam suatu kelompok geng biasanya sangat intens serta memiliki kohesivitas dan solidaritas yang sangat tinggi. Pembentukan kelompok dalam bentuk geng seperti ini sebaiknya diusahakan terjadi pada masa remaja awal saja karena biasanya bertujuan positif, yaitu untuk memenuhi minat mereka bersama.

Menurut Syamsu Yusuf, (2010:32) masa remaja adalah masa goncang, yang terkenal dengan berkecamuknya perubahan-perubahan emosional.

Perubahan itu disebabkan oleh perubahan jasmani, terutama perubahan hormon seks pada remaja itu. Akan tetapi, hasil hasil peneitian lain membuktikan bahwa tidak hanya perubahan hormon seks saja yang mempengaruhi emosi remaja, karena perubahan itu mencapai puncaknya pada permulaan masa remaja awal, sedangkan perkembangan emosi mencapai puncakya pada periode remaja akhir.

Alasan peneliti menuliskan tentang perkembangan emosi pada masa remaja adalah, karena penjelasan tentang perkembangan emosi di butuhkan dalam penelitian ini dan berkaitan dengan grief.

(17)

2.3. Kematian

2.3.1. Pengertian Kematian

Kematian merupakan fakta biologis, akan tetapi kematian juga memiliki dimensi sosial dan psikologis. Secara biologis kematian merupakan berhentinya proses aktivitas dalam tubuh biologis seorang individu yang ditandai dengan hilangnya fungsi otak, berhentinya detak jantung, berhentinya tekanan aliran darah dan berhentinya proses pernafasan. Ismail (2009:23) mengatakan bahwa secara medis kematian dapat dideteksi yaitu ditandai dengan berhentinya detak jantung seseorang.

Namun pengetahuan tentang kematian sampai abad moderen ini masih sangat terbatas. Tidak ada seorangpun yang tahu kapan dia akan mati.

Karena itu tidak sedikit pula yang merasa gelisah dan stress akibat sesuatu hal yang misterius ini.

Dimensi psikologis dari kematian menekankan pada dinamika psikologi individu yang akan mati maupun orang- orang di sekitar si mati baik sebelum dan sesudah kematian Hartini, (2007:73). Shihab, (2008:34) mengatakan bahwa kematian pemutusan segala kelezatan duniawi, dia adalah pemisah antara manusia dan pengaruh kenyamanan hidup orang- orang yang lalai. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam Al-Qur’an

“Dimana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi dan kokoh” Q.S (Annisa4:78).

(18)











































































Artinya:di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, Kendatipun kamu di dalam benteng yang Tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)".

Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) Hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun?(Q.S Annisa:78)

Maut juga disebut sebagai pengancam hidup bagi manusia, sehingga kebanyakan dari individu takut akan kematian itu sendiri Santrock (2004:203). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kematian terjadi ketika berhentinya proses aktivitas dalam tubuh biologis seorang individu yang ditandai dengan hilangnya fungsi otak, berhentinya detak jantung, berhentinya tekanan aliran darah dan berhentinya proses pernafasan serta terhentinya hubungan manusia dengan alam dunia.

2.3.2.Jenis Kematian

Ann dan Lee (dalam Fitria, 2013:34) menjelaskan beberapa jenis kematian, yaitu:

a. Kematian yang diantisipasi

Fenomena duka cita yang diantisipasi (anticipatory grief), dapat dipahami sebagai reaksi akan kesadaran terhadap kehilangan di waktu

(19)

yang akan datang. Beberapa orang percaya bahwa kematian yang telah diketahui atau diantisipasi terlebih dahulu, seperti kasus penyakit yang kronis atau berkepanjangan, dapat memudahkan orang-orang untuk mengatasi rasa kehilangan daripada kematian yang tiba-tiba.

b. Kematian Mendadak

Kematian mendadak muncul dalam konteks tertentu, contohnya, perang mengakibatkan suatu keadaan tertentu yang melingkupi kematian, dan keadaan ini mempengaruhi bagaimana subjek berhadapan dengan kehilangan.Seseorang yang kehilangan karena kematian yang mendadak biasanya menginginkan informasi secepatnya dan biasanya yang detail mengenai penyebab kematian, guna membantu mereka mulai merasakan kehilangan tersebut.

c. Bunuh diri

Orang-orang yang mengalami kehilangan orang yang disayangi karena bunuh diri seringkali merasa bingung. Dampak dari bunuh diri tersebut dapat meningkatkan perasaan bermasalah pada subjek. Jika seseorang yang dekat dengan kita dalam keadaan terluka dan akhirnya mati karena bunuh diri. Disamping perasaan bersalah dan timbul pertanyaan-pertanyaan penyesalan, para survivor dapat memiliki perasaan marah yang kuat dan mempersalahkan orang yang mati karena bunuh diri.

d. Pembunuhan

(20)

Ketika seorang yang disayangi meninggal karena menjadi korban pembunuhan, mereka yang ditinggalkan dapat merasa bahwa dunia menjadi berbahaya, kejam, tidak aman, dan tidak adil. Berhubungan dengan kejahatan kriminal dapat memperluas dukacita yang normal saat kasus itu berlanjut, karena tidak ada jaminan hasilnya nanti akan adil bagi subjek.

e. Bencana

Orang yang selamat dari bencana dimana orang lain tidak selamat (meninggal) menjadikan mereka disebut survivor dua kali, pertama mereka survivor dari bencana yang besar yang bisa saja mengakhiri hidup mereka, juga survivor dari kematian orang lain, baik teman maupun saudara. Dikarenakan para survivor merasa mereka tidak pantas untuk hidup sedangkan orang lain tidak (mati), maka perasaan bersalah yang mendalam dapat mengikuti dukacita dan kesedihan mereka yang mendalam.

