ABSTRAK.………. KATA PENGANTAR……… DAFTAR ISI……….…. DAFTAR BAGAN………. DAFTAR TABEL ……… DAFTAR LAMPIRAN……….….
BAB I PENDAHULUAN ………...
A. Latar Belakang Masalah……… B. Identifikasi Masalah……….. C. Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian……… D. Definisi Operasional………. E. Tujuan Penelitian……….…. F. Kegunaan Penelitian………. G. Kerangka Pemikiran……….. BAB II LANDASAN TEORITIS ………
A. Prinsip Pembelajaran Orang Dewasa……… 1. Pengertian dan Tujuan Pembelajaran Orang Dewasa…… 2. Karakteristik Pembelajaran Orang Dewasa Pada Program
Penyuluhan Pemanfaatan Lahan Kritis ... B. Prinsip Pembelajaran dan Konsep Empowering Proses (Proses
Pemberdayaan)………... 1. Pengertian dan Strategi Pendekatan Proses Pemberdayaan 2. Karakteristik Proses Pemberdayaan……… 3. Pendidikan Non Formal Sebagai Suatu Proses
Pemberdayaan……….………. 4. Makna Pemberdayaan dalam Pendidikan Non Formal ….. 5. Strategi Pendekatan Proses Pemberdayaan……… 6. Beberapa Karakteristik Proses Pemberdayaan….………... 7. Karakteristik Pendidikan Non Formal Sebagai Suatu
2. Prinsip – Prinsip Penyuluhan ………... 3. Teknik dan Metode Penyuluhan………... 4. Perencanaan Penyuluhan...……….. 5. Evaluasi Proses Penyuluhan………. 6. Fungsi dan Peran Penyuluh... 7. Langkah-langkah Penyuluhan... 8. Penyuluhan Sebagai Upaya Pemecahan Masalah... D. Program Penyuluhan Pemanfaatan Lahan Kritis………...
1. Pengertian dan Tujuan Program Penyuluhan Pemanfaatan Lahan Kritis ... 2. Komponen – Komponen Program Penyuluhan ... 3. Proses Penyelenggaraan Penyuluhan ………. 4. Evaluasi Keterlaksanaan Program Penyuluhan Lahan
Kritis di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung...
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……….
A. Metode penelitian………. B. Subjek penelitian……….. C. Instrumen Penelitian………. D. Teknik Pengumpulan Data……… E. Teknik Analisis Data………. F. Tahap-Tahap Pelaksanaan Penelitian………. G. Cara Memperoleh Kepercayaan Hasil Penelitian…….………..
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...
A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian……….. 1. Keadaan Alam Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari
Kabupaten Bandung……….. 2. Keadaan Penduduk ……….. 3. Profil Pokja (Kelompok Kerja) Pemberdayaan Masyarakat
Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari... 3. Model Pemberdayaan Masyarakat Petani Melalui
Penyuluhan Dalam Pengelolaan Lahan Kritis di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari... C. Pembahasan ……….……….
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI……….
A. Kesimpulan ……….. B. Rekomendasi ………... DAFTAR PUSTAKA ……….….. LAMPIRAN-LAMPIRAN ……….
131
Bandung tahun 2008 ... 7
Tabel 2 Penggunaan Lahan di Desa Mekarjaya tahun 2008 ... 101
Tabel 3 Komposisi Penduduk Menurut Usia ... 102
Tabel 4 Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian tahun 2008 ... . 102
Bagan 2 Proses Pemberdayaan Masyarakat Petani pada Fase Pembekalan
(Pelatihan ) ... 139 Bagan 3 Proses Pemberdayaan Masyarakat Petani pada Fase Swakarsa ... 141 Bagan 4 Proses Pemberdayaan PPMP Fase Swadaya atau Pemandirian... 143 Bagan 5 Model Proses Pemberdayaan PPMP Melalui Penyuluhan /
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Lahan atau kawasan yang terdiri dari air dan udara, merupakan aspek
yang penting dalam kehidupan manusia sebab setiap orang memerlukan lahan
atau kawasan (tanah, air dan udara) untuk kehidupannya. Luas lahan atau
kawasan yang tersedia dan bisa dimanfaatkan manusia sangat terbatas,
sedangkan jumlah manusia yang memerlukan lahan atau kawasan semakin
bertambah untuk berbagai keperluan. Terkait pemanfaatan lahan atau kawasan
sebagian akhli mengatakan di dunia ini lahan yang dapat dihuni manusia
sekita 1/3 dari luas dunia, dan hanya sekitar 1/3 dari luas tersebut yang dapat
dihuni. Oleh karena itu semakin lama terasa seolah-olah lahan atau kawasan
(tanah, air dan udara) itu menjadi semakin sempit. Ketidakseimbangan antara
persediaan lahan atau kawasan dengan kebutuhan, maka banyak menimbulkan
berbagai persoalan yang semakin komplek.
Dewasa ini persoalan yang berkenaan dengan lahan atau kawasan
sedang hangat diperbincangkan terutama oleh para ilmuwan dibidangnya,
karena lahan atau kawasan sudah banyak yang kurang produktif. Di Indoensia
lahan atau kawasan sudah banyak menurun kualitasnya, sehingga lahan atau
kawasan itu tidak atau kurang produktif. Hal ini tentu saja akan jadi
penghambat pembangunan terutama pembangunan dalam bidang pertanian,
ditambah dengan kecepatan pertumbuhan penduduk yang masih sulit untuk
dikendalikan sehingga makin sempitnya lahan untuk pertanian karena
kebutuhan lahan untuk pemukiman terus meningkat. Permasalahan berkenaan
dengan lahan atau kawasan (tanah, air dan udara) harus menjadi perhatian dan
pertimbangan semua pihak terutama para pakar kependudukan dan lingkungan
hidup, agar pemanfaatan lahan atau kawasan (tanah, air dan udara) dapat
efektif dan efesien. Di Desa Mekarjaya, Kecamatan Arjasari Kabupaten
Bandung dimana penelitian ini dilakukan persoalan lahan atau kawasan
(tanah, air dan udara) khususnya berkenaan lahan kritis menjadi persolanan
tersendiri yang penanganannya sedang terus diupayakan.
Beberapa referensi mengungkapkan faktor-faktor yang menyebabkan
lahan atau kawasan (tanah, air dan udara) menjadi kritis (1) faktor alam dan
(2) faktor manusia. Faktor alam meliputi (a) pencucian, yang dimaksud
pencucian pada lahan atau kawasan adalah peristiwa hilangnya humus atau
bunga tanah karena pengangkutan secara berangsur-angsur oleh rembesan air
dari lapisan permukaan ke lapisan tanah di bawahnya. Sehingga lapisan
permukaan lahan kurang atau tidak produktif karena kehilangan unsur hara
yang dibutuhkan oleh tanaman, (b) erosi adalah peristiwa lepasnya
butiran-butiran lahan atau kawasan akibat terkikis oleh air atau angin. Erosi dapat
dibedakan atas tiga macam, erosi permukaan, yaitu pengikisan lahan atau
kawasan bagian permukaan yang berlangsung secara menyeluruh dan
selanjutnya terhanyutlah secara merata ke kaki, lereng dan dataran yang lebih
rendah. Erosi alur yaitu erosi pada lahan atau kawasan yang mempunyai
kemiringan, walaupun kemiringan itu sedikit. Sewaktu hujan turun dan airnya
(genangan) air. Pada tempat-tempat konsentrasi itu timbul daya lajunya air. (c)
erosi parit yaitu kelanjutan dari erosi alur, dimana bagian-bagian lahan atau
kawasan (tanah, air dan udara) yang terkikis terjadi dengan hebat, sehingga
alur-alur berubah menjadi parit-parit yang lebar serta dalam.(2) faktor budaya
manusia, kerusakan lahan atau kawasan (tanah, air dan udara) atau lingkungan
sebagian besar diakibatkan oleh budaya manusia, karena manusia selalu ingin
meningkatkan taraf hidupnya baik kuantitas maupun kualitasnya. Untuk
mencapai tujuan tersebut, manusia berusaha menggali sumber daya alam
semaksimal mungkin, tanpa menghiraukan pelestariannya, ditambah
pertumbuhan penduduk yang sangat cepat, sehingga akhirnya lahan atau
kawasan (tanah, air dan udara) dengan sumber daya alamnya menjadi kritis.
Adapun kegiatan manusia yang dapat merusak lahan atau kawasan (tanah, air
dan udara) menjadi kritis yaitu; (a) sistem penanaman, sistem penanaman yang
salah yaitu yang tidak memperhatikan vegetasi dan rotasi jenis tanaman.
