• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2018

TENTANG

PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BOYOLALI,

Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga perlu dilestarikan dalam rangka memajukan kebudayaan daerah untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat;

b. bahwa perkembangan pembangunan Kabupaten Boyolali saat ini mengalami peningkatan dan perubahan yang pesat, sehingga dapat berpengaruh terhadap kelestarian cagar budaya;

c. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah Kabupaten Boyolali memiliki kewenangan di bidang Cagar Budaya;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pelestarian dan Pengelolaan Cagar Budaya;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Djawa Tengah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 42);

3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

4. Undang-undang…

(2)

4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5168);

5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

7. Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 22 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Boyolali Tahun 2016 Nomor 22, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 189);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BOYOLALI Dan

BUPATI BOYOLALI MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

1. Daerah adalah Kabupaten Boyolali.

2. Bupati adalah Bupati Boyolali.

3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Boyolali.

5. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Bupati dan DPRD dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.

6. Pejabat….

(3)

6. Pejabat yang ditunjuk adalah Pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah yang berwenang di bidang tertentu dan mendapat pendelegasian dari Bupati.

7. Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.

8. Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia yang dimanfaatkan oleh manusia, serta sisa-sisa biota yang dapat dihubungkan dengan kegiatan manusia dan/atau dapat dihubungkan dengan sejarah manusia, baik bersifat bergerak maupun tidak bergerak, yang merupakan kesatuan atau kelompok, berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun, memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan, dan memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.

9. Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap, berunsur tunggal atau banyak, dan/atau berdiri bebas atau menyatu dengan formasi alam, berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun, memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan dan memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.

10. Bangunan Gedung Cagar Budaya adalah bangunan gedung yang sudah ditetapkan statusnya sebagai bangunan Cagar Budaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang Cagar Budaya.

11. Struktur Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia, berunsur tunggal atau banyak dan/atau sebagian atau seluruhnya menyatu dengan formasi alam, berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun, memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan dan memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.

12. Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia dan menyimpan informasi kegiatan manusia pada masa lalu.

13. Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas, berupa lanskap budaya hasil bentukan manusia berusia paling sedikit 50 (lima puluh) tahun, memiliki pola yang memperlihatkan fungsi ruang pada masa lalu berusia paling sedikit 50 (lima puluh) tahun, memperlihatkan pengaruh manusia masa lalu pada proses pemanfaatan ruang berskala luas, memperlihatkan bukti pembentukan lanskap budaya dan memiliki lapisan tanah terbenam yang mengandung bukti kegiatan manusia atau endapan fosil serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

14. Kepemilikan adalah hak terkuat dan terpenuh terhadap Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan fungsi sosial dan kewajiban untuk melestarikannya.

15. Penguasaan adalah pemberian wewenang dari pemilik Pemerintah Daerah, atau setiap orang untuk mengelola Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan fungsi sosial dan kewajiban untuk melestarikannya.

16. Kompensasi adalah imbalan berupa uang dan/atau bukan uang dari Pemerintah Daerah.

17. Insentif….

(4)

17. Insentif adalah dukungan berupa advokasi, perbantuan, atau bentuk lain bersifat nondana untuk mendorong pelestarian Cagar Budaya dari Pemerintah Daerah.

18. Tim Ahli Cagar Budaya yang selanjutnya disebut Tim Ahli adalah kelompok ahli pelestarian dari berbagai bidang ilmu yang memiliki sertifikat kompetensi untuk memberikan rekomendasi penetapan, pemeringkatan, dan penghapusan Cagar Budaya.

19. Tenaga Ahli Pelestarian yang selanjutnya disebut Tenaga Ahli adalah orang yang karena kompetensi keahlian khususnya dan/atau memiliki sertifikat di bidang perlindungan, pengembangan, atau pemanfaatan Cagar Budaya.

20. Museum adalah lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan, dan pemanfaatan benda-benda bukti materiil hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa.

21. Kurator adalah orang yang karena kompetensi keahliannya bertanggung jawab dalam pengelolaan koleksi museum.

22. Pendaftaran adalah upaya pencatatan benda, bangunan, struktur, lokasi, dan/atau satuan ruang geografis untuk diusulkan sebagai Cagar Budaya kepada Pemerintah Daerah.

23. Penetapan adalah pemberian status Cagar Budaya terhadap benda, bangunan, struktur, lokasi, atau satuan ruang geografis yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya.

24. Register Nasional Cagar Budaya adalah daftar resmi kekayaan budaya bangsa berupa Cagar Budaya yang berada di dalam dan di luar negeri.

25. Pengelolaan adalah upaya terpadu untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan Cagar Budaya melalui kebijakan pengaturan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.

26. Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya.

27. Perlindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan cara Penyelamatan, Pengamanan, Zonasi, Pemeliharaan, dan Pemugaran Cagar Budaya.

28. Penyelamatan adalah upaya menghindarkan dan/atau menanggulangi Cagar Budaya dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan.

29. Pengamanan adalah upaya menjaga dan mencegah Cagar Budaya dari ancaman dan/atau gangguan.

30. Zonasi adalah penentuan batas-batas keruangan Situs Cagar Budaya dan Kawasan Cagar Budaya sesuai dengan kebutuhan.

31. Pemeliharaan adalah upaya menjaga dan merawat agar kondisi fisik Cagar Budaya tetap lestari.

32. Pemugaran adalah upaya pengembalian kondisi fisik Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya yang rusak sesuai dengan keaslian bahan, bentuk, tata letak, dan/atau teknik pengerjaan untuk memperpanjang usianya.

33. Pengembangan adalah peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi Cagar Budaya serta pemanfaatannya melalui Penelitian, Revitalisasi, dan Adaptasi secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan Pelestarian.

34. Penelitian adalah kegiatan ilmiah yang dilakukan menurut kaidah dan metode yang sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan bagi kepentingan Pelestarian Cagar Budaya, ilmu pengetahuan, dan pengembangan kebudayaan.

35. Revitalisasi adalah kegiatan pengembangan yang ditujukan untuk menumbuhkan kembali nilai-nilai penting Cagar Budaya dengan penyesuaian fungsi ruang baru yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian dan nilai budaya masyarakat.

36. Adaptasi….

(5)

37. Adaptasi adalah upaya pengembangan Cagar Budaya untuk kegiatan yang lebih sesuai dengan kebutuhan masa kini dengan melakukan perubahan terbatas yang tidak akan mengakibatkan kemerosotan nilai pentingnya atau kerusakan pada bagian yang mempunyai nilai penting.

BAB II

ASAS, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP

Pasal 2

Peratuan Daerah ini dilaksanakan berdasarkan asas:

a. Pancasila;

b. Bhineka Tunggal Ika;

c. kenusantaraan d. keadilan;

e. ketertiban dan kepastian hukum;

f. kemanfaatan;

g. keberlanjutan;

h. partisipasi; dan

i. transparansi dan akuntabilitas.

Pasal 3 Peraturan Daerah ini bertujuan untuk:

a. melestarikan Cagar Budaya (tangible) sebagai penguat budaya nasional untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa melalui Cagar Budaya;

b. mengembangkan dan memulihkan keaslian Cagar Budaya baik yang berupa benda, bangunan, struktur, situs,dan/atau kawasan melalui penelitian, revitalisasi, dan adaptasi secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan pelestarian;

c. memanfaatkan peninggalan Cagar Budaya baik yang berupa benda, bangunan, struktur, situs, dan/atau kawasan untuk memperkuat citra positif pembangunan daerah kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya; dan

d. memperkuat citra dan karakter daerah komitmen Daerah dalam menjaga warisan budaya sebagai satu kesatuan budaya nasional sampai ke dunia internasional.

