BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Sinyal (Signalling Theory)
Signalling Theory dan asymmetric informations digagas pertama kali oleh Ackerlof, Spence dan Stigliz yang menjadikan mereka memperoleh Nobel Ekonomi pada tahun 2001. Signalling theory dikembangkan dalam ilmu ekonomi dan keuangan yang menggunakan informasi yang asimetris antara perusahaan dengan pihak luar karena manajemen lebih banyak tahu tentang prospek perusahaan dan peluang masa depan dibandingkan pihak luar (investor). Asimetri informasi akan terjadi jika manajemen tidak secara penuh menyampaikan semua informasi yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan ke pasar modal. Untuk menghindari asimetris informasi, perusahaan harus memberikan informasi sebagai sinyal kepada investor. Asimetris informasi perlu diminimalkan, sehingga perusahaan go public dapat menginformasikan keadaan perusahaan secara transparan kepada investor. Investor selalu membutuhkan informasi yang simetris sebagai pemantauan dalam menanamkan dana pada suatu perusahaan. Jadi sangat penting bagi perusahaan untuk memberikan informasi setiap account (rekening) pada laporan keuangan dimana merupakan sinyal untuk diinformasikan kepada investor maupun calon investor (Subalno, 2009).
Signalling theory tampak secara konstan membesar dengan anjuran untuk mengungkap secara besar-besaran. Wolk dan Tearney (1997) menyatakan bahwa
14
hal positif dalam signalling theory dimana perusahaan yang memberikan informasi yang bagus akan membedakan mereka dengan perusahaan yang tidak memiliki “berita bagus” dengan menginformasikan pada pasar tentang keadaan mereka. Sinyal tentang bagusnya kinerja masa depan yang diberikan oleh perusahaan yang kinerja keuangan masa lalunya tidak bagus, tidak akan dipercaya oleh pasar.
Teori yang melandasi ketepatwaktuan penyampaian laporan keuangan adalah teori sinyal. Manajemen selalu berusaha untuk mengungkapkan informasi privat yang menurut pertimbangannya sangat diminati oleh calon investor dan pemegang saham khusunya kalau informasi tersebut merupakan berita bagus (good news). Di samping itu, manajemen berminat menyampaikan informasi yang dapat meningkatkan kredibilitasnya.
Scott (2009:423) menyatakan bahwa investor berusaha untuk memprediksi return yang akan datang dari investasi mereka, investor akan berusaha mencari semua informasi relevan berkenaan dengan hal ini, tidak hanya informasi angka akuntansi. Pengungkapan informasi yang mengandung “berita bagus” atau “berita buruk” yang diungkapkan manajemen perusahaan selalu berhubungan dengan teori sinyal. Sinyal yang diberikan kepada investor dapat berupa laporan yang diwajibkan maupun pengumuman-pengumuman yang berhubungan dengan keputusan-keputusan yang diambil oleh perusahaan. Dalam beberapa penelitian, pengujian teori sinyal bertujuan untuk melihat sejauh mana kandungan informasi yang dimiliki oleh suatu pengumuman yang diungkapkan oleh perusahaan.
2.1.2 Teori Pasar Efisien
Eduardus (2001:112) mengungkapkan bahwa pasar efisien adalah pasar dimana harga semua sekuritas yang diperdagangkan telah mencerminkan semua informasi yang tersedia. Jika pasar efisien dan semua informasi bisa didapatkan dengan mudah dan dengan biaya yang murah oleh semua pihak yang ada di pasar, maka tidak seorang-pun investor yang memperoleh abnormal return. Pasar modal dikatakan efisien terhadap suatu informasi jika harga pasarnya secara penuh mempunyai implikasi terhadap return dari informasi tersebut (Foster, 1986). Fama (1970) mengklasifikasikan bentuk pasar yang efisien ke dalam tiga Efficient Market Hypothesis (EMH), yaitu :
1. Efisien dalam bentuk lemah (weak form).
Hipotesis bentuk lemah (weak form) menyebutkan bahwa harga saham telah mencerminkan seluruh informasi yang dapat diturunkan dengan menguji data perdagangan pasar berupa harga historis, volume perdagangan, dan bunga pinjaman.
