• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

F. ANALISIS KEBUTUHAN MESIN PEMERAH SUSU SAPI SOTE (SEMI OTOMATIS TIPE ENGKOL)

1. Pendugaan Kebutuhan Mesin Pemerah Susu SOTE

Ternak sapi perah di Jawa Barat adalah 111 250 ekor pada tahun 2008, seperti disajikan pada Tabel 3. Peternakan sapi perah yang tersebar di Jawa Barat dapat dibedakan berdasarkan rumah tangga pemelihara dan rumah tangga usaha. Untuk rumah tangga pemelihara memiliki 1 ekor sapi perah sedangkan untuk rumah tangga usaha memiliki sapi lebih dari 1 ekor sapi perah. Jumlah peternak sapi perah pemelihara tersebut sebanyak 30 714 peternak sedangkan peternak sapi perah usaha sebanyak 25 466 peternak (Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat, 2008).

Dari Pondok Rangon didapatkan jumlah sapi perah 1000 ekor sedangkan untuk jumlah peternaknya adalah 25 peternak, sehingga rata – rata para peternak memiliki sapi perah mencapi 40 ekor. Dari data tersebut dapat diasumsikan bahwa peternak sapi perah usaha yang terdapat di DKI jakarta dan sekitarnya memiliki sapi mencapai 40 ekor (lebih dari 14 ekor). Sehingga dapat diasumsikan jumlah peternak sapi perah keseluruhan di Jawa Barat berkisar 25 %.

Tabel 3. Jumlah Ternak Sapi Perah di Seluruh Jawa Barat

Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Jumlah (Ekor) 95 513 98 958 92 755 97 367 103 489 111 250 Sumber : Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat (2008)

Sementara itu, dari hasil uji kinerja (Jurnalita, 2007), diketahui bahwa kapasitas produksi hasil pemerahan dengan menggunakan mesin pemerah susu sapi SOTE adalah 152.808 liter/hari/alat.

Sedangkan secara manual, melalui survei lapangan didapat hasil produksi susu sapi perah adalah 8 liter/ekor/hari selama 4 jam pemerahan pada pagi hari (06.00-08.00) dan siang hari (15.00-17.00).

Hal ini memperlihatkan bahwa satu unit mesin pemerah susu SOTE 38

(2)

dapat digunakan dalam sehari untuk memerah 14 ekor sapi (Lampiran 4).

Rata-rata produktivitas sapi perah di Indonesia, khususnya Jawa Barat skala rumah tangga 8 liter per ekor per hari sedang skala usaha 12 liter per ekor per hari (Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, 2008). Untuk meningkatkan produktivitas alat pemerah susu sapi SOTE perlu dilakukan peningkatan produktivitas susu sapi perah dengan cara melakukan sistem pemeliharaan yang baik (makanan dan lingkungan).

Dengan jumlah ternak sapi perah di Jawa Barat sebanyak 111 250 ekor, sedang peternak sapi perah pemelihara 30 714, maka jumlah sapi perah usaha kurang lebih 80 536 ekor. Jika 1 unit mesin pemerah susu sapi SOTE mampu memerah susu sapi sebanyak 14 ekor dalam sehari, maka dapat disimpulkan bahwa mesin yang dibutuhkan untuk daerah Jawa Barat sebanyak 5 752 unit mesin. Jika peternak memiliki sapi kurang dari 14 ekor, dapat dilakukan kerjasama dengan peternak lainnya sehingga jumlah sapi terkumul 19 ekor atau lebih. Oleh karena jumlah unit mesin yang diperlukan di lapangan maksimal 5 752, jumlah unit mesin pemerah susu sapi SOTE yang perlu diproduksi harus kurang dari besaran jumlah tersebut dalam umur proyek (15 tahun).

2. Daya Jual Mesin

Dalam mengasumsikan daya jual mesin pemerah susu sapi SOTE, selain mesin pemerah susu sapi SOTE ini mampu memerah susu sapi sebanyak 14 ekor dalam sehari perlu adanya perbandingan antara biaya pokok penggunaan mesin pemerah susu sapi SOTE dan biaya pemerahan susu sapi secara manual. Dalam hal ini, berdasarkan umur ekonomis bahan baku produksi yaitu 5 tahun, dapat ditetapkan bahwa mesin pemerah susu SOTE ini memiliki umur ekonomis yang sama yaitu 5 tahun. Harga jual mesin pemerah susu SOTE harus ditetapkan

(3)

sehingga biaya pokok penggunaanya lebih rendah dari biaya pemerahan susu sapi secara manual.

Dari hasil survei peternakan sapi di Jakarta, diketahui bahwa gaji seorang pekerja pemerah susu secara manual berkisar antara Rp 750 000 sampai Rp 1 200 000 per bulan untuk 10 ekor sapi yang diperah. Pekerja pemerah di sini selain memerah, pekerja juga bertugas merawat sapi. Dengan ketetapan nilai UMR (Upah Minimum Buruh) di Jakarta sebesar Rp 1 118 000, maka gaji pekerja pemerah susu secara manual diasumsikan sebesar Rp 1 120 000. Pekerja bekerja selama 8 jam yaitu jam 06.00-11.00 dan 14.00-17.00 sedangkan waktu pemerahan hanya 4 jam sehingga gaji yang diperhitungkan untuk biaya pemerahan saja sebesar 560 000. Dengan gaji Rp 560 000 per bulan, maka pengeluaran biaya gaji yang dikeluarkan oleh peternak sapi untuk 10 ekor sapi yang diperah setiap hari selama 5 tahun adalah Rp 33 600 000 atau Rp 230/liter.