1.3.3 Kesedihan Dalam Pandangan Al-Qur’an

Sedih adalah emosi yang bertolak belakang dengan senang dan gembira. Sedih terjadi manakala manusia kehilangan orang yang disayangi, sesuatu yang sangat berharga, tertimpa bencana, atau gagal mewujudkan urusan yang penting Najati, (1992:65). Perasaan sedih merupakan salah satu emosi yang dapat menyusahkan seseorang ketika ia harus kehilangan seseorang yang dicintai atau sesuatu yang bernilai baginya. Kesedihan yang terjadi pada seseorang akan menimbulkan rasa gundah dan terhimpit

(21)

oleh karena itu seseorang selalu menghindar dan tidak menyukai kesedihan. Rasullullah SAW berlindung dari rasa sedih sebagaimana yang tersirat dalam do’anya: “Ya Allah SWT, sesungguhnya aku berlindung kepada-mu dari rasa susah dan sedih” Najati, (2004:98).

Al-Qur’an juga menjelaskan dalam surat Ali-Imran ayat 139





















Artinya:

Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, Padahal kamulah orang-orang yang paling Tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. (Q.S Ali-Imran:139)

Al-Qur’an juga mengungkapkan bahwa kesedihan dan kegembiraan datangnya dari Allah terdapat dala surat An-Najm Ayat 43:











Artinya:

dan bahwasanya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis.

(Q.S An-Najm:43)

Di dalam Al-Qur’an dukacita itu dijelaskan tidak boleh berlama- lama ini terdapat dalam surat An-Nahl ayat 127































Artinya:

bersabarlah (hai Muhammad) dan Tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.(Q.S An-Nahl:127)

(22)

Ayat lain yang menjelaskan tentang bersedih adalah Surat At- Taubah Ayat 40:

























































































Artinya:

Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) Maka Sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang Dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu Dia berkata kepada temannya: "Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita." Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir Itulah yang rendah. dan kalimat Allah Itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(Q.S At- Taubah:40)

Berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an diatas dapat disimpulkan bahwa Allah melarang manusia untuk bersedih dan bahwa Allah lah yang menciptakan kebahagiaan dan kesedihan agar manusia menyadari nikmatnya kebahagiaan sehingga ia dapat bersyukur, dan kesedihan yang dicipatakan Allah agar manusia dapat tunduk bersimpuh dihadapan tuhan.

Senang dan duka adalah sunatullah yang pasti mewarnai kehidupan ini. Tidak ada seorang manusia pun yang terus merasa senang, dan tidak pula terus dalam duka kesedihan. Semuanya merasakan senang dan duka silih berganti.

(23)

2.1.6. Gambaran grief pada Remaja yang Orang Tuanya Meninggal Dunia Kata kematian ditelinga setiap individu akan terdengar menakutkan, hal ini dikarenakan dengan kematian berarti seseorang akan kehilangan orang lain yang ada disekitarnya untuk selama-lamanya. Kematian itu sendiri identik dengan orang-orang yang telah dewasa atau lanjut usia.

Peristiwa kematian akan membawa pengaruh yang kuat dan mendalam bagi siapa saja yang ditinggalkan. Kesedihan yang muncul akibat rasa kehilangan yang begitu besar membuat seseorang tidak mampu untuk menerima kenyataan dalam hidupnya, tetapi disamping itu juga harus berusaha menyesuaikan diri dengan keadaan tanpa orang yang telah meninggal, setiap orang yang mengalami grief harus mampu untuk melakukannya. Terlebih jika seorang remaja yang mengalami peristiwa seperti ini. Kematian saudara kandung, sanak keluarga yang lain, teman, atau bahkan binatang kesayangan sudah cukup mengganggu, tetapi itu pada umumnya tidak sebanding dengan reaksi emosional anak dalam menghadapi kematian orang tuanya atau figur yang dianggap sebagai orang tua Krementz, (dalam Astuti, 2005:41).

Kehilangan orangtua di usia remaja menimbulkan perasaan yang mendalam, dan dapat dikatakan sebagai sesuatu yang mungkin akan mengubah hidup mereka, karena orangtua memegang peranan yang sangat penting didalam kehidupan seorang remaja.

Selama masa remaja orang tua atau keluarga berubah fungsi dari pengasuhan, perlindungan, dan sosialisasi menjadi pemberi dukungan, bimbingan serta pengarahan Steinberg, (dalam Fitria 2013:38). Seorang

(24)

remaja yang kehilangan orangtuanya akan mengalami masa berduka atau grieving. Grieving merupakan manifestasi dari pengalaman subjektif seseorang disaat harus menghadapi kenyataan bahwa ikatan emosional yang penting baginya telah berakhir.

Ketiadaan orangtua karena kematian adalah perubahan hidup yang menimbulkan stres dan menuntut individu berespon dalam melakukan penyesuaian diri. Terdapat beberapa respon terhadap stres, bentuk respon subjek terhadap stres respon emosional dalam bentuk rasa duka (grief) dan respon perilaku yang berbentuk perilaku agresi (Yuliawati, 2007:31). Ada kalanya lebih sulit untuk berduka karena kematian orangtua, dibandingkan dengan bersedih karena orang lain.

Proses grieving yang dialami oleh seorang remaja harus mendapatkan perhatian yang serius dari orang terdekatnya, hal ini dikarenakan tidak setiap remaja dapat melewati masa grieving dengan baik.

