IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sifat Kimia Tanah
Setiap jenis tanah memiliki komposisi kimia yang berbeda. Pada penelitian ini dianalisis beberapa sifat kimia tanah yang terpengaruh dengan adanya pemberian senyawa humat yang diekstrak dari dari Andisol dan tanah gambut.
Tabel 3. Sifat Kimia Tanah Sebelum dan Setelah Pemberian Senyawa Humat
dari Andisol dan Tanah Gambut pada Rhodic Eutrudox dan Typic Paleudult
Parameter
Rhodic Eutrudox Typic Paleudult
Kontrol SH. Andisol SH. Gambut Kontrol SH. Andisol SH. Gambut
Al-dd (me/100g tanah) tu tu tu 0.32 tu tu
P-Bray (ppm) 12.80 30.00 31.69 15.4 44.79 33.38 KTK (me/100g tanah) 17.39 21.91 20.34 21.83 25.23 24.26 Oksalat (%) 1. Al 2. Fe 0.20 0.34 - - 0.66 0.28 - - Dithionit (%) 1. Al 2. Fe 0.77 8.84 - - 1.51 6.99 - -
tu : tidak terukur ; SH : Senyawa Humat
Aluminium-dapat ditukar (Al-dd) yang terdapat dalam kedua contoh tanah terdapat dalam konsentrasi yang rendah dan menjadi tidak terukur setelah diberi perlakuan senyawa humat baik dari Andisol dan Tanah Gambut. Penurunan konsentrasi Al-dd ini diduga karena adanya pengkhelatan terhadap Al-dd dalam tanah oleh senyawa humat yang diberikan kepada kedua contoh tanah. Konsentrasi P-Bray yang ditetapkan dalam penelitian mengalami peningkatan yang diduga karena adanya penambahan unsur P yang banyak terkandung oleh senyawa humat. Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah setelah perlakuan juga mengalami peningkatan setelah diberikan perlakuan senyawa humat. Peningkatan KTK ini disebabkan oleh adanya senyawa humat yang bersifat amorf yang memiliki luas permukaan tapak pertukaran yang lebih luas. Kandungan oksida besi dan aluminium pada contoh tanah yang digunakan yaitu Rhodic Eutrudox dan Typic Paleudult cukup tinggi masing-masing sebesar 10.15 % dan 9.44 %.
Rhodic Eutrudox merupakan tanah yang mengalami pembentukan liat mengarah kepada oksida-oksida, khususnya oksida Fe dan Al. Pada Paleudult, oksida Fe dan Al berada pada tingkat yang tinggi. Oksida Fe dan Al adalah senyawa yang reaktif terhadap pengerapan P sehingga ketersediaan P dalam tanah menjadi rendah.
4.2 Erapan Fosfor
Gambar 3 dan 4 adalah kurva erapan P masing-masing pada Rhodic
Eutrudox dan Typic Paleudult tanpa perlakuan (kontrol), perlakuan senyawa humat dari Andisol, dan senyawa humat dari tanah Gambut. Pada Gambar 3 dan 4 dapat dilihat bahwa erapan P pada perlakuan senyawa humat Gambut lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan senyawa humat dari Andisol dan kontrol. Hal ini diduga bahwa terjadi penambahan tapak erapan yang ditimbulkan oleh senyawa humat dari tanah Gambut sehingga P yang dierap pun akan semakin tinggi (Setiadji, 1997). Tetapi perlakuan senyawa humat dari Andisol menunjukkan erapan P yang berbeda pada kedua tanah tersebut (Gambar 3 dan 4). Perbedaan erapan P antara senyawa humat dari Andisol dengan senyawa humat dari tanah Gambut diduga karena adanya perbedaan komposisi kimia dari bahan dasar yang membentuk senyawa humat pada Andisol dan Gambut. Amin (2002) menyatakan bahwa jumlah gugus fungsional pada senyawa humat dari tanah Gambut lebih banyak dibandingkan dengan senyawa humat dari Andisol yang didukung oleh Arsiati (2002) bahwa gugus karboksil pada senyawa humat dari tanah Gambut sebesar 3.65 me/g HA dan pada senyawa humat dari Andisol sebesar 2.67 me/g HA. Dengan demikian, senyawa humat dari tanah Gambut akan mengikat P lebih banyak dibandingkan dengan senyawa humat dari Andisol. Reaksi erapan P ini melibatkan reaksi ligan antara fosfor dengan gugus OH (Bhatti et al., 1998 dalam Siradz, 2002 ; Hartono et al., 2005).