2. Efisiensi dalam bentuk semikuat (semistrong-form).
Hipotesis semikuat menyebutkan bahwa seluruh informasi yang tersedia untuk publik tentang prospek suatu perusahaan seharusnya tercermin pada harga saham.
Informasi tersebut meliputi, selain harga masa lalu, data fundamental tentang lini produk perusahaan, kualitas manajemen, komposisi neraca, paten yang dipegang, prediksi laba, serta praktik akuntansi. Sekali lagi, jika investor mempunyai akses terhadap informasi dari sumber-sumber yang tersedia untuk publik, maka seseorang akan mempunyai ekspektasi bahwa hal itu tercermin dalam harga saham.
3. Efisiensi dalam bentuk kuat (strong-form).
Pasar efisien dalam bentuk kuat, semua informasi baik yang terpublikasi atau tidak dipublikasikan, sudah tercermin dalam harga sekuritas saat ini.
Teori hipotesa pasar setengah kuat melandasi tentang value relevance informasi laba (pengaruh pengumuman laba terhadap reaksi investor). Value relevance informasi laba membuktikan bahwa laba memiliki relevance value yang diketahui dari pengaruhnya terhadap reaksi investor yang digambarkan dalam harga saham. Semakin besar laba maka reaksi invetor akan semakin tinggi untuk mengukur value relevance informasi laba atau untuk mengetahui hubungan laba terhadap retur saham dapat diukur menggunakan earning response coeffisient (ERC).
Di dalam teori pasar efisien, informasi akuntansi berada pada posisi bersaing (competition) dengan sumber-sumber informasi lainnya seperti berita-berita dalam
media (news), analis keuangan (financial analysts), dan bahkan harga pasar itu sen- diri. Sebagai suatu alat atau sarana untuk menyampaikan informasi kepada investor, informasi akuntansi akan bermanfaat hanya apabila infomasi tersebut relevan (relevant), dapat dipercaya (reliable), tepat waktu (timely), dan hemat (cost-effective) serta relative bila dibandingkan dengan sumber informasi lainnya.
2.1.3 Earnings Response Coefficient (ERC)
Kualitas laba dapat diindikasikan sebagai kekuatan respon (power of response). Kuatnya reaksi pasar terhadap informasi laba yang tercermin dari tingginya earnings response coefficients, menunjukkan laba yang dilaporkan berkualitas. Scott (2009:154) menyatakan earnings response coefficient mengukur
besarnya abnormal return saham dalam merespon komponen yang diharapkan dari laba yang dilaporkan perusahaan. Kandungan kualitas informasi laba akuntansi sebagai wujud kredibilitas informasi akuntansi dipengaruhi oleh ketepatwaktuan publikasi laporan keuangan yang tercermin oleh return abnormal kumulatif (CAR) sebagai bentuk ukuran dari kuat-lemahnya hubungan antara harga saham dan laba akuntansi yang juga merupakan hasil regresi antara proksi dari harga saham dan laba akuntansi (Chandrarin, 2002).
2.1.4 Ketepatwaktuan
Berdasarkan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Standar Akuntansi Keuangan, laporan keuangan harus memenuhi empat karakteristik kualitatif yang merupakan ciri khas yang membuat informasi laporan keuangan berguna bagi para pemakainya. Keempat karakteristik tersebut yaitu dapat dipahami, relevan, andal, dan dapat diperbandingkan. Untuk mendapatkan informasi yang relevan tersebut, terdapat beberapa kendala, salah satunya adalah kendala ketepatwaktuan.
