• Tidak ada hasil yang ditemukan

PUSAT SAINS DAN TEKNOLOGI ATMOSFER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PUSAT SAINS DAN TEKNOLOGI ATMOSFER"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ii

Kualitas Udara dan

Komposisi Atmosfer

Indonesia

Penanggung Jawab:

Ir. Halimurrahman, MT

Penyunting Isi: Penyelia:

Dra. Sinta Berliana S., M.Sc.

Anggota:

Prof. DR. Chunaeni Latief

DR. Lilik Slamet Suprihatin, M.Si. Ir. Tuti Budiwati, M.Eng.

Drs. Mahmud

Penyunting Naskah: Indah Susanti Sartika

Emmanuel Adetya

Penerbit CV Andira Bandung

(3)

ii

Kualitas Udara dan Komposisi Atmosfer Indonesia- Buku 2 ISBN: 978-979-1458-82-5

©2014 Andira

Diterbitkan oleh CV. Andira Anggota IKAPI

Penyunting isi:

Penyelia: Dra. Sinta Berliana S., M.Sc. Anggota: Prof. DR. Chunaeni Latief

DR. Lilik Slamet Suprihatin Ir. Tuti Budiwati, M.Eng. Drs. Mahmud

Penyunting Naskah: Indah Susanti, Sartika, dan Emmanuel Adetya

Disain Isi dan Kulit Muka, Sartika

(Sumber gambar http://hdwall.co)

Dicetak oleh CV Andira Cetakan Pertama, 2014

Penerbit Andira

Istana Pasteur Regency Blok CRB 70, Sukaraja Bandung. Telp/Fax: (022) 86065361

E-mail: andiraputra90@yahoo.com

Buku ini dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta.

Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari penerbit.

Judul/Penyunting Isi: Kualitas Udara dan Komposisi Atmosfer Indonesia - Buku 2/Prof. DR. Chunaeni Latief, Dra. Sinta Berliana S., M.Sc., DR. Lilik Slamet Suprihatin, M.Si., Ir. Tuti Budiwati, M.Eng., Drs. Mahmud.

- Cetakan pertama - Bandung: CV. Andira, 2014. vii + 124 hal. ; 18 x 25 cm

(4)

Dari Penerbit

iii

DARI PENERBIT

Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA) merupakan bagian dari Kedeputian Bidang Sains, Pengkajian dan Informasi Kedirgantaraan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) yang mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan

pengembangan sains dan teknologi atmosfer serta

pemanfaatannya.

Dalam rangka mencapai salah satu misi PSTA, yaitu meningkatkan pemanfaatan dan pemasyarakatan sains atmosfer, maka perlu ditingkatkan jumlah media publikasi ilmiah. Disamping menyelenggarakan seminar dan membuat publikasi hasil penelitian dalam bentuk prosiding dan jurnal, PSTA meningkatkan penyebaran hasil penelitian melalui penerbitan buku ilmiah. Salah satunya adalah buku ilmiah dengan judul Kualitas Udara dan Komposisi Atmosfer Indonesia. Buku ini memuat hasil-hasil penelitian yang dilaksanakan di PSTA.

Bagi para penulis, semoga buku ini menjadi sarana belajar untuk meningkatkan kemampuan dalam menyampaikan hasil penelitian dalam bentuk tulisan. Bagi para pembaca, semoga buku ini dapat meningkatkan pemahan tentang topik-topik yang dibahas. Kritik dan saran untuk penyempurnaan buku ini sangat kami harapkan.

(5)

iv Proses pertama dimulai dari tahap penerimaan makalah yang sesuai

dengan judul dan tema buku bunga rampai ini yaitu “Kualitas Udara

dan Komposisi Atmosfer Indonesia”. Tahap kedua adalah review oleh para reviewer. Satu makalah di-review oleh dua orang reviewer yang ahli pada bidangnya. Setelah di-review, penulis makalah diberikan kesempatan untuk memperbaiki makalahnya sebanyak dua kali sesuai saran dari reviewer. Setelah penulis memperbaiki makalahnya, lalu di-review kembali. Hasil dari perbaikan kedua dari penulis yang menjadi bahan pertimbangan diterima atau ditolaknya makalah yang akan dipublikasikan dalam buku bunga rampai PSTA ini. Pada tahap penerimaan makalah terdapat 11 makalah yang masuk, tetapi hanya 9 makalah yang diperbaiki oleh penulis dan dapat dipublikasikan dalam buku bunga rampai ini.

Pada buku bunga rampai ini terdapat 9 makalah hasil penelitian para peneliti PSTA-LAPAN yang mengambil tema tentang kualitas udara dan komposisi atmosfer Indonesia. Makalah pertama

berjudul “Estimasi Emisi Pencemar Udara Berdasarkan Konsumsi Premium Di Sebagian Wilayah Jawa Timur Tahun 2009” ditulis oleh

Dessy Gusnita. Tulisan ini membahas pengaruh penggunaan

premium pada emisi pencemar udara. “Pengaruh Letusan Gunung Berapi Terhadap Variabilitas Ozon Dan SO2 Di Pulau Jawa” ditulis oleh Ninong Komala dkk. Tulisan ini mengkaji bahwa sumber alami seperti letusan gunung api juga berkontribusi terhadap kualitas udara dan komposisi atmosfer.

“Profil Vertikal Hydroperoxyl Radical (HO2) Di Indonesia Hasil

Pengukuran MLS Aura” yang ditulis oleh Novita Ambarsari dkk.

Tulisan ini mengkaji bahwa atmosfer Indonesia juga mengandung HO2 yang berpotensi merusak lapisan ozon dan berpengaruh pada

(6)

Kata Pengantar

v

atmosfer dan hubungannya dengan proses kejadian hujan di Indonesia.

“Pengaruh Kegagalan Musim Tanam Pada Emisi CH4dan Potensinya pada Pemanasan Global” ditulis oleh Lilik Slamet S. Tulisan ini menganalisis besarnya emisi CH4 jika musim tanam gagal

dan pengaruhnya pada pemanasan global. “Kecenderungan Temporal

Deposisi Na+, Mg2+, Dan K+ Di Indonesia (2001-2008)” ditulis oleh Tuti Budiwati. Tulisan ini menganalisis kecenderungan konsentrasi ion alkali yang terkandung dalam atmosfer Indonesia dari waktu ke waktu.

“Analisis Spasial Perubahan Radiasi di Top Of Atmosphere

(TOA)” ditulis oleh Rosida dkk. Tulisan ini mengkaji perubahan radiasi matahari yang diterima di puncak atmosfer ketika terjadi kebakaran hutan dan lahan. Kebakaran hutan dan lahan mengemisikan polutan udara yang berakibat terjadinya penurunan radiasi matahari. “Aplikasi WRPlot Untuk Menggambarkan Concentration Rose Sebagai Kajian Distribusi PM10 di Cekungan

Bandung” ditulis oleh Sumaryati. Tulisan ini mengkaji penggunaan

WRplot untuk menunjukkan penyebaran polutan udara. Tulisan terakhir mengenai Analisis Pola Harian Energi Matahari dan Kelembaban di Palembang tahun 2010-2013 yang ditulis oleh Saipul Hamdi dkk.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada para penulis yang telah dengan tekun mengikuti seluruh tahap pembuatan buku bunga rampai ini dan juga kepada Kepala Pusat Sains Dan Teknologi Atmosfer LAPAN dan jajarannya yang telah memfasilitasi penerbitan buku ini. Walaupun buku bunga rampai ini telah selesai digarap, tetapi kami menyadari akan banyaknya kekurangan. Oleh karena itu pada kesempatan ini kami mohon maaf dan kami juga mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk meningkatkan kualitas penelitian dan penulisan buku sejenis di kemudian hari.

Akhirnya kami berharap semoga buku bunga rampai ini dapat menambah wawasan dan pemahaman akan ilmu pengetahuan khususnya komposisi atmosfer serta kualitas udara. Selamat membaca.

(7)

vi

DAFTAR ISI

Dari Penerbit iii

Kata Pengantar iv

Daftar isi vi

1. ESTIMASI EMISI PENCEMAR UDARA BERDASARKAN KONSUMSI PREMIUM DI SEBAGIAN WILAYAH JAWA

TIMUR TAHUN 2009 1

Dessy Gusnita

2. PENGARUH LETUSAN GUNUNG BERAPI TERHADAP

VARIABILITAS OZON DAN SO2 PULAU JAWA 15 Ninong Komala, Novita Ambarsari, Toni Samiaji, Mulyono

3. PROFIL VERTIKAL HYDROPEROXYL RADICAL (HO2) DI

INDONESIA HASIL PENGUKURAN MLS AURA 30 Novita Ambarsari, Fanny Aditya Putri, dan Ninong Komala

4. ANALISIS TRANSPOR UAP AIR ATMOSFER DI BENUA

MARITIM INDONESIA 41

Indah Susanti

5. PENGARUH KEGAGALAN MUSIM TANAM PADI PADA EMISI METANA (CH4) DAN POTENSINYA PADA PEMANASAN

GLOBAL 57

Lilik Slamet S.

