• Tidak ada hasil yang ditemukan

OMSK Tipe Bahaya pada Pasien dengan Kelainan Telinga Kongenital.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "OMSK Tipe Bahaya pada Pasien dengan Kelainan Telinga Kongenital."

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1

OMSK Tipe Bahaya

pada Pasien dengan Kelainan Telinga Kongenital

Yan Edward, Rossy Rosalinda

Bagian Telinga Hidung Tenggor ok Bedah Kepala Leher

Fakult as Kedokt er an Univer sit as Andalas/ RSUP Dr . M. Djamil Padang

ABSTRAK

Kelainan telinga luar kongenital berupa mikrotia dan stenosis liang telinga ber isiko tinggi untuk ter bentuknya kolesteatoma dan infeksi telinga tengah. Kelainan ini dapat ber hubungan dengan kelainan pada telinga tengah, ner vus fasialis dan telinga dalam. Pada akhir nya, menyebabkan gangguan pendengaran dan keter lambatan pada perkembangan bicar a, bahasa dan intelektual.

Otitis media supuratif kr onis dengan kolesteatoma mer upakan infeksi dengan tipe bahaya dan membutuhkan ter api pembedahan.

Satu kasus otitis media supur atif kr onis tipe bahaya dilapor kan pada seor ang wanita ber usia 18 tahun dengan kelainan kongenital ber upa mikr otia, stenosis liang telinga dan kelumpuhan ner vus fasialis per ifer. Pada pasien ini, telah dilakukan tindakan r adikal mastoidektomi dan kanaloplasti dalam anestesi umum ser ta direncanakan untuk rekonstr uksi aurikula, pemasangan alat bantu dengar dan ter api w icara.

Kata Kunci: Mikr otia, stenosis liang telinga, kelumpuhan ner vus fasialis per ifer , kolesteatoma, otitis media supuratif kr onis

ABSTRACT

Congenit al out er ear abnor malit y such as micr ot ia and aur al st enosis car r ies a gr eat er r isk of cholest eat oma for mat ion and middle ear infect ion. This abnor malit y can be r elat ed t o abnor mal development of middle ear , facial ner ve and

inner ear . Finally, it can cause hear ing impair ment w it h delayed i n speech, languange and int ellect ual development .

Chr onic suppur at ive ot it is media was infect ion in malignant t ype and need sur gical t her apy.

A case of chr onic suppur at ive ot it is media w it h cholest eat oma was r epor t ed in a 18 year s old w oman w it h congenit al abnor malit y like micr ot ia, aur al st enosis and par alysis of per ipher al facial ner ve. In t his pat ient , have been done mast oidect omy r adical and canaloplast y under gener al anest hesia and also planned t o aur icular r econst r uct ion, using hear ing aid and speech t her apy.

Key Wor ds: Micr ot ia, aur al st enosis, per ipher al facial ner ve par alysis cholest eat oma, chr onic suppur at ive ot it is media

Pendahuluan

Kelainan kongenital telinga luar ber upa mikr otia dan atresia liang telinga mer upakan kelainan yang jarang ter jadi.1,2 Kelainan ini telah dikenal oleh

Mesopotamian sejak 2000 SM.3

Mikr otia dan atresia liang telinga ter jadi akibat kegagalan pada perkembangan aurikula dan pr oses kanalisasi pada minggu ke-4 hingga minggu ke-28 kehamilan dan dapat ber hubungan dengan kelainan pada telinga tengah, ner vus fasialis, dan telinga dalam.1,3,4,5

Stenosis liang telinga mer upakan bentuk atresia liang telinga pada der ajat ringan.6,7 Pada liang telinga

yang stenosis, sel epitel mudah ter perangkap pada bagian medial sehingga ber isiko tinggi untuk terbentuknya kolesteatoma dan infeksi telinga tengah dibandingkan atresia komplit liang telinga.1,8,9,10

Otitis media supur atif kr onis dengan kolesteatoma mer upakan infeksi dengan tipe bahaya dan membutuhkan ter api pembedahan.9 Komplikasi yang

ditimbulkan meliputi komplikasi intratemporal seperti

mastoiditis, kelumpuhan ner vus fasialis, labir initis, dan komplikasi intrakr anial yang dapat berakibat fatal dan kematian.11