Gambar 3. Kurva Erapan pada Rhodic Eutrudox dengan Pemberian Senyawa
humat dari Andisol dan tanah Gambut.
Gambar 4. Kurva Erapan P pada Typic Paleudult dengan Pemberian Senyawa
Tabel 4. Nilai Erapan P Maksimum (b), Energi Ikatan (k), dan Kebutuhan Standar Pemupukan P dari Persamaan Langmuir pada Rhodic Eutrudox dan Typic Paleudult
Perlakuan
Rhodic Eutrudox Typic Paleudult
b k P dierap pada 0.2 mg/L Nilai R2 Persamaan Langmuir b k P dierap pada 0.2 mg/L Nilai R2 Persamaan Langmuir mg/kg L/mg mg/kg mg/kg L/mg mg/kg Kontrol 2109 a 0.18 a 73 a 0.99 1432 a 1.27 a 289 a 0.99
Senyawa Humat Andisol 1683 b 0.41 b 128 b 0.99 1821 a 0.22 b 75 b 0.99
Senyawa Humat Gambut 1712 b 1.10 c 309 c 0.99 1769 a 6.42 c 995 c 0.99
Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom untuk setiap jenis subgroup tanah tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada p < 0.05
Nilai erapan P maksimum (b), energi ikatan (k), kebutuhan standar pemupukan P, dan koefisien regresi persamaan Langmuir dari perlakuan senyawa humat Andisol dan tanah Gambut disajikan pada Tabel 4. Data erapan P ini disimulasikan dengan sangat baik oleh persamaan Langmuir dengan koefisien regresi sebesar 0.99. Perlakuan senyawa humat dari Andisol dan senyawa humat dari tanah Gambut nyata menurunkan erapan P maksimum pada Rhodic Eutrodox tetapi pada Typic Paleudult tidak berbeda nyata terhadap erapan P maksimum.
Nilai k tertinggi pada Rhodic Eutrudox dan Typic Paleudult terdapat pada perlakuan senyawa humat gambut. Tingginya nilai k diduga disebabkan adanya pengikatan fosfo-asam humat khelat, fosfo-asam humat ester, Al-fosfohumat, Fe-fosfositrat (dalam bentuk bidentat atau polidentat sehingga P terikat kuat dan tidak mudah didesoprsi) yang disajikan pada Gambar 5 (Tan, 1998).
(a)
O
R C O O
P O O
(b) O O R C O P O OH O (c) O R C O O O Al P O O O (d) O C O O O Fe P HOOC CH2 C O O O CH2 COOH
Gambar 5. Ikatan pada senyawa humat (a) fosfo-asam humat khelat, (b) fosfo-
asam humat ester, (c) Al-fosfohumat, (d) Fe-fosfositrat.
Standar kebutuhan pemupukan P (P yang dierap pada konsentrasi kesetimbangan 0.2 mg/L) disajikan pada Tabel 3. Standar kebutuhan pemupukan P pada Rhodic Eutrudox nyata meningkat dengan adanya pemberian senyawa humat baik dari Andisol maupun dari tanah Gambut. Sementara standar kebutuhan pemupukan P pada Typic Paleudult nyata meningkat pada pemberian senyawa humat dari tanah Gambut tetapi nyata menurun pada pemberian senyawa humat dari Andisol. Hasil ini berkorelasi dengan nilai k erapan P pada kedua tanah.
4.3 Desorpsi Fosfor
Desorpsi fosfor pada Rhodic Eutrudox dan Typic Paleudult tanpa
perlakuan (kontrol), perlakuan senyawa humat dari Andisol, dan senyawa humat dari tanah Gambut masing-masing disajikan pada Gambar 6 dan Gambar 7. Pada Gambar 6 dan 7 dapat dilihat bahwa P yang masih tererap setelah proses desorpsi P pada perlakuan senyawa humat gambut lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan senyawa humat dari Andisol dan kontrol. Hal ini sejalan dengan tingginya nilai k (energi ikatan) pada tanah yang diberi senyawa humat dari tanah Gambut (Tabel 4). Tingginya jumlah P yang masih tererap diduga karena adanya ikatan fosfo-humik khelat, Al-fosfohumat, Fe-fosfositrat, dan Fosfo-asam humat ester (Gambar 5) dalam bentuk bidentat atau polidentat yang kuat dalam pengikatan P (Tan,1998).
Gambar 6. Kurva Desorpsi P pada Rhodic Eutrudox dengan Pemberian Senyawa Humat dari Andisol dan tanah Gambut.
Gambar 7. Kurva Desorpsi P pada Typic Paleudult dengan Pemberian
Senyawa Humat dari Andisol dan tanah Gambut.
Tabel 5. Nilai Erapan P Maksimum (b) dan Energi Ikatan (k) dari Persamaan Langmuir pada Rhodic Eutrudox dan Typic Paleudult
Perlakuan
Rhodic Eutrudox Typic Paleudult
b k Nilai R2 Persamaan Langmuir b k Nilai R2 Persamaan Langmuir mg/kg L/mg mg/kg L/mg Kontrol 1821 a 1.07 a 0.99 1390 a 1.37 a 0.99
Senyawa Humat Andisol 1552 a 1.34 a 0.99 1512 a 1.08 a 0.99
Senyawa Humat Gambut 1751 a 5.71 b 0.99 1639 a 9.53 b 0.99
Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom untuk setiap jenis subgroup tanah tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada p < 0.05
Nilai erapan P maksimum (b) dan energi ikatan (k) masing-masing perlakuan pada kedua contoh tanah disajikan pada Tabel 5 dengan koefisien regresi sebesar 0.99. Tabel 5 menunjukkan bahwa pemberian kedua senyawa humat tidak berpengaruh nyata terhadap nilai b (erapan P maksimum) pada Rhodic Eutrudox dan Typic Paleudult. Nilai k pada pemberian senyawa humat dari tanah Gambut nyata lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol maupun senyawa humat dari Andisol. Nilai k yang tinggi pada senyawa humat dari tanah Gambut diduga oleh gugus fungsional dari senyawa humat dari tanah Gambut
yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan senyawa humat dari Andisol. Kadar lignin yang tinggi pada tanah Gambut menyebabkan kaya akan gugus fungsional (Tan, 1998) sehingga mempengaruhi jumlah gugus fungsional pada senyawa humat yang terbentuk dari tanah Gambut. Dugaan lain dari nilai k (energi ikatan) yang tinggi adalah adanya pengikatan fosfo-asam humat khelat, fosfo-asam humat ester, Al-fosfohumat, Fe-fosfositrat dalam bentuk bidentat atau polidentat yang disajikan pada Gambar 5 (Tan, 1998). Nilai k pada saat desorpsi P lebih besar
dibandingkan pada saat erapan P. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi
perubahan bentuk menuju ikatan P yang lebih kuat (Hartono et al., 2005).
Tabel 6. Desorpsi P Akibat Pemberian Senyawa Humat dari Andisol dan Tanah
Gambut pada Rhodic Eutrudox dan Typic Paleudult dari persamaan Langmuir Perlakuan P yang ditambahkan P yang Dierap Total Desorpsi P Persentase Desorpsi P . . . mg/kg . . . % Rhodic Eutrudox Kontrol 1382 1263 a 35.20 a 2.79 a
Senyawa Humat Andisol 1382 1281 a 40.56 a 3.17 a
Senyawa Humat Gambut 1382 1337 b 7.56 b 0.57 b
Typic Paleudult
Kontrol 1372 1281 a 61.68 a 4.81 a
Senyawa Humat Andisol 1372 1241 b 44.44 b 3.57 b
Senyawa Humat Gambut 1372 1364 c 5.76 c 0.42 c
Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom untuk setiap jenis subgroup tanah tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada p < 0.05
Persentase desorpsi P pada Rhodic Eutrudox dan Typic Paleudult disajikan pada Tabel 6. Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa persentase desorpsi P pada Rhodic Eutrudox nyata lebih rendah dengan perlakuan senyawa humat dari tanah Gambut dibandingkan dengan perlakuan senyawa humat dari Andisol dan kontrol. Persentase desorpsi P pada Typic Paleudult pada pemberian senyawa humat dari Andisol maupun dari tanah Gambut nyata lebih rendah daripada kontrol.
Rendahnya persentase desorpsi P pada pemberian senyawa humat dari tanah Gambut diduga oleh adanya pengikatan asam humat khelat, fosfo-asam humat ester, Al-fosfohumat, Fe-fosfositrat dengan ikatan bidentat atau polidentat yang disajikan pada Gambar 5 (Tan, 1998). Menurut Amin (2002), gugus fungsional pada senyawa humat dari tanah Gambut jumlahnya lebih banyak
(karboksilat, hidroksil, maupun metoksi) pada senyawa humat dapat mengikat Fe dan Al yang menjadi jembatan pengikatan antara senyawa humat dengan P. Banyaknya gugus fungsional pada senyawa humat menyebabkan tersedianya tapak pengerapan yang lebih banyak (Tan, 1998).