• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI TINDAK PIDANA BAGI PEMBUANGAN LIMBAH B3 (BAHAN, BERBAHAYA, DAN BERACUN) : STUDI PUTUSAN NO.2480/PID.B/2014/PN.SBY.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI TINDAK PIDANA BAGI PEMBUANGAN LIMBAH B3 (BAHAN, BERBAHAYA, DAN BERACUN) : STUDI PUTUSAN NO.2480/PID.B/2014/PN.SBY."

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI

TINDAK PIDANA BAGI PEMBUANGAN LIMBAH B3 (BAHAN,

BERBAHAYA, DAN BERACUN)

(Studi Putusan No.2480/Pid.B/2014/PN.Sby)

SKRIPSI

Oleh Iva Rosiana Nim. C03212043

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syariah dan Hukum

Jurusan Hukum Publik Islam Prodi Hukum Pidana Islam

Surabaya

(2)

TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI TINDAK

PIDANA BAGI PEMBUANGAN LIMBAH B3 (BAHAN, BERBAHAYA,

DAN BERACUN)

(Studi Putusan No.2480/Pid.B/2014/PN.Sby)

SKRIPSI Diajukan kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu

Ilmu Syariah dan Hukum

Oleh Iva Rosiana Nim. C03212043

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syariah Dan Hukum

Jurusan Hukum Publik Islam Prodi Hukum Pidana Islam

Surabaya

(3)
(4)
(5)

PENGESAHAN

Skipsi yang ditulis oleh Iva Rosiana NIM. C03212043 ini telah dipertahankan

di depan sidang Majelis Munaqasah Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan

Ampel pada hari Selasa, 8 November 2016, dan dapat diterima sebagai salah satu

persyaratan untuk menyelesaikan program sarjana strata satu dalam

Majelis Muraqasah Skripsi:

Penguji

I

Penguji tr

/

f-nr.

ur*f-ra.

s.n-ii

Nip. 197803 10200501 1004

Penguji IV

011004

Surabaya, Senin 24 November 2016

Mengesahkan,

Fakultas Syariah dan Hukum

A. Mufti Khazin. M.HI

(6)
(7)

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian library research untuk menjawab pertanyaan: Bagaimana pertimbangan hakim terhadap sanksi tindak pidana bagi pembuangan limbah B3 (Bahan, Berbahaya, dan, Beracun) dalam Putusan Nomor 2480/Pid.B/2014/PN.SBY tentang hukuman bagi pelaku tindak pidana pembuangan limbah B3 (Bahan, Berbahaya, dan, Beracun)? Bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap pertimbangan hakim dalam tindak pidana bagi pembuangan limbah B3 (Bahan, Berbahaya, dan, Beracun) dalam Putusan Nomor 2480/2014/Pid.B/PN.SBY Tentang Hukuman bagi pelaku tindak pidana pembuangan limbah B3 (Bahan, Berbahaya, dan, Beracun)?

Data penelitian diperoleh melalui dokumentasi serta kepustakaan dan mempelajari sumber-sumber data yang diperoleh dari website Pengadilan Negeri Surabaya dan bentuk dokumen berupa buku-buku litelatur yang berkaitan dengan masalah yang penulis bahas. Setelah data tersebut terkumpul, kemudian analisis dengan cara deskriptif dan verifikatif, yaitu mendeskripsikan dan menganalisis kesesuaian fakta yang terjadi mengenai tindak pidana pembuangan limbah B3 dengan tujuan untuk memperoleh kesimpulan menurut hukum pidana Islam

dengan pertimbangan hukum hakim dalam Putusan Nomor

2480/Pid.B/2014/PN.SBY Tentang Hukuman bagi pelaku tindak pidana pembuangan limbah B3 (Bahan, Berbahaya, dan, Beracun).

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pertimbangan hukum hakim dalam putusan Nomor 2480/Pid.B/2014/PN.SBY tentang hukuma atau sanksi bagi pelaku tindak pidana pembuangan limbah B3, bahwa sebelum Majelis Hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa, hakim terlebih dahulu akan memeprtimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan bagi terdakwa. Hukuman bagi pelaku tindak pidana pembuangan limbah B3 (Bahan, Berbahaya, dan, Beracun) berdasarkan Pasal 103 Ayat 1 jo Pasal 116 Ayat 1 huruf b Undang-undang RI Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan tuntutan hukuman penjara selama 1 tahun 6 bulan penajara dan denda sebesar 1 milyar rupiah hukum pidana Islam terhadap sanksi hukum merupakan termasuk dalam jarimah takzir karena dalam jari>mah takzir tersebut telah terpenuhi unsur-unsurnya yang diserahkan sepenuhnya oleh keputusan hakim. Terdakwa diberikan hukuman dengan tujuan agar terdakwa menjadi jera melakukan perbuatan itu dan tidak menggulangginya lagi.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN………... ... iv

PERSEMBAHAN ... v

MOTTO ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TRANSLITERASI ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi dan Batasan masalah ... 12

C. Rumusan Masalah ... 13

D. Kajian Pustaka ... 13

E. Tujuan Penelitian ... 14

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 15

G. Definisi Operasional ... 16

H. Metode Penelitian ... 17

(9)

BAB II KONSEP HUKUM PIDANA ISLAM DALAM SANKSI TINDAK

PIDANA BAGI PEMBUANGAN LIMBAH B3 (BAHAN,

BERBAHAYA, DAN BERACUN) ... 22

A. Pengertian Jarimah ... 23

B. Bentuk-bentuk Jarimah Takzir…. ... 24

C. Pengertian Takzir ... 24

D. Dasar Hukum Takzir . ... 26

E. Tujuan Takzir ... 28

F. Macam-macam Jarimah Takzir ... 29

G. Pendapat Ulama tentang Sanksi Takzir ... 39

H. Unsur-unsur Jarimah ... 45

BAB III PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SURABAYA TERHADAP TINDAK PIDANA BAGI PEMBUANGAN LIMBAH B3 ( BAHAN, BERBAHAYA DAN BERACUN) ... 46

A. Deskripsi Pengadilan Negeri Surabaya ... 46

B. Deskripsi Kasus Tindak Pidana Pembuangan Limbah B3 (Bahan, Berbahaya, dan Beracun) ... 47

C. Pertimbangan Hukum Hakim tentang Tindak Pidana Bagi

Pembuangan Limbah B3 (Bahan, Berbahaya, dan Beracun)… 66

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM TENTANG TINDAK PIDANA BAGI PEMBUANGAN

(10)

A. Analisis Pertimbangan Hukum Hakim terhadap Sanksi Tindak

Pidana bagi Pembuangan Limbah B3 (Bahan, Berbahaya, dan

beracun) Putusan Pengadilan Negeri Surabaya

No.2480/Pid.B/2014/PN.Sby ... 70

B. Analisis Hukum Pidana Islam terhadap Sanksi Tindak Pidana bagi Pembuangan Limbah B3 (Bahan, Berbahaya, dan beracun) Hukum Pidana Islam Pengadilan Negeri Surabaya No.2480/Pid.B/2014/PN.Sby ... 80

BAB V PENUTUP ... 85

A. Kesimpulan ... 85

B. Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 87

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,

keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang

mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia

serta mahluk hidup lain.1 Pengelolaan lingkungan hidup merupakan upaya

terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan.2 yang meliputi kebijaksanaan

penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan,

pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup.3

Pencegahan dan penangulangan pencemaran dan kerusakan lingkungan

memerlukan kerjasama para ahli lingkungan dari berbagai disiplin ilmu

untuk secara bahu membahu meneliti faktor-faktor yang menghambat

maupun mendorong pembinaan dan pengembangan lingkungan di Negara

kita. Kerjasama ini sekaligus diperhatikan untuk membahas permasalahan

serta memberikan pengaruhnya ke arah pengelolaan lingkungan secara serasi

dan terpadu, sesuai dengan kemampuan dan keilmuanya demi keberhasilan

pembangunan berkelanjutan.

Masalah lingkungan dapat ditinjau dari aspek planologis, teknologis,

teknik lingkungan, ekonomi dan hukum. Segi-segi hukum pengelolaan

1 Syamsul Arifin, “ Strategi untuk Mengurangi Kerusakan Lingkungan yang diakibatkan oleh

Gempa dan Glombang Tsunami”, Jurnal Arsitektur “ASTRUM”, 01(April, 2015), 28.

