• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Rekomendasi Balai Pemasyarakatan dalam Pertimbangan Hakim dalam Putusan Perkara Pidana Peradilan Anak T1 312008039 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Rekomendasi Balai Pemasyarakatan dalam Pertimbangan Hakim dalam Putusan Perkara Pidana Peradilan Anak T1 312008039 BAB I"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Alasan Pemilihan Judul

Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal

1 ayat 3 UUD 1945. Kondisi ini menyebabkan peraturan perundang-undangan

memegang peranan yang sangat strategis sebagai landasan dan strategi negara untuk

mencapai tujuan sebagaimana yang telah ditentukan.1 Untuk mewujudkan tujuan negara

seperti yang telah diamanatkan di dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 (empat),

diupayakan melalui pembangunan di berbagai bidang, salah satunya adalah bidang

hukum.

Upaya pembangunan hukum dan pembaharuan hukum harus dilakukan secara terarah dan terpadu. Kodifikasi dan unifikasi bidang-bidang hukum dan penyusunan perundang-undangan baru sangat dibutuhkan. Instrument hukum dalam bentuk perundang-undangan ini sangat diperlukan untuk mendukung pembangunan di berbagai bidang sesuai dengan tuntutan pembangunan serta tingkat kesadaran hukum serta

pandangan masyarakat tentang penilaian suatu tingkah laku.2

Seiring dengan kemajuan budaya dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), perilaku manusia di dalam hidup bermasyarakat dan bernegara justru semakin kompleks dan bahkan multikompleks. Perilaku demikian apabila ditinjau dari segi hukum tentunya ada perilaku yang dapat dikategorikan sesuai dengan norma dan ada perilaku yang tidak sesuai dengan norma. Perilaku yang tidak sesuai dengan norma/ penyelewengan terhadap norma inilah yang dapat menimbulkan permasalahan di bidang hukum dan merugikan masyarakat. Penyelewengan yang demikian biasanya oleh masyarakat dicap sebagai

suatu pelanggaran, bahkan sebagai suatu kejahatan.3

Kejahatan dalam kehidupan merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi

oleh setiap manusia, masyarakat, dan Negara.4 Kenyataan telah membuktikan bahwa

kejahatan tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa saja, namun juga telah dilakukan

oleh anak-anak. Kecenderungan meningkatnya pelanggaran terhadap ketertiban umum

1

Teguh Prasetyo, Kriminalisasi Dalam Hukum Pidana. Nusa Media, Bandung, 2011, hal. 1

2

Romli Atmasasmita, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, PT Refika Aditama, Bandung, 2005. hal. 58

3

Bambang Waluyo, 2004, Pidana dan Pemidanaan, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 1

4Ibid,

(2)

2 maupun ketentuan hukum yang dilakukan oleh anak-anak mendorong pemerintah untuk

lebih memberikan perhatian akan penanggulangan dan penanganannya, khususnya di

bidang hukum pidana anak beserta hukum acaranya, salah satunya di dalam

Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak.

Salah satu konsideran Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 menyebutkan bahwa

untuk melaksanakan pembinaan dan memberikan perlindungan terhadap anak,

diperlukan dukungan, baik yang menyangkut kelembagaan maupun perangkat hukum

yang lebih mantap dan memadai, oleh karena itu ketentuan mengenai penyelenggaraan

pengadilan bagi anak perlu dilakukan secara khusus.

Mengingat diperlukan perlakuan khusus dalam menangani anak nakal, maka perkara Anak Nakal wajib disidangkan pada Pengadilan Anak yang berada di lingkungan Peradilan Umum. Dengan demikian, proses peradilan perkara Anak Nakal dari sejak ditangkap, ditahan, diadili, dan pembinaan selanjutnya, wajib dilakukan oleh pejabat

khusus yang benar-benar memahami masalah anak.5

Penanganan anak nakal melibatkan Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan

Pembimbing Kemasyarakatan dengan mengedepankan kepentingan yang terbaik bagi anak

nakal.

