DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH. ... v
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... ... 6
C. Variabel Penelitian ... 7
D. Definisi Operasional ... 8
E. Tujuan Penelitian ... 11
F. Signifikasi dan Manfaat Penelitian ... 12
G. Kerangka Konseptual ... 13
H. Asumsi dan Hipotesis Penelitian ... 22
BAB II KAJIAN TEORITIS ... 35
A. Tinjauan Tentang Konsep Pendidikan Kewarganegaraan ... 35
1. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan ... 35
2. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan ... 40
3. Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan ... 41
4. Kompetensi Pendidikan Kewarganegaraan... 47
B. Tinjauan tentang Kecakapan Partisipatoris ... 59
C. Hakikat Pemilih Pemula ... 61
1. Karakteristik Pemilih Pemula ... 61
2. Perilaku Pemilih Pemula ... 63
D. Hakikat Pembelajaran ... 70
1. Konsep Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ... 70
2. Pendekatan Pembelajaran... 71
3. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan... 75
E. Pemilihan Umum ... 79
F. Hasil Penelitian yang Relevan... 89
BAB III METODE PENELTTIAN ... 91
A. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 91
B. Prosedur Penelitian ... 92
C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 92
D. Definisi Operasional dan Variabel Penelitian ... 96
1. Instrumen Pengumpulan Data ... 105
2. Hasil Pengujian Validitas dan realibilitas ... 108
F. Teknik Analisis ... 114
1. Persyaratan Penggunaan Statistik Parametrik ... 114
2. Analisis Korelasi ... 116
3. Analisis Regresi Linier Ganda ... 117
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 121
A. Hasil Penelitian ... 121
1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 121
2. Deskripsi Hasil Penelitian... 126
3. Uji Hipotesis... 139
B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 147
1. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berpengaruh signifikan terhadap Pengembangan Pengetahuan dan Watak Kewarganegaran Pemilih Pemula ... 149
2. Pengetahuan dan Watak kewarganegaraan berpengaruh signifikan terhadap Kecakapan partisipatoris Pemilih Pemula ... 157
3. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan melalui Pengetahuan dan Watak Kewarganegaraan Berpengaruh Signifikan terhadap Pengembangan Kecakapan Partisipatoris Pemilih Pemula... 162
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... ... 173
A. Kesimpulan Umum... 173
B. Kesimpulan Khusus ... 175
C. Rekomendasi ... 177
DAFTAR PUSTAKA ... 179
LAMPIRAN-LAMPIRAN ...183
DAFTAR TABEL
No. Tabel Halaman
1.1. Variabel dan Indikator Penelitian... 10
1.2. Sampel Penelitian ... 25
1.3. Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r ... 30
2.1. Perbedaan Pembelajaran Tradisional dan Konstruktivis ... 72
3.1. Cluster SMA Negeri di Kota Bandung ... 93
3.2. Perhitungan Sampel ... 94
3.3. Variabel dan Indikator Penelitian ... 98
3.4. Kisi-Kisi Instrumen ... 100
3.5. Uji Multikolinieritas ... 119
4.1. Rata-Rata Skor Pengetahuan Kewarganegaraan... 132
4.2. Pengujian Anova ... 140
4.3. Uji Signifikasi Koefisien Regresi ... 141
4.4. Tabel Koefisien ... 143
4.5. Model Summary... 144
4.6. Korelasi... 145
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Halaman
1.1. Koneksitas variabel Penelitian ... 7
1.2. Proses Penelitian ... 34
3.1. Proses Penelitian ... 92
3.2. Koneksitas Variabel Penelitian ... 98
3.3. Uji Heteroskedastisitas ... 120
4.1. Persepsi Siswa tentang Materi Pembelajaran PKn……….. 126
4.2. Persepsi Siswa tentang Metode Pembelajaran PKn………. 128
4.3. Persepsi Siswa tentang Media Pembelajaran PKn ……… 129
4.4. Persepsi Siswa tentang Sumber Pembelajaran PKn……….. 130
4.5. Persepsi Siswa tentang Evaluasi Pembelajaran……… 131
4.6. Pengetahuan Kewarganegaraan……… 133
4.7. Disposisi Kewarganegaraan………. 134
4.8. Interacting………. 135
4.9. Monitoring……… 137
4.10. Influenting……… 138
DAFTAR LAMPIRAN
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pemilih pemula merupakan sasaran utama dari partai-partai politik yang mengikuti pemilu di Indonesia karena jumlahnya setengah jumlah keseluruhan pemilih serta orientasi politiknya belum ajeg, sehingga mudah dipengaruhi. Untuk mengatasi hal tersebut maka pemilih pemula memerlukan kecakapan partisipatoris politik yang memadai, karena apabila pemilih pemula tidak mempunyai kecakapan partisipatoris politik yang memadai maka menyebabkan rendahnya kualitas politik pemilih pemula, yang akan berdampak pada rendahnya kualitas pemilu. Padahal warga negara dan masyarakat yang demokratis harus memfokuskan pada pendidikan dan pembekalan akan kecakapan-kecakapan yang dibutuhkan untuk berpartisipasi dan bertanggung jawab, efektif, dan ilmiah (Winatapura dan Budimansyah, 2007:190).
Senada dengan pernyataan tersebut Khairon (1999:14) mengungkapkan sebagai berikut :
Pernyataan tersebut mengindikasikan perlu adanya penguasaan terhadap kecakapan partisipatoris politik warga negara agar dapat berpartisipasi dalam kehidupan kenegaraannya yang tidak hanya terbatas dalam proses pemberian suara. Menurut data Komisi Pemilihan Umum (KPU), pada Pemilu 2009 diperkirakan sekitar 100 juta pemilih adalah pemilih yang berusia 20-40 tahun. Keberadaan pemilih pemula sering dikaitkan dengan keberhasilan suatu partai dimana jika suatu partai berhasil meraih simpati pemilih pemula, maka partai politiknya akan mendapatkan suara yang tinggi dalam pemilihan. Namun, sayangnya pemilih pemula di Indonesia belum berpartisipasi secara cerdas karena
menurut data yang disajikan oleh :
yang paling memprihatinkan ialah sebagian besar pemilih pemula tidak menggunakan hak pilihnya, hal inilah dikhawatirkan terjadi pada Pemilu 2009 dikarenakan sosialisasi kepada pemilih pemula belum maksimal (DIPA BPNP, 2009:3). Situasi yang terjadi pada pemilih pemula tersebut apabila dibiarkan tentunya akan menghambat proses peningkatan kualitas demokrasi yang sedang dilaksanakan oleh negara Indonesia, karena bagaimanapun juga demokrasi memerlukan pemilih yang cerdas untuk berpartisipasi. Seperti yang dikemukakan oleh Huntington (1982 : 56) bahwa model demokrasi terbaik meliputi tiga tahap substansial, yakni tahap pertama perumusan dan pengembangan identitas nasional, tahap kedua pengembangan pranata atau kelembagaan politik yang efektif, dan tahap ketiga adalah partisipasi politik. Pemilih pemula harus didorong untuk dapat memposisikan dirinya sebagai pemilih yang memiliki kecakapan partisipatoris, karena bagaimanapun juga mereka merupakan generasi penerus bangsa yang akhirnya dapat menumbuhkan suatu budaya politik karena sikap politiknya. Seperti yang diungkapkan oleh Mannheim (dalam Seymour, 2007 : 174) : “Pengalaman khusus dalam usia yang khusus menciptakan pemahaman politik yang sangat menentukan di dalam melihat pengalaman-pengalaman politik
di masa yang akan datang “. Dalam hal ini dibutuhkan pendidikan politik dalam
rangka menyiptakan kecakapan partisipatoris pada pemilih pemula sehingga partisipasi yang mereka lakukan merupakan partisipasi aktif.
pemberian uang dengan imbalan terlibat dalam politik, karena mereka memiliki hak pilih dan diikutsertakan sebagai pemilih. Dapat dikatakan bahwa pemilih pemula dapat memberikan pendidikan politik bagi parpol. Hal ini sejalan dengan pendapat Mansbridge dalam Participation and Democratic Theory
(CICED,2002:147) dikatakan bahwa “..the major function of participation in theory of participatory democracy is…an educative one, educative in a very
widest sense”., yakni bahwa fungsi utama dari partisipasi dalam pandangan teori
demokrasi partisipatif adalah bersifat edukatif dalam arti yang sangat luas. Hal itu dinilai sangat penting karena dalam partisipasi demokrasi akan mampu mengembangkan kepribadian yang demokratis. Untuk mendukung partisipasi pemilih pemula maka diperlukan suatu pembekalan kecakapan partispatoris yang dapat dilakukan, baik dari jalur formal maupun informal. Dari jalur informal dapat dilakukan oleh partai politik, organisasi kepemudaan, serta media massa. Dari jalur formal ialah melalui pendidikan di persekolahan terutama melalui Pendidikan Kewarganegaraan, karena didalam pendidikan kewarganegaraan memiliki fungsi formal sebagai pendidikan umum (general education) dan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No.20 Tahun 2003, serta pijakan utama konsep-konsep ilmu politik dengan salah satu dimensinya adalah
Selain itu. pendidikan kewarganegaraan memiliki muatan civic knowledge
(pengetahuan kewarganegaraan) , civic skills (keterampilan kewarganegaraan),
dan civic dispositions (watak kewarganegaraan). Seorang warga negara yang ideal
dan demokratis seyogyanya tampil sebagai “Informed and Reasoned Decision
Maker” atau pengambil keputusan yang cerdas dan bernalar. Untuk itu diperlukan
knowledge atau pengetahuan dan wawasan serta beliefs atau kepercayaan berupa
kebajikan warga negara. Saling penetrasi antara ketiga kluster kemampuan tersebut akan menghasilkan tumbuhnya individu warga negara yang berkemampuan, berkeyakinan diri, dan kesediaan mengabdikan diri. Hal inilah yang diperlukan oleh pemilih pemula. Partisipasi hendaknya jangan terbatas pada pemberian suara, namun juga harus kritis menyuarakan aspirasi dan
tanggap terhadap perkembangan politik yang ada (Branson, 1998: 10).
Oleh karena pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan dalam menumbuhkan kecakapan partisipatoris pemilih pemula dan adanya pelaksanaan Pemilu 2009, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul tesis “Pengaruh Pendidikan Kewarganegaraan Terhadap Pengembangan Kecakapan Partisipatoris Pemilih Pemula” (Studi deskriptif Pada Siswa SMA
Negeri di Bandung).
B. Identifikasi Masalah
Bertolak dari latar belakang penelitian di atas, maka peneliti merumuskan rumusan masalah sebagai berikut, “Mengapa Pendidikan Kewarganegaraan berpengaruh terhadap pengembangan kecakapan partisipatoris pemilih pemula?”. Agar rumusan tersebut lebih terperinci, maka diperolehlah pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan terhadap pengembangan pengetahuan dan watak kewarganegaraan pemilih pemula? 2. Bagaimana pengaruh pengetahuan dan watak kewarganegaraan terhadap
pengembangan kecakapan partisipatoris pemilih pemula?
C. Variabel Penelitian
Titik fokus dari penelitian ini terdiri atas tiga variabel, yaitu :
1. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (X1), yang terdiri dari : Materi, Metode, Media, Sumber dan Evaluasi Pembelajaran PKn
2. Pengetahuan dan Watak Kewaganegaraan (X2), yang terdiri dari civic
knowledge (pengetahuan kewarganegaraan) dan civic dispositions (watak
kewarganegaraan)
3. Kecakapan partisipatoris (Y), yang terdiri atas interacting ( interaksi),
monitoring (pengawasan) serta influenting (mempengaruhi). Ketiga kecakapan
partisipatoris yang digunakan ialah kecakapan partisipatoris pemilih pemula dalam pemilu sebagai dampak langsung dari pembelajaran PKn maupun dampak tidak langsung yaitu Pembelajaran PKn melalui pengembangan pengetahuan dan watak kewarganegaraan.
Koneksitas dari ketiga variabel penelitian tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1.1 Koneksitas Variabel Penelitian X1
Pembelajaran PKn
X2
Pengetahuan dan Watak Kewarganegaraan
D. Definisi Operasional
Setiap terminologi memiliki makna yang berbeda dalam konteks dan lapangan studi yang berbeda. Oleh sebab itu, untuk memperjelas konsep dari variabel yang diteliti sehingga tidak mengundang tafsir yang berbeda, maka dirumuskan definisi operasional atas variabel sebagai berikut :
1. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan :
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang ideal merujuk pada pendapat David Kerr (1995 : 5-7) Pendidikan Kewarganegaraan yang bersifat maksimal yang ditandai oleh thick, exclusive, activist, citizenship education, participative, process led, values based, interactive interpretation, more difficult
to achieve and measure in practice. Maksudnya adalah didefinisikan secara luas,
mewadahi berbagai aspirasi dan melibatkan berbagai unsur masyarakat, kombiasi pendekatan formal dan informal, diberi label “citezenship education”, menitikberatkan pada partisipasi siswa melalui pencarian isi dan proses interaktif didalam maupun diluar kelas, hasilnya lebih sukar dicapai dan diukur karena kompleksnya hasil belajar.
Potensi atau kecakapan yang dimiliki warga negara harus melalui pola pendidikan agar tersampaikan dalam bentuk partisipasi warga negara terutama pada generasi muda sebagai penerus bangsa. Untuk berpartisipasi itulah, maka warga negara membutuhkan seperangkat kecakapan, yaitu kecakapan partisipatoris yang didapat dari Pendidikan Kewarganegaraan , karena muatan Pendidikan Kewarganegaraan yang demokratis mencakup “…the knowledge,
bagi individu, sekolah dan masyarakat secara luas yang merupakan parameter hasil pendidikan.
2. Kecakapan Partisipatoris
Seperangkat kemampuan yang berhubungan dengan keterlibatan dan peran serta seseorang. Menyangkut hal interacting, monitoring, dan influenting seperti : berperan serta aktif, berpikir kritis, dan tanggap terhadap keadaan. Berhubungan pada kemampuan proses-proses politik dan pemerintahan, baik proses formal maupun informal dalam masyarakat. Dalam hal ini kecakapan partisipatoris pemilih pemula yang berkaitan dalam Pemilihan Umum.
3. Pemilih Pemula
Tabel 1.1
Variabel dan Indikator Penelitian
Variabel Indikator
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (X1)
1. Materi Pembelajaran PKn 2. Metode Pembelajaran PKn 3. Media Pembelajaran PKn 4. Sumber Pembelajaran PKn 5. Evaluasi Pembelajaran PKn Pengetahuan dan Watak
Kewarganegaraan (X2)
1. Civic knowledge
• Pemilu dalam negara demokrasi
• Peran warganegara dalam pemilu
• Kewajiban warganegara dalam pemilu
2. Civic dispositions
• Menjadi voters dalam pemilu • Memenuhi tanggungjawab
personal kewarganegaraan di dalam pemilu
• Menghormati harkat dan martabat kemanusiaan tiap individu
• Berpartisipasi dalam urusan-urusan pemilu secara efektif dan bijaksana
• Mengembangkan berfungsinya demokrasi konstitusional secara sehat Kecakapan Partisipatoris (Y) 1. Interacting (interaksi) dalam
pemilu) :
a. Mengkomunikasikan pemilu b. Bekerjasama menyukseskan
pemilu
c. Tanngap informasi akan pemilu
d. Posisinya dalam sebuah konflik
2. Monitoring (pengawasan) dalam
pemilu
b. Memantau isu pemilu c. Menganalisis peserta pemilu
3. Influenting (mempengaruhi)
dalam pemilu
a. Memberikan suara
b. Menyuarakan pendapat dalam pemilu
E. Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan melakukan kajian tentang peran Pendidikan Kewarganegaraan terhadap pengembangan kecakapan partispatoris pemilih pemula dalam menyongsong Pemilu 2009. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mendeskripsikan dan menganalisis secara mendalam pengaruh pembelajaran kewarganegaraan terhadap pengembangan kecakapan partisipatoris pemilih pemula.
2. Mendeskripsikan dan menganalisis secara mendalam pengaruh pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan terhadap pengerahuan dan watak kewarganegaraan
F. Signifikasi dan Manfaat Penelitian
Penelitian akan lebih bermakna apabila memberikan manfaat, baik bagi pengembangan ilmu pengetahuan maupun bagi masyarakat. Dalam segi keilmuan diharapkan penelitian ini nantinya akan dapat :
1. Memberikan gambaran mengenai pengaruh pembelajaran PKn terhadap pengembangan kecakapan partispatoris pemilih pemula.
2. Menambah ilmu pendidikan khususnya dalam mata pelajaran PKn khususnya mengenai kontribusi pembelajaran Pkn terhadap pengembangan kecakapan partispatoris pemilih pemula (baik kelebihan ataupun kekurangannya).
