DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN HAK CIPTA HALAMAN PERNYATAAN
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
ABSTRAK ...i
KATA PENGANTAR ...ii
DAFTAR ISI ...iv
DAFTAR GAMBAR ...viii
DAFTAR TABEL...ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ...1
1.2Rumusan Masalah ...4
1.3Batasan Masalah ...4
1.4Tujuan Penelitian ...4
1.5Manfaat Penelitian ...5
1.6Metodologi Penelitian ...5
2.3 ZrO2 (Zirkonium Dioksida) ...8
2.4 Sintering ...8
2.4.1 Gaya penggerak dan mekanisme atomik dalam sintering...10
2.4.2 Tahap-tahap sintering...12
2.5 Fuel Cell (Sel Bahan Bakar) ...14
2.6 Anode SOFC ...16
2.7 Zirkonia yang istabilkan dengan CaO ...17
2.8 Porositas Keramik ...18
2.9 Metode Tape Casting ...19
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ...20
3.2 Lokasi Penelitian ...20
3.3 Alat dan Bahan ...20
3.3.1Peralatan yang digunakan ...20
3.3.2Bahan-bahan yang digunakan ...21
3.4 Prosedur Penelitian ...22
3.4.1.1 diagram alur pembuatan keramik komposit csz-nio ...22
3.4.1.2 diagram alur tahap karakterisasi keramik komposit csz-ni ...23
3.4.2 Penjelasan Diagram Alur Pembuatan Keramik CSZ-Ni ...23
3.4.2.1 proses pembuatam keramik komposit csz-ni ...23
3.4.2.2 Karakterisasi Keramik CSZ-Ni ...25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Struktur Kristal ...30
4.2 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Densitas (Rapat Massa) ...35
4.3 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Porositas ...36
4.4 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Konduktivitas Listrik ...38
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ...40
5.2 Rekomendasi ...40
DAFTAR PUSTAKA ...41
Lampiran 2 Pengolahan Data Pengukuran Densitas ...9
Lampiran 3 Pengolahan Data Pengukuran Densitas dengan Menggunakan
Program OPTIMAS ...12
Lampiran 4 Pengolahan Data Konduktivitas Listrik ...14
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Di zaman sekarang ini, kebutuhan manusia akan listrik semakin
meningkat. Peran listrik dalam kehidupan manusia sangatlah penting karena
listrik merupakan sumber energi utama dalam setiap kegiatan baik dalam
rumah tangga maupun industri, seperti lampu penerangan, televisi, hingga
digunakan untuk menggerakkan mesin-mesin di pabrik. Untuk menghasilkan
listrik, sumber energi yang biasa digunakan berasal dari bahan bakar fosil
seperti minyak bumi dan batu bara. Bahan bakar fosil ini telah terkubur selama
berjuta-juta tahun yang lalu dalam tanah dan jumlahnya sangat melimpah.
Tetapi apabila melihat peningkatan konsumsi listrik yang semakin lama
semakin banyak dan jauh lebih cepat daripada proses terjadinya bahan bakar
fosil tersebut, maka diperkirakan bahan bakar fosil di muka bumi dalam waktu
yang tidak lama lagi akan habis. Selain cadangan bahan bakar fosil terbatas,
bahan bakar fosil ini juga bersifat polutif (biasanya dari hasil pembakaran yang
menyebabkan zat beracun seperti CO dan CO2) dan juga tidak ramah
lingkungan.
2
salah satunya dengan pembuatan sel bahan bakar atau yang biasa dikenal
dengan fuel cell. Fuel cell muncul sebagai salah satu penyedia energi alternatif
mengingat sumber energi yang sudah ada persediannya semakin menipis,
sedangkan volume pemakaian semakin lama semakin meningkat. Sumber
energi yang dibutuhkan saat ini adalah sumber energi dengan biaya murah,
efisien digunakan dan ramah lingkungan. Fuel cell adalah sebuah konverter
yang dapat mengkonversi reaksi energi kimia menjadi energi listrik, melalui
reaksi antara bahan bakar gas dengan udara (AJ Appleby, 1989). Fuel cell
memiliki beberapa komponen utama yaitu elektrode (anode dan katode) dan
sebuah plat pemisah atau elektrolit. Fuel Cell digolongkan menjadi beberapa
tipe. Jenis-jenis fuel cell dikenal dalam lima kategori yaitu alkaline fuel cell
(AFC), phosphoric acid fuel cell (PAFC), molten carbonate fuel cell (MCFC),
solid oxide fuel cell (SOFC), dan polymer electrolyte fuel cell (PEFC) (Eniya
L. Dewi, 2007). PEFC yang berbahan bakar hidrogen disebut proton exchange
membrane fuel cell (PEMFC) sedangkan yang berbahan bakar metanol disebut
direct methanol fuel cell (DMFC) (Eniya L. Dewi, 2007).
Sebuah sel bahan bakar padatan (SOFC) merupakan salah satu dari
beberapa jenis bahan bakar yang dapat mengkonversi energi kimia ke energi
listrik, yang hingga saat ini masih terus diteliti dan dikembangkan. Komponen
sel bahan bakar dari jenis SOFC ini terdiri dari elektrolit, elektrode (anode dan
katode), inter connection atau bahan penyambung dan tabung pendukung
3
Dalam sebuah sel bahan bakar, anode termasuk bagian yang penting.
Anode yang digunakan pada suatu sel bahan bakar harus memiliki beberapa
kriteria (Goodenough and Huang, 2007), yaitu:
1. Memiliki konduktivitas listrik yang tinggi.
2. Aktivitas katalik dan elektrokimia yang tinggi untuk
mengoksidasi bahan bakar.
3. Stabil dalam lingkungan reduksi.
4. Memiliki struktur berpori untuk mengalirkan bahan bakar
5. Memiliki aktivitas elektrokimia yang tinggi.
Anode dibuat dari campuran keramik dan logam. Anode yang banyak
digunakan saat ini adalah YSZ-Ni (Yttria Stabilized Zirconia-Nickel), dimana
aditif pada bahan YSZ ini berasal dari Y2O3.
Pada penelitian ini dilakukan sintesis anode dengan pembuatan sampel
keramik komposit CSZ-Ni (Calsia Stabilized Zirconia-Nickel) dengan
perbandingan komposisi 40%:60% yang dibuat dengan menggunakan metode
tape casting. Metode tape casting merupakan teknik yang sangat umum
digunakan untuk pembentukan lapisan tipis (film tebal) atau plat dengan
jangkauan ketebalan sekitar 20 µm sampai 1 mm (Anonim, 2011).