Dalam penyelesaian perkara Anak Nakal, Hakim wajib mempertimbangkan

laporan penelitian kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan, sebagaimana diatur

di dalam Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang No. 3 Tahun 1997. Salah satu substansi di

dalam LITMAS memuat rekomendasi dari Pembimbing Kemasyarakatan. Rekomendasi

ini berpengaruh dalam hakim menjatuhkan putusan yang terbaik bagi anak. Berkaitan

dengan hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti apakah rekomendasi dari Pembimbing

Kemasyarakatan pada BAPAS Purwokerto dipertimbangkan oleh hakim atau tidak dalam

menjatuhkan sanksi terhadap anak nakal, mengingat berdasarkan hasil penelitian yang

dilakukan oleh penulis di Pengadilan Negeri Purbalingga terdapat 6 putusan yang tidak

5

(3)

3 sesuai dengan rekomendasi BAPAS. Sehingga dari alasan inilah yang mendorong penulis

untuk membuat skripsi dengan judul “Peran Rekomendasi Balai Pemasyarakatan

Dalam Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Perkara Pidana Peradilan Anak”.

Topik tentang BAPAS sebelumnya pernah dijadikan bahan penelitian penulis lain.

[image:3.595.66.550.216.668.2]

Adapun perbandingan penulisannya adalah:

Tabel 1.1 Perbandingan Skripsi

No Keterangan R. Dicky Zulkarnaen (3199076) Sevita Indira Sari (312005004) Penulis 1 Judul

Peranan Bapas Dalam Melakukan Bimbingan Terhadap Narapidana Dari LP Ambarawa Yang Menerima Pembebasan Bersyarat

Pelaksanaan Tugas Balai Pemasyarakatan Anak (BAPAS) Semarang Dalam Peradilan Anak (Studi Kasus di Balai Pemasyarakatan Anak Semarang)

Peran Rekomendasi Balai Pemasyarakatan Dalam Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Perkara Pidana Peradilan Anak 2 Lokasi

Penelitian

LP Ambarawa BAPAS Anak Semarang Pengadilan Negeri Purbalingga

3 Obyek Penelitian

Peran BAPAS dalam pelaksanaan bimbingan terhadap narapidana yang menerima pembebasan bersyarat di LP Ambarawa

Proses pelaksanaan LITMAS dan Kinerja Petugas BAPAS kelas I Semarang dalam melakukan pendampingan terhadap klien anak

Peran rekomendasi BAPAS dalam putusan Hakim PN Purbalingga

4

Peraturan Perundang-undangan

 UU No. 12 Tahun 1995  PP No. 28 Tahun 2006

 UU No. 3 Tahun 1997  UU No. 23 Tahun 2002  PP No.31 Tahun 1999

 Petunjuk Pelaksanaan Menteri Kehakiman RI. No. E-39. PR.05.03 Tahun 1987 Tentang Bimbingan Klien Pemasyarakatan

 Petunjuk Teknis Menteri Kehakiman RI No. E.40.PR.05.03 Tahun 1987 Tentang Bimbingan Klien Pemasyarakatan.

 UU No. 3 Tahun 1997  UU No. 23 Tahun 2002  UU No.12 Tahun 1995

5 Permasalahan

Upaya Bapas dalam Pelaksanaan bimbingan narapidana yang menerima pembebasan bersyarat

Faktor yang mempengaruhi dalam pelaksanaan bimbingan terhadap narapidana yang menerima pembebasan bersyarat di LP Ambarawa

 Peranan bapas anak semarang dalam melakukan LITMAS

 Permasalahan yang dihadapi Bapas Anak Semarang Dalam mendampingi klien anak dalam pemeriksaan di Pengadilan

Peran Rekomendasi BAPAS Dalam Putusan Perkara Pidana Pengadilan Anak.

