• Tidak ada hasil yang ditemukan

COD, Morofil-a serta plankton yang ada di dalam perairan tersebut.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "COD, Morofil-a serta plankton yang ada di dalam perairan tersebut."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

2.1. Perairan Waduk

Strakraba & Tundisi (1999) yang menyatakan bahwa waduk dibuat dan diciptakan oleh manusia untuk tujuan tertentu. Waduk telah memberikan keuntungan dan kontribusi yang sangat besar untuk manusia karena bisa dimanfbtkan untuk pembangkit tenaga listrik, irigasi, ekoturime, pertanian irigasi clan air minum. Namun peruntukan yang paling banyak adalah sebagai sumber pembangkit tenaga listrik

Kondisi lingkungan waduk sangat dipengamhi oleh 2 faktor. Faktor pertama adalah faktor dari alam,yaitu semakin lama umur waduk akan mengalami pendangkalan pendangkalan tentunya akan berpengaruh terhadap volume air, kandungan oksigen, plankton-plankton, yang pada akhimya berpengaruh terhadap hasil budi dzya ikan di KJA. Hal ini dapat dilihat dari semakin menurunnya persentase hasil panen, dan dalam kondisi yang tidak menunjang seperti banyaknya serangan hama dan penyakit, Faktor kedua adala faktor manusia juga mendapat peran yang sangat penting dalam memburuknya kondisi lingkungan waduk. Penumpukan limbah yang makin hari makin bertambah banyak baik itu limbah yang diakibatkan dari sisa-sisa KJA,dan banyaknya

drum-drum

bekas yang tenggelam dll, yang pada akhimya akan mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan. Ditambah lagi limbah yang diakibatkan proses budi daya seperti pakan yang tidak termakan yang tenggelam ke dasar waduk, kotoran yang dihasilkan oleh ikan, bahkan di musim serangan penyakit, banyak bangkai ikan yang dibuang di waduk, yang tentunya selain mencemari lingkungan juga sangat tidak baik untuk kesehatan.

Waduk Cirata m e ~ p a k a n salah s a t - sentra budidaya ikan, meskipun kegiatan ini bukan merupakan fungsi utama waduk namun keberadaannya berperan penting dalam kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat terutama bagi mereka yang tinggal di sekitar waduk. Kegiatan ini diantxanya berperan dalam penyediaan lapangan ke cia dan penyediaan ikan konsumsi. Ikan mas dan ikan nila m e ~ p a k a n jenis ikan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat disekitar waduk dan pemenuhan kebutuhan ke dua jenis tersebut sebagian besar dipenuhi dari budidaya ikan di waduk

2.2. Kualitas Perairan

Kualitas lingkungan perairan akan m e m p e n g a d kehidupan komunitas yang hidup dalam ekosintem perairan tersebut. Seperti waduk-waduk lain, sejak menjadi

(2)

genangan yang relatif permanen maka waduk Cirata merupakan badan air besar yang mempunyai karakteristik ekositem peraim umum yang memiliki berbagai potensi dibidang sosial-ekonomi, sumber air minum (MCK), tempat budidaya ikan, tempat rekreasi dan sarana perhubungan. Secara umum sebagian besar dari berbagai potensi tersebut daya gunanya sangat terganmg pada kualitas badan air waduk, dimana jika kualitas air mendmemburuk/terpolusi maka potensi-potensi tersebut akan hilang dengan sendirinya. Berkenaan dengan ha1 tersebut maka mempertahankan kualitas air waduk pada kisaran kondisi yang mmpu mendukung berbagai kegia4m sangat diperlukan. Ini berarti bahwa segala bentuk proses perubahan kearah pemburukan/penurunan kualitas badan air waduk Cirata harus dihindarkan. Proses pemburukadpenurunan kualitas air inilah yang biasa dikenal sebagai pencemaran air.

Parameter kualitas air yang berpengaruh terhadap kehidupan biota air jumlahnya cukup banyak namun parameter yang pengaruhnya lebih besar antara lain intensitas cahaya yang masuk kedalam perairan, kedalaman perairan, kecerahan, suhu air, wama air, p K kandungan oksigen terlarut, kandungan fosfat total, total nitrogen,

COD, Morofil-a serta plankton yang ada di dalam perairan tersebut.

2.3. Faktor Fisika Perairan 2.3.1. Suhu

Suhu perairan mempakan salah satu parameter yang mengatur baik proses fisika maupun proses kimia yang terjadi di dalam suatu perairan. Suhu perairan akan mempengaruhi kelarutan oksigen, komposisi substrat, kekeruhan maupun kecepatan reaksi kimia di dalam air. Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air (Haslam, 1995). Menurut Effendi (2003) Peningkatan suhu menyebabkan peningkatan metabolisme dan respirasi organisme air, dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan suhu juga menyebabkan tejadinya peningkatan dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Suhu dapat menyebabkan stratifikasi pada danaulwaduk. Lapisannya di bedakan antara lain; epilimtzion adalah lapisan bagian atas yang lebih hangat, hypolimnion adalah lapisan bagian bawah yang lebih dingin, dan rnetalimnion dengan thermoklin di antara kedua lapisan tersebut (Goldman & Home, 1983). Therrnoklin adalah lapisan air yang berada diantara lapisan pemukaan yang lebih hangat (epilimnion) dan lapisan dasar yang lebih dingin (Jzipolimnion) (Hehanusa & Haryani, 2001). Menunit Effendi (2003) menyatakan, pada lapisan thermoklin terjadi penurunan suhu secara tajam.

