PEMBERIAN INDOLE ACETIC ACID DAN BENZIL AMINO PURINE TERHADAP PEMBENTUKAN PROTOCORM DAN TUNAS ANGGREK VAYES
LIMONDOK (Phaius tankervilleae (Banks) Bl ) IN VITRO
The Formation of Protocorm and Budding of Phaius tankervilleae (Banks) Bl in Vitro with the Application of Indole Acetic Acid and Benzil Amino Purine
Veronika L. Tuhumena1*
1Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian UNIPA Jl. Gunung Salju, Amban Manokwari Papua Barat, 98314
*) e-mail korespondensi: leonoraveronica43@gmail.com
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan kombinasi yang tepat antara taraf konsentrasi IAA dan BAP terhadap pembentukan protocorm dan tunas anggrek Vayes limondok in vitro. Penelitian ini adalah penelitian faktorial yang terdiri dari dua faktor dimana sebagai Faktor pertama (A) adalah konsentrasi IAA dengan empat taraf konsentrasi dan Faktor kedua (B) dengan 4 taraf konsentrasi BAP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh interaksi IAA dan BAP pada berbagai taraf konsentrasi terhadap persentase eksplan yang bertunas dan jumlah daun akan tetapi sangat dipengaruhi oleh BAP sebagai faktor tunggal. Taraf konsentrasi BAP 1 ppm memberikan jumlah eksplan yang membentuk protocorm terbanyak.
Kata Kunci : IAA, BAP, in vitro, Phaius tankervilleae
Abstract
The objective of this research is to identify the best combination of IAA and BAP concentration to support the formation of protocorms and budding of Phaius tankervilleae in vitro. This research were conducted with two treatment factors that are IAA and BAP concentration levels. The results showed that there were no interaction between IAA and BAP concentrations to the budding explant percentage and leaf number while they were affected by BAP concentration only. BAP concentration at 1 ppm produced the highest number of protocorm.
Keywords : IAA, BAP, in vitro, Phaius tankervilleae
PENDAHULUAN
Tanaman hias telah dikenal oleh manusia sejak berabad-abad lamanya hal ini dikarenakan tanaman hias memiliki multifungsi diantaranya sebagai pengharum, kerajinan, makanan juga dapat digunakan sebagai tanaman obat.
Salah satu tanaman hias yang diminati oleh sebagian masyarakat karena memiliki variasi bentuk, ukuran dan warna yang unik adalah anggrek.
Anggrek merupakan salah satu anggota dari famili Orchidaceae dan terdapat lebih dari 30.000 spesies dan 800 genera yang berbeda (Darmono, 2004).
Bila dibandingkan dengan bunga potong lain, anggrek memiliki daya tarik tersendiri mulai dari bentuk bunga yang bervariasi, warna serta ukuran yang bermacam-macam serta terdapat juga beberapa anggrek yang dapat mengeluarkan bau harum.
Di Indonesia, terdapat jenis-jenis anggrek yang hanya dapat tumbuh di daerah-daerah tertentu dan memiliki beberapa keunggulan seperti anggrek hitam (Coelogyne pandurata) yang berasal dari Kalimantan, Dendrobium violaceum dari Papua, Diplocaulobium utile yang adalah anggrek dari Sulawesi.
Di propinsi Sulawesi Utara khususnya di Kota Tomohon terdapat satu jenis anggrek tanah yang oleh masyarakat digunakan sebagai tanaman pekarangan.
Tanaman anggrek ini dikenal masyarakat sebagai anggrek kelapa karena bentuk daunnya yang menyerupai daun kelapa waktu bertunas. Tanaman ini memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan anggrek lain yaitu ukuran bunga dan bentuk tanaman yang proposional, tahan lama dan dapat panen dua kali dalam setahun.
Perbanyakan anggrek dapat dilakukan secara vegetatif maupun generatif. Selama ini perbanyakan tanaman anggrek Vayes limondok dilakukan secara vegetatif dengan pemisahan rumpun dan secara generatif yaitu dari biji yang berada dalam buah.
Untuk tujuan produksi guna pemenuhan kebutuhan konsumen akan tanaman hias, perbanyakan secara vegetatif maupun generatif tidak dapat diproduksi dalam jumlah yang banyak dalam waktu yang singkat, maka salahsatu cara perbanyakan yang dapat dilakukan adalah dengan kultur jaringan. Keunggulan perbanyakan tanaman secara kultur jaringan seperti perbanyakan dapat dilakukan dengan cepat, genetik yang seragam dan dapat diproduksi sepanjang tahun (Zulkarnain, 2009).
Dalam kultur jaringan, pertumbuhan dan perkembangan tanaman dapat diatur dengan menggunakan oleh zat pengatur tumbuh dalam media. Zat pengatur tumbuh yang banyak digunakan adalah auksin, sitokinin, adenine, giberellin, etilen (Katuuk, 1989). Hasil penelitian Novianto (1996) diperoleh
kesimpulan bahwa pemberian BAP 1 mg/l memberikan waktu bertunas yang cepat pada anggrek Dendrobium sp.
Penelitian pada kultur meristem untuk perbanyakan klonal anggrek memakai IAA pada konsentrasi 1 mg/l diduga dapat merangsang pertumbuhan akar dan BAP pada konsentrasi 0,5 mg/l untuk merangsang pertumbuhan tunas (Anonimous, 2009). Karena penggunaan kombinasi IAA dan BAP dalam perbanyakan anggrek Vayes limondok in vitro belum dilakukan, sehingga penelitian ini perlu untuk dilakukan.
Dalam penelitian ini, zat pengatur tumbuh yang akan digunakan adalah IAA yang termasuk dalam kelompok auksin dan BAP yang adalah sitokinin sintetik.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian Jurusan Budidaya Pertanian Universitas Sam Ratulangi Manado dan berlangsung selama kurang lebih empat bulan, dimulai pada bulan Agustus 2011 sampai bulan Desember 2011.
Penelitian ini adalah penelitian faktorial yang terdiri dari dua faktor dimana sebagai faktor pertama adalah konsentrasi IAA yang terdiri dari empat taraf konsentrasi, yaitu 0 mg/l (A0), 0,5 mg/l (A1), 1,0 mg/l (A2), dan 1,5 mg/l (A3), sedangkan faktor kedua adalah BAP yang terdiri dari empat taraf konsentrasi yaitu 0 mg/l (B0), 0,5 mg/l (B1), 1,0 mg/l (B2), dan 1,5 mg/l (B3).
Penempatan perlakuan di rak kultur mengikuti aturan Rancangan Acak Lengkap (RAL).
Pengamatan dilakukan pada minggu ke duabelas setelah penanaman dan peubah yang diamati dalam penelitian ini yaitu jumlah eksplan yang membentuk protokorm, persentase eksplan bertunas, dan jumlah tunas, dihitung jumlah tunas yang tumbuh dari tiap eksplan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah Eksplan yang Membentuk Protocorm
Data pengamatan pengaruh konsentrasi IAA dan BAP terhadap pembentukan protocorm dapat dilihat pada Lampiran 2. Dari data pengamatan terlihat bahwa rata-rata pembentukan protocorm pada eksplan berkisar antara 0,71 - 0,92. Hasil analisis ragam
memperlihatkan bahwa pemberian IAA dan BAP secara tunggal maupun kombinasi tidak memberikan pengaruh terhadap pembentukan protocorm. Hal ini diduga karena konsentrasi IAA dan BAP eksogen yang rendah sehingga tidak memberikan pengaruh terhadap pembentukan protocorm pada eksplan.
Data jumlah eksplan yang membentuk protocorm sebagai akibat pemberian IAA dan BAP disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rataan Jumlah Eksplan Vayes Limondok in vitro yang Membentuk Protocorm pada Media MS yang diberi IAA dan BAP Umur 12 Minggu Setelah Tanam
Perlakuan Jumlah Eksplan Membentuk Protocorm IAA (ppm)
0 0,85a
0,5 0,71a
1,0 0,78a
1,5 0,78a
BAP (ppm)
0 0,71a
0,5 0,71a
1,0 0,92a
1,5 0,78a
Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%
Berdasarkan data Tabel 1, terlihat bahwa rata-rata jumlah protocorm tertinggi dihasilkan pada konsentrasi BAP 1,0 ppm. Pada tanaman anggrek, meristem yang dikultur akan membengkak, berwarna hijau dan akan membentuk protocorm. Pembentukan protocorm menurut Hartman et al (1990) dapat diakibatkan oleh adanya pelukaan dan perlakuan zat pengatur tumbuh.
BAP (benzilaminopurine) adalah salah satu zat pengatur tumbuh sitokinin yang merangsang pembelahan sel, pembesaran dan pemanjangan sel (Wareing dan Philips, 1978).
Persentase Eksplan Bertunas
Hasil pengamatan pengaruh konsentrasi IAA dan BAP terhadap persentase eksplan yang bertunas terlihat bahwa persentase eksplan bertunas berkisar antara 45% – 90% selanjutnya berdasarkan hasil analisis ragam
banyaknya eksplan yang bertunas tidak dipengaruhi oleh kombinasi antara IAA dan BAP maupun IAA secara tunggal tetapi sangat dipengaruhi oleh pemberian BAP secara tunggal. Menurut Smith (1992) bahwa pemberian sitokinin kedalam media kultur jaringan penting untuk menginduksi perkembangan dan pertumbuhan eksplan karena sitokinin dapat meningkatkan pembelahan sel, poliferase pucuk dan morfogenesis pucuk.
Selanjutnya ditambahkan oleh George dan Sherrington (1984), apabila jaringan tersebut di kulturkan pada media dengan sitokinin yang memadai maka pembelahan sel akan berlangsung secara sinkron. Mufa’adi (2003) juga menyatakan bahwa tanaman terpacu untuk lebih cepat melakukan multiplikasi tunas disebabkan oleh pemberian BAP.
Data jumlah eksplan yang mengeluarkan tunas disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Pengaruh Pemberian Taraf Konsentrasi BAP Terhadap Persentase Eksplan Bertunas Vayes Limondok in vitro pada Media MS Umur 12 Minggu Setelah Tanam
Perlakuan BAP (ppm) Eksplan Bertunas (%)
0 74,25a
0,5 78,75a
1,0 90,00b
1,5 90,00b
BNT 0,05 0,11
Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa pengaruh pemberian BAP terhadap eksplan bertunas terendah terdapat pada perlakuan tanpa BAP (0 ppm) dan BAP 0,5 ppm selanjutnya pada konsentrasi
BAP 1,0 ppm dan 1,5 ppm memberikan 90% eksplan bertunas.
Jumlah Tunas
Data jumlah tunas disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Rataan Jumlah Tunas Vayes Limondok in vitro pada Media MS yang diberi IAA dan BAP Umur 12 Minggu Setelah Tanam
Perlakuan Jumlah Tunas / Eksplan
IAA (ppm)
0 1,92a
0,5 2,25a
1,0 2,75a
1,5 2,27a
BAP (ppm)
0 1,92a
0,5 2,12a
1,0 2,62a
1,5 2,52a
Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%
Dari hasil analisis ragam terlihat bahwa pemberian IAA, BAP secara tunggal maupun kombinasi antara IAA dan BAP tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah tunas.
Dari Tabel 3 terlihat bahwa pada pemberian IAA 0 ppm dan 0 ppm BAP telah terbentuk tunas dan jumlah tunas akibat pemberian IAA dan BAP cenderung meningkat sampai pada konsentrasi 1,0 ppm. Hal ini sejalan dengan pendapat Weier, dkk dalam Abidin (1985) yang mengemukakan bahwa bila perbandingan sitokinin dan auksin seimbang maka akan mendorong pertumbuhan tunas pada eksplan. Hasil
penelitian ini sejalan dengan Lestari Ana (2008) tentang pertumbuhan eksplan anggrek Dendrobium (paradise glory) dimana dengan pemberian BAP 1 mg/l dapat meningkatkan jumlah tunas. Pada peningkatan 1,5 ppm BAP mengakibat- kan penurunan jumlah tunas. Hal ini diduga karena adanya kandungan sitokinin endogen yang cukup tinggi pada eksplan sehingga dengan penambahan BAP maka tanaman sudah tidak responsif terhadap penambahan BAP dan pertumbuhan menjadi terhambat. Hal yang sama terjadi pada peningkatan IAA dimana jumlah tunas akan menurun saat konsentrasi IAA dinaikkan menjadi 1,5
ppm. Hal ini diduga karena pada konsentrasi yang tinggi, auksin akan menghambat pertumbuhan tunas, sesuai dengan yang diutarakan oleh Gunawan (1992), dimana nisbah auksin-sitokinin yang tinggi akan mendorong morfogenesis akar.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :
1. Tidak terdapat pengaruh interaksi IAA dan BAP pada berbagai taraf konsentrasi terhadap persentase eksplan yang bertunas dan jumlah daun akan tetapi sangat dipengaruhi oleh BAP sebagai faktor tunggal.
2. Taraf konsentrasi BAP 1,0 ppm memberikan jumlah eksplan yang membentuk protocorm terbanyak.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 1985. Dasar-dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa, Bandung.
Darmono, D.W. 2008. Bertanam Anggrek. Penebar Swadaya, Jakarta.
George, E. F and P. D. Sherrington.
1984. Plant Propagation by Tissue Culture. Exegetics Ltd. England.
Gunawan, L. W. 1987. Teknik Kultur Jaringan. Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman. Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB, Bogor.
Heddy, S. 1983. Hormon Tumbuh. CV.
Rajawali, Jakarta.
Kartohadiprodjo, N.S dan Prabowo, G.
2009. Asyiknya Memelihara Anggrek. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Katuuk, J. R. P. 1989. Teknik Kultur Jaringan dalam Mikropropagasi Tanaman. Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Manado.
Lestari, A. 2008. Pertumbuhan Eksplan Anggrek Dendrobium (Paradise Glory) Dengan Pemberian BAP dan NAA Pada Media Vacint-Went.
Tesis Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Gresik.
Universitas Muhammadiyah, Gresik.
Mufa’adi, A. 2003. Pengaruh Kombinasi Zat Pengatur Tumbuh BAP dan IAA Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Daun Dewa (Gynura procumbers (Back)) dalm Kultur In Vitro. Skripsi Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Novianto. 1996. Pengaruh Konsentrasi Benzil Amino Purine (BAP) pada Media Sub Kultur Vacin and Went Terhadap Daya Tumbuh Protocorm Like Bodies Anggrek Dendrobium sp. Skripsi Sarjana Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang. Pusat Pengembangan Bioteknologi Universitas Muhammadiyah, Malang.
Smith, E. F. 1992. Plant Tissue Culture:
Techniques and Experiments. New York: Academic
Wattimena, GA. 1987. Zat Pengatur Tumbuh. Lab. Kultur Jaringan Tanaman. PAU Bioteknologi IPB, Bogor.
Wareing, P. F & I. D. J. Phillips. 1978.
The Control of Growth and Differentiation in Plants. 2ended Pergamon Press. Oxfprd, New York. Toronto, Sidney, Paris, Frankfurt.
Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman. Solusi Perbanyakan Tanaman Budidaya. Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.