ANALISIS LITERASI KEUANGAN SYARIAH TERHADAP
PENGGUNAAN JASA PERBANKAN SYARIAH SEBAGAI
UPAYA MENINGKATKAN
SHARIA FINANCIAL INCLUSION
(Studi pada Mahasiswa Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel Surabaya)
SKRIPSI
Oleh:
NURUS SHOBAH C04213052
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
SURABAYA
ABSTRAK
Pembelajaran di perguruan tinggi sangat berperan penting dalam proses pembentukan literasi keuangan mahasiswa. Kemampuan pengolahan informasi literasi yang diterima mahasiwa Ekonomi Syariah ini tentu berpengaruh terhadap pemilihan produk jasa bank yang ada. Penelitian yang berjudul “Analisis Literasi
Keuangan Syariah terhadap Penggunaan Jasa P{erbankan syariah sebagai Upaya Meningkatkan Sharia Financial Inclusion (Studi pada Mahasiswa Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel Surabaya) ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan tentang sejauhmana tingkat literasi keuangan syariah pada mahasiswa Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel Surabaya. Serta bagaimana keterkaitan tingkat literasi keuangan syariah terhadap penggunaan jasa perbankan syariah guna meningkatkan sharia financial inclusion.
Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif deskriptif dengan strategi studi kasus. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan tes serta memberikan angket kepada 100 mahasiswa Ekonomi Syariah
lintas angkatan. Penulis juga melakukan cross check kepada pihak-pihak akademik dan ketua program studi guna mendapatkan data valid dari informan.
Hasil temuan dalam penelitian ini menunjukan bahwa para mahasiswa masih harus meningkatkan pengetahuan mereka tentang literasi keuangan syariah. Hal ini terlihat pada hasil penelitian, bahwa sebanyak 46% responden memiliki pengetahuan yang rendah, 47% sedang dan sisanya tinggi. Diketahui pula bahwa belum seluruhnya mahasiswa Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel memiliki akun rekening di sebuah bank khususnya bank syariah. Sehingga bisa dikatakan bahwa mahasiswa Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel belum masuk ke dalam kategori syaria financial inclusion.
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR TRANSLITERASI ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 12
C. Rumusan Masalah ... 13
D. Kajian Pustaka ... 14
E. Tujuan Penelitian ... 19
F. Kegunaan Hasil Penenlitian ... 19
G. Definisi Operasional ... 20
I. Sitematika Pembahasan ... 26
BAB II LITERASI KEUANGAN SYRAIAH, PERBANKAN SYARIAH DAN SHARIA FINANCIAL INCLUSION A. Tinjauan tentang Literasi Keuangan Syariah ... 29
B. Perbankan Syariah ... 41
C. Sharia Financial Inclusion ... 46
BAB III LITERASI KEUANGAN SYRAIAH TERHADAP PENGGUNAAN JASA PERBANKAN SYARIAH SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN SHARIA FINANCIAL INCLUSION PADA MAHASISWA EKONOMI SYARIAH UIN SUNAN AMPEL SURABAYA
A. Gambaran Umum Prodi Ekonomi Syariah ... 57
B. Strategi Pengajaran Literasi Keuangan Syariah
Mahasiswa Prodi Ekonomi Syariah ... 61 C. Literasi Keuangan Syariah Mahasiswa Ekonomi
Syariah UIN Sunan Ampel Suarabaya ... 63 D. Penggunaan Jasa Perbankan Syariah dan Sharia
Financial Inclusion pada Mahasiswa Ekonomi
Syariah UIN Sunan Ampel Surabaya ... 78 BAB IV ANALISIS LITERASI KEUANGAN SYARIAH
TERHADAP PENGGUNAAN JASA PERBANKAN SYARIAH SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN
SHARIA FINANCIAL INCLUSION PADA
MAHASISWA EKONOMI SYARIAH UIN SUNAN AMPEL SUARABAYA
A. Analisis Literasi Keuangan Syariah Mahasiswa
Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel Surabaya ... 81 B. Analisis Literasi Keuangan Syariah terhadap
Penggunaan Jasa Perbankan Syariah sebagai Upaya Meningkatkan Sharia Financial Inclusion pada Mahasiswa Ekonomi Syariah UIN Sunan
A. Simpulan ... 108
B. Saran ... 109
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Data pertumbuhan pangsa pasar (market share) keuangan syariah di
Indonesia yang relatif menurun di bawah 5 persen atau 4,57% pada Mei 2015,
dibandingkan akhir 2014 sebesar 4,89%, ternyata naik kembali menjadi 4,87% di
awal 2016. Pangsa pasar merupakan besarnya bagian atau luasnya total pasar
yang dapat dikuasai oleh suatu perusahaan yang biasanya dinyatakan dengan
presentase.1 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berharap perbankan syariah di
Indonesia akan menjadi penggerak ekonomi. OJK adalah lembaga negara yang
dibentuk berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2011 yang berfungsi
menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap
keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Pasalnya, selama ini
perbankan syariah masih pengekor penggerak ekonomi di Indonesia.
Pertumbuhan market share perbankan syariah harus bisa mencapai 10%, untuk
menjadi penggerak ekonomi nasional. Diperkirakan pertumbuhan ini baru bisa
dicapai pada tahun 2019 mendatang.2
1 Sofjan Assauri, Manajemen Pemasaran. Dasar, Konsep, dan Strategi, dalam Openlibrary.telkomuniversity.ac.id. (2014).
2 Satrio Widianto, “Pangsa Pasar Keuangan Syariah”, dalam www.Pikiran-Rakyat.com (22
2
Rendahnya market share perbankan syariah mempunyai beberapa sebab
di antaranya adalah tingkat literasi keuangan (melek keuangan) masyarakat
Indonesia tentang keuangan syariah yang masih rendah. Sejumlah penelitian
sejak 2004-2010 telah menunjukkan rendahnya tingkat pemahaman masyarakat
tentang keuangan syariah. Sebagian besar masyarakat di dunia, khususnya
kelompok miskin dan rentan, tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan
(financial service). Secara sederhana kelompok rentan adalah kelompok yang
lebih mudah terlanggar hak-haknya sehingga mereka lebih mudah menjadi
korban (baik secara individu maupun kelompok) dikarenakan
kekhusussan/kekhasan yang dimilikinya.3 Sebagai contoh, menurut CGAP
(Consultative Group to Assist the Poor) dan Bank Dunia pada tahun 2010
sebanyak 2,7 milyar penduduk dunia tidak memiliki akses kredit, asuransi, dan
tabungan.4
Di Indonesia, menurut Bank Dunia pada tahun 2010 secara nasional
akses ke sistem keuangan formal hanya menjangkau sekitar 52% dari total
penduduk. Di sisi lain, terdapat 31% penduduk mengakses keuangan informal
dan 17% penduduk yang mengalami keuangan eksklusif (tidak mengakses sistem
keuangan). Masih menurut Bank Dunia sebanyak 50% penabung menyimpan
uangnya di sektor keuangan formal bank, sedangkan 18% menyimpan di sektor
informal seperti arisan, klub tabungan, dan kelompok dana bergulir, sementara
3 Nathalina Naibaho, “Kelompok Rentan sebagai Korban: Akses terhadap Reparasi dan
Kompensasi”, dalam www.linkedin.com (11 Juni 2015)
4 Rakhmindyanto dan Syaifullah, “Keuangan Inklusif dan Pengentasan Kemiskinan”, dalam
3
32% lainnya tidak memiliki tabungan. Dalam hal pinjaman, sebanyak 33%
masyarakat cenderung memilih menggunakan sektor keuangan informal, seperti
teman, keluarga, tetangga, majikan, dan rentenir dibandingkan dengan sektor
keuangan formal, yakni sebesar 17%. Ironisnya, sekitar 40% penduduk tidak
memiliki akses terhadap produk dan jasa keuangan baik formal maupun
informal.5
Kondisi literasi keuangan di tingkatan mahasiswa kampus juga
ditemukan. Berdasarkan penelitian Chen dan Volpe pada tahun 1998 di
California, dan beberapa negara lainnya dengan jumlah responden sebanyak 924
mahasiswa, dan hasilnya menemukan bahwa tingkat literasi keuangan berada
dalam kategori yang rendah. Hasil penelitian menunjukan bahwa 53% mahasiswa
menjawab pertanyaan dengan benar.6 Sementara Darman dan Sadalia pada
penelitiaannya di tahun 2011 menemukan bahwa kecenderungan mahasiswa
mempraktekkan perilaku (financial behavior) yang diharapkan tidak meningkat
secara konsisten seiring dengan peningkatan financial literacy. Literasi Finansial
meliputi kemampuan untuk menyeimbangkan akun bank, menyiapkan anggran,
tabungan untuk masa depan dan mempelajari strategi-strategi untuk mengatur
hutang. Seseorang dianggap memiliki literasi keuangan yang baik jika ia mampu
mengatur keuangan pribadinya.7 Hal ini disebabkan perilaku seseorang tidak
5 Ibid., 2.
6 Farah Margaretha, “Tingkat literasi keuangan pada Mahasiswa S-1 Fakultas Ekonomi”, Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, vol. 17. No 1, Maret 2015, 78.