Gregory dan Van Horn (1963) berpendapat dalam Owusu-Ansah (2000), secara konsepsual yang dimaksud dengan tepat waktu adalah kualitas ketersediaan informasi pada saat yang diperlukan atau kualitas informasi yang baik dilihat dari segi waktu. Sedangkan Chambers dan Penman (1984:21) mendefinisikan ketepatan waktu dalam dua cara, yaitu: (1) ketepatan waktu didefinisikan sebagai keterlambatan waktu pelaporan dari tanggal laporan keuangan sampai tanggal
melaporkan, dan (2) ketepatan waktu ditentukan dengan ketepatan waktu pelaporan relatif atas tanggal pelaporan yang diharapkan.
Dyer dan Mc Hugh (1975) menggunakan tiga kriteria keterlambatan untuk melihat ketepatan waktu dalam penelitiannya: (1) preliminary lag: interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan sampai penerimaan laporan akhir preleminary oleh bursa (2) auditor’s report lag: interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan sampai tanggal laporan auditor ditandatangani, (3) total lag: interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan sampai tanggal penerimaan laporan dipublikasikan oleh bursa.
2.1.5 Profitabilitas
Profitabilitas merupakan salah satu indikator keberhasilan perusahaan untuk dapat menghasilkan laba sehingga semakin tinggi profitabilitas maka semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba bagi perusahaannya.
Menurut Anaroraga dan Widianti, (1997:300), profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan, baik dihubungkan dengan modal sendiri maupun modal bersama. Profitabilitas dapat menjelaskan bahwa kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan adalah tergantung kepada besarnya penjualan, penanaman aktiva (investasi) dan penyerapan modal sendiri (equity). Tingkat profitabilitas diukur menggunakan Return on Asset (ROA). ROA biasanya disebut sebagai hasil pengembalian atas total aktiva. Rasio ini mencoba mengukur efektivitas pemakaian total sumber daya oleh perusahaan.
2.1.6 Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan dapat dinilai dari beberapa segi. Besar kecilnya ukuran perusahaan dapat didasarkan pada total nilai aktiva, total penjualan, kapitalisasi pasar, jumlah tenaga kerja dan sebagainya. Semakin besar nilai item-item tersebut maka semakin besar pula ukuran perusahaan itu (Sulistyo, 2010). Semakin besar aktiva maka semakin banyak modal yang ditanam, semakin banyak penjualan maka semakin banyak perputaran uang dan semakin besar kapitalisasi pasar maka semakin besar pula ia dikenal dalam masyarakat. Semakin besar ukuran perusahaan, semakin banyak memiliki sumber daya, lebih banyak staf akuntansi dan sistem informasi yang canggih serta memiliki sistem pengendalian intern yang kuat sehingga akan semakin cepat dalam penyelesaian laporan keuangan.
Selain itu, perusahaan besar juga akan lebih tepat waktu dalam penyampaian laporan keuangan untuk menjaga citra perusahaan di mata publik. Ukuran perusahaan diproksikan dengan menggunakan Ln kapitalisasi pasar. Penggunaan natural log (Ln) dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengurangi fluktuasi data yang berlebihan.
2.2 Penelitian Terdahulu
Hasanzade, et al (2013) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi earnings response coefficient studi empiris di Iran. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas laba, peluang pertumbuhan dan profitabilitas memiliki hubungan positif dan langsung terhadap earnings response coefficient.
Namun memiliki hubungan negatif dan terbalik dengan risiko sistematis dan tidak memiliki hubungan dengan leverage keuangan.
Zakaria dan Daud (2013) meneliti kualitas audit, beta, pertumbuhan perusahaan, dan ukuran perusahaan terhadap earnings response coefficient di Malaysia. Hasil penelitian menunjukkan Big 4 dan auditor switching dari non-Big 4 ke Big 4 berpengaruh terhadap earnings response coefficient. Namun, auditor switching antara Big 4 tidak berpengaruh. Selanjutnya, beta, pertumbuhan perusahaan dan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap earnings response coefficient.