Di sini, CSZ menjadi pilihan karena memiliki kekosongan oksigen
dalam jumlah besar sehingga sesuai untuk sel bahan bakar padat oksida
(SOFC). Karena CSZ memiliki kekosongan oksigen dalam jumlah besar,
4
konduktor ionik, sehingga ion oksigen bergerak sangat cepat melaui CSZ
(Carter, 2007). Keramik CSZ-Ni dibuat dari CSZ dan NiO. Dalam
pembuatannya dilakukan proses reduksi untuk menghasilkan keramik
komposit CSZ-Ni. Namun, pada penelitian ini, yang divariasikan adalah suhu
sinternya. Dengan perbedaan suhu sinter, maka karakteristik listrik yang
dihasilkan sampel akan berbeda pula. Karakteristik listrik dapat dilihat dari
nilai konduktivitas listrik keramik. Nilai konduktivitas yang terdapat pada
literatur untuk memenuhi syarat sebagai anode SOFC adalah antara 10-3-103
(Ω. cm)-1
.
1.2Perumusan Masalah
Berdasakan latar belakang masalah tersebut dan untuk memperjelas
arah permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka diperlukan
rumusan terhadap permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Adapun
rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana proses sintesis keramik komposit CSZ-Ni?
2. Bagaimana pengaruh suhu sinter terhadap karakteristik listrik keramik
komposit CSZ-Ni?
1.3Batasan Masalah
1. Pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dilakukan dengan menggunakan
bahan serbuk CSZ dan NiO yang disintesis dengan menggunakan metode
5
2. Suhu sinter dipilih sebesar 1400 °C, 1450 °C, dan 1500 °C.
1.4Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan
dari penelitian ini adalah:
1. Membuat keramik komposit CSZ-Ni dengan metode tape casting.
2. Mengetahui bagaimana pengaruh porositas keramik komposit CSZ-Ni
terhadap konduktivitas listrik keramik komposit CSZ-Ni.
3. Mengetahui bagaimana pengaruh suhu sinter terhadap karakteristik
listrik keramik komposit CSZ-Ni.
1.5Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini akan diperoleh data-data, dimana data-data ini akan
dimanfaatkan oleh berbagai pihak yang berkepentingan sebagai rujukan,
pembanding, dan lain sebagainya, serta dapat digunakan untuk penelitian
lebih lanjut. Selain itu juga, apabila keramik ini memenuhi kriteria sebagai
anode SOFC, maka keramik ini dapat diusulkan untuk diaplikasikan.
1.6Metodologi Penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keramik
Keramik merupakan campuran padatan yang terdiri dari sebuah unsur
logam dan nonlogam atau unsur logam dan nonlogam padat, gabungan dari unsur
nonlogam dan unsur nonlogam padat, atau gabungan dari dua buah unsur
nonlogam padat yang dibentuk dengan perlakuan panas (Barsoum, 1997). Dalam
definisi yang lebih khusus lagi, keramik didefinisikan sebagai bahan inorganik
yang merupakan pencampuran senyawa logam dan nonlogam dengan memberi
perlakuan seperti pemanasan, pemberian tekanan sehingga memiliki sifat kuat,
keras dan memiliki titik cair yang tinggi serta lambat terhadap proses kimia (Yet
Ming Chiang et al, 1997).
2.2 CaO (Calcium Oxide)
Calcium oxide (CaO) dikenal sebagai kapur atau kapur yang dibakar,
merupakan bahan kimia yang banyak digunakan. CaO ini berwarna putih, kaustik,
CaO biasanya dibuat oleh dekomposisi termal dari bahan seperti batu
gamping, yang mengandung kalsium karbonat (CaCO3; mineral kalsit) melalui
pembakaran kapur. Hal ini dilakukan pada pemanasan material di atas 825 °C,
proses ini disebut kalsinasi atau pembakaran kapur, untuk pembebasan sebuah
molekul karbon dioksida (CO2). Kapur tersebut tidak stabil dan ketika
didinginkan, secara spontan akan bereaksi dengan CO2 dari udara akan diubah
kembali menjadi karbonat kalsium. CaO menghasilkan energi panas dengan
pembentukan hidrat, kalsium hidroksida melalui persamaan berikut (Collie,
1976):
CaO (s) + H2O (l) Ca(OH)2(aq) (ΔHr= −63.7 kJ/mol of CaO) (2.1)
CaO memiliki banyak kegunaan, seperti hidrat, sebuah hasil reaksi
eksotermik. Hidrat ini dapat dikonversi kembali menjadi kapur dengan cara
membuang air dengan pemanasan menjadi warna kemerahan untuk membalikkan
reaksi hidrasi.
2.3 ZrO2 (Zirkonium Dioksida)
Zirkonium dioksida (ZrO2), juga dikenal dengan zirkonia, merupakan
oksida kristalin putih dari zirkonium. Zirkonia murni memiliki tiga struktur kristal
pada temperatur yang berbeda (Accuratus, 2005). Pada suhu yang sangat tinggi
(>2370 °C) material tersebut memiliki sebuah struktur berbentuk kubik. Pada
suhu menengah (1170-2370 °C) memiliki struktur tetragonal. Sedangkan pada
suhu rendah (<1170 °C) material berubah menjadi struktur monoklinik (Yet Ming
Chiang et al, 1997). ZrO
2 berbentuk kubus mempunyai struktur yang ideal seperti
struktur CF
2, dengan parameter kisinya adalah 0.517 nm. Atom ZrO2 berbentuk
kristal fcc (face center cubic), atom oksigen berada di arah (111) seperti
ditunjukkan pada gambar 2.2 berikut :
2.4 Sintering
Teknik sintering digunakan untuk meningkatkan kerapatan keramik sesuai
dengan mikrostruktur dan komposisi fasa yang diinginkan. Praktek sintering
meliputi kontrol dari karakteristik partikel, struktur padatan muda, dan perkiraan
struktur kimia yang terbentuk sebagai fungsi dari kondisi selama proses sintering Gambar 2.2Struktur kristal cubic- ZrO
berlangsung (Anonim, 2010). Suhu pada proses sinter biasanya dilakukan
dibawah titik leleh bahan dasarnya (sekitar 60%-80% dari titik leleh bahan
dasarnya) (Van Vlack, 1995). Gaya penggerak yang bekerja selama proses
sintering adalah pengurangan kelebihan energi yang dihubungkan dengan
permukaan bulir. Ini dapat terjadi oleh (1) pengurangan seluruh daerah permukaan
oleh peningkatan rata-rata ukuran bulir yang mengarah ke coarsening dan atau (2)
mengeliminasi penghubung antar bulir dan dan menciptakan area batas bulir
diikuti oleh pertumbuhan bulir yang mengarah kedensifikasi (Barsoum, 1997).
