11 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Struktur Pengendalian Intern
Dalam suatu perusahaan, para manajer tidak lagi mampu mengetahui seluruh aspek-aspek perusahaan, sementara mereka harus mengendalikan organisasinya untuk melaksanakan apa yang telah ditetapkan. Konsekuensinya manajemen membutuhkan informasi yang disajikan oleh unit-unit organisasi yang ada dalam perusahaan tersebut. Informasi yang dihasilkan dalam perusahaan membutuhkan suatu jaminan bahwa informasi tersebut dapat diandalkan dan akurat, untuk itu diciptakan struktur pengendalian intern.
Menurut Halim (2003:197) pengertian struktur pengendalian intern yang tercantum dalam Standar Profesional Akuntan Publik pada SA 319 adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini:
1) Keandalan pelaporan keuangan 2) Efektivitas dan efisiensi operasi
3) Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan berlaku
12
Mulyadi (2002:45) menyatakan bahwa struktur pengendalian intern adalah struktur organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data organisasi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen. Bagi perusahaan, struktur pengendalian intern dapat digunakan secara efektif untuk mencegah penggelapan maupun penyimpangan. Dengan kata lain, struktur pengendalian intern memberikan kepastian bahwa penggelapan laporan keuangan dapat dicegah atau dideteksi lebih dini.
Dari pengertian struktur pengendalian intern tersebut dapat disimpulkan bahwa struktur pengendalian intern merupakan suatu kebijakan dan semua cara-cara atau prosedur, tindakan serta alat-alat yang dikoordinasikan dan dipergunakan dalam suatu organisasi untuk mendapatkan keyakinan memadai tentang pencapaian tujuan, dalam hal kesesuaian dengan undang-undang dan peraturan untuk mencapai efisiensi operasi.
Struktur pengendalian intern sangat penting bagi suatu perusahaan karena beberapa hal, seperti;
1) Lingkup dan ukuran entitas bisnis semakin kompleks. Hal ini mengakibatkan manajemen harus mengandalkan laporan dan analisis yang banyak jumlahnya agar peranan pengendalian dapat berjalan efektif.
2) Pemeriksaan dan penelaahan bawaan dalam sistem yang baik memberikan perlindungan terhadap kelemahan manusia dan mengurangi kemungkinan kekeliruan dan ketidakberesan yang terjadi.
13
3) Pengendalian intern yang baik akan mengurangi beban pelaksanaan audit sehingga dapat mengurangi biaya ataupun fee audit.
2.1.2 Tujuan Pokok dan Konsep Dasar Struktur Pengendalian Intern
Halim (2003:200) menyatakan bahwa struktur pengendalian intern yang efektif dirancang dengan tujuan pokok sebagai berikut:
1) Menjaga kekayaan dan catatan organisasi
2) Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi 3) Mendorong efisiensi
4) Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen
Penyusunan dan penyelenggaraan Struktur Pengendalian Intern (SPI) merupakan tanggung jawab penting manajemen untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa tujuan satuan usaha akan tercapai, struktur pengendalian secara terus menerus memerlukan supervisi dari manajemen untuk menentukan apakah pelaksanaannya diubah sesuai dengan perubahan kondisi.
Tujuan perusahaan baik jangka panjang maupun jangka pendek akan mudah dicapai apabila kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditetapkan, dilaksanakan dengan baik oleh semua pihak yang ada dalam organisasi tersebut. Kondisi tersebut akan dapat tercipta dengan terbentuknya struktur pengendalian intern yang memadai dalam suatu perusahaan. Ada beberapa konsep dasar yang dikemukakan oleh Halim (2001:200) yang berkaitan dengan SPI yaitu:
14 1) Pertanggungjawaban
Manajemen bertanggungjawab untuk menetapkan dan mempertahankan SPI.
Pengendalian-pengendalian khusus yang harus termasuk dalam tiga elemen SPI untuk suatu perusahaan tergantung pada besar kecilnya entitas, karakteristik organisasi dan kepemilikan, sifat kegiatan usahanya, keanekaragaman dan kompleksitas operasinya, metode pemrosesan data, dan persyaratan perundang- undangan yang harus dipatuhi. Tanggung jawab manajemen meliputi pelaksanaan pengawasan SPI yang sedang berjalan. Manajemen harus selalu memperbaiki SPI perusahaan yang dikelolanya.
2) Kewajaran atau keyakinan rasional yang memadai
Manajemen bukan mencari tingkat absolut atau mutlak kualitas SPI manajemen tetapi mencari tingkat yang wajar, hal ini digunakan untuk memastikan bahwa sasaran SPI dapat tercapai.
3) Keterbatasan bawaan
SPI mempunyai keterbatasan bawaan yang melekat pada SPI tersebut.
Keterbatasan bawaan tersebut diakibatkan antara lain oleh:
a) Faktor manusia yang melakukan fungsi prosedur pengendalian. Keterbatasan ini hanya dapat diminimumkan, tidak dapat dihilangkan sama sekali oleh orang dari dalam maupun dari luar.
b) Pengendalian tidak dapat mengarah pada seluruh transaksi. Pengendalian tidak dapat diterapkan pada transaksi yang bersifat tidak rutin, seperti kejadian luar biasa, bonus, dan lain sebagainya
15 4) Metode pengolahan data
Konsep pengendalian dapat diterapkan baik untuk sistem pengolahan data manual maupun terkomputerisasi atau Electronic Data Processing (EDP). Sistem manual biasanya dipakai dalam perusahaan kecil, sedangkan sistem EDP banyak digunakan dalam bisnis pemanufakturan internasional dan perusahaan multinasional atau mengglobal. Di samping itu, pengendalian mempunyai sifat yang dinamis. Pengendalian tidak bersifat statis. Perubahan kondisi lingkungan mungkin akan mengakibatkan perlunya modifikasi atas struktur pengendalian intern.