3. Menemukan konsep-konsep baru sebagai bahan masukan dalam pembuatan/perumusan kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan yang lebih signifikan terhadap tujuan pendidikan nasional.
Secara praktis, Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi kepada : 1. Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) : hasil penelitian ini dapat
dijadikan bahan pertimbangan kepada BSNP sebagai pembuat kurikulum untuk melengkapi kekurangan yang terdapat dalam kurikulum PKn terutama yang berkaitan dengan pengembangan kecakapan partisipatoris. Agar kelak dapat menghasilkan materi PKn yang tepat sasaran dalam mengembangkan kemampuan siswa.
pembelajaran sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan. Siswa sebagai pemilih pemula dapat memiliki kecakapan partisipatoris.
3. Kepala Sekolah : dapat memberikan fasilitas yang menunjang kepada guru dan siswa agar dapat melaksanakan pembelajaran PKn dengan baik, sehingga siswa dapat mewujudkan hasil pembelajaran PKn khususnya yang mendukung kecakapan partisipatoris lingkungannya terutama di lingkungan sekolah.
4. Pemerintah : sebagai pembuat kebijakan di tingkat pusat, maka penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan untuk membuat kebijakan dibidang pendidikan.
G. Kerangka Konseptual
Proses peningkatan kualitas demokrasi di negara kita sedang dilaksanakan secara berkesinambungan. Dimulai dari aspek kehidupan bernegara dimana pemilihan pejabat negara dari tingkat pusat hingga tingkat daerah dilakukan langsung oleh rakyat Indonesia. Kondisi ini memerlukan iklim yang mendukung yang salah satunya ialah partisipasi warga negara. Tanpa partisipasi dari warga negara maka kehidupan yang demokratis hanya utopis belaka yang tak akan pernah terwujud dalam realitas yang sesungguhnya. Akan tetapi perlu kita ketahui bahwa demokrasi bukanlah suatu tujuan namun alat untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan, yaitu menciptakan masyarakat madani (civil society ) di Indonesia.
hak dan kewajiban untuk berpartisipasi aktif dalam politik, taat dan setia pada kebijakan yang ada (Almond&Verba, 1986). Begitu pula siswa yang telah memiliki hak pilih atau yang disebut pemilih pemula. Harus melaksanakan hak dan kewajiban yang melekat padanya. Voting merupakan alat yang penting dalam rangka mempengaruhi kebijakan tetapi ia bukanlah merupakan satu-satunya cara. Warga negara perlu menggunakan cara-cara lain, seperti yang dikemukakan oleh Branson (1998:10) : “Voting certainly is an important means of exerting influence; but it is not the only means. Citizens also need to learn to use such
means as petitioning, speaking or testifying before public bodies, joining as-hoc
advocay groups, and forming coalitions”. Selain voting cara lain dapat
dipergunakan warga negara untuk mempengaruhi jalannya kehidupan politik sebagaimana dikemukakan Branson adalah mengajukan petisi, berpidato atau menunjukkan kebolehan di depan anggota-anggota badan publik, bergabung dengan kelompok-kelompok advokasi dan membentuk koalisi-koalisi. Sebagaimana halnya kecakapan-kecakapan interaksi dan memonitor, kecakapan mempengaruhi dapat dikembangkan secara sistematik. Jika menghendaki warga negara dapat mempengaruhi jalannya kehidupan politik dan kebijakan publik, mereka perlu menambah jam terbang mereka dalam kecakapan-kecakapan partisipatoris tersebut.
Kecakapan partisipatoris dapat dikategorikan melalui proses interacting,
monitoring, and influencing. Interaksi (interacting berkaitan dengan kecakapan –
dalam proses pemilu. Interaksi berarti bertanya, menjawab, dan berunding dengan santun demikian juga membangun koalisi-koalisi dan mengelola konflik dengan cara yang damai dan jujur. Memonitor sistem politik dan pemerintahan mengisyaratkan pada kemampuan warganegara untuk terlibat dalam proses politik dan pemerintahan. Monitoring juga berarti fungsi pengawasan atau watchdog
warga negara (Budimansyah dan Winataputra, 2007:190).
Pemupukan kecakapan partisipatoris yang jelas-jelas dapat diperoleh siswa sebagai pemilih pemula ialah melalui pendidikan seperti yang dikemukakan oleh John Kennedy (dalam Surbakti : 1992:56) : Ada pepatah lama bahwa perjalanan peradaban adalah suatu perlombaan antara malapetaka dan pendidikan. Dalam demokrasi yang kita miliki ini, kita harus meyakinkan bahwa pendidikan memenangkan perlombaan. Oleh karena itu, dibutuhkan pendidikan yang bermuatan esensi demokrasi yaitu pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan yang memiliki core political education.
Sosialisasi politik yang diperoleh siswa pada dasanya bukan hanya berasal dari parpol ataupun media massa namun juga di kelas. Oleh karena itu di dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sebaiknya guru :
1. Knowledge : banyak guru tidak memiliki latar belakang akademik yang
diperlukan untuk membantu para siswanya mengembangkan suatu pemahaman yang akurat dan seimbang tentang kehidupan benegara, politik dan pemerintahan.
2. Skill : pengajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja
persoalan-persoalan, mengmbangkan usulan pemecahan masalah-masalah kebijakan publik dan keterampilan politik praktis
3. Attitudes : menghindari sikap sinisme pada pemerintahan.
(Cogan, 2002:150)
Menurut Djahiri (2002 : 93), guru dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan harus berperan sebagai fasilitator yang membelajarkan siswa (keseluruhan potensi siswa atau potensi fisik, kognitif, afektif dan psikomotornya melalui bahan ajar, sumber, media dan lingkungan ajar bahkan melalui kegiatan evaluasinya. Proses ini akan berjalan mulus apabila semua komponen pengajaran (buku, bahan ajar, media, sumber dan pola evaluasi) serta suasana belajar
(learning climate) sesuai dengan kemampuan siswa, sarat dengan kebermaknaan
(berguna manfaat), demokratis serta mengundang dan mendorong mereka terlibat. Melalui pembelajaran Pendidikan kewarganegaraan di persekolahan maka siswa sebagai pemilih pemula dapat belajar dan berinteraksi dengan kelompok-kelompok kecil dalam rangka mengumpulkan informasi, bertukar pikiran. Mereka pun belajar menyimak dengan penuh perhatian, mengelola konflik dan konsensus. Murid yang lebih senior mengembangkan kecakapan memonitor dan mempengaruhi kebijakan publik. Menghadiri pertemuan Organisasi Intra Sekolah (OSIS ), juga dengar pendapat anggota legislatif (Budimansyah&Winataputra, 2007:190).
education berkontribusi untuk memberikan informasi dan wawasan tentang berbagai hal menyangkut cara-cara penyelesaian masalah. Artinya, kita semua yang lebih memahami masalah politik/pemerintahan satu tingkat di atas pemula memiliki kewajiban melakukan pencerdasan dan penguatan civic education. Kedua, civic education juga dapat dikatakan sebagai sebuah proses karena dalam jangka panjang bertujuan untuk mempersiapkan partisipasi rakyat sekaligus mengubah kepercayaan dan budaya politik yang cenderung tradisional (parochial) mengarah pada budaya politik yang subyek partisipan. Atau dengan kata lain civic education harus mampu menanamkan kesadaran dan membekali pengetahuan peran pemilih pemula dalam lingkungan masyarakat yang demokratis serta menghasilkan generasi-generasi muda yang aktif, mandiri, terbuka, jujur dan cerdas (berdaya nalar tinggi). Proses pendidikan dalam civic education pun harus disampaikan bukan hanya pada aspek intelektual semata, tetapi juga pada aspek emosional, aspek spiritual, dan ditambah aspek sosial guna memiliki pengetahuan dan pemahaman yang memadai dalam menganalisis dan memecahkan masalah social di sekitarnya, termasuk masalah politik/pemerintahan yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan keseharian mereka.
