• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Kata gender berasal dari kata genus yang berarti jenis atau tipe, dikemudian hari diartikan sebagai jenis kelamin, yaitu pembedaan antara laki- laki dan perempuan yang dibentuk melalui proses sosial dan budaya yang panjang. Dengan kata lain, jender adalah peran dan kedudukan seseorang yang dikonstruksikan oleh masyarakat dan budayanya karena seseorang lahir sebagai laki-laki dan seseorang lahir sebagai perempuan.

Bayi yang baru lahir dengan jenis kelamin tertentu misalnya laki-laki dikontruksikan, diberi pemahaman oleh masyarakat bahwa laki-laki itu akan menjadi kepala keluarga. Dia akan menjadi pencari nafkah, menjadi orang yang menentukan. Demikian pula dengan bayi yang lahir dengan jenis kelamin perempuan. Bayi perempuan akan diberi pemahaman oleh budaya dan masyarakat sebagai ibu rumah tangga, sebagai istri, sebagai orang yang dilindungi dan sebagainya. Jadi, kedudukan kepala keluarga, seperti juga kedudukan ibu rumah tangga bukan datang dengan sendirinya tetapi diberikan oleh masyarakat1.

Akibat yang paling jelas terasa dari pemahaman mengenai pandangan ini ada dalam kehidupan rumah tangga. Biasanya suami lebih dihormati oleh anggota keluarga yang lain bahkan suamilah yang disebut sebagai kepala keluarga. Peran seorang istri dalam keluarga nampaknya kurang diperhatikan dan dihargai. Bahkan dalam budaya Jawa misalnya istri dikenal sebagai konco wingking (teman di belakang) dari sang suami, artinya bahwa tugas istri sebatas mengurusi urusan “dapur” dan keperluan rumah tangga lainnya. Dalam pemahaman budaya ini, seorang istri berkewajiban mengurus rumah tangganya, dan walaupun suaminya yang menjadi kepala keluarga, suami itu lebih mengutamakan hal-hal

1 Yufita Rahardjo,”Seksualitas Manusia dan Masalah Gender” dalam Seksualitas, Kesehatan Reproduksi dan Ketimpangan Gender (Seri Kesehatan Reproduksi, Kebudayaan dan Masyarakat), Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1996, hlm 260.

(2)

yang terjadi diluar rumah tangga dan jarang sekali menaruh perhatian pada masalah sehari- hari rumah tangganya2.

Konsep dan makna hidup berumah tangga seperti inilah yang masih dipegang orang sampai saat ini yaitu konsep patriarkal di mana suami atau laki-laki menjadi kepala keluarga, penanggung jawab kehidupan rumah tangga sekaligus pencari nafkah. Sedangkan istri atau perempuan yang mengurusi rumah tangga (memasak, mencuci, dan lain sebagainya), melayani suami dan terutama merawat anak-anak.

Namun makin berkembangnya kemajuan zaman yang disertai bertambahnya jumlah wanita yang mempunyai keterampilan dalam bidang tertentu serta adanya kesempatan dalam masyarakat untuk aktif mengisi berbagai peranan, membuat wanita merasa tidak puas dengan hanya menjadi istri dan ibu tumah tangga. Artinya ketika perempuan mempunyai kesempatan untuk memperoleh pendidikan setinggi-tingginya dan kesempatan untuk mengekspresikan dirinya lewat pekerjaan, maka setidaknya peran istri menjadi tidak lagi dapat dilaksanakan dengan baik lagi. Dalam arti peran seorang istri untuk melayani suaminya bahkan untuk mengurusi rumah tangganya tidak lagi dapat dilaksanakan dengan baik karena kesibukan pekerjaannya.

Salah satu akibat lain dari realita ini adalah pada anak-anaknya kelak. Dengan hadirnya seorang anak, tentu masalah akan bertambah pula, termasuk masalah ekonomi, yang berarti bertambahnya pengeluaran yang harus pula diimbangi dengan pemasukan yang lebih besar, sedangkan sumber nafkah biasannya justru berkurang, karena istri mengurangi waktu bekerjanya untuk mengurus dan merawat anak. Untuk mengatasi hal ini biasanya pasangan suami-istri memutuskan untuk bekerja. Sedangkan tugas mengasuh dan merawat anak diserahkan pada pengasuh. Dengan demikian maka pendidikan keluarga di rumah menjadi tidak berjalan dengan baik3.

Selama ini dalam pembinaan pra-nikah yang dilaksanakan di Wilayah Klasis Bandung, terutama di GKI Guntur, Bandung, belum ada materi yang secara khusus berbicara mengenai hal tersebut. Ketika menjelaskan konsep dan makna pernikahan, dasar Alkitabiah yang dipakai sebagai landasan teologisnya adalah Efesus 5 : 22-23 di mana suami atau kaum laki-

2 Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, Balai Pustaka, Jakarta, 1994, hlm 145.

3 Dra.Ny. Singgih D Gunarsa, Psikologi Untuk Keluarga, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2003, hlm 29.

(3)

laki menjadi lebih tinggi kedudukannya dan istri atau kaum perempuan hanya sebatas teman yang harus menurut dan tunduk pada suami4 di samping materi lain berupa pemahaman dasar mengenai makna pernikahan kristiani, pernikahan dari sudut pandang hukum, psikologi dan seksualitas. Menurut penyusun ini sudah tidak sesuai lagi dengan realita yang ada di mana perempuan pun punya kesempatan untuk lebih maju dari laki-laki, baik dalam hal pendidikan maupun pekerjaan apalagi di kota besar di mana persaingan antara laki-laki dan perempuan lebih bebas dan terbuka.

1.2 Pokok Permasalahan

Pokok keprihatinan tidak selalu bersumber pada masalah disharmoni yang diakibatkan tidak adanya komunikasi mesra dalam sebuah keluarga. Yang sebenarnya paling penting adalah bagaimana mempersiapkan mental dan spiritual terbentuknya keluarga baru, yakni sebuah pernikahan. Pernikahan bukanlah sekedar bersatunya dua orang manusia berlainan jenis yang mempertalikan kehidupan mereka secara sah, baik menurut agama maupun undang-undang yang berlaku. Pernikahan berkaitan erat dengan eksistensi manusia dan semua aspek kehidupan manusia. Sebuah pernikahan haruslah dipersiapkan secara matang dan terencana sejak dini karena persiapan ini merupakan salah satu langkah awal bagi pasangan suami-istri dalam menjalani kehidupan rumah tangganya. Lewat persiapan ini pula pasangan suami-istri diberikan pegangan agar lebih siap untuk mengambil tindakan dan mengatur perjalanan rumah tangga mereka. Persiapan yang baik berarti awal yang baik, dan awal yang baik memberikan arah yang baik dalam menghadapi liku-liku kehidupan.

Salah satu persiapan yang dilakukan adalah dengan mengikuti pembinaan pra-nikah.

Pembinaan pra-nikah selain merupakan salah satu syarat bagi calon pasangan untuk dapat diberkati secara gerejawi pernikahannya5, juga merupakan sesuatu yang penting diketahui oleh calon pasangan. Dalam pembinaan pra-nikah ini dijelaskan mengenai pernikahan Kristiani dari segi teologi, hukum, kesehatan, seksual, ekonomi dan psikologi dalam hidup berumah tangga. Termasuk dijelaskan mengenai perubahan peran laki-laki dan perempuan setelah pernikahan, yaitu bahwa laki-laki akan menjadi seorang suami dan perempuan menjadi seorang istri.

4 Pdt. Jimmy Mc Setiawan, Kumpulan Karangan, 25 Tahun Pelayanan di GKI Guntur Bandung, Bandung, Bina Media Informasi, 2004, hlm 77.

5 Tata Gereja Gereja Kristen Indonesia Bab X, Pasal 29 (ayat 2), Badan Majelis Sinode GKI, Jakarta, 2003.

(4)

Selama ini konsep patriarkal di mana suami yang dilayani oleh istri mempunyai pengaruh yang kuat di masyarakat. Suami sebagai kepala keluarga berarti dia yang bekerja, mencari nafkah, dan bertanggung jawab atas biaya hidup keluarganya, sedangkan istri sebagai kepala rumah tangga yang mengurusi segala kegiatan di rumah dan bertanggung jawab atas berlangsungnya kegiatan rumah tangga (mis: memberikan kopi pada suami, memasak, mencuci, dan lain-lain). Ketika keduanya bekerja, maka konsep patriarkal yang seperti ini nampaknya sudah kurang relevan lagi.

Jika demikian, maka sudah menjadi tugas gereja untuk menyadarkan kembali warga gereja dalam memahami konsep dan makna hidup berumah tangga dalam ikatan pernikahan Kristiani. Bagaimana rumusan konsep makna ini terkait dengan masalah kesempatan bagi sang istri untuk memperoleh pendidikan yang setinggi-tingginya serta masalah kesempatan bagi sang istri untuk dapat mengekspresikan dirinya sebebas-bebasnya melalui pekerjaan?

Bagaimana peran gereja dalam mengatasi masalah ini? Bagaimana kurikulum yang jelas dan tepat bagi pembinaan pra-nikah ini?

1.3 Batasan Masalah

Untuk mengarahkan pembahasan, agar tidak terlalu meluas, maka penulis membatasi permasalahan dan pembahasan pada hal-hal berikut:

- Materi yang diberikan berupa rumusan tentang konsep makna pernikahan dan disampaikan dalam bentuk desain kurikulum dalam pembinaan pra-nikah.

- Calon pasangan suami-istri yang dimaksud adalah mereka yang mengikuti pembinaan pra-nikah dan keduanya (laki-laki dan perempuan) sama-sama bekerja.

- Pembinaan yang dimaksud berupa pembinaan Pra-Nikah yang diselenggarakan oleh masing-masing gereja dalam rangka membekali dan mempersiapkan calon pasangan.

- Sebagai sampel, penulis akan melakukan pengamatan di GKI Guntur, Bandung dalam rangka melihat seberapa jauh keterlibatan dan peran gereja dalam membina dan membekali calon pasangan suami-istri dalam hal konsep dan pemahaman mereka mengenai hidup berumah tangga.

(5)

1.4 Judul dan Alasan Pemilihan Judul

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis menetapkan judul sebagai berikut :

Konsep Makna Hidup Berumah Tangga

(Desain Kurikulum Pembinaan Pra-Nikah di GKI Guntur)

Penulis menetapkan judul tersebut dengan pertimbangan bahwa sudah seharusnya baik gereja maupun calon pasangan memikirkan kembali konsep dan pemahaman mereka mengenai hidup berumah tangga. Hal ini penting disampaikan ketika mereka mengikuti pembinaan pra- nikah karena dari konsep makna pernikahan yang mereka punyai ini akan berpengaruh terhadap dinamika kehidupan rumah tangga mereka. Bagaimana mereka memahami pasangannya, penghargaan satu terhadap yang lain dan bagimana menciptakan suasana keluarga yang harmonis. Selain itu masih sedikitnya perhatian dari berbagai pihak, termasuk gereja, mengenai masalah ini.

Penulis memilih GKI Guntur, Bandung sebagai sempel pengamatan dan pelaksanaan desain kurikulum ini karena menurut penulis, di GKI Guntur cukup banyak pasangan muda yang akan menikah dan keduanya bekerja. Selain itu kota Bandung merupakan kota yang besar sehingga persaingan untuk mendapatkan pekerjaan baik bagi kaum laki-laki maupun perempuan cukup besar.

1.5 Metode Penulisan

Metode yang dipakai penulis adalah metode deskriptif-analitis. Maksudnya penulis akan mendeskripsikan data, prinsip, pendapat dan gagasan sehubungan dengan permasalahan yang ada, yaitu bagaimana pandangan masyarakat mengenai makna hidup berumah tangga dan bagaimana makna hidup berumah tangga dalam kacamata teologi Kristiani. Kemudian menganalisa keduanya agar dapat memberikan suatu masukan dan manfaat bagi pembinaan pra-nikah dan diterapkan dalam bentuk desain kurikulum. Dalam pembahasan ini, penulis memakai study literatur dan pengumpulan data-data melalui observasi dan wawancara kepada calon pasangan suami-istri yang sudah mengikuti pembinaan pra-nikah dan keduanya bekerja, sebagai dasar analisis tetapi hanya mendapatkan gambaran secara acak yang

(6)

berkaitan dengan materi bina pra-nikah. Sebagai sempel, penulis akan melakukan pengamatan di GKI Guntur, Bandung dalam rangka melihat seberapa jauh keterlibatan dan peran gereja dalam membina dan membekali calon pasangan suami-istri dalam hal konsep dan pemahaman mereka mengenai hidup berumah tangga.

1.6 Tujuan Penulisan

Tujuan yang hendak dicapai adalah

1. Menganalisa konsep makna hidup berumah tangga yang selama ini berkembang dan dipahami oleh gereja, kkhususnya di GKI Guntur, Bandung.

2. Merumuskan konsep makna hidup berumah tangga dalam pernikahan Kristiani yang disampaikan melalui sebuah desain kurikulum pada pembinaan pra-nikah bagi calon pasangan suami-istri. Dan diharapkan dapat dipakai atau diaplikasikan pada pembinaan pra-nikah di GKI Guntur Bandung. .

1.7 Sistematika

Penulisan skripsi ini dibagi atas :

BAB I : Pendahuluan

Berisi penjelasan mengenai latar belakang masalah, pokok permasalahan, batasan masalah, judul, alasan pemilihan judul, metode penulisan, tujuan penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II : Konsep Makna Hidup Berumah Tangga Secara Umum

Berisi mengenai penjelasan konsep dan makna pernikahan yang lama dan yang berkembang di masyarakat serta pola-pola hubungan suami-istri.

Selain itu dijelaskan pula faktor-faktor yang melatarbelakangi munculnya pemahaman seperti itu, misalnya dari faktor sosial, budaya dan ekonomi serta dijelaskan pula akibat yang ditimbulkannya.

BAB III : Makna dan Hakekat Pernikahan Secara Teologis Kristiani

Berisi penjelasan mengenai bagaimana konsep dan makna pernikahan yang ideal dalam suatu hidup berumah tangga, berdasarkan situasi dan

(7)

kondisi yang berkembang saat ini. Yaitu bahwa dalam hidup berumah tangga baik suami maupun istri adalah mitra bagi yang lain, tidak ada posisi yang lebih tinggi atau rendah di antara suami-istri. Dari penjelasan ini akan muncul rumusan baru mengenai konsep dan makna pernikahan menurut kacamata Kristiani. Konsep ini kemudian dikaitkan dengan konsep Shared Crhistian Praxis menurut Thomas Gromme.

BAB IV : Desain Kurikulum Pembinaan Bagi Calon Pasangan Suami-Istri Melalui Pembinaan Pra-nikah

Berisi penjelasan mengenai model pembinaan yang tepat dan jelas berdasarkan analisa dan kenyataan yang ada dalam bentuk desain kurikulum. Dijelaskan pula pengertian desain kurikulum berdasarkan teori Wychoff, unsur-unsur yang harus terdapat dalam kurikulum dan juga materi pembelajaran dalam beberapa kali pertemuan. Termasuk contoh desain kurikulum yang dapat dipakai bagi pembinaan pra-nikah di GKI Guntur Bandung.

BAB V : Penutup

Berisi penjelasan mengenai kesimpulan, usulan serta sumbangan saran.

Referensi

Dokumen terkait

Torak (piston) yang bergerak secara translasi/bolak-balik didalam silinder mengkompresikan udara sehingga menaikan temperatur dan tekanan, kemudian bahan bakar

Kecuali pada FN 76 disinter selama 60 menit, nilai induksi remanennya lebih tinggi daripada paduan yang disinter pada waktu yang sama, hal ini dapat dijelaskan di Gambar 4.5b

Berbagi linkmelalui note dapat dilakukan oleh guru Anda, kawan-kawan Anda, maupun Anda sendiri. Apabila Anda ingin berdiskusi atau menanyakan sesuatu melalui

Berikut merupakan salah satu contoh pengujian yang dilakukan pada aplikasi ARMIPA yaitu pengujian ketepatan titik lokasi pada peta dan kamera dengan markerless

Komunikasi dan Informatika, yang mencakup audit kinerja atas pengelolaan keuangan negara dan audit kinerja atas pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Komunikasi dan

Pada Ruang Baca Pascasarjan perlu dilakukan pemebersihan debu baik pada koleksi yang sering dipakai pengguna maupun

Menurut teori hukum Perdata Internasional, untuk menentukan status anak dan hubungan antara anak dan orang tua, perlu dilihat dahulu perkawinan orang tuanya sebagai

Penyusunan LBP Kementerian Keuangan Tahunan Tahun Angggaran 2020 (Audited), mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2014 sebagaimana telah diubah dengan