Pasal 4

Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Daerah ini meliputi:

a. tugas, wewenang dan kewajiban Pemerintah Daerah;

b. pemilikan dan penguasaan, penemuan dan pencarian;

c. hak dan kewajiban;

d. Tim Ahli Cagar Budaya;

e. pelaksanaan regitrasi Cagar Budaya;

f. perlindungan, pengembangan dan pemanfataan’

g. pelestarian Bangunan Gedung Cagar Budaya;

h. pemberian Kompensasi, Insentif dan Disinsentif;

i. pembinaan; dan j. pendanaan;.

BAB III…

(6)

BAB III

TUGAS, WEWENANG DAN KEWAJIBAN PEMERINTAH DAERAH

Bagian Kesatu Tugas Pasal 5

(1) Pemerintah Daerah mempunyai tugas melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan Cagar Budaya melalui kebijakan pengaturan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.

(2) Tugas Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:

a. mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan, serta meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab akan hak dan kewajiban masyarakat dalam pengelolaan Cagar Budaya;

b. mengembangkan dan menerapkan kebijakan yang dapat menjamin terlindunginya dan termanfaatkannya Cagar Budaya;

c. menyelenggarakan Penelitian dan Pengembangan Cagar Budaya;

d. menyediakan informasi dan transformasi pengetahuan tentang Cagar Budaya untuk masyarakat;

e. menyelenggarakan promosi Cagar Budaya;

f. memfasilitasi setiap orang dalam melaksanakan pemanfaatan dan promosi Cagar Budaya;

g. menyelenggarakan penanggulangan bencana dalam keadaan darurat untuk benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan yang telah dinyatakan sebagai Cagar Budaya serta memberikan dukungan terhadap daerah yang mengalami bencana;

h. melakukan pengawasan, pemantauan, dan evaluasi terhadap pelestarian warisan budaya; dan

i. mengalokasikan anggaran bagi kepentingan pelestarian Cagar Budaya.

Bagian Kedua Wewenang

Pasal 6

Dalam penyelenggaraan pelestarian Cagar Budaya, Pemerintah Daerah mempunyai wewenang sebagai berikut:

a. penetapan Cagar Budaya peringkat Kabupaten;

b. pengelolaan Cagar Budaya peringkat Kabupaten; dan

c. penerbitan izin membawa Cagar Budaya ke luar Daerah dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah.

Bagian Ketiga Kewajiban

Pasal 7

Dalam penyelenggaraan pengelolaan Cagar Budaya, Pemerintah Daerah mempunyai kewajiban sebagai berikut:

a. mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan, dan meningkatkan kemampuan, kompetensi, tugas, fungsi dan tanggung jawab para pengambil keputusan dalam penyelenggaraan pengelolaan Cagar Budaya;

b. menumbuhkembangkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat dalam penyelenggaraan kegiatan pengelolaan Cagar Budaya;

c. menyelenggarakan penelitian dan pengembangan di bidang pengeloaan Cagar Budaya;

d. mengembangkan…

(7)

d. mengembangkan dan menerapkan instrumen ekonomi berupa insentif dan disinsentif maupun kompensasi yang bersifat non ekonomis dalam penyelenggaraan pengelolaan Cagar Budaya;

e. menyediakan informasi yang benar, jelas dan akurat tentang pengelolaan Cagar Budaya;

f. melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan Cagar Budaya kepada masyarakat;

g. mendorong partisipasi masyarakat dan membangun kemitraan dengan dunia usaha di bidang pengelolaan Cagar Budaya; dan

h. memberikan pelayanan kepada siapapun yang berkepentingan di bidang pengelolaan Cagar Budaya sesuai dengan norma Standar Pelayanan Minimal.

BAB IV

PEMILIKAN DAN PENGUASAAN, PENEMUAN DAN PENCARIAN

Bagian Kesatu

Pemilikan dan Penguasaan Pasal 8

(1) Setiap orang dapat memiliki dan/atau menguasai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, struktur Cagar Budaya, dan/atau Situs Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan fungsi sosialnya sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini.

(2) Setiap orang dapat memiliki dan/atau menguasai Cagar Budaya apabila jumlah dan jenis Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan/atau Situs Cagar Budaya tersebut telah memenuhi kebutuhan Pemerintah Daerah.

(3) Kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat diperoleh melalui pewarisan, hibah, tukar-menukar, hadiah, pembelian, dan/atau putusan atau penetapan pengadilan, kecuali yang dikuasai oleh Pemerintah Daerah.

(4) Pemilik benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan/atau Situs Cagar Budaya yang tidak ada ahli warisnya atau tidak menyerahkannya kepada orang lain berdasarkan wasiat, hibah, atau hadiah setelah pemiliknya meninggal, kepemilikannya diambil alih oleh negara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 9

Kawasan Cagar Budaya hanya dapat dimiliki dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Daerah, kecuali yang secara turun-temurun dimiliki oleh masyarakat hukum adat.

Pasal 10

(1) Warga negara asing dan/atau badan hukum asing tidak dapat memiliki dan/atau menguasai Cagar Budaya.

(2) Warga negara asing dan/atau badan hukum asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang membawa Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian- bagiannya, ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pasal 11….

(8)

Pasal 11

Cagar Budaya yang tidak diketahui kepemilikannya dan berada di Daerah dikuasai oleh Pemerintah Daerah.

Pasal 12

(1) Cagar Budaya yang dimiliki setiap orang dapat dialihkan kepemilikannya kepada Pemerintah Daerah atau setiap orang lain.

(2) Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahulukan atas pengalihan kepemilikan Cagar Budaya.

(3) Pengalihan kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan cara diwariskan, dihibahkan, ditukarkan, dihadiahkan, dijual, diganti rugi, dan/atau penetapan atau putusan pengadilan.

(4) Cagar Budaya yang telah dimiliki oleh Pemerintah Daerah tidak dapat dialihkan kepemilikannya.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengalihan kepemilikan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Bupati.

Pasal 13

(1) Setiap orang dilarang mengalihkan kepemilikan Cagar Budaya Peringkat Kabupaten baik seluruh maupun bagian-bagiannya, kecuali atas izin Bupati.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati.

Pasal 14

(1) Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya bergerak yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah, dan/atau setiap orang dapat disimpan dan/atau dirawat di Museum.

(2) Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi berupa benda, bangunan, dan/atau struktur yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya atau yang bukan Cagar Budaya, dan mengomunikasikannya kepada masyarakat.

(3) Perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan koleksi Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berada di bawah tanggung jawab pengelola Museum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 15

(1) Setiap orang yang memiliki dan/atau menguasai Cagar Budaya paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diketahuinya Cagar Budaya yang dimiliki dan/atau dikuasainya rusak, hilang, atau musnah wajib melaporkannya kepada Perangkat Daerah yang bertanggung jawab di bidang Cagar Budaya, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan/atau instansi terkait.

(2) Setiap orang yang tidak melapor rusaknya Cagar Budaya yang dimiliki dan/atau dikuasainya kepada Perangkat Daerah yang bertanggung jawab di bidang Cagar Budaya, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan/atau instansi terkait paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diketahuinya Cagar Budaya yang dimiliki dan/atau dikuasainya tersebut rusak dapat diambil alih pengelolaannya oleh Pemerintah Daerah.

Pasal 16….