Menurut Wadsworth, (dalam Fitria, 2013:45) proses grieving yang berlarut- larut dan tidak ada penyelesaiannya akan membawa dampak yang buruk, seperti stress, depresi, dan bahkan melakukan bunuh diri. Apabila seseorang kehilangan keluarganya semasa remaja, dirinya akan merasa kesepian, merasa tidak ada yang membimbingnya dan juga pengarahan yang sangat diperlukan oleh remaja tersebut, dan situasi tersebut dapat menyebabkan perilaku negatif pada remaja berdampak buruk bagi kehidupannya, seperti gangguan obat-obatan terlarang, pecandu alkohol dan pergaulan bebas, itu semua perwujudan dari grief yang dialami, karena di usia yang rentan,

(25)

remaja membutuhkan kasih sayang yang lebih dan bimbingan yang terarah untuk menuju kehidupan yang lebih baik Papalia, Olds, Feldmen (2008:173) Kematian seseorang secara mendadak atau tiba-tiba tanpa terduga lebih menimbulkan grief yang lebih mendalam bagi orang yang ditinggalkan, hal ini karena seseorang yang ditinggalkan tidak mempunyai kesiapan untuk menerima kenyataan yang ada. Kemampuan remaja untuk melewati masa grief berbeda-beda, ada yang mengalaminya dengan cepat, namun ada juga yang hingga berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.

Kesedihan yang berlarut-larut pada remaja tidak baik karena dapat mengganggu kehidupan remaja tersebut. Dari penjelasan diatas terlihat bahwa seorang remaja tidak siap ketika kematian itu menghampiri orang yang ada didekatnya. Ketika remaja tersebut mengalami kematian orang terdekatnya dalam hal ini adalah orangtua, maka hal tersebut akan berdampak bagi remaja tersebut.

Dampak yang ditimbulkan akibat dari kematian orang tua adalah grief. Proses grief tergantung dari tingkat kedekatan dengan almarhum, jenis kelamin subjek yang mengalami kehilangan, dan cara kematiannya.

Kematian orangtua bagi anak yang telah terikat secara emosional, juga dapat menghasilkan reaksi psikologis yang ekstrim. Jika tidak ditangani dengan baik, hal itu dapat mendorong ke arah kekacauan emosional yang menetap di masa dewasanya (Astuti, 2005).

(26)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu dengan pengamatan, wawancara atau penelaahan dokumen (Moleong, 2014) Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus, karena kasus yang saya teliti sangat unik. Studi kasus yang akan diteliti adalah tentang grief pada remaja yang orang tuanya meninggal dunia. Studi kasus menurut Susilo Rahardjo dan Gudnanto (2011:102) adalah suatu metode untuk memahami individu yang dilakukan secara intergrative dan komprehensif agar diperoleh pemahaman yang mendalam tentang individu tersebut beserta masalah yang dihadapinya dengan tujuan masalah dapat terselesaikan dan memperoleh perkembangan diri yang baik.

Sedangkan Walgito(2003:84) berpendapat bahwa studi kasus adalah suatu metode untuk menyelidiki atau mempelajari suatu kejadian mengenai seseorang (riwayat hidup), pada metode studi kasus ini diperlukan banyak informasi guna mendapatkan bahan yang luas. Metode ini merupakan intregasi dari data yang diperoleh dengan metode lain.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa studi kasus merupakan metode pengumpulan data secara komprehensif yang meliputi aspek fisik atau psikologis individu, dengan tujuan memperoleh pemahaman secara mendalam

27

(27)

3.2 Unit Analisis

Untuk lebih jelasnya unit analisis ini, peneliti perlu menjelaskan secara konsepsional grief merupakan reaksi emosional yang dimiliki seseorang dalam menghadapi kematian orang yang dicintai. Ketika seseorang yang dicintai meninggal timbul reaksi emosional yaitu grief. ada tiga tahap grief :

1. tahap Inisial respon, reaksi awal pada tahap ini adalah shock dan mengalami rasa tidak percaya. Seseorang yang ditinggalkan akan merasa mati rasa, bigung, merasa kosong, hampa, dan mengalami disorientasi atau tidak dapat menentukan arah

2. Tahap Intermediate, reaksi pada tahap ini adalah lanjutan dari kondisi sebelumnya yaitu : perasaan bersalah, kerinduan dan persaan kesepian. Hal tersebut merupakan emosi-emosi yang umum terjadi pada tahapa ini.

3. Tahap Recovery. Pada tahap ini pola tidur dan makan sudah kembali normal dan sudah dapat mengakui kehilangan yang terjadi.

3.3 Subjek Penelitian

Menurut Banister (dalam Poerwandari, 2005) mengatakan pada penelitian kualitatif cenderung dilakukan dengan jumlah kasus sedikit. Suatu kasus tunggal pun dapat dipakai bila secara potensial memang sulit bagi peneliti memperoleh kasus lebih banyak dan bila dari kasus tunggal tersebut memang diperlukan sekaligus dapat diungkap informasi yang sangat mendalam.

(28)

Adapun teknik yang digunakan dalam penentuan subjek penelitian ini adalah menggunakan teknik purposive sampling maksudnya suatu teknik pengambilan sampel subjek penelitian dengan pertimbangan tertentu.

Pertimbangan tertentu adalah orang yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan sehingga akan mudah bagi peneliti untuk menjelajahi obyek atau situasi sosial yang di teliti Sugiyono ( 2011:87).