Kedua mekanisme ini saling berlomba. Jika proses atomik densifikasi lebih
dominan, maka pori-pori menjadi kecil dan menghilang sedikit demi sedikit lalu
saling menempel dan akhirnya menjadi padat. Tetapi bila proses atomik
coarsening lebih dominan pori-pori dan grain menjadi kasar dan membesar sedikit
(a) (b)
Gambar 2.3 (a) Densifikasi (b) Coarsening (Barsoum, 1997)
2.4.1 Gaya penggerak dan mekanisme atomik dalam sintering
Gaya penggerak yang bekerja selama sintering adalah pengurangan
energi permukaan yang ditunjukan sebagai perbedaan kelengkungan
(Barsoum, 1997). Suatu permukaan yang lengkung cenderung akan selalu
datar yang disebabkan oleh adanya perbedaan tekanan antara bagian luar
dan bagian dalam dari permukaan lengkung tersebut. Besarnya perbedaaan
tekanan tersebut adalah (C. B. Carter dan M. G. Norton, 2007)
(2.2)
Dimana adalah energi permukaan dan r jari-jari bola atau
lengkungan (C. B. Carter dan M. G. Norton, 2007). Permukaan yang
densification
Grain growth
cekung mempunyai jari-jari negatif sedangkan permukaan yang cembung
mempunyai jari-jari positif. Pada permukaan yang cembung mempunyai
tekanan parsial lebih besar dari pada permukaan yang datar dan
permukaan yang datar mempunyai tekanan parsial lebih besar daripada
permukaan yang cekung. Selain efek terhadap tekanan parsial, perbedaan
kelengkungan juga memberikan efek terhadap konsentarsi vakansi
(Barsoum, 1997). Konsentrasi vakansi dibawah permukaan cekung lebih
besar daripada dibawah permukaan datar dan sebaliknya konsentari
vakansi dibawah permukaan yang datar lebih besar daripada permukaan
yang cembung. Sehingga dari kedua kasus ini gaya penggerak
menyebabkan atom bergerak dari permukaan cembung ke permukaan
cekung.
Gambar 2.4 Kelengkungan sebagai gaya penggerak sintering (C. B. Carter dan M. G. Norton, 2007)
Bila ada dua partikel yang saling bersentuhan melalui titik kontak
mekanisme transport permukaan dan mekanisme transport bulk (Aini Ayu
Rizkiyani, 2008). Di dalam mekanisme transport permukaan atom-atom
bergerak dari suatu permukaan partikel ke permukaan partikel yang
lainnya. Sedangkan dalam mekanisme transport bulk, atom-atom bergerak
dari partikel dalam ke permukaan. Mekanisme transport permukaan
mendorong pertumbuhan leher tanpa penyusutan atau densifikasi
sementara mekanisme transport bulk menghasilkan pergerakan neto
partikel mendorong ke penyusutan dan densifikasi. Mekanisme transport
permukaan terdiri dari difusi permukaan dan transport uap air. Sedangkan
mekanisme transport bulk yaitu difusi kisi, difusi batas bulir dan aliran
viscous.
Pada difusi permukaan, atom-atom diasumsikan berdifusi
sepanjang permukaan dari daerah disekitar leher menuju ke daerah leher.
Difusi batas bulir atom-atom diasumsikan berdifusi dari batas bulir
menuju daerah leher. Sedangkan aliran plastis terjadi ketika suhu sinter
yang tinggi menurunkan tegangan luluh material serbuk. Tegangan kontak
yang ada antar partikel dapat melebihi tegangan luluh sehingga atom-atom
berpindah mengisi rongga antar partikel yang ada.
2.4.2 Tahap-tahap sintering
Tahap-tahap sintering adalah sebagai berikut (Alice C. De Bellis, 2002):
1. Tahap awal
Pada tahap ini leher mulai terbentuk pada titik kontak antar
energi yang disebabkan oleh perbedaan kelengkungan antara permukaan
partikel dan leher. Difusi permukaan merupakan mekanisme transport massa
yang dominan selama tahap awal pertumbuhan leher.
2. Tahap intermediet
Tahap intermediet ini dimulai ketika leher yang bersebelahan mulai
bertumbukan satu sama lain. Densifikasi dan pertumbuhan bulir terjadi
selama tahap ini. Densitas pelet mentah sangat berpengaruh pada proses ini.
Densitas pellet mentah yang tinggi menghasilkan sedikit pori-pori
sedangkan densitas pelet mentah yang rendah sekitar 40% dapat mengarah
ke coarsening tanpa densifikasi. Selama tahap ini bulir-bulir mulai terbentuk
dari partikel-partikel individu dan struktur bulir material akhir mulai
dibangun. Jaringan pori-pori mulai dibentuk sepanjang batas bulir
lama-kelamaan pori-pori mulai tertutup oleh pertumbuhan leher. Dan akhirnya
pori-pori menjadi lembut dan terisolasi satu sama lain.
Mekanisme transport bulk seperti difusi batas bulir dan difusi volum
sangat dominan pada tahap ini. Seperti dinyatakan sebelumnya mekanisme
transport bulk ini menyebabkan material berpindah dari bagian dalam ke
bagian permukaan menghasilkan densifikasi.
3. Tahap akhir
Tahap akhir sintering dimulai ketika kebanyakan pori-pori tertutup.
Tahap akhir sintering lebih lambat daripada tahap awal dan tahap
sementara pori-pori yang besar dapat tumbuh. Penomena ini disebut
penomena Ostwald (Ostwald, 1895). Dalam beberapa kasus pertumbuhan
pori selama tahap akhir ini dapat mengarah kepenurunan kerapatan.