7 Susnangsih Muat, “Analisis Tingkat Literasi Keuangan dan dampaknya terhadap Keputusan
4
selalu dipengaruhi tingkat pengetahuan yang dimilikinya, tetapi juga dipengaruhi
oleh faktor-faktor lain seperti faktor psikologis, emosi dan lain-lain.8
Hasil yang berbeda ditemukan oleh Kunt, Klapper dan Randall pada
tahun 2013 menemukan bahwa umat Muslim secara signifikan lebih mungkin
dibandingkan nonMuslim untuk memiliki akun resmi atau menyimpan uangnya
di lembaga keuangan formal, namun masih kurang untuk meminjam secara
formal dan menyatakan agama sebagai penghalang untuk memiliki akun. Di
seluruh dunia, hanya 7 persen Muslim yang tidak memiliki rekening bank dengan
alasan agama.
“We find that Muslims are more likely than non-Muslims to report religion as barriers to account ownerships; however, this result appears to be mainly driven by respondents in Sub-Saharan Africa. Worldwide, just 7 percents of unbanked muslims and unbanked non-Muslims cite religion as a barrier to account ownership. Similar to non-Muslims, Muslims are more likely to cite cost distance, and documentation as barrier to account ownership.”9
Preferensi pada keuangan syariah yang menjadi perhatian Kunt, Klapper
dan Randall pada tahun 2013 mengklasifikasikan Muslim ke dalam tiga kategori
sehubungan dengan preferensi mereka antara keuangan Islam dan konvensional:
(i) mereka yang menolak untuk menggunakan produk keuangan konvensional
karena pelanggaran syariah, (ii) orang-orang yang menggunakan atau akan
menggunakan pembiayaan konvensional tetapi mungkin beralih ke pembiayaan
8 Darman Nababan dan Isfenti Sadalia, “Ananlisis Personal Financial Literacy dan Financial
Behavior Mahasiswa Strata I Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara”, 2011.
9Asli Demirguc Kunt, Leora Klapper, Douglas Randall, “Islamic Finance and Fianacial Inclusion:
5
syariah jika itu menjadi lebih banyak tersedia, atau ditawarkan dengan harga
yang kompetitif, dan (iii) orang-orang yang menggunakan atau akan
menggunakan pembiayaan konvensional dan akan terus melakukannya bahkan
jika harga bersaing dan produk Syariah tersedia.10
Sehubungan dengan kondisi penggunaan jasa perbankan syariah yang
masih rendah, maka gerakan pembangunan literasi keuangan khusunya keuangan
syariah bagi masyarakat Indonesia adalah sebuah keharusan yang mutlak
dilakukan secara terencana dan berkesinambungan, dengan
perencanaan-perencanaan strategis dan langkah-langkah inisiatif berupa program aksi dengan
melibatkan semua elemen masyarakat, khususnya stakeholders keuangan syariah
dan regulator keuangan. Dalam upaya membangun literasi keuangan syariah di
Indonesia diperlukan sinergi dan kerjasama yang baik antara berbagai komponen
masyarakat terutama pegiat ekonomi syariah.11 Berbagai Negara di dunia sudah
melakukan gerakan literasi keuangan secara sukses. Mereka berpandangan bahwa
literasi keuangan merupakan program strategis yang sama urgennya dengan
program-program nasional lainnya. Sehingga literasi keuangan menjadi salah
satu program prioritas bagi banyak negara di dunia, seperti Kanada, Australia,
India, USA, Inggris, dsb. Gerakan literasi keuangan menjadi program nasional
yang bersifat jangka panjang dan dalam implementasinya melibatkan banyak
pihak.
10Ibid., 6.
11Agustianto, “Membangun Literasi Keuangan Syariah” bag I, dalam
6
Istilah literasi keuangan sendiri yang dikemukakan literatur dan oleh
para pakar keuangan tidak ada satupun yang persis sama. Literasi keuangan dapat
diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengelola uang yang dimilkinya
secara bijak baik dalam bentuk investasi maupun penyaluran ke bidang sosial.
Lebih khusus lagi, mengacu pada seperangkat ketrampilan dan pengetahuan yang
memungkinkan seorang individu untuk membuat keputusan yang efektif
terhadap investasinya agar dapat meningkatkan sumber daya keuangannya.12
Inilah tujuan utama adanya Strategi Nasional Literasi Keuangan, untuk
mewujudkan masyarakat Indonesia yang memiliki tingkat literasi keuangan yang
tinggi (well literate) sehingga masyarakat dapat memilih dan memanfaatkan
produk dan jasa keuangan guna meningkatkan kesejahteraan. Sebaliknya, tingkat
literasi keuangan yang rendah menjadikan kurangnya pemanfaatan fasilitas di
sektor keuangan oleh masyarakat. Selain itu, buruknya pengelolaan keuangan
pribadi dapat mengakibatkan kesulitan keuangan seperti kesalahan penggunaan
kartu kredit dan tidak adanya perencanaan keuangan. Kesulitan keuangan
dapat mengakibatkan stress, rendahnya rasa percaya diri, bahkan untuk sebagian
keluarga dapat mengakibatkan perceraian. Literasi keuangan merupakan hal vital
untuk mendapatkan kehidupan yang sejahtera dan berkualitas.13
Banyak faktor dan variabel yang menyebabkan mengapa tingkat literasi
keuangan syariah masyarakat Indonesia masih rendah. Pertama, tingkat
pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang keuangan syariah masih sangat
12 Rike Setiawati, “Literasi Keuangan Islam (Suatu telaah Literatur)” t.p, t.t, 1.
13Welly dkk, “Analisis Pengaruh Literasi Keuangan terhadap keputusan Investasi di STIE Multi
7
rendah. Istilah-istilah Arab yang mewarnai nama produk keuangan syariah
menjadi alasan mengapa tingkat pemahaman masyarakat demikian rendah, belum
lagi sistem, konsep dan mekanisme masing-masing akad dan produk. Masih
terlalu banyak yang belum mengerti dengan sistem dan produk keuangan syariah,
apa perbedaannya dan keunggulannya dengan keuangan biasa. Kedua, belum ada
gerakan bersama dalam skala besar untuk mempromosikan keuangan syariah
secara simultan, terencana dan berkesinambungan. Ketiga, terbatasnya pakar dan
SDM (Sumber Daya Manusia) keuangan syari’ah untuk mengedukasi keuangan
syariah. Keempat, peran para ulama, ustad, dan da’i masih relatif kecil dan
tingkat pengetahuan mereka tentang keuangan syariah masih sangat rendah.
Ulama yang berjuang keras mendakwahkan keuangan syariah selama ini terbatas
pada Dewan Syariah Nasional (DSN) dan kalangan akademisi yang telah
tercerahkan. Kelima, para akademisi di berbagai perguruan tinggi, termasuk
perguruan tinggi Islam belum memainkan peran yang optimal dalam sosialisasi
dan edukasi ekonomi syariah. Keenam, peran ormas Islam juga belum optimal
membantu dan mendukung gerakan keuangan syariah di Indonesia yang masih
sangat rendah.14
Keluhan terkait dengan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang
perbankan syariah yang masih kurang, permasalahan produk perbankan syariah
yang tidak variatif, serta belum dapat diakses masyarakat,15 sebetulnya dapat
diatasi dengan strategi literasi keuangan syariah. Menurut Badan Pusat Statistik
14 Agustianto, “Membangun Literasi Keuangan Syariah”, bag I.
8
(BPS) yang melakukan penelitian menyeluruh pada struktur populasi Indonesia
setiap dekade, dengan jumlah umat muslim 87,81% dari populasi penduduk
Indonesia,16 perlu adanya sinergisitas antara para ulama, da’i, dan akademisi
muslim untuk memberantas kemiskinan dengan upaya membangun literasi
keuangan syariah pada masyarakat muslim. Diharapkan ketika mereka
mempunyai well literate, dampak terhadap penggunaan jasa perbankan syariah
juga akan ikut naik prosentasenya.
Melalui gerakan (harakah) literasi keuangan syariah, diharapkan
masyarakat dapat memperoleh pemahaman mengenai Lembaga Jasa Keuangan
Syariah serta produk dan jasa keuangan syariah, termasuk fitur, manfaat dan
risiko, hak dan kewajiban terkait produk dan jasa perbankan syariah, serta
memiliki ketrampilan dalam menggunakan produk dan jasa perbankan syariah.
Selanjutnya harakah al-awa>’iyah lil mua>malah al-ma>liyah (Gerakan Literasi
Keuangan Syariah) ini mampu mendorong peningkatan pemanfaatan produk dan
jasa keuangan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat muslim pada khususnya
dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Hal ini akan memotivasi industri
sektor jasa perbankan syariah untuk meningkatkan edukasi publik dan proaktif
mengembangkan produk jasa perbankan syariah sesuai dengan kebutuhan
masyarakat yang selalu berkembang.17
Banyak penelitian empiris menunjukan hubungan yang signifikan antara
penguatan sektor keuangan khususnya keuangan formal dengan pertumbuhan
9
ekonomi yang tinggi dan peningkatan kesejahteraan. Isu-isu sosial berkaitan
dengan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan (Income Inequality) pun masih
menjadi perhatian banyak negara dan organisasi berupa kerjasama
regional-multiteral seperti G20, OECD (The Organisation for Economic Co-operation
and Development), the World Bank, IMF (The Internationaal Monetary Fund)
ADB (Asian Development Bank) dan ASEAN. Berbagai kebijakan dirumuskan
untuk mengatasi permasalahan tersebut. Salah satunya upaya yang dilakukan
oleh Forum G20 untuk mengentaskan kemiskinan dan menurunkan disparitas
pendapatan masyarakat adalah melalui sistem keuangan yang inklusif (financial
inclusion).18 Pada pidatonya di KTT G20 di Hangzhou, China September 2016
lalu, Presiden Joko Widodo menyatakan hanya 21, 8% penduduk Indonesia yang
masuk ke dalam kategori keuangan inklusif dibandingkan dengan Malaysia yang
mencapai 50% dan Singapura yang mencapai 90%.19
Inklusi keuangan syariah (sharia financial inclusion) mengemban misi
pengentasan kemiskinan bagi umat Islam di dunia, khususnya di Indonesia.
Mengentaskan kemiskinan bagi umat Islam artinya juga menurunkan secara
signifikan tingkat kemiskinan di Indonesia. Islam sendiri memandang kemiskinan
adalah masalah struktural, karena Allah telah menjamin rizki setiap makhluk
yang telah, sedang, dan akan diciptakannya. Seperti firman Allah SWT dalam
al-Qur’an
18 Isnurhadi, “Analisis Tingkat Literasi Masyarakat Terhadap Perbankan Syariah (Studi Kasus: Masyarakat Kota Palembang), eprints.unsri.ac.id, 2013.
19Istman M.P, “Pidato G-20, Presiden Singgung Ekonomi Inklusif Lagi”, dalam www.tempo.co
Artinya: “Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rizki,
kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali). Adakah di antara kamu sekutukan dengan Allah itu yang dapat berbuat sesuatu dari yang demikian itu? Maha sucilah Dia dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan.”20
Berdasarkan ayat tersebut dijelaskan bahwa setiap makhluk yang Allah hidupkan
pasti akan mendapatkan jaminan bagian dari rizkinya, oleh karena itu ketika
kemiskinan menjadi masalah struktural, maka strategi pengentasannya pun harus
sistematis, komperhensif dan institusional.
Menurut CGAP-GPFI (Global partnership for Financial Inclusion)
financial inclusion merupakan keadaan di mana semua orang dewasa memiliki
akses keuangan berupa kredit (pembiayaan), tabungan, pembayaran maupun
asuransi dari lembaga keuangan formal. Meliputi penyediaan layanan keuangan
yang kredibel, dengan biaya yang terjangkau bagi masyarakat dan berkelanjutan,
tanpa pengecualian secara finansial dalam memanfaatkan layanan keuangan
formal daripada layanan keuangan yang informal. Dari data tahun 2014, indeks
keuangan insklusif di Indonesia baru mencapai 36 persen. pemerintah
mencanangkan peningkatan indeks ini ke level 75% pada tahun 2019.21 Ketika
seluruh lapisan masyarakat dapat merasakan financial inclusion, diharapkan
20 al-Quran, 30:40
11
kemiskinan yang ada dapat lebih banyak dihilangkan karena masyarakat dapat
mengelola keuangannya dengan lebih baik dan terarah.
Sebagaimana yang telah dipaparkan mengenai pentingnya literasi
keuangan dalam membentuk keuangan shariah yang inklusif, maka
pengoptimalan pemahaman yang benar mengenai keuangan syariah khususnya
perbankan syariah kepada akademisi, ulama, dan da’i muslim akan berdampak
signifikan bagi upaya literasi keuangan syariah. Sebaliknya, kedangkalan
pengetahuan mereka, justru bisa menjadi black campaign terhadap gerakan
keuangan syariah yang tengah digalakkan. Hal tersebut mendasari penulis untuk
melakukan penelitian kepada mahasiswa Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi
Syariah dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel Surabaya.
Pembelajaran di perguruan tinggi sangat berperan penting dalam proses
pembentukan literasi keuangan mahasiswa. Mahasiswa tinggal di lingkungan
ekonomi yang beragam dan kompleks sehingga peningkatan kebutuhan
pendidikan keuangan sangat diperlukan. Pembelajaran yang efektif dan efisien
akan membantu mahasiswa memiliki kemampuan memahami, menilai, dan
bertindak dalam kepentingan keuangan mereka. Adanya pengetahuan yang baik
sejak dini diharapkan mahasiswa dapat memiliki kehidupan yang sejahtera di
masa yang akan mendatang.
Penelitian ini berdasarkan logika bahwa mahasiswa Ekonomi Syariah
telah mempelajari disiplin ilmu yang berkaitan dengan keuangan syariah secara
12
tegas sistem keuangan syariah melarang riba (bubble economy), dan maysir
(spekulasi) sebagai hal-hal yang dilarang dalam agama Islam dan terdapat dalam
sistem keuangan konvensional. Kemampuan pengolahan informasi literasi yang
diterima mahasiwa Ekonomi Syariah ini tentu berpengaruh terhadap pemilihan
produk jasa bank yang ada, oleh karena itu penulis membuat sebuah penelitian
dengan judul “Analisis Literasi Keuangan Syariah terhadap Penggunaan Jasa
Perbankan Syariah sebagai Upaya Meningkatkan Sharia Financial Inclusion
(Studi pada Mahasiswa Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel Surabaya)”.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Untuk memperjelas fokus penelitian sekaligus sebagai batasan objek
penelitian, maka identifikasi maslah berfokus pada hal-hal sebgai berikut:
1. Market Share bank syariah yang dianggap rendah tentu memiliki berbagai
sebab. Upaya meningkatan market share tersebut bukan hanya menjadi tugas
bank sebagai pelaku usaha namun juga menjadi tugas pemerintah sebagai
pembuat regulasi.
2. Rendahnya market share bank syariah dapat menjadi tolok ukur stategi apa
yang dapat dikembangkan demi terciptanya sharia financial inclusion,
seperti yang diharapkan.
3. Islam sebagai agama yang menolak kemiskinan, maka gerakan Sharia
Financial Inclusion merupakan upaya pemberantasan kemiskinan yang harus
13
4. Tingkat literasi keuangan syariah pada mahasiswa Ekonomi Syariah UIN
Sunan Ampel Surabaya.
5. Keterkaitan tingkat literasi keuangan syariah terhadap penggunaan jasa
perbankan syariah pada mahasiswa Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel
Surabaya.
Karena keterbatasan waktu, dana, serta pikiran, maka peneliti
membatasi masalah penilitian yang akan diteliti:
1. Tingkat literasi keuangan syariah pada mahasiswa Ekonomi Syariah UIN
Sunan Ampel Surabaya.
2. Keterkaitan tingkat literasi keuangan syariah terhadap penggunaan jasa
perbankan syariah pada mahasiswa Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel
Surabaya.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang ada, agar mudah dipahami maka
penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat literasi keuangan syariah pada mahasiswa Ekonomi
Syariah UIN Sunan Ampel Surabaya?
2. Bagaimana keterkaitan tingkat literasi keuangan syariah terhadap
penggunaan jasa perbankan syariah pada Mahasiswa Ekonomi Syariah UIN
14
D. Kajian Pustaka
Berikut merupakan penelitian yang sudah pernah dilakukan
1. Penelitian Irin Widayati, dengan judul: “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Literasi Finansial Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Brawijaya”. Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi mahasiswa dalam pembentukan literasi finansial baik melalui
pendidikan informal di lingkungan keluarga maupun pendidikan formal di
lingkungan perguruan tinggi.22 Data dikumpulkan melalui tes dan angket
terhadap 220 mahasiswa jurusan ekonomi pembangunan, akuntansi, dan
manajemen. Angket digunakan untuk memperoleh data tentang literasi
finansila aspek sikap, status sosial ekonomi orang tua, pendidikan
pengelolaan keuangan keluarga, dan pembelajaran di perguruan tinggi.
2. Penelitian oleh Isnurhadi dengan judul: “Kajian tingkat Literasi Masyarakat
Terhadap Perbankan Syariah (Studi Kasus: Masyarakat Kota Palembang)”.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti tingkat melek (literacy)
masyarakat terhadap perbankan syariah di Indonesia dan mengidentifikasi
faktor-faktor yang kemungkinan mempunyai hubungan terhadap tingkat
literacy perbankan syaraiah di Indonesia tersebut. Hasil dari penelitian
tersebut menyatakan bahwa dua variabel berpengaruh terhadap literasi
masyarakat terhadap perbankan syariah yait pengetahuan individu terhadap
15
muamalah di dalam Islam dan variabel upaya promosi yang dilakukan
perbankan syariah sedangkan upaya promosi oleh pemerintah tidak
berpengaruh.23
3. Penelitian Susnaningsih Muat, Desrir Miftah, dan Hesty Wulandari dengan
judul: “Analisis Tingkat Literasi Keuangan dan Dampaknya terhadap
Keputusan Pinjaman Pribadi”. Tujuan dari penelitian ini adalah bermaksud
untuk menguji tingkat pemahaman responden terhadap literasi keuangan dan
kemudian pengaruhnya terhadap keputusan pinjaman pribadi.24 Hasil
penelitian menunjukan bahwa 24,5% reponden memiliki literasi keuangan
yang rendah, sementara 37,7% memiliki literasi keuangan yang berada pada
level sedang, dan sisanya 37,8% memiliki literasi keuangan yang tinggi.
Hasil pengujian menunjukan bahwa literasi keunagn memilikki pengaruh
terhadap keputusan pinjaman pribadi.
4. Penelitian Farah Margaretha dan Reza Arief Pambudhi dengan judul:
“Tingkat Literasi Keuangan pada Mahasiswa S-1 Fakultas Ekonomi”.
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara
jenis kelamin, usia, tahun masuk (angkatan), IPK, tempat tinggal mahasiswa,
pendidikan orang tua dan pendapatan orang tua akan memepengaruhi literasi
keuangan mahasiswa strata I Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti.25
23 Isnurhadi, “Analisis Tingkat Literasi Masyarakat Terhadap Perbankan Syariah”. 25.
24 Susnaningsih Muat, Desrir Miftah, dan Hesty Wulandari, “Analissi Tingkat Literasi keuangan
dan dampaknya terhdapa Keputusan Pinjaman Pribadi”, 3rd Economics & Business research
Festival, 13 November 2014.
16
Hasilnya jenis kelamin (H1 diterima), usia (H2 diterima), tahun masuk (H3
ditolak), IPK (H4 diterima), tempat tinggal (H5 ditolak), pendidikan orang
tua (H6 ditolak), pendapatan orang tua (H7 diterima). Penelitian ini
menggunakan informan sebanyak 584 mahasiswa. Penelitian ini lebih
mengarah kepada pendidikan tentang personal finance.
5. Penelitian Welly, Kardinal, dan Ratna Juwita dengan judul: “Analisis
Pengaruh Literasi Keuangan terhadap Keputusan Investasi di STIE Multi
Data Palembang”26. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh literasi keuangan terhadap keputusan investasi di STIE Multi Data
Palembang secara parsial dan simultan. Dari hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa, aspek-aspek dari literasi keuangan diantaranya
pengetahuan umum keuangan pribadi, simpanan dan pinjaman, asuransi, dan
investasi secara simultan (keseluruhan) memberikan pengaruh signifikan
terhadap keputusan investasi dosen, karyawan, dan mahasiswa di STIE multi
Data Palembang. Namun, secara parsial hanya aspek simpanan dan pinjaman
serta invetasi saja yang mempengaruhi secara signifikan keputusan dosen,
karyawan, dan mahasiswa di STIE Multi Data Palembang. Karena aspek
simpanan dan pinjaman serta investasi secra langsung berhubungan dengan
bagaimana individu mengelola aset ataupun kas, melakukan pinjaman
kemudian menentukan bentuk investasi yang sesuai untuk menjamin
keuangannya dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
17
Berdasarkan pembahasan pada penelitian skripsi, penelitian individu dan
jurnal di atas, tidak ditemukan pembahasan tentang tingkat literasi keuangan
syariah terhadap penggunaan jasa perbankan syariah dalam menciptakan syaria
financial inclusion. Oleh karena itu, penyusun merasa perlu untuk membahas
18
Tabel 1.1 Fokus dan Perbandingan Penelitian
No Peneliti Judul Tahun Fokus
1 Irin Widayati Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Literasi Finansial Mahasiswa 2 Isnurhadi Kajian tingkat Literasi Masyarakat
Terhadap Perbankan Syariah (Studi Kasus: Masyarakat Kota
Palembang)
2013 Meneliti tingkat melek (literacy) masyarakat terhadap Perbankan 6 Nurus Shobah Analisis Literasi Keuangan Syariah
terhadap Penggunaan Jasa
19
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk memeperoleh data tentang:
1. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat literasi keuangan syariah pada
mahasiswa Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel Surabaya.
2. Menganalisis keterkaitan tingkat literasi keuangan syariah terhadap
penggunaan jasa perbankan syariah pada mahasiswa Ekonomi Syariah UIN
Sunan Ampel Surabaya.
F. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya mengenai
literasi keuangan syariah di kalangan mahasiswa Ekonomi Syariah.
b. Dalam rangka pengembangan ilmiah yang terkait dengan tujuan
pemerintah untuk mewujudkan ekonomi inklusif bagi rakyat Indonesia.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Penulis: sebagai bahan informasi dan suatu pengalaman bagi peneliti
guna menambah dan memperluas pengetahuan tentang literasi keuangan
syariah serta syaria financial inclusion, dan diharapkan dapat menjadi
20
b. Bagi Perbankan: sebagai bahan masukan dalam mempertimbangkan
pengambilan kebijakan, guna meningkatkan kerja perbankan, dan juga
sebagai bahan koreksi untuk pihak perbankan agar lebih luas lagi pangsa
pasar perbankan syariah pada masa yang akan datang.
G. Definisi Operasional
Penelitian ini berjudul “Analisis Literasi Keuangan Syariah terhadap
Penggunaan Jasa Perbankan Syariah sebagai Upaya Meningkatkan Sharia
Financial Inclusion (Studi pada Mahasiswa Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel
Surabaya)” maka perlu dijelaskan beberapa kata kunci dengan harapan dapat
menjadi pijakan awal untuk memahami uraian lebih lanjut dan juga dapat
menepis kesalahan-kesalahan dalam memberikan orientasi penelitian ini.
1. Literasi Keuangan Syariah: literasi keuangan adalah terjemahan dari
financial literacy yang artinya melek keuangan. Literasi keuangan syariah
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengetahuan serta pemahaman
mengenai lembaga jasa keuangan serta produk dan jasa keuangan. Secara
berkelanjutan,pengetahuan serta pemahaman tersebut diharapkan dapat
mengubah atau memperbaiki perilaku seseorang yang dapat menjadikannya
lebih bijak dalam mengelola keuangan pribadinya.
2. Jasa Perbankan Syariah: dalam penelitian ini jasa perbankan syariah yang
dimaksud dalam hanyalah jasa simpanan atau tabungan, deposito,
21
3. Sharia Financial Inclusion (Inklusi Keuangan Syariah): keuangan inklusif
yaitu keadaan dimana semua orang memiliki akses keuangan berupa kredit
(pembiayaan), tabungan, pembayaran maupun asuransi dari lembaga
keuangan formal.
4. Mahasiswa Ekonomi Syariah: adalah mahasiswa yang sedang menempuh
atau menyelesaikan pendidikan strata satu di UIN Sunan Ampel Surabaya.
H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah dengan maksud menafsirkan
fenomena yang terjadi.27 Sedangkan menurut Usman Rianse, penelitian kualitatif
adalah penelitian yang berupaya memberikan gambaran secara mendalam tentang
situasi atau proses yang diteliti.28 Sedangkan John W. Creswell mendefinisikan
penelitian kualitatif sebagai penelitian yang berusaha membangun makna suatu
fenomena berdasarkan pandangan-pandangan dari partisipan.29 Dengan demikian
bisa disimpulkan bahwa metode penelitian kualitatif adalah penilitian yang
berusaha memaprkan atau mengintepretasikan suatu fenomena yang dilakukan
oleh partisipan (objek penelitian) berdasarkan teori ilmiah yang ada. Sehingga
27 Lexy J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kalitatif (Jakarta: Remaja Rosdakarya, cet xxvi, 2009), 5.
28 Usman Rianse dan Abdi, Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi Teori dan Aplikasi (Bandung: Alfabeta, cet. Iii, 2012), 9.
22
pembaca mendapatkan gambaran yang konkret terhadap praktik dari teori yang
sudah ada.30
2. Data Penelitian
Data yang diajukan dalam skripsi ini adalah:
a. Data tentang profil umum prodi Ekonomi Syariah UIN Sunan
Ampel Surabaya
b. Kurikulum pembelajaran prodi Ekonomi Syariah UIN Sunan
Ampel Surabaya
3. Sumber Data
a. Sumber primer, yaitu:
Data-data primer menurut Supranto yaitu:31 data yang dikumpulkan
sendiri oleh perorangan/suatu organisasi langsung melalui objeknya, yakni data
yang didapatkan peneliti dari hasil tes dan angket dengan mahasiswa Ekonomi
Syariah UIN Sunan Ampel Surabaya, serta wawancara dengan informan dari
pengurus akademik prodi Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel Surabaya. Selain
itu data primer dalam penelitian ini juga didapatkan dari jurnal-jurnal keilmuan
yang dianggap reliabel oleh peneliti.
30 Ibid, 20.
23
b. Sumber sekunder, yaitu:
Data sekunder yaitu:32 data yang diperoleh dari dokumen, buku-buku
dan arsip-arsip yang berkaitan dengan topik data yang akan diteliti dengan
metode penulisan kualitatif ini. Sumber data sekunder diperoleh dari buku-buku
yang berkaitan dengan judul, mengambil karya atau tugas akhir yang sudah ada
sebelumnya dan memiliki tema yang berkaitan, penelitian-penelitian yang
berkaitan dengan Tugas Akhir yang peneliti lakukan, serta dokumen-dokumen
yang relevan.
4. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini bersifat kualitatif, secara lebih rinci teknik pengumpulan
data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara
mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan
yang sedang berlangsung. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi
nonpartisipatif, yaitu pengamat tidak ikut serta dalam kegiatan, dia hanya
berperan mengamati kegiatan, tidak ikut dalam kegiatan, atau bisa juga disebut
observasi pasif.33
b. Wawancara
32 Christine Daymon, Qualitatif Riset in Public Relation and Marketing Communication,. Terjemahan oleh Rhenald Kasali.. (Yogyakarta: PT Bentang Pustaka, 2008), 20.
24
Wawancara atau interviu (interview) merupakan salah satu bentuk
teknik pengumpulan data yang banyak digunakan dalam penelitian deskriptif
kualitatif dan deskriptif kuantitatif.34
c. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data yang tidak langsung
ditujukan pada subjek penelitian, namun melalui dokumen. Yaitu menghimpun
data fisik terkait dengan permasalahan yang diteliti.35
d. Mendistribusikan Tes dan Angket
Informan penelitian ini adalah mahasiswa Ekonomi Syariah UIN Sunan
Ampel Surabaya yang berjumlah 770 mahasiswa, pengambilan informan dalam
penelitian ini dilakukan secara stratified random sampling.36 Data dikumpulkan
dengan menggunakan tes dan angket. Tes digunakan untuk memperoleh data
tentang literasi keuangan syariah melalui soal objektif yang terdiri dari 10 soal
pilihan ganda. Skor maksimum pengetahuan mahasiswa mengenai dasar-dasar
keuangan adalah 100 dan skor minimum adalah 0 (nol). Angket digunakan untuk
memperoleh data penggunaan perbankan syariah serta financial inclusion pada
mahasiswa. Angket yang digunakan berupa angket tertutup.
Jumlah informan yang akan diambil dalam penelitian ini sebanyak 100
responden, yang diharapkan dapat mewakili populasi. Alasan mengambil jumlah
informan 100 orang adalah berpedoman pada pendapat dari Hair, et. al.,
34 Ibid, 216.
35 M. Iqbal Hasan, Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2002), 87. 36
25
yang menyatakan bahwa informan sebanyak 100-200 orang sudah cukup untuk
mewakili suatu penelitian.37 Tes dan angket didistribusikan sebanyak 100
exemplar masing-masing didistribusikan pada semester 1, 3, 5 dan 7. Pemilihan
informan dilakukan dengan metode accidental sampling. Teknik ini dilakukan
karena keterbatasan waktu, tenaga, dan dana sehingga tidak dapat mengambil
informan yang besar dan jauh. Keuntungan daripada teknik ini adalah terletak
pada ketepatan peneliti memilih sumber data sesuai dengan variabel yang
diteliti.38
5. Teknik Pengolahan Data
Setelah data terkumpul, perlu adanya pengolahan data dengan
tahapan-tahapan sebagai berikut:
Organizing : Yaitu mengatur data yang telah diperiksa dengan sedemikian
rupa sehingga tersusun bahan-bahan atau data-data untuk
merumuskan masalah penelitian ini.
Editing : Yaitu memeriksa kembali semua data yang diperoleh secara
cermat, terutama dari segi perlengkapan, kejelasan makna,
kesesuaian dan keselarasan data yang satu dengan data yang
lainnya.
37 Joseph F Hair, “Essentials of Business Research Methods”, (t.tp:t.p, 2006), 171. 38
26
Analyzing : Yaitu menelaah data-data yang ada, kemudian hasilnya dicatat
dan kualifikasikan menurut metode analisis yang sudah
direncanakan untuk dijadikan acuan pada tahap kesimpulan.
6. Teknik Analisis Data
Data yang telah berhasil dikumpulkan selanjutnya akan dianalisis secara
deskriptif kualitatif, yaitu analisis yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati
dengan metode yang telah ditentukan.39 Tujuan dari metode ini adalah untuk
membuat deskripsi atau gambaran mengenai objek penelitian secara sistematis,
faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar
fenomena yang diselidiki.40
Peneliti menggunakan teknik ini karena yang digunakan adalah metode
deskriptif kualitatif, dimana memerlukan data-data untuk menggambarkan suatu
fenomena yang apa adanya (alamiah). Sehingga benar salahnya, sudah sesuai
dengan peristiwa yang sebenarnya. Kemudian data tersebut diolah dan dianalisis
dengan pola pikir induktif yang berarti pola pikir yang berpijak pada fakta-fakta
yang bersifat khusus kemudian diteliti, dianalisis dan disimpulkan sehingga
pemecahan persoalan atau solusi tersebut dapat berlaku secara umum.
39 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial: Format-Format Kuantitatif dan Kualitatif, (Surabaya: Airlangga University Press, 2001), 143.
27
I. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dalam penelitian ini terbagi dalam lima bab:
BAB I :PENDAHULUAN
Berisi Pendahuan yang menurut uraian tentang Latar Belakang
Masalah, Identifikasi dan Batasan Masalah, Rumusan Masalah,
Penelitian Terdahulu, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian,
Definisi Operasional, Metode Penelitian, dan Sistematika
Pembahasan.
BAB II :KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini merupakan teoritik yang membahas tiga subbab, yaitu:
Pertama, Konsep Literasi Keuangan, Visi-Misi Strategi Nasional
Literasi Keuangan, Prinsip Pembangunan Literasi Keuangan Syariah,
Manfaat Pembangunan Literasi Keuangan Syariah. Kedua, berisi
tentang Perbankan Syariah. Ketiga, Konsep Keuangan Inklusif, Visi
dan Misi Keuangan Inklusif, serta Tinjauan tentang sharia financial
inclusion.
BAB III :HASIL PENELITIAN
Pada bab ini akan diuraikan tentang beberapa subbab, yaitu: Pertama,
Gambaran Umum Prodi Ekonomi Syariah, Kedua, Literasi Keuangan
Syariah Mahasiswa Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel Suarabaya.
28
Financial Inclusion pada Mahasiswa Ekonomi Syariah UIN Sunan
Ampel Surabaya.
BAB IV : PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
Bab ini meruupakan analisis hasil penelitian dari bab III. Pada bab ini
terdapat 2 subbab, yaitu: Pertama, Analisis Literasi Keuangan
Syariah Mahasiswa Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel Surabaya.
Kedua, Analisis Literasi Keuangan Syariah terhadap Penggunaan Jasa
Perbankan Syariah sebagai Upaya Meningkatkan Sharia Financial
Inclusion pada Mahasiswa Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel
Surabaya.
BAB V :PENUTUP
BAB II
Literasi Keuangan Syariah, Perbankan Syariah, dan Sharia Financial Inclusion
A. Tinjauan tentang Literasi Keuangan Syariah
1. Konsep Literasi Keuangan
Literasi keuangan (financial literacy) yang artinya melek
keuangan, menurut buku podoman Strategi Nasional Literasi Keuangan
Indonesia, yang dimaksud dengan literasi keuangan adalah rangkaian
proses atau aktivitas untuk meningkatkan pengetahuan (knowledge),
keyakinan (confidence) dan ketrampilan (skill) konsumen dan
masyarakat luas sehingga mereka mampu mengelola keuangan yang
lebih baik.1 Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
konsumen produk dan jasa keuangan maupun masyarakat luas
diharapkan tidak hanya mengetahui dan memahami lembaga jasa
keuangan serta produk dan jasa keuangan, melainkan juga dapat
mengubah atau memperbaiki perilaku masyarakat dalam pengelolaan
keuangan sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan mereka.
OECD-INFE mendefinisikan melek keuangan (financial literacy)
sebagai berikut: “A combination of awareness, knowledge, skill, attitude
and behaviour necessary to make sound financial decisions and
1 Otoritas Jasa Keuangan, “Literasi, Edukasi, dan Inklusi Keuangan”, Direktorat Literasi dan
30
ultimately achieve individual well being.” Melek keuangan adalah suatu
kombinasi kesadaran, pengetahuan, sikap dan tingkah laku yang
dibutuhkan untuk membuat keputusan-keputusan keuangan yang pada
akhirnya mencapai kemakmuran individu.2
Literasi keuangan berkaitan dengan kompetensi seseorang untuk
mengelola keuangan. Definisi literasi finansial menurut Vitt et. al :
Personal financial literacy is the ability to read, analyze, manage and communicate about the personal financial condition that affect material well-being. It includes the ability to discern financial choices, discuss money and financial issues without (or despite) discomfort, plan for the future and respond competently to life events that affect everyday financial decisions, including events in the general economy.3
Literasi finansial terjadi ketika individu memiliki sekumpulan keahlian
dan kemampuan yang membuat orang tersebut mampu memanfaatkan
sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan. Huston menyatakan
bahwa pengetahuan finansial merupakan dimensi yang tidak terpisahkan
dari literasi finansial, namun belum dapat menggambarkan literasi
finansial.4
Definisi dasar literasi keuangan menurut Remund berhubungan
dengan kemampuan seseorang untuk mengelola dananya. Konsep ini
awalnya tidak dideskripsikan sebagai sebuah literasi keuangan, tetapi
gagasan ini ada di awal tahun 1900 bersamaan dengan sebuah penelitian
2 Isnurhadi, “Kajian Tingkat Literasi Masyarakat terhadap Perbankan Syariah: Studi Kasus
Masyarakat Kota Palembang”, eprints.unsri.ac.id (2013). 7-8.
3 Huston, S.J, “Measuring Financial Literacy”, Journal of Consumer Affairs Volume 44 Issue 2 (2010). 311.
31
akan pendidikan terhadap konsumen yang ada di Amerika. Literasi
keuangan secara khas diperhitungkan dalam level individual lalu
berkembang menjadi kelompok-kelompok, seperti siswa sekolah atau
para pegawai yang berpenghasilan rendah, sebagai gambaran ekonomi
makro.
By the most basic definition, financial literacy relates to a
person’s competency for managing money. The concept has not
always been described as financial literacy, but the idea dates to the early 1900s and the advent of consumer education research and initiatives in the United States (Jelley 1958). Financial literacy is typically measured at the individual level and then aggregated by groups, such as high school students or low-income adults, to provide a macroview.5
Menurut penelitiaanya yang dimulai sejak tahun 2000, Remund
menyatakan lima kategori tentang definisi konseptual mengenai literasi
keuangan: (1) pengetahuan terhadap konsep keuangan, (2) kemampuan
untuk berkomunikasi mengenai konsep keuangan, (3) ketangkasan
dalam mengelola keuangan pribadi, (4) kemampuan di dalam membuat
keputusan keuangan yang tepat, (5) kemampuan dalam merencanakan
keuangan masa depan yang efektif sesuai yang dibutuhkan.
Based upon a review of research studies since 2000, the many conceptual definitions of financial literacy fall into five categories: (1) knowledge of financial concepts, (2) ability to communicate about financial concepts, (3) aptitude in managing personal finances, (4) skill in making appropriate financial decisions and (5) confidence in planning effectively for future financial needs.6
32
Berdasarkan kesimpulan definisi tentang konsep literasi keuangan,
Remund merekomendasikan sebuah definisi konseptual mengenai
financial literacy.
Financial literacy is a measure of the degree to which one understands key financial concepts and possesses the ability and confidence to manage personal finances through appropriate, short-term decision-making and sound, long-range financial planning, while mindful of life events and changing economic conditions.7
Literasi keuangan merupakan sebuah langkah atas sebuah tingkatan
yang mana dapat memahami konsep dari keuangan dan proses dari
sebuah kemampuan untuk mengurus keuangan pribadinya secara tepat,
baik dalam jangku waktu pendek, sedang, maupun seumur hidup dan
merubah kedaaan ekonominya.
Dapat dipahami dari berbagai konsep tersebut, menurut penulis
literasi keuangan merupakan sebuah kesadaran pada masyarakat dalam
mengelola dana miliknya berdasarkan pengetahuan yang didapatkannya.
Sehingga kesadaran tersebut berbuah pada sikap dan tingkah laku yang
diharapkan dapat menyejahterakan kehidupan mereka.
Literasi keuangan merupakan hal pokok dalam pembangunan
jangka panjang ekonomi sebuah negara. Cetak Biru Strategi
Nasional Literasi Keuangan Indonesia pun telah diluncurkan pada
November 2013 yang lalu. Sebuah penelitian di Malaysia menyatakan
bahwa literasi keuangan merupakan faktor yang menentukan seseorang
33
menabung di lembaga formal. Pendidikan dasar akan literasi keuangan
harus ditingkatkan kepada kelompok rumah tangga.
Saving is essential for the long-term development and economic growth of a nation. In addition, saving acts as a contingency for individuals and countries in the event of economic downturns and financial crisis. This paper has examined the factors that influence individual saving with a focus on financial literacy, in the Malaysian context. Overall, this study has shown the financial literacy is an important determinant of individual saving.
Financial literacy, which is defined as individuals’ knowledge
about basic and advanced financial topics, such as knowledge/computation on interest rate, inflation rate, percentage calculation, stocks, and unit trusts, has been found to be positively related to the probability of having positive saving amongst individuals, ceteris paribus. This result, although a preliminary finding from this exploratory research, suggests that if the government aims to increase saving amongst households, it should increase efforts in promoting financial literacy through basic educational programs regarding financial issues.8
Pada penelitian yang dilakukan oleh Irin Widayanti pada tahun
2012, selain pendidikan pengelolaan keuangan keluarga yang
berpengaruh positif signifikan terhadap literasi keuangan aspek sikap,
terdapat faktor lain yakni pembelajaran di perguruan tinggi yang
berpengaruh langsung positif signifikan terhadap literasi keuangan aspek
kognitif. Dari berbagai pernyataan tersebut, dipastikan bahwa literasi
keuangan mempunyai pengaruh yang compatible terhadap pengelolaan
keuangan seseorang.
Rata-rata jawaban yang benar dikelompkan menjadi tiga kategori
yaitu rendah (<60), sedang (60≤80), dan tinggi (>80) untuk
34
memudahkan pengamatan. Metode ini merujuk kepada penelitian
sebelumnya oleh Chen dan Volpe pada tahun 1998 serta penelitian
Darman dan Sadalia pada tahun 2012 dimana jawaban yang benar
dihitung dan dipersentasekan terhadap jumlah informan.
Sejauh ini pengukuran yang digunakan untuk mengetahui tingkat
literasi keuangan umunya menggunakan desain kuesioner dalam bentuk
pengetahuan umum tentang tabungan dan pinjaman, asuransi dan
investasi. Lusardi menggunakan konsep pengukuran pemahaman dasar
keuangan meliputi; (i) menghitung dan memahami tentang suku bunga
dan bunga majemuk; (ii) memahami inflasi; dan (iii) memahami
difersifikasi risiko, sementara bunga atau riba tidak dibenarkan dalam
Islam, oleh karenanya ukuran tersebut tidak dapat dituangkan dalam
mengukur literasi keuangan bagi umat muslim. Di Indonesia sendiri
belum ditemukan penelitian yang mengukur tingkat literasi keuangan
khususnya di masyarakat muslim dan juga belum ada studi yang
menemukan model pengukuran yang dapat mengkaitkan aturan-aturan
muamalah tentang sumber dan pemanfaatan dana seperti tentang
larangan maysir, gharar dan riba. Model pengukuran yang tepat tentunya
dapat digunakan sebagai dasar pengukuran literasi keuangan untuk
menentukan pada tataran mana solusi literasi itu harus diatasi.9
35
2. Visi-Misi Strategi Nasional Literasi Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di dalam Cetak Biru Strategi
Nasional Literasi Keuangan Indonesia sudah menetapkan visi, misi dan
prinsip literasi keuangan. Menurut OJK visi literasi keuangan Indonesia
adalah: “mewujudkan masyarakat Indonesia yang memiliki tingkat
literasi keuangan yang tinggi (well literate) sehingga masyarakat dapat
memilih dan memanfaatkan keuangan guna meningkatkan
kesejahteraan.”10
Adapun misi dari literasi keuangan Indonesia yakni: (1) melakukan
edukasi di bidang keuangan kepada masyarakat Indonesia agar dapat
mengelola keuangan secara cerdas; dan (2) meningkatkan akses
informasi serta penggunaan produk dan jasa keuangan melalui
pengembangan infrastruktur pendukung literasi keuangan. Agar program
peningkatan literasi keuangan Indonesia kepada masyarakat berjalan
dengan baik maka setiap program literasi harus memiliki prinsip sebagai
berikut:11
a. Inklusif : mencakup semua golongan masyarakat.
b. Sistematis dan terukur : literasi keuangan disampaikan secara
terprogram, mudah dipahami, sederhana, dan pencapaiannya dapat
diukur.
c. Kemudahan akses : layanan dan informasi keuangan tersebar luas
di seluruh wilayah Indonesia dan mudah diakses.
36
d. Kolaborasi : melibatkan seluruh stakeholders secara bersama-sama
dalam mengimplementasikan literasi keuangan.
3. Prinsip Pembangunan Literasi Keuangan Syariah
Menurut Agustianto tujuan dari upaya gerakan pembanguan
literasi keuangan syariah adalah “Pertama, meningkatkan literasi
keuangan seseorang yang sebelumnya less literate atau not literate
dalam keuangan syariah menjadi well literate dalam keuangan syariah.
Kedua, meningkatkan jumlah pengguna produk dan jasa keuangan
syariah.” Dengan demikian, maqhasid (tujuan) dari leterasi keuangan
syariah adalah agar konsumen dan masyarakat luas dapat menentukan
produk dan jasa keuangan syariah yang sesuai kebutuhan mereka,
memahami dengan benar manfaat dan risikonya, mengetahui hak dan
kewajiban serta meyakini bahwa produk dan jasa keuangan yang dipilih
tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan mereka berdasarkan prinsip
syariah yabg halal dan menguntungkan.12
Selain itu Agustianto juga mengemukakan prinsip pembangunan
literasi keuangan syariah yang dikembangkan dari cetak biru strategi
nasional literasi keuangan Indonesia. Adapun prinsip-prinsip tersebut
adalah sebagai berikut:13
12 Agustianto, “Membangun Literasi Keuangan Syariah” bag 2, dalam
37
a. Universal dan inklusif : program literasi keuangan syariah harus
mencakup semua golongan masyrakat secara rahmatan lil’alamin
terbuka untuk semua agama dan golongan.
b. Sistematis dan terukur : program literasi keuangan syariah
disampaikan secara terencana, sistematis, mudah dipahami,
sederhana, dan pencapaiannya dapat diukur.
c. Kemudahan akses (taysi>r) : layanan dan informasi yang terkait
dengan literasi keuangan syariah tersebar luas diseluruh wilayah
Indonesia dan mudah diakses.
d. Kemaslahatan : program literasi keuangan syariah harus
membawa maslahah (manfaat) yang besar bagi seluruh rakyat
Indonesia.
e. Kolaborasi : program literasi keuangan harus melibatkan sulurh
stakeholders syariah dan pemerintah secara bersama-sama dalam
perencanaan dan implementasinya.
4. Manfaat Pembangunan Literasi Keuangan Syariah
Financial literacy (literasi keuangan) merupakan salah satu
program strategis yang menjadi bagian dari upaya pemerintah dan
masyarakat di berbagai negara dalam mewujudkan masyarakat yang
melek mengenai jasa keuangan. Pengalaman dari berbagai negara
membuktikan bahwa literasi keuangan telah menjadi program nasional
untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakatnya,
38
keberhasilan itu, maka Indonesia melakukan gerakan nasional
pembangunan literasi keuangan. Bagi masyarakat dan rakyat Indonesia,
program literasi keuangan syariah memiliki manfaat yang besar antara
lain:14
a. Masyarakat mampu memilih dan memanfaatkan produk dan jasa
keuangan syariah yang sesuai kebutuhan mereka.
b. Masyarakat mampu melakukan perencanaan keuangan (financial
planning) secara syariah dengan lebih baik.
c. Masyarakat terhindar dari aktivitas investasi pada instrumen
keuangan yang tidak jelas (bodong).
d. Masyarakat mendapat pemahaman mengenai manfaat dan risiko
produk serta jasa keuangan syariah.
Manfaat dari literasi keuangan diungkap oleh Upendra Singh yang
melakukan penelitian Financial Literacy di India, menyatakan hal sama
dengan data yang telah dipaparkan terlebih dahulu. Berikut kutipan dari
hasil penelitiannya:
Financial literacy is a very complex concept and it is very difficult to understand the impact of financial literacy on society. In fact, as a part of society, we are yet to fully recognise the need and potential of financial literacy. The nature of financial illiteracy and its manifestations may vary, but it gets reflected in the everyday financial choices that many of us make. The lack of basic knowledge about financial instruments and their risk-return framework is one common instance of financial illiteracy that is widely observed. Retail investors are greedy to get higher return at very short time and most of them do not calculate the associated risk of financial product. Thus, appreciation of various aspects of
14 Agustianto, “Membangun Literasi Keuangan Syariah” bag 3, dalam
39
financial literacy and how it impacts our lives holds the key to prudent financial planning and welfare maximisation, both- at the individual level and for the society as a whole.15
Terfokus kepada literasi keuangan syariah menurut pembahasan
juga memiliki manfaat. Masyarakat dan lembaga jasa keuangan syariah
saling membutuhkan sehingga semakin tinggi tingkat literasi keuangan
syariah masyarakat, maka semakin banyak masyarakat yang akan
memanfaatkan produk dan jasa keuangan syariah. Dalam hal ini potensi
keuntungan yang akan diperoleh lembaga jasa keuangan syariah juga
semakin besar. Disamping itu, literasi keuangan syariah juga mendorong
industry jasa keuangan untuk terus mengembangkan dan menciptakan
produk dan jasa keuangan yang lebih inovatif, bervariasi dan lebih
terjangkau, sesuai dengan kebutuhan semua golongan masyarakat.
Lembaga jasa keuangan syariah dapat mengidentifikasi dan
mengembangkan produk dan jasa keuangan yang menguntungkan secara
komersial sekaligus memberikan manfaat bagi kelompok-kelompok
masyarakat, yang saat ini beum dapat memanfaatkan dan mengakses
produk dan jasa keuangan syariah.16
Literasi keuangan syariah juga memberikan manfaat yang besar
bagi negara, tidak saja bagi OJK selaku pemegang otoritas tetapi juga
bagi negara selaku eksekutif pemerintah yang menjalankan amanat UUD
1945 untuk membangun kesejahteraan rakyat. Hal ini disebabkan
15 Upendra Singh, “Financial Literacy and Financial Stability are Two Aspects of Efficient Economy”, Journal of Finance, Accounting and Management, 5 (2), (Juli 2014), 66.
40
karena lembaga keuangan syariah sebagai penyedia jasa keuangan
berperan memberikan pelayanan permodalam, jasa keuangan, bahkan
konsultasi keuangan syariah. Maju dan berkembangnya lembaga
keuangan syariah akan berdampak bagi kesejahteraan negara. Apabila
masyarakat telah melek (literacy) dalam keuangan syariah/muamalah
maliyah, maka semakin banyak masyarakat yang akan memanfaatkan
produk dan jasa keuangan syariah, sehingga akan meningkatkan
kesejahteraan mereka. Kesejahteran masyarakat adalah keberhasilan
negara dalam menyelenggarakan pembangunan. Dari aspek ekonomi
makro sendiri, literasi keuangan syariah memberikan manfaat sebagai
berikut:17
a. Semakin banyak orang yang menabung dan berinvestasi secara
syariah, diharapkan ekonomi Indonesia akan makin stabil, karena
sistem keuangan syariah secara tegas melarang riba (bubble
economy), dan maysir (spekulasi). Kestabilan ekonomi keuangan
akan mendorong ekspor dan investasi.
b. Semakin banyak orang yang memanfaatkan dana lembaga jasa
keuangan syariah, maka pertumbuhan sektor riil (ta’alluq qit}a>’il
ma>liyah bil qit}a>’il waqi>’iyyah).
c. Semakin banyak masyarakat yang menggunakn jasa keuangan
syariah, maka ekonomi nasional akan semakin kokoh dan kuat
dari terpaan badai krisis global.
41
d. Semakin banyak masyarakat yang well literate dalam keuangan
syariah, maka akan semakin banyak jumlah pengguna produk dan
jasa keuangan syariah sehingga pada akhirnya akan menciptakan
pemerataan (keadilan) dan kesejahteraan sebagai implementasi
Pancasila, yakni sila kelima.
e. Semakin banyak orang yang menabung dan berinvestasi melalui
lembaga keuangan syariah, diharapkan sumber dana untuk
pembangunan semakin meingkat.
f. Semakin banyak orang yang memanfaatkan dana lembaga jasa
keuangan syariah, maka diharpkan intermediasi di sektor
keuangan akan semakin besar.
B. Perbankan Syariah
Ketika seorang bankir konvensional menanyakan perihal perbankan
syariah, banyak yang mengira perbankan syariah merupakan hal yang tidak
benar-benar ada. Dalam artian, perbankan syariah hanya sebuah oasis belaka.
Faktanya perbankan syariah benar-benar ada dan menggunakan prinsip Islam
serta aturan Islam yang sangat berbeda dengan perbankan konvensional.
Sebuah jurnal yang ditulis oleh Brian Kettell pada tahun 2008
mengatakan bahwa perbankan syariah merupakan sebuah layanan bank yang
memiliki visi misi sesuai prinsip al-Qur’an. Perbankan syariah merupakan
bagian yang terpisah dari perbankan konvensional. Perbankan syariah
42
Inilah yang membuat dasar pemisah antara perbankan syariah dan perbankan
konvensional.
Islamic banking is not about smoke and mirrors. It is in fact about banking based on Islamically-ethical principles which are, in many ways, very different indeed from conventional banking principles. So what exactly is islamic banking all about? Islamic financial institutions are those based, in their objectives and operations, on Qur’anic principles. They are thus set apart from conventional institutions, which have no such religious preoccupations. Islamic banks provide commercial services that comply with the religious injunctions of Islam. Islamic banks provide services to their customers free from interest (the Arabic term for which is riba). The giving and taking of interest is prohibited in all transactions. This prohibition makes an Islamic banking system differ fundamnetally from conventional banking system.18
Lebih rinci, Ascarya 2007 mengatakan menabung di bank syariah bisa
menjadi salah satu langkah perencanaan di masa depan. Produk-produk
pendanaan/saving bank syariah ditujukan untuk memobilisasi dan investasi
tabungan untuk pembangunan perekonomian dengan cara yang adil sehingga
keuntungan yang adil dapat dijamin bagi semua pihak. Tujuan mobilisasi
dana merupakan hal penting karena Islam secara tegas mengutuk penimbun
tabungan dan menuntut penggunaan dana secara produktif dalam rangka
mencapai tujuan sosial ekonomi Islam. Dalam hal ini, bank syariah
melakukan tidak dengan prinsip bunga (riba), melainkan dengan prinsip yang
sesuai dengan ajaran syariat Islam, terutama wadi’ah, qard, mudharabah, dan