6. KECENDERUNGAN TEMPORAL DEPOSISI Na+, Mg2+ DAN

K+ DI INDONESIA (2001-2008) 71

Tuti Budiwati, Wiwiek Setyawati, Emalya Rachmawati dan Dyah Aries Tanti

7. ANALISIS SPASIAL PERUBAHAN RADIASI DI TOP OF

ATMOSPHERE (TOA) 89

(8)

Daftar isi

vii

8. APLIKASI WRPLOT UNTUK MENGGAMBARKAN

CONCENTRATION ROSE SEBAGAI KAJIAN DISTRIBUSI

PM10 DI CEKUNGAN BANDUNG 100

Sumaryati

9. ANALISIS POLA HARIAN ENERGI MATAHARI DAN KELEMBABAN DI PALEMBANG (2°59'51" LS, 104°46'26"

BT) TAHUN 2010-2013 111

(9)

1

ESTIMASI EMISI PENCEMAR UDARA BERDASARKAN

KONSUMSI PREMIUM DI SEBAGIAN WILAYAH JAWA

TIMUR TAHUN 2009

Dessy Gusnita

Bidang Komposisi Atmosfer-LAPAN Email: nitagusnita@gmail.com

ABSTRAK

Provinsi Jawa Timur dengan ibukota Provinsi Surabaya sebagai kota terbesar kedua di Indonesia, mengalami kemajuan cukup pesat di berbagai sektor. Pertumbuhan perekonomian serta pembangunan yang cukup tinggi di kota Surabaya tentunya

meningkatkan pula konsumsi premium sebagai sumber

pembangkit listrik sektor industri, transportasi maupun

domestik. Pada makalah ini akan diestimasi emisi gas pencemar

baik Karbon monoksida (CO), NOx, hidrocarbon (HC), SO2

maupun CO2 yang dihasilkan dari konsumsi premium di Provinsi

Jatim. Data yang dianalisa adalah data konsumsi premium tahun 2009 yang berasal dari PERTAMINA Region V kota Surabaya. Metode yang digunakan menggunakan perhitungan estimasi jumlah pencemar udara yang dihasilkan selama tahun 2009. Dari hasil perhitungan estimasi diperoleh hasil emisi CO, NOx, HC, SO2 dan CO2 tertinggi adalah di kota Madiun dengan nilai berurutan sebagai berikut: 54,4 ton/tahun; 1,5 ton/tahun; 2,11 ton/tahun; 0,08 ton/tahun dan 458,64 ton/tahun. Sedangkan nilai beban emisi pencemar udara terendah dihasilkan dari konsumsi premium untuk Kabupaten Bangkalan.

Kata kunci: Pencemar udara, CO, NOx, HC, CO2

ABSTRACT

(10)

Estimasi Emisi Pencemar Udara Berdasarkan Konsumsi Premium (Dessy Gusnita)

2

produced during 2009. From results of estimation calculation

emissions CO, NOx, HC, SO2 and CO2 highest was in Madiun city

with the value as follows: 54,4 ton/ year; 1,5 ton/year; 2,11 ton/ year; 0,08 ton/year and 458,6 ton/year.Whereas the lowest value emissions of the air pollutant in produced in the Bangkalan regency.

Keywords: Air pollution, CO, NOx, HC,CO2, SO2

1 PENDAHULUAN

Penggunaan premium baik disektor industri, transportasi, maupun domestik menimbulkan pencemaran udara yang semakin besar, terutama di kota-kota besar. Hal ini masih belum bisa ditangani secara optimal. Dampak pencemaran udara, khususnya emisi buang yang dihasilkan baik dari kendaraan bermotor maupun kegiatan industri tidak sepenuhnya dapat

dibuktikan karena bersifat kumulatif. Dampak daripada

penggunaan premium tersebut selain meningkatkan buangan polutan udara, juga berdampak terhadap peningkatan Gas Rumah Kaca (GRK) (IPCC,2006). Meningkatnya konsentrasi GRK di atmosfer secara global akibat kegiatan manusia menyebabkan sinar matahari yang dipantulkan kembali oleh permukaan Bumi ke angkasa sebagian besar terperangkap di dalam Bumi akibat terhambat oleh GRK (Streets, 2000).

Penggunaan premium dalam motor bakar akan selalu mengeluarkan senyawa-senyawa berbahaya seperti CO (karbon monoksida), THC (Total Hidro Karbon), TSP (debu), NOx (oksida-oksida nitrogen) dan SOx ((oksida-oksida-(oksida-oksida sulfur). Premium yang dibubuhi TEL (Tetra Ethyl Lead) akan mengeluarkan timbal (Pb).

Seperti kita ketahui jumlah kendaraan yang semakin meningkat sebagai akibat pertumbuhan penduduk dan ekonomi di perkotaan berdampak besar terhadap konsumsi premium yang

semakin meningkat. Gas-gas pencemar udara seperti CO, SO2

dan NOx dan CO2 akibat pemakaian premium oleh kendaraan

bermotor akan semakin meningkat pula sehingga dapat menurunkan kualitas udara yang sangat membahayakan bagi manusia (Suyono Dikun, 2003).

(11)

3

Antara lain oleh Lestari Puji, Adolf (2008) menunjukkan bahwa di

Bandung, kontribusi emisi CO2paling besar diberikan oleh

kategori kendaraan penumpang yaitu sebesar 66%, pola tersebut mirip dengan pola hidup masyarakat Jakarta yang lebih banyak menggunakan kendaraan pribadi.

Penelitian Yusratika dan Lestari tahun 2008 menunjukkan

bahwa beban emisi CO2 di Jakarta yang dihasilkan oleh konsumsi

BBM sebesar 8,69x 106 ton/tahun, yang umumnya berasal dari penggunaan kendaraan pribadi.

Menurut Setyorini (2005), saat ini meningkatnya kegiatan industri dan transportasi telah menjadi permasalahan tersendiri bagi kualitas udara di Kota Surabaya dan sekitarnya. Masalah pencemaran udara pada area transportasi menjadi lebih dominan, sehingga perlu mendapat perhatian yang serius. Pencemaran udara pada area transportasi dipengaruhi oleh karakteristik sumber emisi kegiatan yaitu kegiatan transportasi kota. Transportasi merupakan salah satu sektor indikatif yang sangat

berperan dalam pembangunanmenyeluruh. Namun dalam

perkembangannya transportasi berdampak pada lingkungan dalam cakupan spasial dan temporal yang besar. Demikian juga industri tidak sedikit menyumbang pencemar dan GRK yang besar pengaruhnya terhadap lingkungan.

Makalah ini bertujuan untuk mengestimasi beban emisi polutan yang dihasilkan dari penggunaan premium di sebagian wilayah provinsi di Jawa Timur tahun 2009, hal ini disebabkan karena keterbatasan data yang diberikan oleh Pertamina Jatim. Parameter polutan yang akan diestimasi terdiri dari Karbon monoksida (CO), NOx, Hidrokarbon (HC), SO2 dan CO2. Kajian didasarkan pada hasil perhitungan rumus estimasi beban pencemarpada persamaan 1, dengan berdasarkan konsumsi premium di sebagian wilayah di Provinsi Jawa Timur. Makalah ini diharapkan dapat memberi masukan untuk memperbaiki kualitas lingkungan udara khususnya di Provinsi Jawa Timur

2 DATA DAN METODOLOGI 2.1 Data

(12)

Estimasi Emisi Pencemar Udara Berdasarkan Konsumsi Premium (Dessy Gusnita)

4

konsumsi premium selama tahun 2009 di Provinsi Jawa Timur. Mengingat keterbatasan data premium, maka pada tulisan ini kami hanya dapat menganalisa data konsumsi premium di sebagian wilayah di Provinsi Jawa Timur selama tahun 2009. Dari

data konsumsi premium tersebut selanjutnya dilakukan

perhitungan estimasi emisi polutan untuk parameter NOx, HC, CO, SO2, dan CO2. Selanjutnya dilakukan analisa menggunakan software Arc view 3,2 untuk membuat peta spasial beban emisi pencemar udara di kota-kota di Provinsi Jatim.

2.2 Metodologi

Pengukuran langsung kualitas dan aliran emisi dari suatu kegiatan tidak praktis ataupun tidak mungkin untuk dilakukan terhadap setiap sumber pencemar. Apalagi pengukuran langsung terhadap kendaraan bermotor yang jumlahnya mencapai jutaan.

Oleh karena itu dirumuskan suatu pendekatan untuk

memperkirakan besarnya beban pencemar dengan menggunakan persamaan dasar berikut:

Beban pencemar = ƒ { Intensitas kegiatan, Faktor emisi} Kemudian berdasarkan bagaimana data intensitas kegiatan

tersebut direpresentasikan, maka beban pencemar dari

kendaraan bermotor dapat diperkirakan dengan pendekatan berikut (Soedomo, 2001):

Voll = Konsumsi bahan bakar tipe 1(kiloliter/tahun)

FEi,l = Besarnya polutan i yang diemisikan dari setiap (liter) pengunaan bahan bakar tipe 1 (g/liter bahan bakar)

Berdasarkan persamaan 1 di atas, premium digolongkan bahan bakar tipe 1, karena beberapa sifat yang dimilikinya antara lain tingkat kekentalan premium yang lebih encer dibandingkan solar (tipe 2), sifat volatile premium yang lebih tinggi serta sifat toksik yang ditimbulkannya (NOAA. Gov).

Sedangkan nilai faktor emisi yang digunakan

(13)

5

berdasarkan pada aturan Kementrian Lingkungan Hidup RI, yang disajikan pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Faktor Emisi beberapa polutan(Sumber: Kemen Lingkungan Hidup). Provinsi Jawa Timur selama Bulan Januari-Desember tahun 2009. Selanjutnya dari data konsumsi premium tersebut dilakukan estimasi emisi dengan menggunakan persamaan 1. Nilai estimasi emisi tersebut kemudian disajikan dalam bentuk peta spasial yang disajikan pada Gambar 2-Gambar 6. Hasil estimasi pencemar di Provinsi Jatim tahun 2009 berdasarkan konsumsi premium dilakukan terhadap lima (5) parameter pencemar udara yaitu: Hidrokarbon (HC), SO2, CO2, CO, dan NOx. Sedangkan Gambar 7 menyajikan estimasi emisi 5 parameter polutan berdasarkan konsumsi bulanan premium di Provinsi Jawa Timur selama bulan Januari hingga Desember 2009.

(14)

Estimasi Emisi Pencemar Udara Berdasarkan Konsumsi Premium (Dessy Gusnita)

6

Pada Tabel 2 disajikan konsumsi premium di Kabupaten dan Kodya Jatim selama tahun 2009, selanjutnya dari data

tersebut akan dilakukan perhitungan estimasi emisi

menggunakan persamaan 1 dan selanjutnya dibuat peta spasial emisi di wilayah Jatim.

Tabel 2. Konsumsi Premium di Kabupaten dan Kodya Prop. Jatim (Sumber: Pertamina UPMS V Surabaya).

Wilayah Konsumsi Premium (kiloliter)

Kab. Bangkalan 20 selanjutnya dihitung estimasi emisi pencemar udara yang terdiri dari hidrokarbon, SO2, CO2, CO dan NOx dengan menggunakan persamaan 1. Selanjutnya dibuat peta spasial estimasi emisi di Provinsi Jawa Timur yang disajikan pada Gambar 2 - Gambar 6.

Berdasarkan Tabel 3 disajikan daftar industri dan agen premium yang terdapat di beberapa wilayah di Provinsi Jatim untuk melengkapi industri pengguna premium di sebagian wilayah Jatim.

Tabel 3. Daftar industri dan agen premium di beberapa wilayah di Jawa Timur(Sumber: Pertamina UPMS V Surabaya).

Wilayah Sektor Nama Perusahaan

Kab. Bangkalan

Agen premium

Industri PT. CAHAYA MADURA KHARISMA

Kab. Banyuwangi Industri KANGEAN ENERGY INDONESIA LTD

Kab. Gresik

Agen premium

(15)

7

Estimasi Emisi HC

Kab. Jember Industri PT. PERK NUSANTARA X

PT. PERK NUSANTARA XI

Kab. Kediri Industri PT. GUDANG GARAM TBK

Kab. Lumajang Industri PT. PERK NUSANTARA XI

Kab. Madiun Industri PT. PERK NUSANTARA XI

Kab. Magetan Industri PT. PERK NUSANTARA XI

Kab. Malang Industri PT. MOLINDO RAYA INDUSTRIAL

Kab. Ngawi Industri PT. PERK NUSANTARA XI

Kab. Pasuruan

Agen premium

Industri PT. CAHAYA BINGHAR SENTOSA

PT. TULUS BAHAGIA

Industri PT. EKA PRIMA RUBBERINDO

Kab. Probolinggo Industri PT. PERK NUSANTARA XI

Kab. Situbondo Industri PT. PERK NUSANTARA XI

Kodya Surabaya

Agen premium

Industri PT. SUMBER KURNIA MANDIRI

PT. TULUS BAHAGIA

Industri PT. SOLIHIN JAYA INDUSTRI

Setelah dihitung maka hasil estimasi emisi pencemar udara di beberapa wilayah di Provinsi Jatim selanjutnya dibuat peta spasialnya. Berdasarkan Gambar 2 disajikan peta estimasi emisi polutan hidrokarbon yang berdasarkan pada konsumsi premium tahun 2009 di Provinsi Jawa Timur.

Gambar 2. Estimasi Emisi Hidrokarbon (HC) di Provinsi Jawa Timur berdasarkan konsumsi premium tahun 2009.

(16)

Estimasi Emisi Pencemar Udara Berdasarkan Konsumsi Premium (Dessy Gusnita)

8

Estimasi Emisi SO2

Estimasi Emisi CO2

Berdasarkan Gambar 3 disajikan peta estimasi emisi polutan SO2 yang berdasarkan pada konsumsi premium di Jawa Timur pada tahun 2009.

Gambar 3. Estimasi Emisi SO2 di Provinsi Jawa Timur berdasarkan konsumsi premiumtahun 2009.

Berdasarkan Gambar 4 disajikan estimasi emisi polutan

CO2 yang dihitung berdasarkan pada konsumsi premium tahun

2009 di Jawa Timur.

Gambar 4. Estimasi Emisi CO2 di Provinsi Jawa Timur berdasarkan konsumsi premiumtahun 2009.

Berdasarkan Gambar 5 disajikan estimasi emisi polutan

CO2 yang dihitung berdasarkan konsumsi premium tahun 2009 di

(17)

9

Estimasi Emisi NOx

Estimasi Emisi CO

Gambar 5. Estimasi Emisi NOx di Provinsi Jawa Timurberdasarkan konsumsi premium tahun 2009.

Berdasarkan Gambar 6 disajikan estimasi emisi polutan CO yang didasarkan pada konsumsi premium tahun 2009 di Jawa Timur.

Gambar 6. Estimasi Emisi CO di Provinsi Jawa Timur berdasarkan konsumsi premiumtahun 2009.

(18)

Estimasi Emisi Pencemar Udara Berdasarkan Konsumsi Premium (Dessy Gusnita)

Gambar 7. Nilai Estimasi Emisi Polutan berdasarkan konsumsi Premium di Provinsi Jatim bulan Januari-Desember 2009.

Berdasarkan Gambar 7 tersebut dapat diketahui jumlah emisi masing-masing polutan tersebut dari bulan Januari hingga Desember 2009 dalam satuan ton/tahun.

3.2 Pembahasan

(19)

11

dan setiap parameter polutan. Peta estimasi emisi pencemar udara di Provinsi Jawa Timur disajikan pada Gambar 2 s.d 6. Berdasarkan Gambar 1 disajikan grafik konsumsi premium di Jatim selama tahun 2009 dari bulan Januari hingga Desember. Berdasarkan Gambar 1 menunjukkan bahwa konsumsi premium tertinggi pada bulan Desember 2009 dengan jumlah pemakaian sebanyak 315 kiloliter, kemudian dilanjutkan pada bulan Agustus jumlah konsumsi premium sebanyak 260 kiloliter. Dengan jumlah total pemakaian premium selama tahun 2009 sebanyak 2748 kiloliter. Angka tersebut digunakan di sejumlah kota yang ada di Provinsi Jawa Timur. Konsumsi premium terbanyak di kota Madiun sebanyak 208 ribu kiloliter. Kota kedua yang mengkonsumsi premium terbesar di Jatim adalah kota Surabaya sebesar 147 ribu kiloliter/tahun 2009. Pemakaian total premium di Kota Surabaya umumnya di sektor industri dan transportasi (Setyorini, 2005).

Berdasarkan data konsumsi premium tersebut akan dilakukan estimasi emisi untuk setiap pencemar udara yang terdiri dari HC, CO2, SO2, NOx dan CO dengan menggunakan perumusan 1 yang disebutkan pada metodologi. Karena pengukuran langsung kualitas dan aliran emisi dari suatu kegiatan tidak praktis ataupun tidak mungkin untuk dilakukan terhadap setiap sumber pencemar. Apalagi pengukuran langsung terhadap kendaraan bermotor yang jumlahnya mencapai jutaan. Sehingga pendekatan estimasi emisi di Provinsi Jawa Timur didasarkan pada data konsumsi premium saja.

(20)

Estimasi Emisi Pencemar Udara Berdasarkan Konsumsi Premium (Dessy Gusnita)

12

salah satu komposisi pembentuk aspal. Total beban emisi polutan HC di Provinsi Jawa Timur sebesar 13,1 ton/tahun selama tahun 2009.

Berdasarkan Gambar 3 disajikan beban emisi SO2 di Jawa Timur, dimana beban emisi tertinggi di kota Madiun sebesar 0,08 ton/tahun. Sumber emisi SO2 bukan hanya berasal dari bahan bakar minyak yang dikonsumsi oleh industri atau kendaraan bermotor, tetapi juga banyak disumbang oleh pelumas yang

digunakan pada kegiatan tersebut. Sedangkan emisi SO2 terendah

terdapat di kota Bangkalan yaitu sebesar 0,008 ton/tahun. Jadi total beban emisi polutan SO2 di Jawa Timur sebesar 0,04 ton/tahun selama tahun 2009.

Berdasarkan Gambar 4 disajikan beban emisi CO2 beberapa

kota di Provinsi Jawa Timur. Hasil estimasi menunjukkan bahwa

kota Madiun memiliki beban emisi CO2 sebesar 458,6 ton/tahun

sebagai dampak aktivitas industri di kota tersebut. Sedangkan beban emisi CO2 terendah di kota Bangkalan yaitu sebesar 44,1

ton/tahun. Sehingga perlu dilakukan mitigasi emisi CO2,

khususnya di kota Madiun antara lain dengan menggiatkan

penghijauan yang berfungsi menurunkan emisi CO2 di suatu

wilayah. Total beban emisi CO2 di Provinsi Jatim sebesar 2,84 x

103 ton/tahun selama tahun 2009.

Berdasarkan Gambar 5 disajikan estimasi emisi polutan NOx di beberapa kota Jawa Timur. Hasil menunjukkan bahwa emisi NOx terbesar juga di kota Madiun sebesar 1,5 ton/tahun, hal ini disebabkan karena konsumsi premium tertinggi selama tahun 2009 di kota Madiun yang yang berasal dari pemakaian oleh PT. Perkebunan XI yang ada di kota tersebut. Di Surabaya beban emisi NOx sebesar 1,06 ton/tahun, hal ini diduga berasal dari konsumsi premium sektor industri dan transportasi karena kota Surabaya saat ini mengalami peningkatan volume kendaraan yang cukup besar sehingga meningkatkan pula konsumsi premium di kota Surabaya. Total beban emisi NOx di Provinsi Jatim sebesar 9,3 ton/tahun selama tahun 2009.

(21)

13

hasil estimasi di diperoleh hasil emisi terbesar terjadi di kota Madiun yaitu sebesar 54 ton/tahun, kemudian di Surabaya sebesar 38 ton/tahun. Total beban emisi CO di Provinsi Jatim sebesar 335 ton/tahun selama tahun 2009.

Berdasarkan Gambar 7 disajikan konsumsi premium selama bulan Januari hingga Desember 2009. Konsumsi premium tertinggi pada bulan Desember 2009. Tingginya konsumsi

premium pada bulan Desember memberikan kontribusi emisi CO2

dengan jumlah mencapai 700 ton/tahun, emisi CO lebih dari 80 ton/tahun, emisi HC sebesar 3,4 ton/tahun, emisi NOx sebesar 2,25 ton/tahun dan emisi SO2 sebesar 0,13 ton/tahun. Hal ini diduga karena pada bulan Desember semakin tinggi tingkat kegiatan antropogenik di Provinsi Jatim. Selain itu pada bulan Juni-Agustus menurut sumber Pertamina terjadi kenaikan sekitar 6% konsumsi premium akibat pesta demokrasi/pemilupada tahun 2009. Dinas Komunikasi dan informasi Jatim juga menginformasikan terjadi peningkatan kunjungan wisata ke Jatim sebesar 3% karena banyak instansi pemerintah dan swasta yang mengadakan kegiatan di Jatim pada tahun 2009 sehingga hal tersebut cukup menyumbang tingkat konsumsi premium di Jawa Timur. Akibat meningkatnya konsumsi premium tersebut tentu akan meningkatkan emisi polutan di Provinsi Jatim.