(9)

Pasal 16

(1) Cagar Budaya berupa benda, bangunan, struktur, lokasi, atau satuan ruang geografis yang diduga sebagai Cagar Budaya yang disita oleh aparat penegak hukum dilarang dimusnahkan untuk benda dan bangunan atau dilelang.

(2) Cagar Budaya atau benda, bangunan, struktur, lokasi, atau satuan ruang geografis yang diduga sebagai Cagar Budaya yang disita sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilindungi oleh aparat penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Dalam melakukan perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), aparat penegak hukum dapat meminta bantuan kepada Perangkat Daerah yang membidangi Cagar Budaya.

Pasal 17

(1) Setiap orang yang memiliki dan/atau menguasai Cagar Budaya berhak memperoleh kompensasi dan insentif apabila telah melakukan kewajibannya melindungi Cagar Budaya.

(2) Insentif berupa pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan dapat diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada pemilik Cagar Budaya yang telah melakukan perlindungan Cagar Budaya di Daerah.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kompensasi dan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Bupati.

Bagian Kedua Penemuan

Pasal 18

(1) Setiap orang yang menemukan benda yang diduga Benda Cagar Budaya, bangunan yang diduga Bangunan Cagar Budaya, struktur yang diduga Struktur Cagar Budaya, dan/atau lokasi yang diduga Situs Cagar Budaya wajib melaporkannya kepada Perangkat Daerah yang bertanggungjawab di bidang Cagar Budaya, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan/atau instansi terkait paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak ditemukannya.

(2) Temuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak dilaporkan oleh penemunya dapat diambil alih oleh Pemerintah Daerah.

(3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), OPD yang membidangi Cagar Budaya melakukan pengkajian terhadap temuan.

Pasal 19

(1) Setiap orang berhak memperoleh kompensasi apabila benda, bangunan, struktur, atau lokasi yang ditemukannya ditetapkan sebagai Cagar Budaya.

(2) Apabila temuan yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sangat langka jenisnya, unik rancangannya, dan sedikit jumlahnya di Indonesia, dikuasai oleh Negara.

(3) Apabila temuan yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak langka jenisnya, tidak unik rancangannya, dan jumlahnya telah memenuhi kebutuhan Negara, dapat dimiliki oleh penemu.

Pasal 20…..

(10)

Pasal 20

Pemberian kompensasi atas penemuan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 19 dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan.

Bagian Ketiga Pencarian

Pasal 21

(1) Pemerintah Daerah dapat melakukan pencarian benda, bangunan, struktur, dan/atau lokasi yang diduga sebagai Cagar Budaya.

(2) Pencarian Cagar Budaya atau yang diduga Cagar Budaya dapat dilakukan oleh setiap orang dengan penggalian, penyelaman, dan/atau pengangkatan di darat dan/atau di air.

(3) Pencarian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) hanya dapat dilakukan melalui penelitian dengan tetap memperhatikan hak kepemilikan dan/atau penguasaan lokasi.

(4) Setiap orang dilarang melakukan pencarian Cagar Budaya atau yang diduga Cagar Budaya dengan penggalian, penyelaman, dan/atau pengangkatan di darat dan/atau di air sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kecuali dengan izin Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pencarian Cagar Budaya atau yang diduga Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Bupati.

BAB V

HAK DAN KEWAJIBAN Bagian Kesatu

Hak dan Kewajiban Masyarakat Pasal 22

(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk:

a. menikmati keberadaan bangunan, struktur, situs dan/atau kawasan Cagar Budaya;

b. memperoleh informasi yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan dan/atau bangunan Cagar Budaya; dan

c. berperan serta dalam rangka pengelolaan kawasan dan/atau bangunan Cagar Budaya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Setiap orang berkewajiban menjaga kelestarian dan mencegah serta menanggulangi kerusakan Cagar Budaya.

Bagian Kedua

Hak dan Kewajiban Pemilik, Penguasaan dan Pengelola

Pasal 23

(1) Pemilik, Penguasaan dan/atau pengelola yang memiliki, menguasai dan/atau memanfaatkan benda, struktur, bangunan, situs dan/atau Kawasan Cagar Budaya wajib memelihara kelestariannya.

(2) Pemilik….

(11)

(2) Pemilik, Penguasaan dan/atau pengelola bangunan, situs dan/atau kawasan Cagar Budaya yang melaksanakan pemugaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku, berhak mendapat kemudahan perizinan dan/atau insentif pembangunan lainnya.

(3) Pemilik, Penguasaan dan/atau pengelola yang melaksanakan pelestarian Cagar Budaya berhak mendapatkan insentif dari Pemerintah Daerah.

(4) Setiap orang yang memiliki, menguasai dan/atau mengelola bangunan Cagar Budaya, situs dan/atau kawasan Cagar Budaya wajib melindungi, memelihara, melestarikan lingkungan dan bangunan Cagar Budaya tersebut.

(5) Pemilik, Penguasaan dan/atau pengelola kawasan dan/atau bangunan Cagar Budaya wajib melaksanakan pemeliharaan atau pemugaran sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai kemudahan perizinan dan/atau insentif pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan pelestarian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Bupati.

BAB VI TIM AHLI Bagian Kesatu

Pembentukan Pasal 24

(1) Pemerintah Daerah membentuk Tim Ahli untuk mewujudkan pelestarian Cagar Budaya di Daerah.

(2) Tim Ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Bagian Kedua Tugas dan Wewenang

Pasal 25

Tugas dan wewenang Tim Ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) adalah:

a. melakukan pengkajian terhadap benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan yang diusulkan untuk ditetapkan sebagai Cagar Budaya;

b. memberikan pertimbangan, saran dan rekomendasi kepada Bupati dalam penetapan, pemeringkatan, pelestarian, perlindungan, pemeliharaan, pemanfaatan, pemugaran dan penghapusan status kepemilikan Cagar Budaya;

c. melaksanakan penelitian, pengkajian, pemantauan, dan evaluasi program upaya peningkatan penyelenggaraan pelestarian, perlindungan, pemeliharaan, pemanfaatan, pemugaran dan penghapusan status kepemilikan kawasan dan/atau bangunan Cagar Budaya; dan

d. menyusun standar penilaian sebagai parameter pemberian klasifikasi/penggolongan pada bangunan Cagar Budaya.

Pasal 26

(1) Tim Ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) terdiri dari 7 (tujuh) orang anggota, dengan susunan sebagai berikut:

a. 1 (satu) orang ketua merangkap anggota;

b. 1 (satu) …..

(12)

b. 1 (satu) orang sekretaris merangkap anggota; dan c. 5 (lima) orang anggota.

(2) Komposisi keanggotaan Tim Ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur:

a. 2 (dua) orang dari unsur Pemerintah Daerah;

b. 2 (dua) orang dari unsur akademisi;

c. 1 (satu) orang dari perwakilan asosiasi profesi; dan

d. 2 (dua) orang dari perwakilan lembaga swadaya masyarakat yang berkaitan dengan Pelestarian Cagar Budaya.

(3) Syarat keanggotaan Tim Ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut:

a. memiliki integritas dan komitmen yang kuat terhadap tugas dan wewenangnya;

b. menguasai dan memahami lingkup Cagar Budaya;

c. memiliki kompetensi keahlian dan/atau sertifikasi di bidang pelestarian Cagar Budaya;

d. memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam bidang pelestarian Cagar Budaya; dan

e. memiliki jejaring yang luas dengan berbagai pemangku kepentingan.

(4) Kompetensi keahlian dan/atau sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c ditentukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, pengangkatan pemberhentian keanggotaan, dan tata kerja Tim Ahli diatur dalam Peraturan Bupati.