(12)

2

lingkungan hidup dan konservasi sumber daya alam di Indonesia perlu dikaji

secara intensif, karena pengelolaan lingkungan tidak mungkin dapat tanpa

pengaturan hukum. Hal imi tidak berarti bahwa ahli hukum dapat

menangani masalah lingkungan terlepas dari disiplin ilmu lain yang

berkaitan dengan bidang lingkungan.4

Kerusakan lingkungan yang paling dikhawatirkan terutama mengenai

sampah. Sampah merupakan salah satu permasalahan kompleks yang

dihadapi baik oleh negara berkembang maupun negara maju sekalipun di

dunia. Masalah sampah merupakan masalah yang umum dan merupakan

masalah yang universal di berbagai negara belahan dunia manapun. dengan

titik perbedaannya terletak pada berapa jumlah sampah yang dihasilkan.5

Islam berkali-kali telah mengingatkan kita agar menjaga lingkungan

seperti dalam firman Allah Swt. Di terangkan dalam Alquran Surah Arrum

Ayat 41 sebagai berikut:

َ ظ

َ ه

َ لاَر

َ ف

َ س

َ داَ

َِف

َ لاَ

َ بَِ رَ

َ وَ لاَ ب

َ ح

َِرَ

َ ِب

َ سكا

َ ب

َ ت

ََ اَ ي

َِد

ى

َ

َ نلا

َِسا

ََِلَ ي

َِذَ ي

َ قَ ه

َ مََ ب

ع

َ ض

ََ لا

َِذ

ى

ََ ع

َِمَ ل

َ اوَ

َ لَ عَ ل

َ هَ م

ََ يَ ر

َِج

َ عَ و

َ ن

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar manusia merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).6

Ayat di atas telah jelas bahwa kerusakan lingkungan terjadi akibat

prilaku manusia itu sendiri, seperti membuang sampah sembarangan.

4

Siti Sundari Rangkuti,Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional”,

(Surabaya: Airlangga Universitas Press, 2005), 1.

5 M. Gufron, Rekonstruksi Paradigma Fikih Lingkungan, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press,

2012), 24-25.

6 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Semarang: Karya Toha Semarang, 2003),

(13)

3

Terutama sampah yang dihasilkan dari sisa-sisa medis terdiri dari botol

bekas infus, beserta selang, jarum infus bekas, ampul/botol-botol obat,

jiregen bekas cuci darah (hemodialisa), sarung tangan medis (hand soon),

masker, bag/bekas kantong darah, darah dan gips. Semua sampah yang

dihasilkan sisa-sisa medis tersebut adalah sampah yang digolongkan dalam

limbah B3 (Bahan, Berbahaya, dan Beracun) apalagi jika tidak diolah dengan

baik.

Limbah B3 (Bahan, Berbahaya, dan Beracun) menurut PP Nomor 18

tahun 1999 adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung

bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya

dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat

mencemarkan dan atau merusak serta membahayakan lingkungan hidup.

Limbah B3 yang dibuang langsung ke lingkungan dapat menimbulkan

bahaya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia serta makhluk hidup

lainya.

Limbah yang termasuk limbah B-3 adalah limbah yang memenuhi salah

satu atau lebih karakteristik, yaitu: 7pertama, Limbah mudah meledak adalah

limbah yang melalui reaksi kimia dapat menghasilkan gas dengan suhu dan

tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan sekitarnya.

Contoh asam pikrat, gas hidrogen. Kedua, limbah mudah terbakar adalah

limbah yang apabila berdekatan dengan api, percikan api, gesekan atau

7 Ailauwandi, “ Tinjauan Hukum Islam dan hukum Positif tentang Limbah Bahan Berbahaya dan

(14)

4

sumber nyala lain akan mudah menyala atau terbakar dan apabila telah nyala

akan terus terbakar hebat dalam waktu lama. Contoh ammonium nitrat,

belerang, aseton. Ketiga, limbah yang bersifat reaktif adalah limbah yang

dapat menyebabkan kebakaran karena melepaskan atau menerima oksigen.

Contoh sisah pada kemasan oli. Keempat, limbah beracun adalah limbah

yang mengandung racun yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan.

Limbah B-3 dapat menyebabkan kematian dan sakit yang serius, apabila

masuk ke dalam tubuh melalui pencernaan, kulit, atau mulut. Nilai ambang

batasnya ditetapkan oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. Contoh

bahan farmasi yang sudah tidak memenuhi spesifikasi atau tidak terpakai

seperti obat kanker. Kelima, limbah yang menyebabkan infeksi sangat

berbahaya karena mengandung kuman penyakit seperti hepatitis dan kolera

yang ditularkan pada pekerja, pembersih jalan, masyarakat di sekitar lokasi

pembuangan limbah. Contoh cairan tubuh manusia seperti darah dari rumah

sakit. Keenam, limbah bersifat korosif dapat menyebabkan iritasi (terbakar)

pada kulit atau mengkorosikan baja. Contoh limbah asam dari baterai yang

dihasilkan dari pendaur ulangan baterai mobil (accu) bekas. Dan ketujuh,

limbah lain yang apabila diuji dengan metode toksilogi dapat diketahui

termasuk dalam jenis limbah B-3, misalnya dengan metode LD-05 (lethal).

Dalam tindak pidana pembuangan limbah B3 (Bahan, Berbahaya, dan

Beracun) menurut pandangan hukum islam termasuk dalam kejahatan

hukum pidana islam. Ulama muta>’akhi>rin menghimpunnya dalam bagian

(15)

5

Pidana Islam.8 Dalam hukum pidana islam tersebut terdapat pembahasan

mengenai jenus pelanggaran atau kejahatan manusia dengan berbagai

sasaran, termasuk juga terdapat tentang lingkungan hidup. Buku atau kitab

yang diancamkan kepada pelaku perbuatan tersebut dinamakan Kitab

Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam mempelajari fikih Jinayah,

ada dua istilah penting. Pertama, adalah istilah Jinayah itu sendiri dan kedua

adalah jarimah.9 Istilah yang pertama, pengertian Jinayah adalah semua

perbuatan yang diharamkan. Perbuatan yang diharamkan adalah tindakan

yang dilarang atau dicegah oleh syarak (Hukum Islam).10 Istilah yang kedua,

adalah jarimah. Pada dasarnya, kata jarimah mengandung arti perbuatan

buruk, jelek, atau dosa. Jadi, pengertian jarimah secara harfiah sama halnya

dengan pengertian jinayah. Adapun pengertian jarimah sebagai berikut:

ٍرْيِزْعح ت ْوحا ٍّدحِِ احهْ نحع ُهحرحجحز ٌةَيِعْرحش ٌتاحرْوُظْحَ

Larangan-larangan syarak (yang apabila dikerjakan) diancam Allah dengan hukuman had atau takzir.11

Larangan-larangan tersebut berasal dari ketentuan syarak sehingga

hanya ditujukan kepada orang yang berakal sehat karena memahami maksud

ketentuan tersebut dan sanggup menerimanya.12

Perbuatan yang dikategorikan jarimah, suatu perbuatan harus memiliki

beberapa persyaratan atau beberapa unsur. Unsur-unsur tersebut adalah

sebagai berikut ini:13

8 Rahmat Hakim, Hukum pidana Islam (Fiqh Jinayah), (Bandung: Pustaka Setia, 2000), 11.

9 Ibid. 10 Ibid., 12.

11 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), 9.

(16)

6

Unsur formal atau al-rukn al-shar’i> adalah adanya ketentuan syarak yang

menyatakan bahwa perbuatan yang dilakukan merupakan perbuatan yang

oleh hukum dinyatakan sebagai sesuatu yang dapat dihukum atau adanya

ayat yang mengancam hukuman terhadap perbuatan yang dimaksud.

Unsur materiil atau al-rukn al-ma>di> adalah adanya perilaku yang

membentuk jarimah, baik berupa perbuatan ataupun tidak berbuat atau

adanya perbuatan yang bersifat melawan hukum.

Unsur moril atau al-rukn al-adabi> (penanggungjawaban pidana) adalah

pembuat jarimah atau pembuat tindak pidana atau delik haruslah orang yang

dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Jika kerusakan yang dilakukan tidak sampai mengakibatkan bahaya

besar, maka hukuman yang bisa diterima cukup dengan mentakzir artinya

pemerintah bisa menyanksi sesuai dengan kadar kejahatannya.14 Dalam

perspektif Islam, salah satu pendekatan yang digunakan adalah dengan

membangun paradigma fikih lingkungan. Yaitu membangun suatu

pemahaman yang komprehensif, utuh dan terpadu terhadap ajaran Islam

yang berbicara tentang pelestarian lingkungan hidup.15 Substansi hukum

lingkungan mencakup sejumlah ketentuan-ketentuan hukum tentang dan

13 Ibid., 52.

14 Gufron, Rekonstruksi Paradigma Fikih Lingkungan (Analisis Problematika Ekologi di

Indonesia dalam perspektif fiqh al-bi’ah), (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2012), 9.

(17)

7

berkaitan dengan upaya-upaya mencegah dan mengatasi masalah-masalah

lingkungan hidup.16

Bagian yang tidak ditentukan jenis pelanggarannya atau juga jenis

hukumannya, dalam terminologi fikih disebut dengan takzir. Suatu jenis

jarimah dan sanksi hukuman yang menjadi wewenang u>lu>l a>mr{{{{}}}}>i dalam

pengaturannya.17 Jarimah hudud adalah suatu suatu jarimah yang bentuknya

telah ditentukan syara sehingga terbatas jumlahnya. Jarimah qisas diyat pun telah ditentukan jenisnya maupun besar hukumannya. Jadi, jarimah ini

terbatas jumlahnya dan hukumannya pun tidak mengenal batas tertinggi

maupun terendah karena hukuman untuk jarimah ini hanya satu untuk setiap

jarimah.