4 KESIMPULAN

Berdasarkan analisa data konsumsi premium di Provinsi Jawa Timur maka disimpulkan bahwa konsumsi premium terbesar di kota Madiun, hal ini diduga karena adanya aktivitas industri pengguna premium yang cukup besar, sedangkan konsumsi premium terendah di Kabupaten Bangkalan. Semakin tinggi konsumsi premium di suatu daerah, maka beban emisi

polutan udara CO, NOx, SO2, HC dan CO2 akan semakin

meningkat. Sedangkan berdasarkan konsumsi premium selama bulan Januari-Desember 2009, diketahui bahwa pemakaian premium tertinggi terjadi pada bulan Desember sehingga konsekwensinya pada bulan Desember 2009 ini emisi polutan pun meningkat. Dari lima parameter polutan yang dihitung, maka

beban emisi terbesar adalah CO2 dan beban emisi polutan paling

(22)

Estimasi Emisi Pencemar Udara Berdasarkan Konsumsi Premium (Dessy Gusnita)

14

lainnya di Provinsi Jawa Timur. Upaya-upaya Pemerintah Daerah yang sebaiknya dilakukan antara lain dengan meningkatkan luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang dapat berfungsi sebagai penyerap polusi udara sangat dibutuhkan, terutama di wilayah

yang padat aktivitas industri serta memiliki kepadatan

transportasi yang tinggi.

DAFTAR RUJUKAN

D.G Streets, 2000: Present and future emissions of air pollutants in China: SO2, NOx, and CO, J. Atmos environment, 34, 363-374.

Dikun, Suyono, 2003: Transportation in New Global Era : Linking Asia Through Better Transportation. 5th EASTS International

Conference. Fukuoka. Japan.

IPCC, 2006: General Guidance and Reporting. Journal of IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories, 1, 1. Lestari, Puji dan Adolf, S., 2008: Emission Inventory of GHGs of

CO2 and CH4 From Transportation Sector Using Vehicles

Kilometer Travelled (VKT) and Fuel Consumption

Approaches in Bandung City. J. Better Air Quality, 159. Panal, Sitorus., 2008: Penanggulangan pencemaran Udara dari

transportasi darat.J. Tekno Sipil, 20, 11.

www.ftsl.itb.ac.id/.../PI-AP2-Yusratika-Nur-15305026 di unduh Maret 2014 : Yusratika, Nur., Puji Lestari, 2008: Inventory GRK dari transportasi di DKI Jakarta berdasarkan konsumsi bahan bakar.

Soedomo, Moestikahadi, 2001: Pencemaran Udara. Bandung: Penerbit ITB.

Titin, Setyorini., 2005: Sistem transportasi Surabaya dalam

rangka pengendalian pencemaran udara. Jurnal rekayasa

perencanaan I, 2, 10.

(23)

15

PENGARUH LETUSAN GUNUNG BERAPI TERHADAP

VARIABILITAS OZON DAN SO

2

PULAU JAWA

Ninong Komala, Novita Ambarsari, Toni Samiaji, Mulyono

Bidang Komposisi Atmosfer, Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer LAPAN Jl.Dr.Djundjunan 133, Bandung, 40173

Telp. (022)6037445, 6012602; Fax. (022) 6037443 e-mail : ninong.komala@lapan.go.id; ninongk@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian pengaruh letusan Gunung Merapi terhadap variabilitas ozon dan SO2 Pulau Jawa merupakan bagian dari penelitian analisis komposisi atmosfer Pulau Jawa. Penelitian ini berbasis

data satelit AURA yang membawa sensor Ozone Monitoring

Instruments (OMI) periode 2004-2012 dengan tujuan untuk

menginvestigasi karakteristik ozon dan SO2 sebagai dampak

letusan gunung berapi di Pulau Jawa. Pokok bahasan dalam makalah ini adalah dampak letusan Gunung Merapi serta keterkaitannya dengan kondisi ozon dan SO2 di Pulau Jawa. Dengan menganalisis pola tahunan, musiman serta melakukan analisis statistik keterkaitan ozon dan SO2 dengan kejadian letusan Gunung Merapi diperoleh karakteristik ozon dan SO2 yang mengalami perubahan pola tahunan serta diperoleh

prosentase penurunan ozon karena meningkatnya SO2 dari

peristiwa letusan Gunung Merapi. Hasil analisis menunjukkan bahwa prosentase pengaruh letusan Gunung Merapi terhadap penurunan ozon di atmosfer Pulau Jawa yaitu ozon berkurang ~ 30 DU ( ~10 %). Penurunan ozon terjadi pada bulan Desember

2010 sampai Juni 2011 atau setelah 2 bulan – 6 bulan peristiwa

letusan Gunung Merapi terjadi.

Kata kunci : ozon, SO2, gunung berapi, Pulau Jawa

ABSTRACT

Study the effect of volcanic eruptions in this case the Merapi eruption on the variability of ozone and SO2 Java is part of the study analyzes the impact of atmospheric composition in Jawa due to volcano eruption. This research-based on OMI AURA satellite data. The objective is to investigate the characteristics of ozone and SO2 affected by volcanic eruptions as well as the relationship of ozone with SO2 in Java. The data used is based on

the ozone and SO2 AURA-OMI satellite data from 2004 to 2012. By

(24)

Pengaruh Letusan Gunung terhadap Variabilitas Ozon dan SO2 (Ninong Komala)

16

The percentage of decrease in ozone due to increased of SO2 from volcanic events in Java is also obtained. The results show that percentage effect of volcanic eruptions on ozone depletion in the atmosphere Ozone Java is reduced by ~30 DU (~ 10 %). The decrease in ozone occurs on December 2010 to June 2011 or after 2-6 months volcanic eruption events occur.

Keywords: ozone, SO2, volcanic, Java Island

1 PENDAHULUAN

Letusan gunung berapi dapat mengeluarkan aerosol, H2O, N2, CO2, SO2 dan H2S. Reaksi heterogen senyawa yang dihasilkan letusan gunung berapi seperti Merapi dapat menyebabkan penipisan lapisan ozon. Aerosol dari letusan gunung berapi dapat mencapai troposfer dan life time aerosol di troposfer bisa mencapai 1 minggu hingga 3 minggu. Bila letusannya sangat hebat, aerosol yang dihasilkan bisa mencapai ke lapisan startosfer. Aerosol yang mencapai statosfer mempunyai life time yang panjang yaitu satu sampai tiga tahun yang berdampak pada menurunnya temperatur di permukaan Bumi. Letusan gunung berapi dapat berpengaruh juga terhadap ozon, efek rumah kaca dan efek haze (kabut). Pengaruh terhadap ozon dari asam Halida (HCl) terbukti efektif dalam merusak ozon tetapi kebanyakan penyebaran HCl vulkanik hanya terbatas di troposfer yang keberadaannya mudah dilarutkan oleh air hujan. Data satelit setelah letusan Gunung Pinatubo (Filipina, 1991) dan Gunung Hudson (Chili, 1991) memperlihatkan penurunan ozon sebanyak 15% ~ 20% di lintang tinggi, dan lebih dari 50% di Antartika. Karena itu, letusan Gunung Merapi mempunyai peranan yang

penting dalam penipisan lapisan ozon, Bluth, et.al. (1997)

menyebutkan bahwa injeksi sulfur ke stratosfer dan konversi menjadi aerosol sulfat dipercaya dapat menurunkan radiasi sinar matahari yang masuk serta menyebabkan penguraian ozon di stratosfer melalui serangkaian reaksi kimia tertentu. Peningkatan konsentrasi aerosol sulfat secara tidak langsung menyebabkan klorin dan bromine reaktif lebih banyak diproduksi yang

menyebabkan terjadinya penipisan ozon

.

(25)

17

CO2 ke atmosfer. Jumlah gas yang banyak mengandung sulfur diduga mempunyai peran yang lebih penting karena sulfur yang berkombinasi dengan uap air di stratosfer membentuk awan padat yang terdiri dari sulfuric acid droplets (tetesan-tetesan asam sulfat). Tetesan-tetesan asam sulfat ini baru dapat terurai dalam jangka waktu tahunan dan mampu menurunkan suhu troposfer

karena akan mengabsorbsi radiasi matahari dan akan

dihamburkan balik ke angkasa (Robock, 2000; Czopak, 2012). Gunung Merapi di Pulau Jawa, Indonesia adalah salah satu gunung berapi paling aktif dan berbahaya di dunia. Hal ini dikenal dengan seringnya terjadi letusan kecil sampai sedang. Aliran piroklastik yang dihasilkan oleh runtuhnya kubah lava dan populasi yang besar menetap di sekitar sisi-sisi gunung berapi. Perilaku biasa dari Gunung Merapi selama sepuluh tahun terakhir tiba-tiba berubah di akhir Oktober dan awal November 2010 ketika Gunung Merapi menghasilkan letusan yang terbesar dan paling eksplosif dilebih dari satu abad, menggusur sepertiga dari satu juta orang dan mengklaim hampir 400 korban jiwa. Hasil penelitian ilmiah Oktober-November 2010, yang merupakan hasil ilmiah pertama dari letusan terbesar dalam 100 tahun Gunung Merapi menunjukkan bahwa pada tahun 2010 tersebut, emisi gas jauh lebih tinggi dari pada yang tercatat dari Merapi selama letusan masa lalu. Peringatan dini terjadinya letusan Gunung Merapi oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana

Geologi CVGHM Indonesia dan tim International dapat

menyelamatkan 10,000-20,000 nyawa (Surono dkk., 2012)

Penelitian keterkaitan perubahan iklim terhadap penipisan lapisan ozon stratosfer dan injeksi SO2 akibat letusan Gunung Merapi merupakan bagian dari rangkaian penelitian tahun 2013-2014yang merupakan salah satu sasaran Bidang Komposisi Atmosfer juga merupakan langkah untuk menunjang dan merealisir penelitian pengembangan komposisi atmosfer di Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer LAPAN. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh karakteristik ozon dan SO2 yang dihasilkan dari letusan Gunung Merapi di Pulau Jawa. Pengaruh letusan

Gunung Merapi terhadap perubahan ozon dan SO2, serta

(26)

Pengaruh Letusan Gunung terhadap Variabilitas Ozon dan SO2 (Ninong Komala)

18

diperolehnya prosentase pengaruh SO2 dari letusan Gunung

Merapi terhadap perubahan ozon di atmosfer Pulau Jawa dan keterkaitan antara ozon total dengan SO2 dari letusan Gunung Merapi. Dengan hipotesis kejadian letusan Gunung Merapi akan mempengaruhi pola tahunan ozon total dan SO2 di Pulau Jawa dan kondisi ozon total (kolom ozon) di Pulau Jawa akan mengalami penurunan bila terjadi peningkatan konsentrasi SO2 dari letusan Gunung Merapi.

