• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Fiskal Regional Tahunan (Annual Regional Fiscal Report) Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kajian Fiskal Regional Tahunan (Annual Regional Fiscal Report) Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2017"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Kajian Fiskal Regional Tahunan

(Annual Regional Fiscal Report)

Provinsi Kepulauan Riau

Tahun 2017

(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, kita panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kita dapat menyelesaikan Kajian Fiskal Regional Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2017 dengan baik.

Kajian Fiskal Regional diterbitkan oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Kepulauan Riau berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Perbendaharaan Nomor 30/PB/2013 dan Surat Edaran Direktorat Jenderal Perbendaharaan Nomor SE-61/PB/2017 sebagai sarana untuk membangun komunikasi dua arah dalam pertukaran data dan informasi baik dengan stakeholders internal maupun eksternal.

Dengan demikian, diharapkan para pemangku kepentingan dalam hal ini Pemerintah Daerah, Satuan Kerja Pemerintah Pusat, pelaku usaha, serta akademisi di lingkup Provinsi Kepulauan Riau dapat memperoleh masukan dalam merumuskan kebijakan pengembangan ekonomi daerah, sehingga bisa memberikan manfaat untuk pembangunan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di masa mendatang. Adapun beberapa aspek yang menjadi bahasan utama dalam kajian adalah perkembangan ekonomi regional, perkembangan keuangan pemerintah pusat dan daerah, keunggulan dan potensi daerah, serta tantangan fiskal yang dihadapi daerah.

Dalam penyusunan Kajian Fiskal Regional Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2017 ini kami banyak memperoleh dukungan dari Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau, Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau, dan Seluruh Pemerintah Daerah Lingkup Provinsi Kepulauan Riau. Oleh karena itu, kami menyampaikan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada semua pihak, semoga kerjasama yang telah terjalin selama ini dapat lebih ditingkatkan di masa yang akan datang.

Kami menyadari penyusunan Kajian Fiskal Regional ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dalam meningkatkan kualitas Kajian Fiskal Regional ini agar dapat memberikan manfaat yang optimal, terutama untuk kemakmuran masyarakat Kepulauan Riau.

Tanjungpinang, Februari 2017 Kepala Kantor

Heru Pudyo Nugroho

(6)

TIM PENYUSUN

KAJIAN FISKAL REGIONAL

PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2017

KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI

KEPULAUAN RIAU

Penanggungjawab:

Kepala Kanwil DItjen Perbendaharaan Provinsi Kepulauan Riau

Heru Pudyo Nugroho

Ketua

Kepala Bidang PPA II

Edy Sutriono

Wakil Ketua:

Haryando Anil

Penulis:

Dhika Habibi Zakaria

Haryando Anil

Desain Cover dan Layout:

Dhika Habibi Zakaria

Kontributor:

Jaruli Simanullang

Mas Nursanto

(7)

RINGKASAN EKSEKUTIF

Kondisi laju pertumbuhan ekonomi Kepri mengalami perlambatan semenjak 5 (lima) tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi Kepri berada pada angka 2,01 persen (yoy) dan yang merupakan angka terendah dibandingkan dengan angka pertumbuhan ekonomi pada periode yang sama selama kurun waktu 2012-2017. Melambatnya pertumbuhan ekonomi Kepri di dorong oleh lesunya sektor industri pengolahan (43,91 persen), konstruksi (20,42 persen) dan pertambangan (18,08 persen) yang merupakan sektor dominan dari sisi penawaran. Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Kepri dipengaruhi oleh Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PDRB) (38,13 persen) dan Konsumsi Rumah Tangga (37,45 persen). Inflasi Kepri 2017 terjaga di 3,61 persen (target 4±1%), penyumbangan inflasi tertinggi ada pada kelompok bahan makanan yang sangat sensitif terhadap kondisi cuaca dan gelombang laut (menghambat jalur distribusi).

Dengan IPM sebesar 73,99, Kepri berada pada peringkat IPM ke-empat tertinggi di Indonesia. Hal tersebut mengindikasikan keberhasilan percepatan pembangunan di Kepri khususnya dalam bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Namun bila dilihat secara parsial, masih terdapat 3 Kabupaten/Kota yang memiliki IPM di bawah Nasional (70.18) yakni Kabupaten Karimun (69,84), Kabupaten Lingga (62,44), dan Kabupaten Kepulauan Anambas (66,30). Tingkat kemiskinan (6,13 persen) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) (7,16 persen) mengalami peningkatan, diduga merupakan dampak dari lesunya pertumbuhan ekonomi di Kepri yang sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian global.

Tren negatif pertumbuhan ekonomi Kepri dianggap sebagai penyebab mayor turunnya pendapatan Pemerintah Pusat. Realisasi pendapatan Pemerintah Pusat tahun 2017 sebesar 7,43 triliun, turun -4,65 persen dari tahun 2016 yang sebesar Rp7,78 triliun. Penambahan basis pajak dari hasil program Tax Amnesty 2016-2017 belum mampu memperbaiki penerimaan pajak di akhir 2017. Namun terjadi peningkatan belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp1,08 triliun dari belanja Pemerintah Pusat tahun 2016 sebesar Rp5,22 triliun. Kondisi ini menyebabkan melebarnya celah defisit APBN Kepri sebesar 7,80 persen (yoy) dengan nominal Rp5,63 triliun. Defisit APBN Kepri tersebut belum memperhitungkan PNBP Sumber Daya Alam (SDA) yang dicatat langsung sebagai penerimaan di Pusat. Selanjutnya, Alokasi Dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa untuk Kepri pada tahun 2017 mencapai Rp7,55 triliun, turun -7,65 persen dibandingkan tahun 2016. Harga migas yang terus terkoreksi turun di tahun 2017 merupakan salah satu satu faktor pendorong anjloknya total penerimaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa pada tahun 2017.

(8)

Selain penggunaan instrumen dana APBN, pemerintah pusat berupaya mendorong laju perekonomian Kepri melalui penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). Penyaluran KUR pada tahun 2017 mencapai Rp390,69 triliun mengalami penurunan 37,89 persen dari penyaluran tahun lalu. Penurunan tersebut diduga karena gaung rencana kebijakan pemerintah yang akan menurunkan suku bunga KUR menjadi 7 persen, sehingga masyarakat menahan diri untuk melakukan peminjaman KUR di tahun 2018. Berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran KUR 2017 didominasi oleh sektor perdagangan dengan 65,24%, sedangkan berdasarkan skema penyaluran didominasi oleh KUR Mikro dengan porsi 58.02%. Jika dilihat letak geografis Kepri yang bertetangga dengan Malaysia dan Singapura, seharusnya penyaluran KUR skema TKI menjadi skema yang dominan di salurkan di Kepri. Namun di tahun 2017 tidak terdapat penyaluran KUR TKI di Kepri. Rendahnya penyaluran ditengarai bersumber dari maraknya praktek TKI ilegal sehingga calon TKI, TKI dan Purna TKI tidak memiliki dokumen resmi dan untuk mengajukan pinjaman KUR.

Alokasi dan realisasi APBD lingkup Kepri dalam tren membaik pada tahun 2017. Capaian realisasi pendapatan APBD turun 2,43 persen dari tahun 2016, namun secara nominal realisasi tahun 2017 yang lebih tinggi Rp55,96 miliar dari tahun 2016. Kebijakan penyaluran DAK Fisik Tambahan Penyelesaian Tahun 2016 yang di- carry over ke tahun 2017 membawa dampak positif pada celah fiskal APBD lingkup Kepri. Dari sisi pelaksanaan APBD, kinerja pendapatan asli daerah pada tahun 2017 dapat dikatakan cukup baik dengan indikasi peningkatan PAD sebesar 27,11 persen dari tahun 2016. Terjadi peningkatan pada komponen hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebesar 65,40 persen. Hal ini di dorong oleh penerimaan laba atas penyertaan modal pada BUMD yang melebihi target yang telah ditetapkan.

Dari alokasi belanja APBD, hampir semua urusan mengalami kenaikan anggaran dengan rata-rata peningkatan 48,31 persen. Berdasarkan porsinya, urusan yang mendapatkan porsi alokasi terbesar merupakan urusan Administrasi Pemerintahan (35,38 persen), Pendidikan (19,37 persen), Kesehatan (11,32 persen), dan Pekerjaan Umum (10,55 persen). Porsi belanja tersebut menunjukkan bahwa kebijakan Pemda menitikberatkan pada pelayanan pada masyarakat, pembangunan sumber daya manusia melalui pendidikan dan kesehatan, serta pembangunan infrastruktur untuk menunjang perekonomian. Hal tersebut juga tergambar dari, pengalokasian belanja berdasarkan jenis belanja. Jeni Belanja Langsung yang berhubungan langsung dengan pencapaian program dan kegiatan Pemda memiliki porsi terbesar yaitu sebesar 58,34 persen, dibandingkan dengan porsi Belanja Tidak Langsung sebesar 42,66 persen. Namun dari sisi eksekusi APBD, Belanja Langsung

(9)

hanya terealisasi sebesar 88,22 persen lebih kecil dari realisasi Belanja Tidak Langsung yang terealisasi sebesar 94,22 persen.

Kemudian untuk mengukur kesehatan fiskal masing-masing Pemerintah Daerah di Kepri, dilakukan Ten Point Test yang dikembangkan oleh Kenneth W. Brown (1993). Dalam ten point test, setiap rasio yang digunakan mengarah pada empat aspek kesehatan fiskal yaitu pendapatan, pengeluaran, posisi operasi dan struktur utang. Dari hasil tes di peroleh bahwa Pemda Kabupaten Bintan memiliki tingkat kesehatan fiskal paling baik di Kepri. Pemda Kabupaten Bintan berhasil menggeser Pemda Kota Batam yang pada tahun 2016 berada pada posisi terbaik, memperoleh nilai tertinggi di 2 (dua) indikator penilaian yaitu: (1) Kemampuan mendanai Belanja Daerah, dan (2) Optimalisasi SiLPA.