Bagian Ketiga Masa Bakti

Pasal 27

(1) Masa bakti Tim Ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 adalah selama 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan.

(2) Keanggotaan Tim Ahli berhenti karena:

a. meninggal dunia;

b. masa berlaku jabatan sebagai anggota sudah habis;

c. mengundurkan diri atas permintaan sendiri;

d. melakukan pelanggaran dan/atau tindakan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan

e. tidak dapat menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai anggota Tim Ahli.

BAB VII

PELAKSANAAN REGRISTRASI CAGAR BUDAYA

Bagian Kesatu Pendaftaran

Pasal 28

Pemerintah Daerah bekerja sama dengan setiap orang dalam melakukan Pendaftaran.

Pasal 29….

(13)

Pasal 29

(1) Setiap orang yang memiliki dan/atau menguasai Cagar Budaya wajib mendaftarkannya kepada Pemerintah Daerah tanpa dipungut biaya.

(2) Setiap orang dapat berpartisipasi dalam melakukan pendaftaran terhadap benda, bangunan, struktur, dan lokasi yang diduga sebagai Cagar Budaya meskipun tidak memiliki atau menguasainya.

(3) Pemerintah Daerah melaksanakan pendaftaran Cagar Budaya yang dikuasai oleh Negara atau yang tidak diketahui pemiliknya sesuai dengan tingkat kewenangannya.

(4) Hasil pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), harus dilengkapi dengan deskripsi dan dokumentasinya.

(5) Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak didaftarkan oleh pemiliknya dapat diambil alih oleh Pemerintah Daerah.

Pasal 30

Pemerintah Daerah memfasilitasi pembentukan sistem dan jejaring pendaftaran Cagar Budaya secara digital dan/atau nondigital.

Bagian Kedua Pengkajian

Pasal 31

(1) Hasil pendaftaran diserahkan kepada Tim Ahli untuk dikaji kelayakannya sebagai Cagar Budaya atau bukan Cagar Budaya.

(2) Pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan melakukan identifikasi dan klasifikasi terhadap benda, bangunan, struktur, lokasi, dan satuan ruang geografis yang diusulkan untuk ditetapkan sebagai Cagar Budaya.

(3) Dalam melakukan kajian, Tim Ahli dapat dibantu oleh Perangkat Daerah yang membidangi Cagar Budaya dan Perangkat Daerah lain yang terkait.

(4) Selama proses pengkajian, benda, bangunan, struktur, atau lokasi hasil penemuan atau yang didaftarkan, dilindungi dan diperlakukan sebagai Cagar Budaya.

Pasal 32

Pengkajian terhadap koleksi museum yang didaftarkan dilakukan oleh Kurator dan selanjutnya diserahkan kepada Tim Ahli.

Bagian Ketiga Penetapan

Pasal 33

(1) Penetapan benda, bangunan, struktur, situs dan kawasan Cagar Budaya didasarkan pada rekomendasi dari Tim Ahli.

(2) Bupati mengeluarkan penetapan status Cagar Budaya paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah rekomendasi diterima dari Tim Ahli yang menyatakan benda, bangunan, struktur, lokasi, dan/atau satuan ruang geografis yang didaftarkan layak sebagai Cagar Budaya.

(3) Setelah tercatat dalam Register Nasional Cagar Budaya, pemilik Cagar Budaya berhak memperoleh jaminan hukum berupa:

a.surat….

(14)

a. surat keterangan status Cagar Budaya; dan

b. surat keterangan kepemilikan berdasarkan bukti yang sah.

(4) Penemu benda, bangunan, dan/atau struktur yang telah ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya berhak mendapat kompensasi.

Pasal 34

(1) Bupati melalui pejabat yang ditunjuk memberitahukan tentang penetapan kawasan dan/atau Bangunan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 kepada pemilik Cagar Budaya.

(2) Penetapan benda, bangunan, struktur, situs dan kawasan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Bagian Keempat Pencatatan

Pasal 35

(1) Pemerintah Daerah membentuk sistem Register Nasional Cagar Budaya untuk mencatat data Cagar Budaya.

(2) Benda, bangunan, struktur, lokasi, dan satuan ruang geografis yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya harus dicatat di dalam Register Nasional Cagar Budaya.

(3) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 36

Koleksi Museum yang memenuhi kriteria sebagai Cagar Budaya dicatat di dalam Register Nasional Cagar Budaya.

Pasal 37

Pemerintah Daerah melakukan upaya aktif mencatat dan menyebarluaskan informasi tentang Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan keamanan dan kerahasiaan data yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 38

Pengelolaan Register Nasional Cagar Budaya di daerah menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah.

Bagian Kelima Pemeringkatan

Pasal 39

Pemerintah Daerah dapat melakukan pemeringkatan Cagar Budaya berdasarkan kepentingannya menjadi peringkat Nasional, peringkat Provinsi, dan peringkat Kabupaten berdasarkan rekomendasi Tim Ahli.

Pasal 40…..

(15)

Pasal 40

Cagar Budaya dapat ditetapkan menjadi Cagar Budaya peringkat Kabupaten apabila memenuhi syarat:

a. sebagai Cagar Budaya yang diutamakan untuk dilestarikan dalam wilayah Daerah;

b. mewakili masa gaya yang khas;

c. tingkat keterancamannya tinggi;

d. jenisnya sedikit; dan/atau e. jumlahnya terbatas.

Pasal 41

Pemeringkatan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Pasal 42

Cagar Budaya yang tidak lagi memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai peringkat Nasional, peringkat Provinsi, atau peringkat Kabupaten dapat dikoreksi peringkatnya berdasarkan rekomendasi Tim Ahli di setiap tingkatan.

Pasal 43

Peringkat Cagar Budaya dapat dicabut apabila Cagar Budaya:

a. musnah;

b. kehilangan wujud dan bentuk aslinya;

c. kehilangan sebagian besar unsurnya; atau

d. tidak lagi sesuai dengan syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, Pasal 41, atau Pasal 42.

Bagian Keenam Pemberian Tanda

Pasal 44

(1) Setiap orang yang memiliki, menguasai atau mengelola Kawasan dan/atau Bangunan Cagar Budaya wajib memasang tanda kawasan dan/atau bangunan Cagar Budaya yang mudah dilihat oleh umum.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian tanda Kawasan dan/atau Bangunan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati.

Bagian Ketujuh Penghapusan

Pasal 45

(1) Cagar Budaya yang sudah tercatat dalam Register Nasional Cagar Budaya hanya dapat dihapus dengan Keputusan Menteri atas rekomendasi Tim Ahli di tingkat Pemerintah.

(2) Keputusan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditindaklanjuti oleh Pemerintah Daerah.

Pasal 46….

(16)

Pasal 46

(1) Penghapusan Cagar Budaya dari Register Nasional Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 dilakukan apabila Cagar Budaya:

a. musnah;

b. hilang dan dalam jangka waktu 6 (enam) tahun tidak ditemukan;

c. mengalami perubahan wujud dan gaya sehingga kehilangan keasliannya;

atau

d. di kemudian hari diketahui statusnya bukan Cagar Budaya.

(2) Penghapusan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tidak menghilangkan data dalam Register Nasional Cagar Budaya dan dokumen yang menyertainya.

(3) Dalam hal Cagar Budaya yang hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditemukan kembali, Cagar Budaya wajib dicatat ulang ke dalam Register Nasional Cagar Budaya.