institusi yang secara langsung berkewajiban melaksanakan civic education adalah sekolah dari tingkat terendah sampai tingkat tinggi (termasuk Politeknik, Akademi, Institut, Sekolah Tinggi, Perguruan Tinggi). Hal ini dikarenakan sekolah memegang peranan yang sangat strategis dalam membentuk sikap-sikap warga negaranya terutama kaum muda agar memiliki etika politik/pemerintahan yang mapan. Sekolah pulalah yang menanamkan nilai-nilai yang terkait dengan masalah hak dan kewajiban seorang individu yang memiliki sifat sebagai makhluk individu dan makhluk berpolitik (zoon politicon), serta integritas politik yang tinggi terhadap bangsa dan negara sebagai sebuah perjalanan menuju masa konsolidasi demokrasi sekaligus penguatan civic society sekalipun kecenderungan yang terlihat saat ini adalah proses liberalisasi politik
Proses sosialisasi politik pada pemilih pemula memang harus dilaksanakan secara netral dan kontinu karena sosialisasi politik yang dijalani anak-anak dan remaja lebih dipengaruhi keluarga, berbeda dengan orang dewasa yang lebih terpengaruh oleh media massa. Oleh karena itu, diperlukan pendidikan yang lebih tepat sasaran agar pemilih pemula tidak bersifat primodial sehingga disinilah peran pembelajaran Pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan yang menyiapkan generasi muda untuk mengambil peran dan tanggungjawabnya sebagai warganegara, dan secara khusus peran pendidikan termasuk di dalamnya persekolahan, pengajaran dan belajar dalam proses penyiapan warga negara tersebut.
Di Indonesia mata pelajaran PKn telah ada sejak tahun 1962 dengan nama
peranan dari pendidikan kewarganegaraan. Secara filosofis, demokrasi sebagai ide, norma, prinsip ; secara sosiologis sebagai sistem sosial; dan secara psikologis sebagai wawasan, sikap. Dan prilaku individu dalam hidup bermasyarakat. Seperti yang tercantum pada Penjelasan Pasal 17 ayat (1) yang berbunyi : “Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air”. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan pendidikan kebangsaan atau pendidikan karakter. Semua itu menuntut adanya penghayatan kita terhadap Pendidikan Kewarganegaraan sebagai suatu keilmuan, instrumentasi, pendidikan yang utuh dimana memuat nilai-nilai dan cita-cita bangsa. Pada kelanjutannya dapat menumbuhkan civic intellegence, civic participation serta civic responsibilities.
PKn bertujuan agar siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi tertentu yang berdasarkan (Branson dalam Winataputra dan Budimansyah, 2007:19) : civic knowledge (pengetahuan kewarganegaraan) berkaitan dengan kandungan atau apa yang seharusnya diketahui warga negara, civic skills
bernegara tanpa meninggalkan nilai-nilai budaya Indonesia. Pendidikan yang baik memungkinkan warganegara mengerti, menghargai kesempatan dan tanggungjawabnya sebagai warganegara yang dmokratis. Pendidikan yang bukan hanya sekedar memberikan pengetahuan dan praktik demokrasi, tetapi juga menghasilkan warga negara yang berpendirian teguh, mandiri, memiliki sikap selalui ingin tahu dan berpandangan jauh ke depan.
Menurut Djahiri (1985 : 6) ; Proses interaksi antara berbagai potensi diri siswa untuk pembinaan, pengembangan dan penyempurnaan potensinya tersebut. Potensi siswa dengan guru, siswa lain, lingkungan, berbagai konsep dan fakta. Berbagai stimulus berencana (condition stimulus) dengan berbagai respon terarah
(condition respond) ke arah melahirkan berbagai perubahan yang diharapkan
(condition consequencies). National Assesment of Educational Process (NAEP)
(dalam Dasim & Winataputra, 2007 :189) membuat kategori mengenai kecakapan-kecakapan tersebut, yaitu : identifying and describing; explaining and analyzing; and evaluating, taking, and defending positions on public issues.
Pendidikan kewarganegaraan yang bermutu memberdayakan siswa agar dapat mengidentifikasi, menjelaskan dan menganalisis, evaluasi, memberikan, menentukan posisi pada isu-isu publik. Oleh karena itu, isu-isu kontroversial dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara harus dimasukkan ke dalam bahan ajar sesuai dengan jenjang pendidikannya. Siswa dapat mengetahui isu kontroversial di dalam negaranya yang menumbuhkan sikap kepekaan dan kritis.
mendapatkan berbagai akses dan menggunakan secara cerdas sebagai sumber informasi sehingga memiliki wawasan yang luas dan memadai. (2) Memfasilitasi warganegara untuk dapat melakukan kajian konseptual dan operasional secara cermat dan bertanggungjawab terhadap berbagai cita-cita, instrumentasi, dan praksis demokrasi guna mendapatkan keyakinan dalam mengambil keputusan individual atau kelompok dalam kehidupan sehari-hari dan berargumentasi atas keputusannya itu. (3) Memfasilitasi warga negara untuk memperoleh dan memanfaatkan kesempatan berpartisipasi secara cerdas dan bertanggungjawab dalam praksis kehidupan demokrasi di lingkungannya.
H. Asumsi Penelitian dan Hipotesis Penelitian 1. Asumsi Penelitian
Asumsi penelitian merupakan teori, evidensi-evidensi dan dapat pula pemikiran peneliti sendiri yang merupakan sesuatu yang dianggap benar dan tidak perlu dipersoalkan lagi atau dibuktikan lagi kebenarannya (Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, 2007:52).
Di dalam penelitian ini, asumsi penelitian yang dijadikan titik tolak pemikiran adalah :
a. Pemilih pemula merupakan sosok pemilih yang sangat potensial dalam pemilihan umum karena jumlahnya yang sangat banyak dan mudah diberikan doktrin politik.
c. Pendidikan Kewrganegaraan memiliki kontribusi yang sangat penting bagi pemilih pemula, selain memberikan pengetahuan juga pemilih pemula dapat ditanamkan kecakapan partisipatorisnya karena Pendidikan kewarganegaraan memiliki aspek civic skill. Selain itu pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan secara keseluruhan berbasis demokrasi. 2. Hipotesis Penelitian
a. Hipotesis Penelitian 1) Hipotesis Mayor :
Pendidikan Kewarganegaraan berpengaruh signifikan terhadap pengembangan kecakapan partisipatoris pemilih pemula.
2) Hipotesis Minor :
• Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berpengaruh signifikan terhadap pengembangan pengetahuan dan watak kewarganegaraan
• Pengetahuan dan watak kewarganegaraan berpengaruh signifikan terhadap pengembangan kecakapan partisipatoris pemilih pemula
• Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan serta pengetahuan dan watak kewarganegaraan bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap pengembangan kecakapan partisipatoris pemilih pemula.
I. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan dan Metode Penelitian
antara dua variabel terukur, dan proses penelitiannya berurut dikembangkan sebelum studi dimulai (Schumacher dan Millan, 2001 : 22).Pendekatan kuantitatif memiliki konsep kunci adanya peubah. Selanjutnya digunakan statistika sebagai bagian dari matematika yang secara khusus membicarakan cara-cara pengumpulan, pengolahan, penyajian, analisis dan penafsiran data. Tahapan dan tujuan analisisnya dimulai dari statistika deskriptif, statistika inferensial atau statistika induktif. Dilihat dari asumsi mengenai distribusi populasi data yang dianalisis, penelitian ini menggunakan statistik parametrik model distribusi normal. Data kuantitatif yang diperoleh, diolah menggunakan SPSS (Statistical
Package for Social Science) agar diperoleh infomasi statistik tentang keterandalan
instrumen, analisis korelasional, analisis regresi, dan analisis jalur.
Metode yang digunakan ialah metode deskriptif, yaitu metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasikan objek sesuai dengan apa adanya (Sukardi, 2005:157). Dengan metode ini peneliti memungkinkan melakukan hubungan antarvariabel, menguji hipotesis.
2. Populasi dan Sampel a. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMA Negeri di Kota Bandung.
b. Sampel
rumpun (cluster sample) . Dimana penelitian mengenai murid-murid sekolah biasanya tidak dapat menggunakan teknik pengambilan sampel secara acak melainkan harus secara rumpun. Yang mendapat peluang sama untuk menjadi sampel buka murid secara individual, melainkan sekolah (jadi murid secara kelompok). Pengambilan sampel ini didasarkan pada SMA Negeri yang dikategorikan elite, sedang dan rendah. Sehingga diperoleh sampel :
Cluster Populasi Sampel Dibulatkan
Cluster 1 : SMAN 2 BANDUNG Cluster 3 : SMAN 6 BANDUNG Cluster 5 : SMAN 18 BANDUNG
450
Melalui rumus sampel total yang ditarik: Nt = N
E = nilai kritis (toleran) sebesar 10 % (Sugiyono, 1992 : 60)
Untuk menghitung jumlah masing-masing sampel, digunakan rumus : n = N1 x nt
N Dimana : N = populasi
nt = ukuran sampel yang ditarik
N1 = jumlah populasi masing-masing lokasi (Sugiyono, 1992 : 60)
Selain itu guru Pendidikan Kewarganegaran dari masing-masing sekolah untuk menunjang informasi.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Angket
Angket atau Quesioner adalah daftar pertanyaan tertulis yang disusun dan disebarluaskan untuk memperoleh informasi dari responden sebagai alat pengumpulan data. Hal ini sejalan dengan pendapat Sukardi (2005:76) di dalam angket terdapat beberapa macam pertanyaan yang berhubungan erat dengan
masalah penelitian yang hendak dipecahkan, disusun dan disebarkan ke
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menggunakan angket skala SSHA
(Survey of Study Habits and Attitudes) dari Brown dan Holtzman yang telah
disesuaikan. Pola skala SSHA Brown dan Holtzman ini terdiri dari lima option, yaitu : (1) S = Selalu, (2) SR = Sering, (3) J= Jarang dan (4) TP = tidak pernah. Jawaban yang tepat diberi bobot empat. Skala ini mempunyai keunggulan dalam mengukur kebiasaan seseorang dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan bukan seharusnya menjawab soal berdasarkan pengetahuannya.
Variabel pengetahuan kewarganegaraan menggunakan instrumen tes bebentuk pilihan ganda, dimana hanya ada satu jawaban yang benar. Jawaban yang benar diberi skor 1 dan yang salah 0.
Variabel sikap kewarganegaraan Pemilih Pemula menggunakan instrumen skala sikap pola Likert yang telah disesuaikan. Mueller (1996:11) menjelaskan bahwa mengukur sikap seseorang adalah mencoba untuk menempatkan posisinya pada suatu kontinum afektif berkisar dari “sangat positif” hingga “ke sangat negatif” terhadap sessuatu objek sikap. Teknik dalam menggunakan skala ini bagi jawaban yang dianggap tepat jika mengarah ke kutub positif adalah SS (Sangat Setuju), S (Setuju),TS (Tidak Setuju), STS (Sangat Tidak Setuju) memperoleh skor 5, 4, 3, 2, 1.
Sebelum menggunakan instrumen sebagai alat pengumpul data, terlebih dahulu diuji klayakan dengan menggunakan :
1) Uji validitas menggunakan rumus korelasi Pearson product moment (uji r)
dan Spearman Brown (Uji t).
2) Uji realibilitas menggunakan rumus Alpha. 3) Uji daya beda
4) Uji tingkat kesukaran soal b. Wawancara
Wawancara dapat digunakan sebagai penopang atau pelengkap metode lain, tindak lanjut dalam menghadapi hasil yang tak terduga/ terharapkan, memvalidasikan metode-metode lain, menyelami lebih dalam motivasi responden serta alasan-alasan responden memberikan jawaban dengan cara tertentu (Kerlinger, 2007:769).
c. Studi dokumentasi
Dalam studi dokumentasi, penulis mengkaji isi, menganalisa dengan dukungan kepustakaan yang ada sebagai salah satu sumber data penelitian kuantitatif
4. Pengolahan Data
Langkah-langkah prosedur pengolahan data antara lain sebagai berikut : a. Pengumpulan data dan verifikasi data, melalui cara pengecekan atas jawaban
responden
c. Tabulasi data menurut frekuensi distribusi skor
d. Menghitung ukuran statistik menurut karakteristik variabel penelitian , pengujian asumsi, SPSS untuk pengolahan data seperti rata-rata, simpangan baku, analisis regresi, keofisien korelasi, serta koefisien jalur.
e. Analisis data yang telah dihitung dengan cara mengelompokkannya sesuai dengan permasalahan yang diajukan, sehingga dapat mengarah pada sebuah kesimpulan
f. Penyajian data dengan cara mendeskripsikan data yang telah dianalisis g. Pengujian hipotesa dengan menggunakan perhitungan statistik yang relevan h. Penafsiran hasil analisis data yang telah diolah, dinalisis serta disajikan untuk
kemudian dikaitkan dengan hipotesa yang telah diperoleh
i. Penarikan kesimpulan berdasarkan pendapat para ahli, teori-teori serta data pengalaman secara empirik
5. Teknik Analisis Data
sebagai berikut :
a. Analisis dengan Metode Korelasi Sederhana dan Ganda
Analisis korelasi sederhana dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (X1) dengan kecakapan partisipatoris pemilih pemula (Y) dan variabel pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (X1) dengan pengetahuan dan watak kewarganegaraan (X2). Analisis korelasi sederhana menggunakan Pearson Product Moment.
rxy =
rxy = Koefisien korelasi antara variable X dengan variable Y
X = Variabel bebas Y = Variabel terikat N = Jumlah sampel
Korelasi PPM dilambangkan (r) dengan ketentuan nilai r tidak lebih dari harga (-1 ≤ r ≤ 1). Apabila nilai r = -1 artinya korelasinya negatif sempurna; r = 0 artinya tidak ada korealasi; dan r = 1 artinya korelasinya sangat kuat. Berikut ini interpretasi nilai r selengkapnya:
Tabel 1.3
Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r Interval Koefisien Tingkat Hubungan
Kemudian untuk menyatakan besar kecilnya sumbangan variabel X terhadap Y serta X1 terhadap X2 dapat ditentukan dengan rumus koefisien determinan sebagai berikut:
Dimana:
KP = Nilai koefisien determinan r = Nilai koefisien korelasi
Adapun untuk menguji signifikansi koefisien korelasi digunakan rumus Uji t, yaitu
Dimana:
t = nilai t hitung
r = nilai koefisien korelasi n = jumlah sampel
Analisis korelasi ganda digunakan untuk mengukur hubungan variabel
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (X1) dengan variabel pengetahuan
dan watak kewarganegaraan (X2) dengan variabel kecakapan partisipatoris (Y).
Analisis korelasi ganda menggunakan rumus:
KP = r
2x 100 %
2 1
2
r n r t
Selanjutnya untuk mengetahui signifikansi korelasi ganda (X1 dan X2 terhadap Y) dicari dulu Fhitung kemudian dibandingkan dengan Ftabel. Perhitungan Fhitung digunakan rumus:
Dimana :
R = Nilai koefisien korelasi ganda k = Jumlah variabel bebas
n = Jumlah sampel
Fhitung = Nilai F yang dihitung
Kaidah pengujian signifikansinya adalah jika Fhitung ≥ Ftabel , maka H0 ditolak artinya signifikan dan jika Fhitung ≤ Ftabel, maka H0 diterima artinya tidak signifikan.
b. Analisis dengan Metode Regresi Ganda
Analisis regresi dilakukan untuk memberikan pembuktian bahwa variabel pembelajaran pendidikan kewarganegaraan (X1) dengan pengetahuan dan watak kewarganegaraan (X2) berpengaruh terhadap variabel kecakapan partisipatoris pemilih pemula (Y). Dalam bagian ini menggunakan regresi linier ganda.
1) Persamaan dasar untuk regresi linear ganda ialah: Y’ = a + b1X1 + b2X2 (Kerlinger, 2002:938)
Dimana:
Y’ = Skor variabel terikat kecakapan partisipatoris pemilih pemula a = Nilai konstanta intersepsi
b1b2 = Nilai Koefisien regresi
X1 = Variabel bebas 1 (Pembelajaran PKn)
X2 = Variabel bebas 2 (Kompetensi Kewarganegaraan)
c. Analisis Jalur (Path Analysis)
6. Lokasi Penelitian
91 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif memiliki tujuan mengembangkan hubungan antara dua variabel terukur, dan proses penelitiannya berurut dikembangkan sebelum studi dimulai (Schumacher dan Millan, 2001 : 22).Pendekatan kuantitatif memiliki konsep kunci adanya peubah. Selanjutnya digunakan statistika sebagai bagian dari matematika yang secara khusus membicarakan cara-cara pengumpulan, pengolahan, penyajian, analisis dan penafsiran data. Tahapan dan tujuan analisisnya dimulai dari statistika deskriptif, statistika inferensial atau sttistika induktif. Dilihat dari asumsi mengenai distribusi populasi data yang dianalisis, penelitian ini menggunakan statistik parametrik model distribusi normal. Data kuantitatif yang diperoleh, diolah menggunakan SPSS (Statistical
Package for Social Science) ver 13.0 for windows agar diperoleh infomasi statistik
tentang keterandalan instrumen, analisis korelasional, analisis regresi, dan analisis jalur.
B. Prosedur Penelitian
Gambar 3.1
Mc. Millan and Schumacher (2000:2)
C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas tiga SMA Negeri yang berada di Kota Bandung.
3. Sampel
Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi. Prosedur yang dilakukan
meliputi tahapan sebagai berikut: Pengambilan sampel didasarkan pada cluster
sampel.Hal ini berdasarkan pada pendapat Sumardi Suryabrata (2002 : 35) yang
menyatakan bahwa “penelitian mengenai murid-murid sekolah biasanya tidak dapat menggunakan teknik pengambilan sampel secara rambang/acak, melainkan harus serumpun. Yang mendapat peluang sama untuk menjadi sampel bukan murid secara individu, melainkan sekolah (murid secara kelompok).
Tabel 3.1
Pembagian Cluster SMA Negeri di Kota Bandung
Cluster Nama SMA
Cluster 1 Cluster 2
Cluster 3
Cluster 4
Cluster 5
SMAN 2, SMAN 3, SMAN 5, SMAN 8
SMAN 1, SMAN 4, SMAN 11, SMAN 20, SMAN 22, SMAN 24
SMAN 6, SMAN 7, SMAN 9, SMAN 10, SMAN 12, SMAN 14
SMAN 13, SMAN 15, SMAN 19, SMAN 23, SMAN 25
SMAN 16, SMAN 17, SMAN 18, SMAN 21, SMAN 26, SMAN 27
Sumber:http//inggris.upi.edu/english/images/folderbaru/clustersmabdg.pdf
Dari kelima sampel SMA Negeri di Bandung, maka dipilih tiga cluster yang mewakili SMA Negeri yang dikategorikan elite, sedang, dan rendah. Sehingga diperoleh sampel :
SMA Negeri elite : SMA Negeri 2 Bandung
SMA Negeri rendah : SMA Negeri 18 Bandung
Sehingga diperoleh sampel :
Tabel 3.2
Cluster Populasi Sampel Dibulatkan
Cluster 1 : SMAN 2 BANDUNG Cluster 3 : SMAN 6 BANDUNG Cluster 5 : SMAN 18 BANDUNG
450 228 425
37,53 19,01 35,44
38 20 36
Jumlah 1103 91,98 94
Melalui rumus sampel total yang ditarik:
Nt = N
1 + N (e)²
= 1103
1 + 1103 (0,1)²
= 1103
1 + 11,03
Dimana : N = populasi
Nt = ukuran sampel total yang ditarik
E = nilai kritis (toleran) sebesar 10 %
(Sugiyono, 1992 : 60)
Untuk menghitung jumlah masing-masing sampel, digunakan rumus :
n = N1 x nt
N
Dimana :
N = populasi
nt = ukuran sampel yang ditarik
N1 = jumlah populasi masing-masing lokasi
(Sugiyono, 1992 : 60)
D. Definisi Operasional dan Variabel Penelitian
Setiap terminologi memiliki makna yang berbeda dalam konteks dan dalam lapangan studi yang berbeda. Untuk memperjelas konsep dari variabel yang diteliti sehingga tidak mengundang multi tafsir, maka dirumuskan definisi operasional atas variabel penelitian sebagai berikut:
1. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (X1) :
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan baiknya merujuk pada Pendidikan Kewarganegaraan yang bersifat maksimal (Kerr, 1999: 5-7) yang ditandai oleh thick, exclusive, activist, citizenship education, participative, process led, values based, interactive interpretation, more difficult to achieve and
measure in practice. Maksudnya adalah didefinisikan secara luas, mewadahi
berbagai aspirasi dan melibatkan berbagai unsur masyarakat, kombiasi pendekatan formal dan informal, diberi label “citezenship education”, menitikberatkan pada partisipasi siswa melalui pencarian isi dan proses interaktif didalam maupun diluar kelas, hasilnya lebih sukar dicapai dan diukur karena kompleksnya hasil belajar.
skills and values” yang relevan dengan hakikat dan praktik demokrasi partisipatif bagi individu sekolah dan masyarakat secara luas yang merupakan parameter hasil pendidikan tersebut.
2. Pengetahuan dan Watak Kewarganegaraan (X2)
Pengetahuan dan watak kewarganegaraan merupakan unsur dari kompetensi kewarganegaraan. Pengetahuan Kewarganegaraan (civic knowledge) , didefinisikan sebagai pemahaman mendasar yang dimiliki oleh siswa tentang hal-hal yang berkaitan dengan kewarganegaraan, yang meliputi demokrasi dan struktur pemerintahan, kewarganegaraan, dan civil society. Disposisi Kewarganegaraan (civic disposition) didefinisikan sebagai sikap dan komitmen yang penting bagi kehidupan kewarganegaraan. Disposisi ini meliputi Tanggung jawab moral, disiplin diri, penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia, kepedulian sebagai warga negara, kesopanan, mengindahkan aturan main (rule of law), kemauan untuk mendengar, bernegosiasi dan kompromi.
3. Kecakapan Partisipatoris Pemilih Pemula (Y)
Koneksitas dari ketiga variabel penelitian tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 3.2
Koneksitas Variabel Penelitian
Secara sistematis dapat dijabarkan kedalam indiktor penelitian dibawah ini :
Tabel 3.3
Variabel dan Indikator Penelitian
Variabel Indikator
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (X1)
1. Materi Pembelajaran PKn 2. Metode Pembelajaran PKn 3. Media Pembelajaran PKn 4. Sumber Pembelajaran PKn 5. Evaluasi Pembelajaran PKn
Kompetensi Kewarganegaraan (X2) 1. Civic knowledge
• Pemilu dalam negara Y
Kecakapan Partisipatoris X1
Pembelajaran PKn
X2
demokrasi
• Peran warganegara dalam pemilu
• Kewajiban warganegara dalam pemilu
2. Civic dispositions
• Menjadi voters dalam pemilu • Memenuhi tanggungjawab
personal kewarganegaraan di dalam pemilu
• Menghormati harkat dan martabat kemanusiaan tiap individu
• Berpartisipasi dalam urusan-urusan pemilu secara efektif dan bijaksana
• Mengembangkan berfungsinya demokrasi konstitusional secara sehat Kecakapan Partisipatoris (Y) 1. Interacting (interaksi) dalam
pemilu) :
a. Mengkomunikasikan pemilu b. Bekerjasama menyukseskan
pemilu
c. Tangap informasi akan pemilu d. Posisinya dalam sebuah
konflik
2. Monitoring (pengawasan) dalam
pemilu
a. Mengawasi jalannya pemilu b. Memantau isu pemilu c. Menganalisis peserta pemilu
dalam pemilu
a. Memberikan suara
b. Menyuarakan pendapat dalam pemilu
Indikator Sub-Indikator Nomor
(Influenting) b. Menyuarakan pendapat dalam pemilu
E. Instrumen Pengumpulan Data
1. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengukuran yang kredibel harus memenuhi syarat validitas dan reliabilitas. Suatu instrumen memenuhi syarat validitas jika dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Sementara reliabilitas menunjuk pada konsistensi, akurasi, dan stabilitas nilai hasil skala pengukuran.
Berdasarkan hal itu, maka strategi pengembangan instrumen dilakukan melalui prosedur sebagai berikut :
disesuaikan dengan skala sebagai berikut: 4 = Selalu; 3 = Sering; 2 = Jarang dan 1 = Tidak Pernah. Sedangkan untuk mengukur variabel pengetahuan dan watak kewarganegaraan (Variabel X2) mengakomodasi “Civics Assessment
Database” dari National Center for Learning and Citizenship (NCLC)
Amerika Serikat tahun 2006 yang disesuaikan dengan konteks Indonesia dan Kurikulum 2006 Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Untuk mengukur variabel pengetahuan dan watak kewarganegaraan digunakan bentuk instrumen dan pengukuran sebagai berikut:
Aspek Pengetahuan kewarganegaraan dan keterampilan berpikir digunakan tes dalam bentuk pilihan ganda (multiple choice) dengan skala pengukuran:Benar = 1 dan Salah = 0
Disposisi kewarganegaraan menggunakan skala likert: yang telah disesuaikan 4 = sangat setuju ; 3 = setuju; 2 = tidak setuju dan 1 = sangat tidak setuju. Disamping itu digunakan pula wawancara untuk memperkuat dan memperkaya analisis hasil penelitian dari angket. Wawancara yang dilakukan merupakan wawancara bebas, dimana responden mempunyai kebebasan untuk mengutarakan pendapatnya tanpa dibatasi oleh patokan-patokan yang telah dibuat oleh peneliti.
SMAN13 Bandung. Dipilihnya dua SMAN tersebut, karena dianggap memiliki kesamaan karakteristik dengan subjek penelitian yang sebenarnya. Hal ini dilakukan untuk melakukan pengujian validitas yaitu menguji tingkat keandalan atau kesahihan suatu alat ukur.
c. Bersamaan dengan langkah kedua dan melalui data angket hasil uji coba yang sama, dengan teknik analisis yang sama pula, dilakukan juga pengujian validitas eksternal atau kriteria (criteria validity). Validitas eksternal menyangkut tingkatan skala instrumen yang mampu memprediksi variabel yang dirancang sebagai kriteria. Validitas eksternal atau kriteria (criteria
validity). Item dinyatakan valid jika koefisien signifikansi pada tabel
correlations < taraf kepercayaan yang ditetapkan sebesar 0,1. (ρ value < 0,1). Jika sebaliknya yang terjadi, yaitu ρ value > 0,1, maka item dinyatakan tidak valid.
d. Melakukan pengujian reliabilitas instrumen. Uji ini dilakukan untuk mengukur sejauh mana suatu pengukuran dapat dipercaya dan sejauh mana skor hasil pengukuran terbebas dari kekeliruan ukur (measurement error). Dengan demikian reliabilitas adalah kepercayaan hasil suatu pengukuran yang konsisten bila dilakukan pada waktu yang berbeda terhadap responden, sehingga instrumen penelitian dianggap dapat dipercaya, handal, dan ajeg. Pengujian dilakukan dengan rumus Alpha Cronbach. Jika koefisien korelasi (ρ
2. Hasil Pengujian Validitas, Reliabilitas
a. Uji Validitas
Uji validitas dilakukan berkenaan dengan ketepatan alat ukur terhadap konsep yang diukur sehingga benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur. Berkaitan dengan pengujian validitas instrumen menurut Riduwan (2007:109-110) menjelaskan bahwa validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keandalan atau kesahihan suatu alat ukur. Alat ukur yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Untuk menguji validitas alat ukur, terlebih dahulu dicari harga korelasi antara bagian-bagian dan alat ukur secara keseluruhan dengan cara mengkorelasikan setiap butir alat ukur dengan skor total yang merupakan umlah tiap skor butir. Untuk menghitung validitas alat ukur digunakan rumus Pearson Product Moment adalah:
{
∑
∑
}{
∑
∑
}
r hitung = Koefisen Korelasi Xi = Jumlah skor Item
Yi = Jumlah skor total (seluruh item) n = Jumlah responden
Selanjutnya dihitung dengan Uji-t dengan rumus :
keterangan :
t = Nilai t hitung
r = Koefisien korelasi hasil r hitung n = jumlah responden
Distribusi (Tabel t) untuk α= 0,1 dan derajat kebebasan (dk=n-2) kaidah keputusan : Jika t hitung > t tabel bearti valid sebaliknya t hitung < t tabel bearti tidak valid
Jika instrumen itu valid, maka dilihat kriteria penafsiran indeks korelasinya (r) sebagai berikut :
Antara 0,800-1,000 : Sangat tinggi
Antara 0,600-0,799 : tinggi
Antara 0,400-0,599 : cukup
Antara 0,200-0,399 : rendah
Antara 0,000-0,199 : sangat rendah (tidak valid)
(Sugiyono,2009).
memiliki validitas masing-masing 0.58; 0.32; 0.58; 0.24; 0.44; 0.48; 0.58; 0.05; 0.28...dst . Dengan demikian semua item pertanyaan variabel X1 dinyatakan valid.
Validitas konstruk (construct validity) instrumen variabel X2 (Pengetahuan dan Watak Kewarganegaraan). Hasil pengolahan data yang disajikan pada tabel (lihat lampiran 1) menunjukkan 36 pertanyaan pengukur X2 (Pengetahuan dan Watak Kewarganegaraan) yaitu item pertanyaan no 1-36 memiliki validitas masing-masing 0.44; 0.49; 0.43; 0.21; 0.66; dst. Dengan demikian sebagian besar item pertanyaan variabel X2 dinyatakan valid.
Instrumen Variabel Y (Kecakapan Partisipatoris). Mengacu kepada hasil pengolahan validitas konstruk (construct validity) instrumen variabel Y yang disajikan pada tabel (lampiran 1), dapat disimpulkan bahwa dari sejumlah 30 pertanyaan yang mewakili tiga indikator penelitian dalam variabel Y (kecakapan partisipatoris) dinyatakan valid.
b. Menguji Realiabilitas
Uji reliabilitas dilakukan untuk mendapatkan tingkat ketepatan (keterandalan atau keajegan) alat pengumpul data (instrumen) yang digunakan. Uji reliabilitas instrumen dilakukan dengan rumus alpha.
Metode mencari reliabilitas internal yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dan satu kali pengukuran, dengan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
Keterangan
Si = Varians skor tiap tiap item
∑xi2 = Jumlah kuadrat item Xi (∑Xi)Y2 = Jumlah item Xi dikuadratkan N = Jumlah responden
Langkah 2 : Kemudian menjumlahkan Varians semua semua item dengan rumus :
∑Si = S1-S2-S3...Sn Keterangan :
∑Si = Jumlah Varians untuk semua item S1-S2-S3...n = Varians 1,2,3,....n
Langkah 3 : menghitung varians total dengan rumus :
Si Keterangan :
Si = Varians skor tiap tiap item
∑xi2 = Jumlah kuadrat item Xi (∑Xt)Y2 = Jumlah item Xi dikuadratkan N = Jumlah responden
Langkah 4 : masukkan nilai Alpha dengan rumus :
Keterangan :
r11 = Nilai Reliabilitas
∑Si = Jumlah varians tiap-tiap item St = Varians Total
k = Jumlah item
Kemudian diuji dengan Uji reliabilitas instrumen dilakukan dengan rumus Pearson Product Moment dengan teknik belah dua awal:
r hitung =
Reliabilitas soal pilihan ganda dihitung dengan menggunakan rumus teknik belah dua, sebagai berikut:
r 12 = 0,424895
reliabilitas = 2 x r12 = 0,5963 1+r12
realibilitas angket = 0,935506
c. Uji Beda dan Daya Sukar
Uji daya beda dan daya sukar dilakukan kepada soal pilihan ganda dengan . Daya beda menggunakan rumus :
DB = Kelas Atas – Kelas Bawah Jumlah kelas
Dengan kategori :
Kategori: DP <= 0,00 Sangat Jelek
0,00< DP <= 0,20 Jelek
0,20< DP <= 0,40 Cukup
0,40< DP <= 0,70 Baik
0,70< DP <= 1,00 Sangat Baik
(Erman, 2000:160)
soal nomor 5 (0,33) dikategorikan cukup, dst. Sedangkan untuk kategori jelek terdapat pada empat soal yaitu nomor 6 hingga nomor 9.
Daya sukar menggunakan rumus :
DS = Kelas Atas + Kelas Bawah 2 x jumlah kelas Dengan kategori :
Kategori: IK = 0,00 Terlalu Sukar
Indeks Kesukaran 0,00 < IK <= 0,30 Sukar
0,30 < IK <= 0,70 Sedang
0,70 < IK < 1,00 Mudah
IK = 1,00 Terlalu Mudah
(Erman, 2000:168)
Sehingga diperoleh daya sukar untuk masing-masing nomor soal : soal nomor 1 (0,67) dikategorikan sedang, soal nomor 2 (0,37) dikategorikan sedang, soal nomor 3 (0,87) dikategorikan mudah, soal nomor 4 (0,62) dikategorikan sedang, soal nomor 5 (0,17) dikategorikan sukar, dst. Sehingga diperoleh hasil secara keseluruhan : terlalu sukar : 11, sukar 5, sedang 10, dan mudah 4.
F. Teknik Analisis
dilanjutkan dengan uji persyaratan regresi linier, dan baru kemudian pengujian hipotesis.
1. Persyaratan Penggunaan Statistik Parametrik
Untuk melakukan analisis data dengan menggunakan statistik parametrik, maka data harus merupakan data interval atau rasio. Disamping itu, data juga harus memenuhi persyaratan normalitas, homogenitas, dan linieritas (Ridwan, 2003: 184). Jika tidak memenuhi persyaratan ini, maka pengolahan data harus menggunakan statistik non parametrik.
a. Perubahan dari data ordinal ke interval. Data harus merupakan data interval, sedangkan instrumen penelitian menggunakan data ordinal, oleh karena itu perlu dilakukan perubahan data ordinal ke dalam data interval dengan menggunakan Methods Successive Interval (MSI) (Hays, 1963).
b. Pengujian normalitas data dilakukan untuk melihat sejauhmana data yang diperoleh berdasarkan uji berdistribusi normal. Untuk menguji tingkat kenormalan dilakukan dengan menggunakan metode One Sample Kolmogorov Smirnov Tes. Dalam melakukan pengujian normalitas distribusi populasi ini, diajukan hipotesis sebagai berikut: (1) Ho : Variabel respon berasal dari populasi yang distribusi normal. (2) H1 : Variabel respon tidak berasal dari populasi yang distribusi normal. Kriteria pengujian yang digunakan berdasarkan nilai signifikansi, yaitu terima H0, jika nilai sig. pada tabel lebih
0,707. Karena nilai signifikansi lebih besar dari 10% atau 0,1 maka didapat bahwa H0 diterima. Berarti variabel respon tersebut mengikuti populasi yang
berdistribusi normal. Dengan demikian, untuk asumsi normalitas dari variabel respon dalam hal ini variable Kecakapan Partisipatoris mengikuti populasi yang berdistribusi normal
c. Pengujian homogenitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah data sampel yang diperoleh dari populasi bervarians homogen atau tidak. Jika asumsi data sampel berasal dari populasi yang homogen ini tidak terpenuhi, maka hal ini menunjukkan bahwa ragam (Єi) dari masing-masing sampel tidak sama. Apabila terjadi kecenderungan ragam nilai penelitian yang makin besar akibat dari nilai penelitian yang makin besar pula, maka menunjukkan bahwa populasi tersebut tidak bersifat homogen. Untuk melakukan pengujian homogenitas ini, digunakan uji scatter plot nilai residual variabel dependenPengambilan kesimpulan diketahui dari memerhatikan sebaran plot data. Jika sebaran data tidak mengumpul disatu sudut/bagian, maka disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas, atau data variabel respon adalah homogen.
2. Analisis Korelasi
Uji hipotesis hubungan antar variabel penelitian dilakukan melalui uji korelasi sederhana (zero order), parsial, dan majemuk dengan teknik analisis
Sementara itu, untuk melihat signifikansi hubungan antara variabel, dianalisis dengan menggunakan parameter: (1) Jika probabilitas/nilai Sig
(2-tailed) < α = 0.1, maka hubungan kedua variabel signifikan; (2). Sebaliknya, jika nilai Sig > 0.1, maka hubungan antar kedua variabel tidak signifikan.
3. Analisis Regresi Linier Ganda
a. Persyaratan Penggunaan Teknik Analisis Regresi Linier Ganda
Dalam menganalisis pengaruh variabel bebas atau prediktor (X) terhadap variabel terikat atau kriterium (Y), dan untuk menguji/membuktikan hipotesis yang telah dirumuskan, digunakan teknik analisis regresi ganda (multiple
regression). Dalam konteks ini, data dikelompokkan dalam satu atau lebih
variabel bebas serta variabel terikat. Secara konseptual, akan dibuktikan bahwa variabel terikat memiliki hubungan dengan variabel bebas yang telah diidentifikasi. Sejumlah persyaratan harus dipenuhi untuk dapat menggunakan teknik analisis regresi linier ganda ini, yaitu: uji liniearitas garis regresi, uji multikolinearitas, uji autokolerasi, uji heteroskedastisitas.
b. Hasil Pengujian Persyaratan Regresi Linier
Ha jika nilai Signifikansi dari Deviation from Linearity > dari nilai α yang ditetapkan sebesar 10%. Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh hasil uji linieritas sebagai berikut: Sig. Deviation from Linearity variabel Y terhadap X masing-masing adalah sebagai berikut: X1 = 0.00; X2 = 0.00. Data ini memperlihatkan bahwa seluruh variabel memiliki nilai Sig. Deviation from
Linearity ≤ 0.1. Dengan demikian, pengujian menolak Ho dan menerima Ha,
yang berarti distribusi data berpola linier. Merujuk kepada data tersebut, tampak bahwa semua hubungan antara variabel dependen (Y) dan variabel independen (X) berbentuk linier.
Berdasarkan hasil pengolahan SPSS diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 3.5
Uji Multikolinearitas Variabel Bebas
Coefficientsa
14.909 7.646 1.950 .053
.601 .117 .352 5.144 .000 .902 1.109
.244 .081 .205 2.999 .003 .902 1.109
(Constant)
Uji Multikolinearitas dapat diketahui dari nilai VIF untuk masing-masing prediktor. Persyaratan untuk dapat dikatakan terbebas dari permasalahan multikolinearitas ini, adalah apabila nilai VIF prediktor tidak melebihi nilai 5. Dengan demikian, dapat kita tarik kesimpulan bahwa tidak terjadi permasalahan multikolinearitas. Dengan demikian, asumsi tidak terjadinya permasalahan multikolinearitas antar variabel prediktor telah terpenuhi.
Uji Homogenitas dan Uji Heteroskedastisitas menggunakan scatter plot nilai residual variabel dependen. Pengambilan kesimpulan diketahui dari memerhatikan sebaran plot data. Jika sebaran data tidak mengumpul disatu sudut/bagian, maka disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas, atau data variabel respon adalah homogen. Dengan bantuan software SPSS ver.13 for
Gambar 3.3
173 BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan Umum
Berdasarkan sejumlah temuan penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, tampak bahwa Pendidikan Kewarganegaraan yang terdiri dari pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan serta pengetahuan dan watak kewarganegaraan memiliki pengaruh signifikan terhadap pengembangan kecakapan partisipatoris pemilih pemula. Hal ini dikarenakan komponen pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dilaksanakan dengan proporsional dengan memperhatikan kebutuhan siswa sebagai pemilih pemula yang harus berpartisipasi dalam pemilihan umum. Didalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ini diketahui bahwa materi pembelajaran mengenai partisipasi dalam pemilu di dalam kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan tidak banyak porsinya sehingga dibutuhkan keterampilan guru untuk mengorganisasikan materi sehingga pemilih pemula memiliki kompetensi kewarganegaraan yang menunjang kecakapan partisipatorisnya. Pengaruh Pendidikan Kewarganegaraan terhadap kecakapan partisipatoris ini sejalan dengan pendapat Branson (1998 :9) yang menyatakan bahwa “Pendidikan untuk warga negara dan masyarakat demokratis harus
difokuskan pada kecakapan interacting, monitoring dan influenting”.
diukur. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang diteliti menggambarkan hal tersebut, dimana materi dan evaluasi pembelajaran merupakan aspek yang paling tinggi dalam memenuhi persyaratan pembelajaran dibandingkan aspek lainnya. Sedangkan citizenship education maksimal ditandai oleh didefinisikan secara luas, mewadahi berbagai aspirasi dan melibatkan berbagai unsur masyarakat, kombinasi pendekatan formal dan informal, menitikberatkan pada partisipasi siswa melalui pencarian isi dan proses interaktif di dalam maupun di luar kelas, hasilnya lebih sukar dicapai dan diukur karena kompleksnya hasil belajar. Perwujudan dari citizenship education maksimal dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ini ialah dengan adanya menitikberatkan pada partisipasi siswa, proses interaktif didalam dan diluar kelas.
Apabila dilihat secara parsial, maka pengaruh yang paling besar ditemukan dalam penelitian ini adalah pengaruh pembelajaran Pendidikan Kewarganegaran terhadap kecakapan partisipatoris. Hal ini sejalan dengan studi tahap II dari IEA (CIVITASNET:2001) : an open classroom climate for discussion is an especially
important factor in enchancing both civic knowledge and civic engagement”,