2.5 Fuel Cell (Sel Bahan Bakar)
Fuel cell adalah sebuah alat elektrokimia yang dapat mengubah energi
kimia menjadi energi listrik. Alat ini terdiri dari dua buah elektroda, yaitu anoda
dan katoda yang dipisahkan oleh sebuah membran polimer yang berfungsi sebagai
elektrolit (Anonim, 2007). Prinsip kerja fuel cell sama dengan baterai, namun
bahan bakar dan oksidanya berada di luar, sehingga memungkinkan fuel cell
dioperasikan sepanjang reaktan terus disuplai (Anonim, Sel Bahan Bakar Fuel
Cell). Bahan bakar utama fuel cell adalah hidrogen. Oksidasi terjadi pada anoda
membebaskan elektron yang mengalir melalui sirkuit luar menuju katoda. Reaksi
kimia yang terjadi pada fuel cell (Hendrata, 2001):
Anode : 2H2 4H+ + 4ѐ
Katode : 4H+ + 4ѐ + O2 2H2O
Konversi energi fuel cell biasanya lebih effisien daripada jenis pengubah
energi lainnya. Efiensi konversi energi dapat dicapai hingga 60-80%. Keuntungan
lain fuel cell adalah mampu menyuplai energi listrik dalam waktu yang cukup
lama. Tidak seperti baterai yang hanya mampu mengandung material bahan bakar
yang terbatas, fuel cell dapat secara kontinu diisi bahan bakar (hidrogen) dan
karena tidak menimbulkan polutan dan sungguh-sungguh dapat digunakan
terus-menerus jika ada suplai hidogen yang berasal dari sumber daya alam yang dapat
diperbarui.
Keuntungan fuel cell yaitu, efisiensi tinggi dapat mencapai 80%, tidak
bising dan gas buang yang bersih bagi lingkungan (Tata Chemiawan, 1999).
Kendala yang masih membatasi pengguanaan fuel cell adalah (Tata
Chemiawan, 1999):
1. Apabila digunakan bahan bakar hidrogen, maka dibutuhkan tanki
pengaman yang berdinding tebal dan memiliki katup pengaman.
Selain itu diperlukan kompresor untuk memasukan ke adalam
tanki.
2. Apabila yang dibawa adalah hidrogen cair, maka akan timbul
kesulitan karena harus dipertahankan pada temperatur -253,15oC pada tekanan 105 Pa.
3. Apabila digunakan metanol sebagai pengganti hidrogen, maka
dibutuhkan reformer. Tetapi efisiensi menjadi menurun.
4. Temperatur yang cukup tinggi saat pengoperasian antara 60o -120oC
Jenis fuel cell ditentukan oleh material yang digunakan sebagai elektrolit
yang mampu menghantar proton. Saat ini jenis-jenis fuel cell dikenal dalam lima
disebut proton exchange membrane fuel cell (PEMFC) sedangkan yang berbahan
bakar metanol disebut direct methanol fuel cell (DMFC) (Eniya L. Dewi et al,
2008).
2.6Anode SOFC
Anode merupakan bagian komponen terpenting dari SOFC (Solid Oxide
Fuel Cell). SOFC merupakan alat pengkonversi (converter) energi melalui proses
reaksi elektrokimia antara bahan bakar dengan oksidan. SOFC terdiri dari tiga
bagian komponen utama yaitu anode, elektrolit, dan katode. Ketiga komponen ini
terbuat dari bahan tertentu yang berbeda. Umumnya anode terbuat dari komposit
zirkonia yang distabilkan Y2O3 (YSZ) dan Ni, katode terbuat dari komposit YSZ
dan LSM (LaSrMnO3), dan elektrolit biasanya dari YSZ khususnya 8YSZ (Syarif
et al, 2010).
Adapun kriteria anode yang harus dipenuhi dalam sel bahan bakar
(Goodenough dan Huang, 2007), yaitu:
1. Memiliki konduktivitas listrik yang tinggi.
2. Aktivitas katalik dan elektrokimia yang tinggi untuk mengoksidasi
bahan bakar.
3. Stabil dalam lingkungan reduksi.
4. Memiliki struktur berpori untuk mengalirkan bahan bakar
5. Memiliki aktivitas elektrokimia yang tinggi.
Untuk memenuhi kriteria di atas, dilakukan sintesis anode terhadap
yang telah dibuat akan dikarakterisasi, tujuan pengkarakterisasi ini yaitu untuk
membuktikan apakah sampel yang dibuat memenuhi kriteria diatas atau tidak.
Keramik yang dibuat harus stabil dalam lingkungan reduksi agar mendapatkan
suhu yang optimal. Karena pada proses reduksi ini sangat berpengaruh penting
terhadap karakteristik anode. Karakterisasi dapat dilakukan dengan difraksi
sinar-X (sinar-XRD) untuk mengetahui struktur kristal, parameter kisi, dan lain-lain pada
keramik (mengetahui sifat mekanik), apabila struktur kristal keramik
menunjukkan struktur kubik maka keramik ini merupakan keramik zirkonia yang
stabil. Karakterisasi kedua dengan menggunakan SEM untuk mengetahui jumlah
porositas dan ukuran butirnya, apabila dalam suatu keramik menunjukkan
banyaknya porositas maka keramik ini memenuhi kriteria diatas. Banyaknya
porositas pada keramik ini akan memudahkan pengoksidasian bahan bakar yang
disebabkan aktivitas katalik dan elektrokimia yang tinggi. Selanjutnya dilakukan
karakterisasi konduktivitas listrik dengan mengukur nilai resistansinya. Apabila
resistivitasnya semakin meningkat maka konduktivitas listriknya rendah, tetapi
untuk memenuhi kriteria di atas maka resistivitas yang dihasilkan harus semakin
kecil agar bisa dijadikan anode pada SOFC.
2.7 Zirkonia yang Distabilkan dengan CaO
Zirkonia yang paling stabil adalah struktur kubik. Untuk membuat zirkonia
oksida dapat distabilkan dengan aditif lain seperti Y2O3 sehingga membentuk
YSZ.
Kekosongan oksigen dalam jumlah besar membuat bahan CSZ menjadi
pilihan untuk sel bahan bakar padat oksida (SOFC). Bahan ini merupakan
insulator listrik dan konduktor ionik, sehingga ion oksigen bergerak sangat cepat
melaui CSZ (Carter, 2007). Zirkonia, ZrO2, yang distabilkan dengan kalsia (CaO),
adalah contoh padatan ionik.