Vegetasi tanaman yang baik berupa rumput-rumput, tanaman legum,
semak-semak ataupun berbagai pohon-pohon yang dapat menutup seluruh permukaan
lahan atau kawasan (tanah, air dan udara), sehingga kondisi lahan atau
kawasan (tanah, air dan udara) stabil ketahannya terhadap pengingkisan dan
penghayutan oleh aliran air permukaan serta sangat baik dalam absorbsinya
bagi tata air di dalam lahan atau kawasan (tanah, air dan udara). Rotasi
tanaman yang tidak teratur juga mempercepat kerusakan lahan atau kawasan
(tanah, air dan udara) terutama lapisan atas lahan atau kawasan (tanah, air dan
pengolahan lahan atau kawasan yaitu menciptakan keadaan lahan atau
kawasan yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Pengolahan lahan atau
kawasan yang dilakukan kurang baik pada waktu sekarang akan berakibat
tidak baiknya kualitas lahan atau kawasan selanjutnya, (c) penggundulan
hutan, hutan dengan pohon-pohonnya yang berdaun lebat dapat membentuk
tirai pelindung bagi permukaan lahan atau kawasan serta tanaman kecil,
semak-semak dan tanaman lain yang tumbuh dibawahnya. Selanjutnya hutan
yang lebat akan menghasilkan dedaunan dan ranting yang lapuk sehingga
menyuburkan lahan dan akibat tebalnya permukaan tanah dengan dedaunan
yang lapuk menyebabkan air hujan tidak langsung ke lahan dan kalaupun ada
menyerap ke dalam lahan tersebut. Tetapi sebaliknya bila hutan gundul air
hujan akan langsung jatuh ke tanah atau lahan. Akibat derasnya hujan, lahan
tidak dapat menyerap air, akibatnya air hujan mengalir ketempat yang miring
dan membawa material lahan, akhirnya lahan menjadi terkikis dan terjadilah
banjir.
Persoalan mendasar terkait lahan kiritis sesungguhnya bersumber dari
manusia itu sendiri yang dapat berperan sebagai pemelihara sumber daya alam
dan sebagai pemanfaat atau pengguna. Kondisi masyarakat atau penduduk
yang terbelakang dan miskin pada umumnya berada pada kawasan hutan/lahan
kritis, dimana hutan/lahan tidak terpelihara secara maksimal, sehingga hutan
menjadi kritis dan tidak produktif. Hutan, lahan yang tidak produktif
masyarakat sekitar hutan tidak memperoleh sumber penghidupan yang layak
sehingga jatuh miskin.
Kemiskinan menurut Selo Sumardjan, (dalam Depdikbud 1999;3)
Diistilahkan dengan kemiskinan struktural yaitu sebagai kemiskinan yang diderita oleh golongan masyarakat karena struktur sosial masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Yang termasuk golongan ini diantaranya para petani yang tidak memiliki lahan atau kawasan (tanah, air dan udara) sendiri, petani pemilik lahan atau kawasan (tanah, air dan udara) yang terlalu sempit sehingga hasilnya tidak mencukupi kebutuhan makan sendiri dan keluarganya, kaum buruh yang tidak terpelajar dan terlatih, pengusaha tanpa modal dan tanpa fasilitas pemerintah. Pada sisi lain dikenal juga istilah kemiskinan absolut yaitu situasi penduduk atau sebagian penduduk yang hanya dapat memenuhi makan, pakaian, dan perumahan, yang sangat diperlukan untuk mempertahankan kehidupan minimal.
Pada sisi lain, Parwoto, (1998), melihatnya bahwa kemiskinan juga dapat
dilihat dari segi pendapatan dan pengeluaran belanja, tingkat kesejahteraan
sosial, dan proses pembangunan yang dilakukan pemerintah.
Kemiskinan ditanggapi tidak hanya sekedar sebagai kondisi
ketidakadaan harta. Malik Fajar (1998) memberikan gambaran kemiskinan
dapat dilukiskan sebagai suatu sistem jaringan (poverty web) dan dalam
jaringan itu terangkai kondisi-kondisi atau kualitas yang serba tidak
menguntungkan bagi kehidupan manusia yang bermartabat, yang terangkai
dalam jaringan kemiskinan adalah :
1. Tidak memiliki peluang untuk mendapatkan modal dan kredit, tidak memiliki inprastruktur dan peluang untuk mendapatkan pelayanan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya.
2. Tekanan penduduk, degradasi lingkungan sebagai akibat eksploitasi secara berlebihan.
mengambil bagian dalam proses pengambilan keputusan.
4. Rendah daya kemampuannya untuk menjadi tenaga kerja, rendah
produktivitasnya, kurang daya tanggapnya, kurang bisa memanfaatkan pelayanan-pelayanan (kebutuhan) dasar yang tersedia, dan tenaga kerja
anak-anak.
5. Rendah rasa harga diri, fatalisme, diselimuti tahyul-tahyul, masa bodoh, kurang percaya diri, dan hidup tidak teratur.
6. Mengidap kemelaratan, mengalami keterampasan (sosial, kultur, politik, ekonomi, dan sebagainya). Diskriminasi, pengucilan, kurang mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tidak memiliki jaminan untuk mendapatkan tambahan penghasilan.
7. Tidak sehat, kurang nutrisi, mengidap berbagai penyakit, harapan hidup rendah, kematian bayi tinggi, dan jumlah anggota keluarga besar. 8. Buta aksara (fungsional) tingkat pendidikan rendah, kurang memiliki
akses terhadap informasi dan kesehatan, keluarga berencana dan ekonomi pasar.
Majalah Diklusepora, (Nomor 2 th. 1998;23-27)
Upaya penanganannya memerlukan pemikiran dan kerangka konseptual
serta aksi-aksi yang nyata dan menyentuh akar permasalahan. Philip H.
Coombs dan Manzoor Akhmed (1989) berkeyakinan bahwa program-program
Pendidikan Nonformal memiliki peran yang strategis dalam upaya
pengentasan kemiskinan. Ruwiyanto, (1994;1) mengemukakan bahwa
”Pendidikan masyarakat merupakan salah satu penemuan paling menentukan dalam abad ini yang lebih hebat dari pendidikan formal, belum dihargai sebagaimana seharusnya. Pendidikan Nonformal dapat digunakan dengan lebih efisien dan efektif untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, untuk segala strata ekonomi, strata sosial, dan strata pendidikan disamping dapat pula untuk ikut memecahkan masalah-masalah kemanusiaan yang mendesak atau meresahkan. ”
Melihat kutipan di atas, jelaslah bahwa Pendidikan Nonformal memiliki
peranan yang sangat penting dalam memecahkan permasalahan yang terjadi di
B. Identifikasi masalah
Persoalan mendasar terkait lahan kiritis sesungguhnya bersumber dari
manusia yang dapat berperan sebagai pemelihara sumber daya alam dan
sebagai pemanfaat atau pelestari. Kondisi masyarakat atau penduduk yang
terbelakang dan miskin pada umumnya berada pada kawasan hutan/lahan
kritis, dimana hutan/lahan tidak terpelihara secara maksimal, sehingga hutan
menjadi tidak produktif. Hal ini menyebabkan lingkungan akan rusak sehingga
muncul bencana alam, dan masyarakat sekitar hutan tidak memperoleh sumber
penghidupan yang layak sehingga jatuh miskin. Kemiskinan dan lahan kritis
menjadi permasalahan yang dihadapi masyarakat Desa Mekarjaya khsusunya
masyarakat yang tergabung pada kelompok tani Mekarsari. Di sisi lain
program-program penyuluhan dan penanganan lahan kritis telah dan sedang
dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah. Seperti di bawah ini adalah
data lahan reboisasi yang dilakukan pemerintah daeran Kabupaten Bandung.
Tabel I (satu)
Daftar Lokasi kegiatan “Gerhan” Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung tahun 2008
No (1) Desa (2) Kelompok Tani (3) Ketua KT (4) Jumlah Anggota (5) Jenis Kegiatan (6)
1 Lebakwangi (blok Pasir
luhur/Gn Korang) Girimukti
Acep
Karyat 34 Hr:25 ha
2 Mekarjaya (Pasir Jati) Mekarahayu Otas
Wahpuda 70 Hr:25 ha
3 Baros Karyabhakti Tani
Mohamad
Yahya 40 Hr:25 ha
4 Mangunjaya(pair
luhur/Situjaya Mekarsari
Adang
Marta 60 Hr:25 ha 5 Wargaluyu (sodadap) Saluyu Rukanda 32 Hr:25 ha
6 Arjasari (Pasirjampana) Guruminda III UU
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
7 Pinggir sari Gn. Sela Pasir
Laja Sukamaju
Aman
Sukandi 30 Hr:25 ha 8 Ancol Mekar (pasir sereh) Wargi Tani Enje 50 Hr:25 ha 9 Patrol Sari (cijati) Riksa Tani E. Sutisna 50 Hr:25 ha
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Bandung tahun 2008
Penanganan lahan kritis di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari
Kabupaten Bandung sebenarnya sudah berlangsung sejak tahun 2003. Upaya
kearah sana melalui penyuluhan-penyuluhan sudah dilaksanakan, namun
upaya-upaya tersebut belum dapat membuahkan hasil yang optimal. Lahan
kritis semakin bertambah dan kemiskinanpun semakin meningkat. Ada
beberapa kemungkinan ketidakberhasilan program-program penyuluhan
tersebut, misalnya keadaan cuaca, kurangnya antusiasme masyarakat petani
dalam mengikuti penyuluhan atau kurang seriusnya pemerintah dan
unsur-unsur terkait dalam menyelenggarakan penyuluhan.