Dari sisi Belanja Konsolidasian, komposisi belanja didominasi oleh belanja yang bersifat konsumtif. Komposisi belanja barang dan belanja pegawai yang masing-masing porsinya sebesar 40,88 persen dan 28,19 persen jauh lebih tinggi dibandingkan belanja modal sebesar 21,63 persen. Dari analisis dampak kebijakan fiskal kesejahteraan regional, diketahui bahwa laju tingkat kesejahteraan masyarakat tidak linier dengan peningkatan alokasi anggaran oleh pemerintah. Ketidaklinearan tersebut menunjukkan bahwa peningkatan anggaran yang digunakan oleh pemerintah tidak serta merta meningkatkan kesejahteraan masyarakat dilihat dari sisi kesenjangan, penciptaan lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi, inflasi, pembangunan manusia, dan pengentasan kemiskinan. Untuk itu pemerintah perlu mengevaluasi setiap program dan kegiatan agar berjalan secara efektif dan menghasilkan outcome sesuai dengan yang diharapkan

Berdasarkan hasil analisis overlay (gabungan dari empat analisis: LQ, MRP, SS-EM dan Shift Share) Kepri memiliki dua sektor unggulan yang potensial untuk dikembangkan yaitu Sektor Listrik & Gas dan Sektor Konstruksi. Pengembangan sektor Listrik & Gas telah menjadi urgensi bagi Kepri karena rasio elektrifikasi Kepri baru mencapai 73,53 persen, jauh di bawah rasio elektrifikasi nasional (88,30 persen). Bahkan, saat ini Kepri berada di peringkat ke-7 terbawah untuk rasio elektrifikasi. Hal ini menunjukkan bahwa sektor ini memiliki ruang yang sangat luas untuk berkembang karena masih banyak permintaan yang belum terpenuhi. Dan keberhasilan Kepri dalam mencapai rasio elektrifikasi akan menjadi daya tawar kepada pihak investor. Sampai saat ini perkembangan sektor konstruksi bidang sipil sebagian besar didorong oleh belanja infrastruktur pemerintah. Hal tersebut diprioritaskan untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif dan menarik.

Pembangunan manusia dengan indikator kesehatan dan pendidikan serta membangun kembali potensi Indonesia sebagai negara maritim dan agraris dengan

(10)

terwujudnya kedaulatan pangan merupakan program prioritas pemerintah di tahun 2017 sebagaimana diungkapkan dalam RKP 2017 maupun nota Keuangan APBNP 2017. Pemerintah Pusat dan Daerah telah mengalokasikan anggaran yang cukup besar untuk 3 bidang tersebut dengan pembagian porsi Pemerintah Daerah sebesar 81,52 persen (Rp4,91 triliun). Dan porsi yang pada anggaran K/L adalah sebesar 18,48 persen (Rp1,11 triliun). Dalam rangka mewujudkan capaian prioritas nasional yang efektif dan efisien di 3 bidang tersebut perlu dilakukan sinkronisasi pembangunan dari kedua sumber dana tersebut. Sinkronisasi di bidang pendidikan telah berjalan efektif dan efisien dengan berdampak pada naiknya partisipasi murni usia sekolah di Kepri. Di bidang kesehatan, indikator keluhan kesehatan menunjukkan tren penurunan. Hal tersebut merupakan dampak sinergi dari pemisahan fokus pada masing-masing instansi, yaitu Instansi daerah fokus pada pemenuhan ketersediaan sarana kesehatan sedangkan instansi vertikal fokus pada pengawasan dan pencegahan wabah penyakit. Sedangkan di bidang ketahanan pangan perlu dilakukan evaluasi terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan masih bersifat pasif atau hanya sebatas penyediaan sarana dan prasarana, belum menyentuh kepada pengembangan kapasitas/kemampuan petani. Pencapaian ketahanan pangan melalui produksi pangan mungkin objektifnya dapat diutamakan pada peningkatan pendapatan petani dengan lebih terkonsentrasi pada pemberdayaan petani (UU No. 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani) melalui koperasi tani khususnya para petani kecil, peningkatan kapasitas petani melalui pendidikan lapangan, maupun usaha tani yang bersifat korporasi.

(11)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR --- I TIM PENYUSUN --- II RINGKASAN EKSEKUTIF --- III DAFTAR ISI --- VII DAFTAR GAMBAR --- X DAFTAR TABEL --- XIII

BAB I PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL --- 1

1.1 INDIKATOR MAKROEKONOMI FUNDAMENTAL --- 1

1.1.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) --- 1

1.1.2 Suku Bunga --- 6

1.1.3 Inflasi --- 7

1.1.4 Nilai Tukar --- 8

1.2 INDIKATOR PEMBANGUNAN --- 9

1.2.1 Indeks Pembangunan Manusia --- 9

1.2.2 Kemiskinan --- 10

1.2.3 Ketimpangan --- 11

1.2.4 Kondisi Ketenagakerjaan --- 11

1.3 EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MAKRO EKONOMI DAN PEMBANGUNAN REGIONAL --- 13

BAB II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL --- 15

2.1 APBN TINGKAT PROVINSI KEPULAUAN RIAU --- 15

2.2 PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT TINGKAT PROVINSI --- 16

2.2.1 Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi --- 16

2.2.2 Penerimaan Negara Bukan Pajak --- 18

2.2.3 Pendapatan Hibah --- 19

2.2.4 Analisis Sensitivitas Pendapatan Pemerintah Pusat --- 19

2.3 BELANJA PEMERINTAH PUSAT --- 20

2.3.1 Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Organisasi --- 20

2.3.2 Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Fungsi --- 21

2.3.3 Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Jenis Belanja --- 23

2.3.4 Analisis Kapasitas dan Efisiensi Fiskal Pemerintah Pusat --- 24

2.3.5 Analisis Belanja Pemerintah Pusat Untuk Pembangunan Manusia --- 25

2.3.6 Analisis Belanja Pemerintah Pusat Pendukung Sektor dan Subsektor Ekonomi Unggulan --- 26

2.3.7 Analisis Pengaruh Belanja Pemerintah Pusat Terhadap Indikator Ekonomi --- 27

2.4 ANALISIS CASH FLOW PEMERINTAH PUSAT --- 29

2.5 TRANSFER KE DAERAH --- 31

2.6 PENGELOLAAN BADAN LAYANAN UMUM PUSAT --- 32

(12)

2.6.2 Analisis Kemandirian Badan Layanan Umum --- 34

2.6.3 Potensi Satker PNBP Menjadi Satker BLU --- 34

2.7 PENGELOLAAN MANAJEMEN INVESTASI --- 35

2.7.1 Penerusan Pinjaman --- 35

2.7.2 Kredit Program --- 36

2.7.3 Analisis Pertumbuhan KUR --- 39

BAB III PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD --- 41

3.1 APBD LINGKUP PROVINSI KEPULAUAN RIAU --- 41

3.2 PENDAPATAN PEMERINTAH DAERAH --- 42

3.2.1 Penerimaan Pemerintah Daerah Berdasarkan Jenis Belanja --- 42

3.2.2 Analisis Kesehatan Penerimaan APBD Agregat --- 43

3.2.3 Analisis Sensitivitas Pendapatan Pemda --- 44

3.3 BELANJA PEMERINTAH DAERAH --- 44

3.3.1 Belanja Pemerintah Daerah Berdasarkan Urusan --- 44

3.3.2 Belanja Pemerintah Daerah Berdasarkan Fungsi --- 45

3.3.3 Belanja Pemerintah Daerah Berdasarkan Jenis Belanja --- 46

3.4 PENGELOLAAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH --- 47

3.4.1 Profil dan Jenis Layanan Satuan Kerja Badan Layanan Umum Daerah --- 47

3.4.2 Perkembangan Pengelolaan Aset Badan Layanan Umum Daerah --- 48

3.4.3 Analisis Legal Badan Layanan Umum Daerah --- 48

3.5 PENGELOLAAN INVESTASI DAERAH --- 49

3.5.1 Bentuk Investasi Daerah --- 49

3.5.2 Profil dan Jenis BUMD --- 49

3.6 SiLPA DAN PEMBIAYAAN PEMERINTAH DAERAH --- 49

3.6.1 Perkembangan Surplus/Defisit APBD --- 49

3.6.2 Pembiayaan Daerah ---50

3.7 ANALISIS APBD LAINNYA --- 51

3.7.1 Analisis Horizontal dan Vertikal --- 51

3.7.2 Analisis Kesehatan Fiskal Daerah Dengan Ten Point Test --- 53

BAB IV PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN ANGGARAN KONSOLIDASIAN (APBN DAN APBD) --- 61

4.1 Laporan Keuangan Pemerintah Konsolidasian --- 61

4.2 Pendapatan Konsolidasian --- 62

4.2.1 Sensitivitas Pendapatan Konsolidasian Kepri --- 62

4.3 Belanja Konsolidasian --- 63

4.4 Analisis Dampak Kebijakan Fiskal terhadap Kesejahteraan Regional --- 64

BAB V KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI SERTA TANTANGAN REGIONAL --- 65

5.1 SEKTOR UNGGULAN DAN POTENSIAL DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU BERDASARKAN ANALISIS LQ, MRP, DAN SS-EM --- 65

(13)

5.3.1 Sektor Listrik dan Gas --- 67

5.3.2 Sektor Konstruksi --- 68

5.4 SUB SEKTOR POTENSIAL DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU ---69

5.4.1. Subsektor Industri Logam Dasar (Sektor Industri Pengolahan) --- 70

5.4.2. Subsektor Industri Komputer, Barang Elektronik, dan Optik (Sektor Industri Pengolahan) --- 70

5.4.3. Subsektor Angkutan Laut (Sektor Transportasi dan Pergudangan) --- 72

5.4.4. Subsektor Penyediaan Akomodasi (Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum) --- 72

5.5 Tantangan Fiskal Regional --- 73

5.5.1 LINEARITAS PERKEMBANGAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN DARI PERKEMBANGAN FISKAL REGIONAL --- 74

5.5.2 OPTIMALISASI MANFAAT DANA DESA --- 76

5.5.3 URGENSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU --- 77

5.5.4 KETERGANTUNGAN FISKAL PEMDA TERHADAP DANA TRANSFER --- 80

BAB VI ANALISIS TEMATIK --- 81

6.1 Sinkronisasi APBN dan APBD dalam Sektor Pendidikan, Kesehatan, dan Ketahanan Pangan ---- 81

6.1.1 Sinkronisasi Bidang Pendidikan --- 83

6.1.2 Sinkronisasi bidang Kesehatan --- 86

6.1.3 Sinkronisasi bidang Ketahanan Pangan --- 88

6.2 Sinkronisasi Penggunaan Dana Desa (APBN) dan Alokasi Dana Desa (APBD) ---90

BAB VII PENUTUP --- 95

7.1 KESIMPULAN --- 95

7.2 REKOMENDASI ---98 DAFTAR PUSTAKA --- A DAFTAR ISTILAH --- E

(14)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR I-1 PERTUMBUHAN PDRB KEPULAUAN RIAU DAN INDONESIA (YOY) --- 1

GAMBAR I-2 TREN HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL --- 3

GAMBAR I-3 PERKEMBANGAN PDRB PER KAPITA KEPULAUAN RIAU (JUTAAN RUPIAH) --- 5

GAMBAR I-4 PERKEMBANGAN SUKU BUNGA KREDIT --- 6

GAMBAR I-5 PERKEMBANGAN SUKU BUNGA LUAR NEGERI --- 6

GAMBAR I-6 PERKEMBANGAN INFLASI (YOY) --- 7

GAMBAR I-7 SCATTER PLOT HUBUNGAN INFLASI DAN TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (PHILLIPS CURVE) --- 8

