• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN CAMPAK PADA ANAK DI PUSKESMAS SUKAMANTRI KABUPATEN CIAMIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN CAMPAK PADA ANAK DI PUSKESMAS SUKAMANTRI KABUPATEN CIAMIS"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

Pada Program S1 Keperawatan

Oleh :

ADE SUPRIATNA

NIM : 11SP277001

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH

CIAMIS

(2)

ABSTRACT

Background : According to the WHO ( 2014 ), in 2013, there were 145 700 measles deaths from complications of the disease globally, about 400 deaths every day or 16 deaths every hour. This disease remains one of the main causes of death among children globally even though the vaccine is safe, effective, cost-effective and available. Approximately 145 700 people die from complications of measles by the year 2013 the majority of children under the age of 5 years. Measles is caused by the measles virus belonging to the paramyxovirus family and is usually transmitted through direct contact and through the air. The virus infects mucous membranes, and then spread throughout the body.

Objective: To identify factors - factors related to the occurrence of measles at children in District Health Clinics Sukamantri Ciamis regency with involving a sample of 46 childhood ≥ 9 months to 15 years who visited District Health Clinics Sukamantri Ciamis, kids where the measles as case not as much as 23 kids and as measles control as much as 23 child.

Materials and Methods : This study used a case-control study design with a retrospective approach. Data were obtained by collecting secondary data and primary data by direct interviews and statistical analysis to test a number of hypotheses.

Result : Results of bivariate analysis, showed that immunization status (OR=0.074, 95% CI 0.018-0.309 and ρ-value=0.000), nutritional status (OR=18.889, 95% CI 4.093-87.172 and ρ-value=0.000), age factor (OR=0.020, 95% CI 0.003-0.122 and ρ-value=0.000), and contact history (OR=6.750, 95% CI 1.820-25.035 and ρ-value=0.003) had a significant association with the incidence of measles in children in sub-district Puskesmas Sukamantri Ciamis District. Conclusions : Children who have a complete immunization status can reduce the risk of measles at 14.808 times. Children who have poor nutrition status may heighten the risk of measles incidence of 17.338 times. The farther the age of primary immunization period, the higher the risk of measles at 25.322 times. History of contact with measles can heighten the risk of the incidence of measles by 8.846 times.

Keywords : immunization status, nutritional status, age factor, history contacts, events measles

(3)

1 A. Latar Belakang Masalah

Penyakit campak merupakan penyebab kematian pada anak-anak di

seluruh dunia yang terus meningkat sepanjang tahun. Di dunia diperkirakan

setiap tahun terdapat 30 juta orang yang menderita campak. Pada tahun

2002, dilaporkan ada 777.000 kematian karena komplikasi penyakit campak

di seluruh dunia, 202.000 kematian diantaranya berasal dari negara ASEAN,

serta 15% dari kematian karena komplikasi campak tersebut berasal dari

Indonesia. Di Indonesia diperkirakan lebih dari 30.000 anak meninggal setiap

tahun karena komplikasi yang diakibatkan oleh penyakit campak. Ini berarti

setiap 20 menit terjadi 1 kematian anak karena komplikasi penyakit campak

di Indonesia (Fadhilaharif 2007, dalam Mariati 2012).

Pada tahun 2013, ada 145.700 kematian akibat komplikasi penyakit

campak secara global, sekitar 400 kematian setiap hari atau 16 kematian

setiap jam. Penyakit ini tetap menjadi salah satu penyebab utama kematian

di kalangan anak-anak secara global meskipun vaksin yang aman, hemat

biaya dan efektif telah tersedia. Sekitar 145.700 orang meninggal akibat

komplikasi penyakit campak pada tahun 2013 sebagian besar anak-anak di bawah usia 5 tahun. Campak disebabkan oleh virus campak yang tergolong

dalam family paramyxovirus dan biasanya ditularkan melalui kontak langsung

dan melalui udara. Virus menginfeksi selaput lendir, kemudian menyebar ke

(4)

Pada tahun 2013, di Indonesia dilaporkan terdapat 11.521 kasus campak,

lebih rendah dibandingkan tahun 2012 yang sebesar 15.987 kasus. Jumlah kasus meninggal akibat komplikasi campak sebanyak 2 kasus, yang

dilaporkan dari Provinsi Aceh dan Maluku Utara. Incidence rate (IR) campak

pada tahun 2013 sebesar 4,64/100.000 penduduk, menurun dibandingkan

tahun 2012 yang sebesar 6,53/100.000 penduduk (Profil Kesehatan

Indonesia, 2013).

Pada tahun 2013, di Indonesia jumlah KLB campak yang terjadi sebanyak

128 KLB dengan jumlah kasus sebanyak 1.677 kasus. Berdasarkan

konfirmasi laboratorium, 24 kejadian (18,8%) diantaranya merupakan rubella.

Frekuensi KLB campak tertinggi terjadi di Banten sebanyak 36 kejadian

dengan 247 kasus. Namun Provinsi dengan jumlah kasus terbanyak terjadi di

Lampung yaitu sebesar 309 kasus pada 8 KLB. Diikuti Jawa Barat sebanyak

18 KLB dengan 205 kasus dan Sumatera Barat serta Jawa Tengah

masing-masing 9 KLB (Kemenkes RI, 2014).

Tahun 2014, di Indonesia kasus campak yang rutin dilaporkan sebesar

12.222 kasus. Kasus campak rutin tersebut terbanyak dilaporkan dari

Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (1.749 kasus), Daerah Istimewa

Yogyakarta (1.222 kasus), Jawa Timur (1.071 kasus). Dari seluruh kasus

campak rutin tersebut, ada 7 kasus meninggal, yang dilaporkan dari Provinsi Riau (3 kasus), Kepulauan Riau (2 kasus), Sumatera Selatan (1 kasus)

Provinsi Kalimantan Timur (1 kasus). KLB campak dapat terjadi apabila ada 5 atau lebih kasus klinis dalam waktu 4 minggu berturut‐turut yang terjadi mengelompok dibuktikan ada hubungan epidemiologi. Frekuensi KLB

(5)

dengan jumlah kasus sebanyak 2.104 kasus. Frekuensi KLB jumlah kasus

pada KLB campak mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Pada tahun 2014 kasus KLB yang telah dikonfirmasi laboratorium adalah

positif campak dengan jumlah 80 kasus, sedangkan kasus rubella sebanyak

7 kasus (Ditjen P2PL, 2015).

Pada tahun 2012 di Provinsi Jawa Barat berdasarkan resume Profil

Kesehatan Provinsi Jawa Barat jumlah kasus campak ada 1.954 kasus terjadi

pada perempuan dan 2.184 kasus terjadi pada laki-laki, sehingga total

kejadian kasus campak di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012 ada 4.138

kasus, sedangkan di Kabupaten Ciamis jumlah kasus campak ada 37 kasus

terjadi pada perempuan dan 23 kasus pada laki-laki, sehingga total kejadian

kasus campak di Kabupaten Ciamis pada tahun 2012 ada 60 kasus (Dinkes

Jabar, 2012).

Menurut laporan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat (2014) terdapat

671 kasus campak di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2013. Di Kabupaten

Ciamis pada tahun 2013 terdapat 107 kasus campak, sedangkan pada tahun

2014 terdapat 153 kasus campak, diantaranya 79 kasus pada laki-laki dan 74

kasus pada perempuan (Dinkes Jabar, 2014).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten

Ciamis bahwa pada tahun 2012 dilaporkan ada 3 kasus campak, diantaranya 1 kasus terjadi di Puskesmas Ciamis, 1 kasus di Puskesmas Gardujaya, dan

1 kasus di Puskesmas Panjalu (Dinkes Kabupaten Ciamis, 2012).

Tahun 2013 dilaporkan ada 12 kasus campak, diantaranya 1 kasus di

Puskesmas Sadananya, 1 kasus di Puskesmas Ciamis, 2 kasus di

(6)

Puskesmas Sidaharja dan 5 kasus di Puskesmas Kalipucang (Dinkes

Kabupaten Ciamis, 2013).

Tahun 2014 di wilayah Puskesmas Kabupaten Ciamis dilaporkan ada 27

kasus campak, diantaranya 5 kasus di Puskesmas Jatinagara, 5 kasus di

Puskesmas Ciawitali, 4 kasus di Puskesmas Cipaku, 3 kasus di Puskesmas

Cijengjing dan kasus tertinggi ada di Puskesmas Sukamantri yaitu sebanyak

10 kasus. Dengan demikian kasus campak di wilayah Puskesmas Kabupaten

Ciamis telah terjadi peningkatan dari tahun ke tahun selama 2012-2014

(Dinkes Kabupaten Ciamis, 2015).

Tabel 1.1

Daftar Kejadian Campak di Kabupaten Ciamis Tahun 2011 – 2014

No Puskesmas Kejadian Campak

2011 2012 2013 2014

1 Jatinagara - - - 5 kasus

2 Ciawitali - - - 5 kasus

3 Sukamantri 117 kasus - - 10 kasus

4 Cipaku - - - 4 kasus

5 Cijengjing - - - 3 kasus

6 Sadananya - - 1 kasus -

7 Ciamis - 1 kasus 1 kasus -

8 Cigayam - - 2 kasus -

9 Panawangan - - 1 kasus -

10 Sidaharja - - 1 kasus -

11 Gardujaya - 1 kasus 1 kasus -

12 Kalipucang - - 5 kasus -

13 Panjalu - 1 kasus - -

Jumlah 117 kasus 3 kasus 12 kasus 27 kasus

Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis 2015

Sekitar 1,7 juta kematian yang terjadi pada anak atau 5% pada balita di

Indonesia disebabkan oleh komplikasi akibat Penyakit yang Dapat Dicegah

Dengan Imunisasi (PD3I) diantaranya seperti komplikasi penyakit campak

merupakan salah satu penyebab kematian anak di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Dengan demikian cakupan imunisasi harus

(7)

dipertahankan lebih tinggi dan lebih merata hingga mencapai tingkat

population immunity (kekebalan masyarakat), sementara kegagalan untuk

menjaga tingkat cakupan imunisasi yang tinggi dan merata akan dapat

menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit yang Dapat Dicegah

Dengan Imunisasi (PD3I) seperti kejadian campak (Depkes, 2007).

Faktor-faktor kejadian campak menurut Ahmadi dan Suardiyasa (2008)

dalam Mariati (2012) diantaranya terjadi karena faktor status imunisasi, status

gizi, faktor umur dan riwayat kontak.

Data Riset Kesehatan Dasar (2013),”Menyebutkan beberapa alasan anak

tidak diimunisasi antara lain karena takut anaknya panas, keluarga tidak

mengizinkan, tempat imunisasi jauh, kesibukan orang tua, seringnya anak

sakit, dan tidak tahu tempat imunisasi, ujar Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr.

dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M(K), pada pembukaan kegiatan Workshop Peningkatan Kesehatan Ibu dan Imunisasi di Jakarta” (Riskesdas, 2013).

Meski capaian imunisasi campak di Indonesia telah mencakup 90%, pada

tahun 2013 WHO melaporkan terdapat sekitar 6.300 kasus campak di

Indonesia. Melihat kondisi tersebut, yakni adanya peningkatan pencapaian

imunisasi campak yang mencapai Universal Child Immunization (UCI), di sisi

lain masih terjadi kasus campak di masyarakat.

Vaksinasi campak menghasilkan penurunan 75% dalam kematian akibat komplikasi campak antara tahun 2000 dan 2013 di seluruh dunia. Pada tahun

2013, sekitar 84% dari anak-anak di dunia menerima satu dosis vaksin

campak saat ulang tahun pertama mereka melalui pelayanan kesehatan

rutin, naik dari 73% pada tahun 2000. Selama 2000-2013, vaksinasi campak

(8)

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten

Ciamis (2015) target jumlah sasaran bayi yang diimunisasi campak di seluruh Puskesmas Kabupaten Ciamis pada tahun 2012 sebanyak 31.744 orang,

sedangkan pencapaiannya sebanyak 28.911 orang (91,08%), tahun 2013

jumlah sasaran bayi yang diimunisasi campak sebanyak 28.038 orang,

sedangkan pencapaiannya sebanyak 20.990 orang (74,86%), tahun 2014

jumlah sasaran bayi yang diimunisasi campak sebanyak 23.570 orang,

sedangkan pencapaiannya sebanyak 20.223 orang (85,80%) (Dinkes

Kabupaten Ciamis, 2015).

Campak berat kemungkinan terjadi diantara anak-anak kurang gizi,

terutama mereka yang kurang vitamin A, atau yang sistem kekebalan

tubuhnya telah dilemahkan oleh HIV/AIDS atau penyakit lain. Komplikasi

yang paling serius termasuk kebutaan, ensefalitis (infeksi yang menyebabkan

pembengkakan otak), diare berat dan dehidrasi terkait, dan infeksi

pernafasan parah seperti pneumonia (WHO, 2014).

Menurut Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis (2014), dilaporkan

data sebagai berikut :

1) Berat badan bayi lahir rendah sebanyak 929 orang (4,55%).

2) Balita gizi baik sebanyak 73.508 orang (90,04%).

3) Balita gizi kurang sebanyak 3.949 (4,84%). 4) Balita gizi buruk sebanyak 106 orang (0,13%).

Kekurangan gizi pada usia dini akan berimplikasi pada perkembangan

anak dan selanjutnya perkembangan potensi diri pada usia produktif, ujar

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan

(9)

Nutrition Report (GNR), di Kantor Bappenas, Jakarta, Senin pagi (9/2).

Menurutnya, masalah gizi di Indonesia dipengaruhi banyak faktor, diantaranya kemiskinan, kesehatan, pangan, pendidikan, air bersih, keluarga

berencana, dan faktor lainnya. Oleh karena itu permasalahan perbaikan gizi

masyarakat merupakan upaya dari berbagai sektor yang membutuhkan

sinergi dan harus terkoordinasi (Kemenkes, 2015).

Menurut kelompok umur sebagian besar kasus campak menyerang anak‐ anak usia pra sekolah usia SD. Selama periode 4 tahun, kasus campak lebih banyak terjadi pada kelompok umur 5‐9 tahun (3.591 kasus) sedangkan pada kelompok umur 1‐4 tahun (3.383 kasus). Banyaknya kasus campak pada kelompok umur ≥5 tahun disebabkan karena telah terjadi akumulasi

kelompok rentan terkena campak dari tahun ke tahun. Campak dinyatakan

sebagai KLB apabila terdapat 5 atau lebih kasus klinis dalam waktu 4 minggu

berturut-turut yang terjadi mengelompok dan dibuktikan adanya hubungan

epidemiologis (Dirjen P2PL, 2015).

Riwayat alamiah penyakit campak diantaranya yaitu riwayat kontak,

adanya interaksi antara orang yang beresiko terkena campak (host) seperti

anak di bawah 5 tahun, orang yang terganggu sistem kekebalannya,

penderita kurang gizi dan kurang vitamin A serta ibu hamil dengan virus

rubeola (agent) kemudian dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang kurang

baik. Virus campak ditularkan lewat infeksi droplet lewat udara, menempel

dan berbiak pada epitel nasofaring. 3 hari setelah invasi, replikasi dan

kolonisasi berlanjut pada kelenjar limfe regional dan terjadi viremia yang

(10)

Berdasarkan studi pendahuluan yang didapatkan pada tanggal 12 Maret

2015 dilaporkan bahwa di wilayah Puskesmas Kecamatan Sukamantri dilaporkan ada 127 kasus campak selama periode 2011-2014. Target

imunisasi campak di Puskesmas Sukamantri pada tahun 2012 sebanyak 610

orang sedangkan pencapaiannya sebanyak 538 orang (88,20%), tahun 2013

sebanyak 447 orang sedangkan pencapaiannya sebanyak 457 orang

(102,31%) dan tahun 2014 sebanyak 480 orang sedangkan pencapaiannya

sebanyak 406 orang (84,58%). Di Puskesmas Kecamatan Sukamantri

Kabupaten Ciamis tahun 2014 terdapat 10 orang yang terkena kasus

campak, pada dasarnya tidak ada riwayat pemberian imunisasi campak

sebanyak 8 orang, namun peneliti juga menemukan bahwa terdapat sejumlah

anak yang mempunyai riwayat imunisasi campak sebanyak 2 orang juga

terkena penyakit campak.

Dengan demikian penulis menyimpulkan bahwa kondisi ini mungkin

berhubungan dengan beberapa faktor lain yang menyebabkan terjadinya

kasus campak. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul : “Faktor – Faktor Yang Berhubungan

Dengan Kejadian Campak Pada Anak Di Wilayah Puskesmas Sukamantri Kabupaten Ciamis”. Hal ini juga didasarkan belum banyaknya penelitian

tentang kejadian campak, bahkan untuk Kabupaten Ciamis sendiri pengetahuan situasi penyakit campak hanya sebatas evaluasi program.

Pertimbangan lain karena penyakit campak masih menjadi masalah

kesehatan masyarakat terutama di Kabupaten Ciamis dan belum ada upaya

untuk mengetahui dan mengkaji faktor-faktor yang diduga sebagai faktor

(11)

B. Rumusan Masalah

“Apa saja Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Campak

Pada Anak Di Puskesmas Kecamatan Sukamantri Kabupaten Ciamis” ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

campak pada anak di Puskesmas Kecamatan Sukamantri Kabupaten

Ciamis.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi hubungan status imunisasi dengan kejadian campak

pada anak di Puskesmas Kecamatan Sukamantri Kabupaten Ciamis.

b. Mengidentifikasi hubungan status gizi dengan kejadian campak pada

anak di Puskesmas Kecamatan Sukamantri Kabupaten Ciamis.

c. Mengidentifikasi hubungan faktor umur dengan kejadian campak pada

anak di Puskesmas Kecamatan Sukamantri Kabupaten Ciamis.

d. Mengidentifikasi hubungan riwayat kontak penderita campak dengan

kejadian campak pada anak di Puskesmas Kecamatan Sukamantri

Kabupaten Ciamis.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran untuk

pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesehatan.

(12)

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan pengetahuan dan

meningkatkan kemampuan meneliti penulis, dalam bidang kesehatan

masyarakat khususnya yang berhubungan dengan penyakit campak.

b. Bagi Kampus STIKes Muhammadiyah Ciamis

Menambah perbendaharaan penelitian dan menambah informasi bagi

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Ciamis mengenai

kondisi kesehatan masyarakat khususnya yang berhubungan dengan

penyakit campak di Kabupaten Ciamis.

c. Bagi Puskesmas Kecamatan Sukamantri

Diharapkan berguna untuk Puskesmas Sukamantri dalam

menanggulangi kejadian campak dan untuk profesi keperawatan di

Puskesmas Sukamantri.

d. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis

Menambah informasi bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis

mengenai kondisi kesehatan masyarakat dan bisa digunakan sebagai

masukan untuk melakukan upaya pemberantasan dan pencegahan

dalam program yang berhubungan dengan penyakit campak di

Kabupaten Ciamis.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang kejadian campak yang pernah dilakukan oleh peneliti

sebelumnya dengan fokus penelitian serta tempat yang berbeda adalah

(13)

Imunisasi Campak Dengan Kejadian Campak di Kabupaten Banyumas

dengan menggunakan analisis bivariat menunjukan bahwa ada hubungan bermakna secara statistik (OR =3,085, 95%CI 1,793-5,307 dan p =0,00)

antara ketepatan imunisasi campak dengan kejadian penyakit campak pada

balita di Kabupaten Banyumas.

Adapun persamaan penelitian ini dengan penelitian yang pernah

dilakukan sebelumnya yaitu mengenai kejadian campak, variabel bebas

status imunisasi. Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang

akan penulis lakukan adalah variabel bebas status gizi, faktor umur dan

riwayat kontak, jenis penelitian ini menggunakan desain studi kasus kontrol

(case control study) dengan pendekatan retrospektif. Tujuan dalam penelitian

ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

campak pada anak di wilayah Puskesmas Kecamatan Sukamantri Kabupaten

Ciamis. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2015 di wilayah

(14)

12 A. Tinjauan Teori

1. Campak

a. Pengertian

Penyakit campak (Rubeola, campak 9 hari, measles) adalah suatu

infeksi virus yang sangat menular, ditandai dengan demam, batuk,

konjungtivis (peradangan selaput ikat mata/konjungtiva).dan ruam

kulit (Wikipedia, Maret 2015).

Campak adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh virus

campak. Penyebaran infeksi terjadi dengan perantara droplet, dengan

masa inkubasi 10-14 hari. Penyakit ini sangat infeksius, dapat

menular sejak awal masa prodromal berlangsung 2-4 hari yang

ditandai dengan demam yang diikuti dengan batuk, coryza (pilek), dan

atau konjungtivitis. Ruam campak adalah berupa erupsi

makulo-papular yang biasanya bertahan selama 5-6 hari, yang dimulai dari

batas rambut di belakang telinga, kemudian menyebar ke wajah dan

leher. Setelah 3 hari ruam ini berangsur-angsur akan turun ke bawah

dan akhirnya akan sampai di tangan dan kaki.

Campak dapat merupakan penyakit yang berbahaya karena dapat

menimbulkan komplikasi seperti otitis media (2,5%) dan

bronkopneumonia (4%). Ensefalitis akut terjadi pada 2-10/10.000

kasus dengan angka kematian 10-15 %, 15-40% kasus yang hidup akan menderita kerusakan otak permanen. Subacute sclerosing

(15)

timbulnya lambat dan terjadi kira-kira 1/25.000 kasus. Komplikasi

SSPE menyebabkan kerusakan otak yang progresif dan biasanya fatal. Komplikasi campak akan lebih berat terjadi pada pasien dengan

penyakit kronis dan anak kecil, keadaan ini sering terjadi di negara

berkembang (IDAI, 2005).

Campak sering juga dikenal dengan nama Rubeola atau Morbili

(Latin) atau Measles (Inggris) atau Gabag/Gabagen (Jawa) atau Tampek (Sunda) adalah penyakit yang sangat menular dan akut serta

menyerang hampir semua anak kecil yang disebabkan infeksi virus

akut yang tergolong dalam family Paramixovirus yaitu genus

Morbilivirus, dengan gejala awal menyerupai selesma disertai konjungtivitas, sedang tanda khas berupa bintik koplik, walaupun

demikian jarang terdeteksi. Penyakit campak ditandai dengan 3 (tiga)

stadium yaitu : stadium prodromal, stadium erupsi, dan stadium

convalences.

Virus campak sangat menular dan dapat tetap demikian sampai 2

jam di udara atau di permukaan. Gejala campak adalah ruam, demam

tinggi, batuk, pilek, mata merah dan berair. Beberapa orang yang

terkena penyakit campak juga mendapatkan infeksi telinga, diare,

atau infeksi paru-paru yang serius, seperti pneumonia. Meskipun kasus berat langka, campak dapat menyebabkan pembengkakan otak

dan bahkan kematian.apabila terjadi komplikasi. Campak akan

berdampak sangat parah pada bayi dan pada orang yang kurang gizi

atau yang sistem kekebalannya melemah seperti dari infeksi HIV,

(16)

Biasanya penyakit ini terjadi pada masa anak-anak dan kemudian

menyebabkan kekebalan seumur hidup. Penyakit ini menyerang anak golongan umur 5-9 tahun, tetapi di negara-negara yang belum

berkembang, insidensi tertinggi 2 (dua) tahun.

Untuk kepentingan surveilans Departemen Kesehatan RI

mendefinisikan penyakit campak sebagai berikut :

1) Tersangka Campak (suspected measles case) yaitu kasus

campak dengan gejala-gejala bercak kemerahan di tubuh

didahului dengan demam/panas, batuk, filek, dan mata merah.

2) Kasus Klinis Campak (menurut WHO) yaitu kasus dengan

gejala-gejala bercak kemerahan di tubuh terbentuk makulo papular

selama 3 (tiga) hari atau lebih disertai panas badan 38oC atau

lebih dan disertai salah satu gejala batuk, pilek atau mata merah.

3) Kasus Campak Konfirmasi (confirmed measles case), yaitu kasus

klinis campak disertai salah satu kategori : