TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SEWA LAHAN PINJAMAN DI PASAR PAGI TUGU PAHLAWAN SURABAYA
SKRIPSI
Oleh
Nur Faida NIM. C92211145
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)
Surabaya
PERNYATAA}.I KEASLI.AN
menyatakan bahwa skripsi
saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya. Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama NIM
F akult as/Jurus anlProdi
Judul Skripsi
Nur Faida
c922ttt45
Syari'ah dan Hukum/Hukum Perdata Islam/Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)
Tinjauan Hukum Islam terhadap Sewa Latran
Pinjaman di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya
Surabaya, 20 Agustus 2015 Saya yang menyatakan,
,.1.-...'.il!fu.,
PERNYATAA}.I KEASLTAN
menyatakan bahwa skripsi
saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya. Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama NIM
F akult as/Jurus anlProdi
Judul Skripsi
Nur Faida
c922rtt45
Syari'ah dan Hukum/Hukum Perdata IslarnAlukum Ekonomi Syariah (Muamalah)
Tinjauan Hukum Islam terhadap Sewa Lahan
Pinjaman di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya ini secara kesehnuhan adalah hasil penelitian/karya
Surabaya, 20 Agustus 2015 Sayayang menyatakan,
,.,..f.H,,,.
ABSTRAK
Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan di Jalan Pahlawan dan Jalan Kebon Rojo, Kelurahan Krembangan Selatan, Kecamatan Krembangan, Kota Surabaya dengan judul “Tinjauan Hukum Islam terhadap Sewa Lahan Pinjaman di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya”. Skripsi ini bertujuan menjawab pertanyaan, yakni bagaimana praktik sewa lahan pinjaman di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya dan bagaimana kesesuaian hukum menyewakan lahan pinjaman di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya menurut hukum Islam.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan (field research) dengan metode kualitatif. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi observasi, teknik interview (wawancara), serta studi dokumen. Data yang telah dikumpulkan selanjutnya disusun dan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif verifikatif, yakni menguraikan konsep ija>rah dalam hukum Islam untuk menganalisis praktik sewa lahan pinjaman yang terjadi di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya, dengan pola pikir deduktif, artinya memaparkan kaidah yang bersifat umum tentang penjelasan dalil-dalil yang berkaitan denganija>rahuntuk menganalis praktik sewa lahan dan pola pikir induktif, yakni pola pikir yang digunakan untuk menyatakan fakta-fakta atau kenyataan di lapangan, yaitu di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya yang selanjutnya dianalisis dari segi hukum Islam.
Hasil penelitian ini menyimpulkan, bahwa dalam praktiknya, salah satu cara perpindahan pengguna lahan adalah dengan sewa menyewa. Sewa menyewa lahan pinjaman di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya terjadi antara pedagang lama dan penyewa (pedagang baru), yang mana pedagang lama bukanlah pemilik sah atas lahan tersebut. Karena lahan yang digunakan merupakan jalan raya yang berdasarkan Undang-Undang adalah milik sah negara. Karena lahan yang dijadikan obyek bukan milik pribadi dari orang yang menyewakan, hal ini bertentangan dengan syarat sewa menyewa, yakni dilarang menyewakan barang yang bukan miliknya berdasarkan hadis sah}ih} menurut al-Tirmidhi>, Ibn Khuzaimah dan al-H}akim. Hal ini juga berarti memakan harta milik orang lain yang dalam Islam dilarang berdasarkan QS. al-Nisa>’ ayat 29. Jadi praktik sewa lahan pinjaman di Pasar Pagi Tugu Pahlawan hukumnya tidak boleh menurut hukum Islam.
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM... ii
PERNYATAAN KEASLIAN ... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI... x
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR TRANSLITERASI ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 6
C. Rumusan Masalah ... 7
D. Kajian Pustaka... 8
E. Tujuan Penelitian ... 10
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 10
G. Definisi Operasional... 11
H. Metode Penelitian ... 12
I. Sistematika Pembahasan... 17
BAB II KONSEP PINJAM MEMINJAM DAN SEWA MENYEWA DALAM HUKUM ISLAM ... 19
A. Konsep Pinjam Meminjam dalam Hukum Islam ... 19
1. Pengertian Pinjam dalam Hukum Islam... 19
2. Landasan Hukum Pinjam ... 21
3. Rukun dan Syarat Pinjam... 22
4. Berakhirnya Akad Pinjam ... 24
1. Pengertian Sewa dalam Hukum Islam ... 25
2. Landasan Hukum Sewa ... 28
3. Rukun dan Syarat Sewa ... 31
4. Macam-Macam Sewa ... 43
5. Hak dan Kewajiban Pelaku Sewa ... 44
6. Berakhirnya Akad Sewa... 47
BAB III PRAKTIK PELAKSANAAN SEWA LAHAN DI PASAR PAGI TUGU PAHLAWAN SURABAYA... 48
A. Gambaran Umum Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya ... 48
1. Letak Geografis... 48
2. Sejarah Terbentuknya Pedagang Kaki Lima di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya... 49
3. Cara Pengelolaan Lahan di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya ... 54
4. Pendapat Pengguna Jalan, Konsumen dan Perangkat Kelurahan Krembangan Selatan ... 57
B. Praktik Sewa Menyewa Lahan di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya ... 59
1. Latar Belakang Terjadinya Sewa Menyewa Lahan di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya ... 59
2. Status Kepemilikan Lahan di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya ... 60
3. Proses transaksi Sewa Lahan di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya ... 62
BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK SEWA MENYEWA LAHAN DI PASAR PAGI TUGU PAHLAWAN SURABAYA ... 66
A. AkadIja>rah... 69
B. PelakuIja>rah... 70
C. ObyekIja>rah... 71
BAB V PENUTUP ... 76
A. Kesimpulan... 76
DAFTAR PUSTAKA ... 78
1 BAB I
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SEWA LAHAN PINJAMAN DI
PASAR PAGI TUGU PAHLAWAN SURABAYA
A. Latar Belakang
Salah satu jenis mu’a>malah yang sering kita lihat pada masyarakat
adalah sewa menyewa, dimana masalah sewa-menyewa mempunyai peran
penting dalam kehidupan kita sehari-hari sejak zaman dahulu hingga sekarang.
Dalam konsep fikih yang sederhana, akad ija>rah adalah akad sewa
sebagaimana yang telah terjadi di masyarakat pada umumnya. Salah satunya
adalah transaksi sewa lahan pinjaman untuk berdagang. Yaitu suatu perbuatan
peralihan hak atas lahan dagang yang sering dilakukan oleh pedagang.
Pelaku transaksi sewa menyewa memerlukan al-Qur’an dan Hadis untuk dijadikan landasan bagi setiap kegiatan yang dilakukan. Salah satu aturan hukum yang terkait masalah sewa (ija>rah) terdapat juga dalam al-Qur’an dan Hadis. Disebutkan dalam al-Qur’an surat al-Q{as}s}a>s}ayat 26:
Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya".1
1
2
Dalam Hadis juga disebutkan:
" :
".
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, bahwa Nabi Saw. berkata: "berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering".2
Ayat al-Quran dan Hadis di atas menunjukkan adanya pembolehan terhadap orang yang diberi upah karena bekerja untuk orang lain. Namun meskipun para fuqaha>sepakat bahwaija>rah merupakan akad yang dibolehkan oleh syara’, ada beberapa ulama yang tidak setuju, seperti Abu Bakar al-Asham, Isma’il bin ‘Aliyah, Hasan al-Bashri, al-Qasyani, Nahrawani, dan Ibnu Kisan. Mereka tidak membolehkan ija>rah, karena ija>rah adalah jual beli manfaat, sedangkan manfaat pada saat dilakukannya akad, tidak bisa diserahterimakan. Setelah beberapa waktu barulah manfaat itu dapat dinikmati sedikit demi sedikit. Sedangkan sesuatu yang tidak ada pada waktu akad tidak boleh diperjualbelikan.3
Ija>rah terbagi menjadi dua, yang pertama yakni menurut Idris Ahmad, bahwa ija>rah berarti upah mengupah. 4 Hal ini terlihat ketika beliau menerangkan rukun dan syarat upah-mengupah, yaitu mu’jir (yang memberikan upah) dan musta’jir (yang menerima upah), sedangkan Nor
2
Sayyid Sabiq,Fiqh al-Sunnah, Juz 3, (Beirut: Dar al-Fikr, 2008), 880.
3
Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Isla>mi> wa A dillatuhu, Juz 4, cet. ke 3 (Damaskus: Dar al-Fikr, 1989), 730.
4
3
Hasanuddin sebagai penerjemah Fiqh al-Sunnah karya Sayyid Sabiq menjelaskan maknaija>rahdengan sewa menyewa,5yaitu sewa terhadap benda.
Dalam sewa-menyewa terhadap benda ada hal yang harus diperhatikan dalam akad ija>rah. Yakni, pembayaran oleh penyewa yang merupakan timbal
balik atas manfaat yang telah dinikmati. Maka yang menjadi objek dalam akadija>rahadalah manfaat itu sendiri, bukan bendanya.6
Dalam Fatwa DSN tentang ija>rah terdapat syarat-syarat ketentuan obyek ija>rah. Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa, manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak, manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak diharamkan), kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syari’ah, manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jaha>lah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa, pesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.7
Persoalan dalam penelitian ini adalah mengenai sewa-menyewa atas lahan yang dipinjamkan oleh Pemerintah Kota Surabaya. Dalam memenuhi kebutuhan bisnis masyarakat Surabaya, Pemerintah Kota Surabaya menyediakan lokasi berdagang, seperti sentra kuliner di setiap kecamatan di Surabaya, pasar-pasar surya dan lain sebagainya. Akan tetapi ada juga beberapa lokasi yang bukan dialokasikan untuk berjualan, tetapi dipakai
5
Sayyid Sabiq,Fiqh as-Sunnah, Nor Hasanuddin, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2004), 203.
6
M. Yazid Afandi,Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2009), 179.
7
4
berdagang pada waktu-waktu tertentu, seperti pada Pasar Pagi Tugu Pahlawan ini. Pasar Pagi Tugu Pahlawan yang berlokasi di sepanjang Jalan Kebon Rojo
hingga Jalan Pahlawan tersebut menggunakan bahu jalan yang biasanya digunakan lahan parkir pada siang dan malam hari oleh pengunjung restaurant
The Crown, Kantor Badan Penanaman Modal, Bank Mandiri dan Kantor PT. PELNI.
Lahan tersebut awal mulanya dipakai berdagang oleh sekelompok Pedagang Kaki Lima (PKL) pada tahun 1990-an. Dan ketika mereka berdagang sering sekali diusir oleh Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP). Seiring berjalannya waktu Pedagang Kaki Lima (PKL) tersebut membentuk sebuah paguyuban.
Pengurus paguyuban tersebutlah yang memperjuangkan lahan agar dapat dipakai oleh Pedagang Kaki Lima (PKL) seperti saat ini. Perjuangan pengurus tersebut adalah dengan membuat surat permohonan menggunakan lahan tersebut untuk berdagang. Surat permohonan tersebut diajukan kepada Wali Kota Surabaya dan Gubernur Jawa Timur. Setelah surat permohonan tersebut disetujui, para Pedagang Kaki Lima (PKL) dapat berdagang di lahan tersebut dengan tenang tanpa merasakan khawatir diusir dengan syarat membuat kartu keanggotaan sebagai Pedagang Kaki Lima (PKL) setempat serta membayar uang kebersihan sebesar Rp 2.000 dan diberi tenggang waktu hingga pukul 09.00 WIB.
5
buka sampai malam, tidak seperti di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya. Akhirnya mereka menyewakan lahan tersebut kepada Pedagang lainnya yang
ingin berjualan di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya dengan biaya sewa dibayar pertahun. Jadi pedagang baru tersebut membayar uang sewa kepada
pedagang yang pertama kali berdagang di lahan tersebut ditambah pembayaran uang kebersihan kepada pengurus paguyuban sebagai pengelola lahan tersebut.8
Jika lahan tersebut dipinjamkan oleh Pemerintah Kota Surabaya dengan status hak pakai kepada pengurus paguyuban sebagai pengelola saja. Dan pengurus paguyuban tersebutlah yang akhirnya berhak menentukan siapa saja yang dapat berdagang di lahan tersebut. Ditentukannya pedagang yang dapat berdagang di lahan tersebut adalah dengan membuat kartu anggota. Kartu anggota inilah yang menentukan pemilik hak pakai lahan tersebut dan harus diperpanjang jika masih ingin menempati lahan itu.
Akan tetapi kenyataannya lahan tersebut disewakan oleh Pedagang kaki Lima yang pertama kali dipinjami oleh Pemerintah Kota Surabaya. Masalah ini timbul karena ketidaktauan dari pihak pengelola lahan di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya mengenai perpindahan pengguna lahan. Akibatnya pedagang baru yang ingin berdagang di lahan tersebut dapat menyewa hanya dari pemilik hak pakai yang sudah tidak menggunakan lahan, dengan begitu biaya yang dikeluarkan oleh pedagang baru menjadi lebih banyak, yakni
8
6
membayar biaya sewa kepada pemilik hak pakai serta biaya kebersihan lahan yang dipungut oleh pengelola lahan.
Dari uraian cerita di atas terjadi suatu permasalahan. Yaitu lahan yang disewakan oleh pedagang lama kepada pedagang yang baru merupakan lahan
Pemerintah Kota Surabaya yang hanya dipinjamkan kepada pedagang lama dengan tujuan pemakaian untuk berdagang saja dan bukan menyewakannya. Dalam syarat sah objek sewa adalah dapat diserahterimakan, artinya barang sewaan tersebut adalah milik sah orang yang menyewakan (mu’jir),9yakni Pemerintah Kota Surabaya.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti menganggap bahwa masalah tersebut perlu dikaji secara mendalam untuk mengetahui dasar yang menjadi pertimbangan terlaksananya praktik secara jelas. Oleh karena itu, peneliti mengangkat judul skripsi “Tinjauan Hukum Islam terhadap Sewa Lahan Pinjaman di Pasar Pagi Tugu Pahlawan” dengan berfokus pada sewa lahan pinjaman pinjaman dan tinjauan hukum Islam terhadap sewa lahan pinajaman.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Identifikasi masalah merupakan suatu upaya untuk mengenali (to identify) faktor-faktor penyebab timbulnya masalah yang didasarkan pada teori dan logika(hal-hal yang masuk akal).10Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diindentifikasikan beberapa masalah
9
M. Yazid Afandi,Fiqh Muamalah..., 184.
10
7
yang timbul dengan menarik beberapa masalah guna mempermudah dalam memahami permasalahan, yakni dengan mengidentifikasikannya menjadi
beberapa bagian sebagai berikut:
1. Status kepemilikan lahan di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya.
2. Sewa lahan pinjaman di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya.
3. Kesesuaian hukum menyewakan lahan pinjaman di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya menurut hukum Islam.
Berdasarkan ruang lingkup penelitian yang telah diuraikan dalam Identifikasi masalah di atas, penulis membatasi masalah penelitian pada beberapa hal, yaitu:
1. Praktik menyewakan lahan pinjaman di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya.
2. Kesesuaian hukum menyewakan lahan pinjaman di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya menurut hukum Islam.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sewa lahan pinjaman pinjaman di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya?