GAMBAR I-8 PERGERAKAN MATA UANG TIGA MITRA DAGANG TERBESAR KEPRI TERHADAP RUPIAH TAHUN 2017 --- 8

GAMBAR I-9 EKSPOR IMPOR KEPRI TAHUN 2017 --- 9

GAMBAR I-10 HEAD COUNT INDEX OF POVERTY (HCI-P0) PROVINSI --- 10

GAMBAR I-11 INDEKS KEDALAMAN KEMISKINAN (P1) --- 10

GAMBAR I-12 INDEKS KEPARAHAN KEMISKINAN (P2) --- 10

GAMBAR I-13 PERKEMBANGAN GINI RATIO --- 11

GAMBAR I-14 PERKEMBANGAN TENAGA KERJA INDUSTRI & INFORMAL (DALAM RIBUAN ORANG)--- 12

GAMBAR I-15 PERKEMBANGAN TINGKAT KRIMINALITAS --- 12

GAMBAR I-16 SCATTER PLOT HUBUNGAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAN TINGKAT PENGANGGURAN (OKUN’S LAW) --- 12

GAMBAR I-17 ARUS KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER --- 13

GAMBAR I-18 KETERKAITAN KONDISI MARKO DAN PERTUMBUHAN EKONOMI --- 13

GAMBAR I-19 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PENGELUARAN PEMERINTAH --- 14

GAMBAR II-1 PERKEMBANGAN PAGU DAN REALISASI APBN KEPRI --- 15

GAMBAR II-2 PERKEMBANGAN CAPAIAN PENDAPATAN DAN BELANJA APBN DI KEPRI --- 16

GAMBAR II-3 PERKEMBANGAN TAX TO GRDP RATIO KEPRI --- 18

GAMBAR II-4 SCATTER PLOT SENSITIVITAS PENERIMAAN PEMERINTAH PUSAT DI KEPRI --- 19

GAMBAR II-5 SIKLUS PEREKONOMIAN DAN FISKAL --- 27

GAMBAR II-6 PENGUJIAN EKONOMETRI BELANJA APBN TERHADAP PDRB KABUPATEN/KOTA LINGKUP KEPRI --- 28

GAMBAR II-7 PENGUJIAN EKONOMETRI BELANJA APBN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA LINGKUP KEPRI --- 29

GAMBAR II-8 PERTUMBUHAN BELANJA 2016-2017 (YOY) --- 30

GAMBAR II-9 ILUSTRASI CASH FLOW KEPRI 2017 --- 30

GAMBAR II-10 SENSITIVITAS KUR --- 39

GAMBAR III-1 PERKEMBANGAN CAPAIAN PENDAPATAN DAN BELANJA APBD DI KEPRI --- 41

GAMBAR III-2 PERKEMBANGAN PENDAPATAN DAERAH KEPRI (DALAM JUTAAN) --- 43

GAMBAR III-3 SCATTER PLOT SENSITIVITAS PENERIMAAN PEMDA --- 44

GAMBAR III-4 PERKEMBANGAN BELANJA PER PEMDA TAHUN 2017 (DALAM JUTAAN RUPIAH) --- 46

(15)

GAMBAR III-6 PERKEMBANGAN PORSI REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA APBD DI KEPRI --- 51

GAMBAR III-7 INDIKATOR PENDAPATAN DAERAH PER KAPITA DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU --- 54

GAMBAR III-8 INDIKATOR KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU --- 54

GAMBAR III-9 INDIKATOR RUANG FISKAL DAERAH DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU--- 55

GAMBAR III-10 INDIKATOR PENINGKATAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU --- 55

GAMBAR III-11 INDIKATOR KEMAMPUAN MENDANAI BELANJA DAERAH DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU --- 56

GAMBAR III-12 INDIKATOR BELANJA MODAL DAERAH DI WILAYAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU --- 56

GAMBAR III-13 INDIKATOR BELANJA PEGAWAI TIDAK LANGSUNG DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU --- 57

GAMBAR III-14 INDIKATOR OPTIMALISASI SILPA DAERAH DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU --- 57

GAMBAR III-15 INDIKATOR KEMAMPUAN PEMBAYARAN POKOK HUTANG DAN BUNGA DAERAH DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU - 58 GAMBAR III-16 SKOR KESEHATAN KEUANGAN DAERAH DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU --- 59

GAMBAR IV-1 PENDAPATAN KONSOLIDASIAN KEPRI --- 62

GAMBAR IV-2 PORSI DAN REALISASI PENDAPATAN KEPRI--- 62

GAMBAR IV-3 SCATTER PLOT SENSITIVITAS PENDAPATAN KONSILIDASIAN DI KEPRI --- 63

GAMBAR IV-4 BELANJA KONSOLIDASIAN KEPRI --- 63

GAMBAR IV-5 CAPAIAN BELANJA KONSOLIDASIAN --- 64

GAMBAR IV-6 KOMPARASI PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN DAN FISKAL DI KEPRI --- 64

GAMBAR V-1 NILAI KONSTRUKSI MENURUT BIDANG DAN PERKEMBANGAN ALOKASI INFRASTRUKTUR (RP. TRILIUN) --- 68

GAMBAR V-2 INDEKS INFRASTRUKTUR FISIK --- 69

GAMBAR V-3 PERBANDINGAN EKSPOR/IMPOR ICT TERHADAP TOTAL EKSPOR/IMPOR INDONESIA --- 71

GAMBAR V-4 KONTRIBUSI WISMAN BERDASARKAN NEGARA DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU DAN BALI TAHUN 2017 --- 73

GAMBAR V-5 PERBANDINGAN PENINGKATAN/PENURUNAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN DAN FISKAL DI KEPRI --- 75

GAMBAR V-6 PERKEMBANGAN KONDISI KEMISKINAN DESA DI KEPRI --- 76

GAMBAR V-7 SEBARAN ALOKASI BELANJA INFRASTRUKTUR DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAUN 2017 --- 78

GAMBAR V-8 SEBARAN ALOKASI BELANJA INFRASTRUKTUR DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAUN 2016 --- 79

GAMBAR V-9 PERGESERAN STRUKTUR DANA TRANSFER DI KEPULAUAN RIAU --- 80

GAMBAR V-10 RASIO DANA TRANSFER TERHADAP PENERIMAAN PEMDA TA 2017 --- 80

GAMBAR VI-1 PORSI APBN DAN APBD --- 81

GAMBAR VI-2 KOMPOSISI APBN DAN APBD --- 82

GAMBAR VI-3 PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS APBD DAN APBN --- 83

GAMBAR VI-4 PORSI APBN DAN APBD --- 84

GAMBAR VI-5 ANGGARAN PENDIDIKAN DAN PERTUMBUHAN PARTISIPASI SEKOLAH --- 85

GAMBAR VI-6 PORSI APBN DAN APBD --- 86

GAMBAR VI-7 ANGGARAN KESEHATAN DAN KELUHAN KESEHATAN --- 87

(16)

GAMBAR VI-9 ANGGARAN KETAHANAN PANGAN DAN TANAMAN PANGAN --- 89

GAMBAR VI-10 PORSI DD DAN ADD --- 90

GAMBAR VI-11 PERBANDINGAN PENGGUNAAN DD DAN ADD (JUTAAN) --- 90

(17)

DAFTAR TABEL

TABEL I-1 PDRB ADHK MENURUT LAPANGAN USAHA PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN DASAR 2010 ... 3

TABEL I-2 PERTUMBUHAN PDRB MENURUT PENGGUNAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN DASAR 2010 ... 5

TABEL I-3 PERKEMBANGAN IPM PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERIODE TAHUN 2010-2016 ... 9

TABEL I-4 INDIKATOR KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU... 11

TABEL II-1 PERKEMBANGAN PAGU DAN REALISASI APBN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU (DALAM MILIARAN RUPIAH) ... 15

TABEL II-2 PERKEMBANGAN PENERIMAAN PERPAJAKAN PEMERINTAH PUSAT DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU (DALAM MILIARAN RUPIAH) ... 17

TABEL II-3 PERKEMBANGAN PNBP PEMERINTAH PUSAT DI KEPRI BERDASARKAN JENIS (DALAM MILIARAN RUPIAH) ... 18

TABEL II-4 PENERIMAAN HIBAH PEMERINTAH PUSAT DI KEPRI BERDASARKAN SUMBER (DALAM MILIARAN RUPIAH) ... 19

TABEL II-5 PERKEMBANGAN BELANJA APBN, 10 BAGIAN ANGGARAN TERBESAR TA 2014-2016 (DALAM MILIAR RUPIAH) ... 20

TABEL II-6 PERKEMBANGAN BELANJA APBN DI KEPRI BERDASARKAN FUNGSI (DALAM MILIARAN RUPIAH) ... 21

TABEL II-7 PERKEMBANGAN BELANJA APBN DI KEPRI BERDASARKAN JENIS BELANJA (DALAM MILIARAN RUPIAH) ... 23

TABEL II-8 INDIKATOR KAPASITAS DAN EFISIENSI BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2016 DAN 2017 (DALAM MILIARAN RUPIAH) ...24

TABEL II-9 RASIO BELANJA PEMERINTAH PUSAT UNTUK PEMBANGUNAN MANUSIA ... 25

TABEL II-10 RASIO BELANJA PEMERINTAH PUSAT PENDUKUNG SEKTOR DAN SUBSEKTOR EKONOMI UNGGULAN ... 26

TABEL II-11 ESTIMASI SURPLUS/DEFISIT CASHFLOW KEPRI (DALAM RUPIAH) ... 31

TABEL II-12 PERKEMBANGAN DANA PERIMBANGAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU (DALAM MILIARAN RUPIAH) ... 31

TABEL II-13 PROFIL BP BATAM (DALAM MILIARAN RUPIAH) ... 33

TABEL II-14 KEMANDIRIAN SATKER BLU DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU (DALAM MILIARAN RUPIAH) ... 34

TABEL II-15 SATUAN KERJA PNBP YANG BERPOTENSI MENJADI BLU (DALAM MILIARAN RUPIAH) ... 34

TABEL II-16 PROFIL PENERUSAN PINJAMAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU ... 35

