BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TEKNIK
BEHAVIOUR DALAM MENGATASI KEBENCIAN SEORANG
ANAK KEPADA AYAHNYA DI PERUMAHAN PONDOK
JEGU TROSOBO SIDOARJO
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh: Muznatul Husniya
NIM. B03209041
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
▸ Baca selengkapnya: menurut kamu bagaimana sikap sang anak terhadap ayahnya dalam kisah-ayah remaja dan burung pipit
(2)(3)(4)(5)
ABSTRAK
Muznatul Husniya, (B03209041), dengan judul skripsi Bimbingan Konseling Islam dengan Teknik Behaviour dalam Mengatasi Kebencian Seorang Anak
Kepada Ayahnya di Perumahan Pondok Jegu Trosobo Sidoarjo.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Apa faktor-faktor yang menyebabkan kebencian anak kepada ayahnya di Perumahan Pondok Jegu? (2) Bagaimana proses bimbingan konseling dan teknik behaviour dalam mengatasi anak yang membenci ayahnya di Perumahan Pondok Jegu? (3) Bagaimana hasil bimbingan konseling Islam dalam mengatasi kebencian anak diperumahan pondok jegu?
Dalam menjawab permasalahan tersebut, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan analisa deskriptif dalam menganalisa faktor-faktor yang menjadi penyebab anak membenci ayahnya. Sedangkan proses konseling menggunakan teknik behaviour. Subjek dalam penelitian ini adalah seorang anak di Perumahan Pondok Jegu. Data kualitatif diperoleh dari hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Faktor-faktor yang menyebabkan kebencian seorang anak kepada ayahnya di Perumahan Pondok Jegu adalah: (1) ayah klien melakukan poligami, (2) ayah klien kurang perhatian kepada ibu klien saat ibu klien sedang sakit (3) ayah klien
kurang perhatian kepada klien dan saudara klien. Pada proses konseling, peneliti
menggunakan terapi behaviour melalui sharing experience dan meminta klien secara perlahan untuk merubah perilakunya serta mendekati ayahnya agar mendapatkan perhatian dari ayahnya.
Hasil bimbingan konseling menunjukkan bahwa kebencian seorang anak di perumahan pondok jegu sidoarjo mulai berkurang dan komunikasi antara anak dan ayah pun mulai membaik. Hal ini dibuktikan dengan adanya usaha klien untuk membuatkan kopi untuk ayah dan menanyakan kabar ayahnya yang sebelumnya menghindari ayahnya. Selain itu, ayah klien pun mulai menunjukkan sikap perhatian kepada klien dan saudaranya.
DAFTAR ISI
JUDUL PENELITIAN... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN OTENTITAS SKRIPSI ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
1. Pendekatan Dan Jenis Penelitian ... 7
2. Subjek Penelitian ... 10
G. Sistematika Pembahasan ... 24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teoritik ... 27
1. Bimbingan dan Konseling Islam ... 27
a. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam ... 27
b. Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam ... 28
c. Fungsi Bimbingan dan Konseling Islam ... 31
d. Asas-asas Bimbingan dan Konseling Islam ... 32
f. Unsur-unsur Bimbingan dan Konseling Islam ... 37
g. Langkah-Langkah Bimbingan dan Konseling Islam ... 41
2. Pengertian Kebencian ... 42
a. Psikologi ... 44
b. Agama ... 45
3. Teknik Behaviour ... 46
B. Penelitian Terdahulu Yang Relevan ... 53
BAB III PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Konseli, Konselor, dan Lokasi Penelitian ... 56
1. Deskripsi Konseli (Subyek Penelitian) ... 56
2. Deskripsi Konselor ... 57
3. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 58
4. Deskripsi Masalah Klien ... 59
B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 64
1. Deskripsi Perilaku seorang Anak membenci Ayahnya ... 64
2. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan ”Hd” Benci Ayahnya ... 64
3. Proses dan Hasil Bimbingan dan Konseling ... 65
BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Tentang Perilaku Seorang Anak Membenci Ayahnya ... 74
B. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan ”Hd” Benci Ayahnya ... 75
C. Proses dan Hasil Bimbingan dan Konseling ... 76
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 77
B. Saran ... 81
DAFTAR PUSTAKA ... 83
1
Bab 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia diciptakan dalam struktur biologis yang sempuna,1 manusia
dilengkapi dengan potensi inderawi, serta emosi dan rasio. Dengan
potensi-potensi tersebut manusia lahir sebagai makhluk sosial, makhluk yang mampu
bergaul, berinteraksi dan berkomunikasi dengan sesamanya dan makhluk
lainnya. Allah menciptakan manusia dari seorang laki-laki dan perempuan
dan menjadikannya bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar manusia saling
mengenal satu sama lain. Manusia dituntut untuk berfungsi sebagai penata,
pengatur, perekayasa atas pembangun agar memanfaatkan segala isi dan
potensi alam jagat raya ini dengan sikap yang sesuai dengan ketentuan Allah.
Sebagai muslim apabila membiarkan sesama muslim lainnya dalam belenggu
kemaksiatan, kemunafikan, dan kemusrikkan. Dengan maksud manusia
(secara khusus) mempunyai tanggung jawab moral untuk hadir
ditengah-tengah kehidupan sosial masyarakat untuk saling tolong-menolong, saling
mengingatkan yang bertujuan untuk menyebarkan syari’at islam dan mampu
merealisasikan nilai-nilai pesan Ilahi yaitu berdakwah.
Kehidupan banyak yang terjadi permasalahan-permasalahan yang ada
di lingkungan sekitar, entah itu berada di dalam rumah maupun di luar rumah.
Perilaku Individu adalah sebagai suatu fungsi dari interaksi antara individu
1
Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Terjemahannya, (Surabaya: CV. Jaya Sakti: 1984), h. 1076.
2
dengan lingkungannya membawa tatanan kepercayaan pribadi, serta
pengharapan.2
Ruang lingkup keluarga seorang individu sebisa mungkin diberi
perhatian dan dicap sebagai individu yang baik (teori labelling), mengingat
keluarga adalah lingkungan pertama tempat individu belajar dan menyerap
informasi. Jika sejak kecil individu sudah diberikan pengertian tentang mana
yang baik dan mana yang buruk maka mental anak akan belajar dan
berkembang dengan sendirinya. Mereka akan menginjak pada tahap dimana
mereka belajar pada lingkungan sosial di sekitar mereka, antara lain sekolah
dan lingkungan masyarakat.3
Kehidupan rumah tangga memang senantiasa dijaga, karena keutuhan
sebuah keluarga dalam sebuah rumah tangga dengan berjalannya waktu. Ada
saja permasalahan yang selalu merintangi bahkan bisa mengganggu
kerukunan kehidupan dalam suami istri. Untuk itulah pembentukan keluarga
hendaknya diniatkan untuk menyelenggarakan kehidupan keluarga yang
penuh dengan semangat mawaddah wa rahmah dengan selalu mendekatkan
diri kepada Allah dan mendambakan keridhaannya, limpahan hidayah dan
taufiq-Nya.
Kehidupan keluarga yang didasari oleh niat dan semangat beribadah
kepada Allah, keluarga yang demikian akan selalu mendapat perlindungan
dalam mendapatkan tujuan-tujuannya yang penuh dengan keluhuran dalam
sebuah bingkai tali pernikahan yang suci dan diikat dengan janji suci
2
Kuspriatni, Lisa, Pengaruh Individu dan Pengaruhnya Terhadap Organisasi. pdf
3
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 15.
3
pernikahan. Untuk itulah diperlukan cara tips menjaga keharmonisan rumah
tangga itu sendiri.
Keluarga yang akan diteliti oleh penulis, “Hd” merupakan anak kedua
dari dua bersaudara. Menurut “Hd” ayahnya kurang memperhatian ibunya
serta diri “Hd” dan kakaknya, dan mengakibatkan kebencian seorang anak
terhadap ayah. Sang ayah telah menikah tiga kali. “Hd” merasakan kurang
adanya kasih sayang dari seorang ayah, karena ibunya (sebelum meninggal)
mengalami sakit diabetes dan kanker payudara, setelah ibu “Hd” mengalami
sakit sang ayah telah meninggalkan istri serta anak-anaknya, sang ayah hanya
bisa mengirimkan uang dan menjenguk hanya bisa dihitung dengan jari setiap
bulannya. Maka dari itu mulailah permasalahan-permasalahan muncul dengan
anak tidak mematuhi perkataan seorang ayahnya tersebut.
Ayahnya pernah marah besar terhadap anak tersebut, sehingga anak
tersebut semakin dendam kepada sang ayah sampai sekarang. Jika ayahnya
sedang di rumah menjenguk anak-anaknya maka anak tersebut selalu masuk
kamar atau menyalakan televisi terlalu keras dan menganggap ayahnya tidak
ada.
Dari sinilah penulis tertarik dan atas persetujuan konseli, penulis
bersedia untuk memberikan bantuannya dalam membimbing dan memberikan
hubungan baik antara anak dan ayah. Dengan masalah yang ada tersebut,
maka penulis melakukan penelitian yang berjudul “Bimbingan Konseling
Islam dengan Teknik Behaviour dalam Mengatasi Kebencian Seorang Anak
4
B. Rumusan Masalah
1. Apa faktor-faktor yang menyebabkan kebencian anak kepada ayahnya di
Perumahan Pondok Jegu Trosobo Sidoarjo?
2. Bagaimana proses bimbingan konseling islam dengan teknik behaviour
dalam mengatasi anak yang membenci ayahnya di Perumahan Pondok
Jegu Trosobo Sidoarjo?
3. Bagaimana hasil bimbingan konseling Islam dalam mengatasi kebencian
anak di Perumahan Pondok Jegu Trosobo Sidoarjo?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan anak
membenci ayahnya di Perumahan Pondok Jegu Trosobo Sidoarjo.
2. Untuk mengetahui proses bimbingan konseling dalam mengatasi anak
yang membenci ayahnya di Perumahan Pondok Jegu Trosobo Sidoarjo.
3. Untuk mengetahui hasil bimbingan konseling islam dalam mengatasi
anak dengan tekhnik behaviour di Perumahan Pondok Jegu Trosobo
Sidoarjo.
D. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini peneliti berharap akan munculnya
pemanfaatan dari hasil penelitian ini secara teoristis dan praktis bagi para
pembacanya. Manfaat penelitian ini baik secara teoristis dan praktis dapat
5
1. Manfaat Teoristis
a. Memberikan pengetahuan dan wawasan bagi peneliti lain dalam
bidang Bimbingan Konseling Islam tentang teknik behaviour dalam
penanganan masalah hubungan ayah dan anak tersebut.
b. Sebagai sumber informasi dan refrensi bagi Jurusan Bimbingan dan
Konseling Islam khususnya. Dan bagi mahasiswa umumnya.
Dalam hal Bimbingan dan Konseling Islam terhadap penanganan
masalah hubungan ayah dan anak tersebut.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat membantu permasalahan ayah dan
anak tersebut.
b. Bagi konselor, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
sebagai salah satu teknik pendekatan yang efektif dalam menangani
permasalahan ayah dan anak tersebut.
E. Definisi Konsep
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami beberapa
konsep akan diteliti dalam skripsi ini, maka perlu menjelaskan pengertian dan
maksud masing-masing.
Adapun istilah yang perlu peneliti jelaskan adalah sebagai berikut:
1. Bimbingan dan Konseling Islam
Bimbingan dan Konseling Islam adalah proses pemberi bantuan
terarah, continue dan sisitematis kepada setiap individu agar dia dapat
6
optimal dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung
didalam Al-Qur’an dan Hadist Rasulullah SAW kedalam dirinya,
sehingga dia dapat hidup selaras dan sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an
dan Hadist.4
Sedangkan menurut Aunur Rahim Rofiq Bimbingan Konseling
Islam adalah proses pemberian bantuan kepada individu agar menyadari
kembali eksistensinya sebagai Makhluk Allah yang seharusnya dalam
kehidupan keagamaan senantiasa selaras dengan ketentuan-ketentuan dan
petunjuk dari Allah sehingga dapat mencapai kebahagian hidup didunia
dan akhirat.5
2. Teknik Behaviour (Tingkah Laku)
Menurut Watson, Skinner dan teoritikus lainnya meyakini bahwa
tingkah laku manusia merupakan hasil dari pembawaan genetis dan
pengaruh lingkungan atau situasional. Freud melihat bahwa tingkah laku
di kendalikan oleh kekuatan-kekuatan yang tidak rasional, teoritikus
behavioristik melihat kita sebagai hasil pengaruh lingkungan yang
membentuk dan memanipulasi tingkah laku kita. Menurut teoritikus
behavioristik, manusia sepenuhnya adalah makhluk reaktif, yang tingkah
lakunya dikontrol oleh factor-faktor yang berasal dari luar. Faktor
lingkungan inilah yang menjadi penentu terpenting dari tingkah laku
manusia. Berdasarkan pemahaman ini, maka kepribadian individu
menurut teori ini dapat dikembalikan kepada hubungan antara individu
4
Samsul Munir, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hal. 23.
5
Ainur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling Islam, (Yogyakarta:UII Press, 2004), hal. 4
7
dan lingkungannya. Manusia datang ke dunia ini tidak dengan membawa
ciri-ciri yang pada dasarnya ”baik atau buruk”, tetapi netral. Hal-hal yang
mempengaruhi perkembangan kepribadian individu selanjutnya
semata-mata bergantung pada lingkungannya.
Menurut Watson, adalah tidak bertanggung jawab dan tidak ilmiah
mempelajari tingkah laku manusia semata-mata didasarkan atas
kejadian-kejadian subjektif, yakni kejadian-kejadian-kejadian-kejadian yang di perkirakan terjadi di
dalam pikiran, tetapi tidak dapat diamati dan diukur.6
3. Benci
Benci dapat di artikan sangat tidak suka. Menurut bahasa
arab gadab berarti marah, murka, benci, dan mengutuk. Adapun
menurut istilah gadab ialah sikap murka atau benci kepada orang lain.
Sikap membenci orang lain tanpa alasan yang jelas merupakan salah satu
sifat tercela. dalam ajaran Islam, kita dianjurkan agar membenci dan
mencintai seseorang itu hanya karena Allah. Artinya, tidak boleh
membenci seseorang hanya karena alasan pribadi, keluarga, golongan,
dan sebagainya. Agama Islam melarang umatnya berlaku tidak adil
kepada orang lain karena membencinya. Maksud membenci seseorang
karna Allah SWT, yaitu membenci seseorang yang tidak taat kepada
agama Islam oleh karena itu, jika orang tersebut telah bertobat dan taat
kepada perintah dan larangannya.
6
Baharuddin, Psikologi Pendidikan: Refleksi Teoretis terhadap Fenomena, (Jogjakarta: Ar Ruzz Media, 2007), hal. .
8
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian merupakan kegiatan pengembangan wawasan
keilmuan, dan arti penelitian merupakan sarana untuk pengembangan
ilmu. Setiap pengertian ilmiah di dalamnya mengandung beberapa
langkah yang harus dipertimbangkan secara seksama dan dapat
dipertanggung jawabkan secara metodologis, karena itulah yang
mempengaruhi nuansa penelitian.
Jenis pendekatan penelitian yang akan digunakan adalah jenis
penelitian deskriptif. Metode deskriptif ialah sebagai titik berat pada
observasi dan suasana alamiah. Peneliti bertindak sebagai pengamat dan
hanya membuat kategori perilaku, mengamati gejala dan mencatatnya
dalam buku observasinya. 7
Peneliti akan mendeskripsikan fenomena yang terjadi dilokasi
penelitian, dalam hal ini mengenai persepsi diri pada seorang anak yang
membenci ayahnya.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif.
Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk memahami
fenomena tentang yang dialami subyek peneliti secara holistic dengan
cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks
7
Jalaludin Rahmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: Rosdakarya, 1991), h. 25
9
khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode
ilmiah.8
Penelitian social telah disebutkan bahwa ada dua jenis penelitian
yang sering digunakan yaitu, penelitian jenis kuantitatif dan penelitian
kualitatif. Keduanya lahir dan berkembang sebagai konsekuensi logika
dari perbedaan asumsi masing-masing tentang hakikat realitas social
maupun hakikat manusia itu sendiri.
Dalam penelitian yang akan dilakukan ini, pendekatan penelitian
yang akan digunakan adalah metode penelitian dengan menggunakan
pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif sebagai penelitian dengan
prosedur non matematik, membuat pemaknaan. 9
Peneliti menggunakan metode penelitian jenis deskriptif
dikarenakan:
a. Lebih fleksibel
b. Dapat menyajikan secara langsung hakikat antara penulis dan subyek
c. Lebih peka dan lebih menyesuaikan diri terhadap pola-pola nilai yang
dihadapi.