2.1.3 Unsur-unsur Struktur Pengendalian Intern
Menurut Halim (2001:193) struktur pengendalian intern memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
1) Lingkungan pengendalian
Lingkungan pengendalian adalah pengaruh gabungan dari berbagai faktor dalam membentuk, memperkuat atau memperlemah efektivitas kebijakan dan prosedur tertentu. Pada hakikatnya, lingkungan pengendalian menggambarkan keseluruhan sikap, kesadaran, dan tindakan dewan komisaris, manajemen perusahaan, pemilik dan pihak lain mengungkapkan pentingnya pengendalian bagi satuan usaha yang bersangkutan. Hal tersebut merefleksikan pentingnya pengendalian terhadap gaya operasi manajemen.
16 2) Sistem Akuntansi
Sistem akuntansi adalah formulir-formulir, catatan-catatan, prosedur-prosedur, dan alat-alat yang digunakan untuk mengolah data mengenai usaha suatu satuan ekonomis dengan tujuan untuk menghasilkan umpan balik dalam bentuk laporan- laporan yang diperlukan oleh manajemen untuk mengawasi usahanya, dan bagi pihak-pihak lain yang berkepentingan seperti pemegang saham, kreditur, dan lembaga-lembaga pemerintah untuk menilai hasil operasi. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem akuntansi terdiri dari metode dan catatan yang diterapkan manajemen untuk mencatat dan melaporkan transaksi dan kejadian untuk menyelenggarakan pertanggungjawaban aktiva dan kewajiban tersebut.
3) Prosedur Pengendalian
Prosedur pengendalian melengkapi struktur pengendalian intern. Prosedur pengendalian adalah kebijakan dan prosedur sebagai tambahan terhadap lingkungan pengendalian dan sistem akuntansi yang telah diciptakan manajemen untuk memberikan keyakinan memadai bahwa tujuan tertentu suatu satuan usaha akan tercapai.
2.1.4 Pengertian Independensi
American Institute of Certified Public Accountant ( AICPA ) yang dikutip dalam Mayangsari (2003:6) menyatakan bahwa independensi merupakan suatu
17
kemampuan untuk bertindak berdasarkan integritas dan objektivitas. Integritas merupakan petunjuk moral yang tidak memihak, jujur, memandang dan mengemukan fakta seperti apa adanya. Dilain pihak, objektivitas merupakan sikap-sikap tidak memihak dalam mempertimbangkan fakta, kepentingan pribadi, tidak terdapat fakta yang dihadapi. Sedangkan Mulyadi dalam artikel yang sama menyebutkan bahwa integritas berarti jujur dan dapat dipercaya, dan objektivitas berhubungan dengan kemampuan auditor untuk memiliki sikap adil dalam segala hal yang berkaitan dengan tugasnya.
Peran auditor terkait dengan independensi adalah untuk memastikan bahwa angka-angka tersebut yang dilaporkan dalam laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi berlaku umum (Hall, 2003:57). Setiap auditor harus memelihara integritas dan keobjektifan dalam tugas profesionalnya dan setiap auditor harus independen dari semua kepentingan yang bertentangan atas pengaruh yang tidak layak. Integritas berhubungan dengan kejujuran intelektual, sedangkan objektivitas berhubungan dengan sikap netral dan tidak memihak dalam melaksanakan tugas pengawasan.
Internal auditor harus mandiri dan terpisah dari berbagai kegiatan yang diperiksanya.
Para internal auditor dianggap mandiri apabila dapat melaksanakan pekerjaannya secara bebas dan objektif. Kemandirian para internal auditor dapat dilihat dengan memberikan penilaian yang tidak memihak dan tanpa prasangka. Hal ini dapat diperoleh melalui status organisasi dan objektifitas internal auditor.
1) Status organisasi.
18
Status organisasi unit internal auditor haruslah memberikan keleluasan untuk memenuhi atau menyelesaikan tanggung jawab pemeriksaan yang diberikan.
Melihat fungsi internal auditor yang tidak mempunyai wewenang eksekutif untuk mengambil kebijaksaan atau keputusan yang menyangkut kegiatan perusahaan yang bersangkutan maka kedudukan internal auditor dalam perusahaan merupakan suatu jalur yang terpisah dengan kegiatan perusahan dan bertanggung jawab langsung terhadap pimpinan perusahaan. Internal auditor dapat bertindak objektif dan independen dalam menjalankan tugas-tugasnya. Tujuan, wewenang, kedudukan, dan tanggung jawab internal audit harus didefinisikan dalam dokumen tertulis, internal auditor harus memberikan laporan tahunan tentang hasil kegiatannya. Laporan tersebut mengemukakan berbagai temuan penting dalam pemeriksaan dan rekomendasi-rekomendasi serta informasi dari berbagai penyimpangan yang terjadi.