Mencermati uraian tentang kondisi masyaralat Desa Mekarjaya khususnya
dan Kecamatan Arjasari umumnya, dan upaya-upaya penyuluhan dan
penanganan lahan kritis yang telah dilakukan, menarik untuk ditelaah dan
dikaji lebih dalam lagi. Untuk itu penelitian ini menjadi penting untuk
mengungkap aspek-aspek yang termuat pada rumusan dan pertanyaan
penelitian, sehingga dapat diketahui proses dan hasil yang dicapai dari
C. Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah
dikemukakan terdahulu maka dirumuskan permasalahan penelitian ini
sebagai berikut :
Bagaimana Proses Pemberdayaan Masyarakat Petani melalui Penyuluhan
dalam Upaya Peningkatan Produktivitas Lahan Kritis di Desa Mekarjaya
Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung.
2. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan terdahulu maka
pertanyaan penelitian meliputi :
a. Bagaimana proses perencanaan kegiatan atau program penyuluhan dalam
upaya peningkatan produktivitas lahan kritis di Desa Mekarjaya
Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung ?
b. Bagaimana proses penyuluhan dalam upaya peningkatan produktivitas
lahan kritis di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung
tersebut berlangsung ?
c. Bagaimana hasil kegiatan penyuluhan dalam upaya peningkatan
produktivitas lahan kritis di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari
Kabupaten Bandung?
d. Apa faktor pendukung dan penghambat dalam kegiatan penyuluhan dalam
upaya peningkatan produktivitas lahan kritis di Desa Mekarjaya
D. Definisi Operasional
1. Pemberdayaan
Dalam penelitian ini yang dimaksud pemberdayaan / empowering adalah
proses peningkatan kemampuan seseorang, baik dalam arti pengetahuan,
keterampilan maupun sikap agar dapat memahami kekuatan-kekuatan
sosial ekonomi dan atau politik sehingga dapat memperbaiki
kedudukannya di masyarakat. Dalam arti luas pemberdayaan / empowering
tidak hanya terbatas pada individu atau perorangan, tetapi dapat pula pada
kelompok, bahkan juga berlaku untuk lembaga .
2. Penyuluhan
Secara etimologi penyuluhan berasal dari kata counseling yang artinya
nasihat yang diberikan oleh seorang ahli disamping itu penyuluhan juga
berasal dari kata suluh yang berarti penerangan. Rochman Natawidjaja
(1987 : 32) mengemukakan definisi penyuluhan sebagai berikut :
"Penyuluhan adalah hubungan timbal balik antara dua orang individu, di mana yang seorang (yaitu penyuluh) berusaha membantu yang lain (yaitu klien) untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungan dengan masalah-masalah yang dihadapinya pada waktu yang akan datang".
Prayitno (1983 : 38) mendefinisikan penyuluhan sebagai "pertemuan
empat mata antara klien dan penyuluh yang berisi usaha yang laras, unik,
dan manusiawi yang dilakukan dalam suasana keahlian dan yang didasarkan
atas norma-norma yang berlaku". Dari dua pengertian di atas dapat
dikatakan bahwa penyuluhan adalah suatu kegiatan pemberian bantuan
kepada sasaran (individu/kelompok) yang dilakukan secara terencana dan
sistematis, dan didasarkan atas norma-norma yang berlaku. Penyuluhan
dalam penelitian ini difokuskan pada penyuluhan petanian yang dimaknai
sebagai upaya pemberdayaan petani dengan sistem pendidikan non formal
di bidang pertanian agar memiliki kompetensi di bidang ilmu dan
teknologi, wirausaha, managerial, bekerja dalam tim, berorganisasi,
bermitra usaha, dan memiliki integritas moral yang tinggi sebagai
pengusaha pertanian yang meliputi usaha tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan dan peternakan Melalui penyelenggaraan penyuluhan
pertanian, sosok petani, pengusaha pertanian dan pedagang pertanian
mandiri dan bermoral yang diharapkan adalah
3. Pengelolaan
Adalah kegiatan pengaturan atau pengurusan (Depdikbud,1997;2), yang
dimaksud dengan pengelolaan disini adalah upaya menggerakkan kegiatan
atau upaya mengurus dan melaksanakan mencakup; (1) mengatur
pekerjaan atau kerjasama yang baik untuk mencapai sasaran, (2)
berwenang dan bertanggungjawab membuat rencana, mengatur,
memimpin, mengawasi pelaksanaan kegiatan untuk mencapai sasaran. Jadi
yang dimaksud pengelolaan di sini adalah kegiatan atau upaya dalam
mengolah lahan kritis untuk menjdi lebih produktif, khususnya lahan kritis
4. Lahan kritis
Adalah lahan atau kawasan yang ada diambang tidak produktif, akibat
pencucian, erosi alam dan budaya manusia, (2) makin kirtis suatu lahan,
makin rendah kemampuan lahan tersebut untuk digunakan lahan
pertanian, (3) penyengkedan, pemupukan, sistem drainase dan sistem
penanaman, merupakan usaha manusia untuk mengatasi lahan kritis.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah :
1. Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi secara
empiris tentang pemberdayaan masyarakat petani melalui penyuluhan.
Dengan tercapainya tujuan ini diharapkan dapat menambah wawasan
dalam memperkaya serta mengembangkan teori yang berhubungan dengan
kegiatan pembinaan petani melalui penyuluhan pada khususnya, dan
kegiatan pendidikan luar sekolah pada umumnya.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :
a. Mendeskripsikan proses perencanaan kegiatan program penyuluhan
dalam upaya peningkatan produktivitas lahan kritis di Desa Mekarjaya
Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung
b. Mendeskripsikan proses penyuluhan dalam upaya peningkatan
produktivitas lahan kritis di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari
c. Mendeskripsikan hasil kegiatan penyuluhan dalam upaya peningkatan
Produktivitas lahan kritis di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari
Kabupaten Bandung
d. Mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat dalam kegiatan
penyuluhan dalam upaya peningkatan produktivitas lahan kritis di
Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung.
F. Kegunaan Penelitian
Temuan hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan
memperkaya pengetahuan yang berhubungan dengan penyuluhan, sehingga
berdasarkan temuan empiris ini kegiatan penyuluhan dapat dikembangkan
pada satuan-satuan pendidikan Nonformal lainnya secara baik dalam prinsip
adaptabilitas (penyesuaian). Di sisi lain temuan hasil penelitian ini diharapkan
dapat meningkatkan upya pengembangan sumber daya manusia, khususnya
melalui penyuluhan.
Secara lebih rinci dapat dikemukan bahwa temuan penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat dilihat dari aspek teoritis maupun praktis.
1. Secara Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi hasil
kajian lapangan tentang pengembangan program Pendidikan
Nonformal, khususnya tentang model penyuluhan dan
b. Mengembangkan konsep atau teori-teori yang telah ada dalam
Pendidikan Nonformal, khususnya teori pembelajaran, penyuluhan
dan pemberdayaan.
c. Memberikan sumbangan pemikiran untuk mendukung hasil-hasil
penelitian tentang Pendidikan Nonformal dalam objek dan kondisi
yang berbeda.
2. Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:
a. Penentu kebijakan di Tingkat kelompok, Desa, kecamatan dan
Dinas pertanian terkait dengan penyelenggaraan kegaitan
penyuluhan pemanfaatan lahan kritis.
b. Sebagai masukan bagi penyuluh dan tenaga kependidikan lainnya
dalam melaksanakan peran dan pemerannya masing-masing,
sehingga kegiatan penyuluhan khususnya penyuluhan pemanfaatan
lahan kritis dapat mencapai hasil optimal sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan, dan pada gilirannya nanti dapat
meningkatkan sumber manusia itu sendiri, khususnya para petani
lahan kritis di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari Kabupaten
Bandung.
G. Kerangka Pemikiran
Lahan atau kawasan yang terdiri dari air dan udara, merupakan aspek
yang penting dalam kehidupan manusia sebab setiap orang memerlukan lahan
kawasan yang tersedia dan bisa dimanfaatkan manusia sangat terbatas,
sedangkan jumlah manusia yang memerlukan lahan atau kawasan semakin
bertambah untuk berbagai keperluan.
Di Indoensia lahan atau kawasan sudah banyak menurun kualitasnya,
sehingga lahan atau kawasan itu tidak atau kurang produktif. Hal ini tentu
saja akan jadi penghambat pembangunan terutama pembangunan dalam
bidang pertanian, ditambah dengan kecepatan pertubuhan penduduk yang
masih sulit untuk dikendalikan yang makin sempitnya lahan untuk untuk
pertanian dan pemukiman.Oleh karena itu masalah lahan atau kawasan (tanah,
air dan udara) harus menjadi perhatian dan pertimbangan semua pihak
terutama para pakar kependudukan dan lingkungan hidup, agar pemanfaatan
lahan atau kawasan (tanah, air dan udara) dapat efektif dan efesien.
Di Desa Mekarjaya, Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung dimana
penelitian ini dilakukan persoalan lahan atau kawasan (tanah, air dan udara)
khususnya berkenaan lahan kritis menjadi persolanan tersendiri yang
penanganannya masih terus di upayakan. Lahan kritis banyak menimbulkan
dampak negative bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat sekitarnya.
Adapun dampak negative tersebut adalah sebagai berikut: (1) kemunduran
dalam bidang pertanian, sektor pertanian merupakan titik berat pembangunan
ekonomi nasional. Akibat lingkungan yang rusak, lahan atau kawasan tidak
subur, dimusin kemarau air sangat sulit dan dimusim hujan terjadi banjir, akan
berpengaruh bersar terhadap produktivitas lahan pertanian. (2) kemunduran
alam dan hutan, sehingga kalau lingkungan baik (hutan) terpelihara dengan
baik maka bahan baku untuk keperluan industri dapat tersedia dalam jumlah
yang cukup dan ada setiap saat. (3) mendatangkan bencara alam, adanya
lahan kritis akan menimbulkan bencana alam, berupa banjir, longsong, dan
erosi lahan atau kawasan (tanah, air dan udara). Lahan yang memiliki
kemiringan lebih dari 45‘ seharusnya tidak dijadikan lahan pertanian,
melainkan harus dijadikan hutan-utan rakyat untuk mencegah terjadinya
bencana alam, sebagaimana kebijakan yang di keluarkan pemerintah.
Kegiatan Penyuluhan masyarakat tentang produktivitas pemanfaatan
lahan kritis, sesungguhnya adalah proses pemberdayaan. (Empowering
Process), Kindervatter (1979) yakni proses peningkatan kemampuan pada diri
seseorang, kelompok atau lembaga agar dapat memahami dan mengontrol
kekuatan-kekuatan sosial, ekonomi, dan atau politik sehingga dapat
memperbaiki kedudukannya di dalam masyarakat. Dalam hal ini pengertian
kemampuan tersebut mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
Dalam Pembelajaran proses pemberian kekuatan tersebut mempunyai
delapan pokok, yaitu : (1) belajar dilakukan dalam kelompok–kelompok kecil,
(2) pemberian tanggungjawab yang besar terhadap warga belajar selama
kegiatan pembelajaran berlangsung, (3) kepemimpinan kelompok diperankan
oleh warga belajar, (4) sumber belajar bertindak sebagai fasilitator, (5) proses
belajar berlangsung secara demokratis, (6) adanya kesatuan pandangan dan
langkah (dalam mencapai tujuan), (7) menggunakan metode dan teknik
dan (8) bertujuan akhir meningkatkan status sosial, ekonomi, dan atau politik
warga belajar dalam masyarakat.
Pembelajaran menurut konsep Andragogi, pembelajaran bagi orang
dewasa harus disadari sepenuhnya bahwa orang dewasa belajar bukan dengan
cara digurui atau diajar. Orang dewasa lebih tepat dikatakan “dibimbing”
untuk belajar. Adanya proses bimbingan yang dilakukan kepada orang dewasa
diharapkan adanya perubahan perilaku. “Perubahan perilaku bergantung dari
perubahan sikap dan penambahan pengetahuan serta keterampilan”. AG.
Lunandi, (1993;15). Dengan demikian fungsi pembimbing adalah; (1)
penyebar pengetahuan, (2) pelatih keterampilan, (3) perancang pengalaman
belajar kreatif.
Belajar sebagai hasil dan proses, para pakar pendidikan dan psikologi
masih belum seragam dalam memberikan pengertian tentang belajar.
Pengertian yang dikemukakan oleh para pakar tersebut dilatar belakangi oleh
empat faktor, yaitu: (1) latar belakang keluarga, (2) latar belakang
pendidikan, (3) latar belakang lingkungan, (4) latar belakang pengalaman
hidup Mozes. (1992). Seperti Gagne dalam D. Sudjana, (1993)
mengemukakan bahwa belajar adalah “ perubahan disposisi atau kemampuan
seseorang yang dicapai melalui usaha orang lain, dan perubahan itu bukan
diperoleh secara langsung dari proses pertumbuhan dirinya secara alamiah“.
Apa yang dikemukakan Gagne pada dasarnya merupakan usaha yang
disengaja oleh seseorang yang bertujuan untuk mencapai sesuatu perubahan
menghasilkan penyesuaian tingkahlaku. Dari pengertian tersebut ada dua hal
yang ditekankan (1) belajar sebagai proses dan (2) belajar sebagai hasil.
Maknanya dari proses pembelajaran diharapkan ada hasil yang diperoleh.
Philip H. Coombs dan Manzoor Akhmed (1989) berkenyakinan bahwa
program-program Pendidikan Nonformal memiliki peran yang strategis dalam
upaya pengentasan kemiskinan. Ruwiyanto, (1994;1) mengemukakan bahwa
“pendidikan masyarakat merupakan salah satu penemuan paling menentukan
dalam abad ini yang lebih hebat dari pendidikan formal, belum dihargai
sebagaimana seharusnya. Pendidikan nonformal (Pendidikan Nonformal)
dapat digunakan dengan lebih efesien dan efektif untuk meningkatkan kualitas
hidup manusia, untuk segala strata ekonomi, strata sosial, dan strata
pendidikan, disamping dapat pula untuk ikut memecahkan masalah-masalah
kemanusiaan yang mendesak atau meresahkan “.
Program Pendidikan Nonformal yang inovatif baik dilihat dari isi,
proses pembelajaran adalah merupakan suatu tuntutan yang mutlak dalam
upaya ikut menyehatkan bangsa ini agar kita dapat kembali membangun dan
mengejar ketertinggalan dengan negara lain. Inovasi program atau gagasan
baru program adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan
program-program baru yang lebih efektif, efesien dan produktif untuk
mendapatkan hasil yang lebih memuaskan. Inovasi program perlu dilakukan
sebagai upaya proaktif untuk menanggapi secara arif dan bijaksana terhadap
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini bermaksud untuk memperoleh gambaran tentang “proses
pemberdayaan masyarakat petani melalui penyuluhan dalam upaya
peningkatan produktivitas lahan kritis di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari
Kabupaten Bandung”. Sesuai dengan maksud penelitian ini, maka pendekatan
penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Penggunaan
pendekatan kualitatif ini dengan alasan peneliti ingin mengkaji secara lebih
mendalam proses pemberdayaan masyarakat petani melalui penyuluhan
dalam upaya peningkatan produktivitas lahan kritis.
Berkenaan dengan pendekatan kualitatif, Lexy J. Moleong (1996;3)
mengemukakan bahwa ; “metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan
individu tersebut secara holistik (utuh)”. Sejalan dengan itu S. Nasution
(1996;5) mengemukakan “Penelitian kualitatif pada hakekatnya ialah
mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berintegrasi dengan mereka,
berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya”.
Dengan demikian metode kualitatif lebih mengutamakan kemampuan peneliti
untuk mengakrabi fokus permasalahan yang diteliti.
Dalam penelitian ini digunakan metode studi kasus. Studi kasus ini
adalah “mempelajari secara intensif tentang suatu latar belakang keadaan
sekarang, dan interaksi lingkungan sesuatu unit sosial; individu, kelompok,
lembaga, atau masyarakat” Suryabrata Sumardi, (1985 :23). Dalam penelitian
ini peneliti ingin memperoleh gambaran yang rinci dan mendalam tentang
proses pemberdayan masyarakat petani melalui penyuluhan dalam upaya
peningkatan produktivitas lahan kritis, disini akan melihat perilaku tenaga
kependidikan yang meliputi penyuluh, nara sumber teknis, pemantau,
pengelola, dan peserta penyuluhan proses pemberdayan masyarakat petani
melalui penyuluhan dalam upaya peningkatan produktivitas lahan kritis .
Berkenaan dengan penggunaan metode penelitian kualitatif Mohammad
Ali (1993;160-162) menjelaskan bahwa ada lima ciri penelitian yang dilakukan
dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu :
1. Tatanan alami merupakan sumber data yang bersifat langsung dan peneliti itu
sendiri menjadi instrumen kunci. Dalam melaksanakan penelitian kualitatif
ini, peneliti menggunakan waktu yang cukup lama untuk langsung berbaur
dengan situasi yang sebenarnya sebagai sumber data. Meskipun peneliti
sendiri menggunakan alat, seperti tape recorder, catatan lapangan, namun
semua itu bermakna bila peneliti memahami konteks terjadinya atau
munculnya suatu peristiwa. Kunci keberhasilan penelitian ini terletak pada
2. Penelitian bersifat deskriptif, penelitian kualitatif hanya bersifat
mendeskripsikan, maka data atau fenomena yang dapat ditangkap oleh
peneliti, dengan menunjukkan bukti-buktinya. Pemaknaan terhadap fenomena
itu banyak bergantung pada kemampuan dan ketajaman peneliti dalam
menganalisisnya. Dalam melakukan analisis peneliti mengajukan berbagai
pertanyaan yang bersifat radikal, sehingga pemaknaan terhadap suatu gejala
saja, dalam deskripsi bersifat luas, dan tajam.
3. Penelitian kualitatif memerdulikan (mementingkan) proses, bukan hasil atau
produk. Berbeda dengan umumnya penelitian, terutama penelitian kuantitatif
yang memerdulikan produk atau hasil, dalam penelitian kualitatif
keperduliannya adalah proses, seperti interaksi tertentu. Oleh sebab itu, dalam
penelitian kualitatif pertanyaan yang diajukan lebih bersifat radikal, seperti
mengapa menggunakan model pembelajaran melalui penyuluhandalam .
Untuk itu diperlukan jawaban melalui penelitian dan analisis yang luas,
kompleks, dan mendalam.
4. Analisis datanya bersifat induktif. penelitian kualitatif tidak berupaya mencari
bukti-bukti untuk pengujian hipotetis yang diturunkan dari teori, seperti
halnya dalam pendekatan kuantitatif. Akan tetapi, peneliti berangkat
kelapangan untuk mengumpulkan berbagai bukti melalaui penelaahan
terhadap fenomena, dan berdasarkan hasil penelaahan itu dirumuskan teori.
Penelitian kualitatif bersifat dari bawah keatas sedangkan peneliti kuantitatif
sebaliknya dari atas kebawah. Oleh karena itu, dalam penelitian kualitatif teori
Walaupun demikian bukan berarti peneliti berangkat kelapangan tanpa
pegangan atau perencaranaan. Demikian juga dalam penelitian ini peneliti
dalam mengumpulkan data dari lapangan telah mempersiapkan kerangka atau
acuan yang bersifat asumsi teoritis sebagai pengorganisasian kegiatan
pengumpulan data.
5. Keperdulian penelitian kualitatif adalah pada “makna” dalam Penelitian
kualitatif, keikutsertaan peneliti dalam suatu proses atau interaksi dengan
tatanan (setting) yang menjadi objek penelitiannya merupakan salah satu kunci
keberhasilan. Dalam keikutsertaan itu peneliti tidak menangkap makna sesuatu
dari sudut pandangannya sendiri sebagai orang luar, tetapi dari pandangan
peneliti sebagai subjek yang ikut serta dalam proses dan interaksi.
Pada penelitian kualitatif, angka dan tabel bisa saja ditemukan hanya
formulasi statistik tidak digunakan ketika menganalisa datanya. Data penelitian
berbentuk deskriptif dari ucapan atau tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari
orang-orang (subjek) seperti nara sumber teknis, penyuluh, fasilitator, pemantau,
pengelola, dan peserta program (auden) proses pemberdayan masyarakat petani
melalui penyuluhan dalam upaya peningkatan produktivitas lahan kritis di desa
Mekarjaya kecamatan Arjasari kebupaten Bandung. Menurut Noeng Muhadjir,
(1996;149-150) walau hasil penelitiannya disajikan dalam bentuk narasi, tetapi
kebenarannya memenuhi metodologi ilmiah jika telah memenuhi prosedur
penelitian kualitatif yang dianjurkan. Selanjutnya Noeng Muhadjir
mengemukakan pendekatan kualitatif adalah bercirikan: “ (1) berfokus penemuan
didalam suatu kerangka teori, ada sedikit pertanyaan untuk mengarahkan
penelitian dan pertanyaan muncul selama investigasi, (3) peneliti terlibat secara
intensif didalam situasi sosial pada saat penelitian, (4) instrumen utama penelitian
adalah peneliti, untuk mendapatkan setting sosial yang terjadi, (5) interview
informal didalam bentuk obrolan bisa juga digunakan untuk melengkapi
observasi, (6) dokumen pribadi juga dapat memberikan kedalaman dalam latar
belakang keadaan yang ada, (7) metode dan pertanyaan yang beragam juga
digunakan untuk melengkapi metode kualitatif dan hasilnya bisa diintergrasikan
oleh peneliti, (8) pengumpulan dan analisis data dilakukan pada saat penelitian
berlangsung yang merupakan hasil dari inquiri, (9) peneliti berupaya tidak
mempengaruhi proses kehidupan sosial subjek penelitian, (10) peneliti harus
mempertimbangkan audien kepada siapa ia memberikan laporan dan perhatian
utama yang dilaporkan, (11) laporan penelitian didesiminasikan, dengan
memasukan masalah etik yang terjadi dan dirasa bertentangan oleh peneliti pada
saat penelitian, (12) peneliti memonitor materi desiminasi dan melengkapinya
berdasarkan feed back terhadap apa yang telah diteliti”.
B. Subjek Penelitian
Subjek kajian dalam penelitian ini adalah penyuluh, peserta program
(audien) proses pemberdayan masyarakat petani melalui penyuluhan dalam upaya
peningkatan produktivitas lahan kritis di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari
Kabupaten Bandung. Agar penelitian ini lebih mendalam maka fokus dalam
penelitian ini adalah penyuluh pertanian sebanyak 2 (dua) orang dan peserta
Arjasari Kabupaten Bandung sebanyak 10 (sepuluh) orang. Untuk keperluan
triangulasi dan sebagai pelengkap informasi peneliti akan memanfaatkan beberapa
informan yang dipandang dapat memberikan informasi penting atau informasi
tambahan tentang subyek penelitian yang diteliti. Adapun para informan tersebut
adalah pengelola sebanyak 1 (satu) orang, pemantau (pengendali program) dari
unsur Dinas Pertanian Kabupaten Bandung 1 (satu) orang, Tokoh masyarakat
pemerhati lingkungan di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari, dan anggota
masyarakat yang telah mengikuti penyuluhan pada angkatan terdahulu sebanyak
2 orang. Informan tersebut diharapkan dapat memberikan informasi tentang
proses pembelajaran dan informasi lain dalam proses pemberdayan masyarakat
petani melalui penyuluhan dalam upaya peningkatan produktivitas lahan kritis di
desa Mekarjaya kecamatan Arjasari kebupaten Bandung.
Alasan hanya dipilihnya 2 (dua) orang penyuluh dan 10 (sepuluh) orang
anggota masyarakat (anggota kelompok tani) yang dijadikan subjek penelitiannya
adalah : bahwa penyuluh pada program proses pemberdayan masyarakat petani
melalui penyuluhan dalam upaya peningkatan produktivitas lahan kritis di Desa
Mekarjaya Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung memang lebih dari dua
tetapi yang intensif melakukan penyuluhan adalah dua orang, sehingga peneliti
menetapkan pilihan tersebut. Sedangkan 10 (sepuluh) warga masyarakat (anggota
kelompok tani) yang dipilih merupakan anggota kelompok tani yang aktif dan
dianggap telah sukses dari dua puluh anggota kelompok tani yang aktif atau dari
bervariasi aktivitasnya dalam kelompok. Anggota kelompok tani ini telah cukup
lama mengikuti kegiatan .