Gangguan pendengaran merupakan salah satu faktor risiko ter jadinya keter lambatan bicar a dan bahasa pada anak. Pemasangan alat bantu dengar dan ter api w icara dihar apkan dapat meningkatkan kemampuan bicar a dan bahasa.12

Lapor an Kasus

(2)

2

ber bau, makin lama cairan kental kekuningan dan ber bau, terutama sejak 4 bulan yang lalu. Pasien mengalami gangguan pendengaran sejak lahir. Pasien mempunyai kelainan bawaan berupa daun telinga kanan dan kiri ber ukuran kecil dan liang telinga kir i sempit. Wajah pasien mencong ke kanan yang dialami sejak lahir dan memiliki otot leher bagian kir i yang lebih pendek dibandingkan kanan. Tidak ter dapat kelainan lain pada w ajah pasien. Keluhan telinga berair pada telinga kanan dan bengkak di belakang telinga kanan disangkal. Pasien tidak mengeluhkan nyer i kepala hebat yang disertai mual dan muntah ser ta pusing ber putar . Tidak ter dapat r iwayat demam tinggi, kejang dan penur unan kesadaran.

Pasien mengalami gangguan per tumbuhan pada payudar a kiri dan alat kelamin bagian kir i. Namun, tidak ter dapat gangguan pada menarche dan siklus menstr uasi ter atur.

Pasien mer upakan anak pertama dari 4 orang ber saudara. Riwayat kehamilan ibu pasien baik. Ibu pasien kontr ol rutin ke bidan setiap bulan. Pasien lahir spontan, cukup bulan, ditolong dukun setelah 2 jam kelahiran. Saat kelahiran pasien menangis kuat dan tidak menderita demam ataupun kejang. Namun, pasien memiliki berat badan lahir sangat rendah dengan panjang badan yang kur ang. Berat dan panjang badan pasien saat lahir tidak diukur , tetapi ibu pasien memper kirakan ukuran badan pasien sebesar botol minuman 1,5 liter . Tidak terdapat gangguan pada per kembangan motorik pasien.

Pasien mengalami kesulitan dalam proses ber bicara dan ber bahasa ser ta tidak dapat mengikuti pelajar an di sekolah. Pasien memiliki gangguan pada ar tikulasi bicar a dan per bendaharaan kata pasien kur ang. Dalam komunikasi sehar i-hari, pasien memahami pembicaraan dengan membaca gerakan bibir lawan bicar anya.

Tidak terdapat riw ayat telinga berair , telinga ber ukuran kecil, liang telinga sempit, ter dapat lubang di depan ataupun belakang telinga, gangguan pendengaran dan bicara ser ta kelainan lain pada keluarga.

Pada pemer iksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik, komposmentis kooperatif, gizi cukup dan tanda vital dalam batas normal, tinggi badan 142 cm dengan berat badan 48 kg. Pada pemeriksaan telinga kanan didapatkan mikr otia dengan str uktur pinna masih nor mal, liang telinga lapang, membr an timpani per forasi subtotal, tidak ter dapat sekr et, jaringan gr anulasi dan kolesteatoma. Pada retr oaur ikular kanan tidak ter dapat edema, fistula, jaringan sikatriks, nyeri tekan maupun nyeri ketok pada mastoid.

Pada telinga kiri didapatkan mikr otia dengan malfor masi pinna (peanut ear), liang telinga stenosis ber ukuran diameter sekitar 1 mm, membran timpani sulit dinilai dan terdapat sekret mukopur ulen yang ber bau. Pada retr oaurikular kiri ter dapat jaringan

sikatriks, tidak ter dapat edema, nyeri tekan dan nyer i ketok pada mastoid. Pada pemer iksaan juga didapatkan

skin t ag pada regio temporal (Gambar 1).

Gambar 1. Mikrotia Bilater al

Pada pemer iksaan pendengaran dengan gar pu tala didapatkan hasil sebagai berikut (Tabel 1).