2 DATA DAN METODE 2.1 Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data dari satelit AURA-OMI, yaitu data ozon stratosfer, kolom SO2 di Planetary Boundary Layer (PBL) dan SO2 di troposfer berupa data

harian. Periode data tahun 2004-2012

(http://toms.gsfc.nasa.gov/omi) dengan wilayah cakupan Pulau Jawa.

2.2 Metode

Data yang diperoleh dari satelit AURA dengan sensor OMI adalah data skala global untuk ozon total, SO2 di lapisan PBL dan SO2 di lapisan troposfer tengah (middle troposphere). Dengan grid berukuran 0,25° x 0,25° cakupan data adalah 180.0° BB sampai 180.0° BT dan dari 90.0° LU sampai 90.0° LS. Kemudian dilakukan ekstrak data untuk wilayah Pulau Jawa (5,5ºLS – 8,75 LS dan 105 ºBT-115 ºBT), dengan periode data yang dianalisis adalah data dari tahun 2004 sampai dengan 2012. Dari dataset ozon total, SO2 total di PBL dan troposfer tengah di Pulau Jawa, dilakukan analisis variasi temporal untuk memperoleh variasi musiman, dan tahunan untuk ozon dan SO2. Analisis spasial dilakukan untuk menentukan peta distribusi ozon dan SO2 di wilayah Jawa. Ditentukan pula kondisi ozon total dan SO2 pada saat letusan Gunung Merapi tahun 2010 serta keterkaitan antara ozon dengan SO2. Pengolahan data dengan analisis time series dan spasial. Analisis time series untuk memperoleh variasi

musiman dan tahunannya. Analisis korelasi SO2 dengan

konsentrasi ozon total di Pulau Jawa untuk menjelaskan

(27)

19 3 HASIL

3.1 Variasi Spasial Ozon Total di Pulau Jawa

Variasi Ozon total di Pulau Jawa secara spasial rata-rata tahun 2004 sampai dengan 2012 menunjukkan nilai rata-rata 251,7 DU, standar deviasi 0,5 DU, minimum 250,5 DU dan maksimum 252,5 DU.

Hasil analisis spasial ozon total di Pulau Jawa dalam tiap tahunnya dari 2004 sampai 2012 pada Tabel 1 menampilkan nilai rata-rata, standar deviasi, minimum dan maksimum dari ozon total di Pulau Jawa setiap tahun. Dari hasil analisis secara spasial diperoleh bahwa ozon total di Pulau Jawa pada tahun 2007, ozon total rata-rata, minimum dan maksimumnya mempunyai nilai terkecil dibandingkan dengan tahun lainnya.

Gambar 1. Variasi spasial ozon total Pulau Jawa rata-rata tahun 2004 sampai 2012.

Tabel 1. Variasi spasial dari tahun 2004 sampai 2012.

Tahun Ozon Total (DU)

Rata-rata Stdev Maks Min

2004 258.3 0.7 259.5 256.5

2005 247.9 1.1 249.3 245.6

2006 254.5 1.2 256.7 251.9

2007 247.0 1.1 248.6 244.6

2008 255.0 1.0 256.9 252.9

2009 249.3 0.8 250.5 247.4

2010 249.3 0.5 250.1 248.1

2011 254.1 0.6 255.4 252.8

(28)

Pengaruh Letusan Gunung terhadap Variabilitas Ozon dan SO2 (Ninong Komala)

20

3.2 Variasi Spasial SO2 Planetary Boundary Layer (PBL) Variasi spasial kolom SO2 di Pulau Jawa pada ketinggian

PBL tahun 2004 sd 2012 dapat dilihat pada Gambar 2. SO2 PBL

di Pulau Jawa bervariasi dari 0 sampai dengan 5 DU. Dari variasi spasial tahunan diperoleh kondisi SO2 yang fluktuatif pada saat tertentu. Kondisi nilai kolom SO2 yang fluktuatif ini akan dikonfirmasi dengan kejadian letusan Gunung Merapi pada waktu yang terkait dengan terjadinya peningkatan SO2 tersebut.

Gambar 2. Variasi spasial SO2 di PBL Pulau Jawa rata-rata dari tahun 2004 sampai 2012.

3.3 Variasi Spasial SO2 di Troposfer Tengah (Middle

Troposphere)

Variasi spasial kolom SO2 di Pulau Jawa pada ketinggian troposfer tengah tahun 2004 sd 2012 dapat dilihat pada Gambar 3. SO2 pada ketinggian troposfer tengah nilainya lebih kecil dari SO2 di PBL yaitu dari 0 sampai dengan ~ 1 DU.

(29)

21

Dari variasi spasial tahunannya diperoleh pula kondisi SO2 yang fluktuatif pada saat tertentu seperti yang terjadi di PBL. Kondisi nilai kolom SO2 yang fluktuatif ini diidentifikasi sebagai

dampak dari meningkatnya SO2 dari letusan Gunung Merapi yang

dapat mencapai troposfer tengah.

3.4 Variasi Temporal Ozon Total di Pulau Jawa

Variasi temporal 2004-2012 ozon total di Pulau Jawa seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4, menginformasikan bahwa ozon total di Pulau Jawa bervariasi dari 229,7 DU – 277,7 DU, dengan ozon total rata-rata 251,2 DU dan standar deviasi 7,6 DU.

Gambar 4. (a) Variasi temporal ozon total Pulau Jawa dan (b) Pola tahunannya tahun 2004 sd 2012.

Pola variasi temporal pada Gambar 4(a) memperlihatkan bahwa pola variasi tahunan pada 2007 menunjukkan puncak terendah dibandingkan dengan pola tahunan ozon total pada tahun yang lain.

3.5 Variasi Temporal SO2 pada Ketinggian PBL

Variasi temporal SO2 di PBL tahun 2004-2012 dapat dilihat

pada Gambar 5.

(30)

Pengaruh Letusan Gunung terhadap Variabilitas Ozon dan SO2 (Ninong Komala)

22

Variasi SO2 di PBL Pulau Jawa terlihat hampir konstan. SO2 di PBL Pulau Jawa bervariasi dari 0 sampai dengan 5 DU. Ada kondisi yang fluktuatif pada tahun 2005 awal, tahun 2006 akhir dan pada tahun 2010 akhir yang mencapai hampir 30 DU. Kondisi yang ekstrem pada akhir 2010 ini diinvestigasi berasal dari letusan Gunung Merapi dan akan dikonfirmasi dengan data kejadian letusan Gunung Merapi yang terjadi pada tahun 2010.

3.6 Variasi Temporal SO2 pada Ketinggian Troposfer Tengah Variasi temporal SO2 di troposfer tengah (Mtrop) tahun 2004-2012 dapat dilihat pada Gambar 6. SO2 di Mtrop Pulau Jawa bervariasi dari 0 sampai dengan 1 DU.

Gambar 6. (a) Variasi temporal SO2 di Troposfer tengah Pulau Jawa dan (b) pola tahunan tahun 2004 sampai dengan 2012.

Variasi SO2 di troposfer tengah Pulau Jawa terlihat hampir

konstan hanya ada kondisi yang fluktuatif sama dengan yang SO2

yang terdeteksi di ketinggian PBL yaitu pada tahun 2005 awal, tahun 2006 akhir dan pada tahun 2010 akhir dengan konsentrasi SO2 hampir mencapai 5 DU. Kondisi ini sebagai dampak letusan Gunung Merapi pada tahun-tahun tersebut yang dapat terdeteksi sampai ke ketinggian troposfer tengah.

3.7 Kejadian Letusan Gunung Merapi yang Terkait dengan Perubahan Kondisi SO2

(31)

23

PadaGambar 7 ditunjukkan kondisi SO2 pada Oktober 2010

dari data satelit di Pulau Jawa yang memperlihatkan nilai ekstrem fluks SO2 500 ton/hari khususnya tanggal 30 Oktober 2010 bersesuaian dengan terjadinya letusan Gunung Merapi.

Tabel 2.Fluks SO2 Gunung Merapi.

Waktu Pengukuran Fluks SO2 Ton/hari 19 Oktober 2010 134 21 Oktober 2010 244 15 Oktober 2010 239 27 Oktober 2010 136 29 Oktober 2010 367 30 Oktober 2010 500

Gambar 7. SO2 di Pulau Jawa pada 30 Oktober 2010.

3.8 Ozon total dan SO2 di Pulau Jawa tahun 2010

Pada tahun 2010 terjadi letusan Gunung Merapi di Pulau

Jawa yang mengeluarkan SO2 dengan fluks yang tinggi (Tabel 2)

(32)

Pengaruh Letusan Gunung terhadap Variabilitas Ozon dan SO2 (Ninong Komala)

24

Gambar 8. (a) Variasi spasial SO2 di PBL dan (b) di troposfer tengah (Mtrop) Pulau Jawa pada tahun 2010.

Variasi spasial SO2 di PBL dan di troposfer tengah (Mtrop) Pulau Jawa pada tahun 2010 memperlihatkan SO2 yang tinggi baik di PBL maupun di troposfer tengah seperti dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 9. Variasi spasial ozon total Pulau Jawa pada tahun 2010.

Kondisi ozon total Jawa pada tahun 2010 menunjukkan ozon total minimum 248,07 DU, maksimum 250,09 DU, rata-rata 249,31 DU dengan standar deviasi 0,50 DU. Nilai ozon total pada tahun 2010 tergolong normal untuk ozon wilayah ekuator.

(33)

25

Gambar 10. (a) Variasi temporal tahun 2009 sampai 2011 untuk SO2 di Mtrop, (b) SO2 di PBL dan (c) ozon total Pulau Jawa.

Untuk menganalisis terjadinya perubahan ozon di Pulau Jawa dampak dari letusan Gunung Merapi, maka dibuat analisis time series ozon total Pulau Jawa tahun 2009 sampai dengan 2011 seperti terlihat pada Gambar 10. Perubahan ozon total

karena meningkatnya kolom SO2 dari Gunung Merapi dapat

(34)

Pengaruh Letusan Gunung terhadap Variabilitas Ozon dan SO2 (Ninong Komala)

26

Gambar 11. Ozon total di Pulau Jawa pada saat letusan (Oktober 2010) dan sesudah letusan Gunung Merapi terjadi (Desember 2010 sampai Juni 2011).

Pada Gambar 11 dapat dilihat kondisi ozon di Pulau Jawa pada bulan Desember 2010 dan awal 2011 lebih rendah dari kondisi ozon pada saat kejadian letusan Gunung Merapi (Oktober 2010).

Besarnya penurunan ozon di Pulau Jawa dapat dilihat pada Gambar 12. Perubahan ozon total karena meningkatnya kolom SO2 dari Gunung Merapi dapat dilihat dari deviasi ozon total pada sebelum, saat kejadian dan beberapa lama setelah kejadian letusan terjadi. Pada Gambar 11 tersebut memperlihatkan terjadinya penurunan ozon total terhadap kondisi ozon Oktober 2010 di Pulau Jawa berkisar dari 5 DU sampai hampir 30 DU pada Desember 2010 sampai Juni 2011.

Gambar 12. Deviasi penurunan ozon total di Pulau Jawa dalam DU (a) dan dalam prosentase (b).

(35)

27

4 PEMBAHASAN

Variasi Ozon total di Pulau Jawa secara spasial dari tahun 2004 sampai dengan 2012, menunjukkan ozon total rata-rata: 249,6 DU, standar deviasi 2,3 DU, minimum 242 DU dan maksimum 255,2 DU. Pada tahun 2007 rata-rata nilai ozon total di Pulau Jawa lebih kecil yaitu 247 DU. Kondisi ozon total di Pulau Jawa ini masih dalam kategori normal untuk ozon total di ekuator yaitu antara 240 DU sampai 270 DU. Variasi ozon total di

Pulau Jawa secara temporal mempunyai range 229,7 DU – 277,7

DU. Nilai ozon total terendah terdeteksi 229,7 DU yang lebih kecil dari nilai batas bawah nilai normal yaitu 240 DU. Variasi temporal ozon total pada tahun 2007 juga menunjukkan nilai 247,33 DU yang lebih rendah dari tahun-tahun yang lainnya.

Variasi SO2 di PBL Pulau Jawa bervariasi dari 0 sampai dengan 5 DU, dengan kondisi yang fluktuatif seperti pada tahun 2010 karena dampak dari letusan Gunung Merapi yang

menunjukkan nilai SO2 di PBL hingga mencapai 30 DU.

Variasi SO2 di troposfer tengah di Pulau Jawa juga bervariasi dari 0 sampai dengan 1 DU, nilai SO2 di troposfer tengah lebih kecil dari SO2 di PBL. Terdeteksi juga SO2 yang fluktuatif yang pada akhir tahun 2010 mencapai 5 DU. Sesuai dengan data kejadian meletusnya Gunung Merapi pada tahun 2010, peningkatan ini sebagai dampak dari letusan Gunung Merapi yang sampai ke lapisan atmosfer yang lebih tinggi.

Kondisi SO2 di PBL dan di troposfer tengah yang fluktuatif pada saat tertentu dengan nilai yang lebih lebih tinggi telah dikonfirmasi dengan data letusan Gunung Merapi yang terjadi pada 19 Oktober 2010 sampai dengan 30 Oktober 2010 seperti terlihat pada tabel 2 untuk membuktikan bahwa SO2 tersebut berasal dari letusan Gunung Merapi dapat dilihat dari peningkatan SO2 di PBL dan di troposfer tengah terdeteksi maksimum pada bulan-bulan SON. Pada saat Gunung Merapi

meletus SO2 di Pulau Jawa meningkat drastis baik di ketinggian

PBL maupun di troposfer tengah.

(36)

Pengaruh Letusan Gunung terhadap Variabilitas Ozon dan SO2 (Ninong Komala)

28

SO2 yang sampai di stratosfer kemudian dioksidasi menjadi aerosol sulfat yang dapat menurunkan konsentrasi radikal nitrogen yang berperan dalam reaksi penguraian klorin reaktif yang menguraikan ozon. Akibatnya jumlah klorin di atmosfer meningkat sehingga konsentrasi ozon menurun.

Tingginya konsentrasi SO2 di atmosfer secara teori dapat menurunkan konsentrasi ozon akibat menurunnya fluks radiasi

matahari yang masuk karena SO2 menyerap radiasi pada panjang

gelombang 180 nm – 390 nm yang merupakan panjang

gelombang yang sama untuk proses fotolisis oksigen yang digunakan untuk proses produksi ozon. Akibat proses fotolisis

oksigen berkurang maka konsentrasi ozon menurun.

Berdasarkan penelitian lain yang menggunakan model, pada jangka pendek sesaat setelah letusan gunung berapi terjadi, pada ketinggian 25 km tidak ada penipisan ozon. Akan tetapi, setelah akan tetapi masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengkaji mekanisme dan efek lebih lanjut SO2 dari letusan Gunung Merapi terhadap konsentrasi ozon di stratosfer di Pulau Jawa.

5 KESIMPULAN

Telah diperoleh karakteristik parameter atmosfer yang dihasilkan dari letusan Gunung Merapi yaitu terjadinya

peningkatan konsentrasi SO2 dan terjadinya penurunan ozon

total. Telah diperoleh pula prosentase meningkatnya SO2

(37)

29 DAFTAR PUSTAKA

Bluth, J.S.G., Rose, I.W., Sprod, E.I., dan Krueger, J.A.,1997: Stratospheric Loading of Sulfur from Explosive Volcanic Eruption. The Journal of Geology, 105, 671-683.

Huff, K, The effect of Volcanic Sulfur Dioxide on The Ozone Layer, http://www.meteor.iastate.edu/gcp/studentpapers/1996/at moschem/huff.html, tanggal akses 20 Januari 2014. NASA, OMI home page: http://toms.gsfc.nasa.gov/omi, 2012 http://www.geology.sdsu.edu/how_volcanoes_work/index.html/

diakses 21 Januari 2013

Robock, A., 2000: Volcanic Eruptions and Climate. Reviews of Geophysics,38, 191-219

Czopak C.,2012: Volcanic impact of short and longterm climate, comparison with anthropogenic climate change. Thesis. Surono, Jousset,P., Pallister, J., Boichu, M., Buongiorno, M.,

Budisantoso, A., Costa F., Andreastuti, S., Prata F., Scheider D., Clarisse L., Humaida H., Bignami C., Griswold J., Carn S., Oppenheimer, C., Lavigne F., 2012: The 2010 explosive eruption Java‟s merapi volcano a100 year event.Journal of Vulcanology and Geothermal Research, 241-242, 121,135, DOI: 10.1016/jvolgeores, 2012.06.018.

(38)

Profil Vertikal Hydroperoxyl Radical di Indonesia (Novita Ambarsari)

30

PROFIL VERTIKAL

HYDROPEROXYL RADICAL

(HO

2

) DI

INDONESIA HASIL PENGUKURAN MLS AURA

Novita Ambarsari, Fanny Aditya Putri, dan Ninong Komala Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer, LAPAN novita.ambarsari@lapan.go.id, novitaambar@yahoo.com

ABSTRAK

Hydroperoxyl radical (HO2) merupakan salah satu senyawa

radikal golongan HOx yang berperan dalam merusak ozon di stratosfer. Penelitian ini mengkaji profil vertikal HO2 di atmosfer

Indonesia hasil pengukuran instrumen Microwave Limb Sounder

(MLS) AURA. Data yang digunakan adalah data tahun 2010-2011. Penentuan profil vertikal, variasi bulanan dan musiman untuk

tekanan kunci saat HO2 mencapai puncak yaitu pada tekanan 0,1

hPa hingga 0,02 hPa di lapisan mesosfer serta pada tekanan 31,62 hingga 21,54 hPa di lapisan stratosfer, juga analisis korelasi ozon dan HO2 di lapisan stratosfer telah dilakukan. Hasil penelitian ini menunjukkan profil vertikal HO2 mencapai puncak pada ketinggian 70 km (mesosfer) dengan konsentrasi mencapai 1,9 ppbv, sedangkan di stratosfer puncak konsetrasi HO2 terjadi pada ketinggian 24 – 27 km dengan nilai sebesar 0,2 hingga 0,4 ppbv. Variasi bulanan menunjukkan bulan Maret konsentrasi HO2 paling tinggi sedangkan bulan Juni adalah titik terendah.

Variasi musiman menunjukkan bulan MAM konsentrasi HO2

(39)

31

(mesosphere) with a concentration of 1.9 ppbv, while the peak value occurs in the stratosphere at an altitude of 24-27 km with a concentration of 0.2 to 0.4 ppbv. Monthly variation shows the highest concentration of HO2 is occurred on March while June is the lowest point. Seasonal variation in the MAM show the highest concentration of HO2, while when JJA it‟s the lowest. Seasonal correlation coefficients in the stratospheric ozone and HO2 ranged from -0.154 to -0.256.

Keywords: HO2, MLS, AURA

1 PENDAHULUAN

Observasi yang kontinyu untuk mengukur HO2 dan

beberapa senyawa radikal lainnya yang dilakukan oleh

instrument Microwave Limb Sounder (MLS) yang ditempatkan

pada satelit AURA sejak 15 Juli 2004, menciptakan kesempatan

untuk melakukan penelitian dan memahami mengenai

karakteristik profil HO2 di stratosfer (Canty dkk.,2006). Penelitian yang dilakukan oleh Canty dkk., 2006 yang membandingkan hasil observasi MLS AURA dan model fotokimia untuk profil vertikal

HO2. Hasil penelitian tersebut menujukkan profil HO2 maksimum

terjadi pada ketinggian sekitar 30 km dengan konsentrasi sebesar 2.107 mol/cm3.