2) Objektivitas
Para internal auditor haruslah melakukan pemeriksaan secara objektif. Objektif adalah sikap mental bebas dari pengaruh-pengaruh yang harus dimiliki internal auditor dalam melakukan pemeriksaan, sehingga mereka sungguh-sungguh yakin atas hasil pekerjaannya dan tidak akan membuat penilaian yang kualitasnya merupakan hasil kesepakatan. Sikap objektif internal auditor tidak akan berpengaruh bila auditor menganjurkan suatu standar pengawasan bagi sistem atau meninjau prosedur yang berlaku sebelum hal tersebut diterapkan.
19 2.1.5 Aspek Independensi
Menurut Halim (2001:21) ada 3 aspek independensi seorang auditor yaitu:
1) Independence in fact ( Independensi Senyatanya )
Untuk menjadi independen, auditor harus mempunyai kejujuran yang tinggi. Jadi ada keterkaitan erat antara independence in fact dengan objektifitas.
2) Independence in appearance ( Independensi dalam Penampilan )
Merupakan pandangan pihak lain terhadap diri auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit. Auditor harus menjaga kedudukannya sedemikian rupa sehingga pihak lain akan mempercayai sikap independensi dan objektifitasnya.
3) Independence in competence ( Dari Sudut Pandang Keahlian )
Berhubungan erat dengan kompetensi atau kemampuan auditor dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya. Independensi dari sudut keahlian terkait erat dengan kecakapan profesional auditor.
2.1.6 Pengertian Tingkat Pendidikan
Salah satu persyaratan seorang internal auditor dalam Standar Profesional Akuntan Publik adalah pendidikan dan pengalaman praktik sebagai auditor independen (IAI, 2001 seksi 110 Par 1). Standar umum pertama dalam standar auditing menegaskan bahwa betapapun tingginya kemampuan seseorang dalam bidang lain selain auditing, termasuk dalam bidang bisnis dan keuangan, ia tidak dapat memenuhi persyaratan yang dimaksudkan dalam standar auditing ini, jika ia
20
tidak memiliki pendidikan serta pengalaman memadai dalam bidang audit.
Seorang auditor memiliki kewajiban untuk terus memelihara dan meningkatkan kemampuan serta pengetahuannya karena tingkat pendidikan yang ditempuh oleh auditor akan berdampak pada kualitas dan proses dari pekerjaan itu sendiri. Auditor yang memiliki tingkat pendidikan yang memadai akan dapat menjalankan tugasnya secara efektif dan efisien.
2.1.7 Pengertian Keahlian Profesional
Menurut Webster’s Hinth New Collegiate Dictionary (1983) yang dikutip dalam Murtanto dan Gudono (1999:39) mendefiniskan keahlian merupakan keterampilan dari seorang ahli. Ahli didefinisikan sebagai seorang yang memiliki tingkat keterampilan tertentu atau pengetahuan yang tinggi dalam subjek tertentu yang diperoleh dari peristiwa atau pengalaman. Trotter (1986) dalam artikel yang sama mendefinisikan ahli sebagai orang yang dengan keterampilannya mengerjakan pekerjaan yang mudah, cepat, dan sangat jarang atau tidak pernah membuat kesalahan. Profesionalisme mempengaruhi perilaku, sikap, dan orientasi seseorang dalam menjalankan tugas atau pekerjaannya (Trisnaningsih, 2003:202).
Auditor harus memiliki keahlian yang diperlukan dalam tugasnya. Keahlian ini meliputi keahlian mengenai audit yang mencakup antara lain: merencanakan program kerja pemeriksaan, menyusun program kerja pemeriksaan, melaksanakan program kerja pemeriksaan, menyusun kertas kerja pemeriksaan, menyusun berita pemeriksaan, dan laporan hasil pemeriksaan. Keahlian merupakan unsur penting yang
21
harus dimiliki oleh seorang auditor untuk bekerja sebagai tenaga profesional.
Profesional berarti harus mempunyai sifat yang jelas dan pengalaman yang luas. Jasa yang diberikan kepada klien harus dengan cara-cara yang profesional yang diperoleh dengan belajar, latihan, pengalaman, dan penyempurnaan keahlian auditing.
Komponen keahlian berdasarkan model yang dikembangkan oleh Abdolmuhammadi, dkk (1992) yang dikutip dalam Murtanto dan Gudono ( 1999:40) dapat dibagi menjadi:
1) Komponen pengetahuan (knowledge component) merupakan komponen dalam suatu keahlian. Komponen pengetahuan meliputi komponen seperti pengetahuan terhadap fakta-fakta, prosedur dan pengalaman. Pengalaman di beberapa literatur auditing sering digunakan sebagai surrogate dari pengetahuan, sebab pengalaman akan memberikan hasil di dalam menghimpun dan memberi kemajuan bagi pengetahuan.
2) Ciri- ciri psikologis (pshylogical tratts) merupakan ciri seseorang yang ditujukan seperti kemampuan di dalam komunikasi, kepercayaan, kreativitas, dan kemampuan untuk bekerja dengan orang lain.
3) Kemampuan berpikir (cognative abilities) merupakan kemampuan untuk mengkomunikasikan dan mengolah informasi. Beberapa karakteristik yang dapat dimasukkan sebagai kemampuan berpikir, misalnya kemampuan beradaptasi pada situasi baru, perhatian terhadap fakta-fakta yang ada serta mengabaikan fakta yang tidak relevan.
