594
UTILISATION OF KOH CATALYST IN ETHANOL TO COVERT THE LARD COW INTO BIODIESEL
A. Bandjar
1, I Wayan Sutapa
21 2
Staf Pengajar pada Fakultas MIPA UNPATTI
Diterima 07-08-2013, diterbitkan 01-11-2013
The research of conversion the lard cow biodiesel using KOH catalyst has been done. Production of the biodiesel conducted by esterification process and continued with transesterification process. Esterification process carried out using a catalyst H2SO4 1M 1.25% (by weight of oil and ethanol) with ethanol molar ratio of 1:9. After the esterification oil was separated from ethanol, and followed by transesterification step with 1:12 (lard to ethanol) with KOH catalyst in various 0.5%, 1.0 % and 1.5% (by weight oils and ethanol). The chemical composition of the biodiesel was characterizes using spectrophotometer FT-IR, 1HNMR, and Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS). Theoretically according 1H-NMR result, yields 44.30%, and experimentally yields 41.06% of biodiesel.
Physical characterization of biodiesel with ASTM method which are specific gravity 0.8641 g/cm3, viscosity kinematic 5.156 cSt, flash point 102.5 C, pour point 21 C, and Conradson carbon residue 0.035%.
Keywords : Biodiesel, ethanol, KOH, Lard Cow, catalyst.
PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi yang mengarah kepada mesin diesel dan industri-industri yang menggunakan mesin, maka kebutuhan sumber-sumber energi seperti minyak dan gas bumi terus meningkat dari tahun ke tahun. Minyak bumi merupakan bahan bakar yang tidak dapat diperbaharui dan semakin hari ketersediaan bahan bakar minyak bumi semakin terbatas, sedangkan kebutuhan bahan bakar semakin meningkat. Dengan adanya peningkatan kebutuhan minyak, maka dampak lingkungan yang ditimbulkan juga meningkat. Di samping itu, dunia internasional saat ini juga sedang berlomba-lomba untuk mempergunakan bahan bakar yang ramah lingkungan dalam rangka mengimplementasikan komitmen Kyoto Protocol dan isu global mengenai CDM (Clean Development Mechanism). Salah satu solusi dari berbagai hal tersebut adalah biodisel (Elisabeth dan Haryati, 2001).
Biodiesel adalah bahan bakar alternatif yang merupakan bahan bakar mesin diesel yang dapat dibuat dari minyak yang dapat diperbaharui seperti minyak nabati dan hewani yang ramah lingkungan yang memiliki keunggulan tidak beracun, secara esensial bebas sulfur dan benzena yang karsiogenik, hasil pembakarannya adalah CO
2yang dapat dikonsumsi oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis (siklus karbon), dapat teroksigenasi relatif sempurna, non-toksik, dan teruarai secara alami (biodegradable). Secara nyata biodiesel
dapat mengurangi pencemaran lingkungan, mengurangi hidrokarbon yang tidak terbakar, polisiklikaromatik hidrokarbon, hujan asam, dan tidak iritasi pada kulit jika dibandingkan dengan deterjen. Jika biodiesel tertumpah akan dapat dikonsumsi oleh mikroba (Elisabeth dan Haryati, 2001).
Biodiesel tergolong bahan bakar yang dapat diperbaharui. Akan tetapi, kendala baru yang sedang dihadapi pengembangan produk biodiesel adalah suplai bahan baku.
Keterbatasan bahan baku minyak tumbuhan yang dimiliki, karena hampir tidak mungkin untuk meningkatkan produksi dengan memperluas areal penanaman. Maka pada penelitian ini digunakan lemak sapi sebagai bahan baku pembuatan biodiesel.
Lemak hewan seperti lemak sapi banyak mengandung asam lemak jenuh (saturated fatty acid) sehingga tidak baik dikonsumsi secara berlebihan. Meskipun kurang baik bagi kesehatan manusia tetapi karena lemak sapi memiliki kandungan lemak yang dapat digunakan sebagai bahan dasar konversi menjadi biodiesel, lemak ini akan memiliki ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan lemak hewani yang lain (Macleod dkk., 2008).
Sebagian besar proses produksi biodiesel
dilakukan melalui reaksi transesterifikasi dari
minyak atau lemak menggunakan katalis
(umumnya digunakan NaOH atau KOH). Kalium
hidroksida (KOH) bekerja seperti atau lebih baik
dari pada soda api dalam reaksi biodiesel.
595 Produk samping dari biodiesel yang dibuat dengan KOH adalah gliserol yang mengandung kalium. produk samping ini dapat digunakan sebagai komponen dalam pembuatan pupuk kalium fosfat. Dalam reaksi biodiesel, penggunaan soda api 0,35% dari volume minyak nabati, sedangkan penggunaan KOH, minimum 0,09% dari volume minyak nabati (Syah, 2006), kondisi optimum kemampuan katalis KOH mengkonversi lemak sapi yang berasal dari kota Ambon sejauh pengamatan peneliti belum dilakukan.
Penggunaan katalis dalam proses pembuatan biodiesel sangat diperlukan, karena diharapkan dapat meningkatkan produksi biodiesel baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Adanya katalis asam diharapkan dapat membantu dalam reaksi esterifikasi dan katalis basa dapat membantu dalam reaksi transesterifikasi. Penggunaan katalis dengan perbandingan yang tepat harus ditopang oleh perbandingan mol etanol dengan mol lemak hewan (bahan baku) yang tepat pula. Hasil biodiesel yang diproduksi harus memenuhi uji ASTM (American Standard Testing of Materials).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui kondisi optimum kemampuan katalis KOH dalam reaksi transesterifikasi dengan menggunakan pelarut etanol.
METODE PENELITIAN
ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan dalam penelitian: Satu set alat refluks pyrex, Alat-alat gelas pyrex, Pemanas listrik Mammer, Pengaduk magnet (Science Ware), Neraca analitik, Evaporator, Oven (Mammert), Termometer 100
oC, Spektrometer
1H-NMR, Spektrometer FTIR, Spektrometer GC-MS. Bahan yang digunakan dalam Penelitian: lemak sapi dari pasar Mardika kota Ambon, Etanol (Merck), KOH (Merck), Na
2SO
4anhidrous (Merck), H
2SO
4(Merck), Indikator Fenoftalein, Akuades, Kertas saring Whatman 40.
PROSEDUR KERJA Preparasi Lemak Sapi
Lemak sapi yang telah dibersihkan, dipanaskan pada temperatur l20
oC untuk menguapkan air. Setelah itu lemak cair didekantasi untuk memisahkan pengotor yang berbentuk padat.
Analisis Asam Lemak Bebas
Lemak cair bersih sebanyak 20 g dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 250 mL, ditambahkan 50 mL etanol. Selanjutnya dilakukan pemanasan selama 10 menit dalam penangas air sampai mendidih. Kemudian didinginkan dan ditambahkan beberapa tetes indikator fenoftalein. Setelah itu dilakukan titrasi dengan KOH sampai tepat warna merah jambu.
Kadar asam lemak bebasnya dihitung berdasarkan rumus :
Asam lemak bebas = Di mana : a = Volume KOH
M = Molaritas KOH b = Berat sampel (gram) 284 = Mr asam stearat (gr/mol)
Sintesis Biodiesel Melalui Reaksi Esterifikasi dan Transesterifikasi
Lemak cair bersih dimasukkan ke dalam alat refluks, kemudian diesterifikasi asam lemak bebasnya dengan etanol (perbandingan minyak dan etanol 1:9) dan ditambahkan dengan katalis H
2SO
41 M 1% dari berat campuran. Campuran direfluks pada temperatur 75
oC selama 3 jam.
Setelah proses esterifikasi terbentuk 2 lapisan, yaitu lapisan bagian atas etanol dan etil ester serta lapisan bagian bawah trigliserida, selanjutnya kedua lapisan dipisahkan dengan menggunakan corong pisah, lapisan trigliserida kemudian ditransesterifikasi dengan etanol (perbandingan minyak dan etanol 1:12) dan ditambahkan dengan katalis basa alkali KOH dengan variasi berat 0,5 %; 1 %; dan 1,5 (masing-masing reaksi diberi kode berturut-turut:
ET-1, ET-2, dan ET-3). Campuran direfluks kembali pada temperatur 75
oC selama 2 jam.
Campuran hasil reaksi didinginkan dan terbentuk 2 lapisan, yaitu berturut-turut dari atas ke bawah etil ester (biodiesel), gliserol. Lapisan etil ester dan gliserol dipisahkan dengan menggunakan corong pisah. Kemudian etil ester dievaporasi untuk menghilangkan sisa etanol.
Etil ester selanjutnya dicuci dengan aquades dalam corong pisah untuk melarutkan sisa gliserol. Langkah terakhir adalah dengan penambahan Na
2SO
4anhidrous sebanyak 1,5 gram untuk mengikat sisa-sisa air, kemudian disaring dengan kertas saring Whatman 40.
Karakterisasi Etil Ester (Biodiesel)
Etil ester yang dihasilkan selanjutnya dikarakterisasi dengan spektrometer GC-MS, FT-IR, dan
1H-NMR. Sifat-sifat fisik biodiesel selanjutnya diuji dengan metode ASTM.
Karakter biodiesel yang dianalisis dengan
596 metode ASTM adalah kerapatan spesifik 60/60
o
F (ASTM D1298), viskositas kinematis 40
oC (ASTM D445), titik tuang (ASTM D97), titik nyala (ASTM D93), dan sisa karbon Conradson (ASTM D189).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Asam Lemak Bebas
Analisis kadar asam lemak bebas dilakukan bertujuan untuk menentukan proses pembuatan biodiesel selanjutnya. Minyak atau lemak yang memiliki kandungan asam lemak bebas tinggi seperti minyak jelantah (2 - 7 %) dan lemak hewan (5 - 30 %) perlu dilakukan dua langkah dengan katalis asam dan katalis basa untuk mengatasi asam lemak bebas yang tinggi dalam memproduksi biodiesel (Mastutik, 2006). Hasil analisis asam lemak bebas yang diperoleh sebesar 7,1%.
Sintesis Biodiesel melalui Reaksi Esterifikasi dan Transesterifikasi
Reaksi esterifikasi merupakan reaksi perlakuan awal pada lemak sapi sebagai usaha untuk menurunkan kadar asam lemak bebas dalam lemak sapi. Reaksi esterifikasi ini bertujuan untuk mengubah asam karboksilat dengan bantuan katalis asam yang dapat membentuk ester, dan hasil samping dari reaksi ini terbentuk air. Dari hasil samping berupa air tersebut dapat diatasi dengan menggunakan etanol berlebih, di mana air yang terbentuk akan larut dalam etanol dan tidak menghambat proses reaksi. Reaksi esterifikasi lemak sapi dilakukan dengan menambahkan katalis asam (H
2SO
4) 1,25% dan pereaksi etanol 1:9 molar minyak pada suhu 75
C. Penggunaan katalisasam lebih baik dari katalis basa karena tidak menghasilkan sabun dan dapat meningkatkan produksi biodiesel. Hal tersebut dikarenakan reaksi esterifikasi merupakan reaksi pembentukan suatu ester (Macleod dkk., 2008).
Setelah reaksi esterifikasi selesai selama 3 jam, reaksi dilanjutkan dengan reaksi transesterifikasi. Pada tahap transesterifikasi ini trigliserida direaksikan dengan metanol (perbandingan etanol 1:12) yang sebelumnya direaksikan bersama katalis KOH 1 M dengan variasi 0,5%, 1%, dan 1,5% bobot minyak dan etanol. Campuran tersebut direfluks pada suhu 75
C selama 2 jam. Campuran hasil reaksididinginkan dan terbentuk 2 lapisan, yaitu lapisan atas adalah etil ester dan lapisan bawah
berupa gliserol. Lapisan etil ester dan gliserol dipisahkan dengan menggunakan corong pisah, kemudian etil ester dievaporasi pada suhu 75 C sesuai dengan titik didih etanol. Metil ester selanjutnya dicuci dengan akuades dalam corong pisah untuk melarutkan sisa gliserol.
Selanjutnya ditambahkan Na
2SO
4anhidrous secukupnya untuk mengikat sisa-sisa air, lalu disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman 40 dan didapat etil estet yang murni.
Hasil konversi biodiesel dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil konversi lemak sapi menjadi biodiesel
Yang dihitung Persentase Berat KOH 0,5% 1% 1,5%
Berat Lemak (g) 30 30 30 Berat Biodiesel (g) 12,32 8,69 5,53
% Konversi (%) 41,06 28,96 18,43 Dari Tabel 1 di atas, dapat dilihat bahwa konsentrasi KOH 1 M pada persentase berat 0,5 yang paling banyak menghasilkan biodiesel, yakni sebesar 41,06 %. Sedangkan yang paling sedikit menghasilkan biodiesel adalah KOH 1 M pada persentase berat 1,5% sebesar 18,43 %.
Hal ini disebabkan karena semakin tinggi konsentrasi katalis maka semakin meningkat konversi produk transesterifikasi, tetapi untuk konsentrasi yang telah tinggi akan dapat menyebabkan penurunan produk karena dapat merusak kandungan asam lemak (Encinar dkk, 2002).
Karakterisasi Biodiesel
Analisis Biodiesel dengan
1H -NMR
Biodiesel lemak sapi yang telah diperoleh kemudian dianalisis dengan
1H-NMR untuk mengetahui persentasi konversi biodiesel dari lemak sapi tersebut. Untuk menentukan konversi biodiesel puncak yang diperhitungkan adalah puncak pada 2 - 2,3 ppm yang merupakan puncak dari gugus α-CH
2(C), pergeseran kimia 3,9 – 4,3 ppm yang merupakan puncak proton etil ester (B), dan pergeseran kimia 5,2 – 5,3 ppm merupakan proton gugus gliserida (A).
Hasil analisis
1H-NMR terhadap lemak sapi
dapat dilihat pada Gambar 1, dari gambar
tersebut terlihat adanya proton dari gugus
gliserida yang ditunjukkan pada daerah 5 – 6
ppm. Sedangkan proton etil ester pada daerah 4
– 4,3 sedikit terlihat. Hasil spektra
1H-NMR
biodiesel lemak sapi dapat dilihat pada Lampiran
12, terlihat adanya proton etil ester pada daerah
3,9 – 4,3 ppm. Pada daerah 1 – 2 ppm muncul
597 puncak yang lebar dan tinggi, puncak ini terjadi karena proton-proton pada CH
2asam lemak berada terlalu dekat sehingga geseran kimia juga menjadi terlalu dekat akibatnya puncak- puncak akan bergabung menjadi satu singlet di mana puncak-puncak tengah suatu multiplet makin tinggi sementara puncak-puncak pinggir akan mengecil. Hal ini disebut juga gejala pemiringan atau learning (Fessenden dan Fessenden, 1982).
Gambar 1. Spektra
1H-NMR lemak sapi Dari hasil spektra biodiesel lemak sapi pada Lampiran 12 menunjukkan adanya spektra gliserol pada daerah 5 – 6 ppm dan spektra etil ester pada daerah 3,9 – 4,3 ppm. Maka diperoleh konversi etil ester 31,43% - 44,30 %.
Puncak pada pergeseran kimia 3,9 – 4,3ppm yang merupakan spektra proton etil ester (B) dan pergeseran kimia 2 – 2,3 ppm hasil dari proton pada grup CH
2yang berdekatan dengan etil atau bagian gliserol ester (C). Data yang ada bahwa konversi etil ester tertinggi pada penggunaan katalis KOH 1 M 0,5 % yaitu 44,30 % yang dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Diagram balok konversi biodiesel terhadap variasi katalis KOH 1 M secara teoritis.
Jika menggunakan perhitungan dari hasil eksprimen diperoleh konversi etil ester 18,43 % - 41,06 %. Dari data yang ada bahwa konversi etil ester tertinggi pada penggunaan katalis KOH 1M 0,5 % yaitu sebesar 41,06 % yang disajikan pada Gambar 3, terlihat bahwa hasil yang didapatkan tidak sejalan dengan hasil perhitungan teoritik, kemungkinan disebabkan oleh hilangnya etil ester pada proses pemurnian.
Gambar 3. Diagram balok konversi biodiesel terhadap variasi katalis KOH 1M secara
eksperimen.
Dari hasil perhitungan teoritik dan eksperimen, konversi biodiesel tertinggi didapat pada penggunaan katalis KOH 1 M 0,5 %. Hal ini disebabkan semakin banyak konsentrasi katalis yang digunakan maka akan menyebabkan reaksi safonifikasi yang dapat mengurangi hasil metil ester.
Analisis sifat fisik biodiesel dengan metode ASTM
Pengujian siat fisik biodiesel dari lemak sapi diperoleh dengan metode pemeriksaan ASTM (The American Sosciety for Testing and Material) yang kemudian akan dibandingkan dengan standar minyak diesel dan SNI biodiesel. Hasil pengujiannya dapat dilihat pada Tabel 3. Karakterisasi biodiesel dengan metode ASTM dilakukan untuk mengetahui sesuai tidaknya karakter fisis biodiesel yang diperoleh dengan karakter fisis minyak diesel standar.
Karakteristik biodiesel harus dibandingkan
dengan spesifikasi minyak diesel standar,
seperti spesifikasi ASTM untuk biodiesel
(Jacobs dan Adams, 2001).
598
Tabel 3. Perbandingan sifat fisik biodiesel lemak sapidengan minyak diesel dan SNI biodiesel
Jenis Pemeriksaan
Metode Pemeriksaan
Biodisel Lemak
Sapi
SNI Biodisel
*)
Bata- san Solar
*))
Kerapatan Spesifik 60/60 °F, kg/m3
ASTM D
1298 0,8641 0,850- 0,890
0,815- 0,870
Viskositas Kinematis 40
°C, mm2/s
ASTM D 445 5,156 2,3 – 6,0
2,0 – 5,0
Titik Nyala –
PM. cc, °C ASTM D 93 102,5 min.
100
min.
60
Titik Tuang,
C ASTM D 97 21 maks.1
8
maks.
18
Sisa Karbon Conradson,
%wt
ASTM D
4530 0,035 maks.0,
30
maks.
0,30
*) = SNI-04-7182-2006 diterbitkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) tanggal 22 Februari 2006
**) =Spesifikasi solar sesuai SK Dirjen Migas No.
3675K/24/DJM/2006