HO2 merupakan bagian dari HOx (OH + HO2) yang berperan

dalam proses katalisis reaksi penguraian ozon pada ketinggain di atas 40 km dan di bawah 25 km (Wang dkk., 2008). HO2 di stratosfer terbentuk melalui inisiasi oksidasi uap air oleh atom oksigen berenergi tinggi O(1D) yang berasal dari reaksi fotolisi ozon oleh sinar UV dan menghasilkan radikal OH. Radikal OH

yang terbentuk kemudian bereaksi menguraikan ozon

menghasilkan HO2 dan O2. HO2 yang terbentuk selanjutnya

terlibat juga dalam proses penguraian molekul ozon

menghasilkan kembali radikal OH dan O2. Hasil akhir

serangkaian reaksi tersebut adalah penguraian molekul ozon

menjadi molekul oksigen dan pada akhirnya HO2 juga akan hilang

(40)

Profil Vertikal Hydroperoxyl Radical di Indonesia (Novita Ambarsari)

Penelitian ini diperlukan karena selama ini penelitian internasional mengenai penguraian ozon melalui siklus katalitik ClOx, NOx, dan HOx hanya terfokus pada wilayah kutub dan lintang tengah. Berdasarkan teori reaksi kimia yang dijelaskan sebelumnya, proses penguraian ozon memungkinkan terjadi juga di wilayah ekuator termasuk Indonesia, walaupun dengan persentase yang lebih kecil dibandingkan penguraian di kutub dan lintang tengah karena tidak adanya Polar Stratospheric Cloud (PSC) yang berperan sebagai reservoir senyawa-senyawa radikal yang berperan merusak ozon (Igor, 2005).

Penelitian ini menyajikan profil vertikal rata-rata harian, bulanan, musiman, dan tahunan HO2 di lapisan stratosfer di Indonesia hasil observasi instrumen MLS AURA. Penelitian ini

bertujuan untuk mengkaji mengenai profil vertikal HO2 di

atmosfer Indonesia dan variabilitasnya secara temporal (bulanan dan musiman) untuk semua level tekanan maupun di tekanan tertentu saat konsentrasi HO2 meningkat. Penelitian ini juga melihat kemungkinan terjadinya defisiensi di lapisan stratosfer yang ditentukan dari nilai koefisien korelasi ozon dan HO2.

2 DATA DAN METODOLOGI

2.1 Data

(41)

33

profil vertikal ozon dari MLS AURA untuk wilayah dan tahun yang sama.

MLS mengukur profil vertikal ozon dan komponen kimia lainnya dengan lebih akurat. MLS/AURA memiliki resolusi vertikal mendekati 3 km di stratosfer dengan resolusi horisontal 200 km (http://mls.jpl.nasa.gov/eos/instrument.php). Resolusi horisontal ini menghasilkan cakupan wilayah observasi MLS meliputi 82 derajat lintang Selatan hingga 82 derajat lintang Utara. MLS mengukur profil vertikal pada 3500 lokasi di dunia setiap 24 jam. MLS menyediakan data hasil pengukuran di siang hari dan malam hari secara global untuk profil vertikal beberapa komponen kimia atmosfer (O3, HCl, ClO, HOCl, BrO, OH, H2O, HO2, HNO3, N2O, CO, HCN, CH3CN, vulkanik SO2), awan es, dan temperatur atmosfer (Ahmad dkk., 2006).

2.2 Metodologi

Metodologi yang digunakan pada penelitian ini adalah

mengekstrak data HO2 dan tekanan atmosfer dari data HDF

menjadi data excel dengan software MATLAB kemudian

melakukan perhitungan rata-rata harian, bulanan, dan musiman. Selanjutnya dibuat plot profil vertikal HO2 berdasarkan variasi temporal tersebut. Variasi bulanan konsentrasi HO2 diketahui

dengan membuat diagram time series rata-rata bulanan terhadap

ketinggian pada ketinggian 20-80 km (stratosfer hingga mesosfer). Setelah diketahui level tekanan kunci (key level pressure) saat konsentrasi HO2 mencapai puncak (0,1 – 0,02 hPa dan 31,62

– 21,54 hPa), dibuat plot variasi bulanan dan musiman

konsentrasi HO2 pada tekanan tersebut. Setelah itu dibuat juga profil rata-rata musiman ozon stratosfer tahun 2010-2011, lalu dibuat korelasi HO2 terhadap ozon di lapisan statosfer.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil vertikal bulanan dan musiman HO2 tahun 2010-2011

(Gambar 1 (a)) di lapisan stratosfer hingga mesosfer (20-80 km

atau 46 hingga 0,02 hPa) menunjukkan konsentrasi HO2 dominan

tinggi di lapisan mesosfer yaitu pada tekanan 0,1 hPa hingga 0,02

hPa atau ketinggian 60 – 80 km dengan nilai mencapai 1,8 ppbv,

(42)

Profil Vertikal Hydroperoxyl Radical di Indonesia (Novita Ambarsari)

34

hPa) konsentrasi HO2 cenderung lebih kecil hanya mencapai 0,18

ppbv.

Profil vertikal HO2 di stratosfer tampak lebih jelas pada

Gambar 1(a) yang memperlihatkan konsentrasi HO2 meningkat

seiring dengan meningkatnya ketinggian atau menurunnya tekanan kemudian membentuk puncak pada tekanan antara 31,62 hingga 21,54 hPa atau ketinggian 24 hingga 27 km. Konsentrasi HO2 pada tekanan tersebut sekitar 0,2 hingga 0,4

ppbv. Hal yang sama ditunjukkan pada Gambar 2. Diagram time

series rata-rata bulanan konsentrasi HO2 terhadap ketinggian untuk lapisan stratosfer hingga mesosfer (a) dan lapisan stratosfer

saja (b) menunjukkan bahwa konsentrasi HO2 sangat tinggi pada

ketinggian 70 km hingga mencapai 1,8 ppbv. Pada lapisan stratosfer di ketinggian 25 km juga tampak adanya peningkatan konsentrasi HO2 dengan nilai sekitar 0,15 ppbv.

Gambar 1. (a)Profil rata-rata bulanan HO2 hingga tekanan 0,01 hPa dan (b) Profil rata-rata bulanan HO2 stratosfer (46 – 1 hPa) tahun 2010-2011.

(a)

(43)

35

Gambar 2. Diagram time series rata-rata bulanan konsentrasi ho2 (ppbv) terhadap ketinggian tahun 2010-2011 (a) stratosfer-mesosfer (b) stratosfer.

Konsentrasi HO2 tertinggi terjadi pada tekanan 0,046 hPa atau ketinggian sekitar 70 km (Gambar 1 (a)). Range konsentrasi HO2 tertinggi setiap bulannya yaitu antara 1,6 hingga 1,9 ppbv.

Bulan Maret konsentrasi HO2 pada tekanan 0,046 hPa (Gambar 3

(a)) mencapai nilai maksimum yaitu sebesar 1,9 ppbv dan minimum terjadi pada bulan Juli sebesar 1,6 ppbv.

Sumber HO2 di lapisan atmosfer atas terutama dari proses fotodisosiasi molekul air (H2O) oleh radiasi UV, sehingga besarnya konsentrasi uap air dan jumlah energi matahari yang diterima

atmosfer menjadi penentu dalam kuantitas HO2 di atmosfer atas.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kulikov, dkk., 2009 diketahui bahwa profil vertikal uap air mencapai puncak konsentrasi tertinggi pada ketinggian antara 70 hingga 80 km dengan nilai sebesar 8 ppmv. Konsentrasi uap air yang tinggi menjadi penyebab tingginya konsentrasi HO2 pada ketinggian yang sama.

(44)

Profil Vertikal Hydroperoxyl Radical di Indonesia (Novita Ambarsari)

36

Gambar 3. Variasi bulanan (atas) dan musiman (bawah) konsentrasi HO2 pada tekanan 31,62 hPa, 0,1 hPa, 0,04 hPa, dan 0,02 hPa.

Pada bulan Maret dan September, matahari mencapai titik ekinoks (titik terdekat dengan Bumi) sehingga radiasi yang diterima atmosfer lebih besar dibanding bulan-bulan lainnya sehingga menghasilkan konsentrasi HO2 juga yang lebih tinggi. Hal ini terlihat pada variasi bulanan dan musiman konsentrasi HO2 pada tekanan 31,62 hPa, 0,1 hPa, 0,04 hPa, dan 0,02 hPa (Gambar 3 (a) dan (b)). Pada bulan Maret dan September,

konsentrasi HO2 lebih tinggi dibandingkan dengan bulan lainnya.

Begitu juga variasi musiman yang menunjukkan konsentrasi HO2

lebih tinggi pada bulan MAM (Maret-April-Mei). Pada bulan JJA (Juni-Juli-Agustus), konsentrasi HO2 lebih rendah. Hal ini disebabkan pada bulan Juni, matahari mencapai titik terjauh dari Bumi sehingga energi radiasi yang diperlukan untuk reaksi fotodisosiasi H2O lebih kecil (Ambarsari dan Yulihastin, 2011). Hal yang sama dijelaskan juga oleh Canty, dkk. (2006) bahwa

perbedaan nilai pada puncak konsentrasi HO2 disebabkan adanya

variasi musiman deklinasi matahari.

(a)

(45)

37

Keberadaan HOx di lapisan stratosfer berperan sebagai salah satu katalis dalam reaksi penguraian ozon. Variasi musiman profil vertikal ozon stratosfer di lapisan stratosfer yaitu pada tekanan 46 hPa hingga 1 hPa atau dari ketinggian 22 km hingga 50 km (Gambar 4) mencapai puncak pada tekanan 10 hPa atau ketinggian sekitar 30 km.

Gambar 4. Variasi Musiman Profil Vertikal Ozon Stratosfer (46 hPa hingga 1 hPa atau 22 km hingga 50 km) Tahun 2010-2011.

Nilai ini sesuai dengan validasi profil vertikal ozon hasil observasi MLS AURA yang dilakukan oleh Froidevaux, dkk. (2008) yang menghasilkan profil vertikal ozon di wilayah ekuator mencapai puncak pada tekanan 10 hPa dengan konsentrasi mencapai 10 ppmv. Pada penelitian ini, konsentrasi ozon mencapai puncak pada tekanan 10 hPa dengan konsentrasi tertinggi pada bulan MAM (Maret-April-Mei) sebesar 10,086 ppmv sedangkan terendah pada bulan JJA (Juni-Juli-Agustus) sebesar 9,224 ppmv. Variasi musiman profil vertikal ozon ini juga didominasi oleh pergerakan matahari.