8
D. Kajian Pustaka
Mengenai masalah sewa-menyewa lahan dalam skripsi sebelumnya telah
di bahas oleh Siti Sujiati dengan judul “Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktik Sewa Menyewa Tanah Makam di Pemakaman Tembok Gede
Surabaya”. Penelitian yang dilakukan oleh Siti Sujiati menyimpulkan, bahwa praktik sewa menyewa tanah makam di Pemakaman Tembok Gede Surabaya dilakukan antara penyewa dengan Pemerintah Kota Surabaya yang diwakili oleh petugas keamanan makam dengan membayar uang retribusi dan pajak. Praktik ini hukumnya sah menurut hukum perdata karena memenuhi unsur sahnya perjanjian dan juga sah menurut hukum Islam karena sewa menyewa tanah makam dilakukan berdasarkan kerelaan antara kedua belah pihak dan tidak ada unsur kedzaliman termasuk dalam hal penetapan harga yang masih terjadi proseskhiya>rdalam transaksi sewa-menyewa.11
Skripsi yang lain tentang sewa juga ditulis oleh Setya Puji Khodar Ari Sandi dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sewa Tanah Makam Delta Praloyo oleh PEMDA Sidoarjo”. Skripsi tersebut memberikan kesimpulan, bahwa alasan dari adanya penyewaan tanah makam Delta Praloyo adalah minimnya lahan di Sidoarjo dan terlalu pesatnya bisnis perumahan sehingga kebutuhan akan tanah makam bertambah cepat. Dan menurut hukum
11
9
Islam hukumnya boleh, karena belum ada dalil yang melarangnya. Meskipun ada dampak negatif yang menyebabkan masalah dikemudian hari.12
Skripsi yang lain tentang sewa juga ditulis oleh Moh. Ibnu Sabilil Huda dengan judul “Tinjauan Hukum Islam terhadap Akad Sewa Lapak Pedagang
Kaki Lima di Jalan Dukuh Menanggal I Gayungan Surabaya”. Skripsi tersebut memberikan kesimpulan, bahwa mereka memanfaatkan Jalan Dukuh Menanggal I Gayungan Surabaya untuk berjualan setelah mendapatkan izin dengan membayar uang sewa kepada pengelola yang merupakan salah satu perangkat kelurahan dengan tidak ada batasan waktu sampai kapan berakhirnya sewa tersebut serta tidak ada bukti yang menjadi penguat akad tersebut. Dalam tinjauan hukum Islam terhadap ketentuan dan pelaksanaan sewa Lapak Pedagang Kaki Lima Di Jalan Dukuh Menanggal I Gayungan Surabaya, bahwa akad yang dilakukan dapat dikatakan batal, karena dalam melaksanakan akad antara penyewa dan yang menyewa ketika melaksanakan Ija>bdanQabu>ltidak menyebutkan jangka waktu dalam akad sewa tersebut.13
Penelitian terdahulu yang telah disebutkan di atas meneliti lahan pemerintah yang disewakan oleh pengelola lahan pemerintah kepada masyarakat atas izin pemerintah. Sedangkan kali ini penulis akan membahas tentang “Tinjauan Hukum Islam terhadap Sewa Lahan Pinjaman di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya”, di mana penulis akan menggambarkan sewa
12
Setya Puji Khodar Ari Sandi, “Tinjauan Hukum Islam terhadap Sewa Tanah Makam Delta Praloyo oleh PEMDA Sidoarjo” (Skripsi—IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2013), 69.
13
10
menyewa lahan pinjaman di Pasar Pagi Tugu Pahlawan yang sebenarnya adalah milik Pemerintah Kota Surabaya. Lahan tersebut telah dipinjamkan
kepada pedagang sebagai lahan berdagang, namun dalam praktiknya lahan pinjaman tersebut disewakan oleh para pedagang lama kepada pedagang baru.
Penulis akan menganalisis dari segi hukum Islam sehingga dapat diketahui kekuatan status hukumnya sejauh yang penulis ketahui belum pernah dilakukan.
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui mekanisme sewa lahan pinjaman yang terjadi di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya.
2. Untuk mengetahui kesesuaian sewa menyewa lahan pinjaman di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya dalam hukum Islam.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini secara global dapat berupa:
11
2. Kegunaan praktis, diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi para pembaca untuk dijadikan pertimbangan hukum dalam melakukan praktik
sewa-menyewa sekaligus memperdalam analisis teori dan praktik terhadap sewa-menyewa.
G. Definisi Operasional
Hukum Islam : yaitu aturan-aturan yang mengatur tentang perbuatan manusia yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadis.14Dalam hal ini penulis menganalisis permasalahan yang dibahas dari hukum yang bersumber dari al-Qur’an, Hadis, fatwa DSN-MUI, serta pendapat fuqaha>’ yang membahas tentang peraturan dan ketentuan yang berhubungan dengan pinjam meminjam dan sewa menyewa.
Sewa lahan pinjaman : Kegiatan yang dilakukan untuk mengambil manfaat atas lahan pinjaman Pemerintah Kota Surabaya yang berlokasi di sepanjang Jalan Pahlawan dengan membayar sejumlah uang sewa. Lokasi tersebut dikenal dengan Pasar Pagi Tugu Pahlawan.
14
12
H. Metode Peneltian
Metode penelitian yang digunakan penulis dalam mengaji objek untuk
penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan metode deskriptif verifikatif. Penelitian lapangan merupakan penelitian yang bermaksud mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang dan interaksi suatu sosial, individu, kelompok, lembaga, dan masyarakat.15Selanjutnya untuk memberikan deskripsi dan diverifikasi dengan ketentuan hukum Islam. 2. Data yang dikumpulkan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka data yang dikumpulkan sebagai berikut :
a. Status kepemilikan lahan di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya. b. Pengelolaan lahan di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya.
c. Sejarah pemakaian lahan di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya.
d. Pelaku transaksi sewa lahan pinjaman di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya.
e. Praktik sewa-menyewa lahan pinjaman di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya.
f. Kesesuaian sewa lahan pinjaman dalam hukum Islam.
15
13
3. Sumber data
Sumber data yang digunakan penulis untuk dijadikan pedoman dalam
literatur penelitian ini agar bisa mendapatkan data yang akurat terkait sewa-menyewa lahan pinjaman di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya,
yakni meliputi sumber primer dan sekunder. a. Sumber primer
Sumber primer adalah sumber data utama yang berkaitan langsung dengan obyek yang dikaji, yakni tentang praktik sewa menyewa lahan pinjaman di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya, berupa:
1) Perangkat Kelurahan Krembangan Selatan 2) Satuan Polisi Pamong Praja.
3) Pengurus Paguyuban Pedagang Kaki Lima Pelni sebagai pengelola lahan di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya.
4) Pihak pemilik hak izin pakai atas lahan di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya, sebagai orang yang menyewakan lahan tersebut.
5) Penyewa lahan di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya. b. Sumber sekunder
Sumber sekunder merupakan penjelas terhadap data primer. Data tersebut berupa literatur yang bersumber dari dokumen yang berhubungan dengan masalah sewa-menyewa lahan pinjaman di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya:
14
2) Dokumen Paguyuban Pedagang Kaki Lima Pahlawan Pelni. 3) Kwitansi sebagai bukti transaksi sewa lahan pinjaman.
4) Dan buku-buku lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. 4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis guna memperoleh data yang akurat adalah dengan menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara terjun langsung dan mengamati (melihat, mendengar, dan merasakan secara langsung).16 Teknik ini digunakan untuk meneliti praktik sewa-menyewa lahan di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya. b. Teknikinterview (wawancara)
Metode interview atau wawancara adalah sutau percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu, ini merupakan proses tanya jawab lisan, dimana dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik.17 Adapun pihak yang diwawancarai dilakukan terkait dengan penelitian ini adalah:
1) Perangkat Kelurahan Krembangan Selatan. 2) Satuan Polisi Pamong Praja.
3) Pengelola lahan Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya.
16
Sugiyono,Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D,cet. ke 12, (Bandung: Alfabeta, 2012), 145.
17
15
4) Pemilik hak izin pakai atas lahan, sebagai orang yang menyewakan lahan.
5) Penyewa lahan Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya. c. Studi dokumen
Studi dokumen merupakan suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui data tertulis dengan menggunakan kajian isi.18Dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mempelajari dan meneliti dokumen-dokumen yang berkaitan dengan sewa menyewa lahan pinjaman di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya.
5. Teknik pengolahan data
Pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh data ringkasan atau angka ringkasan dengan menggunakan cara-cara atau rumus-rumus tertentu. 19 Tahapan penelitian ini meliputi kegiatan organizing, editingdananalizing.
a. Editing‘
Editing adalah pengecekan atau pengkoreksian data yang dikumpulkan.20Yang dimaksud dengan teknik pengolahan data editing dalam penelitian ini adalah memeriksa kembali secara cermat dari segi kelengkapan dan keterbatasan makna serta relevansi data terkait dengan sewa menyewa lahan pinjaman di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya.
18
Ibid., 208.
19
M. Iqbal Hasan,Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan A plikasinya,(Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), 89.
20
16
b. Organizing
Organizingadalah langkah penyusunan data secara sistematis yang
diperoleh dalam kerangka paparan yang telah direncanakan sebelumnya guna memperoleh bukti-bukti dan gambaran secara jelas tentang
sewa-menyewa lahan pinjaman di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya. c. A nalizing
A nalizing merupakan tahap lanjutan terhadap penelitian data,
sehingga diperoleh kesimpulan mengenai praktik sewa menyewa lahan pinjaman di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya.
6. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh kemudian menyimpulkannya sehingga mudah dipahami.21Setelah penulis mengumpulkan data secara sistematis danvalid,kemudian penulis menganalisisnya dengan menggunakan metode diskriptif-verifikatif pendekatan kualitatif, yakni penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi atau gambaran mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antara fenomena yang diselidiki lalu dianalisis.22
Penulis mengguanakan metode ini karena ingin menjelaskan data yang terkumpul, yakni status kepemilikan lahan, cara pengelolaan lahan, sejarah pemakaian lahan, praktik sewa-menyewa lahan, pelaku transaksi sewa lahan pinjaman dan hukum-hukum Islam yang terkait dengan ija>rah, kemudian disusun dan dianalisis untuk diambil kesimpulan. Dalam
21
Sugiyono,Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D…, 244.
22
17
penelitian ini penulis akan menggambarkan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap sewa menyewa lahan pinjaman di Pasar Pagi Tugu
Pahlawan Surabaya.
Dalam penelitian ini penulis menganalisis dengan menggunakan pola
pikir deduktif yang artinya menggunakan pola pikir yang berpijak pada teori-teori yang berkaitan dengan permasalahan, kemudian dikemukakan berdasarkan fakta-fakta yang bersifat khusus.23Pola pikir ini berpijak pada teori-teori ija>rah, kemudian dikaitkan dengan fakta di lapangan tentang sewa lahan pinjaman di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya.
Selain itu penulis juga menggunakan pola pikir induktif, yaitu pola pikir yang digunakan untuk menyatakan fakta-fakta atau kenyataan di lapangan, yaitu di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya yang selanjutnya dianalisis dari segi hukum Islam.
I. Sistematika Pembahasan
Penyusunan skripsi memerlukan sistematika pembahasan, agar dalam penyusunannya dapat terarah dan sesuai dengan apa yang penulis rencanakan, serta mendapat gambaran yang jelas mengenai hal yang ditulis. Sistematika yang dimaksud terbagi menjadi lima bab, yaitu:
Bab pertama, merupakan pendahuluan yang bertujuan mengantarkan pembaca kepada pembahasan selanjutnya. Bab ini berisi latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka,
23
18
tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, memaparkan landasan teori yang membahas tentang ija>rah dalam perspektif hukum Islam yang meliputi: konsep ija>rah dan dasar
hukumnya, rukun dan syarat ija>rah, macam-macam ija>rah, hak dan kewajiban penyewa dan yang menyewakan lahannya, dan hal-hal yang menyebabkan berakhirnya akadija>rah.
Bab ketiga, memuat data hasil penelitian tentang praktik sewa-menyewa lahan di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya, yang terdiri dari gambaran umum dan sewa lahan pinjaman yang meliputi: letak geografis, sejarah terbentuknya pasar, pendapat pengguna jalan, konsumen dan kelurahan, status kepemilikan lahan, latar belakang terjadinya sewa lahan, dan sewa lahan pinjaman.
Bab empat, merupakan analisa tentang sewa lahan pinjaman di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya yang meliputi analisis hukum Islam terhadap sewa lahan di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya.
19
BAB II
KONSEP PINJAM MEMINJAM DAN SEWA MENYEWA
DALAM HUKUM ISLAM
A. Konsep Pinjam dalam Hukum Islam
1. Pengertian Pinjam dalam Hukum Islam
Istilah pinjam pakai pada dasarnya hanya digunakan dalam istilah hukum perdata, dalam syari’at Islam istilah pinjam pakai dikenal dengan istilah pinjam meminjam (‘A >riyah).1Secara bahasa,‘a>riyahartinya sesuatu yang dipinjamkan, pergi dan kembali atau beredar. Dengan demikian al-‘a>riyah ialah perbuatan seseorang yang membolehkan atau mengizinkan orang lain untuk mengambil manfaat barang miliknya tanpa ganti rugi.2
Menurut istilah, definisi ‘a>riyah dikemukakan oleh para ulama sebagai berikut:
a. Ulama Hanifi>yah memberikan definisi‘a>riyahsebagai berikut:
Kepemilikan atas manfaat tanpa disertai dengan imbalan. b. Maliki>yah memberikan definisi‘a>riyahsebagai berikut:
Kepemilikan atas manfaat yang bersifat sementara tanpa disertai dengan imbalan.
1
Helmi Karim,Fiqh Muamalah, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 1993), 84.
2
20
c. Sya>fi’i>yah memberikan definisi‘a>riyahsebagai berikut:
Dibolehkannya mengambil manfaat dari orang yang berhak memberikan secara sukarela dengan cara-cara pemanfaatan yang dibolehkan sedangkan bendanya masih tetap utuh, untuk kemudian dikembalikan kepada orang yang memberikannya.
d. Hana>bilah memberikan definisi‘a>riyahsebagai berikut:
Kebolehan memanfaatkan suatu barang tanpa imbalan dari orang yang memberi pinjaman atau lainnya.
21
dimanfaatkan oleh peminjam, tetapi tidak boleh dipinjamkan kepada orang lain.3
2. Landasan Hukum Pinjam
‘A >riyah merupakan perbuatan qurbah(pendekatan diri kepada Allah)
dan dianjurkan al-Qur’an dan hadis. Dalil dari al-Qur’an adalah sebagai berikut:
QS. al-Ma>idah ayat 2.
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa.4
QS. al-Ma>’u>n ayat 7.
Dan enggan (memberikan) bantuan.5
Dalam ayat pertama (QS al-Ma>idah ayat 2) Allah memerintahkan umat Islam untuk saling tolong-menolong dalam mengerjakan kebaikan. Salah satu perbuatan baik itu adalah ‘a>riyah , yakni meminjamkan kepada orang lain barang yang dibutuhkannya. Sedangkan dalam ayat kedua (QS. al-Ma>’u>n ayat 7) Allah menjelaskan bahwa salah satu ciri orang yang mendustakan agama adalah enggan menolong orang lain.6
3
Ahmad Wardi Muslich,Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2010), 467-468.
4
Departemen Agama RI,al-Quran dan Terjemah, (Solo: Tiga Serangkai, 2007), 106.
5
Departemen Agama RI,al-Quran dan Terjemah…, 602. 6
22
Dalil dari hadis adalah sebagai berikut:
:
:
)
(
Dari Anas bin Malik, ia berkata: telah terjadi rasa ketakutan (atas serangan musuh) di Kota Madinah. Lalu Nabi saw meminjam seekor kuda dari Abi T}alh}ah yang diberi nama Mandub, kemudian beliau mengendarainya. Setelah beliau kembali beliau bersabda: Kami tidak melihat apa-apa dan yang kami temukan hanyalah lautan (HR. Muttafaq ‘alaihi).
Dari hadis tersebut dijelaskan bahwa ‘a>riyah merupakan salah
satu akad yang dibolehkan bahkan dianjurkan dalam Islam. Dan
dilihat dari sisi orang yang meminjamkan. ‘A >riyah merupakan
perbuatan ibadah yang diberi pahala oleh Allah swt.7
3. Rukun dan Syarat Pinjam
‘A >riyah sebagai sebuah akad memerlukan adanya unsur-unsur yang
harus dipenuhi yang menjadikan perbuatan itu dapat terwujud sebagai
suatu perbuatan hukum. Dalam hal ini ada beberapa rukun yang harus
dipenuhi. Adapun rukun‘a>riyahmenurut Jumhur ulama ada empat, yaitu:
a. Orang yang meminjamkan (mu’i>r)
b. Peminjam (musta’i>r)
c. Barang yang dipinjamkan (mu’ar)
d. S{ighah.8
7
Ahmad Wardi Muslich,Fiqh Muamalat…, 470. 8
23
Syarat-syarat ‘a>riyah berkaitan dengan rukun yang telah dikemukakan di atas, yaitu:
Syarat orang yang meminjamkan adalah baligh, dengan demikian tidak sah dari anak yang masih di bawah umur, tetapi ulama Hanafi>yah
tidak mensyaratkan melainkan cukup mumayiz. Selain itu juga berakal, tidak mahjur ‘alaih karena boros atau pailit dan harus pemilik atas manfaat yang akan dipinjamkan.
Syarat peminjam adalah harus jelas, dengan demikian tidak sah jika
peminjam tidak jelas (majhul). Selain itu peminjam harus memiliki hak
tasarruf dan ahliyah al-ada>’. Dengan demikian, meminjamkan barang
kepada anak di bawah umur dan gila hukumnya tidak sah. Akan tetapi
apabila peminjam boros, menurut ulama Syafi>yah, ia boleh menerima
sendiri‘a>riyahtanpa persetujuan wali.
Syarat barang yang dipinjam dapat diambil manfaatnya, baik pada
waktu sekarang maupun nanti dengan syarat barang tetap utuh meskipun
telah diambil manfaatnya. Selain itu barang bersifat mubah, yakni barang
yang dibolehkan untuk diambil manfaatnya menurutshara’.
S}ighah ‘a>riyah disyaratkan harus menggunakan lafal yang berisi
pemberian izin kepada peminjam untuk memanfaatkan barang yang
dimiliki oleh orang yang meminjamkan. Pernyataan tersebut cukup
24
perbuatan langsung, baik member (pihak yang meminjamkan) atau menerima (pihak peminjam).9
4. Berakhirnya Akad Pinjam
Akad‘a>riyahberakhir karena beberapa alasan berikut ini:
a. Pemberi pinjaman meminta agar pinjamannya dikembalikan. Karena akad ‘a>riyah tidaklah mengikat, sehingga ia dapat berakhir dengan pembatalan (fasakh).
b. Peminjam mengembalikan barang yang dia pinjam. Jika peminjam mengembalikan barang yang dia pinjam, maka akad ‘a>riyah pun berakhir, baik setelah berakhirnya masa peminjaman maupun sebelumnya.
c. Salah satu pihak pelaku akad ‘a>riyah gila atau tidak sadarkan diri (koma). Hal ini dikarenakan hilangnya kecakapan untuk member secara sukarela yang dibutuhkan untuk melakukan akad dan selama berlangsungnya akad.
d. Kematian salah satu pihak pelaku akad, pemberi pinjaman atau peminjam. Hal ini karena ‘a>riyah adalah pemberian izin kepada orang lain untuk mengambil manfaat dari barang pinjaman. Dengan adanya kematian maka izin dan orang yang diizinkan tidak ada lagi.
e. A l-hajr (pelarangan untuk membelanjakan harta) terhadap salah satu pihak pelaku akad karena kedunguan dan kebangkrutan. Karena dengan
9
25
demikian, orang yang bersangkutan kehilangan kelayakan meminjamkan harta secara sukarela, sehingga akad‘a>riyahmenjadi batal.10
B. Konsep Sewa dalam Hukum Islam
1. Pengertian Sewa dalam Hukum Islam
Menurut Wahbah al-Zuhaili dalam kitab al-Fiqh al-Isla>mi> wa A dillatuhu, akad sewa sama halnya dengan akad jual beli, karena termasuk
bagian dari al-uqu>d al-mussamma>h, yakni akad yang telah disebutkan namanya dan sangat diperhatikan hukumnya secara khusus oleh syariat Islam. Namun dilihat dari sisi sifatnya, transaksi sewa menyewa berbeda dengan transaksi jual beli karena sifatnya temporal, sedangkan jual beli bersifat permanen karena pengaruhnya dapat memindahkan kepemilikan suatu barang.11
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan kata sewa sebagai pemakaian sesuatu dengan membayar uang. Sewa menyewa dalam hukum Islam disebut dengan ija>rah. Ija>rah berasal dari kata al-ajru yang berartial-‘iwad}}u(ganti). Secara shara’ ija>rahadalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat atas suatu barang atau suatu pekerjaan yang diperbolehkan dengan jalan penggantian dalam tenggang waktu tertentu.12
10
Wahbah al-Zuhaili,Fiqih Islam wa A dillatuhu, Abdul Hayyie al-Kattani,dkk, Jilid 5, (Jakarta: Gema Insani, 2011), 589.
11
Wahbah al-Zuhaili,Fiqih Islam wa A dillatuhu…, 385.
12
26
Secara istilah para ulama mempunyai pendapat yang berbeda-beda dalam mendefinisikanija>rah, antara lain sebagai berikut :
a. Menurut Hanafi>yah,ija>rahadalah:
Akad yang membolehkan pemilikan manfaat yang dimaksud dan tertentu dari suatu benda yang disewa dengan imbalan.13
b. Menurut Ma>liki>yah,ija>rahadalah:
Akad untuk mengambil kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan untuk sebagian yang dapat dipindahkan.14
c. Menurut Sya>fi’i>yah,ija>rahadalah:
Akad untuk mengambil manfaat yang dimaksud dan tertentu yang dapat diberikan dan bersifat mubah dengan imbalan tertentu.15 d. Menurut Hana>bilah,ija>rahadalah:
Suatu akad atas manfaat yang bisa sah dengan lafalija>rah,kara>’ dan semacamnya.16
Adapun menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional, ija>rah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan
13
Abd al-Rahman al-Jazi>ri>, al-Fiqh ‘ala al-Madha>hib al-A rba’ah, Juz 3, (Mesir: Da>r al-Hadith, 2003), 77.
14
Ibid., 78.
15
Ibid., 79.
16
27
pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.17Dengan demikian akadija>rah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi perpindahan hak guna saja dari
yang menyewakan kepada penyewa.
Menurut Muhammad Rawwas Qal’ahji dalam bukunya yang berjudul
Ensiklopedi Fiqih Umar bin Khathab ra.
.
Ija>rah adalah akad atas manfaat yang diperbolehkan penggunaannya yang jelas, yang mempunyai tujuan dan maksud yang memungkinkan untuk diberikan dengan tidak mengurangi nilai barang yang dipinjam dengan pengganti (upah) yang jelas.18
Dari definisi-definisi di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa ija>rah merupakan suatu perjanjian untuk menjual manfaat atas suatu barang
dengan diganti oleh pembayaran dalam tenggang waktu yang telah ditentukan. Karena akad ija>rah adalah penjualan manfaat, maka mayoritas ahli fikih tidak membolehkan menyewakan pohon untuk menghasilkan buah karena buah adalah barang. Sedangkanija>rah adalah menjual manfaat suatu barang dan bukan barang itu sendiri. Begitu pula menyewakan kambing untuk diambil susunya, anaknya atau bulunya, karena semuanya bagian dari barang sehingga tidak boleh dilakukan dengan akadija>rah.19
17
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional NO: 09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Ijarah.
18
Muhammad Rawwas Qal’ahji, Ensiklopedi Fiqh Umar bin Khathab, M. Abdul Mujieb AS et al., (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999), 177.
19
28
2. Landasan Hukum Sewa
Kegiatan ija>rah dalam lingkungan kehidupan sehari-hari juga telah
diperbolehkan dalam hukum Islam berdasarkan al-Qur’an, al-Sunnah dan Ijma’para ulama.20
a. Landasan hukum sewa berdasarkan al-Qur’an QS al-Baqarah ayat 233.
Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.21 Ayat tersebut menerangkan bahwa setelah mempekerjakan seseorang hendaknya memberikan upah yang pantas. Dalam ayat ini, pekerjaan yang dimaksud adalah menyusui. Menyusui di sini adalah jasa dari seorang ibu yang menghasilkan air susu lalu disusukan kepada anak yang ditunjuk. Begitu juga dengan manfaat suatu barang seperti yang terjadi pada praktik sewa menyewa lahan di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya.
20
Ismail Nawawi, Fiqh Muamalah: Hukum Ekonomi, Bisnis dan Sosial, (Jakarta: Dwi Putra Pustaka Jaya, 2010). 312.
21
29
QSal-Q{as}s}a>s}ayat 26-27.
Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". Berkatalah Dia (Syu’aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun Maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu….22
Ayat ini berkisah tentang perjalanan Nabi Musa as. bertemu
dengan kedua putri Syu’aib. Salah seorang putrinya meminta Nabi Musa
as. untuk disewa tenaganya guna menggembala domba. Kemudian
Syu’aib bertanya tentang alasan permintaan putrinya tersebut. Putri
Syu’aib mengatakan bahwa Nabi Musa as. telah berbaik hati dengan
memberikan air minum kepada binatang ternak mereka lalu mengatakan
“karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk
bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”.23Cerita
ini menggambarkan proses penyewaan jasa seseorang.