2.8Porositas Keramik
Salah satu penyebab kegagalan suatu material adalah keberadaan
porositas. Porositas adalah suatu cacat (void) pada keramik yang dapat
menurunkan kualitas keramik itu sendiri.porositas bisa diakibatkan oleh
penyusutan atau oleh gas yang terperangkap. Penyusutan yang terjadi pada saat
pemadatan merupakan sumber utama pembentukan porositas, hal ini dihasilkan
dari pengurangan volume yang diikuti pengerasan, sedangkan porositas akibat
gas, dihasilkan dari penurunan daya larut gas dalam padatan. Porositas akan
mempengaruhi sifat mekanis komposit keramik, struktur berpori akan
menurunkan kekuatan dan kekerasan jika dibandingkan dengan struktur padat.
Porositas juga sangat merusak kualitas permukaan setelah proses permesinan.
Berdasarkan literatur, interval porositas yang baik suatu keramik agar memenuhi
2.9 Metode Tape Casting
Tape casting adalah teknik yang sangat umum digunakan untuk
pembentukan film tipis atau plat dengan jangkauan ketebalan sekitar 20 µm
sampai 1 mm (Anonim, 2011). Tape casting baik digunakan untuk pembuatan
komponen-komponen elektronik seperti kapasitor, induktor, dan bahan-bahan
untuk rangkaian mikroelektronik. Salah satu keuntungan dari proses ini adalah
peralatannya yang sederhana, mudah dilakukan pengukuran untuk pengujian
dalam laboratorium dan biaya produksi rendah. Selain itu juga memungkinkan
untuk pembentukan kebanyakan keramik menjadi lembaran-lembaran lapisan
ganda dan untuk pembentukan bahan baku menjadi struktur dua atau tiga dimensi
(Anonim, 2011).
Dalam proses tape casting dibutuhkan slurry yang baik yang dipengaruhi
pada pemilihan zat aditif seperti dispersan, binder, plasticizer, dan solvent
(Hariansyah, 2007). Hasil slurry yang baik dapat dilihat dari hasil karakterisasi
20
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Desain
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada
penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan
menggunakan metode tape casting.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanalan di kelompok Fisika Bahan Dasar Pusat
Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri-Badan Tenaga Nuklir Nasional
(PTNBR-BATAN) yang berlokasi di Jalan Tamansari, No. 71, Bandung 40132.
3.3 Alat dan Bahan
3.3.1 Peralatan yang digunakan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah:
1. Neraca digital
2. Mesin pencampur
3. Pipet
4. Kertas timbang
21
17.Tempat mencetak slurry (alat tape casting)
18.Kertas amplas
3.3.2 Bahan-bahan yang digunakan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya
22
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Diagram alur pembuatan dan karakterisasi keramik komposit csz-ni
Dalam proses pembuatan keramik ini dilakukan dengan mencampurkan CSZ dengan NiO dan membentuk keramik CSZ-Ni
melalui proses reduksi. Adapun prosedurnya sebagai berikut:
3.4.1.1 diagram alur pembuatan keramik komposit csz-nio
Gambar 3.1 Alur pembuatan keramik komposit CSZ-Ni
CSZ+NiO+dispersan+etanol
Campur selama 1 jam
Penampuran dengan PEG dan PVB selama 15 jam
Slurry
Pencetakan dan pengeringan (tape casting)
Sinter pada suhu 1400 °C -2 jam
Sinter pada suhu 1450 °C -2 jam
Sinter pada suhu 1500 °C -2 jam
Keramik CSZ-NiO
Reduksi pada suhu 750 °C-3 jam
23
3.4.1.2 diagram alur tahap karakterisasi keramik komposit csz-ni
3.4.2 Penjelasan diagram alur pembuatan keramik komposit csz-ni
3.4.2.1 proses pembuatan keramik komposit csz-ni: 1. Pencampuran
Serbuk CSZ dan NiO dicampur dengan perbandingan komposisi
sebesar 40%:60%. Serbuk keramik CSZ-NiO ini akan dicampur lagi
dengan dispersan dengan komposisi 1% dan etanol dengan komposisi
36%. Kemudian dimasukkan bola-bola alumina sebagai pemberat ke
dalam campuran bahan tersebut dan semua bahan dikocok dengan
menggunakan mesin pencampur selama 1 jam.
Setelah bahan tercampur, PEG dengan komposisi 8% dan PVB
Keramik CSZ-NiO
Karakterisasi: XRD dan densitas
Keramik CSZ-Ni
Reduksi pada suhu 750 °C-3 jam
Karakterisasi: Densitas, XRD,
SEM, dan Uji Listrik
24
tercampur. Kemudian dikocok kembali dengan menggunakan mesin
pencampur selama 15 jam.
2. Pencetakan
Bahan-bahan yang telah tercampur dinamakan slurry. Kemudian
slurry dicetak diatas alat pencetak (seperti film lembaran) dengan
menggunakan metode tape casting. Setelah slurry mengering, kemudian
dipotong dengan ukuran 1x1 cm menjadi beberapa bagian.
3. Sintering
Setelah terbentuk beberapa sampel dengan ukuran 1x1 cm,
kemudian sampel-sampel tersebut dibagi untuk disinter pada suhu
yang berbeda-beda, yaitu pada suhu 1400 °C, 1450 °C, dan 1500 °C,
masing-masing selama 2 jam. Proses sintering ini dilakukan pada suhu
yang berbeda-beda dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana
pengaruh suhu sinter terhadap karakteristik keramik komposit CSZ-Ni
nantinya. Proses sintering ini merupakan salah satu proses yang sangat
penting dalam pembuatan keramik. Sintering adalah proses
pengubahan serbuk padat menjadi keramik yang padat dan kuat
melalui proses pemanasan (Barsoum, 1997) atau proses perlakuan
panas dimana partikel diikat bersama membentuk struktur yang
koheren oleh mekanisme transpor massa yang terjadi dalam level
atomik (Alice C. De Bellis, 2002) . Dalam sintering beberapa proses
terjadi pada saat yang bersamaan yaitu pertumbuhan butir, penyusutan
25
Vlack, 1995). Teknik sintering digunakan untuk meningkatkan
kerapatan keramik sesuai dengan mikrostruktur dan komposisi fasa
yang diinginkan (Rahaman, 2006). Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi proses sintering diantaranya bahan aktif, suhu sinter,
waktu sinter, tekanan, dan atmosfer sinter (Barsoum, 1997). Setelah
disintering, timbang dan ukur masing-masing rapat massa sampel.
4. Reduksi
Setelah disinter, untuk menghilangkan gas oksigen yang terdapat
pada keramik CSZ-NiO, masing-masing sampel yang telah disinter
kemudian direduksi pada suhu 750 °C selama 3 jam dengan
menggunakan 12% gas hidrogen sehingga membentuk keramik
CSZ-Ni. Sampel yang direduksi, kemudian ditimbang dan masing-masing
diukur rapat massanya.