Peneliti menetapkan satu orang remaja putri yang orang tuanya meninggal dunia di kompek BSD 2 Blok KK no.6 Pasir Kandang. Subjek berinisial M yang berusia 21 tahun ia berasal dari kota yang paling tahu tentang apa yang diharapkan dalam penelitian ini, dan 2 orang informan yaitu kakak dari subjek sendiri dan teman dekat dari subjek sebagai sumber data primer.

3.4 Teknik Penggalian Data

Lofland (dalam Moleong, 2010) bahwa sumber data dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan selebihnya data yang diperoleh dalam penelitian kualitatif dikumpulkan oleh peneliti sendiri secra pribadi tidak menggunakan angket atau tes yang telah disusun terlebih dahulu. Didalam suatu penelitian data merupakan hal yang penting maka untuk itu memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode wawancara mendalam.

Poerwandari, (2005) mendefinisikan wawancara sebagai percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu.

Wawancara kualitatif dilakukan bila peneliti bermaksud untuk memperoleh

(29)

pengetahuan tentang makna-makna subjektif dan sosial yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut suatu hal yang tidak dapat dilakukan melalui pendekatan lain.

Menurut Moleong (2010), wawancara merupakan percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (peneliti) mengajukan pertanyaan terhadap terwawancara (informan) yang memberikan jawaban atau pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peneliti.

Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian adalah wawancara semi terstruktur. Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-deph interview dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-nya. Dalam melakukan wawancara peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan Sugiyono ( 2011)

Wawancara ini dilakukan dengan cara merekam suara subyek yang diwawancarai dengan menggunakan tape recorder agar lebih mempermudah peneliti dalam membuat transkip wawancara. Adapun yang akan peneliti wawancara dalam penelitian ini adalah subjek itu sendiri, keluarga, teman sebayanya dan lain-lain yang dirasa mengetahui tentang subjek.

(30)

3.5. TeknikPemantapan Kredibilitas Penelitian

Kredibilitas merupakan istilah yang digunakan dalam penelitian kualitatif untuk menggantikan konsep validitas (Poerwandari, 2007).

Deskripsi mendalam yang menjelaskan kemajemukan (kompleksitas) aspek- aspek yang terkait (dalam bahasa kuantitatif: variabel) dan merupakan interaksi berbagai aspek menjadi salah satu ukuran kredibilitas penelitian kualitatif. Menurut Poerwandari (2007), kredibilitas penelitian kualitatif juga terletak pada keberhasilan mencapai maksud mengeksplorasi masalah dan mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial, atau pola interaksi yang kompleks. Adapun upaya peneliti dalam menjaga kredibilitas dan objektifitas penelitian ini, yaitu dengan:

1. Melakukan pemilihan sampel yang sesuai dengan karakteristik penelitian, dalam hal ini adalah remaja yang orang tuanya meninggal dunia.

2. Membuat pedoman wawancara berdasarkan tahap-tahap grief 3. Menggunakan pertanyaan terbuka dalam pelaksanaan wawancara.

4. Melibatkan teman sejawat dan dosen pembimbing, memberikan masukan dan kritik mulai awal kegiatan proses penelitian sampai tersusunnya hasil penelitian. Hal ini dilakukan mengingat keterbatasan kemampuan peneliti pada kompleksitas fenomena yang diteliti.

3.6 Teknik Analisis Data

Menurut Bogdan & Biklen (Moleong, 2010:248) analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,

(31)

mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang yang penting dipelajari, serta memutuskan apa yang dapat diceritakan pada orang lain. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa angkah awal dari analisis data adalah mengumplkan data yang ada, menyusun secara sistematis, kemudan mempresentasikan hasil penelitiannya kepada orang lain.

Mc Drury (dalam Moleong, 2007:282) tahapan analisis kualitatif adalah sebagai berikut:

a. Membaca/mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan gagasan yang ada dalam data.

b. Mempelajari kata-kata kunci itu, berupaya meneukan tema-tema yang berasal dari data

c. Menuliskan model yang ditemukan

Analisis data dimulai dengan melakukan wawancara mendalam dengan informan kunci, yaitu seseorang yang benar-benar memahami dan mengetahui situasi objek penelitian. Setelah melakukan wawancara, analisis data dimulai dengan membuat transkip hasil wawancara, dengan cara memutar kembali rekaman hasil wawancara, mendengarkan dengan seksama, kemudian menuliskan kata-kata yang didengar sesuai dengan apa yang ada direkaman tersebut.

Setelah peneliti menulis hasil wawancara tersebut dalam transkip, selanjutnya peneliti harus membaca secara cermat untuk kemudian dilakukan reduksi data. Peneliti membuat reduksi data dengan cara membuat abstraksi, yaitu mengambil dan mencatat infomasi-infomasi yang bermanfaat sesuai

(32)

dengan konteks penelitian atau mengabaikan kata-kata yang tidak perlu sehingga didapatkan inti kalimatnya saja, tetapi bahasnya sesuai dengan bahasa informan.

(33)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1. Setting Penelitian

Setting pengambilan data dalam penelitian ini yaitu di kota Padang yaitu di Kecamatan Koto Tangah Kelurahan Pasia nan Tigo komplek BSD 2, Blok KK No.6 Pasir Kandang. Kecamatan Koto Tangah berada dalam jarak 7 km dari pusat kota dan berbatas langsung dengan kabupaten Padang Pariaman. Sebelumnya wilayah kecamatan ini masuk ke dalam wilayah Kabupaten Padang Pariaman, namun berdasarkan PP nomor 17 tahun 1981, sejak 21 Maret 1980, menjadi administrasi Kota Padang, dengan kota kecamatan terletak di Lubuk Buaya. Kecamatan Koto Tangah merupakan pintu gerbang memasuki Kota Padang dari arah Bandara Internasional Minangkabau. Kecamatan ini memiliki beberapa tempat yang menjadi objek kawasan wisata diantaranya wisata Pantai Pasir Jambak, wisata Pulau Sawo dan wisata alam Lubuk Minturun.