Gelb dan Zarowin (2000) menguji hubungan antara luas pengungkapan sukarela dan keinformatifan harga saham. Hasil penelitiannya menemukan bahwa future earnings response coefficient untuk perusahaan dengan luas pengungkapan sukarela yang tinggi lebih besar daripada future earnings response coefficient perusahaan dengan luas pengungkapan sukarela yang rendah. Gelb dan Zarowin tidak secara khusus menguji hubungan antara luas pengungkapan sukarela dengan current earnings response coefficient, mereka menyatakan bahwa hubungan antara pengungkapan dan current earnings response coefficient mungkin positif atau negatif. Mungkin positif, karena biasanya perusahaan yang banyak mengungkapkan informasi adalah perusahaan yang memiliki kabar baik (good news).
Syafrudin (2004) meneliti pengaruh ketidaktepatan waktu pada earnings response coefficient. Dari penelitian tersebut dapat dilihat bahwa ketidaktepatan waktu pelaporan keuangan mempunyai pengaruh terhadap kredibilitas atau
kualitas laba. Ini didasarkan pada argumentasi bahwa ketidaktepatan waktu, bagi pemakai informasi akan dipersepsikan bahwa informasi yang terkandung dalam laporan keuangan adalah informasi yang mengandung noise (gangguan). Adapun noise yang timbul ini merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kualitas laba yang pada akhirnya tercermin pada earnings response coefficient.
Kusumawardhani dan Nugroho (2010) meneliti pengaruh corporate social responsibility, size, dan profitabilitas terhadap earnings response coefficient.
Hasil penelitian menunjukkan pengungkapan corporate social responsibility, ukuran perusahaan (size), dan profitabilitas perusahaan berpengaruh terhadap earnings response coefficient.
Rahayu dan Suaryana (2015) meneliti pengaruh dari ukuran perusahaan dan risiko gagal bayar pada koefisien respon laba. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif pada koefisien respon laba. Sedangkan risiko gagal bayar berpengaruh negatif pada koefisien respon laba.
Setiawati, dkk (2014) meneliti pengaruh ukuran, pertumbuhan dan profitabilitas perusahaan terhadap koefisien respon laba. Hasil penelitian membuktikan ukuran perusahaan dan profitabilitas berpengaruh terhadap koefisien respon laba. Sedangkan pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap koefisien respon laba.
Arfan dan Ira (2008) meneliti pengaruh ukuran, pertumbuhan, dan profitabilitas perusahaan terhadap keofisien respon laba pada emiten manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Ukuran perusahaan, pertumbuhan perusahaan, dan
profitabilitas secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap koefisien respon laba pada emiten manufaktur di Bursa Efek Jakarta, Sedangkan secara parsial hanya pertumbuhan perusahaan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap koefisien respon laba, sedangkan ukuran dan profitabilitas perusahaan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap koefisien repon laba pada emiten manufaktur di Bursa Efek Jakarta.
Saleh (2004) meneliti faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Adapun hasilnya menunjukkan bahwa variabel item luar biasa secara signifikan berpengaruh terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan perusahaan- perusahaan manufaktur. Rasio gearing, ukuran perusahaan, dan struktur kepemilikan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan.
Dira dan Astika (2014) meneliti pengaruh struktur modal, likuiditas, pertumbuhan laba, dan ukuran perusahaan pada kualitas laba perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2009-2011.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial pada tingkat keyakinan 95 persen, struktur modal memiliki arah yang positif tetapi tidak berpengaruh pada kualitas laba. Likuiditas dan pertumbuhan laba memiliki arah yang negatif tetapi tidak berpengaruh pada kualitas laba. Ukuran perusahaan berpengaruh positif pada kualitas laba.
Gunarianto, dkk (2014) meneliti pengaruh profitabilitas, leverage, skala perusahaan, pemberian bonus kepada manajer, modal kerja perusahaan, dan
kepemilikan manajerial pada manajemen laba dan earnings response coefficient.
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa variabel profitabilitas, leverage, skala perusahaan, pemberian bonus kepada manajer, modal kerja perusahaan, dan kepemilikan manajerial berpengaruh pada manajemen laba dan earnings response coefficient.