22
Ibid., 388. 23
30
b. Landasan hukum sewa berdasarkan al-Sunnah
" :
"
.
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, bahwa Nabi Saw. berkata: "berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering".24
:
,
)
(
Dari Ibnu Abbas, katanya: Rasulullah Saw. pernah berbekam dan memperi upah pada pembekamnya. Andai kata upah (bekam) itu haram, pastilah beliau tidak memberinya (HR. al-Bukhari).25 Dari kedua hadis di atas dijelaskan bahwa, ketika seseorang membekam Nabi Muhammad Saw. maka beliau memberikan upah kepada pembekam tersebut. Begitu pula jika seseorang telah memberikan jasanya untuk membantu pekerjaan kita, harusnya kita memberikan upah yang patut atas pekerjaannya. Seperti halnya dengan seseorang yang telah memberikan manfaat atas bendanya untuk kita gunakan, harusnya kita memberikan uang sewa yang patut atas manfaat benda yang telah kita pakai tersebut. Seperti yang terjadi pada sewa lahan di Pasar Pagi Tugu Pahlawan Surabaya.
c. Landasan hukum sewa berdasarkan Ijma’ para ulama
Sejak zaman sahabat sampai sekarang ija>rah telah disepakati oleh
para ahli hukum Islam, kecuali beberapa Ulama, seperti Abu Bakar
al-24
Sayyid Sabiq,Fiqh al-Sunnah, Juz 3, (Beirut: Dar al-Fikr, 2008), 880.
25
31
Asham, Isma’il bin ‘Aliyah, Hasan al-Bashri, al-Qasyani, Nahrawani dan Ibnu Kisa. Hal tersebut dikarenakan masyarakat sangat membutuhkan
akad ini. Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari, ada orang kaya yang
memiliki beberapa rumah yang tidak ditempati. Di sisi lain ada orang
yang tidak memiliki tempat tinggal. Dengan dibolehkannyaija>rahmaka
orang yang tidak memiliki tempat tinggal bisa menempati rumah orang
lain yang tidak digunakan untuk beberapa waktu tertentu, dengan
memberikan imbalan berupa uag sewa yang disepakati bersama, tanpa
harus membeli rumahnya.
3. Rukun dan Syarat Sewa
Proses terjadinya ija>rah akan menjadi sah jika rukun dan syaratnya
dipenuhi, sebagaimana yang berlaku juga bagi transaksi lainnya. Rukun
merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dalam melakukan suatu
pekerjaan. Sedangkan syarat adalah suatu yang harus dipenuhi sebelum
mengerjakan suatu pekerjaan. Rukun dan syarat dari ija>rah akan dibahas
sebagai berikut:
a. Rukun sewa
Menurut Hanafi>yah, rukunija>rahhanya satu, yakni i>jab danqabu>l,
yaitu pernyataan dari orang yang menyewa (musta’jir) dan orang yang
menyewakan (mu’jir). Sedangkan menurut mayoritas ulama rukunija>rah
ada empat, yaitu:26
26
32
1) Dua pelaku akad sewa (‘A >qidayn)
Dua pelaku akad sewa yaitu orang yang menyewakan (mu’jir)
dan penyewa (musta’jir). Kedua belah pihak yang melakukan akad harus berakal, mengetahui manfaat barang dan biaya sewa agar dapat
mencegah perselisihan yang akan timbul dikemudian hari dan masing-masing pihak rela tanpa adanya paksaan. Selain itu juga harus memiliki tingkat kecakapan hukum. Apabila orang gila atau anak kecil membuat akad, maka akad dianggap tidak sah.27Namun jika
pelaku belum cakap hukum, maka akad dapat sah jika mendapatkan persetujuan walinya.
Dalam hukum Islam, kecakapan hukum disebut al-ahli>yahyang berarti kelayakan, yakni kelayakan seseorang untuk menerima hak dan kewajiban untuk diakui tindakan-tindakannya secara hukum Syariah. Kecakapan hukum menurut hukum Islam terbagi menjadi dua macam yang pertama, adalah kecakapan menerima hukum (kecakapan hukum pasif), yakni kelayakan seseorang untuk menerima hak dan kewajiban. Yang dibagi menjadi dua yaitu, kecakapan menerima hukum tidak sempurna, yang dimiliki subyek hukum ketika berada dalam kandungan ibu dan kecakapan menerima hukum sempurna, yang dimiliki oleh subyek hukum sejak lahir hingga meninggal.
27
33
Kecakapan hukum yang kedua adalah kecakapan bertindak hukum (kecakapan hukum pasif), yakni kelayakan seseorang untuk
perkataan dan perbuatannya dianggap sah secara hukum. Artinya kemampuan seseorang untuk melahirkan akibat hukum melalui
34
[image:43.595.141.510.166.519.2]Skema kecakapan hukum dalam kaitannya dengan fase-fase kehidupan manusia.28
Gambar 2.1
2) Adanya Akad (S}ighah)
Kata akad secara harfiah berarti menyambung, mengikat atau mempertemukan. Hakikatnya akad adalah dua orang atau lebih saling mengikatkan, menyambung atau mempertemukan kehendak melalui ucapan, tulisan, isyarat, perbuatan atau cara lain. Di mana pihak yang satu menyatakan kehendaknya dan pihak yang lain menyatakan kehendaknya pula sebagai tanggapan terhadap pihak pertama. Pernyataan kehendak pertama dinamakan i>jab dan pernyataan
28
Ibid., 109-110.
Kecakapan Hukum
Kecakapan Menerima Hukum
Kecakapan Bertindak Hukum
Tidak Sempurna Sempurna
Periode Janin Sejak Lahir Hingga
Meninggal Dunia
Tidak Sempurna Sempurna
PeriodeTamyiz Sejak Mulai
35
kehendak kedua dinamakan qabu>l. Pernyataan kehendak dalam i>jab danqabu>linilah yang menurut hukum Islam disebut S}ighah.29
S}ighah adalah pernyataan kehendak yang terdiri atas i>jab dan qabu>l yang merepresentasikan perizinan.30 Keberadaan perizinan
adalah sempurna apabila didasarkan kepada kehendak murni para pihak. Apabila kehendak para pihak tidak murni atau dengan kata lain cacat sehingga perizinan yang diberikan tidak sempurna, perjanjian dapat dibatalkan meskipun telah dibuat para pihak. Kehendak murni yang dimaksud adalah kehendak yang dinyatakan secara bebas dan dalam suasana wajar serta tidak dipengaruhi oleh unsur-unsur yang menyesatkan pertimbangan dan merusak kehendak para pihak.
Pasal 1321 KUH Perdata Indonesia menentukan bahwa cacat kehendak itu ada tiga macam, yaitu kekhilafan, paksaan dan penipuan. Dalam hukum Islam, cacat kehendak meliputi paksaan, penipuan, kekhilafan dan ketidakseimbangan prestasi.31
Selain perizinan, adanya kesatuan majelis akad juga disyaratkan dalamS}ighah. Dengan kata lain, penutupan akad (qabu>l) harus terjadi dalam satu majelis yang sama. Karena dalam menutup perjanjian mungkin terjadi bahwa pihak saling berhadapan atau mungkin sebaliknya berada di tempat berlainan, maka pembicaraannya
29
Ibid., 123-124.
30
Ibid., 122.
31
36
meliputi penutupan perjanjian antara pihak-pihak yang saling
berhadapan langsung dan yang tidak berhadapan langsung.32 3) Biaya Sewa (Ujrah)
Disyaratkan dalamujrah apa yang disyaratkan dalam akad jual beli, yaitu harus suci. Jadi, tidak sah jika upahnya berbentukkhamar.
Upah juga harus merupakan sesuatu yang bermanfaat, dapat diserahkan serta diketahui besarannya oleh kedua belah pihak.33 4) ObyekIja>rah
Manfaat atas suatu barang yang disewakan atau obyek ija>rah mempunyai syarat-syarat, yaitu yang pertama sesuatu yang bernilai dan dapat diambil manfaatnya. Yang kedua, dapat diserahkan oleh pemiliknya, maka tidak sah menyewakan barang yang bukan miliknya. Yang ketiga adalah mubah, yaitu dibolehkan oleh shara’. Yang keempat, manfaat itu harus diketahui jenis, ukuran dan sifatnya dengan tujuan menghindari ketidakjelasan (gharar) sehingga menghalangi sahnya akad.34
b. Syarat sewa
Dalam akad ija>rah ada empat macam syarat sebagaimana dalam akad jual beli, yaitu syarat wujuh (Shart} al-In’iqa>d), syarat berlaku
32
Ibid., 146.