Tabel 1. Uji Penala

Uji AD AS

Rinne + Sulit dinilai Weber Lateralisasi ke kanan Schwabach Memanjang Sulit dinilai

Dari pemer iksaan pendengaran dengan gar pu tala, sulit untuk diinter pretasi dan membutuhkan pemer iksaan pendengaran dengan audiometri.

Pada pemeriksaan r inoskopi anter ior didapatkan kedua kavum nasi lapang, konka inferior dan media eutr ofi, ter dapat deviasi septum ke kanan dan tidak ter dapat sekret pada kavum nasi. Pada pemer iksaan r inoskopi posterior tidak ter dapat post nasal dr ip. Tidak ter dapat kelainan pada pemeriksaan tenggor ok dan laringoskopi tidak langsung ser ta tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening pada leher . Pada pemer iksaan gigi tidak ditemukan gangren atau karies dentis.

Dari pemeriksaan vestibuler sederhana didapatkan pada tes Romber g dan Romber g diper tajam pasien jatuh ke kir i dan pada st epping t est ber geser ke kiri. Pemeriksaan disdiadokinesis dan tes tunjuk hidung-jari dapat dilakukan. Didapatkan kesan suspek kelumpuhan kanal sinistra. Pada pemer iksaan ner vus fasialis dengan metode Freyss didapatkan kesan kelumpuhan ner vus fasialis per ifer sinistr a setinggi ganglion genikulatum dengan fungsi motor ik yang baik 44% dan derajat House-Brackmann V.

(3)

3

bilateral dan stenosis liang telinga sinistra kongenital, kelumpuhan ner vus fasialis per ifer sinistr a setinggi ganglion genikulatum dengan fungsi motorik yang masih baik 44% dan derajat House-Brackmann V, kelumpuhan kanal sinistra dan gangguan bicara.

Pada pasien dilakukan pemeriksaan penunjang mikr obiologi ber upa kultur dan sensitifitas kuman telinga kiri, pemeriksaan radiologi berupa tomografi komputer mastoid, pemeriksaan labor atorium berupa darah r utin, PT dan APTT ser ta pemeriksaan fungsi pendengaran dengan audiometri.

Dari pemer iksaan labor atorium didapatkan hasil dalam batas normal. Pada pemeriksaan kultur sekret telinga kir i (No. Lab 164/ XII/ 2000) didapatkan kuman Klebsilla sp. Namun, hasil ini belum menggambar kan jenis kuman di telinga tengah kar ena liang telinga pasien stenosis dan kesulitan mengambil sekret langsung dari telinga tengah.

Dari pemer iksaan audiometr i pada telinga kanan dan kir i didapatkan tuli campur der ajat sangat ber at dengan ambang dengar kedua telinga sebesar 90 dB.

Pada pemeriksaan tomografi komputer mastoid (Gambar 2) didapatkan gambaran pneumatisasi sel udara mastoid kiri dan kanan ber kurang dengan gambaran per selubungan. Ter dapat gambar an jar ingan lunak pada telinga tengah dan mastoid kir i dengan destr uksi tulang. Kesan mastoiditis bilateral dengan gambaran kolesteatoma pada mastoid sinistra.

Gambar 2. Tomogr afi Komputer Mastoid Potongan Aksial dan Koronal

Pasien didiagnosis sebagai OMSK AS suspek maligna, OMSK AD benigna fase tenang, mikr otia bilater al dengan stenosis liang telinga sinistra kongenital, kelumpuhan ner vus fasialis per ifer sinistr a setinggi ganglion genikulatum dengan fungsi motorik yang masih

baik 44% dan derajat House-Brackmann V, kelumpuhan kanal sinistra dan gangguan bicara. Pasien direncanakan untuk dilakukan tindakan r adikal mastoidektomi dan kanaloplasti AS dalam narkosis umum. Pasien diberikan ter api injeksi Seftriakson 2x1 gram iv (skin t est dahulu), injeksi Deksametason 3x1 ampul iv t apper ing off, injeksi Ranitidin 2x1 ampul iv, tetes telinga H2O2 3% dan Tar ivid

ot ic masing-masing 2xgtt V AS.