22
4) Strategi penentuan keputusan (decition strategis) baik formal dan informal akan membantu dalam membuat keputusan yang sistematis. Para profesional auditing sangat berkepentingan dalam mengembangkan dan menggunakan strategi penentuan keputusan dalam membuat keputusan secara umum.
5) Analisis tugas (task analysis) banyak dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman audit dan analisis akan mempunyai pengaruh terhadap penentuan keputusan.
2.1.8 Pengertian Pengalaman Kerja
Pengalaman kerja dipandang sebagai suatu faktor penting dalam memprediksi kinerja auditor. Pengetahuan auditor tentang audit akan semakin berkembang dengan bertambahnya pengalaman kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Libby dan Frederick (1990) dalam Suraida (2005) menemukan bahwa semakin banyak pengalaman, auditor semakin dapat menghasilkan berbagai macam dugaan dalam menjelaskan temuan audit. Pengalaman kerja akan meningkat seiring dengan semakin meningkatnya kompleksitas kerja. Menurut pendapat Tubbs (1992) dalam Noviyani (2002:483) jika seorang auditor berpengalaman maka:
1) Auditor menjadi sadar terhadap lebih banyak kekeliruan
2) Auditor memiliki salah pengertian yang lebih sedikit tentang kekeliruan 3) Auditor menjadi sadar mengenai kekeliruan yang tidak lazim
23
4) Hal-hal yang terkait dengan penyebab kekeliruan departemen tempat terjadinya kekeliruan dan pelanggaran dan tujuan pengendalian internal menjadi relatif lebih menonjol.
Pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran dan pertambahan perkembangan potensi tingkah laku baik dari pendidikan formal maupun non formal atau bisa diartikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi. Pengalaman kerja akan semakin meningkat seiring dengan semakin meningkatnya kompleksitas kerja (Knoers & Haditono, 1999 dalam Asih, 2006). Menurut Murphy dan Wright (1984) dalam Noviyani (2002:483) menyatakan bahwa seorang dengan lebih banyak pengalaman dalam suatu bidang substantif memiliki banyak hal yang tersimpan dalam ingatannya dan dapat mengembangkan suatu pemahaman yang baik mengenai frekuensi relatif peristiwa- peristiwa. Weber dan Crocker (1983) dalam Noviyani (2002:484) menyatakan bahwa peningkatan pengalaman menghasilkan struktur daya penggolongan yang lebih teliti dan lebih rumit. Peningkatan pengetahuan yang muncul dari penambahan pelatihan formal sama bagusnya dengan yang didapat dari pengalaman khusus dalam rangka memenuhi persyaratan sebagai seorang profesional (Boner & Walker, 1994 dalam Herliansyah dan Ilyas, 2006).
2.1.9 Pengertian Efektivitas
Menurut Mardiasmo (2002:4) efektivitas merupakan tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan. Menurut Bastian (2001: 336) efektivitas
24
adalah hubungan antara output dan tujuan, dimana efektivitas diukur berdasarkan seberapa jauh tingkat output atau keluaran, kebijakan, dan prosedur dari organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas ditentukan antar output yang dihasilkan oleh pusat pertanggungjawaban dengan tujuan jangka pendek.
Semakin besar output yang dikontribusikan terhadap tujuan jangka pendek perusahaan, maka semakin efektiflah unit tersebut. Yamit (1998:14) menyatakan efektivitas adalah suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat tercapai baik secara kualitas maupun waktu, orientasinya pada keluaran (output) yang dihasilkan.
2.1.10 Pengertian Auditing
ASOBAC ( a Statement of Basic Auditing Concepts) yang dikutip oleh Halim (2001:1) mendefinisikan auditing sebagai suatu proses sistematis untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara objektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi- asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan. Menurut Agoes (1996:1) audit adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai laporan keuangan. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa audit adalah pemeriksaan yang dilakukan secara
25
kritis dan sistematis atau penilaian prosedur dan atau operasi untuk menentukan kesesuaian dengan kriteria yang ditentukan, yang dilakukan oleh pihak lain yang independen mengenai catatan akuntansi termasuk analisis, pengujian, konfirmasi atau pembuktian lainnya.
2.1.11 Pengertian Internal Auditor
Menurut Halim (2001:11) internal auditor merupakan karyawan suatu perusahaan tempat mereka melakukan audit dengan tujuan untuk membantu manajemen dalam melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif. Internal auditor merupakan profesi yang relatif berkembang dengan cepat (Houdini dan Erasmus, 2009:936). Untuk menjadi internal auditor yang profesional, seseorang harus memahami kumpulan pengetahuan yang berlaku umum dalam bidang pemeriksaan intern yang dipandang penting sehingga ia dapat melaksanakan kegiatan dalam area yang cukup luas dengan hasil kerja yang memuaskan (Lestari dan Cahyono, 2003:1092). Internal auditor juga harus mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan dimana ia beroperasi (Coetzee dan Fourie, 2009:930).