33
Wahbah al-Zuhaili,Fiqih Islam wa A dillatuhu…, 409-410. 34
37
(Shart} al-Nafa>dh), syarat sah (Shart} al-S}ihhah) dan syarat kelaziman (Shart} al-Luzu>m).35
1) Syarat terjadinya akad (Shart} al-In’iqa>d)
Syarat terjadinya akad berkaitan dengan pelaku akad, akad dan
obyek akad. Menurut Hanafi>yah dan Ma>liki>yah syarat yang berkaitan dengan pelaku akad adalah berakal dan mumayyiz. Jadi, akad yang dilakukan oleh orang gila (tidak berakal) menjadi tidak sah. Apabila anak yang belum dewasa menyewakan dirinya sebagai tenaga kerja atau menyewakan barang yang dimilikinya maka hukum akadnya sah, tetapi atas ijin walinya. Sedangkan menurut Sya>fi’i>yah dan Hana>bilah syarat pada pelaku akad adalah berakal dan baligh. Jadi akad menjadi tidak sah apabila pelakunya (mu’jir dan musta’jir) gila atau masih dibawah umur.36
2) Syarat berlakunya akad (Shart} al-Nafa>dh)
Syarat berlaku akadija>rah adalah adanya hak kepemilikan atau kekuasaan (al-wila>yah). Menurut Hanafiah dan Malikiyah apabila si pelaku akad tidak mempunyai hak kepemilikan atau kekuasaan ( al-wila>yah), seperti akad yang dilakukan oleh fudhuli (orang yang membelanjakan harta orang lain tanpa izinnya), maka akadnya tidak bisa dilangsungkan dan statusnya menjadi mauquf (ditangguhkan)
35
Ibid., 389.
36
38
serta harus menunggu persetujuan si pemilik barang. Akan tetapi, menurut Syafi’iy>ah dan Hana>bilah hukumnya batal.37
3) Syarat sahnya akad (Shart} al-S}ihhah)
Syarat sah ija>rah berkaitan dengan pelaku akad, obyek akad,
lokasi akad, upah dan akad itu sendiri.38Diantara syarat sah akad ija>rahadalah sebagai berikut:
a) Persetujuan kedua belah pihak39 yang berakad dengan adanya unsur kerelaan dalam melakukan akad ija>rah. Apabila ada unsur keterpaksaan pada salah satu dari pelaku akad, maka akad ija>rah menjadi tidak sah. Syarat ini diterapkan sebagaimana dalam akad jual beli. Allah berfirman dalam QS. an-Nisa>ayat 29:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu sesungguhnya Allah adalah maha penyayang kepadamu.40 b) Manfaat dari objek ija>rah harus diketahui dengan jelas dan rinci,
sehingga tidak menimbulkan perselisihan dikemudian hari. Apabila manfaat yang menjadi objek tidak jelas, maka akadnya tidak sah. Dengan demikian manfaat tersebut tidak dapat
37
Ibid., 322.
38
Wahbah al-Zuhaili,Fiqih Islam wa A dillatuhu…, 390. 39
Ahmad Wardi Muslich,Fiqh Muamalat…, 322. 40
39
diserahkan dan tujuan akad tidak tercapai. Kejelasan manfaat itu dapat dilakukan dengan menjelaskan jenis manfaatnya dan berapa
lama manfaat itu kepada penyewa41
Menjelaskan obyek manfaat dengan memberi tahu benda
yang disewakan. Apabila seseorang mengatakan “saya sewakan kepadamu salah satu dari dua rumah ini”, maka akad ija>rah tidak
sah, karena rumah mana yang akan disewakan belum jelas.42
Menjelaskan masa manfaat kepada penyewa adalah hal yang
sangat penting dalam penyewaan lahan. Berapa hari, bulan atau
tahun masa sewanya.43 Dalam masalah penentuan waktu ija>rah,
ulama Syafi’iyah memberikan syarat yang ketat. Menurut mereka,
apabila seseorang menyewakan rumahnya setahun dengan harga
bulanan, maka pembaharuan akad diperlukan setiap bulannya.
Namun jika disewakan dengan harga tahunan, maka tidak perlu
pembaharuan akad, jadi akadnya tetap sah tanpa harus pembaruan
tiap bulan. Karena tenggang waktunya jelas selama satu tahun dan
harganya pun ditentukan untuk satu tahun. Namun menurut
jumhur Ulama apabila seseorang menyewakan rumahnya selama
satu tahun dengan harga bulanan, akadnya sah untuk bulan
pertama, sedangkan untuk bulan selanjutnya hanya diperlukan
41
Ahmad Wardi Muslich,Fiqh Muamalat…, 323. 42
Ibid., 323. 43
40
unsur kerelaan dalam membayar uang sewa dan menerima uang sewa.44
c) Objek akad ija>rah harus dapat diserahkan, baik menurut hakiki maupun shara’. Dengan demikian, tidak sah menyewakan sesuatu
yang sulit diserahkan secara hakiki, seperti menyewakan kuda yang lepas. Atau tidak bisa dipenuhi secara syar’i, seperti menyewa tenaga wanita yang sedang haid untuk membersihkan masjid, menyewa dokter untuk mencabut gigi yang masih sehat atau menyewa tukang sihir untuk mengajar ilmu sihir.45
d) Manfaat objek al-ija>rah itu sesuatu yang dibolehkan oleh shara’. Misalnya menyewa lahan untuk berdagang. Dengan demikian tidak boleh menyewakan rumah untuk dijadikan tempat maksiat, seperti pelacuran atau perjudian, karena hal ini berarti mengambil imbalan dari perbuatan yang dilarang oleh hukum Islam. Dalam kaidah fikih juga disebutkan, yakni “Menyewakan sesuatu untuk maksiat adalah tidak boleh”.46
e) Obyek ija>rah bukan suatu kewajiban bagi penyewa, misalnya
ija>rah dalam hal ibadah, seperti menjadi imam, melakukan adzan
dan mengajarkan al-Qur’an. Masalah ini disepakati oleh ulama
Hanafi>yah dan Hana>bilah. Dalam salah satu kaidah ulama
Hanafi>yah disebutkan, “Tidak berhak atas upah orang yang disewa
44
Nasrun Haroen,Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), 232-233. 45
Ahmad Wardi Muslich,Fiqh Muamalat…, 323. 46
41
untuk ketaatan”. Akan tetapi para ulama belakangan berfatwa dibolehkannya seorang pengajar al-Qur’an mengambil upah.
Menurut Imam Malik dan Imam Syafi’i>, dibolehkannya
mengambil upah dalam mengajarkan al-Qur’an karena obyek kerja
dan upahnya jelas. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya sesuatu
yang paling berhak engkau ambil upah darinya adalah
(mengajarkan) al-Qur’an.” (Hadis S}ahih).47
f) Manfaat objek al-ija>rah harus sesuai dengan tujuan dilakukannya
akad al-ija>rah, yang biasa berlaku pada umumnya. Apabila
manfaat tersebut tidak sesuai dengan tujuan dilakukannya akad
al-ija>rah maka tidak sah. Seperti menyewakan sebatang pohon
sebagai sarana penjemur pakaian. Dalam contoh ini akad al-ija>rah
tidak dibolehkan, karena manfaat yang dimaksud oleh penyewa
yaitu menjemur pakaian tidak sesuai dengan manfaat pohon itu
sendiri.48
g) Adapun syarat-syarat yang berkaitan dengan biaya ija>rah atau
upah (ujrah) adalah sebagai berikut:
1) Ulama sepakat bahwa biaya ija>rah atau upah (ujrah) hendaknya
harta yang bernilai dan diketahui. Landasan hukum
disyaratkannya mengetahui upah berdasarkan sabda Rasulullah
Saw.
47
Ibid., 398. 48
42
:
)
(.
Dari Abu Sa’id al-Khudri>yi ra. bahwasanya Nabi Saw. bersabda: "Barang siapa menyewa buruh, maka jelaskanlah upahnya padanya" (HR. ‘Abd al-Raza>q).49
Dari hadis di atas dapat kita ketahui bahwa nabi telah
menganjurkan kepada kita untuk menjelaskan jumlah biaya
ija>rah atau upah (ujrah). Diketahuinya jumlah biaya ija>rah atau
upah (ujrah) ini diperlukan untuk menghindari timbulnya
perselisihan dikemudian hari.
2) Biaya ija>rah atau upah (ujrah) tidak boleh sama dengan jenis
manfaat obyek ija>rah. Apabila biaya ija>rah atau upah (ujrah)
sama dengan jenis manfaat obyekija>rah, maka akadija>rahtidak
sah. Misalnya, jasa dibayar dengan jasa dan ija>rah tempat
tinggal dibayar dengan tempat tinggal.50
4) Syarat mengikatnya akad (Shart} al-Luzu>m)
Disyaratkan dua hal dalam akad ija>rah agar akad ini menjadi
terikat.51
a) Terbebasnya barang yang disewakan dari cacat yang merusak
pemanfaatannya. Misalnya, jatuhnya atap rumah dan habisnya aki
pada mobil. Hal ini berakibat jika terjadi cacat yang merusak
pemanfaatannya, maka penyewa memiliki hak pilih (khiya>r) antara
49
Ibnu Hajar Al-Asqalani,Bulu>ghul Mara>m…, 476. 50
Ahmad Wardi Muslich,Fiqh Muamalat…, 326-327. 51
43
meneruskan akad ija>rah dan membayar seluruh uang sewa atau membatalkannya seperti jika hewan tunggangan yang disewakan
sakit atau pincang atau hancurnya sebagian bangunan rumah. b) Tidak terjadi alasan yang dapat membatalkan akad ija>rah. Seperti
jika terjadi sesuatu terhadap salah satu pihak atau barang yang disewakan, maka setiap setiap pihak boleh membatalkan akad ija>rah. Contohnya, jika terdapat unsur pemaksaan atau unsur yang
merugikan salah satu pihak. 4. Macam-Macam Sewa
Ija>rah dilihat dari segi obyeknya ada dua macam, yaitu ija>rah atas
manfaat benda (ija>rah al-‘ayn) dan ija>rah atas jasa (ija>rah al-dhimmah). Ija>rahatas manfaat benda (ija>rah al-‘ayn) yaitu yang obyek akadnya adalah manfaat dari suatu benda. Sewa manfaat benda (ija>rah al-‘ayn), misalnya ija>rah rumah, lahan, kebun. Kesepakatan para ulama, bahwa boleh ija>rah manfaat terhadap benda yang diperbolehkan dan bukan diharamkan, sepeti yang telah kita ketahui jika manfaatnya haram maka tidak boleh mengambil imbalan atasnya, seperti bangkai dan darah.52
Sewa atas jasa (ija>rah al-dhimmah), yaitu ija>rah yang obyek akadnya adalah suatu pekerjaan.53Menurut para ulama ija>rah seperti ini hukumnya boleh apabila jenis pekerjaan itu jelas, seperti buruh bangunan, buruh pabrik dan tukang jahit. Ija>rah yang seperti ini ada yang bersifat pribadi, seperti menyewa pembantu rumah tangga dan ada yang bersifat serikat,
52
Ibid., 411-412.
53
44
yaitu sekelompok orang yang menjual jasanya untuk kepentingan orang banyak, seperti buruh pabrik.54
5. Hak dan Kewajiban Pelaku Sewa
Praktik ija>rah akan berjalan dengan sangat baik jika para pelaku ija>rah memenuhi hak dan kewajiban. Adapun hak dan kewajiban para
pelakuija>rahadalah sebagai berikut: a. Hak pelaku sewa (ija>rah)
1) Hak orang yang menyewakan
Orang yang menyewakan berhak menentukan kepada siapa barang tersebut disewakan, jika penyewa yang menawar lebih dari 1, tetapi harus mendahulukan orang yang pertama kali menawar. Selain itu ia berhak menerima barang yang telah disewa dengan baik, tidak ada cacat.
2) Hak penyewa
Penyewa berhak menerima barang yang akan disewa dalam keadaan baik serta dapat dimanfaatkan dengan sempurna, agar tidak menimbulkan kesalahpahaman dikemudian hari.
b. Kewajiban pelaku sewa (ija>rah)
1) Kewajiban orang yang menyewakan
Wajib mempersiapkan barang yang disewakan agar dapat digunakan secara maksimal oleh penyewa.55 Maka dalam hal ini
54
Nasrun Haroen,Fiqh Muamalah…, 236. 55
45
dibutuhkan penjelasan yang rinci atas barang yang disewakan, serta dibutuhkan kejujuran yang menyewakan. Dalam Islam kejujuran
sangat diutamakan, seperti yang tertuang dalam QS. al-Baqarah ayat 42.
Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.56
Ayat di atas menganjurkan supaya kita tidak mencampuradukkan antara perkara yang benar dan yang batil, tidak menutupi perkara yang batil dengan benar. Serta memerintahkan kita agar menampakkan perkara yang hak dan menjelaskannya secara rinci, agar perjanjian sewa menjadi sah serta tidak menjadi masalah dikemudian hari.
Misalnya, rumah yang disewakan ternyata tidak dapat digunakan dengan nyaman karena banyak terdapat titik-titik kebocoran. Jika kebocoran ini terjadi pada awal pemakaian rumah tersebut, maka yang wajib mengganti adalah yang menyewakan. Bila yang menyewakan tidak mampu memperbaikinya, penyewa mempunyai pilihan untuk membatalkan perjanjian atau menggunakan manfaat yang cacat tersebut.
56
46
Jika menggunakan manfaat yang cacat maka penyewa dapat meminta pengurangan harga sewa untuk digunakan perbaikan rumah
tersebut. Namun jika kebocoran terjadi setelah pemakaian, maka yang wajib mengganti adalah penyewa. Karena ia telah mengambil
manfaat atas rumah tersebut. 2) Kewajiban penyewa
Penyewa wajib menggunakan barang yang disewakan menurut syarat-syarat akad atau menurut kelaziman penggunaan. Dalam akad ija>rah sangat dibutuhkan adanya rincian hal-hal yang dituliskan dalam surat perjanjian ija>rahserta wajib dipenuhi oleh penyewa, agar dikemudian hari tidak terdapat perselisihan antar pelaku.
Penyewa juga wajib menjaga barang yang disewakan agar tetap utuh. Jika memang barang yang disewakan membutuhkan perawatan, maka yang bertanggung jawab atas perawatan tersebut adalah yang menyewakan. Karena jika penyewa yang melakukannya, hal ini berarti penyewa bertanggung jawab atas jumlah perawatan yang tidak pasti (gharar). Menurut pendapat ulama, bila penyewa diminta untuk melakukan perawatan, ia berhak untuk mendapatkan upah dan biaya yang wajar untuk pekerjaannya itu. Namun bila penyewa melakukan perawatan atas kehendaknya sendiri, ini dianggap sebagai hadiah dari penyewa dan ia tidak dapat meminta pembayaran apapun.57
57
47
6. Berakhirnya Akad Sewa
Menurut mayoritas ulama akad ija>rah dapat berakhir karena hal-hal
berikut ini:
a. Meninggalnya salah satu pihak yang melakukan akad. Ini menurut
pendapat Hanifi>yah. Sedangkan menurut Mayoritas Ulama, meninggalnya salah satu pihak tidak mengakibatkan berakhirnya akad ija>rah. Karena akad ija>rah merupakan akad yang la>zim seperti jual beli,
di mana penyewa memiliki manfaat atas barang yang disewa sehingga bisa berpindah kepada ahli waris.
b. Pembatalan oleh kedua belah pihak. Hal ini karena akad ija>rah adalah akad tukar menukar harta dengan harta, maka dapat dilakukan pembatalan seperti halnya dengan jual beli.
c. Rusaknya barang yang disewakan, sehingga akad ija>rah tidak mungkin untuk diteruskan.
d. Batas waktu yang disepakati dalam akad ija>rah telah berakhir, kecuali ada alasan. Misalnya sewa tanah untuk ditanami, tetapi ketika masa sewa sudah habis, tanaman belum bisa dipanen. Dalam hal ini akad ija>rahdianggap belum selesai.58
58