Oleh karena satu unit mesin pemerah susu sapi SOTE ini dapat memerah hingga 14 ekor sapi perah dalam sehari, maka jika pemerahan susu dilakukan secara manual membutuhkan 1.4 orang per hari, gaji yang diperlukan selama sebulan adalah Rp 784 000.

Sehingga pengeluaran gaji pekerja pemerah susu secara manual oleh pemilik peternakan sapi selama 5 tahun adalah Rp 47 040 000. Dalam penggunaan mesin pemerah susu sapi SOTE diperlukan 1 orang operator, karena lamanya waktu kerja operator sama dengan pemerah susu sapi secara manual maka upah 1 orang operator sama dengan upah 1 orang pemerah susu sapi untuk 10 ekor sapi perah secara manual yaitu Rp 560 000 per bulan atau Rp 33 600 000 untuk 5 tahun.

Selain biaya operator terdapat biaya listrik yang harus diperhitungkan dalam penggunaan alat pemerah ini. Pemakaian listrik dari alat ini sebesar 250 Watt (spesifikasi motor vakum), sedangkan biaya listrik yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 750/kwh. Dalam satu hari alat ini bekerja selama 4 jam sehingga biaya yang dikeluarkan untuk listrik dalam satu hari sebesar Rp 700. Sehingga dalam 5 tahun biaya yang 40

(4)

dikeluarkan sebesar Rp 12 782. Oleh karena itu harga mesin pemerah susu sapi SOTE harus di bawah Rp 13 452 782 (Rp 13 440 000 + Rp 12 782) agar biaya pokok penggunaan lebih kecil dari Rp 230/liter.

Alat pemerah susu sapi otomatis dan portable, di pasaran dijual dengan harga mulai dari Rp 27 juta. Mengingat alat yang akan diproduksi memiliki keterbatasan dalam hal semi otomatis meskipun tetap portable, jadi harga jual produk harus jauh di bawah harga alat pemerah susu otomatis tersebut.

G. ANALISIS TEKNIS PRODUKSI

1. Kebutuhan Mesin dan Alat Produksi

Kebutuhan mesin produksi terdiri dari gerinda tangan, gerinda meja/duduk, pesawat las arus ganda (AC/DC), dan mesin bubut.

Sedangkan kebutuhan alat untuk produksi terdiri dari penggaris besi 100 cm, meteran roll 5 m, penanda/penggores, brander gas LPG dan oksigen, selang sambungan tabung gas, regulator tabung elpiji dan oksigen, kotak perkakas ukuran sedang, gunting ukuran besar, helm las, ragum, penggaris siku, roll kabel 12 m, alat pemotong plat besi, sepasang kabel las, penjepit elektroda, batang logam penglurus, sarung, klem, las argon (asetilin), bor listrik duduk (3.1-13.00 mm kelipatan kenaikan 0.1 mm), bor tangan, meja bengkel, jangka sorong, alat rivet, alat pengeroll plat, tap, kunci pas, kunci ring, kunci ring pas, obeng pipih, obeng kembang, tang.

2. Kebutuhan Bahan

Kebutuhan bahan untuk memproduksi satu unit mesin pemerah susu SOTE disajikan pada Tabel 4.

41

(5)

Tabel 4. Kebutuhan Bahan untuk Produksi Satu Unit Mesin Pemerah Susu SOTE

Nama Barang Ukuran Standar Satuan

Asetilin/LPG 12 Kg Tabung

Oksigen 15 Kg Tabung

Mata Gerinda Poles (4 inchi) 4 inchi Unit

Mata Gerinda Potong (14 inchi) 14 inchi Unit

Elektroda 1 Kg (30

batang) Kg

Mata Bor (1.5-6.5 mm) - Unit

Ampelas - Lembar

Baut Mur Penggencang (6 pasang ukuran 6 x 10) (6 x 10) mm Set

Cat Semprot warna Silver - Unit

Roda - Unit

Pompa Vakum dengan Spesifikasi 1/3 Hp, 4 cfm, 10 pa, 1440

rpm, 11 kg dan 250 watt - Unit

Besi Siku (40 x 40 mm) Tebal 4 mm dengan Panjang 11 250 mm Panjang 6 m Unit Plat Stainless Steel Tebal 10 mm, Panjang , Lebar 150 mm,

kebutuhan = 2x3.14x97 = 609.16 mm

Panjang 2.44 m

dan Lebar 1.2 m Unit Poros Besi Diameter 19 mm dan Panjang 450 mm ketebalan 2

mm. Panjang 6 m Unit

Plat Besi Tebal 2 mm Panjang 800 mm dan Lebar 400 mm Panjang 2.44 m

dan Lebar 1.2 m Unit Plat Besi Tebal 10 mm Panjang 8 mm dan Lebar 8 mm sebanyak

2 bagian

Panjang 2.44 m

dan Lebar 1.2 m Unit Pipa Besi dengan Diameter luar 63.5 mm (2.5 inch) dan Diameter