TABEL II-17 SIMULASI DAMPAK PENGHAPUSAN UTANG TERHADAP KEUANGAN PDAM TIRTA KEPRI ... 36

TABEL II-18 PENYALURAN KUR DI KEPRI BERDASARKAN SKEMA DAN BANK (DALAM MILIARAN RUPIAH) ... 37

TABEL II-19 PENYALURAN KUR DI KEPRI BERDASARKAN SEKTOR ... 38

TABEL II-20 PENYALURAN KUR DI KEPRI BERDASARKAN WILAYAH KABUPATEN/KOTA ... 38

TABEL III-1 PERKEMBANGAN APBD LINGKUP PROVINSI KEPULAUAN RIAU (DALAM MILIARAN RUPIAH) ... 41

TABEL III-2 PERKEMBANGAN PENDAPATAN PEMDA LINGKUP KEPRI (DALAM MILIARAN RUPIAH) ...42

TABEL III-3 INDIKATOR KESEHATAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU ... 43

TABEL III-4 PERKEMBANGAN BELANJA APBD BERDASARKAN JENIS URUSAN (DALAM MILIARAN RUPIAH) ... 44

TABEL III-5 PERKEMBANGAN BELANJA APBD BERDASARKAN FUNGSI (DALAM MILIARAN RUPIAH) ... 45

TABEL III-6 PERKEMBANGAN BELANJA APBD BERDASARKAN JENIS BELANJA (DALAM MILIARAN RUPIAH) ... 46

TABEL III-7 PROFIL SATUAN KERJA BLUD DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU (DALAM MILIARAN RUPIAH) ... 47

(18)

TABEL III-9 INVESTASI DAERAH DI KEPRI (DALAM MILIARAN RUPIAH) ... 49

TABEL III-10 BUMD DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU ... 49

TABEL III-11 RASIO DEFISIT APBD DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU ... 50

TABEL III-12 KESEIMBANGAN PRIMER APBD DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU (DALAM MILIAR RUPIAH) ... 50

TABEL III-13 ANALISIS HORIZONTAL REALISASI APBD KEPRI TA 2017 (DALAM MILIARAN RUPIAH) ... 51

TABEL III-14 ANALISIS VERTIKAL REALISASI PENDAPATAN APBD 2016 DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU ... 52

TABEL III-15 ANALISIS VERTIKAL REALISASI BELANJA APBD 2016 DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU ... 52

TABEL III-16 REKAPITULASI SKOR KESEHATAN KEUANGAN DAERAH DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU ... 58

TABEL IV-1 REALISASI KONSOLIDASIAN LINGKUP PROVINSI KEPULAUAN RIAU TA 2017 (DALAM MILIAR RUPIAH) ... 61

TABEL V-1 HASIL ANALISIS POTENSI EKONOMI PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2009-2015 ... 65

TABEL V-2 KAPASITAS LISTRIK TERPASANG LINGKUP KEPRI BERDASARKAN JENIS DAN PENYEDIA ENERGI ... 67

TABEL V-3 PERKEMBANGAN ALOKASI BELANJA INFRASTRUKTUR PEMERINTAH PUSAT (DALAM MILIARAN RUPIAH) ... 77

TABEL VI-1 AKSES PENDUDUK KE SEKOLAH ... 84

TABEL VI-2 REALISASI PROYEK STRATEGIS DI BIDANG PENDIDIKAN (JUTAAN) ... 84

TABEL VI-3 KELOMPOK KEGIATAN APBD DAN APBN ... 85

TABEL VI-4 KEGIATAN PENAMBAHAN USB ... 85

TABEL VI-5 KONTRIBUSI PENDANAAN DI MASING-MASING PEMDA ... 86

TABEL VI-6 KELOMPOK PENDANAAN APBN DAN APBD (JUTAAN) ... 86

TABEL VI-7 KONTRIBUSI PENDANAAN MASING-MASING PEMDA (JUTAAN) ... 88

TABEL VI-8 KELOMPOK KEGIATAN BIDANG KETAHANAN PANGAN (JUTAAN) ... 89

TABEL VI-9 RINCIAN PENGGUNAAN DD DAN ADD... 91

TABEL VI-10 PENGGUNAAN DD DAN ADD DI BIDANG KESEHATAN ... 92

TABEL VI-11 PENGGUNAAN DD DAN ADD DI BIDANG PENDIDIKAN ... 92

(19)

BAB I

PERKEMBANGAN DAN ANALISIS

EKONOMI REGIONAL

1.1 INDIKATOR MAKROEKONOMI FUNDAMENTAL

1.1.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Pada tahun 2017, Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan (PDRB ADHK) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) mencapai Rp166,20 triliun, Tumbuh melambat menjadi 2,01 persen dibanding 5,03 persen pada tahun 2016. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa terjadi kejenuhan pada

perekonomian kepri, dan ini merupakan titik terendah pada 5 tahun terakhir. Dibandingkan dengan pertumbuhan secara nasional, pertumbuhan di tahun 2017 terpaut jauh (306 basis poin) dibandingkan dengan tahun 2016.

Berkebalikan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia, tren pertumbuhan Kepri yang lebih cenderung terus melambat. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sempat melambat mengalami masa rebound sejalan dengan membaiknya kondisi ekonomi global. Perekonomian nasional yang mampu bangkit kembali di tahun 2016 dan mampu tumbuh serta bertahan di angka 5,07 persen yang hanya terpaut 5 basis poin dibandingkan tahun 2017. Terus melambatnya pertumbuhan ekonomi Kepri mengakibatkan Kepri berada pada peringkat pertumbuhan ekonomi ke-33 dari seluruh provinsi se-Indonesia.

Pencapaian Sasaran Pembangunan RKP dan RPJMD Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2017

Indikator Ekonomi Capaian Target RKP Target RPJMD

Pertumbuhan Ekonomi (%) 2,01 7,00 5,85

Inflasi (%) 4,02 4,00 ± 1 5,0-7,0

Pengangguran (%) 7,16 4,60 6,25

Kemiskinan (%) 6,13 4,30 5,28

Gambar I-1 Pertumbuhan PDRB Kepulauan Riau dan Indonesia (yoy) 6,03% 5,56% 5,02% 4,79% 5,02% Indonesia 5,07% 7,63% 7,21% 6,60% 6,01% 5,03% Kepri 2,01% 1% 2% 3% 4% 5% 6% 7% 8% 2012 2013 2014 2015 2016 2017 “Realisasi pertumbuhan ekonomi Kepri melenceng dari target Pemerintah Pusat (RKP) maupun target Pemerintah Daerah (RPJMD)” “Pertumbuhan ekonomi Kepri masih melambat di saat pertumbuhan nasional sudah memasuki fase rebound” Sumber: BPS (Pusat dan Kepri)

“Dari beberapa sasaran pembangunan RKP dan RPJMD, hanya inflasi berhasil tercapai. Sedangkan pertumbuhan ekonomi, pengangguran dan kemiskinan meleset dari target “

(20)

Dikaitkan dengan kinerja pemerintah, pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Kepri, sama-sama gagal dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi. Dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2017 Pemerintah Pusat menargetkan pertumbuhan sebesar 7 persen dan sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Pemerintah Provinsi Kepri menargetkan pertumbuhan sebesar 5,85 persen.

Dihitung dengan Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB tahun dasar 2010), nilai PDRB Kepri mencapai Rp198,78 triliun. Nilai PDRB ADHB tersebut menyumbang 7,67 persen terhadap PDRB Pulau Sumatera berkurang 10 basis poin dari tahun 2016. Sedangkan PDRB Pulau Sumatera sendiri menyumbang 21,69 persen terhadap perekonomian Indonesia dan terpaut 34 basis poin dari pertumbuhan ekonomi di tahun 2016.

Keterpurukan perekonomian Kepri dimulai semenjak awal tahun 2017. Pada triwulan II 2017, pertumbuhan ekonomi Kepri sempat terkontraksi di angka -2,76 persen (yoy). Kejenuhan pada sektor industri merupakan faktor dominan penyebab melambatnya pertumbuhan ekonomi Kepri. Hal tersebut diperparah dengan turunnya minat investasi di Kepri yang diindikasikan dengan penurunan pertumbuhan PMTB di triwulan II. Namun demikian, pada triwulan III tahun 2017 pertumbuhan ekonomi Kepri mampu tumbuh positif. Iklim investasi dan lonjakan pengeluaran pemerintah pada akhir tahun adalah trigger mulai tumbuhnya kembali perekonomian Kepri di akhir tahun. Iklim investasi yang membaik membuat arus modal masuk kembali ke Kepri sejalan dengan membaiknya harga minyak dunia. Adanya one belt one road dan sea toll merupakan salah satu daya tawar yang tidak dapat dialihkan dari para pemodal untuk berinvestasi. Disamping itu, celah untuk meningkatkan kemampuan ekspor Kepri semakin terbuka lebar dengan membaiknya kondisi negara tujuan ekspor seperti AS, Tiongkok, dan terutama Singapura sebagai tujuan utama ekspor Kepri.

1.1.1.1 PDRB Sisi Penawaran

Dari sisi penawaran, pada tahun 2017 pertumbuhan sektor-sektor utama penggerak ekonomi Kepri tumbuh melambat dibandingkan tahun sebelumnya. Sesuai dengan penjelasan sebelumnya bahwa perekonomian Kepri di awal tahun 2017 sempat melambat yang didorong oleh lesunya sektor-sektor dominan yaitu, Industri Pengolahan, Konstruksi, dan Pertambangan. Sementara itu, sektor yang mampu tumbuh baik di tahun 2017 adalah sektor pengadaan air, jasa kesehatan, jasa pendidikan, serta penyediaan akomodasi dan makan minum. Meskipun keempat sektor tersebut mampu tumbuh di atas 10 persen, namun kontribusi yang kecil dalam PDRB Kepri tidak mampu sumbangan kenaikan PDRB yang tinggi. Meskipun kontribusi terhadap ekonomi harus mampu didiferensiasi ke sektor lain yang potensial, tidak dapat

“Perlambatan pertumbuhan ekonomi Kepri didorong oleh ketergantungan terhadap ekonomi global dan penurunan iklim investasi” “Sektor Industri Pengolahan yang memiliki porsi terbesar dalam perekonomian Kepri mencetak pertumbuhan terlambat di tahun 2016”

(21)

dipungkiri bahwa hampir keseluruhan minat dan sumber daya terserap ke sektor dominan tersebut.

Kontributor tertinggi terhadap perekonomian Kepri dipegang oleh sektor industri pengolahan dengan kontribusi terhadap PDRB Kepri sebesar 43,91 persen. Tak mengherankan bahwa naik/turunnya pertumbuhan industri pengolahan Kepri akan berdampak cukup signifikan terhadap ekonomi Kepri. Pada triwulan I dan II tahun 2017, sektor industri pengolahan Kepri mengalami kontraksi dengan puncakanya yang sempat tumbuh sebesar -0,44 persen

(yoy). Harga

komoditas yang terus menurun semenjak awal tahun 2017 sampai dengan akhir pertengahan tahun 2017 diduga sebagai salah satu penyebab lesunya pertumbuhan industri pengolahan di Batam.

Porsi terbesar kedua dalam PDRB ADHK Kepri adalah sektor Konstruksi dan disusul oleh sektor pertambangan dan penggalian yang masing-masing memiliki kontribusi terhadap PDRB sebesar 20,42 persen dan 18,08 persen. Di saat sektor industri pengolahan serta pertambangan dan penggalian terkontraksi, sektor konstruksi masih mampu tumbuh positif pada triwulan I 2017 sebesar 8,93 persen (yoy), dan pada akhirnya terkontraksi pada triwulan II 2017 sebesar -0,06 persen (yoy) sebelum kembali naik pada triwulan III 2017 pada angka 5 persen (yoy). Kinerja sektor konstruksi yang mampu tumbuh cukup baik mampu menahan pertumbuhan ekonomi Kepri pada -2,67 persen (yoy) di triwulan II.

Tabel I-1 PDRB ADHK Menurut Lapangan Usaha Provinsi Kepulauan Riau Tahun Dasar 2010 PDRB ADHK Menurut Lapangan Usaha Provinsi Kepulauan Riau Tahun Dasar 2010

Lapangan Usaha 2014 Porsi dalam Struktur Ekonomi (%) 2015 2016 2017 2014 Pertumbuhan (C to C,%) 2015 2016 2017

1. Pertanian 4,31% 4,33% 4,34% 4,15% 7,56% 5,78% 5,08% -1,31% 2. Pertambangan dan Penggalian 18,64% 19,33% 19,55% 18,08% 5,24% 9,22% 5,96% -4,51% 3. Industri Pengolahan 45,13% 45,24% 44,63% 43,91% 5,95% 5,61% 3,36% 1,56% 4. Pengadaan Listrik, Gas 1,06% 1,06% 1,11% 1,14% 9,68% 5,60% 8,75% 6,47% 5. Pengadaan Air 0,15% 0,15% 0,15% 0,16% 2,03% 2,85% 5,26% 10,09% 6. Konstruksi 20,79% 20,43% 20,37% 20,42% 9,04% 3,53% 4,47% 3,45% 7. Perdagangan 8,65% 8,93% 9,33% 9,61% 8,51% 8,66% 9,54% 6,27% 8. Transportasi dan Pergudangan 3,16% 3,16% 3,23% 3,29% 5,97% 5,62% 6,92% 5,23% 9. Penyedia Akomodasi 2,28% 2,28% 2,29% 2,49% 6,64% 5,63% 5,20% 11,93% 10. Informasi dan Komunikasi 2,46% 2,46% 2,52% 2,63% 7,04% 5,00% 7,40% 7,69% Sumber: blommberg.com

(22)

11. Jasa Keuangan 3,18% 3,11% 3,14% 3,15% 5,79% 3,00% 5,79% 3,49%

12. Real Estate 1,80% 1,78% 1,77% 1,78% 6,39% 4,24% 4,40% 3,82%

13. Jasa Perusahaan 0,01% 0,01% 0,01% 0,01% 2,02% 2,77% 6,18% 7,25%

14. Adm.Pemerintahan, dan Jaminan Sosial

2,52% 2,57% 2,63% 2,66% 4,01% 7,50% 6,88% 4,67%

15. Jasa Pendidikan 1,53% 1,54% 1,60% 1,71% 4,27% 6,15% 8,85% 10,30%

16. Jasa Kesehatan

dan Kegiatan Sosial 1,05% 1,07% 1,07% 1,14% 4,84% 7,15% 4,45% 10,29%

17. Jasa Lainnya 0,50% 0,50% 0,52% 0,53% 4,16% 6,55% 8,08% 6,43%

Agregat 100% 100% 100% 100 6,60% 6,01% 5,03% 2,01%

Sumber: BPS Kepri (diolah)

Indikasi lesunya sektor Industri Pengolahan di tahun 2017 juga didukung oleh data penyerapan tenaga kerja sektor Industri Pengolahan Lingkup Kepri dari BPS. Dalam waktu satu tahun, tenaga kerja sektor industri pada awal tahun cukup rendah yaitu sebesar 155.686 pegawai yang merupakan dampak penurunan pada akhir tahun tahun 2016 sebesar 17,61 persen. Sementara itu, pertumbuhan yang semakin membaik pada industri pengolahan diindikasikan dengan peningkatan penyerapan tenaga kerja yang terjadi pada akhir tahun 2017. Terdapat peningkatan jumlah tenaga kerja pada sektor industri pengolahan sebesar 23,05 persen atau sebesar 35.886 pegawai. Usaha-usaha stakeholders dalam mengembalikan gairah investasi di Kepri dan melakukan diversifikasi perekonomian diharapkan dapat mendorong kembali perekonomian Kepri di tahun 2017 baik dari sektor Industri Pengolahan, maupun sektor-sektor potensial seperti pariwisata dan perikanan.

1.1.1.2 PDRB Sisi Permintaan

Dilihat dari sisi permintaan, kegiatan ekspor dan impor di Kepri tahun 2017 lebih baik dari pada tahun 2016. Ekspor Kepri (luar negeri) pada tahun 2017 tumbuh 1,56 persen (c to c) lebih besar dari 2016 yang terpaut 153 basis poin. Dan impor Kepri di tahun 2017 mampu tumbuh positif (7,59 persen) setelah terkontraksi di tahun 2016 (-2,76 persen). Porsi ekspor Kepri yang sangat tinggi di tahun 2017 sejalan dengan membaiknya kondisi negara-negara tujuan ekspor Kepri terutama Singapura.

Pertumbuhan perubahan inventori yang cenderung terkontraksi semenjak tahun 2016 dan semakin turun di tahun 2017 mencapai -41,25 persen (c to c) menunjukkan geliat industri untuk meningkatkan produksinya cenderung menurun dibandingkan tahun 2016 (-38,95 persen). Namun demikian, distribusi perubahan inventori yang rendah akan sejalan dengan dampak perubahannya terhadap PDRB Kepri.

Dengan demikian, kondisi perekonomian Kepri akan sangat dipengaruhi oleh kegiatan ekspor dan impor luar negeri. Kondisi perekonomian di luar kurang baik, terutama dalam pertukaran barang-barang intermediary akan menciptakan efek domino terhadap sektor lainnya. Keunikan karakteristik Kepri yang lebih cenderung terpengaruh oleh kondisi global tersebut antara lain disebabkan oleh lokasi Kepri pada pintu gerbang perdagangan internasional, pemberlakuan Free Trade Zone Batam, Bintan, Karimun

“Sejalan dengan rendahnya pertumbuhan output sektor Industri Pengolahan, tenaga kerja di sektor tersebut mengalami penurunan yang signifikan” “Keunikan kondisi ekonomi Kepri terlihat dari komponen ekspor dan impor yang nilainya hampir menyetarai PDRB Kepri sendiri”

(23)

(BBK), serta kedekatan dengan salah satu financial centre terbesar di dunia (Singapura).

Tabel I-2 Pertumbuhan PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Kepulauan Riau Tahun Dasar 2010 Pertumbuhan PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Kepulauan Riau Tahun Dasar 2010

Sumber Penggunaan/Pengeluaran Pertumbuhan 2017 (C to C) Pertumbuhan Sumber Distribusi 2017

1. Konsumsi Rumah Tangga 6,45% 2,48 37,45%

2. Konsumsi LNPRT 5,09% 0,02 0,21%

3. Konsumsi Pemerintah 2,15% 0,28 5,45%

4. Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 3,13% 0,73 38,13%

5. Perubahan Inventori -41,25% 0,34 0,26%

6. Ekspor Barang dan Jasa Luar Negeri 1,56% 5,45 81,30%

7. Impor Barang dan Jasa Luar Negeri 7,59% 8,36 64,78%

8. Net Ekspor Antar Daerah 1,72% 1,63 1,98%

PDRB 2,01% 2,57 100%

Sumber: BPS Kepri (diolah)

Dilihat dari sumber pertumbuhannya, kontributor utama pertumbuhan ekonomi Kepri tahun 2017 adalah impor barang dan jasa luar negeri (836 basis poin), ekspor barang dan jasa luar negeri (545 basis poin), dan konsumsi rumah tangga (248 basis poin). Dilihat dari distribusi (dengan menggabungkan ekspor dan impor menjadi net ekspor), perekonomian Kepri didominasi oleh investasi (pembentukan modal tetap bruto) dan konsumsi (rumah tangga) dengan porsi masing-masing 38,13 persen dan 37,45 persen.

Perekonomian tahun 2018 diharapkan dapat memasuki fase rebound dengan dorongan dari sisi konsumsi dan investasi. Dari sisi konsumsi, optimisme konsumen masih terlihat baik dari perkiraan Indeks Tendensi Konsumen (ITK) triwulan I 2018 oleh BPS. ITK triwulan I 2018 diperkirakan berada pada angka 104,59 yang lebih rendah dari triwulan sebelumnya (106,66). Optimisme konsumen terbentuk dari perkiraan pendapatan dan rencana pembelian barang-barang yang didominasi dari hasil industri. Sementara itu, dengan tren harga minyak yang semakin baik didukung dengan kondisi optimisme konsumen akan hasil industri yang cukup baik pada perkiraan awal tahun 2018 diharapkan mampu memberikan lampu hijau bagi para investor untuk melakukan penanaman modal di Kepri. Disamping itu, apabila pemerintah dapat mempercepat perombakan BP Batam dan pembentukan KEK Batam, maka gairah investasi di Kepri dapat kembali membaik.

1.1.1.3. PDRB Per Kapita

PDRB per kapita atau rata-rata pendapatan penduduk di Kepri pada tahun 2017 meningkat 3,19 persen menjadi 113,28,77 juta rupiah. Dengan nilai lebih dari 2 kali lipat PDRB per kapita nasional, kemakmuran penduduk Kepri dari segi ekonomi dapat dikatakan jauh di atas rata-rata nasional.

Hal tersebut menunjukkan bahwa lokasi Kepri yang strategis, didukung dengan pemberian

“Berbeda dengan kondisi ekonomi nasional yang didominasi oleh konsumsi rumah tangga, ekonomi Kepri lebih banyak disumbang dari investasi”

“Pendapatan masyarakat Kepri lebih besar 2 kali lipat dibandingkan rata-rata nasional” Gambar I-3 Perkembangan PDRB Per

Kapita Kepulauan Riau (Jutaan Rupiah)

*Data Kepri diestimasi dengan data penduduk yang ada Sumber: BPS (Pusat & Kepri)

(24)

insentif fiskal melalui penetapan Free Trade Zone Batam, Bintan, Karimun (BBK) telah memberikan kelebihan sendiri bagi perkembangan perekonomian Kepri.

1.1.2 Suku Bunga

Bank Indonesia melakukan

penguatan kerangka operasi moneter dengan memperkenalkan suku bunga acuan atau suku bunga kebijakan baru yaitu BI 7-Day Repo Rate (BI 7DRR), yang efektif sejak 19 Agustus 2016. Sepanjang tahun 2017. Bank Indonesia (BI) dengan kebijakan moneternya berusaha untuk mendorong kembali perekonomian yang sedang lesu. Kebijakan ekspansif tersebut tercermin dalam BI 7DRR yang dipangkas hingga 25 basis poin dari 4,75 persen menjadi 4,50 persen per Agustus 2017. Sampai dengan akhir tahun 2017, BI kembali melonggarkan kebijakan moneter dengan memangkas 25 basis poin BI 7RRR dari 4,50 persen menjadi 4,25 persen.

Sejalan dengan kebijakan tersebut, pihak perbankan juga sudah mulai menurunkan suku bunga dengan rata-rata penurunan sebesar 76 basis poin sepanjang tahun 2017 untuk kredit modal kerja, investasi, dan konsumsi (Bank Umum). Pemangkasan yang dilakukan pada Bank Umum lebih tinggi 26 basis poin dibandingkan pada pemangkasan BI. Respon Bank Umum yang cukup baik terhadap kebijakan ekspansif dalam peningkatan penyaluran kredit dengan mendorong peredaran uang diharapkan mampu memperbaiki kondisi perekonomian dan investasi di tengah kelesuan ekonomi pada tengah tahun 2017.

Dibandingkan dengan beberapa negara lainnya, suku bunga bank sentral di Indonesia masih cenderung lebih tinggi. Hal ini ditujukan untuk mendorong investor asing mendorong modalnya masuk ke Indonesia. Dan arus modal masuk ini pada gilirannya akan mendorong apresiasi nilai tukar rupiah. Namun demikian, BI akan terus memantau perkembangan apresiasi nilai tukar rupiah untuk menjaga pertumbuhan net ekspor. Karena dampak apresiasi rupiah yang terlalu tinggi berkemungkinan

“Pemangkasan suku bunga acuan dan implementasi BI 7RRR diharapkan dapat membantu memberikan stimulus bagi kondisi perekonomian”

Gambar I-4 Perkembangan Suku Bunga Kredit

Sumber: Bank Indonesia

Gambar I-5 Perkembangan Suku Bunga Luar Negeri 0% 1% 2% 3% 4% 5%

Des-16 Mar-17 Jun-17 Sep-17 Des-17

Indonesia AS

Jepang Inggris

*) Suku Bunga Bank Central L:uar Negeri Sumber: Bank Indonesia

(25)

mendorong aktifitas impor yang berlebih sehingga akan berdampak pada penurunan pertumbuhan ekonomi nasional.

1.1.3 Inflasi

Inflasi tahun 2017 di Provinsi Kepulauan Riau tercatat sebesar 4,02 persen (yoy). Angka tersebut lebih tinggi 41 basis poin dari nasional (3,61 persen), namun masih sesuai dengan target inflasi pemerintah, yakni 4±1%. Inflasi Provinsi Kepulauan Riau tahun 2017 masih lebih tinggi dibandingkan tahun 2016, namun masih lebih rendah dibandingkan inflasi tahun 2015. Dengan demikian pencapaian inflasi di Kepri juga jauh lebih baik dibandingkan inflasi tahun 2015 yang tercatat 4,40% persen.

Dilihat dari kelompok pengeluarannya, inflasi terbesar di Kepri terjadi pada kelompok bahan makanan serta kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar, serta pendidikan rekreasi dan olahraga yang masing-masing tercatat sebesar 6,95 persen dan 5,63 persen. Pada kelompok pertama inflasi yang tinggi berasal dari komoditas tarif listrik. Kenaikan tarif listrik sesuai dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI No. 28 Tahun 2016 tentang tarif listrik yang disediakan oleh PT PLN untuk pelanggan di luar Batam, dan Peraturan Gubernur Kepulauan Riau No. 21 tahun 2017 tentang Tarif Tenaga Listrik yang disediakan oleh PT. PLN Batam. Pada kelompok kedua, inflasi yang tinggi didorong oleh tahun ajaran baru sekolah yang terjadi pada bulan Juli dan September. Hal ini diindikasikan dengan tingginya inflasi tahun 2017 yang mencapai 5,98 persen di kota Batam.

Sementara itu, penyumbang inflasi tertinggi di Provinsi Kepulauan Riau adalah kelompok bahan makanan. Kontribusi kelompok bahan makanan di Kota Batam sebesar 45 persen dan di Kota Tanjungpinang sebesar 66 persen. Potensi inflasi dari bahan makanan Kepri cukup sensitif dipengaruhi kondisi cuaca dan gelombang laut yang dapat menghambat jalur distribusi. Kemampuan Kepri untuk memproduksi barang komoditas seperti bawang merah dan kacang panjang akan sangat mempengaruhi inflasi bahan makanan di Kepri. Rendahnya inflasi tahunan bahan makanan Kepri pada angka 2,61 persen menunjukkan bahwa kinerja TPID Kepri yang baik dalam menekan inflasi Kepri khususnya pada kelompok bahan makanan sebagai kontributor terbesar dalam inflasi Kepri.

“Inflasi di Kepri tercatat lebih tinggi dibandingkan nasional namun masih dalam batas target inflasi 4 ± 1%”

Gambar I-6 Perkembangan Inflasi (YoY)

Sumber: BPS (Pusat & Kepri)

“Inflasi komponen perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar didorong oleh kenaikan tarif listrik”

(26)

Dikaitkan dengan teori ekonom, A.W. Phillips, yang menjelaskan mengenai hubungan terbalik antara tingkat pengangguran dan inflasi dalam Phillips

Curve, data perbandingan hubungan kedua

indikator tersebut di Kepri memiliki tren yang cukup linear sebagaimana tercermin pada kurva di samping. Sehingga, dapat

disimpulkan bahwa penurunan inflasi di Kepri terindikasi menghasilkan trade-off dengan peningkatan tingkat pengangguran. Adapun koefisien -0,4367 mengindikasikan bahwa setiap peningkatan inflasi sebesar 1%, TPT akan menurun 0,4367% dan sebaliknya.

1.1.4 Nilai Tukar

Singapura, China, dan Malaysia merupakan mitra dagang terbesar Provinsi Kepulauan Riau dengan gabungan porsi ketiganya mencapai 63,03 persen dari total nilai perdagangan di Kepri. Nilai tukar rupiah terhadap ketiga mata uang dari negara tersebut cenderung melemah

pada tahun 2017, sebagaimana tercermin dari garis tren linear masing-masing mata uang yang menanjak pada grafik pergerakan mata uang.

Sepanjang tahun 2017 nilai tukar Rupiah Indonesia (IDR) terhadap Dollar Singapura (SGD), Ringgit Malaysia (MYR), dan Yuan China (CNY) terdepresiasi masing-masing 8,76 persen, 11,11 persen dan 6,86 persen. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing tersebut di atas tidak terlepas dari adanya gejolak perekonomian global terutama mendekati akhir tahun 2017.

Adanya isu ketidakpastian gubernur The Fed dengan pengunduran diri gubernur

The Fed Janet Yellen di akhir 2017 dan adanya rencana kebijakan kenaikan bunga di

AS memicu ketidakstabilan global. Hal tersebut mendorong para investor asing untuk melakukan sell off saham di bursa saham global. Melemahnya nilai tukar rupiah tersebut telah ditekan dengan mengurangi ketergantungan pada mata uang USD melalui kebijakan penggunaan mata uang lokal dalam transaksi dagang antar negara yang saat ini telah dilakukan atas kerja sama BI dengan bank sentral Malaysia dan Thailand.

Pelemahan mata uang akan menstimulus ekspor dan menurunkan impor sehingga mengurangi defisit perdagangan (meningkatkan surplus), menguatnya mata

Gambar I-8 Pergerakan Mata Uang Tiga Mitra Dagang Terbesar Kepri terhadap Rupiah Tahun 2017

Sumber: Bank Indonesia (diolah)

Rp1.500 Rp2.000 Rp2.500 Rp3.000 Rp3.500 Rp9.000 Rp9.500 Rp10.000 Rp10.500 Rp11.000 SGD (LHS) MYR (RHS) CNY (RHS) Linear (SGD (LHS)) Linear (MYR (RHS)) Linear (CNY (RHS))

Gambar I-7 Scatter Plot Hubungan Inflasi dan Tingkat Pengangguran Terbuka (Phillips Curve)

Sumber: BPS Kepri (diolah)

y = -0,4367x + 0,0799 0,00% 2,00% 4,00% 6,00% 8,00% 10,00% 5,00% 6,00% 7,00% 8,00% Pe ng an gg ur an Inflasi “Phillips Curve

dengan data Kepri mengindikasikan terjadinya trade-off inflasi dengan pengangguran” “Singapura, China, dan Malaysia merupakan mitra dagang terbesar Kepri dengan porsi mencapai 68,03 persen” “IDR melemah terhadap SGD, CNY, dan MYR sepanjang 2017”

(27)

uang akan menekan ekspor dan merangsang impor yang kemudian diikuti nilai mata uang akan bergerak kembali sebagai penyesuaian. Hal tersebut merupakan gambaran umum korelasi antara perdagangan antar negara dan nilai tukar.

Data ekspor impor Kepri tahun 2017 menunjukkan bahwa perdagangan dengan Singapura menghasilkan surplus sebesar 3.339,28 juta USD, sedangkan perdagangan dengan Malaysia dan China menimbulkan defisit, masing-masing sebesar 115,59 dan 455,11 juta USD. Dikaitkan dengan korelasi

antara perdagangan lintas negara dan nilai tukar, melemahnya rupiah terhadap SGD akan meningkatkan net ekspor sedangkan melemahnya rupiah terhadap MYR dan CNY berpotensi memperkecil defisit perdagangan pada periode berikutnya.

1.2 INDIKATOR PEMBANGUNAN

1.2.1 Indeks Pembangunan Manusia

Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terakhir (tahun 2016) menunjukkan bahwa , terdapat 3 Kabupaten/Kota yang memiliki IPM di bawah Nasional yakni Kabupaten Karimun, Kabupaten Lingga, dan Kabupaten Kepulauan Anambas. Dari ketiga Kabupaten tersebut, Lingga memiliki IPM terendah (62,44) sedangkan Karimun (69,84) hanya terpaut 34 basis poin dibandingkan dengan nasional (70,18).

Kabupaten Lingga walaupun memiliki IPM terendah tetapi menunjukkan pertumbuhan IPM tertinggi (5,15 persen) selama periode tahun 2012 sampai 2016. Dari pertumbuhan yang tinggi tersebut, IPM Lingga yang masih 832 basis poin di bawah IPM Nasional pada tahun 2012, Berhasil mengurangi selisihnya dengan IPM Nasional hingga 58 basis poin pada tahun 2016 menjadi 774 basis poin.

Kepri dengan IPM sebesar 73,99 masih tetap bertahan sebagai Provinsi dengan IPM ke-empat tertinggi di Indonesia, dua peringkat di atas Riau, induk daerah sebelum

Gambar I-9 Ekspor Impor Kepri Tahun 2017

Sumber: BPS Kepri (diolah)

6.316,92 611,37 758,37 2.977,64 726,96 1.213,48 - 2.000 4.000 6.000 Singapura Malaysia

China Dalam Jutaan USD

Impor Ekspor

Tabel I-3 Perkembangan IPM Provinsi Kepulauan Riau Periode Tahun 2010-2016 Perkembangan IPM Provinsi Kepulauan Riau Periode Tahun 2010-2016

Wilayah 2012 Indeks Pembangunan Manusia 2013 2014 2015 2016 2015-2016 Pertumbuhan 2012-2016

Kabupaten Bintan 71,01 71,31 71,65 71,92 72,38 0,64% 1,93%

Kabupaten Karimun 67,67 68,52 68,72 69,21 69,84 0,91% 3,21%

Kabupaten Natuna 68,80 70,06 70,06 70,87 71,23 0,51% 3,53%

Kabupaten Lingga 59,38 60,13 60,75 61,28 62,44 1,89% 5,15%

Kabupaten Kepulauan Anambas 64,32 64,86 65,12 65,86 66,30 0,67% 3,08%

Kota Batam 78,39 78,65 79,13 79,34 79,79 0,57% 1,79%

Kota Tanjungpinang 75,91 76,70 77,29 77,57 77,77 0,26% 2,45%

Provinsi Kepulauan Riau 72,36 73,02 73,40 73,75 73,99 0,33% 2,25%

Indonesia 67,70 68,31 68,90 69,55 70,18 0,91% 3,66% Sumber: BPS Kepri “Ekspor Kepri yang terlalu dominan terhadap Singapura mengindikasikan adanya ketergantungan Kepri terhadap perdagangan dengan Singapura” “IPM Kepri menduduki peringkat 4 Nasional”

(28)

pemekaran, dengan IPM 71,20. Hal tersebut mengindikasikan keberhasilan percepatan pembangunan di Kepri, khususnya dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.

1.2.2 Kemiskinan

Persentase penduduk miskin atau head count index of poverty (HCI-P0) di Kepri per September 2017 sebesar 6,13 persen, mengalami kenaikan 7 basis poin dibandingkan Maret 2017. Kenaikan tersebut masih menguatkan tren HCI-P0 di Kepri yang telah menurun

11 basis poin sejak Maret 2015. Di tingkat nasional, pada tahun 2017 HCI-P0 mendapat ranking 8 dari 34 provinsi. Bahkan, persentase di Kepri lebih rendah 399 basis poin dibandingkan angka Nasional (10,12 persen).

Namun demikian, pencapaian tersebut masih terpaut 85 basis poin dari target pada RPJMD (5,28%). Hal tersebut menunjukkan bahwa pemerintah harus berkerja lebih keras untuk dapat mencapai target tahun 2018 (5,03 persen).

Berdasarkan pembagian wilayahnya, Perdesaan di Kepri terus mengalami peningkatan persentase penduduk miskin dari tahun ke tahun di saat persentase penduduk miskin di Perkotaan yang sempat menurun kembali naik di tahun 2017. Meningkatnya kemiskinan di perdesaan tersebut menunjukkan bahwa peningkatan Dana Desa hingga 28% di tahun 2017 masih harus dioptimalkan kembali penggunaanya untuk pemberdayaan perekonomian masyarakat.

Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau

Dilihat dari komponen penyumbang kemiskinan di Perdesaan, komoditi makanan masih menjadi kontributor utama dengan porsi 76,26 persen terhadap garis kemiskinan, dengan beras dan rokok menjadi penyumbang terbesar masing-masing 22,87 persen dan 11,50 persen. Rokok menjadi hal yang perlu mendapat perhatian khusus karena hanya sebagai kebutuhan sekunder tetapi berperan besar menyebabkan kemiskinan. Untuk mencegah permasalahan lebih lanjut, baik dari segi ekonomi

Gambar I-10 Head Count Index of Poverty (HCI-P0) Provinsi

Sumber: BPS (Pusat & Kepri)

4% 7% 10% 13% M ar -1 2 Se p-12 M ar -1 3 Se p-13 M ar -1 4 Se p-14 M ar -1 5 Se p-15 M ar -1 6 Se p-16 M ar -1 7 Se p-17 Perkotaan Perdesaan Kep.Riau Nasional “HCI-P0 Kepri relatif baik namun meleset dari target RPJMD” “Rokok menjadi kontributor utama garis kemiskinan di perdesaan”

Gambar I-11 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)

0,4 1,0 1,6 2,2 M ar -1 2 Se p-12 M ar -1 3 Se p-13 M ar -1 4 Se p-14 M ar -1 5 Se p-15 M ar -1 6 Se p-16 M ar -1 7 Se p-17 Perkotaan Perdesaan

Gambar I-12 Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

0,0 0,2 0,4 0,6 M ar -1 2 Se p-12 M ar -1 3 Se p-13 M ar -1 4 Se p-14 M ar -1 5 Se p-15 M ar -1 6 Se p-16 M ar -1 7 Se p-17 Kep.Riau Nasional

(29)

maupun kesehatan masyarakat, unit-unit pemerintah terkait harus lebih menggiatkan sosialisasi anti rokok di perdesaan.

Dilihat dari Indeks P1 dan P2, kondisi kemiskinan di Kepri juga lebih baik dibandingkan nasional. Per September 2017, P1 Kepri sebesar 1,183 saat P1 nasional sebesar 1,790, sedangkan P2 Kepri sebesar 0,313 saat P2 nasional sebesar 0,460.

Selisih antara P1 Kepri dan P1 Nasional menunjukkan bahwa jarak antara pengeluaran penduduk miskin dan garis kemiskinan di Kepri relatif lebih dekat, sedangkan selisih P2 menunjukkan bahwa ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin di Kepri relatif lebih tipis. Dengan kondisi tersebut strategi penanggulangan kemiskinan di Kepri dapat difokuskan pada pemerataan kue ekonomi untuk daerah miskin karena penduduk miskinnya sendiri sudah hampir keluar dari jurang kemiskinan.

1.2.3 Ketimpangan

Koefisien gini (gini ratio) di Kepulauan Riau meningkat 7,35 persen per September 2017. Pada periode yang sama, koefisien gini nasional berhasil diturunkan -1,98 persen. Namun demikian, gini ratio Kepri (0,359) masih di kategori sedang, sedangkan gini ratio Nasional (0,391)

sudah mendekati kategori tinggi, sehingga menunjukkan bahwa kesenjangan pendapatan di Kepri masih lebih baik. Dikaitkan dengan RPJMD, gini ratio Kepri sudah melewati target baik tahun 2017 (0,39), maupun akhir periode RPJMD (0,36). Untuk itu, kedepannya pemerintah perlu menjaga agar pertumbuhan ekonomi Kepri tetap merata sehingga gini ratio tetap terjaga.

1.2.4 Kondisi Ketenagakerjaan

Perkembangan penyerapan tenaga kerja (TK) di Kepri menunjukkan tren yang memburuk dimana Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), meningkat 190 basis poin dari Februari 2014 menjadi 7,16 persen pada Agustus 2017, walaupun terdapat sedikit perbaikan jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yaitu meningkat 53 basis poin. Perkembangan tersebut juga menyebabkan TPT Kepri selalu lebih buruk dibandingkan TPT Nasional sejak Agustus 2014.

Tabel I-4 Indikator Ketenagakerjaan Provinsi Kepulauan Riau Indikator Ketenagakerjaan Provinsi Kepulauan Riau

Indikator 02/2014 08/2014 02/2015 08/2015 02/2016 08/2016 02/2017 08/2017 Angkatan Kerja Kepri (jiwa) 892.035 878.415 895.443 891.988 912.904 931.435 1.053.415 966.091 TPAK Kepri (%) 67,83% 65,95% 66,16% 65,07% 65,58% 65,93% 73,47% 66,41% TPT Kepri (%) 5,26% 6,69% 9,05% 6,20% 9,03% 7,69% 6,44% 7,16% TPT Nasional (%) 5,70% 5,94% 5,81% 6,18% 5,50% 5,61% 5,33% 5,50%

Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau

Gambar I-13 Perkembangan Gini Ratio

Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau

0,2 0,3 0,4 0,5 Perkotaan Perdesaan Kep.Riau Nasional “Kedalaman kemiskinan dan keparahan kemiskinan di Kepri relatif rendah”

“Gini ratio Kepri sudah melewati target RPJMD” “TPT dalam tren meningkat setelah turun 6,44 persen di awal 2017”

(30)

Adanya perbaikan TPT Agustus 2017 di Kepri dibandingkan periode yang sama tahun lalu disebabkan oleh baiknya kinerja sektor Industri akibat tingkat upah yang mengalami kenaikan 45,51 persen pada tahun 2017. Dampaknya tercermin dari kenaikan TK sektor industri hingga 47 ribu orang atau 33,03 persen dalam satu tahun terakhir. Walaupun di saat yang sama, TK sektor informal, yang diperkirakan juga menjadi penyerap excess tenaga kerja ternyata menurun hingga 5,69 persen.

Masih tetap tingginya TPT dari tahun ke tahun juga berbanding lurus dengan tingginya tingkat kriminalitas di Kepri. Jumlah kriminalitas dari tahun 2014 sampai dengan 2016 hampir tidak ada perubahan berarti. Jumlah pencurian, pembunuhan dan pemerkosaan masih tetap berada dikisaran yang sama setiap tahunnya. Hal ini terjadi akibat dari

ketidakmampuan pengganguran dalam memenuhi kebutuhannya sehingga memaksa terjadinya perbuatan kriminal. Dalam hal ini pemerintah perlu bekerja keras untuk dapat menurunkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) agar tingkat kriminalitas juga dapat ditekan sehingga masyarakat lebih merasa aman.

Capaian TPT tahun 2017 meleset 91 basis poin dari target 6,25 persen pada RPJMD. Hal ini terjadi bersamaan dengan melambatnya pertumbuhan perekonomian Kepri yang hanya 2,01 persen yang sangat jauh meleset dari target RPJMD 5,85 persen.

Arthur Melvin Okun dalam Okun’s Law atau Okun’s Rule of Thumb mempelajari bahwa terdapat hubungan negatif antara pertumbuhan ekonomi dengan tingkat pengangguran. Ketika tingkat pengangguran meningkat, pertumbuhan ekonomi melambat. IMF (2014) dalam “Do Forecasters Believe in Okun’s Law? An Assessment of

Unemployment and Output Forecasts” menyimpulkan hal yang sama dengan

Gambar I-14 Perkembangan Tenaga Kerja Industri & Informal (dalam ribuan orang)

Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau

100 150 200 250 300 350 400

Feb-15 Aug-15 Feb-16 Aug-16 Feb-17 Aug-17 Industri

Informal Expon. (Industri) Expon. (Informal)

Gambar I-16 Scatter Plot Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Pengangguran (Okun’s Law)

Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau (Diolah)

y = -0,4721x - 0,0026 -2% 0% 2% 4% 6% 8% -3% -1% 1% 3% Δ Pe rub ah an Pe rtu m bu ha n Eko no m i Y oY Δ Perubahan TPT “Tenaga kerja sektor industri yang merupakan Kontributor utama ekonomi Kepri menurun dan mulai terserap oleh sektor informal” “Target TPT dalam RPJMD meleset. Pemerintah perlu meningkatkan pertumbuhan untuk mencapai target TPT di tahun-tahun berikutnya”

Gambar I-15 Perkembangan Tingkat Kriminalitas

Sumber: BPS Statistik Kriminal 2017

2147 2123 2077 17 17 8 124 167 132 0 500 1000 1500 2000 2500 2014 2015 2016

(31)

membandingkan data perubahan pertumbuhan ekonomi dengan perubahan tingkat pengangguran. Data di Kepri sendiri menunjukkan hal yang serupa sebagaimana tercermin dari garis linear dan koefisien -0,4721 pada grafik di atas. Koefisien tersebut mengindikasikan bahwa setiap penurunan TPT sebesar 1%, akan terjadi percepatan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,4721 persen. Sebaliknya, ketika TPT meningkat 1 persen, pertumbuhan ekonomi akan melambat 0,4721 persen.

1.3 EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MAKRO EKONOMI DAN PEMBANGUNAN

REGIONAL

Perekonomian Kepri pada tahun 2017 merupakan yang terendah sejak tahun 2012. Melemahnya kondisi ekonomi global serta gejala ketidakstabilan ekonomi sangat berdampak pada perekonomian Kepri yang sangat tergantung pada eksternal. Hal tersebut di atas diindikasikan oleh besarnya porsi kegiatan ekspor-impor Kepri yang cukup tinggi yang masing-masing mencapai porsi 81,30 persen dan 64,78 persen dari PDRB Kepri tahun 2017.

Disamping melemahnya

perekonomian dunia di saat harga komoditas migas yang mencapai titik terendah di akhir semester I 2017, adanya rencana kenaikan bunga pinjaman luar negeri AS telah memicu arus permodalan asing keluar dari Indonesia. Bagi Kepri yang 59 persen

dari perekonomiannya digerakkan oleh sektor industri, hal tersebut secara signifikan akan berdampak pada penurunan ekonomi Kepri. Sebagai wilayah FTZ, memang sudah seharusnya sektor Industri Kepri dominan terhadap perekonomian, namun porsinya yang sangat besar harus mulai dapat dikurangi dengan mulai membangun sektor potensial lainnya.

Gambar I-18 Keterkaitan Kondisi Marko dan Pertumbuhan Ekonomi

Sumber: BPS Provinsi Kepri

4,25% 2,57% 4,02% 0,00% 2,00% 4,00% 6,00%

Des-16 Mar-17 Jun-17 Sep-17 Des-17

Kondisi Makro Kepri

BI 7RRR Pertumbuhan Ekonomi Kepri (yoy) Inflasi Kepri (yoy)

15,00% 51,24% 3,99% -5,00% 0,00% 5,00% -40,00% -20,00% 0,00% 20,00% 40,00% 60,00%

Des-16 Mar-17 Jun-17 Sep-17 Des-17

Pertumbuhan Industri Kepri

Ekspor (yoy) (LHS) Impor (yoy) (LHS)

Industri Pengolahan (RHS) Harga Komoditas Ekonomi Moneter: BI 7DRR Bunga Pinjaman Luar Negeri PDRB Inflasi Fiskal:

Pajak & Belanja Pemerintah

Arus Modal Keluar

Ekonomi Pertumbuhan

Ekspor-Impor Dan geliat industri

Gambar I-17 Arus Kebijakan Fiskal dan Moneter

(32)

Kebijakan BI rate yang dilakukan melalui BI 7DRR merupakan refleksi atas kondisi perekonomian nasional. Dikaitkan dengan kondisi ekonomi di tingkat regional Kepri, menurunnya BI 7DRR yang dikelola oleh BI diduga merupakan feedback atas lesunya perekonomian Kepri. Meskipun penurunan BI 7DRR tidak berdampak langsung pada Kepri, perekonomian Kepri mulai membaik di triwulan III sejalan dengan penurunan BI 7DRR.

Membaiknya kondisi ekonomi sejalan dengan pertumbuhan industri pengolahan Kepri. Namun demikian, terdapat anomali disaat nilai tukar rupiah sedang melemah terhadap negara-negara mitra dagang Kepri, kenaikan impor Kepri cukup tinggi meskipun secara nominal nilai ekspor lebih tinggi dari pada nilai impor Kepri yang menghasilkan surplus perdagangan sebesar US$ 3,44 miliar pada tahun 2017. Anomali kenaikan impor tersebut merupakan arus impor barang baku produksi yang digunakan pada sektor industri pengolahan hal diindikasikan dengan kenaikan impor nonmigas hasil industri pada bulan September dan Desember yang masing-masing sebesar 34,90 persen dan 20,51 persen.

Beberapa penjelasan tersebut di atas menjelaskan bahwa ekonomi Kepri masih sangat rapuh terhadap kondisi global. Hal ini dapat diperbaiki dengan meningkatkan kemandirian Kepri melalui peningkatan produksi bahan baku industri.

Melalui capaian sasaran pembangunan yang telah ditetapkan pada tahun 2017, pemerintah perlu melakukan koreksi atas kebijakannya, khususnya di tingkat pemerintah daerah. Capaian pertumbuhan ekonomi yang berada di bawah target RKP maupun RPJMD mencerminkan bahwa pada tahun 2017 kebijakan pemerintah dalam mendorong perekonomian kurang berdampak terutama dari sisi pemerintah sebagai penyumbang pertumbuhan dari sisi permintaan (10,84 persen).

Dari sisi inflasi, kinerja PPID Kepri sangat baik dengan capaian inflasi yang terjaga pada angka 4 persen yang berada masih berada pada target RKP dan berada di bawah target RPJMD. Namun demikian, pertumbuhan pengangguran dan kemiskinan Kepri tahun 2017 meleset cukup jauh dari target yang ditetapkan hal sejalan dengan memburuknya kondisi ekonomi Kepri di tahun 2017.

2,57% 10,84% 3,01% -10,00% -5,00% 0,00% 5,00% 10,00% 15,00% 2016Q3 2016Q4 2017Q1 2017Q2 2017Q3 2017Q4

Pertumbuhan Ekonomi Kepri (yoy) Porsi Pengeluaran Pemerintah (yoy) Pengeluaran Pemerintah (yoy)

Gambar I-19 Pertumbuhan Ekonomi dan Pengeluaran Pemerintah

Gambar

Gambar I-1 Pertumbuhan PDRB Kepulauan Riau dan  Indonesia (yoy)  6,03% 5,56% 5,02% 4,79% 5,02% Indonesia 5,07%7,63% 7,21%6,60%6,01% 5,03% Kepri 2,01%1%2%3%4%5%6%7%8% 2012 2013 2014 2015 2016 2017 “Realisasi  pertumbuhan  ekonomi  Kepri  melenceng  dari  ta
Tabel I-2 Pertumbuhan PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Kepulauan Riau Tahun Dasar 2010  Pertumbuhan PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Kepulauan Riau Tahun Dasar 2010
Tabel II-1 Perkembangan Pagu dan Realisasi APBN di Provinsi Kepulauan Riau (dalam miliaran Rupiah)  Perkembangan Pagu dan Realisasi APBN di Provinsi Kepulauan Riau (dalam miliaran Rupiah)
Tabel II-2 Perkembangan Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat di Provinsi Kepulauan Riau   (dalam miliaran Rupiah)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan melihat hasil analisis tes rata-rata nilai yang terus meningkat dan angket repon yang diisi oleh peserta didik dalam kategori baik maka dapat disimpulkan bahwa

Aplikasi Media Pembelajaran diujicobakan kepada 32 siswa yaitu kelas E kemudian diberikan latihan soal yang berisi 30 soal pertanyaan guna mendapatkan data yang

Data hubungan makanan pokok dengan lama hari rawat pada Tabel 4 tersebut dapat diketahui responden dengan sisa makanan pokok >20% dengan lama rawat > 9 hari

Upami Anjeun keur nransperkeun musik, video, gambar atawa payil media sejenna ka alat Anjeun, leuwih sae pikeun make aplikasi Media Go™ dina komputer Anjeun.. Media Go™ ngarobah

Sebaliknya, jika digunakan ragam yang selama ini diikuti, yaitu (1) ngoko: ngoko lugu, basa antya, dan antya basa; (2) madya: madya krama, madyantara, dan madya ngoko; serta (3)

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh jumlah populasi penelitian yang berjumlah 34 orang peserta didik.Hasil penelitian faktor yang dominan sampai yang

mempengaruhi kehidupan orang miskin. Dana bergulir, yang merupakan pinjaman modal usaha dari BAZ Kota Bandung, adalah salah satu strategi kebijakan publik dalam