(3)

Dalam ha1 ini intensitas cahaya yang masuk dalam suatu perairan akan menentukan derajat panas perairan, yakni semakin banyak sinar matahari yang masuk kedalam suatu perairan, semakin tinggi suhu aimya Namun semakin bertambahnya kedalaman, akan menurunkan suhu perairan (Welch, 1980). -

2.3.2. Kekeruhan

Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yag diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya 1umpu1 dan pasir halus), maupun bahan anorganik dan organik yang bempa plankton dan mikroorganisme lain (APHA, 1989). Kekeruhan pada perairan tergenang (danaulwaduk) lebih banyak disebabkan oleh bahan tersuspensi yang bempa koloid dan partikel-partikel halus.

2.3.3. Kecerahau

Kecerahan perairan menurut (Parson & Takahashi, 1973) Ine~ptXkan suatu kondisi yang menggambarkan suatu kemampuan penetrasi cahaya matahari untuk menembus permukaan air sampai ke dalaman tertentu. Bersamya kecerahan suatu perairan sangat tergantung pada wama air dan kekemhan, dalam hal ini semakin gelap warnanya akan semakin keruh

,

maka kecerahmnya semakin rendah. Kecerahan ditentukan secara visual dengan menggunakan piring secchi dan nilainya dinyatakan dalam satuan meter atau persen. Nilai kecerahan sangat dipengaruhi oleh cuaca, waktu pengukuran, padatan tersuspensi serta ketelitian pengukuranya.

2.4. Faktor kimia perairan 2.4.1. pH

pH mempakan hasil pengukuran aktivitas ion hidrogen dalam perairan yang menunjukkan keseimbangan antara asam dan basa air. Menurut Mackereth et al (1989) pH terkait sangat erat dengan kandungan karbon dioksida dan alkalinitas. Pada pH yang kurang dari 5 alkalinitasnya bisa tidak terdeteksi. Makin tinggi nilai pH semakin tinggi nilai alkalinitas dan makin rendah kandungan karbon dioksida bebasnya. Toksisitas dari senyawa kimia juga dipengamhi oleh pH. Nilai pH normal suatu perairan danau adalah 6-9 (Goldman & Home, 1983). Senyawa amonium yang dapat terionisasi benyak ditemukan pada perairan dengan pH rendah. Amonium

(4)

bersifat tidak toksik (innocuous). Pada suasana alkalis (pH tin=) lebih banyak ditemukan amonia yang tidak terionisasi (unionized) dan bersifat toksik. A m 0 ~ a lebih mudah terserap kedalam tubuh organisme akuatik dibandingkan amonium.

Proporsi dari total amonia nitrogen yang tidak terionisasi (NH3)

akan

meningkat dengan meningkatnya suhu dan pH. Pengaruh dari pH bagi konsentrasi amonia tidak terionisasi sangat tinggi dibandingkan pen& dari suhu (Boyd, 1982). Proses biokimiawi perairan seperti nitrifikasi sangat dipenganh oleh nilai pH. Proses nitrifikasi akan berakhir jika pH bersifat asam. Pada pH 4,5 - 5,5 proses ~trifikasi akan terhambat (Novonty & Olem, 1994 dalam Effendi, 2003). Selanjutnya Effendi (2003) menjelaskan bakteri pada umurnnya tumbuh dengan baik pada pH netral dan alkalis. Oleh karena itu proses dekomposisi bahan organik berlangsung lebih cepat pada kondisi pH netral dan alkalis. Jika dalam suatu perairan terdapat bahan organik yang tinggi, maka hasil dekomposisi bahan organik tersebut diantaranya adalah karbon dioksida. Didalam karbondioksida ini

akan

membentuk asam karbonat (Moss, 1993), keadaan ini juga bisa terjadi jika 1% dari karbon dioksida bereaksi dengan air, sehingga membentuk asam karbonat (Cole, 1988). Pada pembentukan asam karbonattersebut akan dihasilkan ion hidrogen yang mengakibatkan pH perairan menurun.

2.4.2. Dissolved

Oxygen

(DO)

DO atau oksigen terlarut dalam perairan merupakan konsentrasi gas oksigen yang terlarut di dalam air yang berasal dari'.proses fotosintesa oleh fitoplankton atau turnbuhan air lainnya di zone eufotik, serta difusi dari udara (APHA, 1989).0ksigen terlarut merupakan zat yang paling penting dalam sistem kehidupan diperairan, dalam ha1 ini berperan dalam proses metabolisme oleh makro dan mikroorganisme yang memanfaatkan bahan organik yang berasal dari fotosintesis. Selain itu juga mempunyai peranan yang penting dalam pengurain bahan-bahan organik oleh berbagai jenis mikroorganisme yang bersifat aerobik (APHA, 1989), sehingga jika ketersedian oksigen tidak mencukupi akan mengakibatkan lingkungan perairan dan kehidupan dalam perairan menjadi terganggu, selakigus akan m e n d a n kualitas

,,

air. Kadar oksigen terlarut juga berfiuMuasi secara harian (diurnal) dan musiman, tergantung pada pencampuran (miring), dan pergerakan (turbulance) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah (effluent) yang masuk ke badan air Pffendi 2003).