4.2 Proses Penelitian

4.2.1 Pelaksanaan Penelitian

Tahap awal dari penelitian ini adalah pencarian subjek yang sesuai dengan kriteria penelitian ini, yaitu seorang remaja putri yang pernah mengalami kematian orangtua. Peneliti mencari subjek berdasarkan informasi dari rekan-rekan peneliti. Hal ini dilakukan untuk memperoleh subjek penelitian yang diinginkan. Pada awalnya peneliti menemukankesulitan untuk mendapatkan subjek penelitian. Hingga akhirnya peneliti menemukan subjek dari seorang teman. Setelah peneliti menemukan subjek yang sesuai maka

33

(34)

peneliti melakukan komunikasi dengan subjek supaya terjalin kedekatan antara peneliti dengan subjek. Setelah proses komunikasi berjalan dengan baik maka peneliti membuat janji untuk bertemu dengan subjek untuk menentukan waktu dan tempat wawancara penelitian.

Setelah melakukan proses penyeleksian didapatkan 1 subjek yaitu M.

Peneliti terlebih dahulu datang menemui subjek dirumahnya untuk menjelaskan kedatangan dan tujuan peneliti. Setelah maksud dan tujuan telah diketahui oleh subjek maka peneliti menjelaskan lebih rinci mengenai penelitian yang dilakukan peneliti agar subjek lebih mengerti dan merasa nyaman dengan peneliti sehingga penelitian dapat berjalan dengan baik.

Peneliti juga meminta bantuan subjek utama untuk bisa dipertemukan dengan keluarga atau teman dekat subjek utama untuk dijadikan subjek sekunder. Peneliti kemudian meminta kontak dari subjek sekunder setelah subjek utama menyetujuinya. Peneliti mengulang proses yang sama dalam mendekati subjek sekunder dengan dibantu oleh subjek utama penelitian.

Masing-masing subjek mengikuti 1 kali proses wawancara yaitu proses awal yang menanyakan tentang seputar keseharian dan hubungan subjek dengan orangtua subjek, sesi wawancara yang kedua yaitu wawancara mengenai kondisi kematian orangtua dan grief yang dialami subjek. Hingga akhirnya peneliti selesai dalam melakukan seluruh proses penelitian mengenai grief pada remaja putri akibat kematian orangtua.

Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 10Juni 2017 sampai 18Juni 2017 Sebelum melakukan proses pengambilan data, peneliti mempersiapkan pedoman wawancara, dan mempersiapkan alat-alat penelitian

(35)

berupa tape hanphone untuk merekam, kertas dan alat tulis. Hal ini dilakukan agar proses pengumpulan data dapat berjalan dengan baik dan lancar.

Proses wawancara subjek Mdilakukan di sebuah rumah di daerah Padang. Tempat itu menjadi pilihan agar subjek merasa nyaman dan santai ketika proses wawancara berlangsung.

4.1.1. Riwayat Kasus

M (21 tahun) adalah seorang remaja perempuan muslim yang dilahirkan di kota Padang pada tanggal 25 Desember 1995. M adalah anak kedua dari tiga bersaudara, M adalah anak perempuan satu-satunya. M berasal dari Bukittinggi dan merantau ke Padang karena mamanya menjadi guru di Padang.

M bersekolah SD di tempat mamanya mengajar, setelah tamat SD, M melanjutkan sekolah ke salah satu pesantren di Bukittinggi selama empat tahun. M sekolah di pesantren hanya sampai tingkat tsanawiyah. Mama M membujuk M untuk pindah bersekolah di Padang dengan alasan mama M tidak sanggup berpisah lagi dengan M, setelah itu M sekolah SMA di Padang.

Dengan pindahnya M ke Padang hal itu lah yang membuat M semakin dekat dengan mamanya. M sangat perhatian kepada mamanya. Bagi M mama adalah segalanya. Pada tahun 2013 mama M merasakan keanehan di payudaranya sebelah kiri karena mama M takut berobat ke dokter mama M mencoba membeli obat herbal yang ada iklannya di tv. Tapi obat tersebut malah semakin membuat payudara mama M membengkak.

Semenjak saat itu mama M mau berobat ke dokter, diagnosa dokter menyatakan mama M terkena tumor payudara. Pada awal tahun 2014 mama

(36)

M di operasi di rumah sakit Ibnu Sina Bukittinggi untuk diangkat payudaranya. Setelah itu mama M menjalani camotheraphy dan mama M sehat. Setahun setelah itu tumornya kembali bersarang di payudara mamanya.

Tetapi mamanya tidak mau melakukan camotheraphy.

Mamanya memilih untuk melakukan pengobatan kampung. Setelah itu mama M kembali masuk rumah sakit selama dua minggu di Bukittinggi.

Dan kembali ke Padang untuk melanjutkan aktifitas karena mama M seorang guru yang harus mengajar. Setelah tiga hari di Padang mama M kembali sakit dan dibawa kerumah sakit M Djamil sempat dirawat selama sembilan hari lalu setelah itu mama M meninggal dunia. M sangat dekat dengan mamanya karena M anak perempuan satu-satunya yang mengurus mamanya dari awal sakit sampai akhirnya mama M meninggal.