Metode deskriptif ialah sebagai titik berat pada observasi dan
suasana alamiah, penelitian bertindak sebagai pengamat dan hanya
membuat kategori perilaku, mengamati gejala dan mencatatnya dalam
buku observasinya.
8
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Posdakarya, 2004), hal. 6.
9
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi IV, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000) h. V
10
Dan jenis penelitiannya adalah penelitian studi kasus. Penelitian
studi kasus adalah penelitian yang bertujuan untuk mempelajari secara
intensif mengenai unit social tertentu, yang meliputi individu, kelompok,
lembaga, dan masyarakat. John W. Best dalam Yatim Riyanto
menyatakan bahwa studi kasus berkenaan dengan segala sesuatu yang
bermakna dalam sejarah atau perkembangan kasus yang bertujuan untuk
memahami siklus kehidupan atau bagian dari siklus kehidupan suatu unit
individu (perorangan, keluarga, kelompok, pranata social suatu
masyarakat).10
2. Subjek Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini terdapat tiga subjek yang menjadi
sasaran oleh peneliti, antara lain:
a. Konseli
Seorang Laki-laki berusia 23 tahun. Dari kecil konseli sudah
sering kali ditinggal oleh ayahnya berpergian, entah itu di rumah ibu
tirinya yang pertama dan yang ketiga. Konseli tersebut hanya tinggal
bersama kakaknya dan ibunya yang kebetulan menjadi istri yang
kedua (sebelum Ibunya meninggal dunia). Konseli merasakan
kurang adilnya seorang ayah yang selama ini mereka hormati.
b. Konselor
Konselor adalah seorang mahasiswi UINSA Surabaya
Fakultas Dakwah Jurusan Bimbingan dan Konseling Islam atas nama
10
Nurul Zuriah, Metodologi penelitiansocial dan pendidikan, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2007), hal. 48.
11
Muznatul Husniya. Pengalaman konselor selain mendapatkan dari
mata kuliah, konselor juga banyak mendapat pengalaman dari PPL
Di Sekolah SMPN 2 Taman Sidoarjo.
3. Tahap-Tahap Penelitian
Tahap ini terdiri pula atas tahap pralapangan, tahap pekerjaan
lapangan, dan tahap analisis data.
a. Tahap Pra-lapangan
Ada enam tahap kegiatan yang harus dilakukan oleh peneliti
dalam tahapan ini ditambah dengan satu pertimbangan yang perlu
dipahami, yaitu etika penelitian lapangan. Kegiatan dan
pertimbangan tersebut diuraikan berikut ini:
a. Menyusun Rancangan Penelitian
Untuk dapat menyusun rancangan penelitian, maka
terlebih dahulu memahami fenomena yang telah berkembang
yaitu yang menyangkut masalah hubungan dengan ayah. Setelah
faham akan fenomena tersebut maka peneliti membuat latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, definisi
konsep, dan membuat rancangan data-data yang diperlukan
untuk penelitian.
b. Memilih Lapangan Penelitian
Setelah membaca fenomena yang ada di lapangan,
12
ada pada satu keluarga, menyangkut hubungan tentang ayah dan
anak.
c. Mengurus Perizinan
Tempat penelitian sudah ditetapkan, maka selanjutnya
dilakukan adalah mengurus perizinan sebagai bentuk birokrasi
dalam penelitian yang kemudian dalam penelitian yang
kemudian mencari tahu siapa saja yang berkuasa dan berwenang
memberi izin bagi pelaksanaan penelitian, kemudian peneliti
melakukan langkah-langkah persyaratan untuk mendapatkan
perizinan melakukan penelitian di dalam keluarga tersebut.
d. Menjajaki dan Menilai Lapangan
Tahap ini belum sampai pada titik yang menyingkapkan
bagaimana penelitian masuk lapangan dalam arti mulai
mengumpulkan data yang sebenarnya. Jadi tahap ini barulah
merupakan orientasi lapangan, namun dalam hal-hal tertentu
telah menilai keadaan lapangan. Pengenalan lapangan
dimaksudkan pula untuk menilai keadaan, situasi, latar, dan
konteksnya.11
e. Memilih dan Memanfaatkan Informan
Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk
memberikan informasi tentag situasi dan kondisi serta latar
belakang penelitian tersebut. Informan dalam penelitian ini
11
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, ( Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 130.
13
adalah teman- teman terdekatnya di masyarakat sekitar dan
keluarga terdekat.
f. Menyiapkan Perlengkapan Penelitian
Peneliti menyiapkan pedoman wawancara, alat tulis,
map, buku perlengkapan fisik, izin penelitian, dan semua yang
berhubungan dengan penelitian dengan tujuan untuk
mendapatkan deskripsi data lapangan dan sebagainya dan juga
bertujuan untuk memperoleh diskripsi data secara global
mengenai obyek penelitian.
g. Persoalan Etika Penelitian
Etika penelitian pada dasarnya yang menyangkut
hubungan baik antara peneliti dengan subjek penelitian, baik
secara perseorangan maupun kelompok. Persoalan etika itu akan
muncul jika peneliti tetap berpegang teguh pada latar belakang,
normal, adat, kebiasaan dan kebudayaannya sendiri dalam
menghadapi konteks latar penelitian.
b. Tahap Pekerjaan Lapangan
1) Memahami latar penelitian
Untuk memasuki pekerjaan di lapangan, peneliti perlu
memahami latar penelitian terlebih dahulu. Disamping itu, ia
perlu mempersiapkan dirinya, baik secara fisik maupun secara
mental disamping dia harus mengingat persoalan etika sebagai
14
2) Memasuki lapangan
Hal yang perlu dilakukan saat memasuki lapangan ialah
menjalin hubungan keakraban, mempelajari bahasa, dan
besarnya peranan peneliti, sewaktu berada pada lapangan
penelitian, mau tidak mau peneliti terjun ke dalamnya dan akan
ikut berperan serta di dalamnya.
3) Berperan serta sambil mengumpulkan data
Hal yang perlu dilakukan dalam tahap ini adalah
pengarahan batas study dan mencatat data. Pada waktu
menyusun usulan penelitian, batas study telah ditetapkan
bersama masalah dan tujuan penelitian. Peneliti hendaknya
memperhitungkan pula keterbatasan waktu, tenaga, dan
mungkin biaya sehingga ia tidak sampai terpancing untuk
mengikuti arus kegiatan masyarakat atau orang pada latar
penelitian. Catatan lapangan tidak lain adalah catatan yang
dibuat peneliti sewaktu mengadakan pengamatan, wawancara,
atau menyaksikan suatu kejadian tertentu.
4) Tahap analisis data
Tahap analisis data merupakan: suatu proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola
kategori, dan satu uraian dasar. Setelah peneliti mendapatkan
15
melakukan proses analisis terhadap hasil temuan guna
menghasilkan pemahaman terhadap data.
4. Sumber Data dan Jenis Data
Untuk mendapatkan sumber data keterangan dan informasi,
penulis mendapatkan informasi dari sumber data, yang dimaksud
dengan sumber data adalah subyek dari mana data diperoleh.12
Adapun yang dijadikan sumber data adalah:
a. Sumber data primer
Sumber data yang diperoleh peneliti dilapangan berupa
informasi langsung dari konseli serta didapat dari peneliti
sebagai konselor.
b. Sumber data skunder
Sumber data yang di dapat dari informen lain yang
dirasa mempunyai penting dalam proses dan masa lalu yang di
alami konseli sebagai sumber informasi tambahan untuk
melengkapi data yang belum di dapat pada sumber
teman-teman konseli.
Sedangkan jenis data adalah jenis data yang digunakan pada
penelitian ini adalah data yang bersifat non statistik, dimana data
yang diperoleh nantinya dalam bentuk kata verbal (deskripsi) bukan
dalam bentuk angka. Adapun jenis data pada penelitian ini adalah:
12
Suharimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan dan PrakteK, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), hal. 129.
16
a. Data Primer
Data primer yaitu data yang akan diperoleh peneliti dari
hasil observasi dan wawancara dengan pengamatan (langsung
diambil dari sumber pertama dilapangan). Sumber data primer
dalam penelitian ini berupa kata-kata atau tindakan dari hasil
observasi dan wawancara dengan “Hd”. Data primer ini
permasalahan konseli akan dibahas.
b. Data Sekunder
Yaitu data yang diambil dari sumber kedua atau berbagai
sumber guna melengkapi data primer,13 yang akan diperoleh
gambaran lokasi penelitian, keadaan lingkungan konseli, riwayat
pendidikan konseli, dan perilaku keseharian konseli.
5. Teknik Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data nantinya, peranannya sangat penting
dalam menentukan kualitas hasil penelitian, apabila alat ini tidak
akurat hasilnya pun akan tidak akurat.
Dalam penelitian yang akan dilakukan ini teknik yang
digunakan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut:
a. Observasi
Pengamatan berperan serta menceritakan kepada peneliti
apa yang dilakukan oleh orang-orang dalam situasi peneliti
memperoleh kesempaatan mengadakan pengamatan. Sebagai
13
Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial: Format-Format Kuantitatif dan Kualitatif, (Surabaya: Universitas Erlangga, 2001), hal. 128.
17
pengamat peneliti berperan serta kedalam kehidupan sehari-hari
subjeknya pada setiap situasi yang di ingikannya untuk dapat
dipahaminya dan mendapatkan data yang selengkap-lengkapnya
dan data yang dihimpun dapat terjaga kevalidannya. Jadi jelas
tidak pada seluruh peristiwa ia berperan serta.14
Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan secara sistematis dan sengaja melalui pengamatan dan
penataan terhadap gejala yang di selidiki. Observasi ini
berfungsi untuk memperoleh pengetahuan serta pemahaman
mengetahui data konseli dan untuk menunjang serta melengkapi
bahan-bahan yang diperoleh melalui interview.15
Dalam Observasi ini, peneliti mengamati perilaku
konseli yang tampak sebelum dan sesudah proses konseli, dan
penelitian tersebut dapat dilihat gejala-gejala yang nampak pada
diri konseli seperti ketika konseli berbicara, bertindak, bersikap
terhadap ayahnya.
Dengan metode observasi ini merupakan metode yang
digunakan dalam penelitiannya, untuk mencari dan
mengumpulkan data secara teratur. Obeservasi atau pengamatan
langsung dalam penelitian. Dengan demikian akan mampu
14
Lexy Moleong, Metologi Penelitian eEdisi Revisi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009). H. 164
15
Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), hal. 153.
18
memahami konteks data dalam berbagai situasi sehingga dapat
memperoleh pandangan yang menyeluruh.
b. Wawancara
Wawancara atau interview merupakan cara yang
dipergunakan peneliti, untuk tujuan suatu tugas tertentu, yang
mencoba mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan
dari seseorang respondent, dengan bercakap-cakap berhadapan
muka dengan informan. Sebelum seorang peneliti dapat
memulai wawancara, artinya sebelum ia dapat berhadapan muka
dengan seseorang (informan) dan mendapat keterangan lisan,
maka ada beberapa soal yang mengenai persiapan untuk
wawancara yang harus dipecahkan terlebih dahulu, yaitu:
1) Seleksi individu untuk diwawancarai
2) Pendekatan orang yang telah diseleksi untuk diwawancarai
3) Pengembangan suasana lancar dalam wawancara, serta
usaha untuk menimbulkan pengertian dan bantuan
sepenuhnya dari orang yang diwawancarai. 16
Wawancara juga merupakan pengumpulan data dengan
mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara, cara
pengumpulan data kepada responden, dan jawaban- jawaban
responden dicatat atau direkam.17
16
Koenjaningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, hal. 130
17
Irwan Soehartono, Metode Penelitian Sosial Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Lainnya, (Bandung, Rosdakarya, 1999), hal. 67.
19
Wawancara adalah proses percakapan dengan maksud
dengan mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan,
organisasi, motivasi, perasaan, dan sebagainya yang dilakukan
dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dengan orang yang diwawancarai (interview).
Wawancara merupakan metode pengumpulan data yang amat
populer, karena itu banyak digunakan di berbagai penelitian.18
Dalam wawancara ini, peneliti akan menggali data
tentang permasalahan yang dihadapi serta menggali latar
belakang konseli sehingga dengan mengetahui latar belakang
konseli maka peneliti dapat mengetahui penyebab dari masalah
konseli dan menyelesaikan masalah dengan suatu solusi yang
terbaik.
Peneliti dalam melaksanakan wawancara akan
menyaampaikan pertanyaan yang bersifat umum atau disebut
pemanasan, dan diarahkan untuk terciptakannya hubungan
manusiawi yang wajar, setelah suasana dirasakan wajar maka
peneliti baru akan menyampaikan tentang maksud dan
wawancara.
c. Dokumentasi
Dari awal katanya dokumen, yang artinya barang-
barang didalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti
18
Burhan Bungin, Metode Penelitian Kualitatif, (jakarta: Rajawali Pers 2006) h. 43
20
menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah,
dokumen, peraturan-peraturan dan data yang diperoleh melalui
metode ini atau sebagainya. Untuk gambaran tentang lokasi
penelitian yang meliputi dokumentasi, tempat tinggal konseli,
tentang identitas konselor dan konseli, serta masalah yang di
hadapi konseli tersebut.19
Dokumen adalah untuk memperoleh kejadian nyata
tentang siatuasi sosial dan arti berbagai faktor disekitar subjek
penelitian. Dokumen digunakan dalam penelitian sebagai
sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber
data dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk
meramalkan. Dokumen digunakan untuk keperluan penelitian
menurut Guba dan Lincoln antara lain: 20
1) Dokumen digunakan karena merupakan sumber yang stabil,
kaya, dan mendorong.
2) Berguna berbagai bukti untuk suatu pengujian.
3) Dokumen berguna dan sesuai dengan penelitian kualitatif
karena sifatnya yang alamiah, sesuai dengan konteks, lahir
dan berada dalam konteks.
19
Suharini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998) hal. 135
20
Lexy Moleong, Metologi Penilitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005) h. 216
21
6. Teknik Analisis Data
Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan
jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mencari dan
menentukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang
dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang
lain.21
Dalam penelitian ini proses yang dilakukan peneliti adalah
mencari data dan informasi dan memasukkannya dalam bentuk
catatan yang kemudian dimasukkan ke dalam bentuk data, kemudan
peneliti melakukan pemilahan data yang tidak begitu penting dalam
penelitian ini. Dan langkah selanjutnya peneliti melakukan kajian
secara mendalam terhadap data-data yang telah dipilih dan siap
diolah dan disajikan dalam penelitian.
Analisis data dalam penelitian merupakan suatu kegiatan
yang sangat penting dan memerlukan ketelitian serta kekritisan dari
peneliti. Pola analisis mana yang akan digunakan, apakah analisis
statistik atau non statistik perlu dipertimbangkan oleh peneliti.22
Dalam penelitian ini, setelah data terkumpul maka data
tersebut dianalisis dengan data non- statistik. Data pelaksanaan
teknik behaviour yang dilakukan oleh konselor untuk hubungan anak
21
Lexy Moleong, Metologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009) h. 248
22
Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan, ( Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2006), hal. 198.
22
dengan seorang ayah adalah disajikan dalam bentuk “deskriptif
komparatif”, yakni membandingkan hasil data pelaksanaan teknik
behaviour di lapangan dengan teori yang ada pada umumnya untuk
membandingkan kondisi konseli antara sebelum dan sesudah
pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam, serta mengetahui
berhasil tidaknya teknik behaviour untuk memperbaiki hubungan
seorang anak dan ayah.
7. Teknik Keabsahan Data
Agar penelitian bisa menjadi sebuah penelitian yang bisa
dipertanggung jawabkan, maka peneliti perlu untuk mengadakan
pemikiran keabsahan data yaitu :
a. Perpanjangan keikutsertaan
Perpanjangan keikutsertaan yaitu lamanya
keikutsertaan peneliti pada penelitian dalam pengumpulan data
serta dalam meningkatkan kepercayaan data yang dilakukan
dalam kurun waktu yang relative panjang. Dan menentuan
dalam mengumpulkan data. Keikutsertaan ini nantinya tidak
hanya memerlukan waktu yang sedikit, dari penambahan
waktu peneliti dapat memperoleh daya yang lebih banyak dan
dapat digunakan untuk mendeteksi data yang diperoleh,
sehingga menyediakan lingkup yang lebih luas.
23
Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri
dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan
persoalan atau permasalahan yang sedang dicari dan kemudian
memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara lingkup, maka
ketekunan pengamatan penyediaan kedalaman.
Ketekunan pengamatan diharapkan sebagai upaya
untuk memahami pokok perilaku, situasi kondisi dan proses
tertentu sebagai pokok penelitian. Dengan kata lain, jika
perpanjangan penelitian menyediakan data yang lengkap, maka
ketekunan pengamatan menyediakan pendalaman data. Oleh
karena itu ketekunan pengamatan merupakan bagian penting
dalam pemeriksaan kebasahan data, maka peneliti akan
melakukan pengamatan dengan teliti, memahami dan mampu
menelaah terhadap proses konseling yang dilakukan oleh
konselor.
Hal ini berarti bahwa peneliti juga akan mengadakan
pengamatan dengan teliti dan rinci serta berkesinambungan
terhadap faktor-faktor yang menonjol. Peneliti dalam teknik ini
juga akan mampu menguraikan secara rinci sehingga peneliti
juga bisa faham apa yang diteliti.
c. Trianggulasi
Trianggulasi adalah teknik keabsahan data yang
24
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data
itu.23
Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan
trianggulasi dengan perbandingan sumber dan teori,
melakukan pengecekan antar data-data yang didapat dari
observasi, wawancara dan juga dokumentasi yang ada, dengan
dua cara :
1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil
wawancara.
2) Membandingkan apa yang dikatakan temannya dengan
apa yang dikatakannya secara pribadi.
3) Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang
situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya secara
pribadi.
4) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan
barbagai pendapat dan pandangan “Hd”, mahasiswa,
informan.
5) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu
dokumen yang berkaitan.24
23
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian kualitatif, ( Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1996), hal. 178.
24
Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009) hal. 330
25
G. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah dalam pembahasan dan penyusunan skripsi ini,
maka peneliti menyajikan pembahasan ke dalam beberapa bab yang
sistematika pembahasannya adalah sebagai berikut:
Bab I, berisi pendahuluan yang meliputi: Latar Belakang Masalah,
Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Definisi Konsep,
Metode Penelitian. Di dalam metode penelitian ada beberapa isi antara lain:
Pendekatan Dan Jenis Penelitian, Sasaran Dan Lokasi Penelitian, Jenis Dan
Sumber Data, Tahap-Tahap Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Teknik
Analisis Data, Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data dan terakhir yang
termasuk dalam Pendahuluan Adalah Sistematika Pembahasan.
Bab II, dalam bab ini berisi : Tinjauan Pustaka meliputi : Bimbingan
dan Konseling Islam, (Pengertian Bimbingan Dan Konseling Islam, Tujuan
Bimbingan Dan Konseling Islam, Asas-Asas Bimbingan Dan Konseling
Islam, Prinsip-Prinsip Dasar Pelaksanaan Bimbingan Dan Konseling Islam.
Dalam bab ini juga berisi tentang teknik behaviour yang meliputi pengertian
behaviour, tekhnik-tekhnik behaviour, serta langkah-langkah behaviour. Dan
selain itu dalam bab ini juga berisi tentang kebencian, yang terdiri dari
pengertian benci, faktor-faktor yang menyebabkan anak menjadi benci, serta
dampak dari benci tersebut. Penelitian Terdahulu Yang Relevan.
Bab III, berisi Penyajian Data, di dalam penyajian data meliputi :
Deskripsi lokasi penelitian, yakni sejarah tentang anak dan ayah. Deskripsi
26
masalah dan selanjutnya yaitu tentang deskripsi hasil penelitian yang berisi :
Deskripsi tentang perilaku seorang anak membenci ayahnya, faktor- faktor
yang menyebabkan seorang anak benci ayahnya, proses bimbingan dan
konseling dalam mengatasi anak yang membenci ayahnya, hasil bimbingan
konseling Islam dalam mengataasi anak dengan teknik behaviour.
Bab IV, Dalam bab ini berisi tentang Analisis Data yang terdiri dari :
Analisis tentang perilaku seorang anak membenci ayahnya, faktor-faktor yang
menyebabkan seorang anak benci ayahnya, proses bimbingan dan konseling
dalam mengatasi anak yang membenci ayahnya, hasil bimbingan konseling
Islam dalam mengataasi anak dengan teknik behaviour.
Bab V adalah penutup, di dalam penutup terdapat dua poin :
27
Bab 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teoritik
1. Bimbingan dan Konseling Islam
a. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam
Secara etimologis, bimbingan dan konseling terdiri atas dua kata
yaitu “Bimbingan” (terjemah dara kata “guidane”) dan “Konseling”
(berasal dari kata counseling”). Dalam praktik, bimbingan dan
konseling merupakan suatu kesatuan aktivitas yang tidak terpisahkan.
Keduanya merupakan bagian yang integral.1
Bimbingan dan konseling juga diartikan sebagai Suatu aktifitas
pemberian nasehat dengan atau berupa anjuran-anjuran dan saran-saran
dalam bentuk pembicaraan yang komunikatif antara konselor dan
“Hd”.2
Bimbingan dan konseling islam adalah proses pemberi bantuan
terarah, continue dan sisitematis kepada setiap individu agar dia dapat
mengembangkan potensi atau fitrah beragam yang dimilikinya secara
optimal dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung
didalam Al-Qur’an dan hadist Rasulallah Saw kedalam dirinya,
1
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 15.
2
Hamdan Bakran adz-Dzaky, Konseling dan Psikoterapi Islam, (Yogyakarta: Fajar Baru Pustaka, 2006), hal. 180-181.
28
sehingga dia dapat hidup selaras dan sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an
dan hadist.3
Sedangkan Menurut Aunur Rahim Rofiq Bimbingan konseling
islam adalah proses pemberian bantuan kepada individu agar menyadari
kembali eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya dalam
kehidupan keagamaan senantiasa selaras dengan ketentuan-ketentuan
dan petunjuk dari Allah sehingga dapat mencapai kebahagian hidup di
dunia dan ahirat.4
Menurut rogers (dikutip dari lesmana) mengartikan konseling
sebagai hubungan membantu dimana salah satu pihak (konselor)
bertujuan meningkatkan kemampuan dan fungsi mental pihak lain
(“Hd”), agar dapat menghadapi persoalan/konflik yang dihadapi lebih
baik.5
b. Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam
Secara implisit, bimbingan dan konseling sudah bisa diketahui
dalam rumusan tentang bimbingan dan konseling seperti telah
dikemukan diatas. Individu yang dibimbing, merupakan individu yang
merupakan individu yang sedang dalam proses perkembangan. Oleh
sebab itu, merujuk pada perkembangan individu yang dibimbing, maka
tujuan bimbingan dan konseling adalah agar tercapai perkembangan
yang optimal pada individu yang dibimbing. Dengan perkataan lain
3
Samsul Munir, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hal. 23.
4
Ainur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling Islam, (Yogyakarta:UII Press 2004), hal.4.
5
Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar Dasar Konseling Dalam Teori dan Praktik,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal. 2.
29
dengan individu dapat mengembangkan dirinya secara optimal sesuai
dengan potensi atau kapasitasnya dan agar individu dapat berkembang
sesuai lingkungannya.6
Tujuan Bimbingan dan Konseling ada dua:
1) Tujuan Umum
Tujuan umum dari layanan bimbingan dan konseling adalah
sesuai dengan tujuan pendidikan, sebagaimana yang dinyatakan
dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN)
Tahun 1989 (UU No. 2/1989), yaitu terwujudnya manusia
indonesia seutuhnya yang cerdas, yang beriman, dan bertakwa
kepada yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur memiliki
pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani, serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.7
2) Tujuan Khusus
Dalam Islam, sosok individu yang ingin dicapai seperti
disebutkan. Dalam tujuan dan konseling diatas identik dengan
individu yang “kaffah” atau “insan kamil”. Individu yang kaffah
atau insan kamil merupakan sosok individu atau pribadi yang sehat
baik rohani (mental atau psikis) dan jasmaninya (fisiknya).
6
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2007), hal. 33.
7
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Tahun 1989 (UU No. 2/1989) 1994: 5. Hal: 28
30
Dengan perkataan lain, sehat fisik dan psikisnya individu
atau pribadi yang kaffah atau insan kamil juga merupakan sosok
individu yang mewujudkan potensi iman, ilmu, dan amal serta
dzikir sesuai kemampuannya dalam kehidupan sehari-hari.
M. Hamdan Barkan Adz Dzaky, merinci tujuan bimbingan
dan konseling dalam islam sebagi berikut:
1) Untuk menghasilakan suatu perubahan, perbaikan, dan
kebersihan jiwa dan mental. Jiwa menjadi tenang, jinak, dan
damai (muhtmainnah), bersikap lapang dada (radhiyah) dan
mendapatkan pencerahan taufid dan hidayah-Nya
(Mardhiyah).
2) Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan dan
kesopanan tingkah laku yang dapat memberikan manfaat baik
pada diri sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah
atau madrasah, lingkungan kerja, maupun lingkungan sosial,
dan alam sekitarnya.
3) Untuk menghasilkan potensi ilahiyah, sehingga dengan potensi
itu individu dapat melakukan tugas-tugasnya sebagai khalifah
dengan baik dan benar, dapat dengan baik menanggulangi
berbagai persoalan hidup, dan memberikan kemanfaatan dan
keselamatan bagi lingkungannya pada berbagai aspek
31
Dengan demikian, tujuan dan bimbingan dan konseling islam
merupakan tujuan yang ideal dalam rangka mengembangkan
kepribadian muslim yang sempurna atau optimal (kaffah dan insal
kamil)).8
c. Fungsi Bimbingan dan Konseling Islam
Ditinjau dari segi sifatnya, layanan bimbingan, dan konseling
dapat berfungsi:
1) Pencegahan (preventif)
Merupakan usaha pencegahan timbulnya masalah. Dalam
fungsi pencegahan layanan yang di berikan berupa bantuan bagi para
“Hd” agar terhindar dari berbagai masalah yang terdapat
menghambat perkembangannya.
2) Fungsi pemahaman
Fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan
pemahaman tentang sesuatu oleh pihak- pihak tertentu sesuai dengan
keperluan pengembangan “Hd”.
3) Fungsi perbaikkan
Walaupun fungsi pencegahan dan pemahaman telah dilakuka,
namun mungkin saja “Hd” masih menghadapi masalah- masalah
tertentu, disinilah fungsi perbaikkan itu berperan.
4) Fungsi pemeliharaan dan pengembangan
8
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 36.
32
Fungsi ini berarti bahwa layanan bimbingan dan konseling
yang diberikan dapat membantu para “Hd” dalam memelihara dan
mengembangkan keseluruhan pribadinya secara mantap, terarah dan
berkelanjutan. Dengan demikian, “Hd” dapat memelihara dan
mengembangkan berbagai potensi dan kondisi yang positif dalam
rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan.9
d. Asas- asas Bimbingan dan Konseling Islam
Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan pekerjaan
profesional, oleh sebab itu, harus dilaksanakan dengan mengikuti
kaidah-kaidah asas-asas tertentu. Dengan mengikuti kaidah-kaidah atau
asas-asas tersebut diharapkan efektivitas dan efisiensi proses bimbingan
dan konseling dapat tercapai. Selain itu agar tidak terjadi
penyimpangan-penyimpangan dalam praktik pemberian layanan.10
Asas-asas ini dapat diterapkan sebagai berikut:
1) Asas kerahasiaan
Segala sesuatu yang dibicarakan “Hd” kepada konselor tidak
boleh disampaikan kepada orang lain, atau lebih-lebih hal atau
keterangan yang tidak boleh atau tidak layak diketahui orang lain.
Asas kerahasian ini merupakan asas kunci dalam usaha bimbingan
dan konseling. Jika asas ini benar-benar dilaksanakan, maka
9
Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan Dan Konseling di Sekolah, (Jakarta: PT. Renika cipta, 2000), hal. 27.
10
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2007), hal. 77.
33
penyelenggara atau pemberi bimbingan akan mendapat kepercayaan
dari semua pihak.11
Dalam islam sangat dilarang seseorang menceritakan aib
atau keburukan orang lain bahkan islam mengancam bagi
orang-orang yang suka membuka aib saudaranya diibaratkan seperti
memakan bangkai daging saudaranya sendiri. Al-Qur’an surat
(An-Nur [24]:19) menegaskan bahwa:” sesungguhnya orang-orang yang
senang tersiarnya suatu kekejian (keburukan atau kejahatan)
ditengah-tengah orang yang telah beriman, bagi mereka mereka
akan memperoleh siksa yang pedih di dunia dan di akhirat”.
Relevan dengan ayat diatas Hadis menyatakan yang artinya: “Tiada
seorang hamba menutupi kejelekan yang lain di dunia, melainkan
Allah Swt. Akan menutupi kejelekannya dihari kiamat”. (Hadis
Riwayat Muslim dari Abu Hurairah)
2) Asas sukarelaan
Proses bimbingan konseling harus berlangsung atas dasar
sukarela baik dari pihak pembimbing (konselor) maupun dari pihak
“Hd”. “Hd” diharapkan secara sukarela, tanpa terpaksa dan tanpa
keragu-raguan ataupun merasa terpaksa menyampaikan masalah
yang dihadapinya
3) Asas keterbukaan
11
Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah, (Jakarta, PT. Renika cipta, 2000), hal. 31.
34
Dalam proses bimbingan dan konseling sangat diperlukan
suasana keterbukaan baik dari pihak konselor maupun konseli.
“Hd” diharapkan dapat membuka diri sendiri sehingga apa
yang ada pada dirinya (masalah yang dihadapinya) dapat diketahui
oleh konselor atau pembimbingnya. Selain itu, “Hd” pun harus
secara terbuka menerima saran-saran dan masukan dari pihak lain.
4) Asas kekinian
Pelayanan bimbingan dan konseling harus berorientasi
kepada masalah yang sedang dirasakan “Hd”. Saat ini. Artinya:
masalah-masalah yang ditanggulangi dalam proses bimbingan dan
konseling adalah masalah-masalah yang sedang dirasakan oleh
“Hd”, bukan masalah yang sudah lampau dan bukan masalah yang
mungkin akan dialami dimasa yang akan datang.
5) Asas kemandirian
Kemandirian merupakan salah satu tujuan pelayanan
bimbingan dan konseling. “Hd” yang dibimbing hendaklah bisa
mandiri tidak tergantung kepada orang lain dan kepada konselor.
6) Asas kegiatan
Pelayanan bimbingan dan konseling tidak akan memberikan
hasil yang berarti apabila “Hd” tidak melakukan sendiri kegiatan
untuk mencapai tujuan bimbingan dan konseling. Hasil usaha yang
menjadi tujuan bimbingan dan konseling tidak akan tercapai dengan
35
7) Asas kedinamisan
Usaha bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya
perubahan pada individu yang dibimbing, yaitu perubahan perilaku
kearah yang lebih baik, perubahan yang terjadi tidak sekedar
mengulang-ulanh hal-hal yang lama yang bersifat monoton,
melainkan perubahan yang lebih maju dan dinamis sesuai dengan
arah perkembangan “Hd” yang dikehendaki.
8) Asas kenormatifan
Usaha bimbingan dan konseling (proses bimbingan dan
konseling) tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang
berlaku, baik norma agama, adat, hukum atau negara, norma ilmu,
maupun norma kebiasaan sehari-hari. Seluruh isi dan proses
konseling harus sesuai dengan norma-norma berlaku.
9) Asas keahlian
Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan pekerjaan
profesional yang diselenggarakan oleh tenaga-tenaga ahli yang
khusus di didik untuk pekerjaan tersebut.
10) Asas alih tangan
Konselor (pembimbing) sebagai manusia, diatas
kelebihannya tetap memiliki keterbatasan kemampuan. Tidak semua
masalah yang dihadapi “Hd” berada dalam kemampuan konselor.
Untuk memecahkannya. Apabila konselor telah mengarahkan
36
“Hd”, tetapi belum berhasil, maka konselor yang bersangkutan harus
memindahkan tanggung jawab pemberian bimbingan dan konseling
kepada pembimbing atau konselor lain atau kepada orang yang lebih
mengetahui dan profesional.
11) Asas tut wuri handayani
Asas ini menunjuk pada suasana umum yang hendak tercipta
dalam rangka hubungan keseluruhan antara konselor dan “Hd”.
Asas ini menuntut agar pelayanan bimbingan dan konseling
tidak hanya dirasakan adanya pada waktu “Hd” mengalami masalah.
Bimbingan konseling hendaknya dirasakan adanya dan manfaatnya
sebelum dan sesudah “Hd” menjalani layanan bimbingan konseling
secara langsung.
e. Prinsip- prinsip Bimbingan dan Konseling Islam
Prinsip merupakan paduan kajian hasil teoritik dan telah lapangan
yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan suatu yang dimaksudkan.
Dalam pelayanan bimbingan dan konseling prinsip-prinsip yang
digunakannya bersumber dari kajian filosofis, hasil-hasil penelitian dan
pengalaman praktis tentang hakikat manusia, perkembangan dan
kehidupan manusia dalam konteks sosial budayanya, pengertian, tujuan,
fungsi, dan proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling.
1) Bimbingan didasarkan pada keyakinan bahwa dalam diri tiap anak
37
dan pendidikan hendaklah mampu membantu anak memanfaatkan
potensinya itu.
2) Bimbingan didasarkan pada ide bahwa setiap anak adalah unik,
seseorang anak berbeda dengan yang lain.
3) Bimbingan merupakan usaha membantu mereeka yang
memerlukannya untuk mencapai apa yang menjadi idaman
masyarakat dan kehidupan pada umumnya.
4) Bimbingan adalah pelayanan, unik yang dilaksanakan oleh tenaga ahli
dengan latihan- latihan khusus, dan untuk melaksanakan pelayanan
bimbingan diperlukan minat pribadi khusus.
Rumusan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pada
umumnya berkenan dengan sasaran pelayanan, masalah “Hd”, tujuan dan
proses penanganan masalah, program pelayanan, penyelenggaraan
pelayanan.12
f. Unsur- Unsur Bimbingan dan Konseling Islam
1) Subyek Bimbingan dan Konseling Islami
Yang dimaksud subjek bimbingan dan konseling islami di sini
adalah orang yang melaksanakan kegiatan bimbingan konseling islami
yaitu pembimbing.
Konselor dan peneliti sependapat bahwa kepribadian seorang
konselor merupakan faktor yang paling penting dalam konseling.
Seperti yang dinyatakan Perez, “Temuan penelitian menunjukkan
12
Prayitno, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004), hal. 218.
38
bahwa pengalaman, orientasi teoritis dan tekhnik yang digunakan,
bukanlah penentu utama bagi keefektifan seorang terapis, akan tetapi
kualitas pribadi konselor, bukan pendidikan dan pelatihannya sebagai
kriteria dalam evaluasi keefektifannya”.13
Menurut Muhammad Arifin seorang pembimbing harus
mempunyai syarat-syarat pokok (mental psikologis), sikap dan
tingkah laku sebagai berikut:14
a) Mengakui akan kebenaran agama yang dianutnya, menghayati
dan mengamalkan, karena mereka adalah menjadi pemberi norma
agama (religius norma drager) yang konsekuen, serta menjadikan
dirinya idola (tokoh yang di kagumi) sebagai muslim sejati, baik
lahir ataupun, batin di kalangan “Hd”.
b) Memiliki sikap dan kepribadian menarik, terutama terhadap
“Hd”, dan juga keluarga serta lingkuan sekitarnya.
c) Memiliki rasa tanggung jawab serta rasa berbakti ang tinggi, dan
loyalitas terhadap masalahnya di tengah pergolakan hatinya.
d) Memiliki kekuatan jiwa yang dalam bertindak menghadapi
permasalahan yang memerlukan pemecahan. Kematangan jiwa
berarti matang dalam berfikir, berkehendak dan melakukan
reaksi- reaksi emosional terhadap segala hal dalam melingkupi
tugas dan kewajibannya sebagai seorang anak.
13
Muhammad Surya, Psikologi Konseling, (Bandung:CV. Pusrtaka Bumi Quraisy Cet 1, 2003), hal. 1.
14
Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: Golden Terayon Press Cet 1, 1982), hal. 2.
39
e) Mampu mengadakan komunikasi (hubungan) timbal balik
terhadap “Hd” dan keluargannya serta teman-temannya.
f) Mempunyai sikap dan perasaan terikat terhadap nilai- nilai
kemanusiaan yang harus ditegakkan, terutama di kalangan
“Hd”nya sendiri.
g) Mempunyai kemampuan bahwa tiap manusia memiliki
kemampuan dasar yang baik, dan dapat di bimbing menuju ke
arah pemikiran yang lebih dewasa.
h) Memiliki rasa cinta yang mendalam, dan meluas terhadap “Hd”.
Dengan perasaan cinta ini, pembimbing selalu siap menolong
memecahkan kesulitan-kesulitan yang alami oleh “Hd”.
i) Memiliki kesadaran serta berkomunikasi. Dengan demikian “Hd”
tidak lekas berputus asa dalam menghadapi permasalahan-
permasalahannya.
j) Memiliki sikap yang tanggap dan peka terhadap kebutuhan “Hd”.
k) Memiliki watak dan kepribadian yang familiar, sehingga orang
yang berada di sekitar terutama keluarga yang suka bergaul
dengannya.
l) Memiliki jiwa yang ingin maju dalam berkomunikasi, agar
meningkatkan kemampuannya untuk berkomunikasi dengan
ayahnya.
m) Memiliki pribadi yang bulat dan utuh, tidak terpecah-pecah, orang
40
pandangan yang teguh, dan konsisten, melainkan selalu
berubah-ubah.
n) Memiliki pengetahuan tekns termasuk metode tentang bimbingan
dan penyuluhan serta mampu menerapkan dalam tugas.
Demikianlah syarat-syarat mental psikologis bagi seorang
pembimbing pada umumnya, selanjutnya yang dimaksud syarat-syarat
yang harus dipenuhi oleh pembimbing atau konselor islam antara
lain:15
a) Kemampuan profesional/ keahlian meliputi: menguasai bidang
permasalahn, metode dan teknik, menguasai hukum islam yang
sesuai dengan bidang bimbingan konseling islam yang sudah
dihadapi, memahami lantasan filosofi, memahami
landasan-landasan keilmuan, mampu mengorganisasikan layanan
bimbingan islami dan mampu menghimpun dan memanfaatkan
data hasil penelitian yang berkaitan dengan bimbingan islami.
b) Sifat kepribadian yang baik/akhlakul karimah.
c) Kempuan bermasyarakat (berukhuwah Islamiyah); berhungan
pembimbing agama islam harus memiliki kemampuan sosial yang
tinggi.
d) Ketaqwaan kepada Allah ini merupakan syarat utama yang harus
dimilki seorang pembimbing agama islam.
2) Obyek Bimbingan Konseling dan Islami
15
Tohari Musnawar, Opcit, hal. 43-48
41
Yang dimaksud dengan obyek bimbingan dan konseling islami
adalah orang yang menerima atau sasaran dari kegiatan bimbingan
konseling, yang dalam hal ini adalah “Hd” yang merupakan anak ke-2
dari dua bersaudara.
g. Langkah-langkah Bimbingan dan Konseling Islami
Langkah-langkah dalam bimbingan dan konseling Islami yang
dimaksudkan adalah:16
1) Identifikasi kasus
Langkah ini dilakukan untuk mengenal kasus beserta
gejala-gejalanya yang nampak. Dalam langkah ini, pembimbing mencatat
kasus-kasus yang perlu mendapat bimbingan dan memilih kasus mana
yang akan mendapat bantuan terlebih dahulu. Contoh: “Hd” memiliki
permasalahan dengan ayahnya, akan tetapi di sisi lain ayahnya juga
bermasalah dalam keluarga kecilnya tersebut. Peneliti akan memilih
permasalahan “Hd” dengan ayahnya karena dengan alasan bahwa
tentang perilaku “Hd” terhadap orang tua tidak lainnya adalah
ayahnya sendiri.
2) Diagnosa
Diagnosa yaitu langkah menetapkan masalah yang dihadapi
“Hd” beserta latar belakangnnya. Diagnosa terdiri dari interpretasi
(penafsiran) data mengenai problema yang telah dikenali gejalanya
serta kekuatan dan kelemahan dalam pribadi “Hd”.
16
I Djumhur & Muhammad Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah, (Bandung, CV. Ilmu, 1975), hal. 106-110.
42
3) Prognosa
Prognosa merupakan langkah yang harus ditempuh untuk
menetapkan jenis bantuan atau terapi apa yang akan dilaksanakan
untuk membimbing “Hd”.
4) Treatment
Langkah pelaksanaan bantuan atau bimbingan yang merupakan
pelaksanaan apa- apa yang ditetapkan dalam langkah prognosa.
Pelaksanaan ini tentu memerlukan adanya pengamatan yang cermat.
5) Follow-up
Follow-up dilakukan untuk menilai/mengetahui sejauh mana
langkah terapi yang dilakukan dapat mencapai hasilnya. Dalam
langkah ini juga dilihat perkembangan selanjutnya dalam jangka
waktu yang lebih jauh.
2. Pengertian Kebencian
Kebencian merupakan sebuah emosi yang sangat kuat dan
melambangkan ketidaksukaan, permusuhan, atau antpati untuk
seseorang, sebuah hal, barang, atau fenomena. Hal ini merupakan sebuah
keinginan untuk menghindari, menghancurkan atau menghilangkan.
Kadangkala kebencian dideskripsikan sebagai lawan daripada cinta atau
persahabatan banyak orang yang menganggap bahwa lawan daripada
cinta adalah ketidakpedulian.
Definisi benci yang lebih baru menurut Penguin Dictionary of
43
mengekspresikan permusuhan dan kemarahan terhadap seseorang
kelompok, atau objek tertentu”.17
Menurut kamus Oxford, benci sering terhasil dari pada perasaan
takut dan keinginan untuk melenyapkan mereka yang dianggap tidak
sehaluan atau yang dilihat sebagai ancaman kepada kesejahteraan dan
kebahagiaan kita.
Menurut seorang psikologis Jerman, Erich Fromm. Perasaan benci
dalam diri manusia dibagi menjadi dua jenis.
a. Kebencian yang bersebab atau rasional. Ia tercetus apabila seseorang
itu merasakan dirinya, kebebasannya atau idea-ideanya terancam.
Kebencian jenis ini bertindak untuk melindungi diri kita. Ia akan
reda sebaik saja ancaman tadi ditiadakan.
b. Kebencian yang tidak rasional. Ia bukan merupakan tindak balas
kepada sesuatu ancaman khusus tetapi lahir dari pada perwatakan
seseorang itu yang bersifat sentiasa ingin memusuhi orang lain.
Mereka yang tergolong di dalam kumpulan ini sering menganggap
bahwa hanya diri mereka serta buah fikiran mereka yang betul.18
1) Psikologi
Kebencian menurut psikologi, Dr. Sigmund Freud
mendefinisikan benci sebagai pernyataan ego (ke-aku-an) yang ingin
menghancurkan sumber-sumber ketidak bahagiaannya. Definisi
17
http://adedermawan123.blogspot.com/2013/07/cinta-dan-benci-menurut-pandangan.html
18
http://kasihsayang-dankebencian.blogspot.com/2014/01/makalah-iad-isd-ibd-kasih-sayang-dan.html
44
benci yang lebih baru menurut Penguin Dictionary of Psychology
(Wikipedia) adalah “emosi yang dalam dan bertahan kuat, yang
mengekspresikan permusuhan dan kemarahan terhadap seseorang,
kelompok, atau objek tertentu”.
Kebencian atau rasa benci biasanya bertahan cukup lama.
Karena itu para psikolog lebih melihatnya sebagai sikap atau
pendirian, dan tidak sekedar emosi sesaat. Kebencian bisa
disebabkan oleh bermacam-macam sebab. Bisa karena pengalaman
buruk sebelumnya dengan orang, kelompok atau objek yang di
bencinya. Bisa juga karena pengaruh dari orang atau pihak lain. Oleh
karena itu rasa benci bisa mengakibatnya sikap ke egoaannya.
Benci itu melelahkan, kebencian menimbulkan peningkatan
kegiatann syaraf di dalam otak. Penelitian dengan scanning otak dari
orang yang diberi gambar obyek yang di bencinya menunjukkan pola
peningkatan kegiatan dalam otaknya.
Ada suatu nasihat yang dinilai oleh sebagian ulama sebagai
hadits Nabi Muhammad saw, sebagaimana dikutip dari Lentera Hati
(M.Quraish Shihab): “Cintailah kekasihmu secara wajar saja, siapa
tahu suatu ketika ia menjadi seterumu. Dan bencilah seterumu secara
wajar juga, siapa tahu suatu saat ia menjadi kekasihmu”.
2) Agama
Ada dua jaringan yang saling berdekatan satu sama lain
45
sangat berpengaruh terhadap kebiasaan dan kehidupan manusia
dalam bersosial. Jika dikaitkan dengan bidang pendidikan maka ada
kaitannya dengan psikologi dan biologi manusia. Kedua sifat ini
adalah sebuah fitrah yang diberikan Tuhan pada jiwa setiap manusia.
Kenegatifan seseorang akan menjadi suatu pandangan yang
buruk pada setiap aspek, nilai, kebiasaan atau adat istiadat seseorang.
Manusia yang mempunyai akal yang sehat terkadang lupa tentang
suatu ajaran atau tuntunan yang baik. Mereka anggap apa yang
bukan jadi keinginannya adalah salah. Pikiran-pikiran ini biasanya
membawa mereka terhadap pemikiran tentang ‘menghambakan’ diri
atau nafsu. Jiwa yang sedang berperang terhadap nafsu dengan
menggerakkan kebiasaan yang buruk. Akibatnya, keadaan
lingkungan akan tidak stabil.
Berbeda dengan kepositifan yang menjaga eksistensinya
dalam menjauhi hal-hal yang dapat merusak jasmani dan rohani. Ia
lebih mudah dibangun dan di arahkan. Perbuatan-perbuatan yang
baik adalah puncak tertinggi yang bisa dicapai oleh
‘positifis-positifis’.
Cinta dan benci adalah dua aspek dari jaringan-jaringan jiwa
yang begitu kompleks dan berlawanan satu dengan yang lain. Ia
meliputi suatu bidang jiwa yang amat luas. Islam tidaklah memusuhi
fitrah manusia demikian, tetapi sebaliknya membinanya. Ia ingin
46
mereka. Tetapi senang dan benci itu pada hakikatnya merusak jiwa,
membatasi kekuatannya, memecah-belah, dan memperbudak jiwa
itu, sehingga tidak bisa melepaskan diri. Bila senang dan benci itu
sampai menjadi nafsu yang tidak terkendalikan, maka ia tidak hanya
merusak orang lain saja, tetapi juga merusak orangnya sendiri dalam
dan membawa kehancuran.19
Islam menjangkau kedua potensi antara cinta dan benci itu
lalu meletakkannya di tempatnya yang benar. Secara otomatis jiwa
akan menjadi baik dan kokoh bangunannya, tidak ubahnya dengan
seperti sebuah jam yang sempurna, letak jarum pendek dan jarum
panjangnya di tempat yang tepat.20
c. Teknik Behaviour
Tingkah laku manusia sebagai makhluk hidup merupakan
mahluk- makluk yang lebih sempurna bila dibandingkan dengan mahluk-
mahluk hidup yang lain. Selain manusia dipengaruhi oleh keadaan
sekitarnya, yang terikat oleh hukum- hukum alam, manusia juga
dipengaruhi atau ditentukan oleh kempuan- kemampuan yang ada dalam
diri manusia itu sendiri. Manusia sebagai mahluk hidup, merupakan
mahluk yang dinamik dalam pengertian bahwa manusia dapat mengalami
19
Muhammad Quthb, SISTEM PENDIDIKAN ISLAM, Bandung: PT. ALMA’ARIF, 1988)
hal.251
20
. Muhammad Quthb, SISTEM PENDIDIKAN ISLAM, Bandung: PT. ALMA’ARIF, 1988) hal.320
47
perubahan- perubahan. Tingkah laku manusia dapat berubah dari waktu
ke waktu.21
Aliran behaviorisme menekankan pada perubahan perilaku yang
tampak sebagai indikator terjadinya proses belajar. Menurut
behaviorisme, tujuan utama psikologi adalah membuat prediksi dan
mengendalikan perilaku dan sedikitpun tidak ada kaitannya dengan
kesadaran. Kajian dalam teori ini adalah benda- benda atau hal- hal yang
dapat diamati secara langsung, yaitu rangsangan (stimulasi) dan gerak
balas (respon).
Pada pelaksanaannya, konselor menggunakan teknik behaviour
untuk menangani “Hd”. Dalam teknik behaviour terbagi dalam dua
bagian, yaitu:
1. Teknik Tingkah Laku Umum
Teknik ini terdiri dari beberapa bentuk, di antaranya adalah:
a) Skedul penguatan
Suatu teknik pemberian penguatan pada “Hd” ketika tingkah
laku baru selesai dipelajari dimunculkan oleh “Hd”. Penguatan
harus dilakukan terus-menerus sampai tingkah laku tersebut
terbentuk dalam diri “Hd”. Setelah terbentuk, frekuensi penguatann
dapat dikurangi atau dilakukan pada saat-saat tertentu saja (tidak
setiap kali perilaku baru dilakukan). Istilah ini sering disebut
sebagai penguatan intermiten. Hal ini dilakukan untuk
21
Su’adah, Lendriyono Fauzik, Pengantar Psikologi, (Malang: Bayumedia Publishing, 2009), Hal. 117.