Sehingga hukuman bagi pelaku tindak pidana pembuangan limbah B3

(Bahan, Berbahaya, dan Beracun) dalam hukum pidana islam termasuk

dalam jarimah takzir karena dalam jarimah takzir tersebut telah terpenuhi

unsur-unsurnya secara menyeluruh, bukan termasuk dalam jarimah hudud

ataupun jarimah qisas diyat karena dalam kedua jarimah tersebut terdapat

unsur yang tidak terpenuhi sehingga tidak termasuk jarimah hudud ataupun

jarimah qisas diyat.18

Untuk menjaga lingkungan dari pencemaran terutama akibat dari

pandangan limbah B3 (Bahan, berbahaya, dan beracun) dibutuhkan

penindakan yang tegas agar para pelaku tindak pidana pembuangan limbah

16 Takdir Rhmadi, Hukum Lingkungan di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), 26.

17 Hakim Rahmat, Hukum pidana Islam…, 140.

(18)

8

B3 (Bahan, berbahaya, dan beracun) menjadi jera seperti yang dilakukan

terdakwa Wuri Diah Handayani, S.T yang menjabat sebagai kepala Instalasi

Penyehatan Lingkungan RSUD Sidoarjo, yang sesuai dengan pertimbangan

hukum sebagai mana yang Telah disebutkan dibawah ini:

Wuri Diah Handayani, S.T sebagai terdakwa dalam kasus

penyalahgunaan tanggungjawab sebagai kepala Instalasi Penyehatan

Lingkungan di Rumah Sakit Umum Sidoarjo, terdakwa memerintah stafnya

untuk memasukkan truk kedalam Rumah Sakit dengan Nomor Pol:

L-8044-JA untuk mengambil sampah yang ada dirumah sakit untuk dibawa ke TPS

yang ada di Dusun Kedungturi, Desa Kedungkulon, Kecamatan Porong,

Kupaten Sidoarjo.

Truk dikendarai oleh Senain pada tanggal 4 Juli 2013 pada pukul 05.30

WIB. Selama diperjalanan truk mengeluarkan bau tidak sedap, sehingga

mengundang curiga polisi yang sedang berpatroli, ketika truk dihentikan

untuk diperiksa kelengkapan surat ternyata si sopir tidak bisa menunjukkan

surat-surat kelengkapan, dan dari situlah dugaan pembuangan limbah medis

dari rumah sakit yang termasuk dalam limbah B3 yang tanpa surat resmi

dilakukan.

Bahwa ia terdakwa Wuri Diah Handayani, S.T, pada hari Kamis tanggal

10 Januari 2013 sekitar pukul 12.30 WIB atau setidak-tidaknya sekitar

waktu itu dalam bulan januari 2013 bertempat di Rumah Sakit Umum

Daerah (RSUD) Kabupaten Sidoarjo beralamatkan di jalan Mojopahit

(19)

9

di suatu tempat dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Sidoarjo, namun

oleh karena sebagian besar saksi bertempat tinggal di Surabaya, maka

berdasarkan Pasal 84 Ayat (2) KUHP, Pengadilan Negeri Surabaya

berwenang mengadili perkara ini, menghasilkan limbah B3 dan tidak

melakukan pengelolaan sebagai mana dimaksud dalam Pasal 59, yang

dilakukan dengan cara antara lain sebagai berikut:

Bahwa pada tahun 1998, terdakwa mulai bekerja di Rumah Sakit Umum

Daerah Kabupaten Sidoarjo beralamatkan di jalan Mojopahit Nomor 667,

kecamatan Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo dan pada bulan Oktober 2011

terdakwa diangkat menjadi kepala Instalasi Penyehatan Lingkungan di

rumah sakkit umum daerah Kabupaten Sidoarjo, Selanjutnya tugas dan

tanggungjawab terdakwa adalah kepala Instalasi Penyehatan Lingkungan Di

RSUD Kabupaten Sidoarjo tersebut adalah membuat perencanaan kegiatan

Instalasi penyehatan Lingkungan, serta mengevaluasi dan laporan kegiatan

Instalasi penyehatan lingkungan kemudian terdakwa melaporkan

pelaksanaan tugas dan tanggungjawabnya.

Putusan hakim menyatakan terdakwa Wuri Diah Handayani, S.T

tersebut di atas, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan

tindak pidana, tidak melakukan pengelolaan limbah B3 sesuai peraturan.

Sebagaimana dalam dakwaan Pasal 103 Ayat (1) Jo Pasal 116 Ayat (1) huruf

(b) Undang-undang RI Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan

(20)

10

Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana

penjara selama 1 (satu) tahun dan denda sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu

miliyar rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar

diganti dengan pidana kurungan selama 4 (empat) bulan kurungan,

memerintahkan terdakwa untuk ditahan.

Melalui latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian lebih lanjut dengan jelas dengan judul: “Tinjauan Hukum Pidana

Islam terhadap Sanksi Tindak Pidana Bagi Pembuangan Limbah B3 (bahan,

berbahaya, dan beracun) (Studi Putusan Nomor 2480/Pid.B/2014/PN.SBY).

apakah sanksi tersebut sudah sejalan dengan akibat yang ditimbulkan

ataukah masih belum ada kesesuaiaan antara keduanya.

Karena dalam Pasal 103 yang menjelaskan tentang larangan terhadap

seorang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengolahan,

dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama

5 tahun serta denda paling sedikit Rp.1.000.000.000,00 dan paling banyak

Rp. 3.000.000.000,00. Dalam Pasal 117 yang menjelaskan tentang apabila

tuntutan diajukan kepada badan usaha atau seorang yang memberi perintah

maka diancam dengan pidana penjara dan denda diperberat sepertiga dari

denda aslinya.

Namun dalam putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor

2480/Pid.B/2014/PN.SBY menjatuhkan putusan kepada pimpinan instalasi

yang memberikan perintah untuk membuang limbah B3 hanya menjatuhkan

(21)

11

Dalam putusan tersebut dirasa majelis hakim menjatuhakn hukuman denda

terlalu ringan, karena sudah disebutkan dalam pasal 116 bahwa denda yang

dijatuhkan kepada pemebri perintah diperberat dengan sepertiga, artinya jika

denda asli adalah Rp. 1000.000.000,00 maka jika diperberap sepertiga

kurang-lebih menjadi Rp.3.000.000.000,00.

Inilah yang menjadi kejanggalan dalam Putusan Pengadilan Surabaya

Nomor 2480/Pid.B/2014/PN.SBY yang dirasa perlu adanya koreksi lanjutan

terhadap Pasal 103 Ayat (1) Jo Pasal 116 Ayat (1) huruf (b) UU RI Nomor

32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis

mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Pengertian lingkungan hidup serta mengenai kerusakan lingkungan hidup

2. Pengertian limbah B3 (Bahan, Berbahaya, dan Beracun) dan akibat yang

ditimbulkan dari tindak pidana pembuangan limbah B3 terhadap

lingkungan sekitar

3. Karakteristik yang terdapat pada limbah B3 (Bahan, Berbahaya, dan

Beracun)

4. Bentuk hukuman yang diberikan pada pelaku tindak pidana pembuangan

limbah B3 (Bahan, Berbahaya, dan Beracun).

(22)

12

6. Tinjauan hukum pidana islam terhadap pelaku tindak pidana pembuangan

limbah B3 (Bahan, Berbahaya, dan beracun) Nomor 2480/Pid.

B/2014/PN.SBY

Dari identifikasi masalah di atas, maka penulis membatasi ruang lingkup

permasalahan yang hendak dikaji atau diteliti yaitu seputar:

1. Analisis Hukum Pidana Islam terhadap pertimbangan hukum hakim

dalam putusan Analisis hukum pidana islam terhadap pertimbangan

hukum hakim dalam Putusan Nomor 2480/Pid.B/2014/PN.SBY tentang

hukuman bagi pelaku tindak pidana bagi pembuangan limbah B3 (Bahan,

Berbahaya, dan Beracun).

2. Analisis hukum pidana Islam terhadap sanksi hukum dalam Putusan

Nomor 2480/Pid.B/2014/PN.SBY tentang hukuman bagi pelaku tindak

pidana bagi pembuangan limbah B3 9Bahan, Berbahaya dan Beracun).

C. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka dapat disimpulkan beberapa

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pertimbangan hakim terhadap sanksi tindak pidana bagi

pembuangan limbah B3 (Bahan, Berbahaya dan Beracun) dalam Putusan

(23)

13

2. Bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap sanksi hukum dalam

tindak pidana pembuangan limbah B3 (Bahan, Berbahaya, dan Beracun)

dalam Putusan Nomor 2480/Pid.B/2014/PN.SBY ?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi tentang kajian atau penelitian yang

sudah pernah dilakukan, sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang sedang

dan akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan atau duplikasi dari

kajian atau penelitian terdahulu.

Penelitian tentang sanksi tindak pidana bagi pembuangan limbah B3

(Bahan, Berbahaya, Dan, Beracun), memang sangat banyak dan beragam,

namun keberagaman tema tersebut dapat memberikan refrensi yang berbeda,

baik dari objek maupun fokus penelitian. Hal ini dapat dipahami dalam

beberapa penelitian sebagai berikut:

“Kajian Air Limbah Domestic di Perumnas Bantar Kemang, Kota Bogor

dan Pengaruhnya pada Sungai Ciliwung” yang dibahas oleh Muhammad

Reza Cordova ini membahas tentang limbah domestic, memang sama

membahas tentang limbah namun terdapat perbedaan dengan tulisan penulis,

yaitu skripsi ini lebih membahas tentang hukum positifnya namun penulis

mebahas limbah dari segi hukum pidana Islamnya.19

19Muhammad Rez Cordova, “Kajian Air Limbah Dosmetik Di Perumnas Bantar Kemang Kota

(24)

14

“Hubungan Sanitasi Lingkungan Perumahan dan Perilaku Masyarakat

dengan Kejadian Filariasis di Kecamatan Kampung Rakyat Kabupaten

Labuhan Batu Selatan” yang dibahas Erwin Saleh Pulungan ini membahas

tentang limbah juga namun berbeda dengan karya penulis karena skripsi ini

lebih membahas tengan limbah rumah tangga sedangkan penulis lebih

membahas tentang limba B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).20

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka secara garis besar penelitian

ini dilakukan dengan berbagai tujuan antara lain sebagai berikut:

1. Mengetahui analisis hukum pidana Islam terhadap pertimbangan hukum

hakim dalam Putusan Nomor 2480/Pid.B/2014/PN.SBY tentang hukuman

bagi pelaku tindak pidana pembuangan limbah B3 (Bahan,Berbahaya, dan

Beracun.

2. Mengetahui analisis hukum pidana Islam terhadap sanksi hukum dalam

Putusan Nomor 2480/Pid.B/2014/PN.SBY tentang hukuman bagi pelaku

tindak pidana pembuangan limbah B3 (Bahan, Berbahaya dan Beracun.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian, penulis ingin mempertegas kegunaan

hasil penelitian yang ingin dicapai dalam skripsi ini sekurang-kurangnya

dalam dua aspek yaitu:

20Erwin Saleh Pulungan, “Hubungan Sanitasi Lingkungan Perumahan Dan Perilaku Masyarakat

(25)

15

1. Aspek teoritis (keilmuan)

Secara umum hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

pedoman serta pengetahuan yang bermanfaat untuk penelitian selanjutnya

yang berkaitan tentang hukum pidana islam terhadap hukuman bagi

pelaku tindak pidana pembuangan limbah B3 (Bahan, Berbahaya, dan

Beracun) studi Putusan Nomor 2480/Pid.B/2014/PN.SBY.

2. Aspek praktis (terapan)

Dari segi praktis hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan

acuan melakukan penelitian yang akan datang serta diharapkan dapat

menjadi pertimbangan bagi hakim dalam memutus perkara pidana

khususnya dalam menerapkan hukuman bagi pelaku tindak pidana

pembuangan limbah B3 (Bahan, Berbahaya, dan Beracun).

G. Definisi Operasional

Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas dalam memahami agar

menghindari kesalahpahaman mengartikan judul skripsi ini, maka diperlukan

untuk dijelaskan maksud beberapa istilah-istilah atau kata-kata didalam

judul di atas :

1. Hukum pidana Islam adalah hukum yang mengatur perbuatan

yang dilarang oleh syarak dan dapat menimbulkan hukuman had

(26)

16

Islam menunjuk pada kitab-kitab fikih jinayah yang ditulis oleh

para ahli atau ulama.21

2. Sanksi tindak pidana adalah akibat dari suatu perbuatan atau suatu

reaksi dari pihak lain (manusia atau organisasi sosial) atas suatu

perbuatan.

3. Pembuangan limbah B3 (Bahan, Berbahaya, dan Beracun) adalah

buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri

maupun domestik (rumah tangga).22

H. Metode Penelitian

1. Data yang dikumpulkan

Berdasarkan masalah yang dirumuskan, maka data yang dikumpulkan

dalam penelitian ini meliputi:

a. Data tindak pidana pembuangan limbah B3 dalam Putusan Nomor

2480/Pid.B/2014/PN.SBY.

b. Pandangan hukum pidana Islam terhadap hukuman bagi pelaku tindak

pidana pembuangan limbah B3 (Bahan, Berbahaya, dan Beracun)

dalam Putusan Nomor 2480/Pid.B/2014/PN.SBY

21

Ahmad Djazuli, Fiqh Jinayah, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, cet II, 1997), 2.

22 Sugiarto, ”Pengertian Limbah B3 (Bahan, Berbahaya, dan Beracun)”, http://artonang.co.id,

(27)

17

2. Sumber data

Sumber data merupakan bagian dari skripsi yang akan menentukan

keotentikan skripsi, berkenaan dengan skripsi ini, sumber data yang

dihimpun antara lain:

a. Sumber sekunder

1. Bahan hukum primer

a. Bahan hukum primer berupa Putusan Nomor

2480/Pid.B/2014/PN.SBY Dimana data tersebut diperoleh

dari website direktori Pengadilan Negeri Surabaya.

b. UU RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengolaan Lingkungan Hidup.

2. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum yang digunakan peneliti dalam bentuk dokumen

berupa buku-buku literatur dan dokumen yang ada

hubungannya dengan masalah yang penulis bahas. Diantaranya:

1) Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan Dan

Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, Surabaya:

Airlangga University Press, 2005.

2) H. M. Gufron Rekonstruksi Paradigma Fiqih

Lingkungan, Surabaya: iain Sunan Ampel Press, 2012.

3) Rahmat Hakim ,Hukum Pidana Islam (Fikih Jinayah),

(28)

18

4) Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta:

Sinar Graha, 2005.

5) R.M. Gatot P. Soemartono, Hukum Lingkungan

Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 1996.

6) R.M. Gatot P. Soemartono, Mengenal Hukum

Lingkungan Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 1991.

7) Helmi, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, Jakarta:

Sinar Grafika, 2012

3. Teknik pengumpulan data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik dokumentasi,

yakni cara yang digunakan adalah dengan pengumpulan data literatur,

yaitu dari dokumen Putusan Nomor 2480/Pid.B/2014/PN.SBY. yang

dilengkapi dengan penggalian bahan-bahan pustaka yang berhubungan

dengan bahasan hukuman bagi pelaku tindak pidanapembuangan limbah

B3 (Bahan, Berbahaya, dan Beracun). Bahan-bahan pustaka yang

digunakan di sini adalah buku-buku yang ditulis oleh para pakar atau ahli

hukum, terutama dalam bidang hukum pidana dan hukum pidana Islam.

4. Teknik pengolahan data

Semua data yang terkumpul kemudian diolah dengan cara sebagai

berikut:

a. Editing, yaitu pemeriksaan kembali terhadap semua data yang telah

(29)

19

keselarasan dan kesesuaian antara data primer maupun data sekunder,23

yang berkaitan dengan tindak pidana pembuangan limbah B3 (Bahan,

Berbahaya, dan Beracun).

b. Organizing, yaitu menyusun dan mensistematikan data yang diperoleh

dalam kerangka uraian yang sudah direncanakan.

c. Analyzing, yaitu analisis dari data yang telah dideskripsikan terhadap

hukuman bagi pelaku tindak pidana pembuangan limbah B3 (Bahan,

Berbahaya, dan Beracun) dalam Putusan Nomor

2480/Pid.B/2014/PN.SBY

5. Teknik analisis data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Deskriptif analisis, yaitu dengan cara memaparkan mengenai hukuman

yang diputuskan dalam kasus pembuangan limbah B3 (Bahan,

Berbahaya, dan Beracun) secara keseluruhan, mulai dari deskripsi

kasus, sampai dengan isi putusan.

d. Deduktif, yaitu pola pikir yang membahas persoalan yang dimulai

dengan memaparkan hal-hal yang bersifat umum berupa dalil, kaidah

fiqih, pendapat mujtahid (yakni yang berkaitan tentang hukuman bagi

pelaku pembuangan limbah B3 (Bahan, Berbahaya, dan Beracun)

kemudian ditarik suatu kesimpulan yang bersifat khusus dari hasil

penelitian tersebut.

(30)

20

I. Sistematika Pembahasan

Untuk memudahkan pembahasan masalah yang ada dalam penelitian ini

dan agar dapat dipahami permasalahannya secara sistematis, maka

pembahasannya disusun dalam setiap bab yang masing-masing bab

mengandung sub bab, sehingga menggambarkan keterkaitan yang sistematis,

untuk selanjutnya sistematika pembahasannya disusun sebagai berikut:

Bab Pertama, menjelaskan tentang gambaran apa bagaimana, dan untuk

apa studi ini disusun, oleh karena itu dalam bab pertama ini dipaparkan

tentang: latar belakang masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan

penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian,

dan sistematika pembahasan.

Bab Kedua, kerangka teoritis menguraikan tentang hukuman tindak

pidana dalam hukum pidana Islam yang meliputi: pengertian hukuman, dasar

hukum hukuman, tujuan hukuman, syarat-syarat hukuman, jenis-jenis

hukuman dan sekilas tentang hukuman takzir yang terdiri dari: pengertian

takzir, dasar hukum takzir, macam-macam tazir, sanksi perbuatan takzir.

Bab Ketiga, memuat gambaran singkat tentang kasus tindak pidana

pembuangan limbah B3 (Bahan, Berbahaya, dan Beracun), dasar hukum

pertimbangan hakim tentang tindak pidana pembuangan limbah B3 (Bahan,

berbahaya, dan Beracun). Amar putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor

2480/Pid.B/2014/PN.SBY tentang hukuman bagi pelaku tindak pidana

(31)

21

Bab Keempat, Tentang analisis terhadap Putusan Pengadilan Negeri

Surabaya tentang hukuman bagi pelaku tindak pidana pembuangan limbah

B3 (Bahan, Berbahaya, dan Beracun) yang meliputi analisis putusan hukum

hakim tentang tindak pidana pembuangan limbah B3 (Bahan, Berbahaya,

dan Beracun) dalam Putusan Nomor 2480/Pid.B/2014/PN.SBY dan analisis

menurut Hukum pidana Islam terhadap Putusan Nomor

2480/Pid.B/2014/PN.SBY tentang tindak pidana pembuangan limbah B3

(Bahan, Berbahaya dan Beracun).

Bab Kelima, penutup yang berisi tentang kesimpulan dari pembahasan

yang telah diuraikan, serta saran-saran yang dapat penulis kemukakan terkait

(32)

BAB II

KONSEP HUKUM PIDANA ISLAM DALAM SANKSI TINDAK

PIDANA BAGI PEMBUANGAN LIMBAH B3 (BAHAN,

BERBAHAYA, DAN BERACUN)

Perbuatan manusia yang dinilai sebagai pelanggaran atau kejahatan kepada

sesamanya, baik pelanggaran atau kejahatan tersebut secara fisik atau non fisik,

seperti membunuh, menuduh, memfitnah maupun kejahatan terhadap harta benda

lainnya, dibahas dalam jarimah. Namun beberapa ulama muta’akhirin

menghimpun pembahasan semua jenis pelanggaran atau kejahatan manusia

dengan berbagai sasaran, badan, jiwa, harta benda, kehormatan, nama baik,

Negara, tatanan hidup, dan lingkungan hidup kedalam fikih jinayah ata hukum

pidana Islam.

Dalam memperlajari fikih jinayah, ada dua istilah penting yang terlebih

dahulu haruus dipahami sebelum mempelajari meteri selanjutnya. Pertama adalah

istilah jinayah itu sendiri dan kedua adalah jarimah. Kedua istilah tersebut secara

etimologis mempunyai arti dan arah yang sama. Selain itu, istilah yang ,menjadi

sinonim bagi istilah lainnya atau keduanya bermakna tunggal. Walaupun

demikian, kedua istilah berbeda dalam penerapan kesehariannya. Dengan

demikian, kedua istilah tersebut harus diperhatikan agar penggunaanya tidak

(33)

23

A. Pengertian Jarimah

Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang syarak yang

sanksinya dapat berubah hukuman had atau takzir. Menurut Imam al-

Mawardi jarimah adalah “segala larangan syarak (melakukan hal-hal yang

dilarang dan atau meninggalkan yang diwajibkan) yang diancam dengan

hukuman had atau takzir”.1

Suatu perbuatan dapat dinamai suatu jarimah (tindak pidana, peristiwa

pidana atau delik) apabila perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian bagi

orang lain atau masyarakat baik jasad (anggota badan atau jiwa), harta

benda, keamanan, atau aturan masyarakat, nama baik, perasaan atau hal-hal

yang harus dipelihara dan dijunjung tinggi keberadaannya. Artinya, jarimah

adalah dampak dari perilaku tersebut yang menyebabkan kepada pihak lain,

baik berbentuk material (jasad, nyawa atau harta benda) maupun yang

berbentuk non materi atau gabungan non fisik seperti ketenangan,

ketentraman, harga diri, adat istiadat dan sebagainya.2

Menurut Mr. Tresna “Peristiwa pidana itu adalah rangkaian perbuatan

manusia yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan-peraturan

perundangan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan

penghukuman”. Menurut pengertian tersebut suatu perbuatan itu baru

dianggap sebagai tindak pidana, apabila bertentangan dengan

undang-undang dan diancam dengan hukuman. Apabila perbuatan itu tidak

1 Al- Mawardi, al Ahkam al- Sulthaniyah, ( Jakarta: Darul Falah,1973), 219.

(34)

24

bertentangan dengan hukum (undang-undang), artinya hukum tidak

melarangnya dan tidak ada hukumannya dalam undang-undang maka

perbuatan itu tidak dianggap sebagai tindak pidana.3

B. Bentuk-bentuk Jarimah

Jarimah dapat dibagi menjadi beberapa macam dan jenis sesuai dengan

aspek yang ditonjolkan. Pada umumnya para ulama membagi jarimah

berdasarkan aspek berat dan ringannya hukuman serta ditegaskan atau

tidaknya oleh Alquran dan Hadis. Atas dasar ini mereka membaginya

menjadi tiga macam, yaitu:

a. Jarimah hudud

b. Jarimah qishash atau diya>t

c. Jarimah takzir

C. Pengertian Takzir

Seperti yang diuangkapakan oleh Imam Al-Mawardi mengenai jarimah

yaitu segala perbuatan yang melanggar syarak yang dapat diajatuhi hukuman

had atau takzir. Setiap perbuatan yang sanksinya diatur oleh alquran dan

hadis disebut dengan jarimah had, sedangkan setiap perbuatan yang

sanksinya tidak diatur oleh Alquran dan hadis disebut dengan jarimah takzir.

3 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan asas hukum pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika,

(35)

25

Takzir menurut Wahbah Zuhaili mirip dengan definisi yang

dikemukakan oleh Al-Mawardi yaitu hukuman yang ditetapkan atas

perbuatan maksiat yang tidak dikenakan hukuman had dan tidak pula

kifarat.4

Takzir berasal dari kata ‘azzara yang berarti menolak dan mencegah

kejahatan, atau berarti menguatkan, memuliakan, dan membantu. Dalam

Alquran disebutkan:

ُوُرِّزَعُ تَو ِِلوُسَرَو ِهّاِب اوُِمْؤُ تِل

ايِصَأَو ًةَرْكُب ُوُحِّبَسُتَو ُوُرِّقَوُ تَو

Supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan (agama)–Nya, membesarkan-Nya dan bertasbih kepadamu di waktu pagi dan petang. (Qs. Alfath: 9)5

Takzir juga berarti hukuman yang berupa memberi pelajaran. Disebut

dnegan takzir karena hukuman tersebut sebenarnya menghalangi si terhukum

untuk tidak kembali kepada jarimah atau dengan kata lain membuat jera.

Dalam takzir, hukuman itu tidak ditetapkan dengan ketentuan (dari

Allah dan Nabi-Nya), dan qa>d{i diperkenankan untuk mempertimbangkan

baik bentuk hukuman yang akan dikenakan maupun kadarnya. Pelanggaran

yang dapat dihukum dengan metode ini merugikan kehidupan dan harta serta

kedamaian dan kenyamanan masyarakat.6

Sementara berkenaan dengan meninggalkan hal-hal yang makruh, ada

dua pendapat. Pendapat pertama menyatakan bahwa tidak boleh memberikan

4 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta:Sinar Grafika, 2005), 249.

5 M Hasbi Ash Shiddiqi, dkk., Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Madinah: Mujamma’ Khadim Al-

Harama, 1441), 422.

(36)

26

sanksi takzir kepada seseorang yang melakukan hal yang makruh atau

seseorang yang meninggalkan sunah. Sebab tidak ada taklif (keharusan

mengerjakan atau meninggalkan) dalam hal-hal yang sunat dan makruh.

Pendapat kedua boleh memberikan sanksi takzir kepada seseorang yang

melakukan hal yang makruh atau seseorang yang meninggalkan sunah. Hal

ini didasarkan pada peristiwa dimana Umar bin Khatab menghukum

seseorang yang tidak cepat-cepat menyembelih kambing setelah kambing itu

dibaringkan, padahal perbuatan tersebut termasuk perbuatan yang makruh.7

Hakim dalam hal ini diberi kewenangan untuk menjatuhakan hukuman

bagi pelaku jarimah takzir.8 kata “Hakim” secara etimologi berarti “orang

yang memutuskan hukum.” Dalam istilah fikih hakim merupakan orang yang

memutuskan hukum yang sama maknanya dengan qa>d{i. Dalam kajian ushul

fikih, hakim juga berarti pihak penentu dalam pembuat hukum syariat secara

hakiki.9

D. Dasar Hukum Takzir

Dasar hukum disyariatkannya takzir terdapat dalam beberapa hadis

Nabi Muhammad saw, dan tindakan sahabat. Hadis-hadis tersebut antara

lain sebagai berikut:

7 Enceng Arif Fatzal dan Jaih Mubarok, Kaidah Fiqh Jinayah: Asas-Asas Hukum Pidana Islam,

(Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), 176-177.