6 Jenis

penelitian eksploratif deskriptif deskriptif

7 Unit Amatan  UU No.12 Tahun 1995  PP No. 28 Tahun 2006  Bapas Semarang  LP Ambarawa

 Kejaksaan Negeri Ambarawa  Narapidana yang mendapat

pembebasan bersyarat

 UU No. 3 Tahun 1997

 Petunjuk Teknis Menteri Kehakiman RI No. E.40.PR.05.03 Tahun 1987 Tentang Bimbingan Klien Pemasyarakatan

 Pembimbing Kemasyarakatan  Hasil Penelitian Kemasyarakatan

 KUHP

 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 UU No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak  UU No. 23 Tahun 2002

Hasil Penelitian Kemasyarakatan BAPAS Purwokerto

 Putusan kasus perkara pidana anak dibawah umur di PN Purbalingga

8 Unit Analisa

Upaya yang dilakukan Bapas dalam membimbing narapidana yang menerima pembebasan bersyarat dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dalam kurun waktu Tahun 2004-2007

Pelaksanaan Penelitian Kemasyarakatan oleh Bapas Anak Semarang

Pertimbangan Hakim berkaitan dengan hasil Penelitian Kemasyarakatan dalam putusan kasus perkara pidana anak di PN Purbalingga

(4)

4

B.Latar Belakang Masalah

Anak adalah penerus generasi dan merupakan sumber daya manusia dalam

pembangunan nasional.6 Anak merupakan bagian dari masyarakat, mereka mempunyai

hak yang sama dengan masyarakat lain yang harus dilindungi dan dihormati. Mental anak

yang masih dalam tahap pencarian jati diri, kadang mudah terpengaruh dengan situasi dan

kondisi lingkungan disekitarnya. Sehingga jika lingkungan tempat anak berada tersebut

buruk, dapat terpengaruh pada tindakan yang dapat melanggar hukum. Hal itu tentu saja

dapat merugikan dirinya sendiri dan masyarakat. Tidak sedikit perbuatan tersebut akhirnya

mengarah kepada kenakalan remaja atau yang dikenal dengan istilah Juvenile

Delinquency, yang akhirnya menyeret pelakunya berurusan dengan aparat penegak

hukum.

Kenakalan remaja atau Juvenile Deliquency adalah suatu tindakan atau perbuatan

pelanggaran norma, baik norma hukum maupun norma sosial yang dilakukan oleh anak-anak usia muda. Hal tersebut cenderung untuk dikatakan sebagai kenakalan anak-anak dari pada kejahatan anak, terlalu ekstrem rasanya seorang anak yang melakukan tindak pidana dikatakan sebagai penjahat, sementara kejadiannya adalah proses alami yang tidak boleh

tidak setiap manusia mengalami kegoncangan semasa menjelang kedewasaannya.7 Tindak

pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana, dimana pengertian perbuatan disini selain perbuatan yang bersifat aktif (melakukan sesuatu yang sebenarnya dilarang oleh hukum) juga perbuatan yang bersifat pasif (tidak

berbuat sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum).8

Indonesia telah mempunyai seperangkat peraturan perundang-undangan untuk

melindungi hak-hak anak, hal ini dibuktikan dengan adanya berbagai peraturan

perundang-undangan. Diantaranya: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),

Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak dan Undang-Undang No. 23

tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

6

Ciptaningsih Utaryo, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Hukum Pidana, Yogyakarta, Universitas Atmajaya Yogyakarta, 2003, hal, 1.

7

Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, PT Refika Aditama Bandung, 2006 hal.11.

8

(5)

5 Terhadap anak nakal menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 telah diatur

mengenai jenis sanksi pidana yang dijatuhkan terhadap anak yang melakukan tindak

pidana, khususnya di dalam Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 Undang-Undang No. 3 Tahun

1997.

Jenis sanksi pidana yang dapat dijatuhkan terhadap anak menurut Pasal 22

Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 menyebutkan bahwa: “Terhadap Anak Nakal hanya

dapat dijatuhkan pidana atau tindakan yang ditentukan dalam Undang-undang ini.”

Kemudian Pasal 23 Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 menyatakan:

1) Pidana yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah pidana pokok dan pidana

tambahan.

2) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah :

a. pidana penjara;

b. pidana kurungan;

c. pidana denda; atau

d. pidana pengawasan.

3) Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terhadap Anak Nakal dapat

juga dijatuhkan pidana tambahan, berupa perampasan barang-barang tertentu dan atau

pembayaran ganti rugi.

4) Ketentuan mengenai bentuk dan tata cara pembayaran ganti rugi diatur lebih lanjut

dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 24 Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 menyebutkan bahwa:

1) Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah :

a. mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh;

b. menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan

(6)

6

c. menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan

yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja.

2) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat disertai dengan teguran dan

syarat tambahan yang ditetapkan oleh Hakim.

Demi terwujudnya perlindungan anak, dalam melakukan pembinaan dan pemberian bimbingan bagi anak nakal, diperlukan peran dari Balai Pemasyarakatan (BAPAS). BAPAS merupakan bagian dari sistem pemasyarakatan dan sistem peradilan

pidana. Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan

Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan

bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana.9 Berdasarkan hal

tersebut, anak yang melakukan kejahatan tentu saja berbeda dengan orang dewasa baik dalam proses peradilan maupun dalam hal pemberian hukuman. Seorang anak yang menjalani proses pengadilan dari tahap pra-ajudikasi sampai tahap purna ajudikasi harus selalu diperhatikan kepentingan anak dan harus dihindarkan dari hal-hal yang dapat merugikan anak. Di pelbagai negara, termasuk Indonesia, terus diusahakan mencari bentuk-bentuk pidana lain disamping pidana perampasan kemerdekaan berupa peningkatan pemidanaan yang bersifat institusional dalam bentuk pidana bersyarat, dan

pidana perampasan harta benda misalnya denda.10

Sebagai salah satu usaha untuk mewujudkan hal tersebut, dalam sistem peradilan

anak dilibatkan BAPAS (Balai Pemasyarakatan) sebagai pembuat Penelitian

Kemasyarakatan (LITMAS) anak, yang akan menjadi bahan pertimbangan dalam proses

peradilan anak.

Balai Pemasyarakatan (BAPAS) sebagai bagian dari sistem peradilan anak yang mempunyai tugas melaksanakan pembimbingan dan mendampingi anak nakal dalam proses Peradilan Anak. Kedudukan hukum dari Balai Pemasyarakatan (BAPAS) dalam peraturan perundang-undangan Indonesia dapat ditemukan di dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Di dalam Pasal 1 angka 4 disebutkan bahwa Balai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut BAPAS adalah pranata untuk melaksanakan bimbingan Klien Pemasyarakatan. Klien Pemasyarakatan yang selanjutnya

disebut Klien adalah seseorang yang berada dalam bimbingan BAPAS (Pasal 1 angka 9).11

BAPAS (Balai Pemasyarakatan) sebagai unit pelaksana teknis dalam melaksanakan

tugasnya memiliki petugas khusus yang disebut Pembimbing Kemasyarakatan.

9

Pasal 1angka 1 Undang-Undang No.12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

10

Muladi. Lembaga Pidana Bersyarat. Bandung: Alumni, 1992, hal. 5

11http://bangopick.wordpress.com

(7)

7 Pada hakekatnya Pembimbing Kemasyarakatan adalah petugas pemasyarakatan

pada Balai Pemasyarakatan yang bernaung di bawah Departemen Hukum dan

Perundang-undangan dan HAM dengan melakukan bimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.12

Tugas dari Pembimbing Kemasyarakatan menurut Pasal 34 ayat (1)

Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 adalah:

a. membantu memperlancar tugas Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam perkara

Anak Nakal, baik di dalam maupun di luar Sidang Anak dengan membuat laporan

hasil penelitian kemasyarakatan;

b. membimbing, membantu, dan mengawasi Anak Nakal yang berdasarkan putusan

pengadilan dijatuhi pidana bersyarat, pidana pengawasan, pidana denda, diserahkan

kepada negara dan harus mengikuti latihan kerja, atau anak yang memperoleh

pembebasan bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan.

Adapun tugas dari Balai Pemasyarakatan (BAPAS) yaitu membantu tugas

penyidik, penuntut umum dan hakim dalam perkara Anak Nakal, baik di dalam maupun di

luar sidang.13 Selanjutnya BAPAS membimbing, membantu dan mengawasi anak nakal

mulai dari tahap penyidikan sampai pada tahap akhir putusan pengadilan anak.

Selain itu, tugas dari BAPAS melalui Pembimbing Kemasyarakatan adalah

membuat Laporan Hasil Penelitian Kemasyarakatan (LITMAS). Laporan hasil LITMAS

ini digunakan sebelum terdakwa dijatuhi hukuman pada persidangan di Pengadilan Negeri

(Pre-Adjudication).

12

Lilik Mulyadi. Pengadilan Anak Di Indonesia. CV Mandar Maju, Bandung, 2005, hal 79.

13

(8)

8 Sesuai dengan Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 1997, sebelum sidang dibuka, Hakim memerintahkan agar Pembimbing Kemasyarakatan menyampaikan laporan hasil penelitian kemasyarakatan mengenai anak yang bersangkutan. Laporan hasil LITMAS diajukan oleh pembimbing kemasyarakatan kepada Hakim pada saat sebelum sidang dibuka. Maksud diberikannya laporan sebelum sidang dibuka, adalah agar cukup waktu bagi hakim untuk mempelajari laporan hasil penelitian kemasyarakatan itu. Oleh karena itu, laporan hasil LITMAS tidak diberikan pada saat sidang berlangsung, tetapi

beberapa waktu sebelumnya.14

Adapun laporan hasil LITMAS sebagaimana diatur di dalam Pasal 56 ayat (2)

Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 memuat:

a. data individu anak, keluarga, pendidikan, dan kehidupan sosial anak; dan

b. kesimpulan atau pendapat dari Pembimbing Kemasyarakatan.

Hakim dalam menjatuhkan putusan dalam perkara pidana anak wajib mempertimbangkan hasil penelitian kemasyarakatan yang dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan seperti yang tertuang di dalam Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak yang berbunyi “Putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari

Pembimbing Kemasyarakatan.” Begitu pentingnya laporan penelitian yang dibuat oleh

Pembimbing Kemasyarakatan dalam peradilan anak, hal ini tergambar dalam pernyataan

dari Hawnah Schaft, seperti yang dikutip oleh Paulus Hadisuprapto: “Suksesnya peradilan

anak jauh lebih banyak bergantung pada kualitas dari probation officer (petugas Bapas)

daripada hakimnya. Peradilan anak tidak memilki korps pengawasan percobaan yang membimbing dengan bijaksana dan kasih sayang ke dalam lingkungan kehidupan anak dan memberikan petunjuk bagi standard pemikiran yang murni bagi anak mengenai hidup yang benar, hanyalah mengakibatkan fungsi pengadilan anak menjadi kabur kalau tidak

ingin sia-sia”.15

Hasil penelitian di Pengadilan Negeri Purbalingga menunjukkan bahwa perkara

pidana yang dilakukan oleh anak dibawah umur yang diperiksa dan diputuskan oleh

Pengadilan Negeri Purbalingga di tahun 2011 terdapat 9 kasus perkara pidana yang

dilakukan oleh anak di bawah umur.

14

Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011, hal 143-144.

15

(9)

9 Adapun perkara anak nakal di PN Purbalingga tahun 2011 tersebut dapat dilihat

[image:9.595.70.545.142.604.2]

dalam tabel berikut ini:

Tabel 1. Perkara-perkara pidana yang dilakukan oleh anak dibawah umur

No Nomor Perkara Terdakwa Umur Jenis Tindak pidana Rekomendasi Bapas Vonis 1

No.

05/Pid.B/A/2011 / PN. Pbg

HERI AFRIANTO Bin SULAIMAN

16

tahun Penganiayaan

Menyarankan klien dipidana bersyarat

Pidana penjara 7 (tujuh) bulan potong tahanan

2 No.27/Pid.B/A/2 011/PN. Pbg FARHAN IBNU TAMAM Bin SUJENDRO 15 tahun Pencurian dengan pemberatan

Menyarankan klien di pidana dengan

mempertimbangkan masa penahanan

Pidana penjara 3 (tiga) bulan potong tahanan

3 No.64/Pid.B/201 1/PN. Pbg.

ANDIKA ANGGRIAWAN SUSIANTO Bin AGUS SUSANTO

17 tahun

Melarikan perempuan yang

belum dewasa Dipidana bersyarat

Pidana penjara 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan

4 No.106/Pid.B/20 11/PN. Pbg

AGUS PURWANTO Bin SURIPNO

14

tahun Pencurian

Diwajibkan untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja di Panti Sosial atau Lembaga Sosial lainnya

