• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Komite Sekolah dalam Manajemen Berbasis Sekolah Di Sekolah Dasar Gugus P. Diponegoro Kecamatan Dempet T2 942010039 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Komite Sekolah dalam Manajemen Berbasis Sekolah Di Sekolah Dasar Gugus P. Diponegoro Kecamatan Dempet T2 942010039 BAB II"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

11

BAB II

KAJIAN TEORI DAN

KERANGKA TEORETIS

2.1 Kajian Teori dan Kerangka Teoritis

2.1.1 Pemangku Kepentingan

Konsep pemangku kepentingan kini menjadi bagian tak terpisahkan dari pemikiran manusia dalam seluruh aspek kehidupannya, utamanya dalam upaya pemberdayaan pendidikan. Dalam tradisi lama, pemangku kepentingan atau stakeholder dipahami sebagai orang yang menanamkan investasi atau pemilik sebuah bisnis. Akan tetapi kini pengertian

stakeholder tidak semata pada individu tapi bisa juga kelompok. Oleh karena itu akhir-akhir ini dikenal bahwa stakeholder adalah individu atau kelompok yang memiliki satu atau lebih jenis-jenis usaha (bisnis) di mana stakeholder bisa terdiri dari berbagai fungsi, pelaksana, pemegang kebijakan, pengaman dan pela-ku bisnis itu sendiri. Namun secara operasional dapat dikatakan stakeholder adalah kelompok atau individu yang dukungannya diperlukan demi kesejahteraan dan kelangsungan hidup organisasi.

Menurut Affandi (2009) walaupun banyak ragam,

(2)

Sekolah, termasuk di dalamnya adalah para guru, kepala sekolah, murid dan tata usaha sekolah. Pemerintah diwakili oleh para pengawas, penilik, dinas pendidikan, walikota, sampai menteri pendidikan nasional. Masyarakat yang berkepentingan dengan pendidikan adalah orang tua murid, pengamat dan ahli pendidikan, lembaga swadaya masyarakat, peru-sahaan atau badan yang membutuhkan tenaga terdi-dik, toko buku, kontraktor pembangunan sekolah, penerbit buku, penyedia alat pendidikan, dan lain-lain.

Warsono, dkk (2009: 20) mengatakan bahwa istilah 'pemangku kepentingan' merujuk kepada pihak-pihak atau kelompok yang mempengaruhi ataupun yang dipengaruhi oleh keputusan, kebijakan, dan operasi suatu organisasi. Pemangku kepentingan perusahaan dapat meliputi pelanggan, karyawan, pemegang saham, media, pemerintah, asosiasi profesi dan asosiasi perdagangan, aktivitas sosial dan ling-kungan, dan organisasi-organisasi non pemerintah.

Selanjutnya Jalal (2001) berpendapat bahwa sosok masyarakat masa depan yang berkepentingan dalam suatu organisasi adalah masyarakat yang memiliki kemampuan sendiri untuk menetapkan idealisasi masa depannya, memilih alternatif kebijakan yang akan ditempuh, mengelola jalannya kehidupan, dan mengadakan kontrol sosial sendiri. Semua itu tumbuh tidak secara top-down, melainkan secara

(3)

masya-13 rakat, perlu dilakukan pembenahan sebagai kebijakan dasar.

Sejalan dengan beberapa pendapat di atas maka dalam penelitian ini akan difokuskan pada bagaimana peran komite sekolah yang merupakan wadah dari aspirasi masyarakat, dalam hal ini orang tua murid sebagai salah satu unsur masyarakat yang berkepen-tingan terhadap dunia pendidikan.

2.2 Komite Sekolah

(4)

distribusi kewenangan atas individu dan masyarakat. Hal tersebut dapat memperluas kapasitas manusia untuk meningkatkan taraf hidup dalam sistem manajemen pemberdayaan sekolah.

Menurut Hasbullah (2006: 95), pemberdayaan komite sekolah secara optimal, termasuk dalam mengawasi penggunaan keuangan, transparansi alokasi dana pendidikan lebih dapat dipertanggung jawabkan. Pengembangan pendidikan secara lebih inovatif juga akan semakin memungkinkan, disebab-kan lahirnya ide-ide cemerlang, dan kreatif semua pihak terkait stakeholder pendidikan.

(5)

15 Pemberdayaan komite sekolah adalah suatu pengaturan atau pemanfaatan potensi yang ada pada badan mandiri yang mewadahi peranserta masyarakat dalam rangka peningkatan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan pada satuan pendi-dikan. Sagala (2008: 19) menyatakan peranserta masyarakat mendukung manajemen sekolah adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari, bahkan menjadi keharusan, agar peranserta masyarakat menjadi sebuah sistem yang terorganisasi.

Komite sekolah juga menjadi wadah bagi orang tua atau masyarakat yang peduli pendidikan di sekolah seperti membantu menyediakan fasilitas pem-belajaran, meningkatkan kesejahteraan guru. Intinya tugas komite sekolah dapat membantu mempercepat atau mengoptimalkan upaya peningkatan mutu pendi-dikan, dan memberikan pemahaman kepada masya-rakat sekitar tentang program-program yang akan dilaksanakan oleh sekolah.

Dalam keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002, tujuan pembentukan komite sekolah adalah:

Mewadahi dan menyalurkan aspirasi serta pra-karsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan pendidikan;

(6)

Menciptakan suasanan dan kondisi transparan, akuntabel dan demokratis dalam penyelengga-raan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan.

Sedangkan fungsi Komite Sekolah adalah:

Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidik-an ypendidik-ang bermutu;

Melakukan kerjasama dengan masyarakat dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu;

Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat;

Memberikan masukan, pertimbangan, dan reko-mendasi kepada satuan pendidikan mengenai: kebijakan dan program pendidikan, rencana anggaran pendidikan dan belanja sekolah, krite-ria kinerja satuan pendidikan kritekrite-ria tenaga pendidikan, kriteria fasilitas pendidikan, hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan;

Mendorong orang tua dan masyarakat berparti-sipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan;

Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan;

Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.

Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tanggal 2 April 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah menyebutkan bahwa keanggotaan Komite Sekolah terdiri dari:

(7)

pro-17

fesi tenaga kependidikan; wakil alumni; serta wakil peserta didik; (b) Unsur dewan guru, yayasan/ lembaga penyelenggara pendidikan, Badan Pertim-bangan Desa.

Gambar 1 berikut menampilkan hubungan antara Dinas Pendidikan, Dewan Pendidikan, Komite Sekolah dan Satuan Pendidikan.

Sumber: Kepmendiknas no.044/U/2002

Gambar 1

Hubungan Dinas Pendidikan, Dewan Pendidikan, Komite Sekolah dan Satuan Pendidikan

2.3 Manajemen Berbasis Sekolah

Pengertian manajemen berbasis sekolah (MBS) secara leksikal berasal dari tiga kata yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah. Manajemen adalah proses

Walikota

Sekda

Dinas Pendidikan

Satuan Pendidikan

Dewan Pendidikan

Komite Sekolah Institusi lain Komisi

(8)

menggunakan sumber daya yang efektif untuk men-capai sasaran; berbasis memiliki kata dasar basis yang berarti dasar atau azas; sekolah adalah lembaga untuk belajar dan mengajar, serta tempat menerima dan memberikan pelajaran. Berdasarkan makna leksikal tersebut maka MBS dapat diartikan sebagai pengguna-an sumber daya ypengguna-ang berdasarkpengguna-an pada sekolah itu sendiri dalam proses pengajaran atau pembelajaran (Sukmadinata, dkk, 2006:1).

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 51, ayat (1) disebutkan bahwa penge-lolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berda-sarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah.

Penjelasan pasal 51, ayat (1) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan manajemen berbasis sekolah/madrasah adalah bentuk otonomi manajemen pendidikan pada satuan pendidikan, dalam hal ini kepala sekolah/madrasah dan guru dibantu oleh komite sekolah/madrasah dalam mengelola kegiatan pendidikan.

(9)

19 yang diambil. Oleh sebab itu, semua pihak yang terlibat perlu memahami benar pengertian MBS, manfaat, masalah-masalah dalam penerapannya, dan yang terpenting adalah pengaruhnya terhadap prestasi belajar murid.

Slamet P.H. (2002) menegaskan bahwa MBS adalah pengkoordinasian dan penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri/otomatis oleh sekolah melalui sejumlah input manajemen untuk mencapai tujuan sekolah dalam kerangka pendidikan nasional, dengan melibatkan semua kelompok kepen-tingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam pengambilan keputusan (partisipatif) sesuai standar pelayanan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, provinsi dan kaupaten/kota.

Selanjutnya Dikmenum (2005) menyebutkan bahwa MBS adalah suatu konsep yang menempatkan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pendidikan diletakkan pada tempat yang paling dekat dengan proses belajar mengajar.

(10)

dengan serangkaian garis pedoman kebijakan yang lebih eksplisit, dan meletakkan strategi manajemen prestasi yang terartikulasi di atas perencanaan tersebut, akan memudahkan serta mendorong pening-katan efektivitas dan efisiensi dalam pendidikan publik.

Sejalan dengan pendapat Duhou, Mulyasa (2006: 24) mendefinisikan manajemen berbasis sekolah sebagai paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masya-rakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah lebih leluasa menge-lola sumber daya dan sumber dana dengan mangalo-kasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.

Hasbullah (2007: 80) menyebutkan manajemen berbasis sekolah pada dasarnya dimaksudkan untuk mengurangi peran pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan, tetapi memberikan kesempatan kepada masyarakat seluas-luasnya memberikan kontribusi berupa gagasan dan pelaksanaan pendidikan di tempat mereka masing-masing.

(11)

21

School-based Management merupakan bentuk adanya otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang tinggi dan dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah dapat leluasa mengelola sumber daya dengan menga-lokasikan dana sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta agar sekolah lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Masyarakat dituntut partisipasinya agar mereka lebih memahami pendidikan, membantu, serta mengontrol pengelolaan pendidikan. Kebijakan nasio-nal yang menjadi prioritas pemerintah harus pula dilakukan oleh sekolah. Dalam MBS, sekolah dituntut memiliki "accountability" baik kepada masyarakat, maupun pemerintah (Tim Teknis, 1999:10).

Menurut Slamet (2000:2) bahwa "manajemen berbasis sekolah" adalah pengkoordinasian dan penye-rasian sumber daya yang dilakukan secara otonomi (mandiri) oleh sekolah melalui sejumlah input manaje-men untuk manaje-mencapai tujuan sekolah dalam kerangka pendidikan nasional, dengan melibatkan semua kelompok dalam kerangka kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses peng-ambilan keputusan (partisipatif).

(12)

ber-laku. Pengertian kemandirian adalah harus didukung oleh sejumlah kemampuan, yaitu kemampuan meng-ambil keputusan yang terbaik, kemampuan berdemo-krasi/menghargai perbedaan pendapat, kemampuan memobilisasi sumber daya, kemampuan memilih cara pelaksanaan yang terbaik, kemampuan berkomunikasi yang efektif, kemampuan memecahkan persoalan-persoalan sekolah, kemampuan adaptif dan antisipatif, kemampuan bersinergi dan berkolaborasi, dan ke-mampuan memenuhi kebutuhannya sendiri.

Pengertian pengambilan keputusan partisipatif adalah suatu cara mengambil keputusan melalui penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik, dimana warga sekolah didorong untuk terlibat secara langsung dalam proses pengambilan keputusan yang akan dapat berkontribusi terhadap pencapaian tujuan sekolah. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa jika seseorang dilibatkan/berpartisipasi dalam pengambil-an keputuspengambil-an, maka ypengambil-ang berspengambil-angkutpengambil-an akpengambil-an ada "rasa memiliki" terhadap keputusan tersebut, dan juga akan bertanggungjawab serta berdedikasi sepenuhnya untuk mencapai tujuan sekolah.

(13)

23 adalah bentuk otonomi manajemen pendidikan pada satuan pendidikan, dalam hal ini kepala sekolah/ madrasah dan guru dibantu oleh komite sekolah/ madrasah dalam mengelola kegiatan pendidikan.

2.4 Peran Komite Sekolah dalam

Manaje-men Berbasis Sekolah

Mulyasa (2006: 50) menyatakan hubungan seko-lah dengan masyarakat pada hakikatnya merupakan suatu sarana yang sangat berperan dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan pribadi peserta didik di sekolah. Hubungan sekolah dengan masya-rakat bertujuan antara lain untuk memajukan kua-litas pembelajaran dan pertumbuhan anak, memper-kokoh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat menggairahkan masyarakat untuk menjalin hubungan dengan sekolah.

(14)

Partisi-pasi masyarakat tidak seharusnya hanya dalam bentuk dana, melainkan juga sumbangan pikiran dan tenaga.

Selanjutnya Mulyasa (2006:151) menyebutkan bahwa dalam rangka manajemen berbasis sekolah, hubungan sekolah dengan masyarakat dapat dijalin melalui dewan sekolah, BP3, rapat bersama, kon-sultasi, radio dan televisi, surat dan telepon, pameran sekolah, serta ceramah.

Sementara itu Suparlan dalam Pengantar Pemberdayaan Komite Sekolah menyatakan bahwa dalam paradigma lama, hubungan keluarga, sekolah, dan masyarakat dipandang sebagai institusi yang terpisah-pisah. Pihak keluarga dan masyarakat dipan-dang tabu untuk ikut campur tangan dalam penye-lenggaraan pendidikan di sekolah, apalagi sampai masuk ke wilayah kewenangan profesional.

(15)

mening-25 katkannya, karena masyarakat adalah lingkungan pemakai atau the user dari produk pendidikan yang diberikan oleh rumah tangga dan sekolah.

Hubungan sekolah dengan mayarakat menurut Mulyasa (2006) bertujuan antara lain untuk:

(1) Memajukan kualitas pembelajaran; (2) Mem-perkokoh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat; dan (3) Menggairah-kan masyarakat untuk menjalin hubungan dengan sekolah.

Hubungan yang harmonis antara sekolah dengan masyarakat yang diwadahi dalam organisasi komite sekolah, sangat diharapkan mampu mengoptimalkan peranserta orang tua dan masyarakat dalam mema-jukan program pendidikan dalam bentuk seperti orang tua dan masyarakat membantu menyediakan fasilitas pendidikan, memberikan bantuan dana serta pemi-kiran atau sumbang saran yang diperlukan untuk kemajuan sekolah. Orang tua perlu memberikan informasi kepada sekolah tentang potensi yang dimiliki anaknya serta memupuk pengertian orang tua dan masyarakat tentang program pendidikan yang sedang diperlukan oleh masyarakat.

(16)

sekolah dan masyarakat harus dibina suatu hubungan yang harmonis. Dengan hubungan yang harmonis ini diharapkan akan terdapat saling pengertian antara sekolah, orang tua, masyarakat dan lembaga-lembaga lain yang ada di masyarakat, termasuk dunia kerja. Juga akan terjadi saling bantu antara sekolah dan masyarakat karena mengetahui manfaat, arti dan pentingnya peranan masing-masing. Terbinanya kerja-sama yang erat antara sekolah dengan berbagai pihak masyarakat akan membawa mereka ikut bertang-gungjawab akan suksesnya pendidikan di sekolah. Kepada masyarakat harus diberikan kesempatan untuk ikut berperanserta memajukan sekolah serta mengikutkan orang tua dan tokoh masyarakat dalam merencanakan dan mengawasi program sekolah. Jika hubungan sekolah dengan masyarakat berjalan dengan baik, rasa tanggung jawab dan partisipasi masyarakat untuk memajukan sekolah akan semakin tinggi dan semakin baik.

Sementara itu Pantjastuti (2008) berpendapat bahwa selama ini komite sekolah yang ada masih meneruskan peran dan fungsi BP3 di masa lalu yang hanya berfungsi sebagai stempel saja bagi sekolah.

(17)

27 partisipasi masyarakat dalam pendidikan bisa meliputi peran perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layan-an pendidiklayan-an. Partisipasi masyarakat dalam pendi-dikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan. Keikutsertaan masyarakat ini dapat diwujudkan dalam bentuk Komite Sekolah atau Dewan Pendidikan.

(18)

Selanjutnya peran komite sekolah secara kon-tekstual sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 adalah:

(a) Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan; (b) Bandan Pendukung

(supporting agency), baik yang berwujud finansial,

pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan; (c) Badan Pengontrol (controling agency) dalam rangka trans-paransi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan; (d) Me-diator antara pemerintah dengan masyarakat di satuan pendidikan.

Departemen Pendidikan Nasional dalam Partisi-pasi Masyarakat (2001: 17) menguraikan tujuh peran komite sekolah terhadap penyelenggaraan sekolah, yakni:

(19)

29

Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah; (g) Me-minta sekolah agar mengadakan pertemuan untuk kepentingan tertentu.

Dalam penjabaran kegiatan operasional dari tujuh peran di atas, Komite Sekolah selaku pemberi pertimbangan melakukan berbagai kegiatan seperti:

(a) Mengadakan pendataan kondisi sosial ekonomi keluarga peserta didik dan sumber daya pendidikan yang ada dalam masyarakat; (b) Memberikan masukan dan pertimbangan kepada kepala sekolah dalam penyusunan visi, misi, tujuan, kebijakan dan kegiatan sekolah; (c) Menganalisis hasil pendataan sebagai bahan pemberian masukan, pertimbangan dan rekomendasi kepala sekolah; (d) Menyampaikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi secara tertulis kepada sekolah dengan tembusan Kepada Dinas Pendidikan dan Dewan Pendidikan; (e) Mem-berikan pertimbangan kepada sekolah dalam rangka pengembangan kurikulum muatan lokal, dan meningkatkan proses pembelajaran dan penga-jaran yang menyenangkan; (f) Memferivikasi RAPBS yang diajukan oleh kepala sekolah, memberikan pengesahan terhadap RAPBS setelah proses veri-fikasi dalam rapat pleno komite sekolah.

Sebagai badan pendukung komite sekolah melak-sanakan beberapa kegiatan seperti:

(20)

Sementara itu dalam peran sebagai badan pengontrol komite sekolah melakukan beberapa ke-giatan seperti:

(a) Meminta penjabaran kepada sekolah tentang hasil belajar siswa; (b) Menyebarkan kuesioner untuk memperoleh masukan, saran, dan ide kreatif dari masyarakat; (c) Menyampaikan laporan kepada sekolah secara tertulis tentang hasil pengamatan komite sekolah terhadap sekolah.

Dalam peran sebagai penghubung/mediator komite sekolah melaksanakan kegiatan seperti:

(a) Membantu sekolah dalam menciptakan hubung-an dhubung-an kerjasama hubung-antara sekolah denghubung-an orhubung-ang tua dan masyarakat; (b) Mengadakan rapat atau perte-muan secara rutin atau insidental dengan kepala sekolah dan dewan guru; (c) Mengadakan kunjung-an atau silaturahmi ke sekolah, atau dengkunjung-an dewkunjung-an guru di sekolah; (d) Bekerjasama dengan sekolah dalam kegiatan penelusuran alumni; (e) Membina hubungan dan kerja sama yang harmonis dengan seluruh stakeholder pendidikan dengan dunia usaha/dunia industri; (f) Mengadakan penjajakan kerja sama atau MOU dengan lembaga lain untuk memajukan sekolah; (g) Mengadakan kegiatan ino-vatif untuk meningkatkan kesadaran dan kemitraan masyarakat, misalnya panggung hiburan untuk sekolah dan masyarakat; (h) Mengadakan rapat atau pertemuan secara berkala dan insidental dengan orang tua dan anggota masyarakat.

Komite sekolah sesuai dengan peran dan fung-sinya melakukan akuntabilitads sebagi berikut:

(a) Komite sekolah menyampaikan hasil kajian pelaksanaan program sekolah kepada stakeholder

(21)

31

berupa materi (dana, barang tak bergerak maupun bergerak), maupun non materi (tenaga, pikiran) kepada masyarakat dan pemerintah setempat.

Sejalan dengan Kepmendiknas No:044/U/2002, Mulyasa (2006) membagi peranserta komite sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan sebagai berikut:

(a) Memberi pertimbangan dalam menentukan dan melaksahakan kebijakan pendidikan; (b) Mendu-kung kerjasama sekolah dengan masyarakat, baik secara finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan; (c) Mengontrol kerja-sama sekolah dengan masyarakat dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan output pendidikan; (d) Mediator antara sekolah, pemerintah, legislatif dengan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan pendidikan yang berkua-litas; (e) Mendorong orang tua dan masyarakat untuk secara aktif berpartisipasi dalam pendidikan dalam rangka mendukung peningkatan kualitas, relevansi dan pemerataan pendidikan; (f) Menam-pung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan masyarakat terhadap pendidik-an; (g) Melakukan evaluasi dan pengawasan terha-dap perencanaan, pelaksanaan kebijakan, program, dan output pendidikan.

Selanjutnya Akbar (2008) mengatakan peran dan fungsi Komite Sekolah tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan manajemen pendidikan di tingkat seko-lah. Beberapa aspek manajemen yang secara langsung dapat diserahkan sebagai urusan yang menjadi kewenangan tingkat sekolah adalah sebagai berikut:

Pertama, menetapkan visi, misi, strategi, tujuan,

(22)

jumlah guru, dan tenaga administratif yang dimiliki.

Ketiga, menetapkan kegiatan intrakurikuler dan

ekstrakurikuler yang akan diadakan dan dilaksana-kan oleh sekolah. Keempat, pengadaan sarana dan prasana pendidikan, termasuk buku pelajaran dapat diberikan kepada sekolah, dengan memper-hatikan standar dan ketentuan yang ada. Kelima,

penghapusan barang dan jasa dapat dilaksanakan sendiri oleh sekolah, dengan mengikuti pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten. Keenam, proses pengajaran dan pembe-lajaran. Ini merupakan kewenangan profesional sejati yang dimiliki oleh lembaga pendidikan seko-lah. Ketujuh, urusan teknis edukatif yang lain sejalan dengan konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS) merupakan urusan yang sejak awal harus menjadi tanggung jawab dan kewenangan setiap satuan pendidikan.

Sementara itu Sulaman (2010) mengatakan bahwa prinsip kemandirian dalam MBS adalah kemandirian dalam nuansa kebersamaan. Hal ini merupakan aplikasi dari prinsip-prinsip yang disebut sebagai total quality management, melalui suatu meka-nisme yang dikenal dengan konsepsi total football

dengan menekankan pada mobilisasi kekuatan secara sinergis yang mengarah pada satu tujuan, yaitu peningkatan mutu dan kesesuaian pendidikan dengan pengembangan masyarakat.

Di sisi lain Umaidi (2009) membagi peranserta masyarakat dalam pendidikan dirinci menjadi tujuh tingkatan sebagai berikut:

Pertama, peran serta dalam menggunakan jasa

pelayanan yang tersedia; Kedua: peran serta mem-berikan kontribusi dana, bahan. dan tenaga; Ketiga:

(23)

33

pelayanan; Keenam: peran serta sebagai pelaksana kegiatan; Ketujuh: peran serta dalam pengambilan keputusan.

Selanjutnya Slamet (1993) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi peran masyarakat adalah jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan tingkat penghasilan. Peran laki-laki akan berbeda dengan peran seorang wanita karena kodratnya. Sementara itu senioritas akan memunculkan golongan tua dan golongan muda yang sering membeda-beda-kan hak dalam mengemukamembeda-beda-kan pendapat. Tingkat pendidikan juga akan berpengaruh terhadap peran seseorang karena kemampuannya berkomunikasi, se-dangkan tingkat penghasilan akan berpengaruh pada kemampuan finansial masyarakat dalam berinvestasi.

Nurkolis (2008) menjelaskan bahwa komite sekolah memiliki peran untuk menetapkan kebijakan-kebijakan yang lebih luas, menyatukan visi, memper-jelas misi baik untuk pemerintah maupun untuk sekolah itu sendiri. Komite sekolah menentukan kebi-jakan sekolah, visi, dan misi mengacu kepada ketentu-an nasional dketentu-an daerah.

Selanjutnya dalam penelitian ini akan digunakan empat peran Komite Sekolah yang secara kontekstual sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 adalah:

(24)

di satuan pendidikan, (b) badan pendukung

(supporting agency), baik yang berwujud finansial,

pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan, (c) badan pengon-trol (controling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan, serta (d) mediator antara pemerintah dengan masyarakat di satuan pendidikan.

2.5

Penelitian Sebelumnya

Penelitian yang berhubungan dengan peran komite sekolah yang dilaksanakan peneliti sebelumnya di antaranya oleh:

1. Relawati (2004) yang hasil penelitiannya menyim-pulkan bahwa kerjasama dan partisipasi masya-rakat dalam manajemen berbasis sekolah adalah baik, dilakukan dengan peningkatan peran orang tua siswa/komite sekolah. Pengambilan keputusan sudah baik, dilakukan secara pertisipatif dan musyawarah yang demokratis;

2. Suryatriatna (2005) dalam penelitiannya yang

berjudul “Pengaruh Partisipasi Perusahaan dan

(25)

35 advisor, supporting, controlling dan mediatori, baik secara langsung maupun tidak langsung memberi-kan kontribusi terhadap pengeloaan sekolah;

3. Penelitian Heryadi (2007) yang berjudul “Persepsi Guru Tentang Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah dan Kinerja Komite Sekolah terhadap Efektivitas Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (studi kasus pada Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Lahat)” menyatakan besarnya hubung -an/korelasi antara variabel komite sekolah terha-dap implementasi manajemen berbasis sekolah dengan menggunakan rumus regresi adalah sebesar 0,97, hal ini menunjukkan hubungan yang kuat. Dengan demikian kinerja komite sekolah memiliki kontribusi yang kuat terhadap efektivitas imple-mentasi manajemen berbasis sekolah;

4. Senada dengan Heriyadi, Purwanto (2008) dalam

penelitiannya berjudul “Kontribusi Kinerja Komite

Sekolah dan kemampuan Manajerial Kepala sekolah terhadap Efektivitas Impelemntasi Berbasis Sekolah (studi Deskriptif analitik pada SMA di Kabupaten

Purwakarta)” menyatakan bahwa kinerja komite

(26)

dalam hal ini komite sekolah, dalam penyusunan, pelaksanaan, maupun evaluasi program sekolah;

5. Penelitian Gafur (2010) menemukan bahwa peran serta masyarakat dalam manajemen berbasis sekolah masih sebatas pada biaya pendidikan. Sumbangan pemikiran serta keahlian masih belum terlihat. Hal ini menjadi penghambat dalam pene-rapan manajemen berbasis sekolah;

6. Raniati (2010) menemukan bukti empirik bahwa peranserta masyarakat dalam pengelolaan pendi-dikan di SMU se-kota Kupang dikategorikan rendah. Dalam hal merencanakan kegiatan, dukungan dana dan sumbangan fisik, memberikan masukan untuk peningkatan kualitas pembelajar-an. Demikian pula keterlibatan orang tua dalam hal pengadaan guru dan memilih guru dikategorikan rendah sekali. Hal ini disebabkan baik di sekolah negeri maupun swasta pengadaan guru sepenuhnya ditentukan oleh pemerintah. Sebaliknya peran serta komite baik di sekolah negeri maupun swasta dikategorikan tinggi.

(27)

37 masyarakat dalam manajemen berbasis sekolah masih rendah.

2.6

Kerangka Pemikiran Teoritis

Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan nasional Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendi-dikan dan Komite Sekolah yang bertujuan untuk menyalurkan aspirasi, meningkatkan tanggungjawab masyarakat terhadap pendidikan dan menciptakan suasana dan kondisi yang transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu.

(28)

PERAN KOMITE

SEKOLAH BADAN

PENGONTROL (Controling Agency)

MEDIATOR/ PENGHUBUNG (Mediator Agency) BADAN PENDUKUNG

(Supporting Agency) BADAN PEMBERI PERTIMBANGAN (Advisory Agency)

Gambar

Gambar 1 berikut menampilkan hubungan

Referensi

Dokumen terkait

[r]

• Asumsi yang digunakan adalah bahwa balok tak akan tertekuk, karena bagian elemen yang mengalami.. tekan, sepenuhnya terkekang baik dalam arah sumbu kuat ataupun

merupakan bagian dari struktur dengan kekangan lateral penuh maka harus dipenuhi persyaratan seperti pada SNI 03-1729-. 2002 pasal 11.3.1 sebagai

[r]

[r]

[r]

 Chemical Name: Niacin or Vitamin P, resp.PP or nicotinic acid  Solubility: Water.  Daily dose: 12mg

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara Efisiensi Waktu Kerja dengan Produktivitas Kerja dengan nilai koefisien