Pada tanggal 22 Desember 2010 dilakukan tindakan r adikal mastoidektomi dan kanaloplasti AS. Operasi dimulai dengan pasien tidur telentang di meja operasi dalam narkosis umum dan teknik hipotensi dengan kepala menghadap ke kanan. Dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis di lapangan operasi dan dipasang duk steril. Dilakukan evaluasi telinga sinistra dengan mikr oskop, tampak liang telinga stenosis dan membran timpani sulit dinilai. Dibuat penandaan pada 3 mm dar i sulkus retroaurikular sinistra dan dilakukan infiltrasi pada daer ah penandaan dengan adrenalin 1:200.000. Dilakukan insisi pada daerah penandaan, tegak lur us ter hadap kulit dan tangensial ter hadap liang telinga. Dipasang retraktor dan kor teks mastoid dipapar kan. Tampak korteks mastoid tidak ber kembang dan mengalami destr uksi oleh kolesteatoma yang memenuhi kavum mastoid. Sinus sigmoid dan tegmen timpani tidak ter papar . Kolesteatoma juga memenuhi kavum timpani dan mendestr uksi dinding posterior liang telinga. Tampak membr an timpani per forasi total dan tulang-tulang pendengar an tidak ada. Kanalis fasialis tidak utuh dan ner vus fasialis ter papar mulai dari par s genu kedua (second genu) hingga par s ver tikalis pada segmen mastoid sebelum mencapai tip mastoid. Segmen lain dar i ner vus fasialis dan kanalis semisir kularis lateralis tidak ter papar . Dilakukan kanaloplasti dengan membuat insisi pada krus heliks ke arah superior dan mengelevasi pinna ke arah superior dan posterior sehingga liang telinga menjadi lebih besar dengan diameter sekitar 7 mm. Luka operasi dijahit lapis demi lapis dan kavitas operasi diber i tampon sofr atul. Dipasang verban telinga dan balut tekan. Operasi selesai. Operasi ber langsung selama 2 jam 30 menit.

(4)

4

sinistra setinggi ganglion genikulatum dengan fungsi motor ik yang baik 54% dan House-Brackmann derajat V, kelumpuhan kanal sinistra dan gangguan bicara. Pasien diberi ter api injeksi Seftriakson 2x1 gram iv, injeksi Deksametason tapper ing off, injeksi Ranitidin 2x1 ampul iv dan tablet Asam mefenamat 3x500 mg per oral. Pada tanggal 29 Desember 2010, pasien dibolehkan pulang dan diberi ter api tablet Sefiksim 2x100 mg per oral dan tetes telinga H2O2 3% dan Tarivid ot ic masing-masing 2xgtt V

AS.

Gambar 3. Daun Telinga Kiri Setelah Oper asi

Pada tanggal 4 dan 13 Januar i 2011, pasien kontr ol dan didapatkan kavitas operasi sangat lapang dengan sekret mukoid minimal dan tidak berbau, tidak ter dapat jar ingan granulasi dan kolesteatoma. Luka operasi pada daun telinga dan belakang telinga ker ing. Pada pemeriksaan ner vus fasialis dar i metode Fr eyss didapatkan fungsi motorik yang baik 54%, kelumpuhan setinggi ganglion genikulatum dan derajat House-Br ackmann V. Pada pemer iksaan vestibuler sederhana didapatkan pada tes Romber g dan Romber g diper tajam pasien jatuh ke kir i dan pada st epping t est ber geser ke kiri. Pasien didiagnosis sebagai pasca r adikal mastoidektomi AS atas indikasi OMSK AS maligna, OMSK AD benigna fase tenang, mikr otia bilateral, kelumpuhan ner vus fasialis per ifer sinistra setinggi ganglion genikulatum dengan fungsi motorik yang baik 54% dan House-Brackmann derajat V, kelumpuhan kanal sinistra dan gangguan bicara. Terapi dilanjutkan.

Diskusi

Insidensi mikr otia dengan atr esia liang telinga adalah 1:10.000-20.000 kelahiran.1,2 Kelainan ini

biasanya ber sifat unilateral (70%) dan lebih sering ter jadi pada laki-laki dibandingkan w anita dengan rasio 2,5:1.2,13 Pada kasus ini, ditemukan mikr otia bilater al

dengan atresia unilateral pada sisi kiri pada pasien ber jenis kelamin w anita. Berdasarkan klasifikasi mikrotia menurut Weer da yang membagi mikr otia ke dalam tiga derajat14, mikr otia pada pasien ini termasuk ke dalam

derajat II pada telinga kanan dan derajat III pada telinga kiri.