4.1.2. Gambaran Umum Subjek Penelitian dan Informasi Penelitian 4.1.2.1. Identitas Subjek

Subjek dalam penelitian ini adalah remaja putri yang orang tuanya meninggal dunia tetapi dalam penelitian ini subjek tidak melewati fase-fase grief seperti yang ada di dalam teori, dalam penelitian ini subjek melalui fase-fase grief lebih cepat dari yang seharusnya.

Subjek dalam penelitian ini berjumlah satu orang. Penelitian dilakukan di rumah subjek pada tanggal 10 Juni 2017, pukul 15:00-15:45 WIB.

Nama-nama subjek dalam penelitian ini sengaja penulis samarkan dengan menggunakan inisial huruf, sehingga kerahasiaan subjek penelitian dapat terpenuhi, sebagaimana yang diisyaratkan dalam etika

(37)

penelitian. Gambaran umum subjek penelitian ini berinisial M berumur 21 tahun dan belum menikah. M berjenis kelamin perempuan. Dan sekarang kuliah di sebuah universitas swasta di kota Padang. Ibunya seorang guru SD dan ayah nya bekerja di sebuah bengkel.

4.2. Hasil Penelitian 4.2.1 Wawancara

Proses wawancara dilakukan di rumah subjek pada 10 Juni 2017, wawancara dilakukan kepada subjek penelitian yang berinisial M.

Wawancara ini dilakaukan satu kali dengan topik yang diwawancarai adalah tentang grief. Wawancara ini menggunakan alat perekam tetapi peneliti meyakinkan subjek bahwa ini hanya untuk memenuhi tugas akhir penelitian dan identitasnya dirahasiakan dan subjek bersedia untuk diwawancara.

Selanjutnya peneliti melakukan wawancara terhadap subjek pendukung yang berjumlah 2 orang terdiri dari kakak subjek dan teman dari subjek sendiri. Wawancara subjek pertama yaitu kakak subjek yang berinisial A. Wawancara ini dilakukan pada hari Minggu tanggal 11 Juni 2017. Selanjutnya wawancara subjek pendukung kedua yaitu teman subjek yang berinisial AF wawancara ini dilakukan pada hari Minggu tanggal 18 Juni 2017.

(38)

4.3. Temuan Penelitian 4.3.1 Profil Subjek Utama

Identitas Subjek Utama Inisial Nama : M

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 21 Tahun

Pendidikan terakhir : SLTA

Pekerjaan : Mahasiswa

4.3.2 Temuan Pada Subjek M

M adalah seorang wanita, ramah dan suka bicara. M cenderung memiliki wajah yang oval bentuk tubuh agak kurus. Berkulit sawo matang.

Ketika saat akan melakukan wawancara M menggunakan baju berwarna hijau telor asin, memakai jilbab warna abu-abu dan memakai celana berwarna abu-abu.

Ketika diminta untuk menjadi subjek dalam penelitian ini M langsung bersedia. Sebelum wawancara dilakukan, peneliti terlebih dahulu melakukan pendekatan dengan M dengan mengajak M pergi makan. Agar bersedia menjadi subjek dalam penelitian. Perkenalan peneliti dengan subjek sudah sangat lama. M merupakan teman peneliti dari tsanawiyah, oleh sebab itu M langsung bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian.

Wawancara dilakukan selama satu hari. Wawancara dilakukan pada tanggal 10 juni 2017, pukul 15:00-15:45 WIB. Awal wawancara M terlihat

(39)

sangat siap. Hal itu dapat terlihat ketika peneliti mengeluarkan handphone untuk merekam. M yang ketika itu sedang memainkan handphone langsung meletakannya di atas meja. “langsuang se lah mulai lai la” (langsung dimulai saja la). Pada saat wawancara baru dimulai, M saat itu sedang duduk di atas kursi tamu yang berwarna merah tua dan berhadapan dengan peneliti. Hal tersebut membuat penelti fokus pada proses wawancara sehingga peneliti dengan mudah bertanya lebih dalam. Pada saat menjawab pertanyaan awal mula kematian mamanya, M terlihat mengangkat kepalanya keatas sambil memegang tangannya yang satu lagi dan M langsung menjawab pertanyaan dari peneliti.

berdasarkan kutipan wawancara dijelaskan bahwa M ingin mamanya hidup lebih lama lagi supaya M bisa lebih lama dekat dengan mamanya karena mama M sakit membuat mama M tidak bisa bertahan hidup lebih lama. M merasa kehilangan mamanya tetapi M sangat ikhlas

“Oo... ama da baa yo? sosok ibu yang sangat baik lah, Rasonyo ndak ibu dilua sinan nampak gitu do kan a” (W1/L 2). Rasonyo pengen lamo samo ama tu, pengen lamo dakek nyo cuman mungkin dek sakik beliau tu jadi mambuek ndak bisa bertahan iduik lamo gitu kan a yang memang kalo misalnyo dengan caro pai maninggaan da supayo ama sanang bia lah ikhlas cuman sabananyo pasti barek susah tapi baa ka baa harus saba cuman rasonyo yo kehilangan bana ibuk yang kaya ama”(W1/L 4- 11)(mama adalah sosok yang sangat baik, rasanya tidak ada ibu yang seperti mama, rasanya inginlebih lama lagi dengan mama hanya karena mama sakit, mama tidak bisa bertahan hidup lebih lama lagi. Tapi dengan meninggalnya mama itu yang akan membuat mama senang da ikhlas, sebenarnya pasti berat kehilangan mama, sangat kehilangan sekali).

.

(40)

M selalu dekat dengan mamanya ketika dirumah, ketika sedang diluar pun M selalu berkomunikasi dengan mamanya melalaui handphone.