3.4.2.2 Karakterisasi Keramik Komposit CSZ-Ni 1. Difraksi Sinar-X (XRD)
Difraksi sinar-X adalah sebuah metode yang digunakan
untuk karakterisasi bahan agar diperoleh informasi-informasi
sebagai berikut:
1) Mengetahui struktur kisi dari sampel.
2) Mengetahui orientasi masing-masing puncak dari sampel.
26
dilakukan untuk mengetahui perubahan pola XRD akibat
variasi suhu sinter. Besaran yang diperlukan untuk
mengetahui struktur kristal adalah sudut pendifraksi 2θ. Dari
sudut pendifraksi ini akan diperoleh nilai A yang paling sering
muncul, dimana nilai ini akan dijadikan sebagai nilai
HKLnya. Selanjutnya dapat ditentukan pula nilai parameter
kisi dari nilai A yang sering muncul seperti yang ditunjukkan
pada persamaan berikut:
(3.1)
(3.2)
Dimana :
(
)
(3.3)Sehingga, nilai parameter kisi (a):
(3.4)
Setelah diperoleh nilai parameter kisi, selanjutnya hasil
dari perhitungan ini akan disesuaikan dengan data yang terdapat
pada JCPDS-International Centre for Diffraction Data (Joint
Committee of Powder Diffraction Standard) untuk fase CSZ,
27
sesuai dengan data JCPDS maka keramik ini memiliki struktur
kubik untuk CSZ dan Ni dan struktur rhombohedral untuk NiO.
2. SEM (Scanning Electron Microscope)
SEM adalah mikroskop elektron yang memiliki
pembesaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan mikroskop
optik. Karakterisasi permukaan di sini digunakan untuk
mengetahui struktur mikro diantaranya porositas dan ukuran
butirnya. Pengujian SEM dilakukan di Laboratorium Geologi,
Pusat Penelitian Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL)
Bandung.
3. Densitas (Rapat Massa)
Untuk menghitung densitas keramik sebelum dan setelah
reduksi, terlebih dahulu menghitung berat keramik, tebal
keramik, dan luas keramik dengan menggunakan mikrometer
sekrup. Perhitungan densitas dapat dilakukan melalui persamaan
dibawah ini :
(3.5)
Dengan : ρ = densitas keramik (g/cm3) v = volume (cm3) m = massa keramik (g)
4. Sifat Listrik
28
keramik komposit CSZ-Ni. Untuk mendapatkan nilai
konduktivitas listrik ini terlebih dahulu dilakukan pengukuran
nilai resistansi. Resistansi dapat dicari dengan pemberian kontak
pada keramik dengan dilapisi perak pada permukaan atas sebagai
katode dan permukaan bawah keramik sebagai anode agar
dihasilkan aliran listrik. Keramik yang telah dilapisi perak
terlebih dahulu dipanaskan pada suhu 500 (sampel langsung
dikeluarkan ketika mencapai suhu ini) . Pemberian kontak ini
dimaksudkan sebagai jalur penghubung untuk rangkaian listrik.
Keramik diletakkan di atas aluminium foil karena keramik ini
tipis sehingga akan susah jika menghubungkan kedua permukaan
dengan kabel penghubung. Konduktivitas listrik diukur dengan
menggunakan alat multimeter digital. Pada alat ini akan langsung
diperoleh nilai resistansinya. Setelah mendapatkan nilai
resistansi, kemudian dihitung nilai resistivitas dengan
29
(cm2)
Dari nilai resistivitas dapat diperoleh nilai konduktivitas
listrik yang diformulasikan pada pesamaan (3.8).
(3.8)
Dengan:
σ = konduktivitas listrik (Ω-1
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Struktur Kristal
Hasil karakterisasi struktur kristal dengan menggunakan pola difraksi
sinar-X (sinar-XRD) keramik komposit CSZ-Ni sebelum reduksi yang disinter pada suhu
1450 °C selama 2 jam yang terlihat pada gambar 4.1 dan yang disinter pada suhu
1400 ⁰C, dan 1450 ⁰C, dan 1500 ⁰C masing-masing selama 2 jam yang direduksi
pada suhu 750 ⁰C selama 3 jam yang ditunjukkan pada gambar 4.2, 4.3 dan 4.4.
Gambar 4.1 Pola XRD keramik komposit CSZ-NiO yang disinter pada suhu 1450
32
Gambar 4.4 Pola XRD keramik komposit CSZ-Ni yang disinter pada suhu 1500
⁰C setelah reduksi (Z=ZrO2)
Pada gambar 4.1, terlihat dari puncak bahwa di dalam keramik sebelum
mengalami reduksi terdapat tiga fase yaitu CSZ, NiO, dan ZrO2 monoklinik. Pola
XRD pada sudut pendifraksi 2θ (10° sampai 85°) diambil 16 puncak sebagai data
perhitungan perbandingan dengan data JCPDS. Fase-fase yang terdapat pada
puncak-puncak pola XRD diperoleh dari hasil perhitungan yang dibandingkan
dengan data pola difraksi JCPDS CSZ, NiO, Ni, dan ZrO2.
Pada gambar 4.2 terlihat dari puncak bahwa di dalam keramik yang disinter
pada suhu 1400 °C setelah reduksi terdapat tiga fase yaitu CSZ, Ni, dan ZrO2
monoklinik. Ini menunjukkan bahwa di dalam keramik sudah tidak mengandung
33
diperoleh dari hasil perhitungan yang dibandingkan dengan data pola difraksi
JCPDS CSZ, Ni, dan ZrO2.
Pada gambar 4.3 terlihat dari puncak bahwa di dalam keramik yang disinter
pada suhu 1450 °C setelah reduksi terdapat tiga fase yaitu CSZ, Ni, dan ZrO2
monoklinik. Ini menunjukkan bahwa di dalam keramik NiO tereduksi sempurna.
Pola XRD pada sudut pendifraksi 2θ (10° sampai 85°) diambil 13 puncak sebagai
data perhitungan perbandingan dengan data JCPDS. Fase-fase yang terdapat pada
puncak-puncak pola XRD diperoleh dari hasil perhitungan yang dibandingkan
dengan data poal difraksi JCPDS CSZ, Ni, dan ZrO2.