Korelasi ozon dan HO2 di stratosfer menjadi salah satu indikator paling sederhana untuk melihat kecenderungan ozon dan HO2. Korelasi musiman ozon dan HO2 di lapisan stratosfer yaitu pada tekanan 46 hPa hingga 1 hPa menghasilkan korelasi negatif dengan nilai koefisien korelasi yang terendah yaitu 0,154 pada bulan MAM dan yang tertinggi sebesar 0,256 pada bulan

DJF (Gambar 5). Pada bulan JJA koefisien korelasi HO2 terhadap

(46)

Profil Vertikal Hydroperoxyl Radical di Indonesia (Novita Ambarsari)

38

Gambar 5. Korelasi Musiman Ozon dengan HO2 di Stratosfer (46 hingga 1 hPa) 2010-2011.

Nilai koefisien korelasi ini dapat menunjukkan dua makna, yang pertama yaitu tidak adanya hubungan bermakna antara HO2 dengan ozon atau terdapat hubungan antara HO2 dengan ozon yang dapat dijelaskan sebesar 15,4 % hingga 25,6 %. Makna yang kedua diperkirakan lebih tepat karena secara teori HO2 berperan dalam menguraikan ozon. Ozon terurai melalui siklus katalitik HOx, NOx, ClOx, dan BrOx serta melalui reaksi pemutusan ikatan molekul ozon oleh radiasi UV sehingga HO2 hanya berperan sebesar 15,4 % hingga 25,6 % dari keseluruhan proses penguraian ozon. Sebagian besar lainnya ditentukan juga oleh peran katalis-katalis yang lain yaitu radikal NOx, ClOx, BrOx serta proses penguraian ozon secara alami melalui fotolisis oleh radiasi UV.

Hal yang sama dijelaskan oleh Nair (2012) dalam penelitian

disertasi bahwa hasil perhitungan menggunakan model

NASA/GSFC 2D menunjukkan bahwa kontribusi HOx (HO2 + OH)

(47)

39

4 KESIMPULAN

Profil vertikal HO2 di Indonesia tahun 2010-2011 memiliki pola konsentrasi yang rendah di lapisan stratosfer (20-60 km) dan konsentrasi yang tinggi di lapisan mesosfer (60-80 km). Konsentrasi HO2 di mesosfer mencapai puncak pada ketinggian 70 km atau tekanan 0,046 hPa dengan nilai 1,9 ppbv pada bulan

Maret. Pada bulan Juli, konsentrasi HO2 pada puncaknya

mengalami nilai terendah yaitu 1,6 ppbv. Variasi musiman profil HO2 menunjukkan nilai konsentrasi pada 0,046 hPa mencapai konsentrasi tertinggi pada bulan MAM (Maret-April-Mei) dan terendah pada bulan JJA (Juni-Juli-Agustus). Pergerakan matahari dan konsentrasi H2O yang berperan sebagai sumber di atmosfer menentukan jumlah HO2 di atmosfer atas. HO2 sebagai katalis dalam proses perusakan ozon di stratosfer ditunjukkan dengan korelasi musiman yang negatif dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,256 untuk DJF, 0,154 untuk MAM, 0,242 untuk JJA, dan 0,2 untuk SON. Nilai koefisien korelasi ini

menunjukkan bahwa HO2 hanya berperan sebesar 15,4 % hingga

25,6 % dalam menguraikan ozon, karena reaksi penguraian ozon juga melibatkan radikal NOx, ClOx, BrOx serta reaksi penguraian secara alami melalui reaksi fotolisis.

DAFTAR RUJUKAN

Ahmad, S. P., Waters, J. W., Johnson, J. E., Gerasimov, I. V., Leptoukh, G. G., & Kempler, S. J., 2006: Atmospheric composition data products from the EOS Aura MLS. Proc. Amer. Meteorological Soc. Eighth Conf. on Atmospheric Chemistry, Atlanta, Georgia, 1-8.

Ambarsari, N., and Yulihastin, E.,2011: Pengaruh Osilasi Tahunan dan ENSO terhadap Variabilitas Ozone Total Indonesia. Jurnal Teknologi Indonesia LIPI, 34, 90-97.

Canty, T., Picket, H.M., Salawitch, R.J., Jucks, K.W., Traub, W.A.,

and Waters, J.W., 2006: Stratospheric and Mesospheric HOx

Result From AURA MLS and FIRS-2. Geophys. Res. Letter, 33, 1-5.

Froidevaux L., Jiang Y.B., Lambert a., 2008: Validation of AURA

Microwave Limb Sounder Stratospheric Ozone

Measurements. Journal of Geophysical Research., 113, 1-24. Goddard Earth Sciences Data and Information Services Center,

www.mirador.gsfc.nasa.gov.

(48)

Profil Vertikal Hydroperoxyl Radical di Indonesia (Novita Ambarsari)

40

gases and recovery of the Earth‟s ozone layer.Elsevier, Advances in Space Research, 35, 1369–1374.

Kulikov, M.Y., Feigin, A.M., dan Sonnemann, G.R., 2009: Retrieval of Water Vapour Profile in Mesosphere from Satellite Ozone and Hydroxyl Measurements by the Basic Dynamic Model of

Mesospheric Photochemical System. Atmos.Chem.Phys., 9,

8199-8210.

Mao, J., Jacob, D.J., Evans, M.J., et.all., 2010: Chemistry of Hydrogen Oxide Radicals (HOx) in the Arctic Troposphere in Spring. Atmos. Chem. Phys., 10, 5823-5838.

Microwave Limb Sounder, http://mls.jpl.nasa.gov/index-eos-mls.php, tanggal akses 10 Juni 2014.

Nair, P.J., 2012: Evolution of Stratospheric Ozone in the Mid-Latitudes in Connection With The Abundances of Halogen Compounds. Ph.D. Dissertation, University of Piere and Marie Curie, Paris, 163 pp.

Staufer, J., 2013: Analysis of Ozone in the Upper

Troposphere/Lower Stratosphere Based on Ozonsondes nad

Regular Aircraft Meaesurement. Ph.D. Dissertation,

University of Vienna Austria, 138 pp.

(49)

41

ANALISIS TRANSPOR UAP AIR ATMOSFER DI BENUA

MARITIM INDONESIA

Indah Susanti

Bidang Komposisi Atmosfer – PSTA LAPAN Bandung

indahpl@gmail.com

ABSTRAK

Makalah ini menekankan pentingnya pemahaman yang baik dan benar tentang mekanisme terjadinya transpor uap air atmosfer yang melintasi Benua Maritim Indonesia (BMI) yang terletak diantara 20oLS-20oLU dan 80-150oBT, terkait dengan terjadinya perbedaan yang tegas/jelas antara musim hujan dan kemarau. Berbasis hasil analisis parameter kelembaban spesifik, besar dan arah angin yang diekstrak dari data reanalysis Modern Era-Restrospective Analysis for Research and Application (MERRA) rata-rata bulanan, selama 10 tahun pengamatan periode Januari 2003-Desember 2012, maka diturunkanlah satu besaran transpor

uap air, dinyatakan sebagai Vertically Integrated Moisture

Transport (VIMT, kg/ms), baik secara zonal (T-B) dan meridional (U-S). Hasil analisis secara zonal menunjukkan bahwa uap air dari Laut Cina Selatan dan Samudra Hindia relatif besar mendominasi sistem transpor uap air di bagian utara BMI dengan pola musiman yang sangat jelas, diduga terkait dengan adanya pengaruh Monsun Asia. Sebaliknya, di bagian selatan BMI, transpor uap air yang terjadi lebih fluktuatif. Sementara analisis meridional menunjukkan kumpulan uap air yang berasal dari Laut Cina Selatan dan Samudra Hindia masuk ke BMI mencapai puncaknya selama bulan Desember, Januari dan Februari (DJF) dengan nilai sekitar 360 kg/ms. Akumulasinilai tersebut terlihat jelas di sepanjang garis 5oLU diantara 80-95oBT dan 95-120oBT,

yang ditunjukkan dengan VIMT meridional berkisar 30x107

kg/detik. Dengan nilai VIMT meridional batas yang hampir sama, pada bulan-bulan Juni-Juli-Agustus (JJA), di daerah tersebut terjadi transpor dengan arah yang berlawanan arah atau keluar dari BMI. Transpor uap air di bagian selatan BMI menunjukkan nilai yang lebih bervariasi dibandingkan dengan bagian utara BMI diduga akibat kombinasi pengaruh dari berbagai sumber uap air yang melintasi kawasan tersebut.

Gambar

Tabel 2.  Konsumsi  Premium  di  Kabupaten  dan  Kodya  Prop.  Jatim ( Sumber: Pertamina UPMS V Surabaya).
Gambar 2.  Estimasi  Emisi  Hidrokarbon  (HC)  di  Provinsi  Jawa
Gambar 5.  Estimasi Emisi NOx di Provinsi Jawa Timurberdasarkan
Gambar 1.  Variasi  spasial  ozon total Pulau Jawa rata-rata  tahun
+7

Referensi

Dokumen terkait

menguraikan tes DNA, kemudian empat orang saksi dalam pembuktian jarimah zina, serta menganalisis Pasal 44 Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat yang

Schutz membagi teorinya menjadi tiga unsur.Pertama, Schutz berpusat kepada pernyataan yang penting atau pokok dan sikap yang wajar atau alamiah.Alasannya adalah

[r]

Forum SKPD Provinsi dilaksanakan dengan tujuan untuk: (1) Mensinkronkan kegiatan prioritas pembangunan yang berasal dari kabupaten/kota dengan Rancangan Rencana

Salinannya pun saya berikan lagi: “Berilah kepada wanita hak pemilihan, hapuskan semua aturan-aturan yang membelakangkan mereka dari laki-laki dan

dinilai antara lain adalah: 1) Feedback hasil penilaian memang dibutuhkan dan diinginkan oleh karyawan; 2) Untuk memperbaiki kinerja memerlukan assessment; 3) Demi

Dalam festival yang diselenggarakan oleh SMAN 3 Purworejo itu group Nasyid Saka Kustik SMK Kesehatan Purworejo menjadi juara dalam kategori nasyid musik.. Kepala SMK Kesehatan

Namun dari hasil perhitungan uji verifikasi ditemukan beberapa perioda yang melebihi kapasiats gudang maka dilakukan perhitungan dengan menggunakan pengali Lagrange