Mikr otia disebabkan oleh kegagalan pembentukan aurikula pada minggu ke-4 hingga ke-12

kehamilan. Secara embr iologi, aurikula berasal dar i 6 hillock pada ar kus brankial pertama dan kedua membentuk tr agus, krus heliks, heliks, anti heliks, anti tr agus, dan lobulus. Kanalis akustikus ekster nus berasal dari ar kus br ankial per tama berupa inti solid sel epitel yang meluas ke anulus timpanikus dan kantong far ingeal pertama yang ter jadi pada minggu ke-6 hingga ke-8 kehamilan. Pada minggu ke-21 ter jadi absorbsi sel epitel dari arah medial ke later al. Jika pr oses kanalisasi ini ber henti secar a pr ematur , maka kanalis akustikus akan mengalami atresia atau stenosis.1

Pada 94% kasus atresia, ter dapat kelainan pada aurikula dan str uktur telinga tengah dengan kavum timpani ber ukuran lebih kecil dan sebanyak 50% kasus atresia diikuti dengan kelainan pada nervus fasialis yang ter letak lebih anterior dan super fisial pada tulang tempor al.4,5 Selain itu, juga ditemukan hipoplasia

tulang-tulang pendengaran dan penur unan aerasi sel mastoid.5

Pada pasien ini, dari hasil temuan oper asi, ter dapat kelainan pada struktur telinga tengah berupa kavum timpani ber ukur an kecil, hipoplasia tulang-tulang pendengar an dan kur ang berkembangnya sel mastoid ser ta nervus fasialis ter letak lebih ke anter ior dan super fisial.

Kelainan kongenital pada telinga luar dapat mer upakan suatu sindr om. Pada pasien ditemukan kelainan berupa mikr otia, atresia liang telinga unilateral, hipoplasia pada payudara dan labia mayora unilater al ser ta ber tubuh pendek. Kemungkinan pasien ini menderita sindr om Meier-Gor lin. Sindr om ini mer upakan kelainan yang jar ang ter jadi dan ditandai dengan mikr otia, hipoplasia platela dan keter lambatan pertumbuhan ser ta dapat berhubungan dengan hipoplasia payudar a, hipoplasia labia mayora dan hipertr ofi klitoris. Sindr om ini ter jadi akibat mutasi pada gen Bone Mor phogenet ic Pr ot ein 5 (BMP-5).16 Namun,

adanya kelainan pada riw ayat kehamilan ibu pasien disangkal dan tidak ter dapat r iwayat penyakit ser upa pada keluar ga pasien.

Stenosis liang telinga kongenital mer upakan salah satu tipe atresia liang telinga der ajat r ingan.6,7

Pasien dengan stenosis liang telinga ber isiko untuk ter bentuknya kolesteatoma dan harus diper timbangkan untuk tindakan operasi.1 Liang telinga dapat mengalami

stenosis atau atresia dengan derajat yang ber variasi. Pada stenosis liang telinga, sel epitel skuamosa dapat ter perangkap dan menimbulkan retensi kolesteatoma dengan destr uksi tulang.8 Yamane H et al (2007)6

melapor kan dua kasus stenosis liang telinga kongenital dengan infeksi telinga tengah akibat destr uksi kolesteatoma. Dar i penelitian yang dilakukan oleh Cole dan Jahr sdoerfer (1990) dikutip oleh Lamber t1

(5)

5

kolesteatoma berkembang pada liang telinga dengan diameter 2 mm atau kur ang. Pada penelitian lain didapatkan dari 7 telinga dengan stenosis liang telinga kongenital, semuanya ter dapat kolesteatoma. Sementara itu, dari 50 telinga dengan atresia komplit, hanya dua telinga yang memiliki kolesteatoma.8 Pada pasien ini

ter dapat stenosis liang telinga berdiameter 1 mm dan dari temuan operasi ditemukan kolesteatoma pada kavum timpani dan kavum mastoid dan telah mendestr uksi hampir sebagian kor teks mastoid, dinding poster ior liang telinga dan kanalis fasialis.

Usia pasien dan ukuran liang telinga juga mer upakan variabel penting dalam memprediksi penyakit. Kolesteatoma pada stenosis liang telinga tidak ditemukan pada pasien berusia tiga tahun atau kur ang. Er osi tulang dan keter libatan telinga tengah akibat kolesteatoma jarang ditemukan pada pasien ber usia 12 tahun atau kurang.1 Pada kasus ini, pasien ber usia

18 tahun dan keluhan telinga berair dialami pasien sejak usia 10 tahun. Keluhan makin ber tambah ber at sejak 11 telinga pada usia remaja muda dengan stenosis liang telinga berat.

Kolesteatoma merupakan suatu kantong r etraksi atau kista yang dilapisi oleh sel epitel skuamosa dan ber isikan debris keratin di dalam r ongga pneumatisasi pada tulang temporal. Kolesteatoma dibedakan menjadi kongenital dan didapat.9 Pada

stenosis liang telinga kolesteatoma yang ter bentuk diper timbangkan termasuk ke dalam kolesteatoma didapat pr imer.3 Secar a histopatologi, kolesteatoma

kongenital dan didapat identik ber upa kista ber lapis epitel yang berisikan keratin. Adanya riw ayat otitis media mer upakan salah satu tanda khas yang dapat membedakan kolesteatoma didapat dan kongenital.15

Pada pasien ini didapatkan gambar an otitis media dengan perfor asi total membran timpani dan kolesteatoma yang ter bentuk diper timbangkan ke dalam kolesteatoma didapat.

Otitis media supur atif kr onis (OMSK) didefinisikan sebagai suatu kondisi inflamasi kr onis yang melibatkan mukosa telinga tengah dan juga sel-sel mastoid yang ditandai dengan otorea per sisten atau intermiten dengan membran timpani yang per forasi selama periode lebih dari tiga bulan. Otitis media supuratif kr onis dengan kolesteatoma diper timbangkan sebagai tipe bahaya dan secara umum membutuhkan ter api pembedahan.9

Er osi tulang dapat ter jadi pada OMSK baik dengan atau tanpa adanya kolesteatoma. Pr oses inflamasi

mer upakan faktor utama yang memicu infiltr asi dan aktivasi osteoklas dan sel mononuklear yang mengandung enzim pr oteolitik. Namun, fr ekuensi tinggi untuk destr uksi tulang pada kolesteatoma dapat dijelaskan bahwa kolesteatoma menyediakan lingkungan yang baik untuk infeksi bakter i per sisten dan inflamasi kr onis.9,17

Otitis media kronis supuratif dengan kolesteatoma member ikan gejala otorea yang per sisten, pur ulen dan ber bau. Ber beda halnya dengan OMSK tanpa kolesteatoma biasanya dengan otor ea yang banyak, intermiten, mukoid, dan tidak berbau.9

Pada pasien ini didiagnosis sebagai otitis media supuratif kr onis tipe bahaya karena ter dapat kolesteatoma pada kavum timpani dan mastoid dengan r iwayat otorea inter miten, pur ulen, berbau, dan per forasi total pada membran timpani. Dari 76% pasien dengan perfor asi membr an timpani, sebanyak 24% didiagnosis sebagai OMSK dengan kolesteatoma. Pada penelitian spesifik ter hadap OMSK dengan kolesteatoma ditemukan insidensi per tahun kasus ini berkisar antara 6-12 per 100.000 kasus dan sebanyak 10% kasus ditemukan bilateral.9

Komplikasi akibat otitis media dibagi menjadi komplikasi intr atempor al dan intrakr anial. Komplikasi intratempor al meliputi mastoiditis yang dapat ber hubungan dengan abses subper iosteal dan abses leher dalam infer ior (Bezold), petr ositis, labir initis, dan kelumpuhan ner vus fasialis. Komplikasi intr akranial meliputi abses ekstradur al, tr omboflebitis sinus sigmoid, abses otak, hidr osefalus otitis, meningitis, dan abses subdur al.11

Pada pasien ini ter dapat komplikasi intratempor al ber upa mastoiditis dengan abses mastoid dan fistula retr oaurikular ser ta kelumpuhan ner vus fasialis. Namun, kelumpuhan ner vus fasialis pada pasien ini kemungkinan akibat kelainan kongenital karena w ajah mencong telah dialami pasien sejak lahir. Kondisi ini diperberat oleh adanya infeksi dan kolesteatoma yang menekan nervus fasialis.