(5)

Peningkatan suhu sebesar 1 "C akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10% (Brown, 1987). Dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan anorganik dapat mengurangi kadar oksigen terlarut hingga mencapai no1 (anaerob). Kelarutan oksigen akan semakin berkurang dengan bertambahnya suhu (Effendi, 2003). Secara vertikal distribusi oksigen akan menurun di perairan seiring dengan bertambahnya kedalaman. Sebaran vertikal dari oksigen terlarut secara m u m berbanding terbalik dengan kandungan COz di air (Reid, 1991). Waduk Cirata adalah waduk yang digolongkan waduk produMif (eutrofik) yang kaya unsur hara dan bahan organik. konsentrasi oksigen semakin menurun dengan bertambahnya kedalaman, bahkan telah habis sebelum mencapai dasar (Goldman dan Home, 1983 dalam Octaviany, 2005). Selanjutnya Effendi (2003) menjelaskan penghilangan oksigen pada bagan dasar perairan lebih banyak disebabkan proses dekomposisi bahan organ& yang membutuhkan oksigen terlarut. Amonia sangat bersifat toksik jika kandungan oksigen terlarut di perairan rendah (Merkens & Downing, 1957 dalam Boyd, 1982).

Kadar oksigen terlarut diperairan yang sama dengan kadar oksigen teoritis disebut kadar oksigen jenuh atau saturasi. Sedangkan kadar oksigen yang lebih kecil dari kadar oksigen secara teoritis disebut tidak jenuh, yang melebihi nilai jenuh disebut super saturasi. Kejenuhan oksigen diperairan dinyatakan dengan presen saturasi(Jeffies & Mills 1996 dalam Effendi 2003). Kandungan oksigen terlarut di danau dapat menentukan daerah trofik. Perairan yang oligotrofik menunjukan variasi yang kecil dari oksigen saturasi, sedangkan perairan yang eutrofik kisaran oksigen saturasinya bisa mencapai 250%. Selain itu bahan organik dari sumber alarni atau dari domestik dan industri merupakan limbah yang dapat menyebabkan tejadinya penurunan kelarutan oksigen di perairan (Golman & Home, 1983)

2.4.3. Chemical Oxygen Demand (COD)

COD menggambarkan jumlah oksigen total yang diperlukan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, dengan oksidator kalium dikromat, baik yang dapat didegradasi secara biologis (biodegradable) maupun yang sulit didegradasi secara biologis (non-biodegradable) menjadi COz dan Hz0 (APHA, 1989). Dengan adanya oksidator kalium dilcromat ini seringkali mengalubatkan kemampuan oksidasi secara biologis, kareik dalarn uji COD bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat teroksidasi, sehingga nilai COD

(6)

lebih tinggi dari BOD. Sebagai contoh serat celulosa yang sukar terurai melalui reaksi biokimia pada uji BOD, baru bias terurai melalui reaksi kirnia

Keberadaan bahan organik yang tinggi dapat berasal dari alam ataupun dari aktivitas rumah tangga, pertanian dan industri. Perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perarian yang tidak tercemar biasanya h a n g dari 20 mglliter, sedangkan pada perairan yang tercemar biasanya dapat leblh dari 200 mgfliter, dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000 mg~liter (UNESCOIWHOmP, 1992 dalam Effendi, 2003).

2.4.4. Total Fosfat

Total P adalah salahsatu nutrien yang penting untuk mengetahui mengenai eutrofikasi. Fosfor sering digunakan sebagai kunci untuk menjelaskan kualitas algae yang ada di danau (NALMS, 1999). Fosfor merupakan unsur esensial bagi pembentukan protein clan metabolisme sel organisme dan fosfor terdapat dalam bentuk senyawa orthofosfat

PO^^.),

rnetafosfat

p3og3-)

d m polifosfat @'30lo5') serat

dalam bentuk organik (Wardoyo, 198 1).

Pada umumnya fosfat yang berada di perairan banyak terdapat dalam bentuk fosfat organik. Sumber utama fosfat anorganik terutama berasal dari penggunaan deterjen, alat pembersih untuk keperluan rumah tangga serta berasal dari 'industri pupuk pertanian. Sedangkan fosfat organik berasal

dari

makanan clan buangan rumah +angga. Semua fosfat mengalami proses pembahan biologis menjadi fosfar organik ynag selanjutnya digunakan oleh tanaman untuk membuat energi. Fosfat sangat berguna untuk pertumbuhan organisme clan merupakan faktor yang menentukan produktivitas badan air.

Fosfat yang terlarut dalam perairan pada keadaan normal biasanya terbentuk orto-fosfat yang ada diperairan dalam jumlah yang rendah. Menurut Sutamihardja (1978) dalam Prihadi (2005) kandungan fosfat terlarut dalam perairan alam umumnya tidak lebih dai 0,l mgiL. Jika dalam suatu perairan terjadi masukkan bahan pencemar dalam jumlah yang tinggi dan mengakibatkan kandungan fosfatnya cukup tinggi dapat mengakibatkan terjadinya proses eutrofikasi atau keadan lewatsubur yang mengakibatkan terjadinya pertumbuhan plankton yang tidak terkendali.

(7)

2.4.5. Total Nitrogen

Total nitrogen adalah penjumlahan dari nitrogen anorganik berupa NO3-N, N02-N, m - N yang bersifat terlarut dan nitrogen organik yang berupa partikulat,

dan

tidak larut dalam air (Mackereth et al, 1989 dalam Effendi, 2003). Nitrogen organik adalah bentuk nitrogen yang terikat pada senyawa organik terutama nitrogen bervalensi tiga, biasanya berupa partikulat yang tidak larut dalam air. Nitrogen organik mencakup protein, polipeptida, asam amino, urea, dan senyawa lainnya (Effendi, 2003). .

Nitrogen yang terdapat di perairan tawar ditemukan dalam berbagai bentuk diantaranya molekul N;! terlarut, asam amino, ammonia

(NH4,

amonium

(NH43,

nitrit (NO;), dan nitrat (NO?). Sumber ritrogen alami berasal

dari

air hujan (presipitasi), fiksasi nitrogen dari air dan sedimen, dan limpasan dari daratan

dan

air tanah (Wetzel, 1983). Goldman & Home (1983) menyatakan bahwa nitrogen dapat berasal dari limbah pertanian, pemukiman, dan limbah industri. Nitrogen di perairan dapat berupa nitrogen anorganik dan organik. Nitrogen anorganik terdiri atas amonia m3),amonium

(NH43,

nitrit (NO;), nitrat (NOi), dan molekul nitrogen (&) dalam bentuk gas. Nitrogen organik berupa protein, asam amino, dan urea. Sumber nitrogen organik di perairan berasal dari proses pembusukan makhluk hldup yang telah mati, karena protein dan polipeptida terdapat pada semua makhluk hidup sedangkan sumber antropogenik (akibat aktivitas manusia) adalah limbah industri dan limpasan dari daerah pertanian, kegiatan perikanan, dan limbah domestik (Effendi, 2003).

Nitrogen ditemukan melimpah dalam bentuk gas di atrnosfer, namun tidak dapat digunakan secara langsung oleh organisme karena memerlukan energi yeng besar untuk memecah ikatan rangkap tiga gas nitrogen. Di perairan nitrogen ditemukan dalam dua bentuk yaitu; nitrogen terlarut (disolved) dan tidak terlarut (particulate) dan keduanya tidak dapat langsung digunakan oleh organisme yang lebih tinggi, melainkan hams ditransfonnasikan terlebih dahulu oleh bakteri dan jamur (Goldman dan Home, 1983). Effendi (2003) menjelaskan Bentuk-bentuk nitrogen tersebut mengalami transformasi sebagai bagian dari siklus nitrogen yaitu:

a. Asimilasi nitrogen anorganik (ammonia dan nitrat) oleh tumbuhan dan mikroorganisme untuk membentuk nitrogen organik, misalnya asam amino dan protein. Proses ini terutama dilakukan oleh bakteri autotrof dan tumbuhan;

(8)

b. Fiksasi gas nitrogen menjadi amonia dan nitrogen organik oleh mikroorganisme. Fiksasi gas nitrogen secara langsung dapat dilakukan oleh beberapa jenis algae Cyanophyta (blue-green algae) dan bakteri;

C. Nitrifikasi, yaitu oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat. Proses oksidasi ini dilakukan oleh bakteri aerob. Nitrifikasi bejalan secara optimum pada pH 8 dan pH < 7 berkurang secara nyata. Bakteri nitrifikasi bersifat mesofilik, menyukai suhu 30°C.

d. Amonifikasi nitrogen organik untuk menghasilkan amonia selama proses dekomposisi bahan organik. Proses ini banyak dilakukan oleh mikroba dan jamur. Autolisis (pecahnya) sel dan ekskresi amonia oleh zooplankton dan ikan juga berperan sebagai pemasok amonia.

e. Denitrifikasi, yaitu reduksi nitrat menjadi nitrit, dinitrogen oksida

(N20),

dan molekul nitrogen m2). Proses reduksi nitrat berjalan optimum pada kondisi anoksik (tak ada oksigen). Proses ini juga melibatkan bakteri dan jamur. Dinitrogen oksida adalah produk utama dari denitrifikasi pada perairan dengan kadar oksigen sangat rendah, sedangkan molekul nitrogen adalah produk utarna dari proses denitrifikai pada perairan dengan kondisi anaerob.