Pada gambar 4.4 terlihat dari puncak bahwa di dalam keramik yang disinter
pada suhu 1500 °C setelah reduksi terdapat tiga fase yaitu CSZ, Ni, dan ZrO2
monoklinik. Ini menunjukkan bahwa di dalam keramik NiO sudah tereduksi
sempurna. Pola XRD pada sudut pendifraksi 2θ (10° sampai 85°) diambil 13
puncak sebagai data perhitungan perbandingan dengan data JCPDS. Fase-fase
yang terdapat pada puncak-puncak pola XRD diperoleh dari hasil perhitungan
yang dibandingkan dengan data poal difraksi JCPDS CSZ, Ni, dan ZrO2.
Perbedaan hasil pola XRD antara keramik CSZ-Ni sebelum dan setelah
direduksi terdapat pada kandungan yang ada di dalam keramik. Dapat dilihat
bahwa di dalam keramik CSZ-Ni sebelum direduksi masih mengandung NiO,
sedangkan di dalam keramik CSZ-Ni setelah direduksi sudah tidak terdapat NiO,
34
Tabel 4.1 Nilai parameter kisi pada keramik komposit CSZ-Ni
Sebelum/setelah reduksi
Suhu Sinter (⁰C)
Nilai Parameter Kisi (a) ( )
CSZ NiO Ni
Sebelum reduksi 1450 5,135 a=b=2,965
c=7,344
-
Setelah reduksi 1400 5,135 - 3,5157
Setelah reduksi 1450 5,146 - 3,5238
Setelah reduksi 1500 5,124 - 3,5238
Nilai parameter kisi untuk sampel sebelum reduksi untuk komposisi CSZ
sama dengan nilai parameter kisi CSZ yang terdapat pada data JCPDS dan untuk
komposisi Ni sama dengan nilai parameter kisi Ni yang terdapat pada data
JCPDS, sedangkan nilai parameter kisi untuk komposisi NiO hampir sama dengan
nilai parameter kisi NiO yang terdapat pada data JCPDS. Hal ini menunjukkan
bahwa struktur kristal di dalam sampel keramik komposit CSZ-Ni sebelum
direduksi memiliki dua fase yaitu CSZ yang berstruktur kubik dengan pusat muka
FCC dan NiO yang berstruktur rhombohedral.
Nilai parameter kisi sampel dari ketiga suhu sinter setelah reduksi untuk
komposisi CSZ sama dengan nilai parameter kisi CSZ yang terdapat pada data
JCPDS dan untuk komposisi Ni sama dengan nilai parameter kisi Ni yang terdapat
pada data JCPDS. Hal ini menunjukkan bahwa struktur kristal di dalam sampel
keramik komposit CSZ-Ni merupakan struktur kubik dengan pusat muka FCC.
Variasi suhu sinter ternyata tidak mempengaruhi struktur kristal pada keramik
CSZ-Ni.
Pemberian serbuk NiO terhadap keramik CSZ-Ni ternyata tidak
mempengaruhi struktur kristal CSZ, karena pemberian serbuk ini bertujuan untuk
35
4.2 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Densitas (Rapat Massa)
Dari hasil perhitungan rapat massa (densitas) untuk keramik komposit
CSZ-Ni yang disinter pada suhu 1400 ⁰C, 1450 ⁰C, dan 1500 ⁰C dan masing-masing
direduksi pada suhu 750 ⁰C dapat dilihat pada lampiran 1. Besarnya suhu sintering
dan proses reduksi ternyata mempengaruhi harga densitas masing-masing keramik
komposit CSZ-Ni yang dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Harga densitas ( ) antara densitas keramik yang disinter pada suhu yang berbeda-beda sebelum dan sesudah reduksi.
No Sampel ρ sebelum reduksi
( [g/cm3]
diukur pada suhu sintering yang berbeda-beda dan densitas keramik yang diukur
setelah proses reduksi hasilnya berbeda-beda. Ini dipengaruhi oleh besarnya suhu
sintering dan proses reduksi. Pada proses sintering keramik mengalami
penyusutan, kehilangan pori-pori dan penyatuan batas-batas butir, sehingga
36
sampel yang sebelum direduksi masih mengandung oksigen pada NiO setelah
direduksi kehilangan oksigen. Akibatnya terdapat banyak rongga pada keramik
komposit CSZ-Ni. Hal ini menunjukkan bahwa NiO pada keramik ini mengalami
proses reduksi menjadi Ni. Keramik yang disinter pada suhu 1500 °C memiliki
kerapatan paling besar.
4.3 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Porositas
Hasil karakterisasi foto struktur mikro keramik komposit CSZ-Ni yang
disinter pada suhu 1450 ⁰C dan 1500 ⁰C selama 2 jam dengan menggunakan
Scanning Electron Microscope (SEM) yang ditunjukkan pada gambar 4.5 dan 4.6.
`
Gambar 4.5 Hasil Foto SEM keramik komposit CSZ-Ni pada suhu sinter 1450 ⁰C Batas bulir
37
Gambar 4.6 Hasil Foto SEM keramik komposit CSZ-Ni pada suhu sinter 1500 ⁰C
Dari kedua hasil foto SEM di atas yang telah dimasukkan ke dalam program
OPTIMAS, diperoleh jumlah persentasi porositas yang berbeda-beda berdasarkan
dengan suhu sinternya masing-masing. Perhitungan ini menggunakan perbesaran
10000x. Hasil porositas dengan menggunakan OPTIMAS ini dapat dilihat pada
lampiran 3.
Tabel 4.3 Hasil jumlah persentasi porositas yang menggunakan program OPTIMAS
Suhu Sinter (⁰C) Persentasi Porositas (%)
1450 47,9
1500 37,9
Dapat dilihat, keramik CSZ-Ni pada suhu sinter 1450 ⁰C memiliki Batas bulir
38
keramik ini rendah. Sedangkan pada keramik CSZ-Ni pada suhu sinter 1500 ⁰C
memiliki jumlah persentasi porositas lebih kecil, ini menunjukkan bahwa tingkat
kerapatan pada keramik ini tinggi.
Apabila dibandingkan dengan interval persentasi porositas yang terdapat
pada literatur (20-40%), keramik ini memiliki persentasi porositas yang terlalu
tinggi sehingga belum bisa memenuhi syarat sebagai anode SOFC.
4.4Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Konduktivitas Listrik
Keramik komposit CSZ-Ni yang telah mengalami reduksi kemudian diuji
kelistrikannya. Pengujian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa
besar nilai konduktivitas listrik yang terdapat pada keramik komposit CSZ-Ni
yang disinter dan direduksi pada suhu yang telah ditentukan.