BAB VIII

PERLINDUNGAN, PENGEMBANGAN DAN PEMANFAATAN

Bagian Kesatu Umum Pasal 47

(1) Pelestarian Cagar Budaya dilakukan berdasarkan hasil studi kelayakan yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis, teknis, dan administratif.

(2) Kegiatan Pelestarian Cagar Budaya harus dilaksanakan atau dikoordinasikan oleh Tenaga Ahli dengan memperhatikan etika pelestarian.

(3) Tata cara Pelestarian Cagar Budaya harus mempertimbangkan kemungkinan dilakukannya pengembalian kondisi awal seperti sebelum kegiatan pelestarian.

(4) Pelestarian Cagar Budaya harus didukung oleh kegiatan pendokumentasian sebelum dilakukan kegiatan yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan keasliannya.

Pasal 48

Setiap orang berhak memperoleh dukungan teknis dan/atau kepakaran dari Pemerintah Daerah atas upaya pelestarian Cagar Budaya yang dimiliki dan/atau yang dikuasai.

Pasal 49

Setiap orang dilarang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan upaya Pelestarian Cagar Budaya.

Bagian Kedua Perlindungan

Paragraf 1 Umum Pasal 50

(1) Setiap orang dapat berperan serta melakukan Pelindungan Cagar Budaya.

(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

a. Penyelamatan;

b. Pengamanan…

(17)

b. Pengamanan;

c. penetapan Zonasi;

d. Pemeliharaan; dan e. Pemugaran.

Paragraf 2 Penyelamatan

Pasal 51

Setiap orang berhak melakukan Penyelamatan Cagar Budaya yang dimiliki atau yang dikuasainya dalam keadaan darurat atau yang memaksa untuk dilakukan tindakan penyelamatan.

Pasal 52 (1) Penyelamatan Cagar Budaya dilakukan untuk:

a. mencegah kerusakan karena faktor manusia dan/atau alam yang mengakibatkan berubahnya keaslian dan nilai-nilai yang menyertainya;

dan

b. mencegah pemindahan dan beralihnya pemilikan dan/atau penguasaan Cagar Budaya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

(2) Penyelamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dalam keadaan darurat dan keadaan biasa.

Pasal 53

(1) Cagar Budaya yang terancam rusak, hancur, atau musnah dapat dipindahkan ke tempat lain yang aman.

(2) Pemindahan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tata cara yang menjamin keutuhan dan keselamatannya di bawah koodinasi Tenaga Ahli.

(3) Pemerintah Daerah, atau setiap orang yang melakukan Penyelamatan wajib menjaga dan merawat Cagar Budaya dari pencurian, pelapukan, atau kerusakan baru.

Pasal 54

Penyelamatan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 2 Pengamanan

Pasal 55

(1) Pengamanan dilakukan untuk menjaga dan mencegah Cagar Budaya agar tidak hilang, rusak, hancur, atau musnah.

(2) Pengamanan Cagar Budaya merupakan kewajiban pemilik dan/atau yang menguasainya.

Pasal 56….

(18)

Pasal 56

(1) Masyarakat dapat berperan serta melakukan Pengamanan Cagar Budaya.

(2) Pengamanan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 harus memperhatikan pemanfaatannya bagi kepentingan sosial, pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan, agama, kebudayaan, dan/atau pariwisata.

(3) Pengamanan Cagar Budaya dapat dilakukan dengan memberi pelindung, menyimpan, dan/atau menempatkannya pada tempat yang terhindar dari gangguan alam dan manusia.

Pasal 57

Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, hanya dapat dibawa ke luar wilayah Daerah untuk kepentingan penelitian, promosi kebudayaan, dan/atau pameran.

Pasal 58 Setiap orang dilarang:

a. merusak, menghilangkan dan/atau mengambil dengan tanpa hak atas Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, dari kesatuan, kelompok, dan/atau dari letak asal;

b. memindahkan dan/atau memisahkan Cagar Budaya peringkat Kabupaten, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, kecuali atas izin dari Bupati; dan/atau c. membawa Cagar Budaya ke luar wilayah Daerah bukan untuk kepentingan

penelitian, promosi kebudayaan, dan/atau pameran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57, kecuali dengan izin Bupati.

Pasal 59

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 sampai dengan Pasal 58 diatur dalam Peraturan Bupati.

Paragraf 4 Zonasi Pasal 60

(1) Pelindungan Cagar Budaya dilakukan dengan menetapkan batas-batas keluasannya dan pemanfaatan ruang melalui sistem zonasi berdasarkan hasil kajian.

(2) Sistem zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati sesuai dengan keluasan Situs Cagar Budaya atau Kawasan Cagar Budaya di Daerah.

(3) Pemanfaatan zona pada Cagar Budaya dapat dilakukan untuk tujuan rekreatif, edukatif, apresiatif, dan/atau religi.

Pasal 61

(1) Sistem Zonasi mengatur fungsi ruang pada Cagar Budaya, baik vertikal maupun horizontal.

(2) Pengaturan….

(19)

(2) Pengaturan Zonasi secara vertikal dapat dilakukan terhadap lingkungan alam di atas Cagar Budaya di darat dan/atau di air.

(3) Sistem Zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terdiri atas:

a. zona inti;

b. zona penyangga;

c. zona pengembangan; dan/atau d. zona penunjang.

(4) Penetapan luas, tata letak, dan fungsi zona ditentukan berdasarkan hasil kajian dengan mengutamakan peluang peningkatan kesejahteraan rakyat.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan sistem Zonasi diatur dalam Peraturan Bupati.

Paragraf 5 Pemeliharaan

Pasal 62

(1) Setiap orang wajib memelihara Cagar Budaya yang dimiliki dan/atau dikuasainya.

(2) Cagar Budaya yang ditelantarkan oleh pemilik dan/atau yang menguasainya dapat dikuasai oleh Pemerintah Daerah.

Pasal 63

(1) Pemeliharaan dilakukan dengan cara merawat Cagar Budaya untuk mencegah dan menanggulangi kerusakan akibat pengaruh alam dan/atau perbuatan manusia.

(2) Pemeliharaan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan di lokasi asli atau di tempat lain, setelah lebih dahulu didokumentasikan secara lengkap.

(3) Perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pembersihan, pengawetan, dan perbaikan atas kerusakan dengan memperhatikan keaslian bentuk, tata letak, gaya, bahan, dan/atau teknologi Cagar Budaya.

(4) Perawatan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang berasal dari air harus dilakukan sejak proses pengangkatan sampai ke tempat penyimpanannya dengan tata cara khusus.

(5) Pemerintah Daerah dapat mengangkat atau menempatkan juru pelihara untuk melakukan perawatan Cagar Budaya.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemeliharaan Cagar Budaya diatur dalam Peraturan Bupati.

Paragraf 6 Pemugaran

Pasal 64

(1) Pemugaran Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya yang rusak dilakukan untuk mengembalikan kondisi fisik dengan cara memperbaiki, memperkuat, dan/atau mengawetkannya melalui pekerjaan rekonstruksi, konsolidasi, rehabilitasi, dan restorasi.

(2) Pemugaran….

(20)

(2) Pemugaran Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan:

a. keaslian bahan, bentuk, tata letak, gaya, dan/atau teknologi pengerjaan;

b. kondisi semula dengan tingkat perubahan sekecil mungkin;

c. penggunaan teknik, metode, dan bahan yang tidak bersifat merusak; dan d. kompetensi pelaksana di bidang pemugaran.

(3) Pemugaran harus memungkinkan dilakukannya penyesuaian pada masa mendatang dengan tetap mempertimbangkan keamanan masyarakat dan keselamatan Cagar Budaya.

(4) Pemugaran yang berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sosial dan lingkungan fisik harus didahului analisis mengenai dampak lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Pemugaran Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya wajib memperoleh izin Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemugaran Cagar Budaya diatur dalam Peraturan Bupati.

Bagian Ketiga Pengembangan

Paragraf 1 Umum Pasal 65 (1) Pengembangan Cagar Budaya meliputi:

a. Penelitian;

b. Revitalisasi; dan c. Adaptasi.

(2) Pengembangan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan prinsip kemanfaatan, keamanan, keterawatan, keaslian, dan nilai-nilai yang melekat padanya.

(3) Setiap orang dapat melakukan pengembangan Cagar Budaya setelah memperoleh:

a. izin Pemerintah Daerah; dan

b. persetujuan dari pemilik dan/atau yang menguasai Cagar Budaya.

(4) Pengembangan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat diarahkan untuk memacu pengembangan ekonomi yang hasilnya digunakan untuk Pemeliharaan Cagar Budaya dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

(5) Setiap kegiatan pengembangan Cagar Budaya harus disertai dengan pendokumentasian.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai izin dan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b diatur dalam Peraturan Bupati.

Paragraf 2 Penelitian

Pasal 66

(1) Penelitian dilakukan pada setiap rencana pengembangan Cagar Budaya untuk menghimpun informasi serta mengungkap, memperdalam, dan menjelaskan nilai-nilai budaya.

(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap Cagar Budaya melalui:

a. penelitian….

(21)

a. penelitian dasar untuk pengembangan ilmu pengetahuan; dan

b. penelitian terapan untuk pengembangan teknologi atau tujuan praktis yang bersifat aplikatif.

(3) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sebagai bagian dari analisis mengenai dampak lingkungan atau berdiri sendiri.

(4) Proses dan hasil Penelitian Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk kepentingan meningkatkan informasi dan promosi Cagar Budaya.

(5) Pemerintah Daerah, atau penyelenggara penelitian menginformasikan dan mempublikasikan hasil penelitian sebagaimana pada ayat (1) kepada masyarakat.

Paragraf 3 Revitalisasi

Pasal 67

(1) Revitalisasi potensi Situs Cagar Budaya atau Kawasan Cagar Budaya memperhatikan tata ruang, tata letak, fungsi sosial, dan/atau lanskap budaya asli berdasarkan kajian.

(2) Revitalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menata kembali fungsi ruang, nilai budaya, dan penguatan informasi tentang Cagar Budaya.

Pasal 68

(1) Setiap orang dilarang mengubah fungsi ruang Situs Cagar Budaya dan/atau Kawasan Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, kecuali dengan izin pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkatannya.

(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 69

Revitalisasi Cagar Budaya harus memberi manfaat untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan mempertahankan ciri budaya lokal.

Paragraf 4 Adaptasi Pasal 70

(1) Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar Budaya dapat dilakukan Adaptasi untuk memenuhi kebutuhan masa kini dengan tetap mempertahankan:

a. ciri asli dan/atau muka Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar Budaya; dan/atau

b. ciri asli lanskap budaya dan/atau permukaan tanah Situs Cagar Budaya atau Kawasan Cagar Budaya sebelum dilakukan adaptasi.

(2) Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:

a. mempertahankan nilai-nilai yang melekat pada Cagar Budaya;

b. menambah fasilitas sesuai dengan kebutuhan;

c. mengubah susunan ruang secara terbatas; dan/atau;

d. mempertahankan gaya arsitektur, konstruksi asli, dan keharmonisan estetika lingkungan di sekitarnya.

Pasal 71…..

(22)

Pasal 71

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati.

Bagian Keempat Pemanfaatan

Pasal 72

(1) Pemerintah Daerah dan setiap orang dapat memanfaatkan Cagar Budaya untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, dan pariwisata.

(2) Pemerintah Daerah memfasilitasi pemanfaatan dan promosi Cagar Budaya yang dilakukan oleh setiap orang.

(3) Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa izin pemanfaatan, dukungan Tenaga Ahli, dukungan dana, dan/atau pelatihan.

(4) Promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk memperkuat identitas budaya serta meningkatkan kualitas hidup dan pendapatan masyarakat.

Pasal 73

Pemanfaatan yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan wajib didahului dengan kajian, penelitian, dan/atau analisis mengenai dampak lingkungan.

Pasal 74

(1) Cagar Budaya yang pada saat ditemukan sudah tidak berfungsi seperti semula dapat dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu.

(2) Pemanfaatan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan izin Bupati dengan peringkat Cagar Budaya dan/atau masyarakat hukum adat yang memiliki dan/atau menguasainya.

Pasal 75

(1) Pemanfaatan lokasi temuan yang telah ditetapkan sebagai Situs Cagar Budaya wajib memperhatikan fungsi ruang dan perlindungannya.

(2) Pemerintah Daerah dapat menghentikan pemanfaatan atau membatalkan izin pemanfaatan Cagar Budaya apabila pemilik dan/atau yang menguasai terbukti melakukan perusakan atau menyebabkan rusaknya Cagar Budaya.

(3) Cagar Budaya yang tidak lagi dimanfaatkan harus dikembalikan seperti keadaan semula sebelum dimanfaatkan.

(4) Biaya pengembalian seperti keadaan semula dibebankan kepada yang memanfaatkan Cagar Budaya.

Pasal 76

Pemanfaatan dengan cara perbanyakan Benda Cagar Budaya yang tercatat sebagai peringkat Kabupaten hanya dapat dilakukan dengan izin Bupati.

Pasal 77

Pemanfaatan dengan cara perbanyakan Benda Cagar Budaya yang dimiliki dan/atau dikuasai setiap orang atau dikuasai negara dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 78….

(23)

Pasal 78

Pemanfaatan koleksi berupa Cagar Budaya di Museum dilakukan untuk sebesar- besarnya pengembangan pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan, sosial, dan/atau pariwisata.

Pasal 79 Setiap orang dilarang:

a. mendokumentasikan Cagar Budaya baik seluruh maupun bagian-bagiannya untuk kepentingan komersial tanpa izin/persetujuan pemilik dan/atau yang menguasainya; dan/atau

b. memanfaatkan Cagar Budaya baik seluruh maupun bagian-bagiannya, dengan cara perbanyakan, kecuali dengan izin sesuai dengan tingkatan kewenangannya.

Pasal 80

Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanfaatan Cagar Budaya diatur dalam Peraturan Bupati.

BAB IX

PELESTARIAN BANGUNAN GEDUNG CAGAR BUDAYA Bagian Kesatu

Persyaratan Pasal 81

(1) Setiap orang yang melakukan pelestarian Bangunan Gedung Cagar Budaya wajib memenuhi persyaratan:

a. administratif; dan b. teknis.

(2) Persyaratan administratif Bangunan Gedung Cagar Budaya yang dilestarikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. status bangunan gedung sebagai Bangunan Gedung Cagar Budaya;

b. status kepemilikan; dan c. perizinan.

(3) Persyaratan teknis Bangunan Gedung Cagar Budaya yang dilestarikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. persyaratan tata bangunan;

b. persyaratan keandalan Bangunan Gedung Cagar Budaya; dan c. persyaratan pelestarian.

(4) Pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa:

a. peringatan tertulis;

b. penghentian sementara kegiatan;

c. penghentian tetap kegiatan; atau d. denda administratif.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Bupati.

Bagian Kedua…

(24)

Bagian Kedua Penyelenggaraan

Pasal 82

(1) Penyelenggaraan Bangunan Gedung Cagar Budaya yang dilestarikan meliputi kegiatan:

a. persiapan;

b. perencanaan teknis;

c. pelaksanaan;

d. pemanfaatan; dan e. pembongkaran.

(2) Dalam penyelenggaraan Bangunan Gedung Cagar Budaya yang dilestarikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyelenggara harus memenuhi persyaratan Bangunan Gedung Cagar Budaya yang dilestarikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81.

(3) Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:

a. Pemerintah Daerah dalam hal Bangunan Gedung Cagar Budaya dimiliki oleh Daerah;

b. pemilik Bangunan Gedung Cagar Budaya yang berbadan hukum atau perseorangan;

c. pengguna dan/atau pengelola Bangunan Gedung Cagar Budaya yang berbadan hukum atau perseorangan; dan

d. penyedia jasa yang kompeten dalam bidang bangunan gedung.

(4) Penyelenggaraan Bangunan Gedung Cagar Budaya yang dilestarikan harus mengikuti prinsip:

a. sedikit mungkin melakukan perubahan;

b. sebanyak mungkin mempertahankan keaslian; dan

c. tindakan perubahan dilakukan dengan penuh kehati-hatian.

(5) Penyelenggaraan Bangunan Gedung Cagar Budaya yang dilestarikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan pada Bangunan Gedung yang telah ditetapkan fungsinya sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan.

Pasal 83

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 dan Penyelenggaraan Bangunan Gedung Cagar Budaya yang dilestarikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 diatur dalam Peraturan Bupati.

BAB X

PEMBERIAN KOMPENSASI, INSENTIF DAN DISINSENTIF Pasal 84

(1) Pemerintah Daerah dapat memberikan Kompensasi, Insentif dan/atau disinsentif kepada pemilik, pengguna dan/atau pengelola Bangunan Gedung Cagar Budaya dengan fungsi khusus yang dilestarikan.

(2) Pemberian Kompensasi, Insentif dan/atau disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan untuk mendorong upaya pelestarian oleh pemilik, pengguna dan/atau pengelola Bangunan Gedung Cagar Budaya yang dilestarikan.

Pasal 85

(1) Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) merupakan imbalan berupa uang dan/atau bukan uang dari Pemerintah Daerah untuk Bangunan Gedung Cagar Budaya dengan fungsi khusus.

(2) Kompensasi….

(25)

(2) Kompensasi bukan uang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa bantuan tenaga dan/atau bantuan bahan sebagai penggantian sebagian biaya pelestarian kepada pemilik, pengguna dan/atau pengelola Bangunan Gedung Cagar Budaya yang dilestarikan.

(3) Pelaksanaan kompensasi yang bersumber dari Pemerintah Daerah untuk Bangunan Gedung Cagar Budaya dengan fungsi khusus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 86

(1) Insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1), dapat berupa:

a. advokasi;

b. perbantuan; dan

c. bantuan lain bersifat non dana.

(2) Advokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat berupa:

a. pemberian penghargaan, berbentuk sertifikat, plakat, tanda penghargaan;

b. promosi; dan/atau c. publikasi.

(3) Perbantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat berupa:

a. dukungan penyediaan sarana dan prasarana termasuk peningkatan kualitas fisik lingkungan; dan/atau

b. dukungan teknis dan/atau kepakaran antara lain berbentuk bantuan advis teknis, bantuan Tenaga Ahli, dan bantuan penyedia jasa yang kompeten di bidang Bangunan Gedung.

(4) Bantuan lain bersifat non dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dapat berupa:

a. keringanan Pajak Bumi Bangunan yang dapat diberikan kepada pemilik dan/atau pengelola Bangunan Gedung Cagar Budaya, setelah dilakukan tindakan pelestarian, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, yaitu pada:

1. Bangunan Gedung Cagar Budaya yang dilestarikan yang digunakan oleh Pemerintah Daerah, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, atau Pemerintah Pusat untuk penyelenggaraan pemerintahan;

2. Bangunan Gedung Cagar Budaya yang dilestarikan untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;

3. Bangunan Gedung Cagar Budaya yang dilestarikan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu;

4. Bangunan Gedung Cagar Budaya yang dilestarikan yang digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik; dan

5. Bangunan Gedung Cagar Budaya yang dilestarikan yang digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan peraturan Menteri Keuangan.

b. keringanan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan dan keringanan jasa pelayanan;

c. kemudahan perizinan bangunan;

d. tambahan Koefisien Lantai Bangunan; dan/atau e. tambahan Koefisien Dasar Bangunan.

Pasal 87

(1) Disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1), pada Bangunan Gedung Cagar Budaya yang dilestarikan dapat berupa:

a. pengenaan…..

(26)

a. pengenaan kewajiban membayar ganti rugi perbaikan Bangunan Gedung Cagar Budaya oleh pemilik/pengelola Bangunan Gedung kepada Pemerintah Daerah untuk Bangunan Gedung Cagar Budaya dengan fungsi khusus; dan/atau

b. pembatasan kegiatan pemanfaatan bangunan gedung cagar budaya.

(2) Pemberian Kompensasi, Insentif dan disinsentif Bangunan Gedung Cagar Budaya yang dilestarikan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 88

(1) Pemilik wajib mendapatkan izin dari pihak yang berwenang sebelum mengalihkan sebagian atau keseluruhan kepemilikan Bangunan Gedung Cagar Budaya yang dilestarikan.

(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dalam bentuk:

a. izin pengalihan sebagian kepemilikan; atau

b. izin pengalihan keseluruhan kepemilikan Bangunan Gedung Cagar Budaya yang dilestarikan

(3) Sebagian atau keseluruhan kepemilikan Bangunan Gedung Cagar Budaya yang dilestarikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk antara lain:

a. struktur, komponen, ornamen, bahan penutup, bahan pelapis, dan/atau elemen estetis bangunan yang bernilai penting; dan

b. elemen yang menempel pada bangunan (built-in) dan bernilai penting.

(4) Tata cara penerbitan izin pengalihan kepemilikan Bangunan Gedung Cagar Budaya yang dilestarikan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XI PEMBINAAN

Pasal 89

(1) Pemerintah Daerah menyelenggarakan pembinaan penyelenggaraan pelestarian Cagar Budaya.

(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kegiatan:

a. pengaturan;

b. pemberdayaan; dan c. pengawasan.

(3) Kegiatan pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, diwujudkan dalam bentuk penyusunan dan penyebarluasan berbagai peraturan perundang-undangan di bidang pelestarian Cagar Budaya sesuai dengan kewenangannya.

(4) Kegiatan pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, diwujudkan dalam bentuk penyebarluasan, pelatihan, serta pemberian dukungan teknis dan/atau kepakaran untuk meningkatkan kesadaran akan hak, kewajiban dan peran pemangku kepentingan dalam penyelenggaraaan pelestarian Cagar Budaya.

(5) Kegiatan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, diwujudkan dalam bentuk pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan pelestarian Cagar Budaya.

Pasal 90

(1) Pemberdayaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam 89 ayat (4) dan ayat (5) dilakukan oleh Bupati melalui Perangkat Daerah yang membidangi Cagar Budaya atau Pejabat yang ditunjuk.

(2) Untuk….

(27)

(2) Untuk pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perangkat Daerah yang membidangi Cagar Budaya atau Pejabat yang ditunjuk berwenang mengadakan pemeriksaan dan pengawasan terhadap berbagai kegiatan menyangkut pelestarian Cagar Budaya.

(3) Bupati dapat meminta pertimbangan Tim Ahli guna menunjang tugas dan efektifitas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

(4) Masyarakat ikut berperan serta dalam pengawasan Pelestarian Cagar Budaya.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemberdayaan dan pengawasan diatur dalam Peraturan Bupati.

BAB XII PENDANAAN

Pasal 91

(1) Pendanaan Pelestarian Cagar Budaya menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat.

(2) Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari:

a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah;

c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

d. hasil pemanfaatan Cagar Budaya; dan/atau

e. sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Pemerintah Daerah mengalokasikan anggaran untuk Perlindungan, Pengembangan, Pemanfaatan, dan Kompensasi Cagar Budaya dengan memperhatikan prinsip proporsional.

(4) Pemerintah Daerah menyediakan dana cadangan untuk penyelamatan Cagar Budaya dalam keadaan darurat dan penemuan yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya.

(5) Pengelolaan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pengelolaan keuangan daerah.

BAB XIII PENYIDIKAN

Pasal 92

(1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Pelestarian Cagar Budaya diberi wewenang untuk melaksanakan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah ini sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:

a. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana Cagar Budaya;

b. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian perkara;

c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;

d. melakukan penggeledahan dan penyitaan;

e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan terhadap barang bukti tindak pidana Cagar Budaya;

f. mengambil sidik jari dan memotret seorang;

g. memanggil dan memeriksa tersangka dan/atau saksi;

h. mendatangkan…..

(28)

h. mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;

i. membuat dan menandatangi berita acara; dan

j. mengadakan penghentian penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti tentang adanya tindak pidana di bidang Cagar Budaya.

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

BAB XIV

KETENTUAN PIDANA Pasal 93

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), Pasal 13 ayat (1), Pasal 21 ayat (4), Pasal 49, Pasal 58, Pasal 68 ayat (1), dan/atau Pasal 79 diancam dengan pidana sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

(2) Setiap orang yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1), Pasal 23 ayat (1) ayat (4) dan ayat (5), Pasal 29 ayat (1), Pasal 53 ayat (3), Pasal 55 ayat (2), Pasal 62 ayat (1), Pasal 65 ayat (5), Pasal 73, Pasal 75 ayat (1), diancam dengan pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

BAB XV

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 94

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka semua ketentuan yang menyangkut Cagar Budaya di Daerah tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum ditetapkan yang baru sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.

BAB XVI

KETENTUAN PENUTUP Pasal 95

Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini, harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak diundangkan Peraturan Daerah ini

Pasal 96

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Boyolali.

Ditetapkan di Boyolali

pada tanggal 30 Agustus 2018 BUPATI BOYOLALI,

SENO SAMODRO

(29)

Diundangkan di Boyolali

pada tanggal 03 September 2018 Pj. SEKRETARIS DAERAH

KABUPATEN BOYOLALI, Asisten Administrasi Umum

SUGIYANTO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2018 NOMOR ...

Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA KABUPATEN BOYOLALI

AGNES SRI SUKARTININGSIH Pembina

NIP. 19671102 199403 2 009

NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH:

(14/2018)

(30)

-1- ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2018

TENTANG

PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA

I. UMUM

Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa “negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya” sehingga kebudayaan Indonesia perlu dihayati oleh seluruh warga negara.

Cagar Budaya di Kabupaten Boyolali merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga perlu dilestarikan dalam rangka memajukan kebudayaan daerah untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. Namun seiring dengan perkembangan pembangunan Kabupaten Boyolali saat ini mengalami peningkatan dan perubahan yang pesat, sehingga dapat berpengaruh terhadap kelestarian Cagar Budaya.

Pelestarian Cagar Budaya di Daerah merupakan upaya untuk mempertahankan warisan budaya bangsa guna memperkuat identitas budaya nasional. Hal ini merupakan realisasi amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Di samping itu berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah Kabupaten Boyolali memiliki kewenangan di bidang pelestarian Cagar Budaya.

Kebijakan Pelestarian tidak hanya dipahami dalam arti sempit yaitu sebagai upaya perlindungan, tetapi juga bentuk upaya pengembangan dan pemanfaatan.

Pengaturan mengenai pelestarian Cagar Budaya penting untuk dilakukan untuk menjaga warisan budaya masa lalu, untuk dapat dinikmati masa kini dan di masa yang akan datang.

Upaya pelestarian menjadi tanggung jawab bersama Pemerintah dan Pemerintah Daerah dengan dukungan setiap orang dan masyarakat, serta Dunia Usaha sesuai dengan peran masing-masing. Peraturan Daerah ini merupakan dasar kebijakan pengaturan di bidang Pelestarian dan Pengelolaan nCagar Budaya di Daerah Kabupaten Boyolali.

(31)

-2- Pasal 1

Cukup Jelas.

Pasal 2 Huruf a

Yang dimaksud dengan “asas Pancasila” adalah Pelestarian Cagar Budaya dilaksanakan berdasarkan nilai-nilai Pancasila.

Huruf b

Yang dimaksud dengan asas “Bhinneka Tunggal Ika” adalah Pelestarian Cagar Budaya senantiasa memperhatikan keberagaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya dalam rangka memperkuat kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “asas kenusantaraan” adalah bahwa setiap upaya Pelestarian Cagar Budaya harus memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Negara Indonesia.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah Pelestarian Cagar Budaya mencerminkan rasa keadilan dan kesetaraan secara proporsional bagi setiap warga Kabupaten Boyolali.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “asas ketertiban dan kepastian hukum” adalah bahwa setiap pengelolaan Pelestarian Cagar Budaya harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.

Huruf f

Yang dimaksud dengan “asas kemanfaatan” adalah Pelestarian Cagar Budaya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan kesejahteraan rakyat dalam aspek agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, dan pariwisata.

Huruf g

Yang dimaksud dengan “asas keberlanjutan” adalah upaya Pelestarian Cagar Budaya yang dilakukan secara terus-menerus dengan memperhatikan keseimbangan aspek ekologis.

Huruf h

Yang dimaksud dengan “asas partisipasi” adalah setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam Pelestarian Cagar Budaya.

Huruf i

Yang dimaksud dengan “asas transparansi dan akuntabilitas” adalah Pelestarian Cagar Budaya dipertanggungjawabkan kepada masyarakat secara transparan dan terbuka dengan memberikan informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif.

Pasal 3

Huruf a

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil dari penelitian Skripsi ini, diharapkan dengan adanya Sistem Informasi Penjualan yang diranncang dapat membantu Lung Ma Motor dalam melakukan

Data hasil pengamatan dianaliss dengan analisis keragaman pada taraf nyata 5%, apabila terdapat beda nyata antar perlakuan maka dilakukan uji lanjut dengan Uji

(2) Cagar Budaya atau benda, bangunan, struktur, lokasi, atau satuan ruang geografis yang diduga sebagai Cagar Budaya yang disita sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) Setiap orang atau badan dapat memiliki dan/atau menguasai Benda Cagar Budaya Daerah, Bangunan Cagar Budaya Daerah, Struktur Cagar Budaya Daerah, dan/atau Situs

(1) Setiap orang yang berada dalam wilayah daerah dapat memiliki dan/atau menguasai benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya dan atau

Berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, upaya Pelestarian Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya dan Bukan

Yang dimaksud dengan “telah memenuhi kebutuhan negara” adalah apabila negara sudah memiliki Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya yang

Yang dimaksud dengan “telah memenuhi kebutuhan negara” adalah apabila negara sudah memiliki Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya