KLASIFIKASI PENYAKIT KATARAK BERDASARKAN SLIT LAMP FUNDUS MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK
SKRIPSI
LISA ARRAUFAH 151402063
PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI
FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2020
KLASIFIKASI PENYAKIT KATARAK BERDASARKAN SLIT LAMP FUNDUS MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh ijazah Sarjana Teknologi Informasi
LISA ARRAUFAH 151402063
PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI
FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2020
i
PERNYATAAN
KLASIFIKASI PENYAKIT KATARAK BERDASARKAN SLIT LAMP FUNDUS
MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK BERDASARKAN SLIT LAMP FUNDUS MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK IDENTIFIKASI HURUF
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing telah disebutkan sumbernya.
Medan, 28 Januari 2020
LISA ARRAUFAH 151402063
iii
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur kepada Allah SWT dan Baginda Rasul Muhammad SAW, karena ridho dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer, Program Studi S1 Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara. Penulisan skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya doa, dukungan, dan dorongan dari berbagai pihak. Adapun dalam kesempatan ini, dengan rendah hati penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua penulis, Bapak H. Legiman dan Ibu Hj. Suriaty yang selalu memberikan doa, pengertian, kasih sayang, serta dukungan kepada penulis dari mulai mengikuti pendidikan hingga selesainya tugas akhir ini.
2. Bapak Prof. Dr. Drs. Opim Salim Sitompul, M.Sc. selaku Dekan Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dr. Erna Budhiarti Nababan M.IT. selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Indra Aulia S.TI., M.Kom. selaku Dosen Pembimbing II yang telah membimbing penulis dalam penelitian serta penulisan skripsi ini.
4. Bapak Baihaqi Siregar, S.Si., MT. selaku Dosen Pembanding I dan Bapak Romi Fadillah Rahmat, B.Comp.Sc., M.Sc. selaku Dosen Pembanding II yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.
5. Rumah Sakit terkait yang telah membantu untuk proses penelitian.
6. Saudara penulis, Livia Putri dan Lidya Yusditia yang telah memberikan dukungan.
7. Bang Rudy Chandra, S.Kom dan Bang Farid selaku senior yang berjasa dan sabar dalam menjawab pertanyaan yang sangat membantu penulis dalam menyelasaikan Skripsi .
8. Rusnai Rahayu, Sindi Lioni Aritonang, Rizki Indah Pratiwi, Najihah Silmi Lubis, Rahayu Pradaning selaku teman seperjuangan dari awal perkuliahan hingga akhir dan dalam proses pengerjaan skripsi ini.
9. Dian Sartika, Ulya Tusysyfa, Indah Maya Sari Munthe, Darnika Sastri Simanjuntak, Mutiarahma Dhani Butar- Butar selaku sahabat penulis.
10. Teman – teman Teknologi Informasi USU terkhusus Stambuk 2015.
11. Seluruh dosen dan staf di Program Studi Teknologi Informasi USU yang tidak dapat disebutkan satu – persatu.
12. Semua pihak yang terlibat langsung ataupun tidak langsung yang tidak dapat penulis ucapkan satu persatu yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.
Semoga Allah SWT selalu melimpahkan berkah kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, perhatian, serta dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Medan, 28 Januari 2020
LISA ARRAUFAH
v
ABSTRAK
Katarak adalah penyakit yang menyerang indera penglihatan. Katarak merupakan penyakit yang perlahan akan semakin memperkeruh kondisi mata dan mengkaburkan penglihatan. Penyakit katarak adalah penyakit yang mampu menyebabkan kebutaan.
Dalam beberapa kasus, katarak memiliki kekeruhan dan tingkat keparahan yang berbeda – beda bagi setiap penderita. Tujuan pemanfaatan teknologi multimedia pada penelitian ini digunakan sebagai media alternatif untuk mengenali klasifikasi penyakit katarak. Maka sistem ini dibuat peneliti menggunakan metode backpropagation neural network untuk membantu proses klasifikasi. Tahap – tahap yang dilakukan sebelum klasifikasi ialah tahap preprocessing yaitu (resize, grayscaling, thresholding) dan dibantu dengan proses ektraksi fitur dengan menggunakan metode zoning. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode yang digunakan mampu melakukan klasifikasi penyakit katarak dengan akurasi sebesar 95%.
Kata Kunci : katarak, preprocessing, zoning, backpropagation neural network.
CLASSIFICATION OF CATARACT DISEASE BASED ON SLIT LAMP FUNDUS USING BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK
ABSTRACT
Cataract is a disease that attacks the senses of vision. Cataract is a disease that will slowly worsen the condition of the eye and obscure vision. Cataract is a disease that can cause blindness. In some cases, cataracts have turbidity and severity that is different for each patient. The purpose of using multimedia technology in this study is used as an alternative media to recognize the classification of cataracts. So this system was made by researchers using a backpropagation neural network method to help classification process. The steps taken before classification are the preprocessing stages (resize, grayscaling, thresholding) and assisted with the feature extraction process using the zoning method. The results showed that the method used was able to classify cataracts with an accuracy of 95%.
Keywords: cataracts, preprocessing, zoning, backpropagation neural network.
vii
DAFTAR ISI
Hal.
PERSETUJUAN i
PERNYATAAN ii
UCAPAN TERIMA KASIH iii
ABSTRAK v
ABSTRACT vi
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Batasan Masalah 4
1.5 Manfaat Penelitian 4
1.6 Metodologi Penelitian 4
1.7 Sistematika Penulisan 5
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Katarak 7
2.1.1 Defenisi Katarak 7
2.1.2 Faktor Resiko Katarak 8
2.1.3 Pencegahan dan Pengobatan Katarak 8
2.2 Slit Lamp Fundus 8
2.3 Pengenalan Dasar Citra 9
2.3.1 Citra Biner 9
2.3.2 Citra Grayscale 10
2.3.3 Citra Warna 10
2.4 Pengolahan Citra Digital 11
2.4.1 Resize 11
2.4.2 Grayscaling 11
2.4.3 Thresholding 12
2.5 Zoning 12
2.6 Klasifikasi 13
2.7 Backpropagation Neural Network 14
2.8 Penelitian Terdahulu 19
2.9 Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu 21
BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN
3.1 Data yang digunakan 23
3.2 Analisis Sistem 23
3.3 Pre-Processing 25
3.3.1 Grayscaling 25
3.4 Segmentation 26
3.5 Ekstraksi Fitur 26
3.5.1 Zoning 27
3.6 Klasifikasi Citra dengan Backpropagation Neural Network 29
3.6.1 Tahap Perancangan Arsitektur BPNN 29
3.6.2 Penentuan Epoch 31
3.6.3 Penentuan Learning Rate 31
3.6.4 Penentuan Minimum Error 31
3.6.5 Training 31
3.6.6 Testing 35
3.6.7 Output 35
3.7 Perancangan Antarmuka Sistem 35
3.7.1 Rancangan Tampilan Home 35
3.7.2 Rancangan Tampilan Training 36
ix
3.7.3 Rancangan Tampilan Testing 37
BAB 4 IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN
4.1 Implementasi Sistem 39
4.1.1 Spesifikasi Perangkat Keras dan Perangkat Lunak 39
4.1.2 Implementasi Perancangan Antarmuka 39
4.1.2.1 Tampilan Section Home 39
4.1.2.2 Tampilan Section Training 40
4.1.2.3 Tampilan Section Testing 40
4.2 Implementasi Data 41
4.3 Prosedur Operasional 41
4.4 Pengujian Sistem 47
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 53
5.2 Saran 53
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
I. Rangkuman Data Slit Lamp Citra II. Hasil Pengujian
DAFTAR TABEL
Hal.
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu 20
Tabel 3.1. Nilai Pixel Putih Citra Setiap Zona 27
Tabel 3.2. Target Output Jaringan Backpropagation 29
Tabel 3.3. Input dan Target 32
Tabel 3.4. Bobot Awal Vji 32
Tabel 3.5. Bobot Awal Wkj 32
Tabel 4.1. Tabel Pengujian 48
xi
DAFTAR GAMBAR
Hal.
Gambar 2.1 Mata terindikasi katarak 7
Gambar 2.2 Slit lamp fundus 9
Gambar 2.3 Citra biner 10
Gambar 2.4 Citra grayscale 10
Gambar 2.5 Citra warna 11
Gambar 2.6 Ilustrasi jaringan saraf tiruan 14
Gambar 2.7 Rancangan arsitektur backpropagation neural network 15
Gambar 3.1 Arsitektur umum 24
Gambar 3.2 Perbandingan citra RGB dan grayscale 25
Gambar 3.3 Perbandingan citra grayscale dan citra setelah thresholding 26
Gambar 3.4 Fitur zoning 27
Gambar 3.5 Hasil nilai ekstraksi fitur menggunakan zoning 28
Gambar 3.6 Arsitektur jaringan backpropagation 30
Gambar 3.7 Rancangan tampilan halaman home 36
Gambar 3.8 Rancangan tampilan halaman training 37
Gambar 3.9 Rancangan halaman testing 38
Gambar 4.1 Tampilan section home 40
Gambar 4.2 Tampilan section training 40
Gambar 4.3 Tampilan section testing 41
Gambar 4.4 (a) Data citra normal 42
Gambar 4.4 (b) Data citra katarak ringan 42
Gambar 4.4 (c) Data citra katarak sedang 43
Gambar 4.4 (d) Data citra katarak berat 43
Gambar 4.5 Tampilan direktori file pada masing-masing panel 44
Gambar 4.6 Tampilan proses training selesai 44
Gambar 4.7 Tampilan citra yang dipilih 45
Gambar 4.8 Tampilan hasil testing 46
Gambar 4.9 Tampilan hasil grayscaling 46
Gambar 4.10 Tampilan hasil threshold 47
Gambar 4.11 (a) Grafik hasil pengujian epoch 50 49
Gambar 4.11 (b) Grafik hasil pengujian epoch 100 50
Gambar 4.11 (c) Grafik hasil pengujian epoch 150 50
Gambar 4.11 (d) Grafik hasil pengujian epoch 200 51
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Mata adalah organ penting yang berfungsi sebagai indera penglihatan, namun pada mata terdapat bagian-bagian sensitif seperti retina, pupil serta pembuluh darah.
Kerusakan atau gangguan terhadap bagian-bagian tersebut dapat berakibat pada keterbatasan penglihatan hingga meyebabkan kebutaan. Katarak merupakan kelainan lensa mata yang keruh di dalam bola mata. Katarak terjadi akibat kekeruhan pada lensa mata yang mengakibatkan tergantungnya cahaya masuk ke dalam bola mata, sehingga penglihatan menjadi kabur dan lama kelamaan dapat menyebabkan kebutaan (Ilyas & Yulianti, 2012).
Pada mata normal, cahaya akan melewati lensa yang transparan menuju ke retina dan retina akan merubah sinyal cahaya menjadi sinyal syaraf menuju otak.
Lensa harus tetap transparan untuk dapat menerima citra yang tajam. Saat lensa menjadi berkabut karena adanya katarak, maka citra yang diterima oleh retina akan menjadi kabur (Chopdar & Aung, 2014). Pada tahun 1990-2010, katarak tetap menjadi penyebab utama terjadinya kebutaan di 16 negara dan menjadi penyebab kebutaan kedua di lima negara (Khairallah, et al., 2015).
Beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya katarak seperti usia lanjut, kongenital, penyakit mata (glaukoma, ablasi, uveitis, retinitis pigmentosa, penyakit intraokular lain), bahan toksis khusus (kimia dan fisik), keracunan obat (eserin, kotikosteroid, ergot, asetilkolinesterase topikal), kelainan sistemik atau metabolik (diabetes melitus, galaktosemi, distrofi miotonik), genetik dan gangguan perkembangan, infeksi virus dimasa pertumbuhan janin. Faktor resiko dari katarak antara lain yaitu riwayat keluarga dengan katarak, penyakit infeksi atau cedera mata
terdahulu, pembedahan mata, pemakaian kortikosteroid, terpapar sinar UV, dan merokok (Ilyas, 2007).
Gejala katarak biasanya berupa pandangan kabur, silau, penurunan tajam, bayangan ganda, penurunan penglihatan di malam hari serta dapat merasa silau saat melihat cahaya seperti cahaya matahari, lampu kendaraan dan sebagainya. Untuk mengetahui keberadaan katarak. Seorang dokter biasanya mendiagnosis katarak sambil memeriksa mata dengan oftalmoskop (alat genggam dengan lensa pembesar yang bisa bersinar hingga ke bagian belakang mata). Dalam beberapa kasus, prosedur utama yang digunakan tidak dapat membedakan kekeruhan katarak. Semua jenis katarak bisa diatasi dengan operasi pengangkatan katarak dan diganti dengan lensa intraokuler. Namun pengangkatan katarak tidak perlu jika katarak masih tergolong ringan, penglihatan tidak terganggu, aktivitas sehari-hari tidak terhambat, berarti operasi katarak belum perlu (Garin & Bashour, 2014).
Katarak memiliki perbedaan yang tidak dapat dibedakan dengan kasat mata.
Perbedaan katarak sangat penting untuk dapat dijadikan acuan dalam membedakan setiap kondisi mata yang terindikasi katarak. Ketepatan penentuan jenis katarak sangat penting guna mencegah dampak keparahan katarak yang lebih parah (Hariyanto, et al., 2018). Pada penelitian ini katarak akan diklasifikasikan ke dalam beberapa kelas sehingga mampu memberikan hasil klasifikasi penyakit katarak dengan mendeteksi tingkat kekeruhan pada lensa mata atau derajat katarak terhadap tajam penglihatan pasien (Ilyas, 2001).
Faktanya katarak memiliki kondisi yang berbeda – beda. Hal tersebut menunjukkan bahwa penanganan yang dilakukan harus tepat, guna mencengah dampak keparahan katarak (Hariyanto, et al., 2018). Seiring dengan perkembangan teknologi maka diperlukan pembaharuan teknologi berbasis pengetahuan medis.
Pengetahuan berbasis komputer dinilai modern, efektif dan efisien (Neshat & Yaghobi, 2009). Hal tersebut menunjukkan bahwa mendiagnosa penyakit berbasis komputer menjadi semakin penting.
Penelitian yang penulis lakukan menggunakan backpropagation neural network. Metode tersebut telah digunakan pada beberapa penelitian seperti, penentuan penyakit peradangan hati dengan menggunakan backpropagation neural network
3
dengan tingkat pengenalan terbaik 84,62% (Rudianto, 2016). Adapun penelitian terkait lainnya ialah klasifikasi kanker serviks menggunakan jaringan syaraf tiruan backpropagation dengan graphical user interface (GUI) yang menghasilkan sebuah sistem yang membantu diagnosa kanker serviks yang merujuk pada stadium kanker tersebut. Penelitian tersebut berhasil memberikan hasil akurasi sebesar rata rata 95,83 % (Anggriyani, 2015).
Metode backpropagation pada awalnya dirancang untuk neural network feedforward. Pada perkembangannya, metode ini diadaptasi untuk pembelajaran pada model neural network lainnya. Proses pembelajaran dalam backpropagation dilakukan dengan penyesuaian bobot-bobot jaringan syaraf tiruan dengan arah mundur berdasarkan nilai error dalam proses pembelajaran (Kusrini & Luthfi, 2009).
Penemuan algoritma backpropagation untuk multilayer perceptron (MLP) merupakan metode yang sistematis untuk training sehingga bisa dilakukan dan lebih efisien.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengajukan proposal penelitian dengan judul “KLASIFIKASI PENYAKIT KATARAK BERDASARKAN SLIT LAMP FUNDUS MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK” dengan harapan dapat menghasilkan sistem yang dapat membantu klasifikasi penyakit katarak dengan akurat.
1.2. Rumusan Masalah
Mata penderita katarak memiliki kondisi yang berbeda – beda. Penentuan jenis katarak sangat penting sebagai acuan penanganan penyakit katarak guna mencegah dampak keparahan katarak yang lebih parah, maka diperlukan satu pendekatan untuk mampu membedakan katarak dalam beberapa kelas yang berbeda.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengklasifikasi penyakit katarak menggunakan metode backpropagation neural network.
1.4. Batasan Masalah
Untuk mencegah meluasnya ruang lingkup permasalahan dalam penelitian ini, maka peneliti membuat batasan masalah diantaranya :
1. Data diperoleh dari beberapa Rumah Sakit
2. Citra yang digunakan berupa citra slit lamp fundus berekstensi (jpg/jpeg).
3. Citra yang digunakan minimal berukuran 800 x 900 pixel.
4. Citra yang digunakan adalah citra mata normal dan citra mata karatak.
5. Hasil klasifikasi dibagi dalam empat kelas yaitu mata normal, katarak ringan, katarak sedang dan katarak berat.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Membantu dalam menganalisa tingkat keparahan katarak.
2. Membantu dalam menentukan ketepatan jenis katarak.
3. Hasil klasifikasi katarak dapat dijadikan referensi bagi dokter dalam membuat kebijakan maupun dalam penanganan kesehatan.
4. Menjadi referensi dalam penelitian di bidang image processing.
1.6. Metodologi Penelitian
Tahapan – tahapan yang akan dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Studi Literatur
Pada tahap ini dilakukan proses mengumpulkan bahan referensi mengenai katarak, slit lamp fundus, zoning, dan teknik klasifikasi menggunakan machine learning khususnya mengenai backpropagation neural network dari berbagai buku, jurnal, artikel, dan beberapa sumber referensi lainnya.
5
2. Analisis Permasalahan
Pada tahap selanjutnya dilakukan analisis terhadap informasi dan juga data yang telah diperoleh terkait dengan penelitian untuk mendapatkan pemahaman metode yang diterapkan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada pada penelitian ini.
3. Perancangan Sistem
Pada tahap ini dilakukan perancangan sistem untuk menyelesaikan permasalahan yang telah dianalisis pada tahap sebelumnya.
4. Implementasi
Pada tahap ini dilakukan implementasi dari analisis sesuai perancangan yang akan dilakukan pada sistem.
5. Pengujian
Pada tahap ini akan dilakukan proses uji coba terhadap sistem yang telah selesai dibangun untuk memastikan bahwa sistem tersebut sudah bekerja sesuai yang diharapkan.
6. Dokumentasi dan penyusunan laporan
Pada tahap ini penulis akan membuat dokumentasi berupa laporan penelitian yang akan memaparkan hasil penelitian yang telah dilakukan.
1.7. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dari skripsi ini terdiri dari lima bagian utama yaitu sebagai berikut :
Bab 1: Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang dari peneltian yang dilakukan, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab 2: Landasan Teori
Pada bab ini menjabarkan teori-teori yang mendukung dan dibutuhkan dalam memahami permasalahan. Selain itu, pada bagian ini diuraikan juga mengenai
penelitian terdahulu, kerangka pikir dan hipotesis yang diperoleh dari acuan yang mendasari untuk melakukan kegiatan penelitian tugas akhir ini.
Bab 3: Analisa dan Perancangan
Bab ini membahas analisis dan penerapan metode backpropagation neural network untuk menyelesaikan masalah klasifikasi khususnya pada penyakit katarak. Selain itu, dijabarkan pula arsitektur umum dan tahap pre-processing yang digunakan untuk proses klasifikasi di tahap berikutnya.
Bab 4: Implementasi dan Pembahasan
Pada bab ini berisi pembahasan tentang implementasi dari perancangan sistem dari hasil analisis dan perancangan yang telah dijabarkan pada bab 3. Selain itu, dijabarkan pula hasil yang didapatkan dari pengujian.
Bab 5: Kesimpulan dan Saran
Pada bab ini berisi ringkasan serta kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Bagian akhir dari bab ini akan berisi saran-saran yang diajukan untuk pengembangan lebih lanjut terkait topik penelitian yang telah dibahas.
BAB 2
LANDASAN TEORI
Bab ini membahas tentang teori penunjang dan penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penerapan metode backpropagation neural network untuk mengklasifikasi penyakit katarak.
2.1. Katarak
2.1.1. Defenisi Katarak
Katarak adalah pengembangan dari keadaan tidak tembus cahaya dalam lensa.
Katarak ditandai dengan adanya gangguan penglihatan (kabur atau mendung), penurunan tajam penglihatan secara progresif, membutuhkan lebih banyak cahaya untuk melihat hal-hal yang jelas, silau, perubahan persepsi warna dapat terjadi dengan intensitas berkurang, kurangnya kontras atau distorsi kekuningan. Katarak terus berkembang seiring waktu, menyebabkan kerusakan penglihatan secara progresif (Nash, 2013).
Gambar 2.1. Mata terindikasi katarak (Nash, 2013).
2.1.2. Faktor Resiko Katarak
Katarak adalah penyakit degeneratif yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik internal maupun eksternal. Faktor internal yang berpengaruh antara lain adalah umur dan jenis kelamin sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh adalah pekerjaan dan pendidikan yang berdampak langsung pada status sosial ekonomi dan status kesehatan seseorang, serta faktor lingkungan, yang dalam hubungannya dalam paparan sinar ultraviolet yang berasal dari sinar matahari (Sirlan F, 2000).
2.1.3. Pencegahan dan Pengobatan Katarak
Pencegahan yang dapat dilakukan ialah mencegah kebutaan akibat komplikasi katarak dan mencegah bertambahnya kekeruhan pada mata. Pengobatan katarak adalah mengangkat lensa yang sudah putih warnanya. Ini hanya dapat dilakukan lewat operasi.
Operasi katarak merupakan salah satu tindakan dengan efek trauma pada area mata. Untuk menghindari hal tersebut jika katarak masih ringan, penglihatan tidak terganggu, aktivitas sehari-hari tidak terhambat, berarti operasi katarak belum perlu karena masih bisa ditangani dengan memakai atau mengganti kacamata ataupun dengan obat tetes mata. Bila mengganti kacamata sudah tidak membuat penglihatan lebih jelas, itulah saatnya diperlukan operasi katarak. Operasi dilakukan guna menghindari kekeruhan yang bertambah dan mencegah dini tingkat keparahan katarak agar penderita tidak mengalami kebutaan (Garin & Bashour, 2014).
2.2. Slit Lamp Fundus
Biomikroskopi fundus dengan slit lamp diperkenalkan secara luas didirikan pada tahun 1980-an. Slit lamp menghadirkan sedikit kemajuan dalam pencitraan area mata yang disertai dengan lampu celah. Gambar yang dihasilkan terdapat efek perubahan pada lampu celah itu sendiri (celah balok dan lubang) dan peralatan pemeriksaannya (lensa konvergen dari +40 ke + 90D) terhadap kualitas dan spektrum gambar fundus diperlihatkan.
Slit lamp mampu mengenali area rekontruksi dan pola pada mata dengan baik.
Slit lamp juga memberikan gambaran tentang posterior. Hampir semua penyakit mata
9
dapat dicitrakan slit lamp terlepas dengan kondisi rinci tiang posterior mata, terutama saraf optik atau makula, bagian seluruh retina ataupun pinggirannya. Oleh karena itu slit lamp fundus merupakan pendekatan yang bermanfaat terutama bagi para dokter spesialis mata (Marcus MG, 2015).
Gambar 2.2. Slit lamp fundus (Marcus MG, 2015).
2.3. Pengenalan Dasar Citra (image)
Citra adalah seperangkat keyakinan, ide, dan kesan seseorang terhadap suatu objek tertentu. Citra direpresentasikan sebagai fungsi f (x,y) yaitu fungsi dua dimensi, dimana x dan y adalah koordinat posisi, dan nilai f pada setiap koordinat (x,y) disebut sebagai nilai intensitas citra (Gonzalez, 2008). Beberapa teknik yang digunakan dalam pengolahan citra digital antara lain :
2.3.1. Citra Biner
Citra digital yang hanya memiliki dua kemungkinan nilai pixel yaitu hitam dan putih.
Citra biner juga disebut sebagai citra B dan W (black dan white) atau citra monokrom.
Citra direpresentasikan dengan nilai intensitas 0 sedangkan putih direpresentasikan dengan nilai intensitas 1.
Gambar 2.3. Citra biner (Triwidyastuti & Rahmawati, 2017)
2.3.2. Citra Grayscale
Grayscale adalah teknik yang digunakan untuk mengubah citra berwarna menjadi bentuk grayscale atau tingkat keabuan. Citra keabuan memiliki kedalaman warna 8 bit (256 kombinasi warna keabuan) (Saputra, 2016). Tingkat keabuan merupakan warna abu dengan berbagai tingkatan dari hitam hingga mendekati putih.
Gambar 2.4. Citra grayscale (Saputra, 2016)
2.3.3. Citra Warna
Citra berwarna atau biasa dinamakan citra RGB, merupakan jenis citra yang menyajikan warna dalam bentuk komponen R (merah), G (hijau) dan B (biru). Dengan demikian, kemungkinan warna yang disajikan mencapai 255 x 255 x 255 warna.
(Kadir & Susanto, 2013).
11
Gambar 2.5. Citra warna (Kadir & Susanto, 2013)
2.4. Pengolahan Citra Digital
Pengolahan citra digital adalah penerapan sejumlah algoritma untuk dapat memproses citra digital. Output tersebut dapat berupa citra atau karakteristik yang merepresentasikan citra. Tujuan utama adalah untuk mendapatkan citra deskriptif dari citra asli sehingga dapat meningkatkan informasi tentang citra tersebut (Zhou, et al., 2010). Beberapa teknik pengolahan citra yang diterapkan pada penelitian ini diantaranya sebagai berikut.
2.4.1. Resize
Resize adalah proses untuk mengubah resolusi dengan megatur ukuran horizontal dan vertikal suatu citra.
2.4.2. Grayscaling
Grayscaling adalah citra yang hanya memiliki warna tingkat keabuan. Penggunaan citra grayscale dikarenakan membutuhkan informasi yang diberikan pada tiap pixel.
Maka citra dikonversi menjadi citra grayscale dengan intensitas yang sama (Kadir &
Susanto, 2012).
( ) ( ) ( ) ( ) (2.1) Keterangan :
( ) : Nilai intensitas warna pada citra grayscale
( )) : Nilai intensitas warna layer R (red) pada citra RGB
( ( )) : Nilai intensitas warna layer G (green) pada citra RGB ( ( )) : Nilai intensitas warna layer B (blue) pada citra RGB
2.4.3. Thresholding
Thresholding merupakan salah satu metode segmentasi citra yang memisahkan antara objek dengan background dalam suatu citra berdasarkan pada perbedaan tingkat kecerahan atau gelap terang nya objek ini disebut juga dengan proses segmentasi.
Output dari proses segmentasi dengan metode thresholding adalah berupa citra biner dengan nilai intensitas pixel sebesar 0 atau 1 (Febriani, 2014).
( ) { ( )
( ) (2.2)
Keterangan :
g (x,y) : Pixel citra hasil biner f (x,y) : Pixel citra masukan T : Nilai threshold
2.5. Zoning
Zoning merupakan salah satu metode ekstraksi ciri sederhana yang digunakan dalam ekstraksi fitur. Metode ekstraksi zoning akan membagi citra menjadi beberapa zona yang berukuran sama, untuk kemudian dari setiap zona akan diambil cirinya (Rajashekararadhya & Ranjan PV, 2008). Pada penelitian ini, digunakan suatu metode ekstraksi sederhana yaitu dengan menghitung jumlah pixel aktif yang terdapat pada bagian-bagian dari citra sehingga menghasilkan fitur untuk klasifikasi dan pengenalan sebagai outputnya (Putra, 2010). Adapun proses pada metode zoning adalah sebagai berikut:
1. Hitung jumlah pixel putih dari setiap zona dari 𝑍1 sampai 𝑍𝑛.
2. Tentukan nilai zona yang memiliki nilai pixel putih paling tinggi.
3. Hitung nilai fitur pada setiap zona dari 𝑍1 sampai 𝑍𝑛 dengan Persamaan (2.3)
13
𝑍 (2.3)
Keterangan:
𝑍 : Nilai zona
Ztertinggi : Nilai zona tertinggi
2.6. Klasifikasi
Klasifikasi adalah suatu pengelompokan data dimana data yang digunakan tersebut mempunyai kelas label atau target. Sehingga algoritma - algoritma untuk menyelesaikan masalah klasifikasi dikategorisasikan ke dalam supervised learning atau pembelajaran yang diawasi. Maksud dari pembelajaran yang diawasi adalah data label atau target yang ikut berperan sebagai ‘supervisor’ atau ‘guru’ yang mengawasi proses pembelajaran dalam mencapai tingkat akurasi atau presisi tertentu (Suyanto, 2018). Teknik klasifikasi mampu memproses data yang sangat banyak dan belakangan ini menjadi sangat penting. Klasifikasi juga berfungsi untuk mencapai pengertian yang sangat baik terhadap struktur dari database.
Dalam proses klasifikasi terdapat dua tahap yang harus dilewati yaitu tahap learning dan testing. Pada tahap learning sebagian data yang telah diketahui kelas datanya (data training) digunakan untuk membentuk model perkiraan. Pada tahap testing, model perkiraan yang sudah terbentuk diuji dengan sebagian data lainnya (data testing) untuk mengetahui akurasi dari model tersebut. Bila akurasinya dapat diterima maka model ini dapat dipakai untuk prediksi kelas data yang belum diketahui.
Proses klasifikasi didasarkan pada empat komponen (Gorunescu, 2011).
1. Kelas variabel dependen yang berupa kategorikal yang merepresentasikan „label‟
yang terdapat pada objek. Contohnya: resiko penyakit jantung, resiko kredit, customer loyalty, jenis gempa.
2. Predictor variabel independen yang direpresentasikan oleh karakteristik (atribut) data. Contohnya: merokok, tekanan darah, tabungan, gaji.
3. Training dataset satu set data yang berisi nilai dari kedua komponen di atas yang digunakan untuk menentukan kelas yang cocok berdasarkan predictor.
4. Testing dataset berisi data baru yang akan diklasifikasikan oleh model yang telah dibuat dan akurasi klasifikasi dievaluasi.
2.7. Backpropagation Neural Network
Algoritma pembelajaran dalam jaringan syaraf tiruan. Proses pembelajaran dalam backpropagation dilakukan dengan penyesuaian bobot-bobot jaringan syaraf tiruan dengan arah mundur berdasarkan nilai error dalam proses pembelajaran (Kusrini &
Luthfi, 2009). Penemuan algoritma backpropagation untuk multilayer perceptron (MLP), merupakan metode yang sistematis untuk training sehingga dapat dilakukan dengan lebih efisien. Algoritma backpropagation berasal dari learning rule Widrow dan Hoff, disusun oleh (Werbos, 1974), dibuat oleh (Parker, 1985), (Rumelhart &
Williams, 1986) dan peneliti lainnya (Maimon, 2005).
Pengenalan pola Algoritma backpropagation dibagi menjadi dua bagian yaitu algoritma pelatihan dan algoritma aplikasi atau pengujian. Algoritma pelatihan terdiri dari feedforward atau perambatan maju, backpropagation atau propagasi balik dari kumpulan kesalahan, dan perubahan atau penyesuaian bobot. Algoritma aplikasi atau pengujian hanya terdiri dari tahap feedforward atau perambatan maju saja (Puspitaningrum, 2006). Menurut Fausett (1994), satu lapisan tersembunyi sudah cukup untuk penggunaan sebuah neural network dengan metode pembelajaran backpropagation.
Gambar 2.6. Ilustrasi jaringan saraf tiruan (Kusrini & Luthfi, 2009).
Berdasarkan pada Gambar 2.6 di atas, berikut ini Persamaan jaringan saraf tiruan (Kristanto, 2004).
Y = f ( xiwi+...+ xmwm)
atau dalam notasi: y = f(x * w) (2.4)
15
Keterangan:
x : Input w : Weight y : Output
f : Fungsi aktivasi
Selanjutnya dalam mengukur keakuratan hasil prediksi menggunakan Mean Square Error (MSE). Mean Square Error (MSE) sering digunakan untuk backpropagation, fungsi ini digunakan untuk mengambil nilai rata-rata kuadrat error yang terjadi antara output jaringan dan target (Sinuhaji, 2009).
∑ (2.5) Keterangan:
eὶ : Selisih antara nilai target dengan nilai keluaran prediksi n : Jumlah data pembelajaran.
Tahap berikutnya yaitu merancang arsitektur backpropagation neural network.
Dalam hal ini, berupa jaringan multi-layer (banyak lapisan) yang terdiri atas 3 lapisan utama, yaitu input-layer, hidden-layer, dan output-layer.
Gambar 2.7. Rancangan arsitektur backpropagation neural network (Gullu et.al., 2011)
Pada Gambar 2.7, I1 hingga In merupakan unit masukan (input neuron) ke-1 hingga ke-n. Pada hidden-layer, ada unit tersembunyi (hidden neuron), sedangkan pada output-layer, hanya terdiri atas sebuah unit keluaran (output neuron).
Selanjutnya dilakukan perancangan algoritma pelatihan backpropagation dengan tahapan proses yang akan dijalankan. Proses backpropagation terdiri atas 3 fase utama yaitu (Gafar et.al., 2010):
1. Fase Propagasi Maju ( fase feedforward )
Selama propagasi maju, sinyal masukan (I1) dipropagasikan ke layer tersembunyi menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Keluaran dari unit tersembuyi tersebut selanjutnya dipropagasi maju lagi ke layer tersembunyi berikutnya dengan fungsi aktivasi yang telah ditentukan. Dan seterusnya hingga menghasilkan keluaran jaringan (yk). Jika error lebih kecil dari batas toleransi yang ditentukan, maka iterasi dihentikan. Jika error masih lebih besar dari batas toleransi, maka bobot setiap garis dari jaringan akan dimodifikasi untuk mengurangi error. Hitung semua keluaran di unit tersembunyi 𝑧𝑗 (j = 1, 2, ..., p).
𝑍 𝑛 ∑
𝑍 (𝑍 𝑛 ) (2.6)
Dimana :
z_netj : Nilai keluaran unit vj : Nilai bobot
vji : Nilai perubahan bobot x : Nilai input
zj : Nilai unit tersembunyi
Kemudian hitung seluruh output jaringan pada unit 𝑘 ( k = 1,2, ..., m).
𝑛 ∑ 𝑧
17
𝑛 ( 𝑛 ) (2.7) Dimana :
y_netk : Aktivasi sinyal output
wk : Bobot antara bias input dan output zj : Nilai unit tersembunyi
wkj : Nilai perubahan bobot yk : Unit lapisan output
2. Fase Propagasi Mundur ( fase backpropagation of error )
Berdasarkan error tk-yk dihitung faktor δk (k= 1, ..., m) yang dipakai untuk mendistribusikan kesalahan di unit Y ke semua unit tersembunyi yang terhubung langsung dengan yk. yk juga dipakai untuk mengubah bobot garis yang berhubungan langsung dengan unit keluaran. Dengan cara yang sama, dihitung faktor δj di setiap layer tersembunyi sebagai dasar perubahan bobot semua garis yang berasal dari unit tersembunyi di layer di bawahnya. Dan seterusnya hingga semua faktor δ di unit tersembunyi yang terhubung langsung dengan unit masukan. Hitung faktor δ unit keluaran berdasarkan kesalahan pada setiap unit keluaran 𝑘 ( k = 1,2,…, m).
( ) ( 𝑛 ) ( ) ( ) (2.8)
Dimana :
y_netk : Aktivasi sinyal output tk : Target pada output unit k ty :Target pada output unit y δk :Unit kesalahan
yk : Unit lapisan output
Kemudian hitung suku perubahan bobot (yang akan digunakan untuk memperoleh bobot yang baru) dengan learning rate.
𝑧 𝑘 𝑚 𝑗 𝑝 (2.9)
Dimana :
wkj : Nilai perubahan bobot α : Konstanta
δk : Unit kesalahan
zj : Nilai unit tersembunyi k : Neuron k
j : Neuron j
Hitung faktor δ unit tersembunyi berdasarkan kesalahan di setiap unit tersembunyi 𝑧𝑗
(j = 1, 2, …, p)
𝑛 ∑ (2.10) Dimana :
δ_netj : Jumlah unit kesalahan
δk : Unit kesalahan pada neuron k wkj : Nilai perubahan bobot
Faktor δ unit tersembunyi
𝑗 𝑛 (𝑧 ) 𝑧( 𝑧) (2.11) Dimana :
δ_netj : Jumlah unit kesalahan δj : Unit kesalahan pada neuron j z_netj : Jumlah nilai unit tersembunyi zj : Nilai unit tersembunyi
Hitung suku perubahan bobot 𝑗 (yang dipakai nanti untuk mengubah bobot 𝑗 ) 𝑗 𝑝 𝑛 (2.12) Dimana :
𝑗 : Suku perubahan bobot δj : Unit kesalahan pada neuron j
19
x : Nilai input α : Konstanta
3. Fase Modifikasi Bobot
Setelah semua faktor δ dihitung, bobot semua garis dimodifikasi bersamaan.
Perubahan bobot suatu garis didasarkan atas faktor δ neuron di layer atasnya. Sebagai contoh, perubahan bobot garis yang menuju ke layer keluaran didasarkan atas yang ada di unit keluaran ketiga fase tersebut diulang-ulang hingga kondisi penghentian dipenuhi. Umumnya kondisi penghentian yang sering dipakai adalah jumlah iterasi atau kesalahan. Iterasi akan dihentikan jika jumlah iterasi yang dilakukan sudah melebihi jumlah maksimum iterasi yang ditetapkan, atau jika error yang terjadi sudah lebih kecil dari batas toleransi yang ditetapkan. Hitung semua perubahan bobot.
( ) (𝑙 𝑚 ) 𝑘 𝑚 𝑗 𝑝 (2.13) Dimana :
wkj : Nilai perubahan bobot
Perubahan bobot menuju unit tersembunyi
( ) (𝑙 𝑚 ) (𝑗 𝑝 𝑛) (2.14) Dimana :
𝑗 : Suku perubahan bobot
2.8. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, diantaranya yaitu: penelitian yang dilakukan oleh (Hariyanto, et al., 2018) mengenai klasifikasi penyakit katarak yang ditinjau berdasarkan kelainan patologis menggunakan data rekam medik.
Penelitian ini tergolong berhasil dilakukan. Pasien yang disesuaikan dengan kebutuhan sistem untuk kemudian diuji menggunakan teknik LVQ (Learning Vector Quantization). Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh (Wahyu, et al., 2018) mendeteksi penyakit karatak menggunakan metode Principal Component Analysis
(PCA) dan K-Nearest Neighbor (KNN), penelitian ini berhasil dilakukan dengan akurasi 70,27%.
Berbagai penelitian terdahulu telah membahas mengenai penyakit katarak.
Penelitian terkait yang juga telah dilakukan sebelumnya, diantaranya yaitu: penelitian oleh (Pathak & Kumar, 2016) yang membahas penyakit katarak berdasarkan tekstur menggunakan K-means dalam membantu mengenali pola tekstur. Penelitian ini berhasil dilakukan dengan bantuan MATLAB dalam proses operasi sitem.
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
No Peneliti Metode Keterangan 1 Pathak & Kumar
2016
Robust Peneliti mendeteksi
katarak dengan
melakukan berbagai penyaringan fitur tekstur katarak menggunakan K- means .
2 Hariyanto, et al 2018
Learning Vector Quantization
Melakukan pengujian dengan data rekam medis pasien untuk menunjukkan nilai maksimum dari dataset yang diuji.
3 Wahyu, et al 2018
Principal Component Analysis
(PCA) dan K- Nearest Neighbor
(K-NN)
Pada penelitian ini tercatat akurasi yang dihasilkan ialah 70,27%.
Terkait akurasi, peneliti menyarankan untuk menggunakan metode lain.
4 V Harini &
V bhanumathi 2016
SVM Klasifikasi menggunakan
data katarak dan non katarak dengan hasil akurasi 93,33% .
21
Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
No Peneliti Metode Keterangan
5 Wirawan V
& Yustinus 2017
Histogram Penelitian
mengembangkan metode histogram untuk mengenali mata katarak dan normal dengan memanfaatkan fitur warna. Namun membuat model kehilangan informasi spasial.
6 M Yang, et al 2013
Green Channel mix trilateral filter with
Backpropagation
Penelitian dilakukan dengan pengenalan pola
RGB Retina
menggunakan
transformasi Green Channel agar mudah dilakukan penilaian ke dalam 2 kelas yaitu katarak dan non katarak.
Kemudian kembali mereduksi noise dengan menggunakan trilateral
filter with
backpropagation
2.9. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu
Pada penelitian sebelumnya peneliti menggunakan berbagai metode untuk membantu mengidentifikasi mata normal dan katarak ternyata memiliki kesalahan sehingga masih sangat diperlukan penelitian selanjutnya yang membahas tentang katarak.
Pada penelitian sebelumnya terdapat beberapa model yang digunakan seperti Robust, Learning Vector Quantization, K-Nearest Neighbor, SVM. Pada tahun 2013 M.
Yang, et al melakukan penelitian dengan judul Classification of retinal image for automatic cataract detection berdasarkan data retina menggunakan green Channel mix trilateral filter with backpropagation. Pada tahun 2016 penelitian oleh Pathak &
Kumar menggunakan Robust serta penelitian yang dilakukan oleh V Harini & V bhanumathi menggunakan SVM sebagai algoritmanya.
Penelitian terdahulu juga menggunakan berbagai macam data baik berupa data rekam medis maupun mengunakan data citra penyakit katarak. Penelitian yang penulis lakukan menggunakan data slit lamp fundus. Penulis menggunakan algoritma backpropagation neural network dibantu dengan metode zoning dalam proses pengenalan fitur sebagai algoritma yang mendasari penelitian ini. Adapun penelitian terkait lainnya masih memerlukan banyak pelatihan data dan fitur. Penelitian yang penulis lakukan adalah bentuk peningkatan lebih lanjut dari penelitian sebelumnya.
BAB 3
ANALISIS DAN PERANCANGAN
3.1. Data yang digunakan
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra slit lamp fundus yang terdiri dari citra normal dan citra katarak. Data ini diperoleh dari beberapa rumah sakit khusus (eye dan Iridologi). Data citra slit lamp adalah data klinis yang ditinjau melalui alat canggih seperti kamera slit lamp.
Pada penelitian ini data yang dikumpulkan berupa citra mata katarak dan normal dengan berbagai kondisi. Setelah dikumpulkan menjadi satu maka dapat diketahui bahwa jumlah citra keseluruhan adalah 400 citra, citra tersebut terdiri dari citra normal dan citra katarak. Data yang telah dikumpulkan akan dibagi menjadi dua kelompok data yaitu 70 % data training dan 30% data testing.
3.2. Analisis Sistem
Proses sistem dalam klasifikasi penyakit katarak yang dilakukan terdiri dari beberapa tahap. Tahap – tahap yang dilakukan adalah sebagai berikut: tahap pengumpulan data citra berbentuk image yang terdiri dari citra mata normal dan citra katarak yang akan digunakan sebagai data pelatihan (training data) dan data pengujian (testing data);
tahap preprocessing terdiri atas grayscale; tahap segmentation menggunakan thresholding; tahap ekstrasi fitur dari citra menggunakan zoning; dan tahap klasifikasi citra menggunakan backpropagation neural network. Setelah tahap-tahap tersebut dilakukan, aplikasi dapat menghasilkan keluaran berupa hasil klasifikasi penyakit katarak. Adapun tahap-tahap tersebut dapat dilihat dalam bentuk arsitektur umum pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Arsitektur umum Input
Training Dataset
Testing Dataset
Preprocessing
Grayscale
Segmentation
Thresholding
Feature Extraction
Zoning
Classification
Backpropagation Neural Network
Output
Normal Ringan Sedang Berat
Database
Training Testing
25
3.3. Pre-processing
Pada tahap pre-processing, dilakukan beberapa tahapan untuk menghasilkan citra yang lebih baik untuk diproses pada tahap selanjutnya.
3.3.1. Grayscaling
Pada tahap pre-processing dilakukan grayscale yaitu mengubah citra berwarna menjadi citra keabuan. Grayscaling dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi jumlah parameter yang akan digunakan pada klasifikasi sehingga dapat mempercepat proses training.
Pengubahan gambar RGB menjadi grayscale dapat dilakukan dengan cara mengambil semua pixel pada gambar. Nilai yang digunakan sebagai komponen dasar citra ialah warna merah ( ( )), hijau ( ( )), dan biru ( ( )). Menurut Munir (2004), ketiga nilai inilah yang menjadi acuan nilai derajat keabuan untuk mencari nilai rata – rata yaitu dengan cara sebagai berikut:
Nilai tersebut dijumlahkan untuk dapat dibagi sehingga didapat nilai rata – rata yang akan dipakai untuk memberikan warna pada pixel gambar sehingga warna menjadi grayscale menggunakan Persamaan 2.1
( )
Untuk perbandingan proses konversi RGB menjadi grayscale dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2. Perbandingan citra RGB (kiri) dan citra grayscale (kanan)
3.4. Segmentation
Tahap segmentation dilakukan setelah tahap pre-processing, dilakukan tahap segmentation menggunakan thresholding. Thresholding menggunakan citra grayscale untuk memperoleh citra biner yang bernilai 0 dan 1 ( Hitam dan putih). Proses citra didasarkan pada derajat grayscale untuk dapat diperoleh melalui pemisahan pixel – pixel citra. Secara umum nilai thresholding dilakukan menggunakan Persamaan 2.2.
Citra grayscale dikonversi menjadi nilai biner. Nilai g(x,y) adalah citra threshold dari sebuah citra grayscale f(x,y) dengan nilai T sebagai nilai ambang threshold. Nilai T dapat ditentukan dengan global threshold, lokal threshold, dan dinamis threshold. Namun pada penelitian ini nilai ambang yang digunakan ialah global threshold agar seluruh pixel pada citra dikonversikan menjadi hitam atau putih dengan satu nilai ambang T.
Gambar 3.3. Perbandingan citra grayscale (kiri) dan citra setelah thresholding(kanan)
3.5. Ekstraksi Fitur
Ekstraksi fitur adalah proses pengambilan ciri sebuah objek yang dapat menggambarkan karakteristik dari objek tersebut. Kemudian nilai fitur digunakan oleh pengklasifikasi untuk mengenali unit masukan dengan unit target keluaran dan memudahkan proses klasifikasi (Pradeep, et al., 2011). Nilai fitur akan diklasifikasikan menggunakan backpropagation neural network. Pada penelitian ini, ekstraksi fitur yang digunakan ialah metode zoning.
27
3.5.1. Zoning
Zoning adalah proses untuk membagi citra ke dalam beberapa zona, sehingga zona mampu menghasilkan nilai fitur sebagai nilai masukkan ke proses klasifikasi yaitu dengan menghitung jumlah pixel putih tertinggi. Pada penelitian ini citra yang digunakan setelah resize berukuran 500 x 500 pixel lalu dibagi menjadi 10 kolom dan 10 baris sehingga didapatkan 100 zona yang akan mewakili 100 fitur. Pada tiap zona, ukuran pixel yang digunakan adalah 50 pixel. Adapun proses metode zoning dalam ekstraksi fitur adalah sebagai berikut.
1. Hitung jumlah pixel putih setiap zona dari zona Z1-Z100
2. Tentukan zona yang memiliki jumlah pixel putih paling tinggi 3. Hitung nilai fitur setiap zona dari Z1-Z100 dengan Persamaan 2.3
Gambar 3.4. Fitur zoning Contoh perhitungan zoning antara lain:
Tabel 3.1 Nilai Pixel Putih Citra Setiap Zona Z1 Z2 Z3 ... Z100
50 120 220 ... 160
1. Hitung jumlah pixel putih setiap zona dari citra yang diteliti.
Z1= 50, Z2 = 120, Z3 = 220, Z100 = 160
2. Setelah diketahui nilai setiap zona maka dapat disimpulkan bahwa zona yang memiliki jumlah pixel putih paling tinggi adalah Z3 = 220.
3. Kemudian nilai fitur setiap zona akan dibagi dengan nilai zona maksimum Z1 : 50/220 = 0.22
Z2 : 120/220 = 0.54 Z3 : 220/220 = 1 Z100 : 160/220 = 0.72
4. Agar lebih memudahkan penulis dalam menentukan nilai zona, maka pada penelitian ini penulis melakukan pembulatan pada nilai fitur setiap zona dengan ketentuan jika :
𝑍𝑛 < 0.5 maka 𝑍𝑛 = 0 𝑍𝑛 ≥ 0.5 makan 𝑍𝑛 = 1
5. Nilai parameter ditentukan berdasarkan nilai ambang batas dari range 0 sampai 1.
Pembulatan ini dilakukan agar nilai fitur yang dihasilkan akan berbentuk nilai biner yang akan digunakan sebagai nilai input pada proses klasifikasi pada tahap selanjutnya. Sehingga dari perhitungan zona didapat nilai fitur berupa:
Z1 = 0, Z2 = 1, Z3 =1, Z100 = 1.
6. Setelah nilai tersebut dikonversi berdasarkan parameter ketentuan, maka dari setiap perhitungan zoning tersebut dapat disimpulkan zoning menghasilkan 100 fitur yang akan digunakan sebagai nilai input pada proses klasifikasi menggunakan backpropagation neural network.
Gambar 3.5. Hasil nilai ekstraksi fitur menggunakan zoning
0 1 1 ... 1
Z1 Z2 Z3 ... Zn
29
3.6. Klasifikasi Citra dengan Backpropagation Neural Network
Klasifikasi dilakukan menggunakan metode backpropagation neural network menggunakan nilai fitur yang di dapatkan melalui proses ekstraksi fitur menggunakan zoning, tahapan berikutnya yaitu proses klasifikasi citra menggunakan metode backpropagation neural network.
Setiap data masukan dilakukan fase feedforward dengan menghitung nilai keluaran setiap neuron pada lapisan tersembunyi dan lapisan output dengan Persamaan 2.5. dan 2.6. Selanjutnya fase backward dengan menghitung faktor kesalahan pada lapisan output dan lapisan tersembunyi dengan Persamaan 2.7. - 2.11.).
Tahap Selanjutnya adalah fase modifikasi bobot dengan Persamaan 2.12. dan 2.13.).
3.6.1. Tahap Perancangan Arsitektur BPNN
Metode backpropagation neural network harus dirancang terlebih dahulu. Pada penelitian ini, arsitektur yang akan dirancang terdiri dari 100 neuron pada lapisan input, 2 hidden layer, dan 4 neuron pada lapisan output. Jumlah neuron pada lapisan input ditentukan berdasarkan jumlah fitur pada hasil ekstraksi fitur. Sedangkan 4 neuron pada lapisan output ditentukan bedasarkan target nilai output.
Tabel 3.2. Target Output Jaringan Backpropagation No Jenis Citra Target Output
1 Normal 1 0
2 Ringan 0 1
3 Sedang 0 1 0
4 Berat 0 0 1
Pada penelitian ini arsitektur jaringan Backpropagation dapat dilihat pada Gambar 3.7.
Gambar 3.6. Arsitektur jaringan backpropagation
Berdasarkan arsitektur jaringan backpropagation pada Gambar 3.6 dapat diketahui bahwasannya :
1. Lapisan input memliki 100 neuron ditambah 1 neuron bias, lapisan tersembunyi memilki 2 neuron ditambah 1 neuron bias sedangkan lapisan output memiliki 4 neuron.
2. 1sampai dengan 100 adalah neuron-neuron pada lapisan input 𝑧1sampai dengan 𝑧2
adalah lapisan tersembunyi dan 1 sampai 4 adalah neuron-neuron pada lapisan output.
3. 1merupakan bias yang menuju ke lapisan tersembunyi sedangkan 2merupakan bias yang menuju ke lapisan output.
4. 𝑗adalah nilai bobot koneksi antara neuron lapisan input dengan neuron 𝑗 adalah neuron tersembunyi. Sedangkan 𝑗𝑘 adalah nilai bobot koneksi antara neuron 𝑗 lapisan tersembunyi dengan neuron 𝑘 pada lapisan output. 𝑜𝑗adalah bobot koneksi antara bias dengan neuron j dilapisan tersembunyi sedangkan 𝑜𝑘 adalah bobot koneksi antara bias dengan neuron 𝑘 di lapisan output.
31
3.6.2. Penentuan Epoch
Epoch adalah berapa kali setiap sampel dikenalkan pada jaringan. Nilai epoch yang digunakan merupakan jumlah literasi yang akan dilakukan pada saat proses pelatihan.
Jumlah epoch yang digunakan pada penelitian ini adalah 50, 100, 150, 200.
3.6.3. Penentuan learning rate
Learning rate merupakan nilai yang berupa angka positif antara nilai 0,1 dan 0,9. Pada penelitian ini, nilai learning rate yang dipakai adalah 0,1, 0,2, 0,3.
3.6.4. Penentuan minimum error
Nilai minimum error merupakan hasil yang diambil dari nilai rata-rata kuadrat error yang terjadi antara output jaringan dan target, nilai minimum error yang digunakan pada penelitian ini adalah 0.01
3.6.5. Training
Tujuan dari pelatihan jaringan backpropagation adalah mengatur nilai error agar menjadi semakin kecil atau tidak ada error sama sekali dengan cara mencari bobot yang sesuai sehingga nilai output mendekati target. Tahap awal yang dilakukan pada proses pelatihan yaitu input data training. Setiap data masukan yang dilatih akan masuk ke tahap preprocessing dan ektraksi fitur yang kemudian hasil tersebut digunakan sebagai input neuron. Kemudian tentukan target keluaran dari setiap data masukan. Lalu inisialisasi nilai seluruh bobot dan bias secara acak dalam range 0 sampai 1.
Berikut ini adalah uraian beberapa pelatihan jaringan backpropagation neural network yang akan digunakan pada tahap pengujian. Pada penelitian ini pelatihan bakcpropagation menggunakan 100 neuron input, 2 hidden layer, 4 neuron output menggunakan learning rate dan minimum error.
a. Data yang diberikan dengan menggunakan input X1 sampai X100 dan target yang dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Input dan Target
Data ... Target
Gambar 1 0.37 0.45 0.72 ... 0.83 1 0
Gambar 2 0.50 0.31 0.54 ... 0.53 0 1
Gambar 3 0.35 0.42 0.78 ... 0.85 0 1 0
Gambar 4 0.51 0.33 0.50 ... 0.53 0 0 1
a. Inisiasi bobot awal sesuai dengan nilai masukan setarakan nilai bobot dalam nilai range 0 sampai 1.
Tabel 3.4. Bobot Awal Bobot Awal
( )
V1.0
(bias)
V1.1 V1.2 V1.3 ... V1.100
Gambar1 0.432 0.753 0.526 0.261 ...
b. Inisiasi bobot koneksi antara lapisan tersembunyi dan lapisan output ( ) seperti yang terlihat pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5. Bobot Awal Bobot Awal (Wkj) W1.0 W1.1
Gambar1 0.864 0.721
d. Kemudian dapat ditentukan parameter yang akan digunakan sebagai learning rate, dan minimum error.
- Learning rate = 0.2 - Minimum error = 0.01
e. Dilakukan iterasi selama epoch < maksimal epoch dan nilai error > minimum error
33
f. Lakukan langkah fase forward
- Hitung nilai 𝑍 𝑛 pada lapisan tersembunyi dengan menggunakan Persamaan 2.6 :
𝑍 𝑛 = 1*(0.432) + 0.37*(0.753) + 0.45*(0.526) + 0.72*(0.261) + ...
+ 0.83*(0.524)
= 0.432 + 0.278 + 0.236 + 0.187+ ... +0.434
= 2.567
- Kemudian hitung nilai keluaran 𝑧𝑗 pada node di lapisan tersembunyi menggunakan fungsi aktivasi sigmoid biner.
𝑍 = (𝑍 𝑛 ) = ( ) = 0.1402
- Hitung nilai _𝑛 𝑘 pada node di lapisan output menggunakan Persamaan 2.7 :
𝑛 = 1*(0.864) + 0.1402*(0.721) = 0.947
- Kemudian hitung nilai keluaran yk pada node di lapisan output menggunakan fungsi aktivasi sigmoid biner.
= ( 𝑛 ) = ( ) = 0.357 g. Lakukan langkah – langkah pada fase backward.
- Hitung faktor di unit keluaran 𝑘 dengan menggunakan Persamaan 2.8 : = (1 - 0.357) * 0.357 * (1 – 0.357)
= 0.643 * 0.357 * 0.643 = 0.14
- Hitung suku perubahan bobot 𝑘𝑗 dengan menggunakan learning rate yang akan digunakan dengan Persamaan 2.9 :
Δ = 0.2 * 0.14 * 1 = 0.028
Δ = 0.2 * 0.14 * 0.1402 = 0.003
- Hitung penjumlahan _𝑛 𝑗 pada unit tersembunyi 𝑧𝑗 dengan menggunakan Persamaan 2.10 :
𝑛 = 0.14 * 0.721 = 0.109
- Hitung faktor pada unit tersembunyi menggunakan Persamaan 2.11 : = 0.109 *(1 - 0.1402) * (0.721 *0.2) = 0.013
- Hitung suku perubahan bobot 𝑗 dengan menggunakan Persamaan 2.12 : Δ = 0.2 * 0.013 * 1 = 0.0026
Δ = 0.2 * 0.013 * 0.37 = 0.0009 Δ = 0.2 * 0.013 * 0.45 = 0.0017 Δ = 0.2 * 0.013 * 0.72 = 0.0018 Δ = 0.2 * 0.013 * 0.83 = 0.0021
h. Hitung perubahan bobot (update wieght) jaringan backpropagation. menggunakan Persamaan 2.13 :
= 0.864 + 0.028 = 0.892
= 0.721 + 0.003 = 0.724
i. Hitung bobot baru (new wieght) setiap node lapisan tersembunyi dengan Persamaan 2.14 :
= 0.432 + 0.0026 = 0.4256
= 0.753 + 0.0009 = 0.7539
= 0.526 + 0.0017 = 0.5277
= 0.261 + 0.0018 = 0.2628
= 0.524 + 0.0021 = 0.5261
35
Hasil dari proses ini merupakan struktur yang merepresentasikan parameter yang digunakan untuk membentuk model yang kemudian akan dimasukkan dalam tahap testing.
3.6.6. Testing
Testing merupakan tahap pengujian dari model yang telah dibentuk pada proses training sebelumnya. Tahap ini dilakukan untuk mengetahui keberhasilan metode backpropagation neural network untuk dapat diterapkan pada sistem klasifikasi penyakit katarak.
3.6.7. Output
Hasil akhir atau output pada penelitian ini berupa informasi nilai error dan akurasi pada proses training dan hasil klasifikasi citra pada proses testing.
3.7. Perancangan antarmuka sistem
Perancangan antarmuka sistem dilakukan untuk menunjukkan dan mendeskripsikan gambaran dari sistem yang akan dibangun yaitu tampilan antarmuka (interface) tentang perancangan antarmuka aplikasi klasifikasi penyakit katarak. Perancangan antarmuka terdiri dari rancangan tampilan home, tampilan halaman utama dan tampilan halaman training.
3.7.1. Rancangan Tampilan Home
Tampilan halaman Home adalah tampilan awal pada saat sistem dijalankan.
Rancangan tampilan Home dapat dilihat pada Gambar 3.7.
Gambar 3.7. Rancangan tampilan halaman home
Adapun rincian dari rancangan tampilan home adalah sebagai berikut : a. Tombol menu yang digunakan untuk training data.
b. Tombol yang digunakan untuk testing data.
c. Judul aplikasi yang digunakan.
d. Gambar yang digunakan sebagai sampul aplikasi.
3.7.2. Rancangan Tampilan Training
Halaman ini dirancang untuk menginput citra training dengan tampilan 4 tombol yang disesuaikan dengan masing – masing klasifikasi. Gambar dari rancangan halaman testing sistem dapat dilihat pada Gambar 3.8.
37
Gambar 3.8. Rancangan halaman training
Adapun rincian dari rancangan tampilan section training adalah sebagai berikut : a. Tombol input yang digunakan untuk citra mata normal.
b. Tombol input yang digunakan untuk citra katarak ringan.
c. Tombol input yang digunakan untuk citra katarak sedang.
d. Tombol input yang digunakan untuk citra katarak berat.
e. Tombol yang diklik untuk melakukan proses training data.
f. Menampilkan direktori yang telah di input melalui tombol “a”.
g. Menampilkan direktori yang telah di input melalui tombol “b”.
h. Menampilkan direktori yang telah di input melalui tombol “c”.
i. Menampilkan direktori yang telah di input melalui tombol “d”.
3.7.3. Rancangan Tampilan Testing
Halaman ini dirancang untuk mempermudah pengguna dalam melakukan proses penginputan citra, pemrosesan dan hasil yaitu citra yang di input normal atau katarak.
Gambar dari rancangan halaman testing sistem dapat dilihat pada Gambar 3.9.
3.9. Rancangan tampilan halaman testing
Adapun rincian dari rancangan tampilan section testing adalah sebagai berikut : a. Tombol yang digunakan untuk input gambar.
b. Tombol ini digunakan sebagai preprocessing citra yang telah di input.
c. Tombol digunakan untuk melihat nilai zoning dari citra yang telah di input.
d. Tombol digunakan untuk melihat hasil klasifikasi citra.
e. Output yang dihasilkan dari citra yang telah diinput.
f. Output nilai zoning citra.
g. Original citra yang diinput.
h. Output citra grayscale.
i. Output citra threshold
39
BAB 4
IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN
4.1. Implementasi Sistem
Pada tahap implementasi sistem, proses untuk klasifikasi penyakit katarak dimulai dengan dilakukannya input data citra, preprocessing, segmentasi, ekstraksi ciri, dan hingga tahap akhir yaitu klasifikasi yang diimplementasikan ke dalam bahasa pemrograman C# dengan perancangan yang telah dilakukan.
4.1.1. Spesifikasi Perangkat Keras dan Perangkat Lunak
Spesifikasi perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan untuk membangun sistem ini adalah sebagai berikut:
1. Processor Intel(R) Core(TM) i3-380M CPU 2.53 GHz.
2. Kapasitas hard disk 500 GB.
3. Memori RAM yang digunakan 4,00 GB.
4. Sistem operasi yang digunakan Microsoft Windows 7.
5. Microsoft visual studio Release @2015 6. DB Browser(SQLite) 32 bit
4.1.2. Implementasi Perancangan Antarmuka
Implementasi perancangan antarmuka berdasarkan rancangan sistem yang telah dibahas pada bab 3 adalah sebagai berikut :
4.1.2.1. Tampilan Section Home
Halaman home menampilkan halaman awal saat pertama kali aplikasi dibuka.
Tampilan dari halaman home dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Tampilan home 4.1.2.2. Tampilan Section Training
Tampilan ini merupakan halaman untuk training data dan memperoleh hasil ekstraksi citra untuk kemudian dilakukan identifikasi dengan backpropagation neural network.
Halaman training dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2. Tampilan section training 4.1.2.3. Tampilan Section Testing
Halaman ini merupakan halaman untuk melakukan testing yang bertujuan untuk klasifikasi penyakit katarak berdasarkan citra fundus menggunakan metode backpropagation neural network. Tampilan halaman testing dapat dilihat pada Gambar 4.3.