Pada lampiran 4 dapat dilihat hasil perolehan nilai konduktivitas listrik dari
masing-masing suhu reduksi seperti yang ditunjukkan pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.4 Nilai konduktivitas listrik dari masing-masing suhu reduksi
Suhu Sinter (⁰C) Konduktivitas Listrik (Ω.cm)-1
1400 0,2450
1450 0,3134
1500 0,5387
Keramik komposit CSZ-Ni yang disinter pada suhu 1400 ⁰C memiliki nilai
tahanan sebesar 0,23796 Ω dan nilai konduktivitas listrik 0,2450 (Ω.cm)-1, keramik komposit CSZ-Ni yang disinter pada suhu 1450 ⁰C memiliki nilai
39
keramik komposit CSZ-Ni yang disinter pada suhu 1500 ⁰C memiliki nilai
tahanan sebesar 0,11138 Ω. Dapat dilihat bahwa nilai tahanan berbanding terbalik
dengan nilai konduktivitas listrik. Perbedaan nilai tahanan pada keramik komposit
CSZ-Ni ini dipengaruhi oleh densitas (ρ). Semakin besar densitas (ρ) maka nilai
konduktivitas listrik semakin tinggi.
Selain itu juga, dengan berkurangnya persentase porositas, maka nilai
konduktivitasnya akan semakin besar. Ini menunjukkan bahwa hambatannya
semakin kecil sehingga elektron yang mengalir banyak. Sedangkan jika persentase
porositasnya bertambah, maka nilai konduktivitasnya akan semakin kecil. Ini
menunjukkan bahwa hambatannya akan semakin besar sehingga elektron yang
mengalir semakin berkurang karena elektron akan terperangkap pada
rongga-rongga yang terdapat pada keramik. Ini juga terlihat dari hasil pola XRD yang
menunjukkan bahwa setelah direduksi NiO berubah menjadi logam Ni. Ini berarti
banyaknya kekosongan yang ditinggalkan oksigen akan mempengaruhi nilai
hambatan.
Apabila dilihat dari nilai konduktivitas yang terdapat pada literatur, keramik
ini memenuhi syarat sebagai anode SOFC, karena interval konduktivitas listriknya
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Sintesis keramik komposit CSZ-Ni telah dilakukan dari bahan serbuk CSZ
dan NiO dengan menggunakan metode tape casting.
2. Semakin kecil presentase porositas keramik komposit CSZ-Ni, maka
semakin besar nilai konduktivitas listrik keramik komposit CSZ-Ni.
3. Suhu sinter sangat berpengaruh terhadap karakteristik listrik keramik
komposit CSZ-Ni. Semakin tinggi suhu sinter, maka semakin besar nilai
konduktivitas listrik keramik komposit CSZ-Ni.
5.2 Rekomendasi
1. Sintesis CSZ diperbaiki supaya tidak ada fase ZrO2 monoklinik dengan
cara memperbanyak proses penggerusan dan kalsinasi.
2. Waktu sintering diperbesar supaya keramik CSZ-NiO dapat lebih padat.
3. Sebaiknya dalam pembuatan keramik ini tahanan pada saat
pengepresan/pengompaksian harus diperbesar agar mendapatkan hasil
keramik yang baik dan sesuai dengan harapan.
41
DAFTAR PUSTAKA
Barsoum, M. (1997). Fundamentals of Ceramics. United States : The Mc
Graw-Hill Companies, Inc.
Carter et al. (2007). “Ceramics Materials Science and Engineering”...: Springer.
Chiang, Y. M. Birnie, D. P. Kingery, W. D. (1997). “Physical Ceramics:
Principles for Ceramic Science and Engineering”. The MIT Series In
Materials Science & Engineering. Wiley
De Bellis, Alice C. 2002. Computer Modeling of Sintering in Ceramics.
University of Pittsburgh.
Dewi, Eniya L et al. 2008. Pengembangan dan Aplikasi Fuel Cell. Yogyakarta:
Pusat Teknologi Material.
Goodenough, J. B. and Huang, Y. H. (2007). Anode Materials for Solid Oxide
Fuel Cell. Journal of Power Sources.
Hariansyah. 2007. Preparasi dan Karakterisasi Substrat Alumina dengan Metode
Tape Casting. Institut Teknologi Bandung.
Indayaningsih, Nanik, dkk. 2007. Pembuatan Komponen SOFC dan
Penggabungannya dalam Pembentukan Sel Bahan Bakar. Pusat Penelitian
42
Rizkiyani, Aini A. 2008. Pengaruh Kadar Grafit terhadap Karakteristik Komposit
Aluminium Grafit dengan Wetting Agent Tembaga. Jakarta: Departemen
Teknik Matalurgi dan Material FT Universitas Indonesia.
Sahari, Anastasia. (2008). Pengaruh Temperatur terhadap Densitas dan Porositas
Komposit Al2O3/Al Produk Directed Metal Oxidation. Departemen Teknik
Matalurgi dan Material FT Universitas Indonesia.
Syarif, Dani Gustaman et al. (2010). Synthesis of YSZ Ceramics for Solid
Electrolyte by Tape Casting Utilizing Local Zircon ; A Preliminary Study.
Indonesia : Institut Teknologi Bandung.
Van, V. L. H. (1995). Ilmu dan Teknologi Bahan (Ilmu Logam dan Bukan Logam)
(Terjemahan Sriati Djaprie) (Edisi Kelima). Jakarta : Erlangga.
Anonim. 2006. http://accuratus.com/zirc.html.
Anonim. 2006. http://en.wikipedia.org/wiki/Calcium_oxide.
Anonim. 2006. http://wikipedia.com.
Anonim. 2010. http://frillarenty.blogspot.com/2010/01/sintering.html.
Anonim. 2011.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26544/4/ Chapter%20II.pdf.
Accuratus. 2005. Zirconium Oxide, ZrO2 Material Properties. Tersedia:
http://accuratus.com/zirc.html.
Chemiawan, Tata. (2007). Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) Sebuah Energi Alternatif
43
http://mahasiswanegarawan.wordpress.com/2007/08/18/sel-bahan-bakar-fuel-cell-sebuah-energi-alternatif-berkelanjutan-dan-ramah-lingkungan/. [28
April 2011]
Collie, Robert L. 1976. Solar Heating System. Tersedia:
http://www.google.com/patents/about/3955554_Solar_heating_system.html