Transformasi nitrogen yang tidak melibatkan faktor biologi adalah volatilisasi, penyerapan, dan pengendapan (sedimentasi). Sumber utama nitrogen antropgenik di kegiatan domestik. Nitrogen hams mengalami fiksasi terlebih dahulu menjadi

NH3,

N&,

dan NO3 baru bisa dimanfaatkan oleh tumbuhan dan hewan. Proses ini akan meningkat pada danau yang telah mengalami eutrofikasi (Goldman, 1983). Fiksasi nitrogen berdasarkan kedalaman mirip dengan proses fotosintesis. Pada intensistas cahaya matahari yang tinggi proses fiksasi akan terhambat pada permukaan, dan menjadi maksimum pada kedalaman tertentu dan menurun drastis secara ekpnensial dengan bertambahnya kedalaman. Fiksasi nitrogen berkorelasi positif dengan konsentrasi bahan organik terlarut yang terdapat pada perairan (Wetzel, 1983).

2.5. Faktor Biologi perairan 2.5.1. Klorofil

-

a

Klorofil adalah molekul komplek yang tersusun dari 4 cicin karbon nitrogen yang mengelilingi satu atom Mg, dan bila Mg tersebut terlepas dari krorofil (matitterdegradasi), rnaka krorofil tersebut disebut phaeophitin atau phaeofigmen. Klorofil a adalah klorofil yang dapat dilalui electron, dalam ha1 ini dengan adanya

(9)

sinar matahari akan mengakibatkan electron berpindah, dan electron ini selanjutnya diubah menjadi energi kimia yang berperan dalam fotosintesis. Klorofil amempunyai kemampuan maksimum dalam menyerap sinar matahari, kemampuan ini paling optimum dalam wilayah sinar merah yang panjang gelombang 680 nm. Berdasarkan konsentrasi klorofil a (Ryding & Rast,1989) mengklasifaikan tingkat kesuburan perairan menjadi 3,' yaitu jika suatu perairan kabungan klorofil a-nya < 8 mg/m3 berarti perairan tersebut termasuk perairan oligotrofik, jika konsentrasinya 8 - 25

mg/m3 dikategorikan pada perairan mesotropik, dan ji'ka mencapai 25

-

27 mg/m3 masuk pada perairan eutrofik.

2.5.2. Plankton

Plankton adalah organisme renik yang bergerak melayang dalam air atau kalaupun mampu berenang, kemampuan berenangnya sangat lemah, pergerakannya selalu dipengamhi oleh gerakan massa air. Pada dasarnya plankton dapat berupa tumbuhan (fitoplankton) dan juga berupa hewan (zooplankton). Komposisi jenis fitoplankton yang m u m dijumpai diperairan tawar berasal dari kelas Bacillarophyceae, Chlorophyceae, Cyanophyceae, Crysophyceae, Cryptophyceae, Dinophyceae, Euglenophyceae, clan Xanthophyceae. Kelas Cyanophyceae dan Crysophyceae merupakan jenis fitoplankton dominan diperairan tawar yang tergenang (Rutter,1965). Kelimpahan fitoplankton dalam suatu peraran sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan yang meliputi fakfor fisika, kimia, dan biologi, yakni suhu, kekeruhan, keceralan, pH, gas-gas terlarut, unsur hara serta dipengaruhi pula oleh adanya interaksi dengan organisme lain.

Menurut Davis (1955) pada suatu perairan pada lokasi tertentu sering didapat jumlah induvidu plankton yang berlimpah, sedangkan pada lokasi lainnya diperairan yang sama, jumlahnya sangat sedikit. Keadaan ini merupakan suatu petunjuk bahwa distribusi horizontal plankton di suatu perairan belum tentu homogen. Dalam ha1 distribusinya, temyata hanya distribusi horizontal yang tidak homogen, distribusi vertikalpun juga tidak homogen. Selajutnya dikatakan bahwa kelimpahan fitoplankton terbesar ada pada beberapa centimeter dibawah permukaan air.

(10)

2.6. Baku Mutu Kualitas Air

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001, tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pecemaran air, dengan kriteria seperti yang tercantum di Tabel 1.

Tabel 1. Kriteria Mutu Air Menurut PP NO. 82 Tahun 2001

Parameter Satuan I Kelas

I1

I11

N

Keterangan

Fisika

Suhu "C deviasi deviasi deviasi deviasi Deviasi dari keadaan

3 3 3 3 alamiahnya

TDS mg/L 1000 1000 1000 2000

Kimia Anorganik

Apabila s e w a alamiah di luar rentang tersebut,

PH 6-9 6-9 6-9 5-9 maka ditentukan

berdasarkan kondisi alamiah

COD mg/L 10 25 50 100

DO mg/L 6 4 3 0 Angka batas minimum

Nitrat mg/L

(No31 10 10 20 20

sebagai N

Nitrit Bagi pengolahan air

(No21 m a 0,06 0,06 0,06 (-) minum konvensional,

sebagai N NO2 i 1 mgL

Sesuai dengan bunyi dari pasal8 ayat 1, yaag berisikan tentang klasifikasi dan kriteria mutu air, membagi mutu air menjadi empat klasifikasi, diantaranya :

a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air bakti air minum, dan atau pemtukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasaranalsarana . . rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengaln pertanaman, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

C. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, petemakan, air untuk irnengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut;

(11)

d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi, pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

. .

2.7. Stasus Trofik . .

Kualitas air sering dipakai sebagai acuan terhadap pendekatan tingkat kesuburan suatu peraim, dan tingkat kesuburan perairan juga ditentukan oleh unsur hara di dalamnya. Tingkat kesuburan suatu perairan adalah suatu gambaran yang mencerminkan kaya miskinnya sistim trofik dari suatu ekosistem (Odum, 1971). Selain itu eutrofikasi didifinisikan sebagai pengkayaan unsur hara di perairan. Masuknya unsur hara kedalam badan air menyebabkan terjadinya proses eutrofikasi perairan. Ciri-ciri perairan yang mengalami proses eutrofikasi adalah : kensentrasi oksigen terlarut di zona hypolimnion menurun, konsentrasi unsur hara meningkat,padatan tersuspensi terutarna bahan organik meningkat, dominasi diatom digantikan oleh alga biru dan alga hijau dan penetrasi cahaya menurun (Henderson & Markland, 1987).

Perairan waduk berdasarkan tingkat kesuburannya diklasifikasikan menjadi 3 yaitu ologotrofik, eutrofik dan mesotrofik.

a. Perairan oligotrofik merupakan perairan yang tingkat kesuburanya rendah dengan beberapa ciri sebagai berikut :

Sangat dalam, termoklin tinggi, hip~limnion, suhu hipolimnion lebih dingin;

*

Kandungan bahan organik yang tersuspensi dan didasar perairan kecil; Kandungan kalsium, fosfat, dan nitrat miskin, bahan humus sangat sedikit atau hampir tidak ada;

Kandungan oksigen terlarut tinggi pada seluruh kedalarnan dan umumnya te jadi sepanjang tahun;

Tanaman air tingkat tinggi sangat sedkit; Kualitas (populasi) plankton terbatas.

b. Perairan mesotrofik merupakan perairan yang tingkat kesuburanya sedang dengan beberapa ciri sebagai berikut :

Umumnya dangkal, temperatur bervariasi; Kandungan humus tinggi;

(12)

Prinsip pemanfaatan perairan waduk untuk kegiatan perikanan, khususnya perikanan budidaya KJA, harus didasarkan kepada prinsip daya dukung perairan yang besaramya diantaranya tergantung pada tingkat kesuburan (trophic level) Dampak kegiatan budidaya KJA secara intensif dapat merubah tingkat trofik perairan waduk (eutrofikasi) , akibat bertambahnya bahan organik atau hara yang masuk ke perairan yang berasal dari partikel dan nutrien terlarut yang dihasilkan dari ekskresi hewan (ikan), hasil metabolisme ikan dan pakan yang tidak dimakan. (Sukadi, 2007). K l a s i f i i tingkat kesuburan perairan secara

urnurn dan

status tropik disajikan pada Tabel

Tabel 2. KlasiNtasi tingkat kesuburan perairan berdasarkan unsur hara dan biomassa fitoplankton (chlorophyl-a)

Sumber: UNEP-ILEC, Vo1.3,2001, dalam Sukadi, 2007

2.8. Daya Dukung KJA

Daya dukung dapat diartikan sebagai kondisi maksimum suatu ekosistem untuk menampung komponen biotik yang terkandung di dalamnya. Diatas level daya dukung ini tidak akan terjam peningkatan populasi yang berarti. Definisi lain menyebutkan bahwa daya dukung adalah batasan untuk banyaknya organisme hidup dalam jumlah atau massa yang dapat didukung oleh suatu habitat. Daya dukung kawasan pada akhirnya akan menentukan kelangkaan sumberdaya alam vital dan jasa lingkungan yang dibutuhkan oleh manusia dan organisme hidup yang mendiami kawasan tersebut. Jadi sistem daya dukung lingkungan dapat. berkurang akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh manusia yang mengurangi ketersediaan suplai energi atau penggunaan energi (Dahuri, 200 1).

(13)

Usaha budi daya ikan dalam KJA memerlukan lingkungan tempat hidup ikan (air) yang mempunyai kualitas air yang baik, sehingga dapat mendukung kehidupan ikan yang ada di dalamnya. Di lain pihak, karena pada budi daya, terutama dengan sistem intensif, melakukan pemberian pakan secara intensif, maka pada kegiatan budi daya juga akan dihasilkan limbah berupa sisa pakan dan sisa kotoran. Dalam ha1 ini, jika sisa pakan dan sisa kotoran tidak dikelola dengan baik akan berdampak negatif pada usaha budi daya tersebut, sehingga dalam pengusahaan budi daya ikan yang lestari sangat diperlukan daya dukung yang optimal, pengaturan tataNang dan pemahaman budidaya iakan yang baik. Untuk menghindari ha1 tersebut di atas, maka dalam budi daya ikan yang tempatnya terbatas selalu dilakukan penggantian air dan penyiponan sisa pakan dan kotoran ikan. Namun pada tempat budi daya yang luas, apalagi budi daya yang dilakukan di perairan

umum,

ha1 tersebut sangat tidak mungkin dilakukan; karenanya pemberian pakannya hams dilakukan managemen yang baik dan benar. Sampai saat ini banyak dijumpai masalah dalam hal pemberian pakan. Masalah tersebut antara lain adalah pemberian pakan pada ikan budi daya dengan menggunakan pakan komersial. Pada pakan komersial sudah barang tentu kandungan nutrisinya, temtama protein cukup tinggi. Selain itu para pembudidaya juga seringkali memberikan pakan dalam jumlah yang besar dengan tanpa mengikuti kaedah ilmiah ataupun petunjuk teknis yang sehmsnya diikuti. Tejadinya hal tersebut di atas, antara lain karena para pembudidaya yang ada di Waduk Cirata tidak atau belum memahami paket teknologi budi daya ikan dalam KJA, temtama &lam managemen pemberian pakan. ~ i a n t a r i para pembudidaya sudah ada yang mengetahui, namun karena tergiur untuk mengejx keuntungan besar, dalam ha1 ini mendapat panen lebih cepat mereka bempaya untuk dapat panen dalam waktu yang lebih cepat, maka para pembudidaya melakukan cara pemberian pakan dengan sistem pompa. Pada pemberian pakan dengan sistem pompa ini, pakan yang akan terbuang jumlahnya cukup banyak, yakni pada KJA yang berukuran 7 x 7 x 3 m3 pakan yang akan terbuang 20%--30% (Krismono, 1986) dan pada KJA yang berukuran 1

x 1

x 1 m3, pakan yang terbuang 30%--50% (Wahyudi, 1996).

2.9. Keramba Jaring Apung (KJA)

Menurut Ryding & Rust (1989) yang dimaksud budi daya ikan dalam keramba jaring apung adalah budidaya di perairan m u m dengan menggunakan wadah yang umumnya terbuat dari jaring, pada karamba tersebut ditebar ikan kecil atau ikan

(14)

muda yang berukuran sedikit lebih besar dari ukuran mata jaring. Ikan yang dipelihara di KJA biasanya diberi pakan bempa pelet yang umumnya kaya akan ham Pemberian pelet ini biasanya diberikan pagi, siang dan sore hari. KJA berada pada perairan umum yang aimya sedikit mengalir dan diberikan pakan cukup banyak, sehingga ikan yag dipelihara di dalamnya tumbuh dengan cepat dan dalam waktu h a n g dari tiga bulan sudah dipanen.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, dikembangkan t e r n telanik KJA yang lebih efisien, dalam ha1 ini dikenal dengan dua jenis tenologi KJA, yakni KJA yang bervolume kecil (ukuran mini), namun ditebar ikan dengan kepadatan yang tinggi yang menggunakan keramba berukuran mini (1

-

10 m3) dengan padat penebaran yang tinggi (400 - 500 ekor/m3 ). Teknologi yang lain adaiah teknologi budi daya KJA dua

lapis yang dikenal dengan KJA ganda ukuran mini, karena pada teknologi ini digunakan dua kantung jaring yakni disebelah atas dan sebelah bawah, kedua jaring ini ditebar ikan dengan jenis yang berbeda. Pada jaring bagian atas ditebar ikan mas dan bagian bawah biasanya ditebar ikan nila, ikan yang dipelihara pada bagian atas diberi pakan palet sedangkan ikan yang dipelihara pada bagian bawah tidak diberi pakan, karena ikan ini akan memanfaatkan pakan yang terbuang dari jaring bagian atas. Teknologi jaring ganda ini dikembangkan karena pada budi daya KJA yang dilakukan di waduk yang berada di Jawa Barat teridentifikasi bahwa pakan yang terbuang keperairan mencapai 30% - 60% (Kartamiharja ,1988).

Budi daya ikan di KJA memegang peranan penting dalam pembangunan perikanan, 35% perekonomian ikan air tawar kususnya ikan konsumsi di Pulau Jawa berasal dari perikanan budi daya di KJA. Di lain pihak peruntukan perikanan budi daya bukanlah satu-satunya yang diprioritaskan &lam pemanfaatan waduk, sehingga komponen sistem lainnya hams diperhitungkan dengan tepat dan agar.tetap semua sektor kegiatan berkelanjutan.

Perkembangan yang pesat budi daya ikan dalam KJA karena terdapatnya potensi produksi ikan yang dihasilkan, luas perairan yang tersedia, kelestarian sumberdaya, kemudahan melaksanaannya, sudah tersedianya paket teknologi budi daya serta adanya informasi budi daya ikan dalam KJA memberikan hasil secara ekonomis menguntungkan (Hardjamulia et al., 1991). Teknologi KJA telah berkembang di perairan waduk dan danau di Indonesia, dengan ukuran KJA = 7 x 7 x

3 m3. Pada KJA 7 x 7 x 3 m3 dalam kenyataannya ikan dalam KJA mempunyai kebiasaan mengelompok pada salah satu sisi KJA/berputar, sehingga ukuran 7

x

7 x 3

(15)

m3 tersebut terlalu luas dan produksinya hanya 20--40 kg/m2. Maka dilakukan penelitian dengan ruang yang sempit dengan padat tebar tinggi yaitu ukuran KJA 1 x

1 x 1 m dapat menghasilkan produksi 100--150 kg/m3 dan apabila perairan waduk dan danau di Indonesia dapat digunakan 1% saja akan menghasilkan 800 juta ton& (Knsmono, 1993).

Pada perkembangannya paket teknologi budi daya ikan dalam KJA belum dipahami secara baik oleh petani, khususnya dalam cara pemberian pakan, atau sudah tahu tetapi untuk mengejar keuntungan besar, maka cara pemberian pakan dengan sistem pompa dengan maksud dapat panen lebih cepat. Pemberian dengan sistem pompa, maka pakan yang terbuang pada KJA ukuran 7 x 7 x 3 m3 adalah 20%--30% (Knsmono, 1986) dan untuk ukuran 1 x 1 x 1 m3 sebanyak 30%--50% (Wahyudi, 1996). Dengan memberi pakan tambahan pada budi daya KJA intensif ini memungkinkan terakumulasinya limbah oragnik baik yang berasal dari sisa pakan yang tidak termakan oleh ikan maupun dari kotoran ikan itu sendiri. Menumpuknya limbah organik yang berada dibawah KJA mengakibatkan waduk Cirata menghadapi masalah yang cukup serius antara lain proses sedimentasi yang tinggi yang mengakibatkan pula p e n m a n kualitas air.

Hasil pengamatan selama di lapangan dan dari wawancara dengan masyarakat di sekitar lokasi penelitian dan para pekeja KJA diperoleh hasil bahwa jumlah KJA

yang berlebih ini disebabkan oleh terlalu banyaknya orang yang ingin melakukan kegiatan ekonomi berupa budidaya ikan- dalam KJA. Selain itu dalam ha1 kepemilikan juga sudah jauh

dari

aturan yang ditetapkan. Dalam ha1 ini pemilik KJA

seharusnya adalah masyarakat yang lahannya diambil alih untuk keperluan pembangunan waduk.

Namun kenyataamya pemilik KJA pada umumnya adalah msyarakat yang berasal dari kota, sedangkan masyarakat di sekitar waduk, karena ada keterbatasan dana (tidak mempunyai modal) maka mereka hanya bekerja sebagai buruh pada KJA.

Selain ha1 itu, dalam ha1 jumlah yang dimiliki oleh setiap pemilik pun juga sangat berlebih. Dalam ha1 ini jumlah KJA yang seharusnya dimiliki oleh setiap pemilik seharusnya hanya 1 unit yang terdiri dari 4 jaring yang masing masing berukuran 7 x 7 x 3 m3. Namun kenyataan yang ada di waduk Cirata, banyak dijumpai pemilik yang memiliki KJA lebih dari 50 unit, bahkan ada yang memiliki hingga 300

unit

KIA.

(16)

kepemilikan KJA. Dalam ha1 ini untuk mendirikan KJA tidak ada atrrran yang jelas dan mengikat yang disertai dengan sangsi yang juga jelas, sehingga untuk memilikinya cukup dengan melalui pendekatan pribadi.

Jumlah KJA yang berlebih ini tidak hanya menimbulkan dampak pada lingkungan seperti telah disebutkan di atas, namun jumlah IUA ini telah berdampak pada menuiunnya produksi hasil budidaya KJA itu sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat (Prihadi et a1,2003). Untuk lebih jelasnya produksi dari tahun ketahun yang semakin menurun dapat dilihat pada Gambar dibawah Dari Gambar tersebut terlihat bahwa pada tahun 1998 produksi KJA turun dengan sangat drastis, dan mulai tahun 1999 sampai tahun 2002 produksi ikan dari budidaya KJA relatif tidak bertambah wa!au jumlah KJA t e n s bertambah.

Gambar

Tabel  1.  Kriteria Mutu Air Menurut PP NO. 82 Tahun 2001

Referensi

Dokumen terkait

KEY WORDS: student engagement, e-learning, distance learning, spatial problem solving, surveying, geographic information science, spatial sciences education, online teaching

a. Pastikan bahwa media dan/atau APE yang akan digunakan dalam pembelajaran, sudah tersedia sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian, baik ketersediaan jenis maupun

Meidina Rahma Amanda P

Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara menyatakan pada Bab I Pasal 1 butir ke 11 : Jabatan Fungsional adalah sekelompok jabatan yang

Pada penentuan pengaruh decocta daun lidah buaya dengan dosis 2,5 ml pada hewan coba kelompok II terhadap penurunan kadar rata-rata glukosa darah menunjukkan bahwa tidak ada

Oleh karena itu, ena itu, keripik bayam banyak menjadi pilihan keripik bayam banyak menjadi pilihan manusia untuk manusia untuk makanan ringan, dimana dari segi

Paragraf lingkup audit berisi pernyataan auditor bahwa auditnya dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan oleh organisasi profesi akuntan publik

Namun hubungan yang kuat terjadi antara petani dan metode penyuluhan, antara petani dan pesan program, dan antara petani dan penyuluh; (2) Efektivitas komunikasi Program