dalam 53.5 mm serta Panjang 15 cm Panjang 6 m Unit

Pipa Besi dengan Diameter luar 63.5 (2.5 inch) mm dan Diameter

dalam 58.5 mm serta Panjang 10 cm Panjang 6 m Unit

Pipa Silinder Stainless Steel Diameter luar 38 mm dan Diameter

dalam 36 mm serta Panjang 143 mm Panjang 6 m Unit

Pipa Pejal Stainless steel dengan Diameter dalam 21 mm dengan

Panjang 143 mm Panjang 6 m Unit

Bearing - Unit

Karet Pemerah (Liner) dengan Panjang 330 mm - Unit

Milkcan dengan Kapasitas Volume 30 liter dan Diameter tutup

sebesar 196 mm - Unit

Selang Udara dengan Panjang 2.5 m dengan Diameter luar 8.5

mm dan Diameter dalam 6 mm Panjang 10 m Unit

Selang Silikon/Pengalir Susu dengan Panjang 8 m dan Diameter

luar 8.5 mm serta Diameter dalam 6 mm Per meter Unit

Selang Silikon/Pengalir Susu dengan Diameter luar sebesar 204

mm dan Diameter dalam sebesar 194 mm dan Panjang 8 m Per meter Unit

Switch on-off - Unit

42

(6)

3. Waktu Produksi

Waktu yang dibutuhkan untuk pengerjaan satu unit alat pemerah susu sapi SOTE dengan 4 pekerja adalah 29.7215 jam yang terbagi menjadi tiga proses pengerjaan (Tabel 5). Masing – masing proses pengerjaan memiliki waktu kerja aktif yang berbeda – beda.

Perhitungan waktu kerja untuk tiap – tiap proses dapat dilihat pada Lampiran 5. Oleh karena waktu kerja dalam satu hari adalah 7 jam dengan waktu pengerjaan 1 unit alat 29.7215 jam maka waktu pengerjaan menjadi 4.246 hari. Dengan 20 hari kerja dalam satu bulan dan dikali 12 dalam satu tahun maka alat ini dapat diproduksi sebanyak 56 unit tiap tahun. Sehingga selama umur proyek (15 tahun) usaha ini dapat memproduksi sebanyak 840 unit mesin pemerah susu SOTE. Jumlah ini masih jauh di bawah perkiraan kebutuhan mesin susu sapi SOTE di Jawa Barat, sehingga dapat diasumsikan bahwa semua mesin yang diproduksi akan terjual.

Tabel 5. Jumlah Alat yang Mampu diproduksi Selama Satu Tahun Pekerjaan untuk Produksi Satu Unit Alat Waktu Jumlah Pekerja

Pengelasan 4.116 menit

1 orang

Pemotongan 24.77 menit

Perakitan 90 menit 3 orang

Jumlah Total 118.886 menit 118.886 92

menit / 4 orang 4 orang 29.7215 Jam untuk produksi satu unit alat

Waktu Hari Pengerjaan Alat per Unit

Total Waktu / Jam Kerja

29.72 / 7 4.246 Hari Jumlah Alat yang diproduksi

Selama Satu Bulan 20 Hari / 4.246 Hari 4.7 Alat Jumlah Alat yang diproduksi

Selama Satu Tahun

4.7 Alat/Bulan x 12

Bulan/Tahun 56 Alat Jumlah Alat yang diproduksi

Selama 15 Tahun

56 Alat/Tahun x 15

Tahun/Tahun 840 Alat

(7)

H. RANCANGAN PABRIK/BENGKEL

Perancangan pabrik/bengkel produksi terdiri dari rancangan fungsional dan struktural. Rancangan fungsional berupa pembagian ruangan beserta ukurannya dan ditentukan terlebih dahulu untuk menentukan semua fungsi yang dibutuhkan pada pendirian bengkel produksi ini. Sedangkan rancangan struktural ditentukan berdasarkan tata letak alat dan mesin, sehingga diperoleh dimensi yang baik untuk menjalankan seluruh fungsi yang telah ditentukan.

1. Ruang

Rancangan fungsional terdiri dari bagian – bagian ruangan dari keseluruhan luas bengkel produksi ini. Pembagian ruangan pabrik/bengkel didasarkan atas kebutuhan pada umumnya. Pembagian ruangan ini dibagi menjadi enam ruangan yaitu bangunan unit produksi, bahan baku stok gudang penyimpanan, gudang produk akhir, kantor administrasi, kamar mandi dan musholla serta pos satpam.

Sedangkan penetapkan ukuran dari pabrik/bengkel produksi didasarkan dari ukuran masing – masing alat dan mesin produksi ditambah jarak antara alat dan mesin, serta ukuran masing – masing bahan pada setiap proses produksi.

Pada Lampiran 6 disajikan perhitungan jumlah total ukuran luasan (m2) yang terpakai dari alat dan mesin produksi, sedangkan luasan total yang dibutuhkan untuk proses produksi, dari bahan mentah hingga menjadi produk akhir, disajikan pada Lampiran 7. Selain kedua luasan di atas ada tambahan jarak di antara alat – alat dan mesin – mesin sehingga pekerja dapat leluasa dalam menggunakan alat dan mesin tersebut. Jarak antara alat – alat dan mesin – mesin adalah panjang alat atau mesin x 50 cm.

Perhitungan luasan pabrik/bengkel dihitung berdasarkan tahapan proses produksi yaitu pemotongan, pengelasan dan perakitan. Masing – masing proses produksi dijumlahkan dari luasan alat dan mesin serta jarak antara alat atau mesin tersebut. Khusus untuk proses produksi perakitan ditambah dengan luasan ukuran produk akhir yaitu 4 000 44

(8)

cm2. Selain itu luasan total bahan baku produksi ditempatkan ditengah tengah parik/bengkel sehingga setiap proses produksi berada pada sisi samping kanan, kiri dan atas (Lampiran 8).

Dari perhitungan Lampiran 9 didapatkan ukuran luasan total untuk unit bengkel produksi yaitu seluas 42 m2 atau 7 x 6 m2 (7 x 6 m2) sehingga ukuran unit bengkel produksi dari 42 m2. Ukuran luasan bahan baku stok gudang penyimpanan, ditetapkan berdasarkan ukuran luasan total yang dibutuhkan untuk proses produksi bahan, yaitu sebesar 221 175 cm2 atau 22.1 m2 (24 m2). Bahan baku dapat disusun sehingga ukuran bahan baku stok gudang penyimpanan dapat diperkecil menjadi setengahnya dari 24 m2 yaitu 4 x 3 m2.

Ukuran luasan gudang produk akhir ditetapkan berdasarkan ukuran dari produk akhir (alat pemerah susu SOTE) dan daya tampung gudang tersebut dalam hal lama produksi hingga produk akhir terjual.

Ukuran alat pemerah susu SOTE adalah 80 x 50 cm2 (4000 cm2).

Gudang produk akhir, dipersiapkan untuk menyimpan alat dengan jangka waktu 2 bulan atau daya tampung gudang tersebut seperenam dari hasil produksi pabrik/bengkel selama setahun.

Setahun pabrik/bengkel mampu memproduksi alat pemerah susu SOTE sebanyak 56 unit, sehingga daya tampung gudang produk akhir adalah 9 unit alat. Oleh karena itu ukuran luasan gudang produk akhir adalah 4000 cm2 dikali 9 unit alat, dengan begitu didapatkan luasan sebesar 36 000 cm2 atau 3.6 m2 (4 m2). Sehingga ukuran gudang produk akhir dari luasan m2 adalah 4 x 1 m2, agar lebih leluasa ruangan diperluas menjadi 7 x 2 m2 sedangkan ukuran ruangan yang lain menyesuaikan ukuran ruangan utama yang telah ada yaitu 4 x 2 m2 untuk kantor administrasi, 4 x 2 m2 untuk kamar mandi dan musholla dan 3 x 2 m2 untuk pos satpam.

Dalam penempatan ruangan didasarkan atas pedoman pada lokasi awal dan lokasi akhir yaitu bagian penerimaan bahan dan bagian pengiriman produk. Lokasi penempatan gudang bahan bersebelahan dengan bagian penerimaan dan bagian awal proses produksi sedangkan

45

(9)

lokasi gudang produk akhir harus bersebelahan dengan bagian akhir proses produksi dan bagian pengiriman. Penempatan bagian dan keperluan ruang dapat dilihat pada Lampiran 10.

2. Tata Letak

Tujuan dari perencanaan tata letak mesin dan peralatan adalah untuk meminimalisasikan pemakaian ruangan, mengurangi waktu menganggur/kosong dari para pekerja dan juga dalam pemanfaatan alat dan mesin yang digunakan dalam usaha produksi alat pemerah ini.

Dalam tata letak alat dan mesin terdapat dua aktifitas yaitu aktifitas primer dan aktivitas sekunder. Aktifitas primer terdiri dari aktifitas produksi yaitu berupa proses produksi dari bahan baku hingga menjadi produk akhir selama 29.7215 jam tiap unit. Dalam proses produksi tersebut diidentifikasikan berdasarkan jumlah alat dan mesin yang dimiliki serta pekerja yang masing – masing memegang satu peranan dalam proses produksi.

Pada proses produksi terdapat aliran/gerak edar bahan dan produk serta penempatan bagian dan keperluan ruang. Aliran proses dari bahan baku hingga menjadi suatu produk siap pakai (Gambar produk dapat dilihat pada Lampiran 11) dilakukan dengan cara membuat tata letak alat dan mesin. Jenis tata letak alat dan mesin yang diterapkan dalam bengkel produksi ini adalah jenis lintas produksi yaitu penataan alat dan mesin – mesin menurut urutan pengerjaan produk atau proses produksi. Model aliran bahan membentuk huruf n agar memperkecil pemakaian ruangan. Gambar model aliran bahan dapat dilihat pada Gambar 10.

46

(10)

Perakitan Pemotongan

Gambar 10. Model Aliran Bahan dalam Proses Produksi (Setiawan,2007)

Keterangan : 1. Besi Siku

2. Plat Besi tebal 2 mm 3. Pipa Silinder Stainless Steel 4. Pipa Besi

5. Plat Besi tebal 2 mm 6. Poros Besi

7. Pemasangan Piston 8. Pemasangan Karet Pemerah

9. Menghubungkan selang Silikon dengan klem

10. selang Silikon dihubungkan dari VCH ke bagian Pemerah 11. selang Silikon dihubungkan dari VCH ke milkcan 12. Pembuatan Switch on – off pada VCH

*) Unit Pengatur Denyut Jantung **) Vacuum Chamber Head

Tata letak lintas produksi dilakukan dengan cara mengelompokkan operasi – operasi kerja pada proses pengerjaan produk sehingga tercipta keseimbangan antara satu operasi dengan operasi lainnya. Pengelompokaan operasi ini dibedakan menjadi 3 operasi yaitu operasi pemotongan, operasi pengelasan dan operasi perakitan.

Operasi pemotongan dan operasi pengelasan terdiri dari kegiatan pembuatan rangka, bagian pemerah, unit pengatur denyut hisap.

Sedangkan operasi perakitan terdiri dari kegiatan pemasangan karet pemerah pada bagian pemerah, piston pada rangka, menghubungkan selang silikon dengan klem dan nepel selang dari bagian piston ke 47 1 1

3 7

8 9

2

1

1

1

4 5 6 Bagian Rangka

VCH (**) UPDJ (*) Bagian Pemerah

Pengelasan

(11)

bagian pemerah, selang silikon dihubungkan dari VCH (nepel selang) ke milkcan dan bagian pemerah (bawah karet pemerah dengan klem sebagai pengencang), pembuatan switch on – off pada VCH yang ditempatkan pada dudukan rangka, terakhir merekatkan VCH dengan bagian utama milkcan dengan baud – baud pengencang.

Urutan operasi kegiatan adalah dari operasi pemotongan ke bagian operasi pengelasan lalu ke bagian operasi perakitan. Urutan ini didasarkan pada banyaknya pekerjaan yang dilakukan pada operasi – operasi tersebut (Lampiran 12).

3. Kapasitas Produksi

Alat pemerah susu sapi semi otomatis tipe engkol diproduksi dalam jumlah masal yaitu sebanyak 840 unit selama umur proyek (15 tahun) secara bertahap tiap tahun sebanyak 56 unit.

I. RANCANGAN PENGELOLAAN USAHA

Dalam perancangan pengelolaan usaha bengkel produksi, penting diperhatikan manajemen bengkel produksi. Manajemen di sini berupa proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian pekerjaan anggota suatu organisasi dan menggunakan semua sumberdaya organisasi untuk mencapai sasaran dan tujuan organisasi (Syuaib, 2006).

1. Pemilik Usaha

Pemilik usaha adalah seorang pimpinan pabrik/bengkel produksi sekaligus sebagai manajer produksi. Sepenuhnya modal berasal dari satu orang yaitu pimpinan pabrik/bengkel produksi tersebut.

48

(12)

4. Pengelola Usaha

Organisasi pengelola ini berjumlah 6 orang terdiri dari seorang pemilik sekaligus sebagai manajer produksi yang membawahi 5 orang karyawan terdiri dari 1 orang di bagian administrasi (termasuk penjualan) serta 4 orang di bagian produksi, yaitu 1 orang sebagai tukang potong sekaligus tukang las dan 3 orang sebagai tukang rakit yang bertugas memasang seluruh bagian – bagian alat sekaligus melakukan uji fungsional.

5. Manajemen Penyediaan Bahan Baku dan Bahan Pendukung serta Perawatannya

Pembelian bahan baku/utama yang digunakan dalam menjalankan usaha bengkel produksi terdiri dari perlengkapan alat pemerah susu sapi dan peralatan teknik yang mendukung dalam pembuatan alat pemerah susu sapi semi otomatis tipe engkol. Bahan baku ini dipersiapkan secara matang sesuai kebutuhan, selama masa produksi yang didapatkan dari membeli di pusat toko perlengkapan dan peralatan pemerahan susu sapi.

Bahan pendukung yang digunakan dalam menjalankan usaha bengkel produksi berupa barang – barang investasi yang mendukung proses kegiatan produksi dan manajemennya. Kegiatan perawatan mesin, dilakukan secara berkala dan berkelanjutan tiap tahun dengan anggaran 2.5 % dari biaya total alat dan mesin produksi.

49

(13)

J. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

Aspek terpenting dalam studi kelayakan usaha adalah perhitungan matematis untung rugi, mengenai jumlah modal yang dibutuhkan dan biaya produksi usaha bengkel produksi. Diperlukan juga perhitungan mengenai tingkat pengembalian modal dan arus kas atau cash flow.

Selama arus kas masuk lebih besar dari arus keluar berarti usaha tersebut dapat berproduksi. Hal ini dilakukan untuk menghindari kegagalan usaha perbengkelan. Untuk melihat perhitungan tingkat pengembalian modal dan arus kas dapat dilihat dari analisis tiga kriteria kelayakan finansial yang meliputi NPV, Net B/C, dan IRR.

1. Arus Tunai (Cash Flow)

Arus tunai (cash flow) pada usaha bengkel produksi alat pemerah susu sapi SOTE ini, dimulai pada tahun ke – nol. Pada tahun ke – nol usaha perbengkelan ini melakukan investasi berupa perlengkapan kantor, alat komunikasi, alat dan mesin produksi. Arus tunai pada tahun ke – nol seluruhnya merupakan arus keluar (outflow).

Hal ini dikarenakan usaha perbengkelan ini belum berproduksi pada tahun ke – nol.

Dalam perhitungan cash flow ini ditetapkan umur proyek selama 15 tahun yang disesuaikan dengan umur ekonomis alat dan mesin produksi yang beragam pada 3 dan 5 tahun. Untuk menghasilkan keuntungan yang lebih besar dibutuhkan waktu yang cukup lama sehingga arus manfaat dan arus biaya dapat stabil. Selama umur proyek tersebut, diasumsikan arus manfaat (penghasilan) dan arus biaya (pengeluaran) bernilai tetap.

a. Arus Biaya (Outflow) 1) Biaya Investasi

Biaya investasi ini adalah sejumlah biaya yang harus dikeluarkan dalam rangka memulai suatu usaha. Pada usaha bengkel produksi alat pemerah susu sapi SOTE dilakukan investasi pada tahun ke – nol yaitu satu tahun sebelum usaha bengkel produksi ini berproduksi. Sesuai umur ekonomis dari

50

(14)

barang – barang yang di investasikan, usaha bengkel produksi ini akan tetap menanamkan investasinya untuk melengkapi kekurangan alat yang umur ekonomisnya telah habis.

Biaya investasi ini terdiri dari alat dan mesin produksi, perlengkapan kantor dan alat komunikasi. Jumlah total investasi dari pembelian alat dan mesin produksi sebesar Rp 35 736 400, biaya untuk perlengkapan kantor sebesar Rp 720 000 dan biaya untuk alat komunikasi Rp 770 000. Total biaya investasi untuk membuat usaha bengkel produksi alat pemerah susu sapi semi otomatis tipe engkol ini adalah Rp 37 226 400.

Rincian mengenai biaya investasi yang dibuat oleh usaha bengkel produksi alat pemerah susu sapi SOTE ini dapat dilihat pada Lampiran 13.

2) Biaya Operasional

Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan oleh pembuat usaha bengkel produksi alat pemerah susu sapi SOTE, setiap tahun selama usaha bengkel produksi ini beroperasi.

a) Biaya Tetap

Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan setiap tahun yang besarnya tidak terpengaruh langsung dengan jumlah produk yang dihasilkan. Biaya yang termasuk biaya tetap adalah gaji karyawan, biaya pemeliharaan, biaya makan, biaya administrasi, biaya perlengkapan kamar mandi, sewa lokasi usaha dan biaya penyusutan. Rincian biaya tetap dapat dilihat pada Tabel 6.

51

(15)

Tabel 6. Biaya Tetap Usaha Bengkel Produksi Alat Pemerah Susu Sapi Semi Otomatis Tipe Engkol

*) Untuk Cash Flow tidak diperhitungkan dalam perhitungan

Biaya gaji karyawan yang terhitung sebagai biaya tetap adalah karyawan diluar proses produksi yaitu manajer produksi, bagian pemasaran sedangkan untuk gaji karyawan pada bagian produksi atau pengerjaan yaitu tukang las, potong, pasang dan uji fungsional termasuk kedalam biaya variabel. Biaya pemeliharaan meliputi pemeliharaan alat dan mesin produksi serta perlengkapan kantor. Lokasi tempat usaha disewa selama 15 tahun dengan harga RP 90 juta. Rincian biaya pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 7. Rincian biaya pembuatan usaha bengkel produksi alat pemerah susu sapi SOTE per unit dapat dilihat pada Lampiran 14.

Biaya Tetap

J u m

l a h

Harga Satuan (Rp)

Satuan

Total per Bulan

(Rp)

Total per Tahun

(Rp)

1. Pemeliharaan 929 410

2. Gaji

Direktur 1 3 000 000 Orang 3 000 000 36 000 000 3. Gaji

Karyawan 1 1 120 000 Orang 1 120 000 13 440 000 4. Biaya Makan 6 5 000 Orang 600 000 7 200 000 5. Biaya

Administrasi 200 000 2 400 000

6. Perlengkapan

Kamar Mandi 1 5 000 Paket 5 000 60 000 7. Sewa Lokasi

Usaha 500 000 6 000 000

8. Biaya

Penyusutan*) 5 292 630

Total Biaya Tetap Rp 71 322 040

52

(16)

Tabel 7. Biaya Pemeliharaan Asset Usaha Bengkel Produksi Alat Pemerah Susu Sapi SOTE

b) Biaya Tidak Tetap (Variabel)

Biaya tidak tetap adalah biaya yang selalu berubah selama proses produksi berlangsung yang besarnya berpengaruh langsung yaitu berbanding lurus oleh jumlah produk yang dihasilkan. Biaya yang termasuk biaya tidak tetap adalah bahan baku (material), biaya listrik, biaya telepon, dan biaya pengerjaan. Rincian biaya tidak tetap dapat dilihat pada Tabel 8. Pada bahan baku (material) terdapat jumlah kg elektroda yang dibutuhkan untuk satu unit produk, rinciannya dapat dilihat pada Lampiran 15.

Tabel 8. Biaya Variabel Usaha Bengkel Produksi Alat Pemerah Susu Sapi

Harga satu unit alat pemerah susu sapi SOTE ditentukan berdasarkan modal yang dikeluarkan untuk biaya operasional yaitu biaya tetap ditambah biaya variabel selama satu tahun dan jumlah total alat yang diproduksi selama satu tahun. Rincian perhitungan untuk menentukan

Uraian Nilai (Rp) % Biaya Pemeliharaan (Rp) 1. Mesin dan Alat – Alat 35 736 400 2.5 893 410

2. Perlengkapan Kantor 720 000 5.0 36 000

Total Biaya Pemeliharaan Rp 931 285

Biaya

Variabel Jumlah

Harga Satuan

(Rp)

Satuan

Total per Bulan

(Rp)

Total per Tahun

(Rp) 1. Bahan

Baku (Material)

56 3 982 877 Paket - 223 041 112

2. Biaya

Pengerjaan 4 1 300 000 Orang 5 200 000 62 400 000 3. Biaya

Listrik 450 700 Kwh 315 000 3 780 000

4. Biaya

Telepon - - - 150 000 1 800 000

Total Rp 293 001 133

53

(17)

harga alat dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Perhitungan untuk Menentukan Harga Alat per Unit

Biaya Tetap 71 322 040

Biaya Variabel 293 001 133

Total Biaya per Tahun 364 323 173

Jumlah Alat dalam Satu Tahun 56 Unit/Tahun

Harga Modal Alat per Unit Total Biaya / Jumlah Alat

Dalam Satu Tahun 6 505 771 Harga Alat per Unit pada

Profit 10 %

Total Biaya / Jumlah Alat

dalam Satu Tahun x 110 % 7 159 348

Profit 5 % 325 288

Harga Alat per Unit pada Profit 5 %

Total Biaya / Jumlah Alat

dalam Satu Tahun x 105 % 6 831 059 Setelah melakukan perhitungan, modal satu unit alat adalah sebesar Rp 6 505 771. Dengan mengambil keuntungan sebesar 10 %, satu unit alat pemerah susu sapi SOTE dijual dengan harga Rp 7 159 348. Arus manfaat (penghasilan) yang didapatkan dari hasil akumulasi nilai sisa asset yang diasumsikan sebesar 10 % dari harga awal pembelian di akhir proyek. Perhitungan nilai sisa asset pada usaha perbengkelan alat pemerah susu sapi SOTE, dapat dilihat pada Lampiran 16.

b. Arus Manfaat (Inflow)

Pada usaha bengkel produksi alat pemerah susu sapi SOTE ini, arus manfaat (penghasilan) seluruhnya didapat dari hasil penjualan alat dan akumulasi nilai sisa asset dari harga awal di akhir proyek. Arus manfaat (penghasilan) yang didapatkan dari hasil penjualan alat diperoleh dengan mengalikan harga alat per unit dengan jumlah alat yang terjual. Dalam penentuan jumlah alat yang akan diproduksi perlu adanya perhitungan mengenai waktu produksi untuk satu unit produk. Setiap tahun usaha bengkel produksi ini berhasil memproduksi 86 unit. Sesuai dengan umur proyek yaitu 15 tahun maka jumlah total alat yang dapat diproduksi selama 15 tahun berjumlah 840 unit alat pemerah susu.

(18)

4. Kriteria Kelayakan Investasi

Kriteria yang digunakan untuk menguji kelayakan investasi usaha bengkel produksi alat pemerah susu sapi SOTE adalah NPV, IRR dan Net B/C Ratio. Discount rate yang digunakan adalah 15 % yang berasal dari tingkat suku bunga rata-rata pinjaman/kredit bank umum di Indonesia tahun 2009. Adanya inflasi (laju indeks harga konsumen) yaitu sebesar 4.6 % (Bank Indonesia, 2010), berakibat pada kenaikan harga bahan baku, gaji karyawan dan pekerja serta biaya listrik. Harga bahan baku diasumsikan naik tiap 3 tahun sekali. Gaji karyawan dan pekerja diasumsikan sama dengan periode kenaikan gaji pegawai negeri sipil, yaitu setiap 4 tahun sekali berdasakan ketetapan pemerintah. Begitu pula dengan biaya listrik, periode kenaikan yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu 4 tahun sekali.

Nilai manfaat bersih didapatkan dari selisih arus manfaat dengan arus biaya setiap tahunnya. Nilai manfaat bersih ini terbagi menjadi dua yaitu nilai manfaat sebelum dan sesudah pajak. Untuk nilai manfaat bersih sebelum pajak sama dengan nilai manfaat bersih sedangkan nilai manfaat bersih setelah pajak adalah selisih antara nilai manfaat bersih dengan pajak.

Untuk mencari nilai present value didapatkan dengan cara mengalikan nilai manfaat bersih setelah pajak dengan discount rate.

Setelah nilai present value didapatkan, selanjutnya dapat dilakukan perhitungan NPV, Net B/C dan IRR (Lampiran 17).

Hasil perhitungan kriteria kelayakan investasi pada discount rate 15 % dan harga jual alat Rp 7 159 348, pada usaha bengkel produksi alat pemerah susu sapi SOTE dapat dilihat pada Tabel 9.

Hasil perhitungan seperti tersebut di atas menunjukkan bahwa usaha ini layak untuk dilaksanakan karena akan mendapatkan keuntungan sebesar NPV tersebut yaitu Rp 371 883 233 selama umur proyek (15 tahun), di mana pendapatan bersih yang diperoleh adalah

sebesar 12.1 kali dari biaya yang dikeluarkan.

55

(19)

Nilai IRR yang dihasilkan pada tingkat suku bunga 15 % yaitu 286.977 %. Nilai ini menunjukkan angka yang lebih besar dari tingkat suku bunga yaitu 15 %. Hal ini menunjukkan bahwa usaha ini layak berproduksi karena tingkat pengembalian modal lambat atau rata – rata tingkat keuntungan internal tahunnan usaha ini kecil.

Dari hasil analisis ke – tiga kriteria investasi diatas (NPV, Net B/C dan IRR), dapat disimpulkan bahwa usaha bengkel produksi alat pemerah susu sapi SOTE ini layak berproduksi karena akan mengalami keuntungan.

5. Analisis Sensitivitas/Nilai Pengganti (Switching Value Analysis) Analisis nilai pengganti berfungsi untuk melihat kembali

kelayakan finansial usaha bengkel produksi alat pemerah susu SOTE ini jika terjadi perubahan dalam komponen manfaat dan biaya. Hal ini bisa dilakukan hanya jika kondisi finansial usaha bengkel produksi alat pemerah susu sapi SOTE layak berproduksi berdasarkan tiga kriteria kelayakan investasi.

Karena usaha bengkel produksi alat pemerah susu sapi SOTE ini layak berproduksi, maka analisis nilai pengganti akan dilakukan dengan cara menaikkan biaya produksi. Biaya produksi disini adalah biaya bahan material, biaya gaji atau upah dan biaya keduanya serta menurunkan harga jual. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan nilai yang mendekati keseimbangan (titik impas) antara arus manfaat dengan arus biaya, namun masih menghasilkan keuntungan normal.

Keuntungan normal dapat dicapai adalah ketika NPV bernilai lebih besar dari nol, IRR sama dengan discount rate yang digunakan dan Net B/C ratio sama dengan satu.

Kemungkinan – kemumgkinan yang dilakukan untuk menganalisis sensitifitas usaha ini, dapat dilihat hasil perhitungannya pada Tabel 10. Dari hasil tersebut diatas didapatkan kondisi yang mendekati titik impas, di mana keuntungan yang dihasilkan mendekati

nol yaitu dengan harga alat pemerah susu sapi SOTE keuntungannya 56

(20)

diturunkan menjadi 5 % dari harga awal sehingga harga alat menjadi sebesar 6 831 059 per unit. Cash flow analisis kelayakan finansialnya dapat dilihat pada Lampiran 18.

Tabel 10. Hasil Perhitungan Kriteria Kelayakan Investasi pada Discount Rate 15 %

Dengan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sepanjang tidak ada perubahan biaya faktor produksi, harga jual minimum mesin pemerah susu sapi SOTE adalah Rp 6 831 059 per unit. Cash flow dari kenaikan 5 % biaya bahan baku (Lampiran 19), Cash flow dari kenaikan 5 % biaya pengerjaan (Lampiran 21), Cash flow dari kenaikan 5 % biaya bahan baku dan pengerjaan (Lampiran 21), Cash flow dari kenaikan 10 % biaya bahan baku dan pengerjaan pada harga jual Rp 7 159 348 (Lampiran 22), Cash flow dari kenaikan 5 % biaya bahan baku dan pengerjaan pada harga jual Rp 6 831 059 (Lampiran 23).

Harga Jual

(Rp) NPV (RP) Net B/C IRR (%)

Profit 10 % 7 159 348 371 883 233 12.100 286.977

Profit 5 % 6 831 059 319 574 125 10.539 286.983

Biaya Bahan Baku

(Material) Naik 5 % 7 159 348 342 039 581 11.209 286.865 Biaya Pengerjaan Naik 5 % 7 159 348 366 315 034 11.934 286.896 Biaya Material dan

Biaya Pengerjaan Naik 5 % 7 159 348 353 056 340 11.538 286.988 Biaya Material dan

Biaya Pengerjaan Naik 10 % 7 159 348 306 442 394 10.147 286.971 Biaya Material dan

Biaya Pengerjaan Naik 5 % 6 831 059 263 745 296 8.872 286.861

Referensi

Dokumen terkait

Social Media Marketing Activities (SMMA) berpengaruh positif langsung, dan signifikan terhadap Brand Image (BIM), dalam artian pengguna e-wallet dapat berpresepsi bahwa

RESEARCH PARTNERSHIP KERJA SAMA RISET UNTUK MANFFAT PIHAK YANG TERLIBAT LABA PT Z = BIAYA DIKALIKAN PENDAPATAN PT Z DARI RISET TSB SEDANG DEVELOPMENT/CO PRODUCTION

Maka, buku ini tak hanya hendak memaparkan seperangkat preskripsi yang telah termuat sebagai hukum positif dalam undang- undang yang telah ada, ialah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009

Tujuan menghasilkan sistem yang mendukung proses kinerja pada Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa khususnya dalam melakukan pelayananan terhadap donatur yaitu

Dalam proses membuat kartu anggota perpustakaan melalui aplikasi Senayan Library Management System (SLiMS), 10 orang mahasiswa yang peneliti uji dapat melakukan

berita merupakan hal yang diatur dalam manajemen redaksional (Junaedi:2014). Apabila manajemen redaksional pada perusahaan surat kabar tersusun baik, maka

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ada perbedaan yang signifikan setelah pemberian Terapi Kilat Dhuha dalam menurunkan tingkat kecemasan pada narapidana menjelang

ini adalah agar semua paket data dari node yang berada pada jaringan ad hoc bisa diteruskan ke jaringan infrastruktur (LAN atau Internet) dan sebaliknya.. Iptables