Paramita (2013) meneliti leverage dan firm size terhadap earning response coefficient dengan voluntary disclousure sebagai variabel intervening. Hasil empiris penelitian ini menunjukkan: leverage dan size tidak memiliki pengaruh terhadap earnings response coefficient, voluntary disclousure berpengaruh terhadap earnings response coefficient, demikian juga pengujian pengaruh antara size dengan voluntary disclousure. Voluntary disclosure dalam penelitian ini merupakan variabel intervening untuk pengaruh tidak langsung antara size terhadap earnings response coefficient.
Murwaningsari (2008) melakukan pengujian simultan : beberapa faktor yang mempengaruhi earning response coefficient. Bukti empiris menunjukkan hasil terdapat pegaruh negatif antara leverage terhadap earnings response coefficient, terdapat pengaruh positif antara leverage dengan pengungkapan sukarela, luas pengungkapan sukarela berpengaruh positif terhadap earnings response coefficient, ukuran perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap earnings response coefficient. Size tidak berpengaruh terhadap ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan. Ketepatan waktu pelaporan keuangan berpengaruh signifikan terhadap earnings response coefficient. Diclosure dalam
penelitian ini bukan merupakan variabel intervening bagi hubungan antara leverage dengan earnings response coefficient.
Hilmi dan Ali (2008) melakukan penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa profitabilitas, likuiditas, kepemilikan publik dan reputasi kantor akuntan publik (KAP) berpengaruh signifikan terhadap ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan, sedangkan leverage keuangan, ukuran perusahaan dan opini akuntan publik tidak signifikan berpengaruh terhadap ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan.
Yu-Chih, et al (2007) meneliti hubungan antara keterbukaan informasi dan informativeness laba akuntansi di Bursa Efek Taiwan. Hasil empiris menunjukkan bahwa, keterbukaan informasi, mengurangi informativeness laba akuntansi.
Namun, jika keterbukaan informasi diukur dengan rasio investasi jangka panjang dalam saham, bukti menunjukkan earnings response coefficient yang lebih tinggi untuk perusahaan-perusahaan yang lebih transparan.
Sulistyo (2010) melakukan penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ketepatwaktuan penyampaian laporan keuangan pada perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian antara lain profitabilitas, likuiditas, leverage, ukuran perusahaan, kompleksitas operasi, kepemilikan publik, reputasi kantor akuntan publik, dan opini auditor. Penelitian ini membuktikan bahwa profitabilitas, ukuran perusahaan, kompleksitas operasi, kepemilikan publik, dan reputasi KAP berpengaruh signifikan terhadap ketepatwaktuan penyampaian laporan keuangan.
Sedangkan likuiditas, leverage, dan opini auditor tidak berpengaruh terhadap ketepatwaktuan penyampaian laporan keuangan.
Wijayanti (2009) melakukan penelitian pengaruh profitabilitas, umur perusahaan, ukuran perusahaan, dan kepemilikan publik terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa profitabilitas, umur perusahaan, ukuran perusahaan dan kepemilikan publik berpengaruh terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan.
Maharani (2013) menguji ukuran perusahaan, profitabilitas, rasio leverage, item-item luar biasa dan umur perusahaan terhadap ketepatwaktuan penyampaian pelaporan keuangan. Sampel yang digunakan sebanyak 31 sampel perusahaan perbankan dengan total 62 observasi atau sampel untuk periode 2010 dan 2011.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran perusahaan, profitabilitas, rasio leverage, item-item luar biasa, dan umur perusahaan tidak berpengaruh terhadap ketepatwaktuan penyampaian pelaporan keuangan.
Penelitian mengenai atribut perusahaan dan timeliness of financial reporting di Nigeria dilakukan oleh Iyoha (2012). Variabel independen yang digunakan meliputi ukuran perusahaan, profitabilitas, umur perusahaan, ukuran KAP, dan bulan akhir tahun keuangan perusahaan. Sampel yang digunakan sebanyak 61 perusahaan periode 1998-2008. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur perusahaan berpengaruh positif terhadap timeliness of financial reporting, sedangkan ukuran perusahaan, profitabilitas, umur perusahaan, ukuran KAP, dan bulan akhir tahun keuangan perusahaan tidak berpengaruh terhadap timeliness of financial reporting.