Sumber data yang dipilih juga mempertimbangkan beberapa persyaratan,
sebagai mana dikemukakan oleh Sanafiah Faisal (1994;151) kriteria yang perlu
dipertimbangkan didalam menentukan sumber data penelitian kualitatif, yaitu (1)
subjek sudah cukup lama dan intensif, menyatu didalam kegiatan atau bidang
yang menjadi bagian penelitian, (2) subjek masih aktif, atau terlibat penuh
didalam kegiatan atau bidang tersebut, (3) subjek memiliki waktu yang cukup
untuk dimintai informasi, (4) subjek di dalam memberi informasi tidak cenderung
atau dikemas terlebih dahulu, (5) objek masih asing bagi peneliti sehingga lebih
tertantang untuk belajar sebanyak mungkin tentang objek tersebut. Untuk
memvalidasi data dengan cara triangulasi, data juga diambil dari subjek penelitian
yang lain, yaitu dari beberapa informan yang dipandang dapat memberikan
informasi penting atau informasi tambahan tentang subjek yang diteliti. Adapun
para informan tersebut adalah pengelola sebanyak 1 (satu) orang, pemantau
(pengendali program) dari unsur Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, 1 (satu)
orang, Tokoh masyarakat pemerhati lingkungan di Desa Mekarjaya Kecamatan
Arjasari, dan anggota masyarakat yang telah mengikuti penyuluhan pada angkatan
terdahulu sebanyak 2 orang. Pemilihan subjek penelitian inipun didasarkan pada
persyaratan yang telah dikemukakan di muka, serta peran serta mereka sebagai
C. Instrumen Penelitian
Sesuai prinsip penelitian kualitatif, instrumen yang digunakan adalah
peneliti sendiri. Agar dapat mengungkap makna suatu fenomena sosial yang
terjadi. Oleh karena itu di dalam penelitian ini peneliti berperan sebagai instrumen
penelitian. Peneliti sebagai instrumen penelitian sangat menentukan kelancaran,
keberhasilan, hambatan, atau kegagalan di dalam pengumpulan data yang
diperlukan. Keadaan ini sangat erat kaitannya dengan sikap dan perilaku serta
pengetahuan dasar peneliti, tentang penelitian kualitatif. Karena itu peneliti
sebagai instrumen penelitian berupaya semaksimal mungkin bersikap dan
berprilaku seperti yang dikemukakan oleh S Tylor dan R Bogdan (dalam
Moleong, 1996;153) yaitu “(1) peneliti harus dapat mengkoordinir pengendalian
subjek penelitian, (2) peneliti harus dapat menghindari perilaku dan pembicaraan
yang tidak pasti tentang kepribadiannya, (3) peneliti harus dapat menghindari
kompetisi dengan respondennya, (4) peneliti harus bersikap jujur, dan (5) peneliti
harus dapat menjaga kerahasiaan data yang disampaikan responden”.
Adapun data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah
1. Profil kelompok tani penggarap lahan kritis di Desa Mekarjaya Kecamatan
Arjasari Kabupaten Bandung; sejarah pembentukan, tujuan, struktur
organisasi, program-program pembelajaran yang diselenggarakan dan hasil
yang telah dicapai, rencana dan tujuan penyuluhan.
2. Latar belakang adanya kegiatan penyuluhan terhadap anggota masyarakat
pemilik dan penggarap lahan kritis di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari
3. Proses pemberdayan masyarakat petani melalui penyuluhan dalam upaya
peningkatan produktivitas lahan kritis di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari
Kabupaten Bandung
4. Hasil penyuluhan bersifat pengetahuan, keterampilan dan sikap keseharian
anggota kelompok dalam menggarap lahan kritis
5. Faktor pendukung dan penghambat proses pemberdayan masyarakat petani
melalui penyuluhan dalam upaya peningkatan produktivitas lahan kritis di
Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung .
Kegiatan pengumpulan data tersebut dilakukan melalui tahapan kegiatan sebagai
berikut.
a. Persiapan terdiri dari : (1) penyiapan instrumen (pokok-pokok) data apa yang
akan dikumpulkan, (2) pengenalan latar penelitian (penyuluh, warga belajar,
lulusan , nara sumber teknis, pemantau, pengelola, dan sumber data lainnya).
b. Memasuki lapangan penelitian (1) menjalin keakraban dengan subjek,
pengenalan, mengenali bahasa dan kebiasaan subjek, (2) peran peneliti sebagai
observer, penemu dokumentasi, (3) tahap berperan, pengumpulan data,
melibatkan diri dalam aktivitas subjek, (4) melakukan pengulangan untuk
informasi yang kurang lengkap atau kurang jelas.
D. Teknik Pengumpulan Data
Karakteristik penelitian dengan metode kualitatif adalah melihat,
mengkaji, menganalisis suatu fenomena sedalam-dalamnya dan menemukan
makna yang ada didalamnya. Agar karakteristik yang ada dan makna yang
dokumentasi merupakan cara yang dianggap tepat dan dapat digunakan untuk
pengumpulan data sebagaimana yang diharapkan dalam penelitian disini. Untuk
itu teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
observasi, wawancara , dan studi dokumentasi.
1. Observasi
Observasi atau pengamatan dilakukan untuk mengetahui dari dekat
kegiatan dan peristiwa tertentu yang dilakukan oleh kasus sehingga dapat
memberikan informasi yang berguna sesuai fokus penelitian. Dalam penelitian ini
observasi dilakukan terhadap kegiatan proses penyuluhan yang dilakukan
penyuluh, anggota kelompok tani, pemantau atau engendali kegiatan, dan lainnya
dalam kegiatan penyluhan.
Observasi adalah upaya aktif peneliti mengumpulkan data dengan berbuat
sesuatu, memilih apa yang diamati dan terlibat secara aktif didalamnya.
Sedikitnya ada sembilan pertimbangan mengapa menggunakan teknik observasi
untuk pengumpulan data penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif,
yaitu ;
2. Wawancara
Wawancara dapat dipandang sebagai teknik pengumpulan data dengan tanya
jawab, yang dilakukan dengan sistematis dan berlandaskan pada tujuan
penelitian. S. Nasution (1996;12) mengemukakan dalam wawancara kita
dihadapkan pada dua hal ; pertama kita harus secara nyata mengadakan interaksi
dengan responden, kedua, kita menghadapi kenyataan adanya pandangan orang
lain yang mungkin berbeda dengan pandangan kita sendiri.
Dalam penelitian ini peneliti juga melakukan wawancara dengan
penyuluh, pemantau, pengelola, anggota kelompok tani, tokoh masyarakat,
berkenaan dengan dasar atau latar belakang kegiatan penyuluhan, proses
penyuluhan, hasil penyuluhan, dan faktor pendukung dan penghambat dalam
proses penyuluhan
3. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data yang bersifat
administratif dan data kegiatan-kegiatan yang terdokumentasi baik ditingkat
kelompok tani maupun dilembaga penyelegaraan (Dinas Pertanian Kabupaten
Bandung). Menurut S. Nasution, (1996;30) “dalam penelitian kualitatif,
dokumen termasuk sumber non human resources yang dapat dimanfaatkan karena
memberikan beberapa keuntungan, yaitu bahannya telah ada, tersedia, siap pakai
dan menggunakan bahan tidak memakan biaya”.
Dalam penelitian ini dipergunakan data: keadaan jumlah warga belajar dan
karakteristiknya, keadaan nara sumber teknis, penyuluh, pengelola, pemantau,
kegiatan pembelajaran kelompok, pengelolaan kegiatan usaha, dan data lain yang
relevan dan memperkaya informasi dalam penelitian ini.
Di samping dokumen, dipergunakan pula caatatan lapangan atau fieldnotes
yang sangat diperlukan dalam menjaring data kualitatif. Sekaitan dengan
fieldnotes ini, Mohammad Ali, (1993;43) mengemukakan bahwa “cacatatan
lapangan merupakan catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami
dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap data
kualitatif”.
Studi kepustakaan, dipergunakan untuk mendapatkan konsep-konsep
sebagai pedoman dan dasar dalam pengumpulan data. Selanjutnya S. Nasution
(1996) mengemukakan “penelitian kualitatif tidak bertujuan untuk menguji atau
membuktikan kebenaran teori, bahkan teori itu dkebangkan berdasarkan data yang
dikumpulkan. Dalam penelitina kualitatif studi kepustakaan bukan digunakan
untuk pengujian hipotesis, oleh karena pada penelitian kualitatif tidak memakai
hipotesis”.
E. Teknik Analisa Data
Kegiatan menganalisis data dalam penelitian merupakan suatu pekerjaan
penting untuk dilakukan, karena melalui kegiatan tersebut peneliti akan
mendapatkan makna terhadap data yang dikumpulkan.
Menurut Moleong (1996;182 ), analisis data adalah “proses mengatur
urutan data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori, dan suatu uraian
dasar. Ia membedakannya dengan penafsiran, yaitu memberikan arti yang
diantara dimensi-dimensi uraian”. Sementara Bogdan dan Tylor (dalam
Moleong,1996;187) mengartikan analisis data sebagai “proses yang rinci usaha
secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis (ide) seperti
yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada
tema dan hipotesis itu”.
Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa analisis
data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola,
kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat
dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.
Pada penelitia kualitatif data yang terkumpul banyak sekali dan terdiri dari
catatan lapangan dan komentar peneliti, gambar, poto, dokumen berupa laporan,
biografi, artikel, dan sebagainya. Pekerjaan analisis data dalam hal ini adalah
mengartikan, mengurutkan, mengelompokan, memberikan kode, dan
mengkategorikannya. Pengorganisasian dan pengelolaan data tersebut bertujuan
menemukan tema dan hipotesis kerja akhirnya diangkat menjadi teori subtantif.
Perlu juga dikemukaan bahwa analisis data sudah mulai dilakukan dalam
suatu proses. Proses berarti pelaksanaannya sudah dimulai sejak pengumpulan
data dilakukan dan dikerjakan secara intensif, yaitu sesudah meningggalkan
lapangan. Dalam penelitian kualitatif sangat dianjurkan agar analisis data dan
penafsirannya secepatnya dilakukan oleh peneliti, tidak menunggu sampai data itu
menjadi dianggap memadai karena data sifatnya dinamis atau berkembangan,
Dalam penelitian ini penulis menganalisis data sesuai dengan cara yang
dikemukan oleh S. Nasution, (1996) yaitu: “reduksi data, display data, dan
mengambil kesimpulan (verifikasi)”
Reduksi data adalah membuat abstraksi atau merangkum data dalam suatu
laporan yang lebih sistematis yang difokuskan pada hal-hal yang inti atau penting.
Data yang direduksi akan memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil
pengamatan, dan juga mempermudah peneliti untuk mencari kembali data yang
diperlukan.
Display data dilakukan untuk mempermudah melihat gambaran penelitian
secara menyeluruh atau bagian-bagian tertentu dari hasil penelitian. Display data
[image:38.595.116.513.234.638.2]disajikan dalam berbagai macam matriks, grafik, alur, chart atau dalam bentuk
gambar.
Kesimpulan atau verifikasi merupakan upaya untuk mencari makna dari
data yang dikumpulkan. Upaya ini sebagaimana yang dikemukan oleh S.
Nastution, (1996;130), “dilakukan dengan cara mencari pola, tema, hubungan,
persamaan, hal-hal yang sering timbul, hipotesis dan sebagainya. Kesimpulan ini
mula-mula masih sangat tentatif dan kabur. Agar diperoleh kesimpulan yang lebih
mantap, kesimpulan senantiasa diverifikasi selama penelitian berlangsung”.
F. Tahap-Tahap Pelaksanaan Penelitian
Kegiatan penelitian dilakukan melalui empat tahapan penelitian yaitu;
tahap pralapangan, tahap pelaksanaan penelitian, tahap analisa data, dan tahap
pelaporan hasil penelitian. Keempat tahapan tersebut adalah seperti terurai di
1. Tahap pralapangan, pada tahap ini dilakukan studi pendahuluan untuk
melihat kemungkinan peneliti dapat melakukan penelitian. Dari hasil
observasi, wawancara dan mempelajari dokumen-dokumen yang ada pada
penyuluh dan anggota kelompok tani di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari
Kabupaten Bandung, penulis tertarik untuk mengetahui kegiatannya lebih
lanjut. Ketertarikan peneliti terhadap tersebut terfokus pada proses dan hasil
penyuluhan yang dilaksanakan, cukup unik. Diharapkan melalui penelitian
lebih lanjut akan tergambarkan secara jelas, bagaimana latar belakang
kegiatan penyuluhan, proses, hasil, dan faktor pendukung dan penghambat
proses penyuluhan masyarakat petani dalam upaya peningkatan produktivitas
lahan kritis di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung.
Berangkat dari ketertarikan dan harapan dari kegunaan penelitian yang akan
dilakukan tersebut di atas, maka dirancanglah proposal penelitian dengan
ruang lingkup isi adalah sebagai berikut : (1) Bagian kesatu problematika,
berisi; latar belakang masalah, identifikasi masalah, perumusan masalah dan
pertanyaan penelitian, definisi operasional, tujuan penelitian, kegunaan
penelitian dan kerangka penelitian. (2) Bagian kedua tinjauan pustaka. (3)
Bagian ketiga adalah metodologi penelitian meliputi, metode penelitian,
subjek penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik
analisa data, cara memperoleh kepercayaan hasil penelitian, dan tahap-tahap
penelitian. Kemudian proposal diseminarkan dengan TIM penguji seminar
penelitian tesis, dan setelah itu ditentukan pembimbing penulisan tesis.
hasil seminar, dan mendapatkan persetujuan pembimbing, peneliti langsung
terjun kelapangan. Sebelum terjun kelapangan tentunya peneliti
mempersiapkan bahan-bahan baik yang bekenaan dengan teknis penelitian
seperti instrumen penelitian, maupun administratif penelitian seperti surat izin
penelitian, pemberitahuan kelokasi penelitian.
2. Tahap pelaksanaan penelitian, pada tahap ini menurut Moleong (1996), ada
tiga tahapan yang dilakukan dalam pelaksanaan penelitian, pertama mengenal
latar penelitian dan mempersiapkan diri. Latar penelitian ini adalah penyuluh,
anggota kelompok tani, pemantau dan tokoh masyarakat. Kedua, adalah tahap
memasuki lapangan, dalam tahap ini ada tiga hal yang dilakukan, yakni
menjalin keakraban, mempelajari bahasa dan menentukan peranan peneliti.
Menjalin keakraban peneliti lakukan dengan penyuluh, pemantau, anggota
kelompok tani, dan tokoh masyarakat lainnya yaitu dengan cara
memperkenalkan diri baik pihak peneliti maupun yang lainnya, penyuluh,
pemantau, anggota kelompok tani dan anggota masyarakat lainnya terutama
tokoh masyarakat. Bahasa yang digunakan peneliti dalam dialog dengan para
informan yaitu menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda dimana
kedua bahasa tersebut baik oleh peneliti maupun oleh para informan dipahami
secara baik. Sedangkan peran yang dipilih oleh peneliti selama penelitian
adalah sebagai observer (observasi partisipatif), pewawancara, penemu
dokumen yang diperlukan dalam penelitian ini. Ketiga adalah tahap berperan,
proses pembelajaran, produksi, pemasaran, bila dianggap perlu dan tidak
melampaui peran yang dimainkan masing-masing.
3. Tahap analisis data, sebagaimana yang dikemukakan pada bagian terdahulu
bahwa analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan selama dan
sekembali dari lapangan, baik sebelum penulisan laporan, maupun selama
penulisannya. Proses dan analisinya telah dikemukakan pada bagian terdahulu.
4. Tahap pelaporan hasil penelitian, penulisan draft tesis dilakukan secara
bertahap setelah tahapan pralapangan, lapangan, dan analisis data dilakukan.
Penulisan ini merupakan tahapan yang bergulir terus selama penelitian
dilakukan. Setelah penulisan draft tesis selesai dilakukan, peneliti
mengkonsultasikan kepada pembimbing. Di dalam proses konsultasi, dosen
pembimbing terus memberikan masukan, saran perbaikan yang sangat
bermanfaat untuk menyempurnakan draft tesis. Setelah draft tesis dianggap
layak, dilakukan progres raport (laporan kemajuan penelitian), dan draft tesis
diberikan masukan dan perbaikan sehingga peneliti diperbolehkan mengikuti
ujian tahap satu, dan seterusnya ujian tahap dua. Alhamdulillah.
G. Cara Memperoleh Kepercayaan Hasil Penelitian.
Beberapa tahapan yang dilakukan untuk mendapatkan hasil penelitian
yang bersignifikan tinggi, memenuhi persyaratan ilmiah. Menurut Mohammad
Ali, (1993;154) ada empat hal yaitu (1) kredibilitas, (2) transferabilitas, (3)
dependabilitas, (4) konfirmabilitas.
Berkenaan dengan kredibilitas usaha yang dilakukan peneliti adalah
waktu observasi ini bertujuan mengungkap, menggali dan mengadaptasi makna
sesungguhnya yang terkandung data. Upaya lain adalah meningkatkan frekuensi
pertemuan dengan responden, dan memperpanjang waktu dilapangan, diupayakan
waktu yang tersedia dimanfaatkan secara optimal. Mengamati aktivitas yang
dilakukan responden dengan cermat, dan tekun. Peneliti melakukan pengamatan
yang terus menerus kepada responden, sehingga data yang terkumpul
terdokumentasikan secara baik dan teratur, sehingga memudahkan dalam
menganalisis dan menafsirkannya. Pengamatan terus menerus tersebut dilakukan
sambil melibatkan diri dengan aktivitas responden.
Peneliti melakukan triangulasi data, yaitu pengumpulan data dengan
membandingkan data yang diperoleh dari satu sumber ke sumber lainnya pada
saat yang lain, atau membandingkan data yang diperoleh dari satu sumber dengan
pendekatan yang berbeda. Triangulasi data dilakukan untuk memeriksa keabsahan
data. Hal ini dilakukan dengan cara mendapatkan data yang sama digunakan pola
pertanyaan yang berbeda menggunakan wawancara, observasi, dan studi
dokumentasi, atau untuk mendapatkan data yang sama tapi sumber yang berbeda.
Peneliti mendiskusikan data yang telah dikumpulkan kepada orang lain,
hal ini dilakukan dengan mengkonsultasikan data kepada responden, para ahli,
mereka yang telah terlibat di dalam penelitian yang sejenis.
Peneliti melakukan”member chek” data yang telah dikumpulkan, hal ini
dilakukan dengan memeriksa kembali data yang telah dikumpulkan kepada
responden sumber data, untuk mendapatkan keyakinan akan kebenaran data yang
Berkenaan transperabilitas data, adalah pengumpulan data dengan memilih
objek kajian yang esensial dan responden yang representatif terhadap objek kajian
yang dipilih. Hal ini dilakukan untuk memperoleh data yang absah agar hasil
penelitian dapat diterapkan pada situasi lain yang lebih luas.
Sedangkan berkenaan dengan dependabilitas dan konfirmabilitas,
dilakukan oleh peneliti dengan menelusuri dan memeriksa kembali secara cermat
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan deskripsi dan pembahasan hasil penelitian yang telah diuraikan terdahulu, maka dapat diambil beberapa kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut:
A. Kesimpulan
1. Proses perencanaan kegiatan penyuluhan dalam pengelolaan lahan kritis di Desa Mekarjaya Kecamatan Arjasari mencakup aspek-aspek isi/substansi, waktu penyusunan, proses penyusunan, dan wujud hasil perencanaan, pelaksanaannya melibatkan beberapa elemen atau unsur antara lain penyuluh pertanian, penyelenggara kegiatan penyuluhan dan peserta penyuluhan, serta LSM sebagai peninjau.
2. Proses pemberdayaan masyarakat petani lahan kritis melalui penyuluhan pada petani lahan kritis di Desa Mekarjaya terbagi pada tiga fase pembelajaran yaitu; (1) fase pembekalan, yang dilakukan melalui latihan singkat selama enam hari, diharapkan dapat menghasilkan warga masyarakat petani siap mengikuti fase-fase berikutnya; (2) fase swakarsa atau pemagangan, dilakukan melalui pemagangan, artinya warga masyarakat disamping belajar juga sambil bekerja pada lahan masing-masing atau pada lahan petani yang telah maju; dan fase (3) yaitu fase swadaya atau pemandirian, tujuannya adalah mengupayakan implementasi hasil belajar .
3. Hasil pemberdayaan melalui penyuluhan/pendampingan pada masyarakat petani lahan kritis, selain menunjukan adanya peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan lahan kritis, juga adanya peningkatan produktivitas lahan dan peningkatan pendapatan masyarakat, yang pada gilirannya nanti dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya. a. Faktor pendukung dan penghambat penerapan model pembelajaran Kelompok
melalui penyuluhan pada Kelompok masyarakat petani lahan kritis di desa Mekarjaya adalah sebagai berikut :
a. Faktor pendukung meliputi : minat yang tinggi dari para peserta penyuluhan,
tersedianya manusia sumber yang memiliki kemampuan untuk mengimplementasikan model pembelajaran Kelompok, tersedianya sarana dan prasarana belajar dan berusaha seperti: ruang belajar, lahan pertanian, bibit tanaman dan pupuk, kesesuaian dengan keterampilan dan usaha yang sedang diselenggarkan kelopmpok masyarakat petani lahan kritis, tersedianya dana belajar dan berusaha yang dikucurkan dinas pertanian walaupun belum memadai, keseriusan warga masyarakat dengan program, dan adanya bantuan dari pemerintah.
ada tanggapan warga masyarakat pada kegiatan Kelompok ini yang terkesan waktunya terlalu lama dan warga masyarakat belum memperoleh pendapatan yang memadai, pemberdayaan yang dirancang belum sistemati, masih bersifat garis-garis besar belum menjadi panduan yang operasional sehingga penyuluhan dan penyelenggara menemukan kesulitan dalam penafsirannya.
B. Rekomendasi
Dep.Pertanian bahwa sejalan dengan perhatiannya kepada PPMP-PPMP yang cukup “besar”, PPMP (Pokja Pemberdayaan Masyarakat Petani) yang tumbuh atas inisiatif masyarakat dan lebih dahulu lahir layak mendapatkan perhatian yang sama dengan peluang mendapatkan kesempatan promosi program dan kegiatan, dukungan financial dan kunjungan-kunjungan studi lapangan dalam skala yang lebih luas..
1. Kelompok Petani Lahan Kritis yang diselenggarakan PPMP (Pokja Pemberdayaan Masyarakat Petani) merupakan upaya pemberdayaan, pemberian penguatan, dan upaya perluasan sentra pertanian yang berada di Kabupaten Bandung, dengan melakukan proses pembelajaran melalui fase pembekalan (latihan). swakars (pemagangan). dan swadaya (pemandirian) dalam berusaha (produksi dan pemasaran) bagi masyarakat berusia 17-30 tahun sehingga memiliki peran di masyarakat (berdaya) baik dalam bidang sosial, ekonomi dan atau politik. Aktivitasnya akan optimum apabila komponen, dan sector terkait dalam pembinaan dan pengelolaan usaha kecil dapat memberikan penguatan seperti; perlu ada kemitraan dengan industri kecil yang telah berkembang dalam bentuk bantuan pemasaran dan pengadaan bahan baku limbah, karena kedua masalah inilah yang akan merintangi perkembangan usaha kecil yang dikelola PPMP instansi terkait dengan pembinaan usaha kecil seperti. Kantor Koperasi dan PUKM Kabupaten Bandung dapat berperan lebih banyak dalam kemitraan ini. 2. Pada lembaga pengembang program pendidikan luar sekolah perlu dijalin
berharga bagi upaya pengembangan berikutnya, hal ini lebih ampuh disbanding mendapatkan informasi hanya dari beberapa pihak saja. Kenyataan yang ditemukan di PPMP Lahan Kritis pembelajaran dilakukan dengan pendampingan yang awalnya belum mendapat rujukan yang jelas hanya sekedar kreatifitas penyelenggara PPMP, dan pengalaman institusi lain, dapat terselenggarakan. Untuk itu lembaga pengembang PLS dapat mengadakan pengembangan dan ujicoba model pendampingan, dan melakukan kerjasama dengan institusi yang telah menyelenggarakan kegiatan sejenis seperti PPMP (Pokja Pemberdayaan Masyarakat Petani) ini. Hal yang perlu mendapat perhatian antara lain peran dan pemeran diantara tenaga kependidikan, model pendampingan yang lebih aplikatif..
kelompok usaha yang memerlukan saling percaya dan pemahaman terhadap karakteristik setiap warga belajar secara permanent.
4. Pada fase swakarsa (pemagangan). pada fase ini perlu ada kesinambungan dalam berproduksi dan pemasaran. berproduksi berkenaan dengan hasil pertanian, sedangkan pemasaran berkenaan dengan distribusi mekanisme hasil panen. Hal ini perlu mendapat perhatian penyelenggara termasuk pendamping karena PPMP bukan membelajarkan warga belajar untuk tidak hanya siap bekerja (menjadi buruh) tetapi juga menjadi pengelola hasil pertanian.
6. Pendamping perlu mengusahakan peningkatan kemampuan dan kecakapan untuk kepentingan pendampingan, mengadakan refleksi tentang kegiatan-kegiatan yang sudah dilaksanakan dan selalu mencari cara-cara pendampingan yang lebih efektif. Dipersyaratkan juga pendamping memiliki kegiatan pengelolaan lahan kritis atau paling tidak memiliki pengalaman yang memadai dalam pengelolaan tersebut.
MODEL PROSES PEMBERDAYAAN PPMP MELALUI PENYULUHAN DAN PENDAMPINGAN PADA PETANI LAHAN KRITIS DI PPMP
Environmental input :
Raw Input masyarakat usia 17-30 th,belum menikah,DO SLTP sederajat.belum bekerja sehat jasmani dan rohani telah mengikuti Orientasi NST,Pendamping pemantau dan pengelola Evaluasi/kenda Fase pembekalan (latihan) 6 hari
Fase swakarsa (pemagangan) 4 bulan Fase swadaya Pemandirian 5-6 bulan Kontrak Belajar
Out put Out put
Out put
Pendampinganseb agai fasilitator, motivator, dan katalisator