Fungsi audit internal yang luas, meliputi: keuangan, kepatuhan, dan audit operasional (Greenawalt, 1995:26). Menurut Davies (2001:79), audit internal merupakan suatu fungsi penilaian mandiri yang dibentuk oleh manajemen perusahaan untuk meninjau ulang sistem pengendalian intern sebagai jasa untuk mengevaluasi dan melaporkan atas kecukupan pengawasan intern apakah memberikan kontribusi yang sesuai, ekonomis, efisien, dan penggunaan sumber daya dengan efektif.
26
Menurut Hass (2006:836), audit internal adalah suatu penilaian yang mandiri, jaminan sasaran, dan aktivitas untuk menambahkan nilai dan efektivitas suatu operasi. Tujuannya untuk membantu suatu organisasi memenuhi sasarannya dengan membawa suatu pendekatan yang tertib dan sistematis untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas manajemen resiko.
2.1.12 Kewajiban dan Tujuan Internal Auditor
Menurut Arena dkk (2006:285), aktivitas dan kewajiban auditor internal dimulai dengan mengumpulkan informasi untuk menyelesaikan prosedur audit dan memverifikasi prosedur tersebut, untuk menggambarkan aktivitas audit yang spesifik telah diikuti dengan prosedur yang benar. Internal auditor memberikan bantuan berharga dalam pencegahan dan pendeteksian kecurangan, menyediakan penghubung dengan auditor eksternal dan menyarankan manajemen senior dan dewan direksi untuk meningkatkan kualitas perusahaan mereka (Kusel dan Tylor, 2008:32).
Internal auditor memiliki kewajiban untuk membantu pemilik perusahaan dalam melakukan penilaian atas penerapan Standard Operational Procedure (SOP) dan pelaksanaannya serta memberikan saran-saran perbaikan untuk kemajuan perusahaan (Djanegara, 2004:56). Selama proses auditing, auditor mendeteksi kesalahan dan membuat rekomendasi perbaikan, menyelidiki dan menangani pelanggaran serius, dan mempromosikan upaya-upaya untuk memerangi korupsi (Liu Jiayi, 2010).
Pengalaman Internal audit bisa dikatakan sebagai mata dan telinga dari manajemen yang bertujuan untuk meyakinkan manajemen bahwa pengendalian sudah
27
berjalan dengan baik dan memberikan rekomendasi mengenai langkah selanjutnya yang bisa diambil oleh manajemen (Rupsys dan Staciokas, 2005:49).
Tujuan dari pemeriksaan audit ini adalah membantu organisasi dalam mencapai tujuannya dengan melalui pendekatan yang sistematis, disiplin untuk mengevaluasi dan melakukan perbaikan atas keefektifan manajemen resiko, pengendalian, dan proses yang jujur, bersih, dan baik (Akmal, 2006:5). Tujuan internal audit adalah menguji dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan organisasi yang dilaksanakan (Asikin, 2006:792).
2.1.13 Pengertian dan Tujuan Lembaga Perkreditan Desa
Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Bali mulai berkembang sejak tahun 1985, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Daerah Tingkat I Bali Nomor 972 Tahun 1984 tertanggal 1 November 1984 yang kemudian dikukuhkan dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Daerah Bali Nomor 2 Tahun 1988 tertanggal 27 Januari 1988 dan telah diperbaharui lagi dengan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Daerah Bali Nomor 8 Tahun 2002 tertanggal 12 September 2002 sebagaimana diperbaharui dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2007 yang mana Lembaga Perkreditan Desa (LPD) adalah suatu wadah kekayaan desa menjalankan fungsinya dalam bentuk usaha-usaha kearah peningkatan taraf hidup krama desa dan dalam kegiatannya banyak menunjang pembangunan desa. Untuk menunjang kelancaran pembangunan perekonomian di pedesaan, bagi petani dan pengusaha kecil dipandang perlu untuk diberikan bantuan permodalan yang bersifat tetap dan
28
berkesinambungan yang dikelola melalui sebuah lembaga, oleh sebab itu perlu pendirian Lembaga Perkreditan Desa. Adapun tujuan LPD termasuk dalam fungsinya sebagai salah satu lembaga kemasyarakatan yaitu:
1) Untuk menjaga ketahanan ekonomi krama desa adat dan mendorong pembangunan desa adat melalui kegiatan tabungan yang teratur, terarah dan penyaluran modal yang produktif.
2) Untuk membrantas praktek-praktek ekonomi yang kurang baik dan kurang mendidik seperti gadai gelap, ijon dan lain-lain.
3) Untuk memberikan dorongan bagi usaha-usaha kecil, rumah tangga serta kesempatan berusaha bagi setiap krama desa adat dan tenaga kerja pedesaan.
4) Untuk meningkatkan daya beli, memperlancar lalu lintas pembayaran dan peredaran uang di desa adat yang bersangkutan.
2.1.14 Badan Pengawas Lembaga Perkreditan Desa
LPD sebagai lembaga keuangan desa dalam kegiatan operasionalnya dilakukan pembinaan dan pengawasan. Pengawasan LPD dilakukan oleh Badan Pengawas yang diangkat dan diberhentikan oleh krama desa melalui paruman dan ditetapkan oleh Bupati (Walikota sebagai kepala daerah).
Menurut keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali Nomor 491 Tahun 1998 mengenai pembentukan dan kedudukan Badan Pengawas adalah sebagai berikut:
29
1) Di tiap-tiap LPD dibentuk badan pengawas LPD
2) Badan pengawas terdiri dari seorang ketua dan sebanyak-banyaknya dua orang anggota.
3) Bendesa adat karena jabatannya secara ex officio sebagai ketua badan pengawas
4) Ketua dan anggota badan pengawas tidak dibenarkan merangkap sebagai badan pengurus LPD.
Tujuan dari badan pengawas LPD adalah:
1) Mensosialisasikan keberadaan LPD
2) Memotivasi dan meningkatkan kinerja LPD
3) Mengawasi proses penyaluran kredit dengan program kerja badan pengawas 4) Melaksanakan pembinaan dan pengawasan secara periodik sesuai dengan
program kerja badan pengawas
2.1.15 Tanggung Jawab Fungsional Badan Pengawas LPD
Ada empat tanggung jawab fungsional yang harus dilaksanakan oleh seorang badan pengawas LPD yaitu:
1) Fungsi perencanaan
Dalam fungsi perencanaan, pengawas harus terlibat dalam menetapkan rencana operasi yang terintegrasi, baik jangka pendek maupun jangka panjang serta
30
menganalisis dan mengkomunikasikan kepada semua pihak yang terlibat dalam manajemen LPD. Salah satunya yang dibuat dengan program kerja.
2) Fungsi pengendalian
Dalam fungsi pengendalian, pengawas harus mengembangkan dan menetapkan norma-norma sebagai ukuran pelaksanaan dan menjadikan pedoman kepada manajemen dalam menjamin adanya penyesuaian hasil pelaksanaan dengan rencana yang ditetapkan, yang selanjutnya perlu diadakan analisis perbandingan antara pedoman dengan realisasi secara menyeluruh.
3) Fungsi pelaporan
Dalam fungsi pelaporan, pengawas perlu menyusun, menganalisis, dan mengintepretasikan hasil yang dicapai oleh manajemen untuk selanjutnya dilaporkan dalam rapat rutin yang dilakukan secara periodik dan terprogram.
Pengawas dan manajemen dapat mengevaluasi kegiatan-kegiatan dan secara bersama pula dapat memikirkan jalan keluar yang harus dilakukan apabila ditemukan kendala operasional di lapangan.
4) Fungsi akuntansi
Dalam fungsi akuntansi, pengawas ikut merencanakan, menetapkan, dan memelihara sistem akuntansi pada semua jenjang dan usaha LPD agar terjamin
31
kewajaran semua transaksi keuangan sesuai dengan syarat pengendalian intern yang baik. Fungsi ini meyakinkan pengawas bahwa semua transaksi yang terjadi di LPD telah dicatat tepat waktu, diotorisasi oleh orang yang berwenang dan dilaksanakan oleh orang yang tepat.
2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya
1) Desyanti dan Ratnadi (2008) meneliti pengaruh independensi, keahlian profesional, dan pengalaman kerja badan pengawas intern terhadap efektivitas penerapan struktur pengendalian intern pada BPR di Kabupaten Badung. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa baik secara simultan maupun parsial independensi, keahlian profesional, dan pengalaman kerja badan pengawas intern berpengaruh signifikan terhadap efektivitas penerapan struktur pengendalian intern pada BPR di Kabupaten Badung. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada lokasi penelitian, responden penelitian, metode penentuan sampel dan variabel lain yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tingkat pendidikan. Metode penentuan sampel pada penelitian sebelumnya menggunakan metode purposive sampling dimana diambil beberapa sampel untuk mewakili jumlah populasi dengan menetapkan kriteria tertentu, sedangkan pada penelitian ini menggunakan metode sampling jenuh yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Persamaannya adalah tiga variabel bebas yang digunakan, yaitu independensi, keahlian profesional, dan pengalaman kerja badan pengawas, serta variabel terikatnya
32
struktur pengendalian intern. Selain itu, teknik analisis datanya juga sama yaitu menggunakan teknik analisis linear berganda, uji F-test, dan uji t-test.
2) Wulandari (2010) meneliti tentang pengaruh independensi, keahlian profesional, dan pengalaman kerja badan pengawas terhadap kinerja keuangan LPD di Kabupaten Badung. Hasil dari penelitian ini menyatakan, baik secara simultan maupun parsial, variabel independensi, keahlian profesional, dan pengalaman kerja badan pengawas berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Kabupaten Badung. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada lokasi penelitian, metode penentuan sampel dan variabel lain yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tingkat pendidikan, variabel terikatnya juga berbeda, pada penelitian sebelumnya variabel terikatnya yaitu kinerja keuangan. Persamaannya adalah tiga variabel bebas yang digunakan, yaitu independensi, keahlian profesional, dan pengalaman kerja badan pengawas. Selain itu, teknik analisis datanya juga sama yaitu menggunakan teknik analisis linear berganda, uji F-test, dan uji t-test.
3) Yadnyana (2009), meneliti tentang pengaruh kualitas jasa auditor terhadap efektivitas pengendalian intern pada hotel berbintang empat dan lima di Bali.
Hasil dari penelitian tersebut adalah secara parsial menunjukkan bahwa hanya variabel lingkup kerja pemeriksaan yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap efektivitas pengendalian intern pada hotel berbintang empat dan lima di Bali. Sebaliknya, untuk variabel independensi, keahlian profesional, pelaksanaan
33
pekerjaan pemeriksaan, dan pengelolaan departemen pemeriksaan intern terbukti tidak berpengaruh terhadap efektivitas pengendalian intern pada hotel berbintang empat dan lima di Bali. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada lokasi penelitian dimana pada penelitian sebelumnya lokasi yang dipilih adalah pada hotel berbintang empat dan lima di Bali. Perbedaan yang lain yaitu responden penelitian dan metode penentuan sampel dimana pada penelitian sebelumnya menggunakan proportional stratified random sampling.
Persamaannya adalah sama- sama menggunakan variabel independensi dan keahlian profesional dan variabel terikatnya struktur pengendalian intern. Selain itu, teknik analisis datanya juga sama yaitu menggunakan teknik analisis linear berganda, uji F-test, dan uji t-test.
4) Rijasa (2006) yang meneliti pengaruh independensi, keahlian profesional, dan pengalaman kerja pengawas terhadap penerapan pengendalian intern pada koperasi di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa secara parsial independensi tidak berpengaruh terhadap pengendalian intern sedangkan keahlian profesional dan pengalaman kerja berpengaruh terhadap pengendalian intern. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada lokasi penelitian dimana pada penelitian sebelumnya lokasi yang dipilih adalah koperasi di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung, dan variabel lain yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tingkat pendidikan. Perbedaan yang lain yaitu responden penelitian dan metode
34
penentuan sampel dimana pada penelitian sebelumnya menggunakan purposive sampling. Persamaannya adalah sama- sama menggunakan variabel independensi,
keahlian profesional, dan pengalaman kerja dan variabel terikatnya struktur pengendalian intern. Selain itu, teknik analisis datanya juga sama yaitu menggunakan teknik analisis linear berganda, uji F-test, dan uji t-test.
5) Andersen dan Arifin Lubis (2009) meneliti tentang pengaruh tingkat pendidikan, pengalaman bekerja, kecakapan profesional, dan independensi pemeriksa terhadap kualitas hasil pemeriksaan badan pengawasan daerah Kabupaten Karo.
Hasil dari penelitian tersebut adalah variabel pengalaman bekerja, kecakapan profesional, dan independensi berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan badan pengawasan daerah Kabupaten Karo. Sedangkan tingkat pendidikan berpengaruh negatif terhadap kualitas hasil pemeriksaan badan pengawasan daerah Kabupaten Karo. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada lokasi penelitian, responden penelitian, dan variabel terikat. Variabel terikat penelitian sebelumnya yaitu kualitas hasil pemeriksaan.
Persamaannya adalah 4 variabel bebas yang digunakan yaitu independensi, tingkat pendidikan, keahlian profesional, dan pengalaman kerja, teknik analisis datanya juga sama yaitu menggunakan teknik analisis linear berganda, uji F-test, dan uji t-test.
35 Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Sebelumnya
No Nama Variabel Teknik Analisis Hasil Penelitian 1 Desyanti
dan Ratnadi
Independensi, Keahlian Profesional, Pengalaman Kerja dan Efektivitas Penerapan Struktur Pengendalian Intern
Regresi Linear Berganda
Independensi, Keahlian Profesional,
Pengalaman Kerja berpengaruh positif dan signifikan pada
Efektivitas Penerapan Struktur Pengendalian Intern
2 Wulandari Independensi, Keahlian Profesional, Pengalaman Kerja dan Kinerja Keuangan
Regresi Linear Berganda
Independensi, Keahlian Profesional, dan
Pengalaman Kerja berpengaruh signifikan pada Kinerja Keuangan 3 Yadnyana Independensi,
Keahlian Profesional, Lingkup Kerja Pemeriksaan, Pelaksanaan Pekerjaan Pemeriksaan, Pengelolaan Bagian Pemeriksaan Intern, dan Efektivitas Penerapan Struktur Pengendalian Intern
Regresi Linear Berganda
Lingkup Kerja Pemeriksaan berpengaruh pada Efektivitas Penerapan Struktur Pengendalian Intern sedangkan Independensi, Keahlian Profesional,
Pelaksanaan Pekerjaan Pemeriksaan dan Pengelolaan Bagian Pemeriksaan Intern tidak berpengaruh pada Efektivitas Penerapan Struktur Pengendalian Intern
36
No Nama Variabel Teknik Analisis Hasil Penelitian 4 Rijasa Independensi,
Keahlian Profesional, Pengalaman Kerja dan Penerapan Pengendalian Intern
Regresi Linear Berganda
Keahlian Profesional dan Pengalaman Kerja berpengaruh pada Penerapan
Pengendalian Intern, sedangkan
Independensi tidak berpengaruh pada Penerapan
Pengendalian Intern 5 Andersen
dan Arifin Lubis
Tingkat Pendidikan, Pengalaman Bekerja, Kecakapan Profesional, Independensi, dan Kualitas Hasil Pemeriksaan
Regresi Linear Berganda
Pengalaman Bekerja, Kecakapan Profesional dan Independensi berpengaruh positif pada Kualitas Hasil Pemeriksaan, sedangkan Tingkat Pendidikan
berpengaruh negatif pada Kualitas Hasil Pemeriksaan
2.3 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara atas pokok permasalahan yang akan diuji kebenarannya (Sugiyono, 2009:93). Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, teori-teori yang mendukung dan hasil penelitian sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
2.3.1 Pengaruh Independensi Pada Efektivitas Penerapan Struktur Pengendalian Intern
Suatu proses pengawasan akan terlaksana dengan baik apabila dilaksanakan secara objektif dan dengan integritas yang tinggi. Sikap objektif dan integritas tinggi
37
harus dimiliki oleh seorang internal auditor dalam menjalankan tugas-tugasnya.
Objektivitas berhubungan dengan sikap netral dan tidak memihak, sedangkan integritas tinggi berhubungan dengan kejujuran, sehingga seorang internal auditor dituntut untuk memiliki sikap objektif dan integritas tinggi yang tercermin dalam sikap independensi (Mayangsari, 2003).
Sikap independensi dirasa sangat penting dalam melaksanakan pengawasan yang efektif. Dalam penelitian Desyanti dan Ratnadi (2008) dan Purwani (2010) menyatakan bahwa independensi berpengaruh positif dan signifikan pada efektivitas penerapan struktur pengendalian intern, berbeda dengan Rijasa (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa independensi tidak berpengaruh pada penerapan pengendalian intern. Berdasarkan landasan teori dan dasar pemikiran diatas, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H1: Independensi badan pengawas berpengaruh positif dan signifikan pada efektivitas penerapan struktur pengendalian intern LPD di Kecamatan Kuta Selatan.
2.3.2 Pengaruh Tingkat Pendidikan Pada Efektivitas Penerapan Struktur Pengendalian Intern
Standar Profesional Akuntan Publik (2001:110, 1) menyebutkan bahwa persyaratan profesional yang dituntut dari seorang auditor independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman praktik sebagai auditor independen.
Pendidikan dan pelatihan adalah suatu proses kegiatan dari suatu perusahaan yang
38
bertujuan untuk memperbaiki dan mengembangkan sikap, perilaku, keterampilan dan pengetahuan serta kecerdasan sumber daya manusia sesuai keinginan dari perusahaan bersangkutan. Purwani (2010) menemukan bahwa pendidikan dan pelatihan (diklat) berpengaruh positif dan signifikan pada efektivitas penerapan struktur pengendalian intern, namun penelitian yang dilakukan Andersen dan Arifin Lubis (2009) menyebutkan bahwa tingkat pendidikan badan pengawas berpengaruh negatif pada kualitas hasil pemeriksaan. Berdasarkan landasan teori dan dasar pemikiran diatas, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H2: Tingkat pendidikan badan pengawas berpengaruh positif dan signifikan pada efektivitas penerapan struktur pengendalian intern LPD di Kecamatan Kuta Selatan.
2.3.3 Pengaruh Keahlian Profesional Pada Efektivitas Penerapan Struktur Pengendalian Intern
Seorang badan pengawas dalam melaksanakan kegiatan pemeriksaan harus mempunyai pengetahuan, keahlian, dan disiplin yang diperlukan. Dalam melakukan pemeriksaan intern, internal auditor yang ahli akan bekerja dengan lebih teliti, mengetahui dengan cepat kekeliruan-kekeliruan yang terjadi dan tepat waktu dalam melaksanakan tugas pengawasan (audit). Penelitian yang dilakukan Purnayasa (2010), menemukan bahwa keahlian profesional berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektivitas struktur pengendalian intern, sedangkan dalam penelitian yang dilakukan Yadnyana (2009) menyatakan bahwa keahlian profesional tidak
39
berpengaruh pada efektivitas penerapan struktur pengendalian intern. Berdasarkan landasan teori dan dasar pemikiran diatas, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H3: Keahlian profesional badan pengawas berpengaruh positif dan signifikan pada efektivitas penerapan struktur pengendalian intern LPD di Kecamatan Kuta Selatan.
2.3.4 Pengaruh Pengalaman Kerja Pada Efektivitas Penerapan Struktur Pengendalian Intern
Pengalaman kerja merupakan faktor penting dalam memprediksi dan menilai kinerja internal auditor dalam melakukan pemeriksaan intern. Internal auditor yang berpengalaman akan lebih cepat tanggap dalam mendeteksi kekeliruan yang terjadi.
Libby (1999) dalam Koroy (2005:917) menyatakan bahwa semakin berpengalaman seorang internal auditor maka dia semakin mampu menghasilkan kinerja yang lebih baik dalam tugas-tugas yang semakin kompleks, termasuk dalam melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap pengendalian intern. Pemeriksaan intern yang dilakukan dengan tingkat ketelitian yang tinggi akan menghasilkan laporan audit yang berkualitas. Seorang auditor yang berpengalaman, maka auditor tersebut menjadi sadar terhadap lebih banyak kekeliruan, auditor memiliki salah pengertian yang lebih sedikit tentang kekeliruan, dan auditor menjadi sadar mengenai kekeliruan-kekeliruan yang tidak lazim (Rijasa, 2006). Penelitian Swari (2009) dan Paramitha (2010) menyatakan bahwa pengalaman kerja berpengaruh positif dan
40
signifikan pada efektivitas penerapan struktur pengendalian intern, sedangkan Ariani (2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pengalaman kerja tidak berpengaruh pada efektivitas penerapan struktur pengendalian intern. Berdasarkan landasan teori dan dasar pemikiran diatas, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H4: Pengalaman kerja badan pengawas berpengaruh positif dan signifikan pada efektivitas penerapan struktur pengendalian intern LPD di Kecamatan Kuta Selatan.