Kadir (2011) menguji faktor-faktor ukuran perusahaan, profitabilitas, rasio gearing, item-item luar biasa, umur perusahaan, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan institusional terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Sampel yang diteliti sebanyak 144 perusahaan periode 2005-2006. Hasil penelitian menunjukkan kepemilikan manajerial dan kepemilikan isntitusional berpengaruh terhadap ketepatan waktu penyerahan laporan keuangan, sedangkan ukuran perusahaan, profitabilitas, rasio gearing, item-item luar biasa, dan umur perusahaan tidak berpengaruh terhadap ketepatan waktu penyerahan laporan keuangan.
Septriana (2010) yang menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan perusahaan BUMN di Indonesia.
Faktor-faktor yang digunakan adalah debt to equity ratio, profitabilitas, ukuran perusahaan, umur perusahaan, item-item perusahaan, dan resiko industri. Sampel yang diteliti sebanyak 93 perusahaan periode tahun 2000-2007. Hasil yang diperoleh adalah ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan, sedangkan debt to equity ratio, profitabilitas, umur perusahaan, item-item perusahaan, dan resiko industri tidak berpengaruh terhadap ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan.
Penelitian timeliness of financial reporting di Bursa Efek Malaysia dilakukan oleh Hashim et al. (2013), dengan variabel ukuran perusahaan, profitabilitas, rasio gearing, sektor industri, bulan dari akhir tahun keuangan, dan tipe auditor. Sampel yang digunakan sebanyak 200 perusahaan pada tahun 2007.
Hasil menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap
timeliness of financial reporting. Profitabilitas, rasio gearing, sektor industri, bulan dari akhir tahun keuangan, dan tipe auditor tidak berpengaruh terhadap timeliness of financial reporting.
Paramita (2012) meneliti timeliness sebagai variabel intervening untuk pengaruh ukuran perusahaan terhadap respon laba. Hasil penelitian ini menyimpulkan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap timeliness, tetapi tidak untuk pengaruh timeliness terhadap respon laba. Sedangkan terhadap pengujian ukuran perusahaan melalui timeliness terhadap respon laba diperoleh hasil bahwa timeliness merupakan variabel intervening.
Penelitian yang dilakukan Turel (2010) menggunakan ukuran perusahaan, reputasi KAP, sign of income, opini audit, dan jenis industri sebagai variabel independen, dan reporting lead time sebagai variabel dependen. Sampel yang diteliti sebanyak 211 perusahaan non keuangan yang terdaftar di Istanbul Stock Exchange, Turki tahun 2007. Hasil penelitian menunjukkan bahwa reputasi KAP, sign of income, opini audit, dan jenis industri berpengaruh terhadap reporting lead time, sedangkan ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap reporting lead time.
Owusu dan Ansah (2000) menguji faktor-faktor yang mempengaruhi ketepatan waktu pelaporan keuangan di pasar modal yang berkembang di Zimbabwe. Variabel yang digunakan adalah ukuran perusahaan, profitabilitas, umur perusahaan, waktu tunggu pelaporan audit, gearing, item luar biasa, bulan dari akhir tahun finansial. Hasilnya hanya ukuran perusahaan yang berpengaruh
pada ketepatan waktu dimana perusahaan mengeluarkan laporan akhir tahunan yang diaudit.
Dwiyanti (2010) meneliti analisis faktor-faktor yang mempengaruhi ketepatan waktu pelaporan keuangan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan profitabilitas dan struktur kepemilikan berpengaruh positif terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan perusahaan, sedangkan debt to equity ratio, kualitas auditor, dan pergantian auditor tidak berpengaruh terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan perusahaan.