Pidana penjara 2 (dua) bulan 15 hari

5 No.158/Pid.B/2011/PN. Pbg

1. DANY ARUM PAMUNGKAS Bin CHAERAN 2. GIRAS PANDU

WIBOWO Bin PURWANTO 16 tahun 16 tahun Pencurian dengan pemberatan

Dilakukan Diversi oleh Penyidik Kepolisian Sektor Purbalingga

Pidana penjara 2 (dua) bulan dengan masa percobaan 4 (empat) bulan

6 No.205/Pid.B/2011/PN. Pbg YAYAN Bin WASISNO 15 tahun Pencurian dengan pemberatan Dipidana bersyarat

Pidana penjara 2 (dua) bulan 15 (lima belas) hari

7 No.210/Pid.B/2011/PN. Pbg EKA SETIAWAN Bin SUGIYONO 16 tahun Pencurian dengan pemberatan Menyarankan klien dipidana Pidana penjara 5 (lima) bulan

8 No.217/Pid.B/20 11/PN. Pbg. JANU INDRIHARTO Bin INDRAWAN NUGROHO 15 tahun

Melarikan perempuan yang

belum dewasa Dipidana bersyarat

Pidana penjara 8 (delapan) bulan

9 No.231/Pid.B/20 11/PN. Pbg

SEPTIAN ADE PRIHANDOKO Bin RUSTAM MAULANA

15

tahun Pencurian

Menyarankan klien dipidana

Pidana penjara 8 (delapan) bulan Sumber: Data Pengadilan Negeri Purbalingga Tahun 2011 yang telah diolah.

Dari tabel 1 diketahui dari 9 kasus tersebut, terdapat 10 terdakwa dimana BAPAS

Purwokerto menyarankan 3 terdakwa dipidana, 4 terdakwa dipidana bersyarat, kemudian 2

terdakwa dilakukan diversi dan 1 terdakwa diwajibkan untuk mengikuti pendidikan,

pembinaan dan latihan kerja di panti sosial atau lembaga sosial.

Di dalam tabel 1 dapat dilihat bahwa dari 9 perkara anak nakal, hakim

menjatuhkan pidana terhadap 10 terdakwa berkisar antara 2 bulan sampai dengan 1 tahun

6 bulan pidana penjara dipotong masa tahanan. Dalam penelitian ini, penulis ingin

(10)

10 Kemasyarakatan atau LITMAS menjadi bahan pertimbangan hakim di Pengadilan Negeri

Purbalingga dalam penjatuhan pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana.

BAPAS yang melakukan penelitian harus berdedikasi terhadap kepentingan anak

dan memilki keahlian dalam bidang pembuatan Laporan Penelitian Kemasyarakatan

(LITMAS). Dalam penyusunan LITMAS, BAPAS harus mendasarkan penelitiannya

berdasarkan fakta-fakta yang konkret, faktual, lengkap dan jelas, artinya bahwa LITMAS

tersebut dibuat bukan hanya sekedar formalitas belaka. Kemampuan melakukan

pendekatan terhadap klien anak merupakan salah satu tugas yang dilakukan BAPAS dalam

proses penyusunan LITMAS. Selain itu berdasarkan Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang

No. 3 Tahun 1997, hakim wajib mempertimbangkan LITMAS dari Pembimbing

Kemasyarakatan. Sedangkan yang dimaksud dengan “wajib” dalam Pasal 59 ayat (2)

adalah apabila ketentuan ini tidak dipenuhi, mengakibatkan putusan batal demi hukum.

Dengan adanya LITMAS tersebut, Hakim dapat memperoleh gambaran yang tepat untuk

menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya bagi anak yang bersangkutan.

C.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis merumuskan permasalahan penelitian

sebagai berikut: Bagaimana peran rekomendasi Balai Pemasyarakatan dalam

pertimbangan hakim dalam putusan perkara pidana peradilan anak?

D.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rekomendasi Balai Pemasyarakatan

(11)

11

E. Kegunaan Penelitian

1. Secara teoritis, rekomendasi BAPAS harus dipertimbangkan oleh hakim dalam

memutus perkara pidana yang dilakukan oleh anak.

2. Secara praktis, diharapkan memberikan masukan kepada hakim dalam pemanfaatan

rekomendasi BAPAS terkait dengan pemidanaan terhadap anak nakal.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan metode penulisan yuridis normatif, yaitu

penelitian terhadap data sekunder yang ditujukan terhadap putusan hakim maupun

Penelitian Kemasyarakatan yang dibuat oleh BAPAS.

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kasus (ca se approach).

Dalam menggunakan pendekatan kasus, yang perlu dipahami oleh peneliti adalah ratio

decidendi, yaitu alasan-alasan hukum yang digunakan oleh hakim sampai kepada

putusannya.16 Penelitian ini melihat mengenai pertimbangan hakim terhadap Laporan

Penelitian Kemasyarakatan dalam menjatuhkan sanksi terhadap anak nakal.

16

(12)

12

3. Bahan Hukum

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoratif

artinya mempunyai otoritas, yang terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan

resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan

hakim.17 Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang digunakan adalah Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang No. 12 Tahun 1995

Tentang Pemasyarakatan, Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan

Anak, Undang-Undang No. 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Peraturan

Pemerintah No.31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga

Binaan Pemasyarakatan, Putusan Perkara No. 05/Pid.B/A/2011/ PN. Pbg, Putusan

Perkara No.27/Pid.B/2011/PN.Pbg, Putusan Perkara No. 64/Pid.B/2011/PN.Pbg,

Putusan Perkara No.106/Pid.B/2011/PN.Pbg, Putusan Perkara No.

158/Pid.B/2011/PN.Pbg, Putusan Perkara No. 205/Pid.B/2011/PN.Pbg, Putusan

Perkara No. 210/Pid.B/2011/PN.Pbg, Putusan Perkara No. 217/2011/PN Pbg,

Putusan Perkara No.231/Pid.B/2011/PN.Pbg.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum yang terutama adalah seperti buku-buku hukum, termasuk

skripsi, tesis, disertasi hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas

putusan pengadilan.18 Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini meliputi skripsi

serta buku-buku yang berkaitan dengan hukum pidana anak dan hukum

perlindungan anak.

17

Ibid, hal. 141

18Ibid

(13)

13

4. Unit Analisa dan Unit Amatan

a. Unit Amatan

Unit amatan dalam penulisan ini adalah hasil Penelitian Kemasyarakatan BAPAS

Purwokerto, putusan kasus perkara pidana anak dibawah umur di Pengadilan Negeri

Purbalingga tahun 2011, Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP),

Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, Undang-Undang-Undang-Undang No. 3 Tahun

1997 Tentang Pengadilan Anak dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak.

b. Unit Analisa

Unit analisa dalam penulisan ini adalah digunakan atau tidak rekomendasi

BAPAS oleh hakim dalam memutus perkara pidana anak di Pengadilan Negeri

Gambar

Tabel 1.1  Perbandingan Skripsi
Tabel 1. Perkara-perkara pidana yang dilakukan oleh anak dibawah umur

Referensi

Dokumen terkait

BAB IV TANGGUNG JAWAB LEMBAGA SERTIFIKASI PRODUK TERHADAP PENERBITAN SERTIFIKAT PRODUK PENGGUNAAN TANDA STANDAR NASIONAL INDONESIA DALAM RANGKA PERLINDUNGAN KONSUMEN.

Pemanfaatan ubikayu menjadi berbagai jenis produk olahan setengah jadi berupa tepung, pati dan serbuk yang dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan akan mendukung

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar lempar lembing hop step style pada siswa kelas VIII B SMP Negeri 1 Pitu, Kabupaten Ngawi,

[r]

Pada penelitian ini penulis lebih menjelaskan kejahatan Cybercrime di Negara China yang menjadikan sebagai faktor-faktor berdirnya Online Blue Army, sebagai pasukan

Ketiga macam perkiraan waktu tersebut akan digunakan untuk menentukan waktu pelaksanaan suatu kegiatan yang disebut dengan Waktu Harapan (Wh) atau Expected Time dengan

Oleh karena itu berdasarkan hal yang tertera di atas maka penulis menarik kesimpulan untuk mengambil masalah keperawatan dengan harga diri rendah pada Sdr.P di ruang

Judul Tesis Analisis Pemanfaatan Ruang Kawasan Pesisir Teluk Lampung Propinsi Lampung.. Aminudin 98426