“Komunikasi taruih lancar tiok ari soalnyo kalo dirumah tu samo ama taruih dan jarang kalua memang samo ama taruih lah kaya teman hidup lah samo ama tu”.

“jadi kalo misalnyo kalua bana kaya ado kuliah atau ado urusan apo nelfon taruih juo dima kini gitu, jam bara pulang gitu, elok- elok pulang yo nak gitu taruih jadi komunikasi tu lancar”(W1/L 13-15). (komunikasi dengan mama selalu lancar kalau sedang dirumah selalu dengan mama, mama sudah seperti teman hidup.

Kalau keluar pun hanya untuk pergi kuliah dan ketika ada urusan saja dan mama selalu menghubungi dan mengingatkan hati-hati dijalan).

Menurut M karena mamanya seorang guru M di didik dengan sangat baik. M sering bercerita dengan mamanya. M menganggap mamanya sudah seperti teman M merasa tidak ada batas dengan orang tuanya. Ketika M salah M dinasehati oleh mamanya secara baik-baik.

“Ama tu caro mendidik nyo, aa.. karna beliau seorang guru kali yo jadi medididk nyo tu emang sangat baik rasonyo” (W1/L 24-26)

“misalnyo kaya dirumah tu kalo ado yang mengganjal carito jo ama, beko ama tu kasih solusinyo yang terbaik lo dan, aa..

tamasuak urang tua yang care lah kaya kawan bisa seorang ibu, bisa kaya seorang saudara, lapeh se gitu ndak ado takuik-takuik ka urang tua dan urang tuo pun ndak berang-berang ka awak kalo ado rasonyo yang salah ato baa dinasehati elok-elok dan kalo yang bersikap lebih baik, mandiri seorang anak yang lebih baik tu memang ama selalu mengajarkan itu gitu a, jadi awak ko sebagai anak harus mode-mode ko, tau wak jadi nyo balas budi ka urang tuo tu gitu a”(W1/L 27-37). (cara mendidik mama memang berbeda karena mama adalah seorang guru dan cara mendidiknya sangat baik, misalnya seperti dirumah ketika ada yang mengganjal di hati ceritanya ke mama, lalu mama yang memberi solusi terbaik.

Mama termasuk orang tua yang peduli sudah seperti teman tidak ada cemas kepada orang tua dan orang tua pun tidak marah-marah kepada kita. Kalau ada yang salah mama menasehati dengan baik- baik, mama memang selalu mengajarkan tugas seorang anak itu harusnya seperti apa).

(41)

M sangat dekat dengan mamanya M tidur dengan mamnya sebelum tidur M selalu bercerita dengan mamanya. M selalu pergi kemana-mana berdua dengan mamanya. M rela tidak pacaran asalkan M tidak kehilangan waktu untuk mamanya.

“Iyo dakek, memang iyo kalo samo ama kan kaya, samanjak ama surang kalo lalok samo ama taruih kalo maota kalo carito samo ama taruih manga-manga nyo samo ama, kalo ama tu mintak diantaan kama pai diantaan taruih, ndak pernah kaya, aa... ndak pernah sakali pun indak maantaan ama kama pun disuruah samo ama emang salalu baduo samo ama dan taruih carito samo ama mungkin kalo misalnyo mode kaya punyo cowo bia lah diputuihan cowo tu asal samo rang tuo tu ndak pernah ilang kesempatan waktu tu saketek pun jo ama bialah asalkan sepenuhnyo untuk ama” (W1/L 40-50).(sama mama sangat dekat, semenjak mama sendiri tidur selalu berdua dengan mama, selalu berdua dengan mama, kalau mama minta di antarkan kemanapun selalu diantarkan.

Memang selalu berdua dengan mama. Mungkin misalnya punya pacar lebih baik diputusin sama pacar daripada kehilangan waktu berdua dengan mama, sepenuhnya untuk mama).

“Paliang apo..., aa... ado kaya ama manyuruah tapi ndak karajoan paliang mode-mode itu se nyo”.

“oo.. paliang yo jarang sih kalo yang namonyo kaya salisiah paham jo ama jarang tapi paliang ama tu sedih nyo katiko da tu indak mandangaan kecek ama da disuruah itu ndak da karajoan tu beko ama tu berang tu beko biaso lo liak gitu, da jarang silisiah paham, jarang kaya yang namonyo cakak jo urang tuo, karno da sangat menyayangi urang tuo da, dan ama da pun kaya gitu samo da taruih ndak bisa jauah-jauah dari da , jadi katiko pai tu memang maraso kailangan bana tapi baa lai harus di ikhlaskan”

(W1/L 53-65).(hanya sekedar mama misalnya menyuruh mengerjakan sesuatu lalu tidak dikerjakan paling hanya sekedar masalah yang begitu saja. Kalau berbeda pendapat dengan mama tidak peranah. Mama sedih ketika mama menyuruh mengerjakan sesuatu lalu tidak dikerjakan, nanti dinasehati dan kembali seperti semula, karena saya sangat menyayangi mama saya tidak bisa jauh- jauh dari mama begitu juga mama).

(42)

M jarang berkonflik dengan mamanya karena M sangat menyayangi mamanya. M tidak sanggup jauh-jauh dari mamanya begitu juga mamanya.

Ketika mama M sudah tidak ada M merasa kehilangan tetapi M ikhlas dengan kepergian mamanya.

M sangat dekat dengan mamanya. M sering masak berdua dengan mamanya. Pergi main keluar seperti makan dan belanja.

“Kaya masak bareng, kalo da karajo dirumah ama beko ngarajoan yang lain da ngarajoan iko, saling-saling bagi karajo se kadang pai kalua bareng, kalua lah pai main-main yang ancak-ancak pai cuci mato, pai main, pai raun, pai makan gitu” (W1/L 68-72).(seperti memasak bersama, bagi-bagi tugas rumah, pergi main keluar, pergi cuci mata dan makan diluar)

Mama M mulai drop ketika penyakitnnya sudah memasuki stadium akhir. Di awal sakit mama M masih semangat untuk berjuang melawan penyakitnya. Karena mama M tidak ingin meninggalkan anak-anaknya.

“Ama tu kaya nyo drop bana dek alah parah panyakik nyo lah mulai parah kan stadium akhir jadi memang waktu tu memang masih tetap semangat masih tetap berjuang untuak malawan sakik tu, pas di akhir nyo memang nyerah, ama ndak talok lai do da sakik bana danga kato-kato itu biasonyo semangat, ama semangat taruih, pokoknyo ama semangat taruih, untuak sehat, untuak kalian sadonyo, ama ndak nio ninggaan anak-anak ama do, ama sayang ka kalian tapi pas lah katiko hari terakhir tu beliau memang lah manyarah, sakik bana ndak talok lai, itupun memang tando-tando ka pai kan, akhirnyo pai emang yo kondisi lah parah bana panyakik tu” (W1/ L 75-87) (ketika mama sudah memasuki stadium akhir mama sudah mulai drop tetapi mama masih tetap semangat untuk berjuang melawan penyakitnya. Tapi pada akhirnya mama memang sudah menyerah karena mama sudah tidak sanggup lagi sakitnya sudah terlalu parah. Yang biasanya mama selalu semangat untuk sehat, karena mama tidak ingin meninggalkan kami. Kata mama mama sayang pada kami. Terakhir mama memang sudah tidak sanggup lagi sudah menyerah dan

(43)

tanda-tanda mama sudah ingin pergi terlihat dengan kondisi mama yang semakin parah).

M sudah mempunyai firasat seminggu sebelum mamanya pergi. M melihat tanda-tandanya seperti mamanya sudah sangat lemah, sudah mulai pelupa tidak ingat lagi dengan M dan M pernah bermimpi bhawa mamanya akan pergi untuk selamanya.

“Ado, ado firasat dari saminggu atau dari beberapa hari sebalum beliau pai tu emang lah ado, lah ado jo taraso kaya ama ko ka pai lai soalnyo dari wajah alah mulai aa.. lamah alah mulai ndak semangat lai tu dari kato-kato lah banyak mode kaya urang ka pai gitu kan, tu.. dan alah palupo lo ndak kenal lai samo da lai pas malam ka pai tu, tu lah yang mambuek da yakin kalo ama ko ka pai lai, ado firasat, mimpi pun ado lo, mimpi ma maningga ado lo kironyo iyo kenyataan” (W1/L 90-98). (firasat ada dari seminggu atau beberapa hari dari sebelum mama meninggal. Karena dari wajah mama sudah terlihat lemah dan tidak semangat lagi. Banyak kata-kata mama sudah seperti oarang yang ingin meninggal, sudah mulai pelupa dan tidak ingat lagi dengan saya ketika malam mama meninggal dunia. Itulah yang membuat saya yakin kalau mama ingin pergi).

“Proses nyo waktu tu awal nyo masuak rumah sakik di Bukik duo minggu tu saminggu di rumah, a.. tu masuak rumah sakik M.

Djamil di Padang salamo sambilan hari baduo se samo ama, sadonyo da kamehan, makan ama da suokan, kalo buang ayia pun di kamehan di barasiahan sadonyo lalok dakek ama taruih, paluak ama taruih, dan di hari ka sambilan beliau lah nyerah dan maraso sakik bana ndak talok lai, malam nyo tu lah mulai lupo, bisuak pagi ndak banyak ngecek lai, ndak kuaik lai akhirnyo diam dan pai” (W1/ L 100-109). (pada awal sakit mama masuk rumah sakit di Bukittingi selama dua minggu, setelah itu di rumah satu minggu.

Lalu masuk rumah sakit lagi di Padang selama sembilan hari dirumah sakit hanya berdua dengan mama, mama makan selalu saya yang menyuapi, membersihkan kotoran mama, selalu dengan mama dan selalu memeluk mama dan di hari ke sembilan mama sudah menyerah, mama sudah tidak sanggup lagi dan akhirnya mama meninggal)

Referensi

Dokumen terkait

Maka studi ini akan pengembangan program kegiatan keagamaan untuk pembentukan perilaku terpuji bagi remaja yang terpapar dampak negatif internet dengan mengadopsi kosep

Menurut Sugiyono (2012: 199) bahwa: “Kusioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis

Pengelompokan Berdasarkan Nilai Investasi (NI) Pengelompokan berdasarkan nilai investasi dengan menghitung jumlah pemakaian dikalikan harga rata-rata obat selama periode

Variabel terikat, adalah “variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas” (Sugiyono, 2008 : 39). Dalam penelitian ini yang menjadi

dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2012:6). Penelitian yang telah dilakukan ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan etnomatematika pada proses

[r]

4 • < LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA BANJARMASIN NOMOR 90 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PENDIDIKAN KOTA BANJARMASIN BAGAN SUSUNAN ORGANISASI

Meriam Emma Simanjuntak : Analisis Pemakaian Verba Hataraku, Tsutomeru, Dan Shigoto Suru Dalam Kalimat Bahasa Jepang (Ditinjau Dari Segi Semantik) Imiron Kara Mita Nihongo No