8 Ahmad Asrofi, “Jari>mah Ta’zi>r dalam Prespektif Hukum Pidana Islam “, http://asrofisblog.blogspot.ac.id/2015/04/jarimah-tazir-dalam-prespektif-hukum.html, diakses pada 16 April 2016

(37)

27

1. Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Abi Burdah

ُلْوُقَ ي َمهلَسَو ِْيَلَع ُه ىهلَص ِه َلْوُسَر َعََِ ُهنَأ َُْع ُه َىِضَر ْىِراَصْنَْْا ًةدْرُ ب َِِأ ْنَع

ََ :

ٍّدَح ِِ هَِإ ٍطاَوْسَأ ِةَرْشَع َقْوَ ف ُدَلُُْ

.) يلع قفتم( ََاَعَ ت ِه ِدْوُدُح ْنِم

Dari Abi Burdah Al-Anshari ra. Bahwa ia mendengar Rasulullah saw. Bersabda: Tidak boleh dijilid diatas sepuluh cambuk kecuali

didalam hukuman yang telah ditentukan oleh Allah Ta’ala. (Muttafaq ‘alayh)10

2. Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Aishah

ُه َىِضَر َةَشِئاَع ْنَعَو

اَرَ ثَع ِتاَئْيَْْا ىِوَذ اْوُلْ يِقَأ : َلاَق َمهلَسَو ِْيَلَع ُه ىهلَص هِِهلا هنَأ اَهْ َع

.)ىقهيبلاو ىئاس لاو دواد وبأ و دمأ اور( َدْوُدُْْا هَِإ ْمِِِ

Dari Aishah ra. Bahwa Nabi saw. bersabda: “Ampunilah orang -orang yang baik dari tergelincirnya (berbuat salah yang tidak disengaja), kecuali hukuman hudud. (Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud,

Nasa’i, dan Baihaqi)11

Secara umum ketiga hadis tersebut menjelaskan tentang eksistensi

takzir dalam syariat Islam. Hadis pertama menjelaskan tentang tindakan

Nabi yang menahan seseorang yang diduga melakukan tindak pidana

dengan tujuan untuk memudahkan penyelidikan. Hadis kedua

menjelaskan tentang batas hukuman takzir yang tidak boleh lebih dari

sepuluh kali cambukan, untuk membedakan dengan jarimah hudud.

Dengan batas hukuman ini dapatlah diketahui mana yang termasuk

jarimah hudud dan mana yang termasuk jarimah takzir. para ulama

sepakat bahwa yang termasuk jarimah hudud adalah zina, pencurian,

minuman khamr, H}ira>bah, qadhab, murtad, dan pembunuhan. Selain dari

10 Ibnu Hajam al- Asqalami, Bulu>ghul Mara>m: Panduan Lengkap Masalah-Maslah Fikih, dan

Keutamaan Amal, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2010), 519.

(38)

28

jarimah tersebut berarti jarimah takzir, meskipun ada yang masih

diperdebatkan oleh para fuqaha, seperti homoseksual, lesbian, dan

lain-lain. Sedangkan hadis ketiga mengatur tentang teknis pelaksanaan

hukuman takzir yang bisa berbeda antara satu pelaku dengan pelaku

lainnya, tergantung pada status mereka dan kondisi-kondisi lain yang

menyertainnya.

Adapun tindakan sahabat yang dapat dijadikan dasar hukum untuk

jarimah dan hukuman takzir antara lain tindakan sayidina Umar bin

Khattab ketika ia melihat seseorang yang menelantarkan seekor

kambing untuk disembelih. Kemudian ia menga sah pisaunya. Sayidina

Umar memukul orang tersebut dengan cemeti dan ia berkata: “Asah dulu

pisau itu!”12

E. Tujuan Takzir

Tujuan memberikan sanksi kepada pelaku takzir mengandung

aspek kemaslahatan bagi kehidupan masyarakat, yakni:

1. Sebagai preventif yaitu bahwa sanksi takzir harus memberikan dampak

positif bagi orang lain (orang yang tidak dikenai hukuman takzir,

sehingga orang lain selain pelaku tidak melakukan perbuatan yang sama.

2. Sebagai represif yaitu bahwa sanksi takzir harus memberikan dampak

positif bagi pelaku sehingga tidak mengulangi perbuatan yang

12 Enceng Arif Fatzal dan Jaih Mubarok, Kaidah Fiqh Jinayah: Asas-Asas Hukum Pidana Islam…,

(39)

29

menyebabkan pelaku dikenakan sanksi (jera). Oleh karena itu, sanksi

takzir baik dalam tujuan sanksi preventif dan represif harus sesuai

dengan keperluan, tidak lebih dan tidak kurang dengan menerapkan

prinsip keadilan.

3. Sebagai kuratif yaitu sanksi takzir harus mampu membawa perbaikan

sikap dan prilaku terhukum dikemudian hari.

4. Sebagai edukatif yaitu sanksi takzir harus mampu menumbuhkan hasrat

pelaku ataupun orang lain untuk mengubah pola hidupnya sehingga

pelaku akan menjauhi perbuatan maksiat bukan karena takut hukuman

melainkan karena tidak senang terhadap kejahatan. Dalam hal ini

pendidikan agama sebagai sarana memperkuat keimanan dan

ketakwaannya, sehingga ia menjauhi segala macam maksiat untuk

mencari keridaan Allah Swt.13

F. Macam-Macam Jarimah Takzir

Takzir adalah sanksi yang hak penetapannya diberikan kepada

khalifah. Dalam hal ini, terdapat sanksi-sanksi yang telah ditetapkan oleh

nash dengan sangat jelas, untuk tidak dijatuhkan (digunakan) sebagai

sanksi. Oleh karena itu, penguasa tidak boleh menghukum seseorang dengan

sanksi tersebut. Disisi lain, nash-nash dari Alquran dan hadis telah

menjelaskan sanksi-sanksi tertentu yang telah ditetapkan ukurannya,

disamping adanya perintah untuk menjatuhkan hukuman dengan sanksi

13 A. Djazuli, Fiqh Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam), (Jakarta: PT

(40)

30

yang telah ditentukan itu. Maka, keberadaan syariat yang telah menjelaskan

sanksi-sanksi tertentu, menunjukkan bahwa vonis berbagai macam sanksi

dalam masalah takzir dibatasi dengan sanksi yang telah dijelaskan oleh

syarak. Mengenai sanksi-sanksi yang telah digunakan syariat (sebagai

hukuman), mencakup jenis-jenis sebagai berikut:14

1. Sanksi hukuman mati

Sebagaimana diketahui, takzir mengandung arti pendidikan dan

pengajaran. Dari pengertian itu, dapat kita pahami bahwa tujuan takzir

adalah mengubah si pelaku menjadi orang yang baik kembali dan tidak

melakukan kejahatan yang sama di waktu yang lain.

Dengan maksud pendidikan tersebut, keberadaan si pelaku setelah

melakukan suatu jarimah harus dipertahankan, si pelaku harus tetap

hidup setelah hukuman dijatuhakan agar tujuan pendidikan dapat

tercapai. Oleh karena itu, hukuman yang diberikan kepada si pembuat

jarimah tidaklah sampai membinasakan pelaku jarimah, tujuan

mendidik untuk kembali kejalan yang benar, tidak akan tercapai.

Namun demikian apabila hal ini tidak mampu memberantas kejahatan,

si pelaku malah berulang kali melakukan kejahatan yang sama atau

mungkin lebih variatif jenis kejahatannya. Dalam hal ini satu-satunya

cara untuk mencegah kejahatan tersebut adalah melenyapkan si pelaku

agar dampak negatifnya tidak terus bertambah dan mengancam

kemaslahatan yang lebih luas lagi. Hukuman ini juga berlaku bagi

(41)

31

mereka yang melakukan kejahatan yang dapat membahayakan bangsa

dan negara, membocorkan rahasia negara yang sangat penting untuk

kepentingan musuh negara.

2. Hukuman jild

Dalam jarimah takzir, hukuman ini sebenarnya juga ditunjuk

alquran untuk mengatasi masalah kejahatan atau pelanggaran yang

tidak ada sanksinya. Walaupun bentuk hukumanya tercantum dalam

Surah Annisak Ayat 34 ditunjukan pada tujuan ta’di>b bagi istri yang

melakukan nus{{uz kepada suaminya. Hukuman jild juga mempunyai

dampak lebih maslahat bagi keluarga sebab hukuman ini hanya

dirasakan fisik oleh yang menerima hukuman walaupun secara moril

juga dirasakan oleh keluarga terhukum. Namun, seiring singkatnya

hukuman tersebut, dampak terhadap morilnya tersebut akan cepat

hilang. Adapun hukuman penjara menyebabkan penderitaan yang

dialami keluarga pelaku, baik moril maupun materil. Ini berarti bahwa

hukuman tersebut juga ikut dirasakan oleh keluarga yang tidak ikut

bersalah. Dari segi moril keduanya akan berpisah dalam jangka waktu

yang lama dan dapat menyebabkan ganguan kejiwaan karena kebutuhan

kamanusiaanya tidak dapat disalurkan. Dari segi materil, keluarga juga

akan menanggung resiko yang tak kalah beratnya, bahkan ini yang

sangat tampak dirasakan keluarga, terutama anak-anak. Orang yang

(42)

32

melakukan pekerjaanya. Akibatnya, keluarga harus hidup seadanya

atau istri harus mencari penghasilan kalau tidak mau mati

bersama-sama. Ada kemungkinan bagi istri, dalam upaya menghidupi

anak-anaknya, melakukan hal yang menyimpang dari kesusilaan, karena

keterbatasan keterampilan yang dimilikinya. Tentu saja ini akan

menambah masalah baru, masalah sosial yang dapat berantai.

Hukuman jild juga dapat menghindarkan si terhukum dari akibat

sampingan hukuman penjara dan ini pada hakikatnya memberikan

kemaslahatan bagi si terhukum. Dalam hukuman jild, si terhukum

setelah hukuman selesai akan kembali ke dalam keseharian bersama

keluarga, terlepas dari pergaulan buruk sesama narapidana seperti

layaknya penjara. Sebaliknya di penjara, terhukum akan berkumpul

dengan sesama narapidana dengan berbagai keahlian kejahatan. Ini

menyebabkan akan memperoleh ilmu kejahatan yang lebih tinggi yang

dapat menjadi modal baginya setelah keluar nanti, menjadikannya lebih

berani dan percaya diri. Bahkan, teman bekas narapidana bekas di

penjara dulu, tidak jarang kemudian bergabung untuk berbuat kejahatan

bersama- sama. Oleh karena itu, penjahat-penjahat profesional banyak

dimulai dari amatiran yang telah sering keluar masuk penjara. Tenyata

sistem penjara kurang efektif dalam upaya mengembalikan si terhukum

ke arah yang lebih baik, walaupun disana diadakan pembinaan mental

spiritual terpidana secara reguler serta kegiatan-kegiatan keterampilan

(43)

33

3. Hukuman penjara

Hukuman penjara dalam hukum Islam berbeda dengan hukum

positif. Menurut hukum Islam, penjara dipandang bukan sebagai

hukuman utama, tetapi hanya dianggap sebagai hukuman kedua atau

hukuman pilihan. Hukuman pokok dalam syariat Islam bagi perbuatan

yang tidak diancam dengan hukuman had adalah hukuman jild.

Biasanya hukuman ini hanya dijatuhkan bagi perbuatan yang dinilai

ringan saja atau yang sedang-sedang saja.

Dalam syariat Islam hukuman penjara hanya dipandang sebagai

alternatif dari hukuman jild. Karena hukuman itu pada hakikatnya

untuk mengubah terhukum menjadi lebih baik. Dengan demikian,

apabila dengan pemenjaraan, tujuan tersebut tidak tercapai,

hukumannya harus diganti dengan yang lainnya yaitu hukuman jild.

Hukuman penjara dibagi menjadi dua jenis yaitu hukuman penjara

terbatas dan hukuman penjara tidak terbatas. Hukuman penjara terbatas

yaitu hukuman yang dibatasi lamanya hukuman yang dijatuhkan dan

harus dilaksakan terhukum, sedangkan hukuman penjara tidak terbatas

adalah dapat berlaku sepanjang hidup, sampai mati atau sampai si

terhukum bertaubat seperti pembunuhan, pembunuh yang terlepas dari

qisas karena suatu hal-hal yang meragukan, homoseksual, pencurian.

Jadi pada prinsipnya penjara seumur hidup itu hanya dikenakan bagi

(44)

34

4. Hukuman pengasingan

Membuang si terhukum dalam suatu tempat, masih dalam

wilayah negara dalam bentuk memenjarakannya. Sebab kalau dibuang

tidak dalam tempat yang khusus, dia akan membahayakan tempat yang

menjadi pembuangan.

5. Hukuman penyaliban

Dalam pengertian takzir, hukuman salib berbeda dengan hukuman

salib yang dikenakan bagi pelaku jarimah hudud h{ira>bah . Hukuman

salib sebagai hukuman takzir dilakukan tanpa didahului atau disertai

dengan mematikan sipelaku jarimah. Dalam hukuman salib takzir ini, si

pelaku disalib hidup-hidup dan dilarang makan dan minum atau

melakukam kewajibannya shalatnya walaupun sebatas dengan isyarat.

Adapun lamanya hukuman ini tidak lebih dari tiga hari.

6. Hukuman pengucilan

Sanksi ini dijatuhkan bagi pelaku kejahatan ringan. Asalnya

hukuman ini diperuntukkkan bagi wanita yang nuyuz, membangkang

terhadap suaminya, alquran memerintahkan kepada laki-laki untuk

menasehatinya. Kalau hal ini tidak berhasil, maka wanita tersebut

diisolasikan dalam kamarnya sampai ia menunjukan tanda-tanda

(45)

35

اََِِو ٍضْعَ ب ىَلَع ْمُهَضْعَ ب ُهّا َلهضَف اَِِ ِءاَسِّلا ىَلَع َنوُماهوَ ق ُلاَجِّرلا

ْمِِْاَوْمَأ ْنِم اوُقَفْ نَأ

هنُوُظِعَف هنَُزوُشُن َنوُفاَََ ِِالاَو ُهّا َظِفَح اَِِ ِبْيَغْلِل ٌتاَظِفاَح ٌتاَتِناَق ُتاَِْاهصلاَف

هنِإ ايِبَس هنِهْيَلَع اوُغْ بَ ت اَف ْمُكَْعَطَأ ْنِإَف هنُوُبِرْضاَو ِع ِجاَضَمْلا ِِ هنُوُرُجْاَو

اّيِلَع َناَك َهّا

ًيِبَك

ا Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan kar ena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah serta memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.15

7. Hukuman peringatan atau ancaman

Peringatan juga merupakan hukuman dalam Islam. Bahkan dalam

berbagai bidang, seseorang menerima ancaman sebagai bagian dari

sanksi. Dalam hal ini hakim cukup memanggil si terdakwa dan

menerangkan perbuatannya salah serta menasehatinya agar tidak

melakukan dikemudian hari. Sanksi peringatan merupakan sanksi

ancang-ancang bahwa dia akan menerima hukuman dalam bentuk lain

apabila melakukan perbuatan yang sama atau lebih dari itu di kemudian

hari.

8. Hukuman pencemaran

Hukuman ini berbentuk penyiaran kesalahan, keburukan

seseorang yang telah melakukan perbuatan tercela, seperti menipu dan

15 Kementrian Agama Ar-Rahim, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Bandung: Mikhrah Khasanah Ilmu,

(46)

36

lain-lain. Pada masa lalu upaya membeberkan kesalaha orang yang telah

melakukan kejahtan dilakukan dengan teriakan di pasar atau di tempat

keramaian umum. Tujuannya agar orang-orang mengetahui perbuatan

orang tersebut dan menghindari kontak langsung dengan dia supaya

terhindar dari akibatnya. Pada masa sekarang, upaya itu dapat

dilakukan melalui berbagai media masa baik cetak maupun elektronik.

Sering kita temukan dikoran-koran, pengumuman dari perusahaan yang

merasa dirugikan akibat salah satu karyawannya. Pengumuman dalam

koran itu merupakan peringatan bagi masyarakat agar berhati-hati.

9. Hukuman terhadap harta

Hukuman terhadap harta dapat berupa denda atau penyitaan

harta. Hukuman berupa denda, umpanya pencurian buah yang masih

dipohon dengan keharusan pengembalian dua kali harga asal. Hukuman

denda juga dapat dijatuhkan bagi orang yang menyembunyikan,

menghilangkan, merusakkan barang milik orang lain dengan sengaja.

Perampasan terhadap harta yang diduga merupakakn hasil perbuatan

jahat atau mengabaikan hak orang lain yang ada didalam hartanya.

Dalam hal ini, boleh menyita harta tersebut bila terbukti harta tersebut

tidak dimiliki dengan jalan yang sah.

10. Sanksi-sanksi lain

Sanksi-sanksi yang disebutkan di atas itu pada umumnya dapat

dijatuhkan terhadap setiap jarimah atas dasar pertimbangan hakim.

(47)

37

dapat berupa penurunan jabatan atau pemecatan dari pekerjaan,

pemusnahan atau penghancuran barang-barang tertentu.

11. Kafarat

Kaffarat pada hakikatnya adalah suatu sanksi yang ditetapkan

untuk menebus perbuatan dosa pelakunya. Hukuman ini diancam atas

perbuatan-perbuatan yang dilarang syarak karena perbuatan itu sendiri

dan mengerjakannya dipandang sebagai maksiat. Ditinjau dari segi

terdapat dan tidak terdapatnya nas dalam Alquran atau hadis, Hukuman

dibagi menjadi dua, yaitu:16

1. Hukuman yang ada nasnya, yaitu hudud, qishash, diya>t, dan

kafarat. Misalnya, hukuman-hukuman bagi pezina, pencuri,

perampok, pemberontak pembunuh, dan orang yang menzihar

istrinya (menyerupakan istrinya dengan ibunya).

2. Hukuman yang tidak ada nasnya, hukuman ini disebut takzir,

seperti percobaan melakukan jarimah, jarimah-jarimah hudud dan

qishas atau diat yang tidak selesai, dan jarimah-jarimah takzir itu

sendiri.

Ditinjau dari sudut pandang kaitan antara hukuman yang satu

dengan hukuman lainya, terbagi menjadi empat:17

1) Hukuman pokok (al-‘uqu>ba>t al-asl}iyah), yaitu hukuman utama

bagi suatu kejahatan, hukuman mati bagi pembunuh yang

membunuh dengan sengaja, hukuman diyat bagi pelaku

16Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam,67.

(48)

38

pembunuhan tidak sengaja, dera (jild) seratus kali bagi pezina

ghairah muhsan.

2) Hukuman pengganti (al-uqu>ba>t al-badaliyah), hukuman yang

menggantikan kedudukan hukuman pokok (hukuman asli) dan

karena suatu sebab tidak bisa dilaksanakan, sepeti hukuman takzir

dijatuhkan bagi pelaku karena jarimah had yang didakwakan

mengadung unsur-unsur kesamanaan atau subhad atau hukuman

diat dijatuhkan bagi pembunuhan sengaja yang dimaafkan keluarga

korban. Dalam hal ini hukuman takzir merupakan hukuman

pengganti dari hukuman pokok yang tidak bisa dijatuhkan,

kemudian hukuman diat sebagai pengganti dari hukuman qisas

yang dimaafkan.

3) Hukuman tambahan (al-‘uqu>ba>t al-taba’biyah), yaitu hukuman

yang dikenakan yang mengiringi hukuman pokok. Seorang

pembunuh pewaris, tidak mendapat warisan dari harta si terbunuh.

4) Hukuman pelengkap (al-‘uqu>ba>t al-takmi<liyah), yaitu hukuman

untuk melengkapi hukuman pokok yang telah dijatuhkan, namun

harus melalui keputusan tersendiri oleh hakim. Hukuman

pelengkap itu menjadi pemisah dari yang hukuman tambahan tidak

memerlukan putusan tersendiri seperti, pemecatan suatu jabatan

bagi pegawai karena melakukan tindakan kejahatan tertentu atau

(49)

39

Ditinjau dari segi kekuasaan hakim dalam menentukan berat

ringannya hukuman. Hukuman dibagi atas dua macam:18

1) Hukuman yang mempunyai batas tertentu, yaitu hukuman yang telah

ditentukan besar kecilnya. Dalam hal ini hakim tidak dapat menambah

atau mengurangi hukuman tersebut atau menggantinya dengan

hukuman lain. Ia hanya bertugas menerapkan hukuman yang telah

ditentukan tadi seperti, hukuman yang termasuk kedalam kelompok

jarimah hudud dan jarimah qishash,diya>t.

2) Hukuman yang merupakan alternatif karena mempunyai batas tertinggi

dan terendah. Hakim dapat memilih jenis hukuman yang dianggap

mencerminkan keadilan bagi terdakwa. Kebebasan hakim ini, hanya ada

pada hukuman-hukuman yang termasuk kelompok takzir. Hakim dapat

memilih apakah si terhukum akan dipenjarakan atau didera (jild),

mengenai penjara pun hakim dapat memilih, berapa lama dia

dipenjarakan.19

G. Pendapat Ulama tentang Penerapan sanksi Takzir

Menurut mahzab Hanafi penerapan sanksi takzir itu diserahkan

kepada pemerintah termasuk batas minimal dan maksimalnya. Dalam hal ini

harus tetap dipertimbangkan variasi hukumannya sesuai dengan perbedaan

jarimah dan perbedaan pelakunya. Perbedaan jarimah dalam kaitannya

18 Abdurrahmanal-Maliki, Sistem Sanksi Dalam Islam, (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2002),

221.

(50)

40

dengan penerapan sanksi takzir artinya bahwa sanksi itu harus disesuaikan

dengan jarimah yang dilakukan terhukum. Sebagaimana telah dijelaskan

bahwa bila jarimah takzir yang dilakukan itu berkaitan dengan jilid, maka

jilidnya harus kurang dari batas jild had zina. Akan tetapi, bila jarimah

takzir yang dilakukan itu bukan jarimah hudud, maka diserahkan

sepenuhnya kepada pemerintah sesuai dengan tuntutan kemaslahatan

umum.

Perbedaan pelaksanaan jarimah takzir juga harus dipertimbangkan.

Hal ini berarti bahwa dalam menentukan sanksi takzir itu harus

mempertimbangkan pelakunya, karena kondisi pelakunya itu tidak selalu

sama, baik motif tindakannya maupun kondisi psikisnya. Disamping itu,

untuk menjerahkan si pelaku sudah tentu harus tidak sama antara orang

yang satu dengan orang yang lainnya ada yang harus dijilid, ada harus

dikurung, ada yang harus dicela, dan sebagainnya. Menurut ulama mazhab

Hanafi dalam penerapan sanksi ini harus diperhatikan stratifikasi manusia,

yakni ada empat:20

1. al-‘Asharaf (orang-orang yang paling mulia), yaitu para ulama. Mereka

cukup diberi peringatan oleh hakim atau diajukan ke meja hijau, dan hal

ini baginya sudah tentu pelajaran yang pahit.

2. Al-Kari>mn (orang-orang yang mulia), yaitu para pemimpin yang harus

diberi sanksi yang lebih berat dari pada sanksi yang diberikan kepada

(51)

41

para ulama, yakni bisa dengan peringatan yang keras atau dihadirkan di

depan pengadilan.

3. al-Awsat} (pertengahan), bisa dengan peringatan keras atau penjara.

4. al-Akhs}a (rendah), bisa dengan dipenjara atau dijild

Derajat-derajat ini sesungguhnya hanya merupakan klasifikasi

manusia dalam kaitannya dengan pengaruh sanksi bagi dirinya, dan tidak

dimaksudkan untuk membeda-bedakan manusia di depan hukum, karena

semuannya dikena hukuman, hanya saja dalam rangka untuk mencapai

tujuan hukuman, maka stratifikasi ini diperlukan. Hal ini dibuktikan oleh

Ibn Abidin yang menyatakan bila orang yang mulia mengulang lagi

kejahatannya, maka bisa dikenai sanksi jilid seperti orang kebanyakan.

Jadi menurut ulama mazhab Hanafi bahwa yang diserahkan kepada

ulil amri itu adalah tentang penentuan jenis takzir yang akan diterapkan.

Hanya saja seperti telah dikemukakan bila jarimah takzirnya berkaitan

dengan jarimah hudud, maka jilidnya tidak boleh melampaui batas had, dan

bisa sanksi takzir itu tidak berupa jild, maka batas terendah dan

tertingginya diserahkan sepenuhnya kepada ulil amri.21

Di kalangan mazhab Maliki, ada prinsip bahwa sanksi takzir itu

berbeda-beda jenisnya, jumlahnya, dan sifatnya karena perbedaan kondisi

pelakunnya, bahkan al-Qarafi< menambahkan bahwa perbedaan kondisi

pelakunya, bahkan al-Qarafi< menambahkan bahwa perbedaan waktu dan

(52)

42

tempat terjadinya kejahatan itu membawa perbedaan

Referensi

Dokumen terkait

ITB perlu berkonsentrasi pada riset sesuai dengan keunggulan ITB yang dilakukan secara intensif melalui prinsip kemitraan dengan sasaran terarah dan hasil terukur yang dapat

Pada variabel pertumbuhan dan hasil kacang tanah, Perlakuan pupuk kompos azolla dan fosfat alam (P0-P8) serta pupuk kandang (P9) dan NPK (P10) berpengaruh nyata

Bab Keempat, Tentang analisis terhadap Putusan Pengadilan Negeri Surabaya tentang hukuman bagi pelaku tindak pidana pembuangan limbah B3 (Bahan, Berbahaya, dan

Gempa tersebut dirasakan II-III MMI di Toli-toli tetapi tidak berpotensi Tsunami dan tidak dilaporkan adanya korban jiwa maupun kerusakan akibat kejadian tersebut. Gempa tersebut

Gambar V.4 Diagram Boxplot untuk variabel Attitude Tahap Intention pada Consumer Decision Model Jika dilihat melalui diagram boxplot dibawah ini, perancangan pesan

PT LinkNet Tbk didirikan pada tahun 1996, dan menjalankan kegiatan usahanya saat ini dibidang penyedia jaringan tetap berbasis kabel, jasa multimedia, jasa akses internet,