1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Alasan Pemilihan Judul
Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal
1 ayat 3 UUD 1945. Kondisi ini menyebabkan peraturan perundang-undangan
memegang peranan yang sangat strategis sebagai landasan dan strategi negara untuk
mencapai tujuan sebagaimana yang telah ditentukan.1 Untuk mewujudkan tujuan negara
seperti yang telah diamanatkan di dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 (empat),
diupayakan melalui pembangunan di berbagai bidang, salah satunya adalah bidang
hukum.
Upaya pembangunan hukum dan pembaharuan hukum harus dilakukan secara terarah dan terpadu. Kodifikasi dan unifikasi bidang-bidang hukum dan penyusunan perundang-undangan baru sangat dibutuhkan. Instrument hukum dalam bentuk perundang-undangan ini sangat diperlukan untuk mendukung pembangunan di berbagai bidang sesuai dengan tuntutan pembangunan serta tingkat kesadaran hukum serta
pandangan masyarakat tentang penilaian suatu tingkah laku.2
Seiring dengan kemajuan budaya dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), perilaku manusia di dalam hidup bermasyarakat dan bernegara justru semakin kompleks dan bahkan multikompleks. Perilaku demikian apabila ditinjau dari segi hukum tentunya ada perilaku yang dapat dikategorikan sesuai dengan norma dan ada perilaku yang tidak sesuai dengan norma. Perilaku yang tidak sesuai dengan norma/ penyelewengan terhadap norma inilah yang dapat menimbulkan permasalahan di bidang hukum dan merugikan masyarakat. Penyelewengan yang demikian biasanya oleh masyarakat dicap sebagai
suatu pelanggaran, bahkan sebagai suatu kejahatan.3
Kejahatan dalam kehidupan merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi
oleh setiap manusia, masyarakat, dan Negara.4 Kenyataan telah membuktikan bahwa
kejahatan tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa saja, namun juga telah dilakukan
oleh anak-anak. Kecenderungan meningkatnya pelanggaran terhadap ketertiban umum
1
Teguh Prasetyo, Kriminalisasi Dalam Hukum Pidana. Nusa Media, Bandung, 2011, hal. 1
2
Romli Atmasasmita, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, PT Refika Aditama, Bandung, 2005. hal. 58
3
Bambang Waluyo, 2004, Pidana dan Pemidanaan, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 1
4Ibid,
2 maupun ketentuan hukum yang dilakukan oleh anak-anak mendorong pemerintah untuk
lebih memberikan perhatian akan penanggulangan dan penanganannya, khususnya di
bidang hukum pidana anak beserta hukum acaranya, salah satunya di dalam
Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak.
Salah satu konsideran Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 menyebutkan bahwa
untuk melaksanakan pembinaan dan memberikan perlindungan terhadap anak,
diperlukan dukungan, baik yang menyangkut kelembagaan maupun perangkat hukum
yang lebih mantap dan memadai, oleh karena itu ketentuan mengenai penyelenggaraan
pengadilan bagi anak perlu dilakukan secara khusus.
Mengingat diperlukan perlakuan khusus dalam menangani anak nakal, maka perkara Anak Nakal wajib disidangkan pada Pengadilan Anak yang berada di lingkungan Peradilan Umum. Dengan demikian, proses peradilan perkara Anak Nakal dari sejak ditangkap, ditahan, diadili, dan pembinaan selanjutnya, wajib dilakukan oleh pejabat
khusus yang benar-benar memahami masalah anak.5
Penanganan anak nakal melibatkan Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan
Pembimbing Kemasyarakatan dengan mengedepankan kepentingan yang terbaik bagi anak
nakal.
Dalam penyelesaian perkara Anak Nakal, Hakim wajib mempertimbangkan
laporan penelitian kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan, sebagaimana diatur
di dalam Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang No. 3 Tahun 1997. Salah satu substansi di
dalam LITMAS memuat rekomendasi dari Pembimbing Kemasyarakatan. Rekomendasi
ini berpengaruh dalam hakim menjatuhkan putusan yang terbaik bagi anak. Berkaitan
dengan hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti apakah rekomendasi dari Pembimbing
Kemasyarakatan pada BAPAS Purwokerto dipertimbangkan oleh hakim atau tidak dalam
menjatuhkan sanksi terhadap anak nakal, mengingat berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh penulis di Pengadilan Negeri Purbalingga terdapat 6 putusan yang tidak
5
3 sesuai dengan rekomendasi BAPAS. Sehingga dari alasan inilah yang mendorong penulis
untuk membuat skripsi dengan judul “Peran Rekomendasi Balai Pemasyarakatan
Dalam Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Perkara Pidana Peradilan Anak”.
Topik tentang BAPAS sebelumnya pernah dijadikan bahan penelitian penulis lain.
[image:3.595.66.550.216.668.2]Adapun perbandingan penulisannya adalah:
Tabel 1.1 Perbandingan Skripsi
No Keterangan R. Dicky Zulkarnaen (3199076) Sevita Indira Sari (312005004) Penulis 1 Judul
Peranan Bapas Dalam Melakukan Bimbingan Terhadap Narapidana Dari LP Ambarawa Yang Menerima Pembebasan Bersyarat
Pelaksanaan Tugas Balai Pemasyarakatan Anak (BAPAS) Semarang Dalam Peradilan Anak (Studi Kasus di Balai Pemasyarakatan Anak Semarang)
Peran Rekomendasi Balai Pemasyarakatan Dalam Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Perkara Pidana Peradilan Anak 2 Lokasi
Penelitian
LP Ambarawa BAPAS Anak Semarang Pengadilan Negeri Purbalingga
3 Obyek Penelitian
Peran BAPAS dalam pelaksanaan bimbingan terhadap narapidana yang menerima pembebasan bersyarat di LP Ambarawa
Proses pelaksanaan LITMAS dan Kinerja Petugas BAPAS kelas I Semarang dalam melakukan pendampingan terhadap klien anak
Peran rekomendasi BAPAS dalam putusan Hakim PN Purbalingga
4
Peraturan Perundang-undangan
UU No. 12 Tahun 1995 PP No. 28 Tahun 2006
UU No. 3 Tahun 1997 UU No. 23 Tahun 2002 PP No.31 Tahun 1999
Petunjuk Pelaksanaan Menteri Kehakiman RI. No. E-39. PR.05.03 Tahun 1987 Tentang Bimbingan Klien Pemasyarakatan
Petunjuk Teknis Menteri Kehakiman RI No. E.40.PR.05.03 Tahun 1987 Tentang Bimbingan Klien Pemasyarakatan.
UU No. 3 Tahun 1997 UU No. 23 Tahun 2002 UU No.12 Tahun 1995
5 Permasalahan
Upaya Bapas dalam Pelaksanaan bimbingan narapidana yang menerima pembebasan bersyarat
Faktor yang mempengaruhi dalam pelaksanaan bimbingan terhadap narapidana yang menerima pembebasan bersyarat di LP Ambarawa
Peranan bapas anak semarang dalam melakukan LITMAS
Permasalahan yang dihadapi Bapas Anak Semarang Dalam mendampingi klien anak dalam pemeriksaan di Pengadilan
Peran Rekomendasi BAPAS Dalam Putusan Perkara Pidana Pengadilan Anak.
6 Jenis
penelitian eksploratif deskriptif deskriptif
7 Unit Amatan UU No.12 Tahun 1995 PP No. 28 Tahun 2006 Bapas Semarang LP Ambarawa
Kejaksaan Negeri Ambarawa Narapidana yang mendapat
pembebasan bersyarat
UU No. 3 Tahun 1997
Petunjuk Teknis Menteri Kehakiman RI No. E.40.PR.05.03 Tahun 1987 Tentang Bimbingan Klien Pemasyarakatan
Pembimbing Kemasyarakatan Hasil Penelitian Kemasyarakatan
KUHP
Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 UU No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak UU No. 23 Tahun 2002
Hasil Penelitian Kemasyarakatan BAPAS Purwokerto
Putusan kasus perkara pidana anak dibawah umur di PN Purbalingga
8 Unit Analisa
Upaya yang dilakukan Bapas dalam membimbing narapidana yang menerima pembebasan bersyarat dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dalam kurun waktu Tahun 2004-2007
Pelaksanaan Penelitian Kemasyarakatan oleh Bapas Anak Semarang
Pertimbangan Hakim berkaitan dengan hasil Penelitian Kemasyarakatan dalam putusan kasus perkara pidana anak di PN Purbalingga
4
B.Latar Belakang Masalah
Anak adalah penerus generasi dan merupakan sumber daya manusia dalam
pembangunan nasional.6 Anak merupakan bagian dari masyarakat, mereka mempunyai
hak yang sama dengan masyarakat lain yang harus dilindungi dan dihormati. Mental anak
yang masih dalam tahap pencarian jati diri, kadang mudah terpengaruh dengan situasi dan
kondisi lingkungan disekitarnya. Sehingga jika lingkungan tempat anak berada tersebut
buruk, dapat terpengaruh pada tindakan yang dapat melanggar hukum. Hal itu tentu saja
dapat merugikan dirinya sendiri dan masyarakat. Tidak sedikit perbuatan tersebut akhirnya
mengarah kepada kenakalan remaja atau yang dikenal dengan istilah Juvenile
Delinquency, yang akhirnya menyeret pelakunya berurusan dengan aparat penegak
hukum.
Kenakalan remaja atau Juvenile Deliquency adalah suatu tindakan atau perbuatan
pelanggaran norma, baik norma hukum maupun norma sosial yang dilakukan oleh anak-anak usia muda. Hal tersebut cenderung untuk dikatakan sebagai kenakalan anak-anak dari pada kejahatan anak, terlalu ekstrem rasanya seorang anak yang melakukan tindak pidana dikatakan sebagai penjahat, sementara kejadiannya adalah proses alami yang tidak boleh
tidak setiap manusia mengalami kegoncangan semasa menjelang kedewasaannya.7 Tindak
pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana, dimana pengertian perbuatan disini selain perbuatan yang bersifat aktif (melakukan sesuatu yang sebenarnya dilarang oleh hukum) juga perbuatan yang bersifat pasif (tidak
berbuat sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum).8
Indonesia telah mempunyai seperangkat peraturan perundang-undangan untuk
melindungi hak-hak anak, hal ini dibuktikan dengan adanya berbagai peraturan
perundang-undangan. Diantaranya: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),
Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak dan Undang-Undang No. 23
tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
6
Ciptaningsih Utaryo, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Hukum Pidana, Yogyakarta, Universitas Atmajaya Yogyakarta, 2003, hal, 1.
7
Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, PT Refika Aditama Bandung, 2006 hal.11.
8
5 Terhadap anak nakal menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 telah diatur
mengenai jenis sanksi pidana yang dijatuhkan terhadap anak yang melakukan tindak
pidana, khususnya di dalam Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 Undang-Undang No. 3 Tahun
1997.
Jenis sanksi pidana yang dapat dijatuhkan terhadap anak menurut Pasal 22
Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 menyebutkan bahwa: “Terhadap Anak Nakal hanya
dapat dijatuhkan pidana atau tindakan yang ditentukan dalam Undang-undang ini.”
Kemudian Pasal 23 Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 menyatakan:
1) Pidana yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah pidana pokok dan pidana
tambahan.
2) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah :
a. pidana penjara;
b. pidana kurungan;
c. pidana denda; atau
d. pidana pengawasan.
3) Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terhadap Anak Nakal dapat
juga dijatuhkan pidana tambahan, berupa perampasan barang-barang tertentu dan atau
pembayaran ganti rugi.
4) Ketentuan mengenai bentuk dan tata cara pembayaran ganti rugi diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 24 Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 menyebutkan bahwa:
1) Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah :
a. mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh;
b. menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan
6
c. menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan
yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja.
2) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat disertai dengan teguran dan
syarat tambahan yang ditetapkan oleh Hakim.
Demi terwujudnya perlindungan anak, dalam melakukan pembinaan dan pemberian bimbingan bagi anak nakal, diperlukan peran dari Balai Pemasyarakatan (BAPAS). BAPAS merupakan bagian dari sistem pemasyarakatan dan sistem peradilan
pidana. Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan
Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan
bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana.9 Berdasarkan hal
tersebut, anak yang melakukan kejahatan tentu saja berbeda dengan orang dewasa baik dalam proses peradilan maupun dalam hal pemberian hukuman. Seorang anak yang menjalani proses pengadilan dari tahap pra-ajudikasi sampai tahap purna ajudikasi harus selalu diperhatikan kepentingan anak dan harus dihindarkan dari hal-hal yang dapat merugikan anak. Di pelbagai negara, termasuk Indonesia, terus diusahakan mencari bentuk-bentuk pidana lain disamping pidana perampasan kemerdekaan berupa peningkatan pemidanaan yang bersifat institusional dalam bentuk pidana bersyarat, dan
pidana perampasan harta benda misalnya denda.10
Sebagai salah satu usaha untuk mewujudkan hal tersebut, dalam sistem peradilan
anak dilibatkan BAPAS (Balai Pemasyarakatan) sebagai pembuat Penelitian
Kemasyarakatan (LITMAS) anak, yang akan menjadi bahan pertimbangan dalam proses
peradilan anak.
Balai Pemasyarakatan (BAPAS) sebagai bagian dari sistem peradilan anak yang mempunyai tugas melaksanakan pembimbingan dan mendampingi anak nakal dalam proses Peradilan Anak. Kedudukan hukum dari Balai Pemasyarakatan (BAPAS) dalam peraturan perundang-undangan Indonesia dapat ditemukan di dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Di dalam Pasal 1 angka 4 disebutkan bahwa Balai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut BAPAS adalah pranata untuk melaksanakan bimbingan Klien Pemasyarakatan. Klien Pemasyarakatan yang selanjutnya
disebut Klien adalah seseorang yang berada dalam bimbingan BAPAS (Pasal 1 angka 9).11
BAPAS (Balai Pemasyarakatan) sebagai unit pelaksana teknis dalam melaksanakan
tugasnya memiliki petugas khusus yang disebut Pembimbing Kemasyarakatan.
9
Pasal 1angka 1 Undang-Undang No.12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan
10
Muladi. Lembaga Pidana Bersyarat. Bandung: Alumni, 1992, hal. 5
11http://bangopick.wordpress.com
7 Pada hakekatnya Pembimbing Kemasyarakatan adalah petugas pemasyarakatan
pada Balai Pemasyarakatan yang bernaung di bawah Departemen Hukum dan
Perundang-undangan dan HAM dengan melakukan bimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.12
Tugas dari Pembimbing Kemasyarakatan menurut Pasal 34 ayat (1)
Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 adalah:
a. membantu memperlancar tugas Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam perkara
Anak Nakal, baik di dalam maupun di luar Sidang Anak dengan membuat laporan
hasil penelitian kemasyarakatan;
b. membimbing, membantu, dan mengawasi Anak Nakal yang berdasarkan putusan
pengadilan dijatuhi pidana bersyarat, pidana pengawasan, pidana denda, diserahkan
kepada negara dan harus mengikuti latihan kerja, atau anak yang memperoleh
pembebasan bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan.
Adapun tugas dari Balai Pemasyarakatan (BAPAS) yaitu membantu tugas
penyidik, penuntut umum dan hakim dalam perkara Anak Nakal, baik di dalam maupun di
luar sidang.13 Selanjutnya BAPAS membimbing, membantu dan mengawasi anak nakal
mulai dari tahap penyidikan sampai pada tahap akhir putusan pengadilan anak.
Selain itu, tugas dari BAPAS melalui Pembimbing Kemasyarakatan adalah
membuat Laporan Hasil Penelitian Kemasyarakatan (LITMAS). Laporan hasil LITMAS
ini digunakan sebelum terdakwa dijatuhi hukuman pada persidangan di Pengadilan Negeri
(Pre-Adjudication).
12
Lilik Mulyadi. Pengadilan Anak Di Indonesia. CV Mandar Maju, Bandung, 2005, hal 79.
13
8 Sesuai dengan Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 1997, sebelum sidang dibuka, Hakim memerintahkan agar Pembimbing Kemasyarakatan menyampaikan laporan hasil penelitian kemasyarakatan mengenai anak yang bersangkutan. Laporan hasil LITMAS diajukan oleh pembimbing kemasyarakatan kepada Hakim pada saat sebelum sidang dibuka. Maksud diberikannya laporan sebelum sidang dibuka, adalah agar cukup waktu bagi hakim untuk mempelajari laporan hasil penelitian kemasyarakatan itu. Oleh karena itu, laporan hasil LITMAS tidak diberikan pada saat sidang berlangsung, tetapi
beberapa waktu sebelumnya.14
Adapun laporan hasil LITMAS sebagaimana diatur di dalam Pasal 56 ayat (2)
Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 memuat:
a. data individu anak, keluarga, pendidikan, dan kehidupan sosial anak; dan
b. kesimpulan atau pendapat dari Pembimbing Kemasyarakatan.
Hakim dalam menjatuhkan putusan dalam perkara pidana anak wajib mempertimbangkan hasil penelitian kemasyarakatan yang dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan seperti yang tertuang di dalam Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak yang berbunyi “Putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari
Pembimbing Kemasyarakatan.” Begitu pentingnya laporan penelitian yang dibuat oleh
Pembimbing Kemasyarakatan dalam peradilan anak, hal ini tergambar dalam pernyataan
dari Hawnah Schaft, seperti yang dikutip oleh Paulus Hadisuprapto: “Suksesnya peradilan
anak jauh lebih banyak bergantung pada kualitas dari probation officer (petugas Bapas)
daripada hakimnya. Peradilan anak tidak memilki korps pengawasan percobaan yang membimbing dengan bijaksana dan kasih sayang ke dalam lingkungan kehidupan anak dan memberikan petunjuk bagi standard pemikiran yang murni bagi anak mengenai hidup yang benar, hanyalah mengakibatkan fungsi pengadilan anak menjadi kabur kalau tidak
ingin sia-sia”.15
Hasil penelitian di Pengadilan Negeri Purbalingga menunjukkan bahwa perkara
pidana yang dilakukan oleh anak dibawah umur yang diperiksa dan diputuskan oleh
Pengadilan Negeri Purbalingga di tahun 2011 terdapat 9 kasus perkara pidana yang
dilakukan oleh anak di bawah umur.
14
Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011, hal 143-144.
15
9 Adapun perkara anak nakal di PN Purbalingga tahun 2011 tersebut dapat dilihat
[image:9.595.70.545.142.604.2]dalam tabel berikut ini:
Tabel 1. Perkara-perkara pidana yang dilakukan oleh anak dibawah umur
No Nomor Perkara Terdakwa Umur Jenis Tindak pidana Rekomendasi Bapas Vonis 1
No.
05/Pid.B/A/2011 / PN. Pbg
HERI AFRIANTO Bin SULAIMAN
16
tahun Penganiayaan
Menyarankan klien dipidana bersyarat
Pidana penjara 7 (tujuh) bulan potong tahanan
2 No.27/Pid.B/A/2 011/PN. Pbg FARHAN IBNU TAMAM Bin SUJENDRO 15 tahun Pencurian dengan pemberatan
Menyarankan klien di pidana dengan
mempertimbangkan masa penahanan
Pidana penjara 3 (tiga) bulan potong tahanan
3 No.64/Pid.B/201 1/PN. Pbg.
ANDIKA ANGGRIAWAN SUSIANTO Bin AGUS SUSANTO
17 tahun
Melarikan perempuan yang
belum dewasa Dipidana bersyarat
Pidana penjara 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan
4 No.106/Pid.B/20 11/PN. Pbg
AGUS PURWANTO Bin SURIPNO
14
tahun Pencurian
Diwajibkan untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja di Panti Sosial atau Lembaga Sosial lainnya
Pidana penjara 2 (dua) bulan 15 hari
5 No.158/Pid.B/2011/PN. Pbg
1. DANY ARUM PAMUNGKAS Bin CHAERAN 2. GIRAS PANDU
WIBOWO Bin PURWANTO 16 tahun 16 tahun Pencurian dengan pemberatan
Dilakukan Diversi oleh Penyidik Kepolisian Sektor Purbalingga
Pidana penjara 2 (dua) bulan dengan masa percobaan 4 (empat) bulan
6 No.205/Pid.B/2011/PN. Pbg YAYAN Bin WASISNO 15 tahun Pencurian dengan pemberatan Dipidana bersyarat
Pidana penjara 2 (dua) bulan 15 (lima belas) hari
7 No.210/Pid.B/2011/PN. Pbg EKA SETIAWAN Bin SUGIYONO 16 tahun Pencurian dengan pemberatan Menyarankan klien dipidana Pidana penjara 5 (lima) bulan
8 No.217/Pid.B/20 11/PN. Pbg. JANU INDRIHARTO Bin INDRAWAN NUGROHO 15 tahun
Melarikan perempuan yang
belum dewasa Dipidana bersyarat
Pidana penjara 8 (delapan) bulan
9 No.231/Pid.B/20 11/PN. Pbg
SEPTIAN ADE PRIHANDOKO Bin RUSTAM MAULANA
15
tahun Pencurian
Menyarankan klien dipidana
Pidana penjara 8 (delapan) bulan Sumber: Data Pengadilan Negeri Purbalingga Tahun 2011 yang telah diolah.
Dari tabel 1 diketahui dari 9 kasus tersebut, terdapat 10 terdakwa dimana BAPAS
Purwokerto menyarankan 3 terdakwa dipidana, 4 terdakwa dipidana bersyarat, kemudian 2
terdakwa dilakukan diversi dan 1 terdakwa diwajibkan untuk mengikuti pendidikan,
pembinaan dan latihan kerja di panti sosial atau lembaga sosial.
Di dalam tabel 1 dapat dilihat bahwa dari 9 perkara anak nakal, hakim
menjatuhkan pidana terhadap 10 terdakwa berkisar antara 2 bulan sampai dengan 1 tahun
6 bulan pidana penjara dipotong masa tahanan. Dalam penelitian ini, penulis ingin
10 Kemasyarakatan atau LITMAS menjadi bahan pertimbangan hakim di Pengadilan Negeri
Purbalingga dalam penjatuhan pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana.
BAPAS yang melakukan penelitian harus berdedikasi terhadap kepentingan anak
dan memilki keahlian dalam bidang pembuatan Laporan Penelitian Kemasyarakatan
(LITMAS). Dalam penyusunan LITMAS, BAPAS harus mendasarkan penelitiannya
berdasarkan fakta-fakta yang konkret, faktual, lengkap dan jelas, artinya bahwa LITMAS
tersebut dibuat bukan hanya sekedar formalitas belaka. Kemampuan melakukan
pendekatan terhadap klien anak merupakan salah satu tugas yang dilakukan BAPAS dalam
proses penyusunan LITMAS. Selain itu berdasarkan Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang
No. 3 Tahun 1997, hakim wajib mempertimbangkan LITMAS dari Pembimbing
Kemasyarakatan. Sedangkan yang dimaksud dengan “wajib” dalam Pasal 59 ayat (2)
adalah apabila ketentuan ini tidak dipenuhi, mengakibatkan putusan batal demi hukum.
Dengan adanya LITMAS tersebut, Hakim dapat memperoleh gambaran yang tepat untuk
menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya bagi anak yang bersangkutan.
C.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis merumuskan permasalahan penelitian
sebagai berikut: Bagaimana peran rekomendasi Balai Pemasyarakatan dalam
pertimbangan hakim dalam putusan perkara pidana peradilan anak?
D.Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rekomendasi Balai Pemasyarakatan
11
E. Kegunaan Penelitian
1. Secara teoritis, rekomendasi BAPAS harus dipertimbangkan oleh hakim dalam
memutus perkara pidana yang dilakukan oleh anak.
2. Secara praktis, diharapkan memberikan masukan kepada hakim dalam pemanfaatan
rekomendasi BAPAS terkait dengan pemidanaan terhadap anak nakal.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan metode penulisan yuridis normatif, yaitu
penelitian terhadap data sekunder yang ditujukan terhadap putusan hakim maupun
Penelitian Kemasyarakatan yang dibuat oleh BAPAS.
2. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kasus (ca se approach).
Dalam menggunakan pendekatan kasus, yang perlu dipahami oleh peneliti adalah ratio
decidendi, yaitu alasan-alasan hukum yang digunakan oleh hakim sampai kepada
putusannya.16 Penelitian ini melihat mengenai pertimbangan hakim terhadap Laporan
Penelitian Kemasyarakatan dalam menjatuhkan sanksi terhadap anak nakal.
16
12
3. Bahan Hukum
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoratif
artinya mempunyai otoritas, yang terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan
resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan
hakim.17 Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang digunakan adalah Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang No. 12 Tahun 1995
Tentang Pemasyarakatan, Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan
Anak, Undang-Undang No. 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Peraturan
Pemerintah No.31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga
Binaan Pemasyarakatan, Putusan Perkara No. 05/Pid.B/A/2011/ PN. Pbg, Putusan
Perkara No.27/Pid.B/2011/PN.Pbg, Putusan Perkara No. 64/Pid.B/2011/PN.Pbg,
Putusan Perkara No.106/Pid.B/2011/PN.Pbg, Putusan Perkara No.
158/Pid.B/2011/PN.Pbg, Putusan Perkara No. 205/Pid.B/2011/PN.Pbg, Putusan
Perkara No. 210/Pid.B/2011/PN.Pbg, Putusan Perkara No. 217/2011/PN Pbg,
Putusan Perkara No.231/Pid.B/2011/PN.Pbg.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum yang terutama adalah seperti buku-buku hukum, termasuk
skripsi, tesis, disertasi hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas
putusan pengadilan.18 Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini meliputi skripsi
serta buku-buku yang berkaitan dengan hukum pidana anak dan hukum
perlindungan anak.
17
Ibid, hal. 141
18Ibid
13
4. Unit Analisa dan Unit Amatan
a. Unit Amatan
Unit amatan dalam penulisan ini adalah hasil Penelitian Kemasyarakatan BAPAS
Purwokerto, putusan kasus perkara pidana anak dibawah umur di Pengadilan Negeri
Purbalingga tahun 2011, Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP),
Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, Undang-Undang-Undang-Undang No. 3 Tahun
1997 Tentang Pengadilan Anak dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak.
b. Unit Analisa
Unit analisa dalam penulisan ini adalah digunakan atau tidak rekomendasi
BAPAS oleh hakim dalam memutus perkara pidana anak di Pengadilan Negeri