Pasien dengan atresia liang telinga ter dapat tuli konduktif, tetapi pada 11-47% pasien juga ter dapat tuli sensorineural.18 Meskipun per kembangan struktur

telinga dalam terpisah dan ber beda waktunya dar i liang telinga dan telinga tengah, namun kelainan pada telinga dalam juga dapat ditemukan pada pasien dengan atresia kongenital.3 Pada pasien ini ter dapat tuli campur derajat

(6)

6

kelainan pada telinga dalam pasien yang kemungkinan disebabkan oleh kelainan kongenital pada telinga dalam atau diper berat oleh adanya per luasan infeksi dari telinga tengah ke telinga dalam.

Tomogr afi komputer berperan penting dalam menentukan per luasan penyakit, derajat pneumatisasi tulang temporal, kondisi tulang pendengar an, telinga dalam, dan ner vus VII dan VIII. Tomografi komputer juga membantu dalam memprediksi keber hasilan operasi.13,15

Pada kasus ini, dilakukan pemeriksaan tomografi komputer mastoid dan didapatkan gambar an per luasan penyakit hampir pada seluruh kor teks mastoid dan tampak pneumatisasi tulang temporal yang ber kurang dan tulang-tulang pendengaran yang tidak utuh. Namun, tidak didapatkan kelainan pada kondisi telinga dalam.

Pada pasien ini, dilakukan tindakan r adikal mastoidektomi guna membuang jar ingan patologis ber upa kolesteatoma dan menyatukan kavum mastoid, kavum timpani dan liang telinga menjadi satu kavitas. Dari temuan operasi juga didapatkan kolesteatoma pada ner vus fasialis mulai dari par s genu kedua (second genu) hingga par s ver tikalis segmen mastoid dan jaringan patologis ini diangkat serta diber sihkan dengan hati-hati. Diharapkan setelah dekompresi nervus fasialis dar i kolesteatoma dapat meningkatkan fungsi ner vus fasialis pada pasien. Tujuan oper asi kolesteatoma adalah untuk eradikasi infeksi, mempertahankan dan merekonstr uksi str uktur anatomi, memper tahankan atau memperbaiki fungsi pendengaran, mencegah residu dan rekurensi penyakit.19 Pada pasien ini juga dilakukan tindakan

kanaloplasti dan elevasi pinna ke ar ah posterior dan super ior guna membuat liang telinga menjadi lebih lebar . Tindakan ini ber tujuan untuk mempermudah dalam member sihkan kavitas oper asi dan membantu dalam pemasangan alat bantu dengar.

Setelah infeksi teratasi, pasien direncanakan untuk pemasangan alat bantu dengar dan terapi wicara di Sub Bagian THT-Komunitas dan rekonstruksi mikrotia pada Sub Bagian Plastik Rekonstruksi.

Daftar Pustaka

1. Lamber t PR. Congenital Aural Atresia. In: Bailey BJ, Johnson JT, New lands SD, editor s. Head&Neck Surger y-Otolaryngology. 4th ed. Lippincott Williams

& Wilkins: Texas; 2006. p. 2029-40

2. Kelley PE, Scholes MA. Micr otia and Congenital Aural Atr esia. Otolar yngol Clin N Am. 2007;40:61-80

3. Cr abtress JA, Har ker LA. Developmental Abnormalities of the Ear. [Updated 2001; cited Dec 20, 2010]. Available fr om:

http:/ / w w w.famona.tr ipod.com/ ent/ cummings/ cu mm151.pdf

4. War eing MJ, Lalwani AK, Jackler RK. Development of the Ear. In: Bailey BJ, Johnson JT, New lands SD, editor s. Head&Neck Sur ger y-Otolar yngology. 4th ed.

Lippincott Williams & Wilkins: Texas; 2006. p. Congenital Aural Stenosis. Acta Otolar yngol. 2007;127(2):221-4

7. Kesser BW, Matthew NG, Hor lbeck DM. Aural Atresia. [Update Mar 25, 2010; cited Dec 20, 2010]. Available from:

http:/ / w w w.emedicine.medscape.com/ ar ticle/ 878 218-over view

8. Par isier SC, Fayad JN, Kimmelman CP. Micr otia, Canal Atr esia, and Middle Ear Anomalies. In: Snow JB, Ballenger JJ, editor s. Ballenger ’s Otorhinolaryngology Head and Neck Sur ger y. 16th

ed. BC Decker Inc: Spain; 2003. p. 997-1008

9. Telian SA, Schmalbach CE. Chr onic Otitis Media. In: Snow JB, Ballenger JJ, editor s. Ballenger ’s Otorhinolaryngology Head and Neck Sur ger y. 16th

ed. BC Decker Inc: Spain; 2003. p. 261-93

10. Par isier SC, Fayad JN. Ear Canal Stenosis and Atresia. In: Bluestone CD, Rosenfeld RM, editor s. Surgical Atlas of Pediatr ic Otolar yngology w ith 900 illustrations. BC Decker Inc: Canada; 2002. p. 187-219

11. Neely JG, Arts HA. Intratemporal and Intracranial Complications of Otitis Media. In: Bailey BJ, Johnson JT, New lands SD, editor s. Head&Neck Sur ger y-Otolar yngology. 4th ed. Lippincott Williams &

Wilkins: Texas; 2006. p. 2042-54

12. Leung AKC, Kao CP. Evaluation and Management of the Child with Speech Delay. Am Fam Physician. 1999;59(11):3121-8

13. Iglesia FV, Cer vera-Paz FJ, Rodriguez MM. Surger y for Atr esia Aur is: Retr ospective Study of Our Results and Cor relation with Jahr sdoerfer Pr ognostic Criterium. Acta Otorinolaringol Esp. 2004;55:315-9

14. Aguilar EA. Congenital Auricular Malformation. In: Bailey BJ, Johnson JT, New lands SD, editor s. Head&Neck Surger y-Otolar yngology. 4th ed.

Lippincott Williams & Wilkins: Texas; 2006. p. 2686-700

15. Ghosh A, Saha S, Sadhu A, Saha PV. Imaging of Congenital Cholesteatoma with Atretic Ear -A Rare Case Repor t. Ind J Radiol Imag. 2006;16(4):673-5 16. Ter hal PA, et al. Br east Hypoplasia and

Dispr opor tionate Shor t Stature in the Ear , Patella, Short Stature Syndr ome: Expansion of the Phenotype. J Med Genet. 2000;37:719-21

17. Weber PC. Chr onic Otitis Media. In: Hughes GB, Pensak ML, editor s. Clinical Otology. 3r d ed. Thieme:

New Yor k; 2006. p. 234-85

18. Shah RK, Shah UK. Exter nal Auditor y Canal Atr esia. [Update Jul 18, 2008; cited Dec 20, 2010]. Available fr om:

(7)

7

Gambar

Gambar 1. Mikrotia Bilateral
Gambar 3. Daun Telinga Kiri Setelah Operasi

Referensi

Dokumen terkait

CLO 3: Students are able to understand and analyze the physiology of human muscles using biomechanical methods so that they can diagnose movement disorders, assess

Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence principle), berdasarkan Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence

Dari permasalahan di atas, maka penulis ingin menganalisis dan mengetahui produktivitas alat berat serta biaya operasional alat berat pada proyek pembangunan

 Sebagai saluran yang menghubungkan antara plasenta dan bagian tubuh janin sehingga janin mendapat asupan oksigen, makanan dan antibodi dari ibu yang

hubungan dimensi budaya Hofstede dan nilai akuntansi Gray dengan mereviu penelitian- penelitian yang membuktikan model tersebut, dan mengembangkan penelitian di masa depan yang

[r]

Rata-rata nilai hasil belajar biologi ranah kognitif untuk metode pembelajaran Preview, Question, Read, Reflect, Recite, dan Review (PQ4R) lebih tinggi dibandingkan

Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan