• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN HASIL USAHATANI SAYURAN MELALUI PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENINGKATAN HASIL USAHATANI SAYURAN MELALUI PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 PENINGKATAN HASIL USAHATANI SAYURAN MELALUI PENGENDALIAN

HAMA TERPADU (PHT) Oleh

Euis Dasipah

Dosen Kopertis Wilayah IV Dpk Universitas Winaya Mukti Bandung

Abstract

Disadvantage because an attack of plant disturbance organism will infulencing farmer’s effort. As a macro impact, the sresult will influence food sustainability in regional, even national. The organism attack the plant when planting and harvesting in the storage. To handling the attack we can use guidance pest control for basic concept. The concept is a strategic foundation for field operational steps. This concept has been agreed to solving any problems with safe and efficient.

Keywords: Increasing Farming Return

PENDAHULUAN Latar Belakang

Untuk menciptakan budidayata tanaman sehat, maka pendekatan perlindungan tanaman tidak dapat dilaksanakan hanya dengan mengandalkan satu tindakan saja, akan tetapi memerlukan kombinasi tindakan yang menyesuaikan dengan jenis tanaman, umur tanaman, iklim dan kondisi wilayah. Perlindungan tanaman dalam sistem pertanian merupakan komponen yang cukup menentukan keberhasilan dalam usahatani.

Sayuran daun maupun buah banyak digemari masyarakat luas, selain penghasil bahan pangan bergizi tinggi juga berfungsi subagai tanaman penambah unsur nitrogen bebas (N2) dari

udara, melalui akar-akarnya bersimbiose dengan bakteri Rhizobium sp. (tanaman kacang panjang) membentuk bintil-bintil akar, sehingga merupakan penghasil Nitrogen alami (Rukmana, 1995).

Upaya peningkatan produksi dan mutu hasil tanaman sayuran yang berkualitas sering menghadapi berbagai kendala. Salah satu kendala tersebut adalah organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dapat mencapai 46-100 persen ( Elvinardewi, 2000). Dalam menanggulangi OPT pada umumnya petani menggunakan pestisida, karena pestisida merupakan satu-satunya cara yang paling dan dianggap sebagai jaminan untuk mempertahankan hasil panennya, sehingga penggunaanya cenderung berlebihan (Setiawati, 2003).

Penggunaan pestisida kimia oleh petani dalam menanggulangi OPT masih tetap merupakan andalan utama akan tetapi hasilnya masih belum memuaskan. Apabila

(2)

2 penggunaannya tidak bijaksana dapat menimbulkan dampak yang kurang baik terhadap produsen, konsumen maupun lingkungan.

Penggunaan pestisida sintetik yang berlebihan berdampak negatif terhadap produsen, konsumen maupun lingkingan dan juga menyebabkan biaya produksi menjadi tinggi. Budidaya tanaman yang sehat dapat diciptakan melalui pendekatan perlindungan tanaman, tidak dapat dilaksanakan hanya dengan mengandalkan satu tindakan saja, akan tetapi memerlukan kombinasi tindakan yang menyesuaikan dengan jenis tanaman, umur umur tanaman, iklim dan kondisi wilayah. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk menurunkan biaya produksi dan menekan serendah mungkin kandungan residu pestisida adalah dengan cara menerapkan sistem pengendalain hama terpadu (PHT).

Perlindungan tanaman dalam sistem pertanian merupakan komponen yang cukup menentukan keberhasilan dalam usahatani. Undang-undang No.12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, mengharuskan perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Penerapan PHT dilaksanakan dengan pendekatan ekonomi, ekologi, dan lingkungan.

Menurut Hastuti (2004), sasaran penerapan teknologi PHT adalah (1) produktivitas tetap tinggi, (2) pendapatan petani meningkat, (3) populasi OPT atau kerusakan yang ditimbulkan secara ekonomis tidak merugikan dan (4) kulaitas dan keseimbangan agroekosistem terjamin dalam upaya mewujudkan pembangunnan pertanian berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Sasaran tersebut dapat dicapai dengan jalan menerapkan empat taktik PHT, yaitu (1) menerapkan budidaya tanaman sehat, (2) pemanfaatan musuh alami, (3) penggunaan teknik pengendalian hama non kimia dan (4) penggunaan pestisida secara selektif. Dengan demikian bila petani menerapkan konsepsi PHT tersebut pada budidaya kacang panjang, diharapkan produktivitas tetap tinggi dengan biaya poduksi rendah, sehingga keuntungan yang didapat meningkat. Selain itu diperoleh kacang panjang yang aman bagi konsumen, karena penggunaan pestisida sintetis dapat ditekan.

Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui apakah secara teknis dapat diterapkan oleh petani, apakah secara ekonomis menguntungkan dan apakah teknologi yang diterapkan ramah lingkungan.

(3)

3 Dari kegiatan ini diharapkan dapat diperoleh informasi mengenai komponen teknologi PHT pada budidaya tanaman sayuran yang dapat diterima dan diterapkan oleh petani kacang panjang khususnya dan petani sayuran pada umumnya.

PEMBAHASAN

Pengendalian Hama Secara Konvensional

Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu merupakan metode penyuluhan atau bimbingan melalui pola pendekatan kelompok dan proses belajar lebih menitik-beratkan pada diskusi, adalah kegiatan manusia yang alamiah, menyenangkan, karena peserta berpikir bersama dan mengungkapkan isi hati dalam menyelesaikan permasalahan. Kegiatan SL-PHT dibimbing oleh petugas OPT sebagai Pemandu Lapang (PL) dan dibantu oleh Penyuluh Pertanian Lapang (PPL), dilaksanakan selama satu musim tanam dengan frekuensi pertemuan satu minggu sekali. Kegiatan SL-PHT bertujuan untuk melatih petani menjadi ahli PHT di lahan usahataninya dengan menerapkan prinsip-prinsip dasar PHT.

Berdasarkan hasil pemantauan diketahui bahwa penggunaan pestisida sintetik oleh petani sayuran di DKI Jakarta sebanyak 2-3 kali setiap minggunya (Satgas BPTPH IV DKI Jakarta, 1999). Penggunaan pestisida yang berlebihan menyebabkan residu yang membahayakan baik bagi produsen, konsumen maupun terhadap lingkungan dan juga menyebabkan hilangnya kesempatan bagi petani untuk mendapatkan imbalan secara ekonomi yang menguntungkan.

Keuntungan usahatani pada tanaman kacang panjang dapat ditingkatkan lagi apabila petani mampu mengefisienkan input produksinya. Salah satu cara untuk menanggulangi hal tersebut adalah dengan cara menerapkan teknologi pengendalain hama terpadu (PHT) pada budidaya tanaman sayuran.

Pengendalian Hama Terpadu

Pengendalian hama terpadu (PHT) adalah upaya pengendalian populasi atau tingkat serangan OPT dengan menggunakan satu atau lebih dari berbagai teknik pengendalian yang dikembangkan dalam satu kesatuan untuk mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis dan kerusakan lingkungan hidup (Hikmat, dkk., 2001).

Pengendalian hama terpadu merupakan konsepsi pengendalian OPT yang akrab lingkungan dan berusaha untuk mendorong lebih berperannya pengendalian alami, khususnya pengendalian OPT yang dilakukan oleh berbagai musuh alami. Musuh alami yang terdiri dari parasitoid dan predator merupakan pengendali alami utama hama yang bekerja secara “density

(4)

4 dependent” sehingga tidak dapat dilepaskan dari kehidupan dan perkembangbiakan hama (Setiawati, 2003).

Menurut Elvinardewi (2000), pada prinsipnya persyaratan tindakan pengendalian OPT harus memenuhi aspek ekologi, ekonomis, sosial dan teknis. Aspek teknis yang dimaksud adalah (a) memadukan cara-cara pengendalian yang serasi, selaras dan seimbang; (b) dapat menekan populasi OPT dan atau tingkat serangan OPT sampai batas tidak merugikan secara ekonomis; (c) mengutamakan cara pengendalian, budidaya, fisik, mekanik, biologi dan genetik; (d) memanfaatkan semaksimal mungkin faktor pengendali alami; (e) menggunakan pestisida apabila diperlukan, dan dilakukan secara tepat guna dengan mengusahakan sekecil mungkin dampak negatif bagi manusia dan lingkungan.

Dalam melaksanakan sistem PHT mempunyai empat prinsip penting yaitu : (1) budidaya tanaman sehat; (2) pengamatan ekosistem secara teratur; (3) pelestarian musuh alami dan (4) petani sebagai akhli PHT. Sedangkan sasarannya adalah (1) produktivitas pertanian mantap dan tinggi; (2) penghasilan dan kesejahteraan petani meningkat; (3) populasi OPT dan kerusakan tanaman karena serangannya tetap berada pada batas yang secara ekonomis tidak merugikan dan (4) pengurangan risiko pencemaran akibat penggunaan pestisida sintetik (Anonymous, 1997).

Beberapa teknik pengendalian di dalam sistem PHT menurut Elvinardewi (2000), meliputi :

1. Pengelolaan ekosistem melalui bercocok tanam yang bertujuan membuat lingkungan tanaman menjadi kurang sesuai bagi kehidupan OPT (penanaman kultivar tahan, pergiliran tanaman dan varietas, sanitasi, pengaturan saat tanam, penanaman tanaman perangkap, penolak, pengaturan jarak tanam, penanaman tumpang sari, pengelolaan tanah dan air, pemupukan berimbang sesuai dengan kebutuhan setempat).

2. Pemanfaatan proses pengendalian hayati (musuh-musuh alami) seperti predator, parasitoid, dan patogen serangga (jamur, bakteri, virus, nematoda).

3. Pengendalian fisik dan mekanis. 4. Penggunaan pestisida secara selektif. Strategi PHT

Strategi PHT pada dasarnya merupakan upaya untuk mengkombinasikan berbagai taktik pengendalian OPT dalam satu kesatuan program. Program penerapan PHT dimulai dari sejak awal/sebelum pelaksanaan budidaya, yang dapat disebut sebagai ”perencanaan ekosistem”,

(5)

5 sampai dengan selesai panen. Perencanaan ekosistem dimaksudkan untuk mendesain bentuk ekosistem pertanian (dalam arti sempit) yang kurang menguntungkan bagi perkembangan OPT tetapi menguntungkan bagi manusia sebagai pengusaha tani. Dalam sistem Bimas yang dikembangkan penerapan PHT harus diintegrasikan dengan RDK dan RDKK yang disusun petani.

Berbagai taktik pengendalian OPT yang dapat dirangkum dalam satu kesatuan program adalah sebagai berikut :

a. Pola Tanam

Pola tanam dimaksudkan agar terjadi selang keberadaan tanaman di lapangan , sehingga perkembangan populasi OPT terputus/terhambat pada saat kondisi lingkungan tidak menguntungkan. Dalam hal ini dapat dilakukan dengan penanaman serentak dalam areal luas, pergiliran tanaman dengan tanaman yang berbeda (dalam hubungannya dengan OPT-inang), dan pergiliran varietas yang berbeda tetua gen ketahanan terhadap OPT, serta penetapan waktu tanam yang diharapkan mampu menghindari kesinkronan antara fase tumbuh tanaman yang kritis/rentan dengan keberadaan populasi OPT.

b. Pengendalian Secara Agronomis/Bercocok Tanam

Pada prinsipnya, berbagai tindakan budidaya dapat mengatasi perkembangan populasi/serangan OPT. Tindakan-tindakan tersebut antara lain cara pengolahan tanah, pengaturan irigasi, pemupukkan, pemeliharaan dan lain-lain. Cara-cara ini pada dasarnya merupakan tindakan budidaya tanaman sehat.

c. Penanaman Varietas Tahan

Terhadap OPT tertentu dapat dilakukan penanaman varietas yang mempunyai ketahanan terhadap OPT tersebut. Pemilihan varietas yang ditanam tersebut disesuaikan dengan OPT utama yang ada. Perlu diketahui bahwa dengan menanam suatu varietas tahan tertentu bukan merupakan jaminan terhadap kemungkinan gangguan OPT. Perencanaan tanam varietas lahan terhadap OPT tertentu akan sekaligus perencanaan antisipasi OPT lainnya. d. Pengamatan

Pengamatan perkembangan OPT dilakukan untuk mendeteksi dan menganalisis setiap perkembangan populasi OPT, dan sekaligus pengambilan keputusan, sehingga apabila diperlukan tindakan dapat dilakukan secara tepat waktu.

(6)

6 Berbagai jenis OPT dapat dilakukan pengendalian secara mekanis dengan memanfaatkan berbagai sarana dan peralatan yang ada, antara lain pemagaran plastik (penghalang), pengumpulan dan mematikan secara langsung, pemakaian perangkap dan lain-lain.

f. Pengendalian Hayati

Pengendalian hayati dapat dilakukan dengan pemanfaatan secara langsung agens hayati yang sesuai dan telah terbukti efektif atau dengan berbagai praktek budidaya yang secara tidak langsung memberikan kesempatan agens hayati yang ada berfungsi dengan baik g. Pengendalian Kimiawi

Sesuai dengan prinsip PHT, pengendalian kimiawi digunakan apabila berbagai manipulasi unsur-unsur lingkungan dan atau penerapan cara-cara pengendalian yang lain tidak mampu menekan perkembangan OPT. Pada prinsipnya, penggunaan pestisida merupakan alternatif yang terakhir.

Pelaksanaan Oleh Masyarakat (Petani)

Penerapan PHT tetap didasarkan pada kondisi ekosistem yang ada. Untuk itu, petani harus mampu memahami kondisi lingkungan. Pengamatan secara rutin dan analisis agroekosistem merupakan upaya untuk memahami kondisi ekosistem.

Dalam menerapkan PHT, perlu dipertimbangkan pula status OPT yang ada di suatu wilayah, OPT dapat dibedakan sebagai OPT utama (key pest), OPT potensial (potential pest), dan OPT yang sewaktu-waktu menimbulkan kerugian (occasional pest).

Terhadap OPT utama, yang hampir selalu menimbulkan kerugian, perlu mendapatkan perhatian yang lebih besar untuk dasar menyusun strategi penerapan PHT. Namun hal tersebut tidak boleh mengabaikan adanya kelompok potential pest maupun occasional pest. Apabila terjadi kesalahan strategi karena dimungkinkan terjadinya pergeseran status kelompok OPT tadi, yaitu key pest dapat terkendali tetapi sekaligus potential pest atau occasional pest beralih status menjadi key pest yang baru. Oleh karena itu, pengelolaan agroekosistem agar tidak terjadi pergeseran status OPT harus dipahami oleh petani. Dalam kaitannya dengan tindakan tambahan pengendalian OPT secara buatan (bukan atas hasil kerja pengendalian alamiah), harus diperhitungkan ambang ekonomi.

Tindakan pengendalian yang sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat merupakan teknologi hasil pengembangan masyarakat sendiri sebagai hasil interaksinya dengan lingkungan.

(7)

7 Teknologi ini biasanya sangat khas dengan suatu lingkungan tertentu dan oleh karenanya bersifat spesifik lokasi.

Keputusan pengendalian OPT diupayakan dilakukan oleh petani sendiri. Untuk dapat menetapkan keputusan pengendalian OPT secara tepat, perlu dilandasi oleh keberadaan populasi OPT, sehingga diperlukan pengamatan secara tepat dan benar.

Hasil Studi Pelaksanaan SL-PHT

Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu merupakan metode penyuluhan atau bimbingan melalui pola pendekatan kelompok dan proses belajar lebih menitik-beratkan pada diskusi, adalah kegiatan manusia yang alamiah, menyenangkan, karena peserta berpikir bersama dan mengungkapkan isi hati dalam menyelesaikan permasalahan. Kegiatan SL-PHT dibimbing oleh petugas OPT sebagai Pemandu Lapang (PL) dan dibantu oleh Penyuluh Pertanian Lapang (PPL), dilaksanakan selama satu musim tanam dengan frekuensi pertemuan satu minggu sekali. Kegiatan SL-PHT bertujuan untuk melatih petani menjadi ahli PHT di lahan usahataninya dengan menerapkan prinsip-prinsip dasar PHT.

Beberapa hasil studi pelaksanaan SL-PHT (Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu) pada tanaman sayuran menunjukkan hasil yang sangat positif, karena memberikan nilai tambah baik untuk produsen dan aman bagi konsumen serta ramah lingkungan.

Berdasarkan hasil kegiatan SL-PHT (Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu) pada tanaman sayur buah (terong) yang dilaksanakan oleh BPT DKI Jakartan pada tahun 2001, dapat meningkatkan hasil panen 4,90 % dibanding dengan perlakuan petani (secara konvensional), begitu pula dengan penggunaan pestisida pada petak konvensional mencapai 10 – 17 kali, sedangkan pada petak PHT tidak menggunakan pestisida.

Menurut Budiyanto dkk (1994), penerapan PHT pada kacang panjang di Jalur Pantura Jawa Barat secara ekonomis lebih menguntungkan, karena dapat menekan penggunaan pestisida lebih dari 50 persen, begitu pula menurut Meidiantie dkk. (2000), berdasarkan hasil pengkajian Penerapan Teknologi Pengendalian Hama Terpadu pada budidaya tanaman kacang panjang yang dilakukan dibeberapa wilayah DKI Jakarta, bahwa komponen teknologi PHT pada tanaman kacang panjang secara teknis dapat diterapkan, secara sosial dapat diterima, secara ekonomi lebih menguntungkan dan secara ekologi lebih ramah terhadap lingkungan. Peningkatan hasil panen mencapai 5,81 % dan penghasilan petani meningkat 1.744,54 %.

(8)

8 Untuk melihat kelayakan teknologi PHT secara ekonomi, perlu dilakukan analisis ekonomi sederhana.

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh Meidiantie dkk (2000), usahatani kacang panjang seluas 750 m2 seperti pada tabel berikut ini :

Tabel Analisis Ekonomi sederhana per petak percobaan (750 m2) pada perlakuan PHT dan Konvensional. Petak Perlakuan Harga Jual rata-rata (Rp/Kg) Nilai Penjualan (RP) Biaya Produksi (Rp) Keuntungan (Rp) B/C Ratio PHT 2.858,75 1.392.656,25 952.966,25 439.690,00 1,58 Konvensional 2.858,75 1.100.950,00 1.077.112,50 23.837,50 0,99 Perbedaan (%) - +26.50 -1.744,53 +1.744,533 +59,60

Dari tabel tersebut di atas terlihat bahwa harga jual rata-rata pada perlakuan PHT maupun konvensional harga jual rata-rata sama tidak ada perbedaan, hal ini disebabkan konsumen tidak melihat perlakuannya. Nilai penjualan perlakuan PHT lebih tinggi karena berat dan hasilnya lebih banyak, dan tanamannya lebih segar serta sehat, tidak banyak mengandung pestisida yang berlebihan yang dapat merugikan bagi produsen konsumen maupun lingkungan. Biaya produksi untuk perlakuan PHT lebih sedikit, hal ini disebabkan tidak terlalu banyak menggunakan pestisida yang harganya mahal dan berlebihan. Sedangkan keuntungan perlakuan PHT lebih banyak, hal ini disebabkan biaya produksinya lebih sedikit.

Kesimpulan

1. Penggunaan pupuk dan pestisida sintetik mempunyai dampak yang negatif, hal ini dikarenakan dapat menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan, adanya residu pestisida pada hasil tanaman yang dapat membahayakan baik bagi konsumen maupun produsen.

2. Sistem Pengendalian Hama Terpadu merupakan sistem pengendalian atau upaya pengendalian populasi atau tingkat serangan OPT dengan menggunakan satu atau lebih dari berbagai teknik pengendalian yang dikembangkan dalam satu kesatuan untuk mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis dan kerusakan lingkungan hidup.

(9)

9 3. Penerapan Teknologi Pengendalian Hama Terpadu pada budidaya tanaman kacang panjang yang dilakukan di beberapa wilayah DKI Jakarta, bahwa komponen teknologi PHT pada tanaman kacang panjang secara teknis dapat diterapkan, secara sosial dapat diterima, secara ekonomi lebih menguntungkan dan secara ekologi lebih ramah terhadap lingkungan.

Daftar Pustaka

Anonim. 1997. Pedoman Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Padi dan Palawija. Bagian Proyek Pengembangan Perlindungan tanaman Pangan dan Hortikultura. Direktorat Bina Perlindungan Tanaman, Jakarta.

---, 1999. Laporan Tahunan Balai Proteksi Tanaman. Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta.

---,2001. Laporan Kegiatan SL-PHT pada Tanaman Terong di Jakarta Barat. Balai Proteksi Tanaman. Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta.

Elvinardewi, Ellen, dkk. 2000. Pedoman Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Hortikultura. Direktorat Jenderal Produksi Hortikultura dan Aneka Tanaman. Direktur Perlindungan Tanaman, Jakarta.

Hikmat, Atje, dkk. 2001. Pedoman Teknik Operasional PHT Pada Sayuran Dataran Tinggi dan Dataran Rendah (Budidaya Bawang Merah Aman Konsumsi). Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. Direktur Perlindungan Hortikultura. Jakarta. ---, 2002. Pedoman Sistem Pengelolaan Tanaman Terpadu Menuju Budidaya

Tanaman Sehat. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. Direktur Perlindungan Hortikultura Jakarta.

Hastuti, Bayu Sari. 2004. Kebijakan di Bidang Perlindungan Tanaman. Disampaikan Dalam Kampanye Pengendalian OPT Ramah Lingkungan. Balai Proteksi Tanaman Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta 12 Agustus 2004.

Meidiantie, dkk. 2000. Laporan Kegiatan SL-PHT Pada Tanaman Kacang Panjang di Jakarta Barat. Balai Proteksi Tanaman. Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta.

Rukmana, Rahmat. 1995. Bertanam Kacang Panjang. Penerbit Kanisius.

Setiawati, Wiwin. 2003. Pemanfaatan dan Pelestarian Musuh Alami dalam Kerangka Pengelolaan Tanaman Sayuran Secara Terpadu. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang 40391. Makalah Disampaikan pada Kegiatan Pemasyarakatan Pengembangan Penerapan Agens Hayati dan Biopestisida pada Tanaman Sayuran, Cianjur 7 Oktober 2003.

(10)

Gambar

Tabel  Analisis  Ekonomi  sederhana  per  petak  percobaan  (750  m 2 )  pada                  perlakuan  PHT dan Konvensional

Referensi

Dokumen terkait

2.1 arsen terlarut arsen dalam air yang dapat lolos melalui saringan membran berpori 0,45 μm 2.2 arsen total banyaknya arsen yang terlarut dan tersuspensi dalam air 2.3 kurva

Melihat penjelasan di atas menarik untuk dikaji bagi peneliti ketika sumber belajar dikaitkan dengan hasil belajar afektif siswa, untuk itu peniliti ingin melakukan

satu beban truk rencana pada jumlah siklus pembebanan yang dianggap jumlah siklus pembebanan yang dianggap dapat terjadi selama umur rencana jembatan. dapat terjadi selama umur

Dalam variabel kualitas produk yang memiliki persentase terbesar adalah masyarakat Kota Padang merasa produk simPATI mudah dalam penggunaanya yaitu sebesar 88,8%

Dengan telah ditetapkannya ide besar tentang yayasan sebagai lembaga wakaf, lembaga pendidikan yang akan dibuka adalah sekolah berasrama ( boarding school ) selama enam

Berdasarkan hasil analisis disimpulkan hal-hal sebagai berikut: (1) pelapisan silika secara in-situ dalam sintesis magnetite secara elektrokimia mampu menstabilkan partikel

$QDOLVLV NHOD\DNDQ ILQDQVLDO SHQJHPEDQJDQ XVDKD SDGL \DQJ EHULQWHJUDVL GHQJDQ VDSL SRWRQJ OD\DN XQWXN GLXVDKDNDQ GHQJDQ DGDQ\D ULVLNR SURGXNVL GDQ KDUJD RXWSXW SDGD SDGL GL

Suatu hal yang juga penting untuk dicatat adalah intoleransi yang sangat terlokalisir: Jawa Barat secara rutin muncul dalam penelitian sebagai salah satu daerah yang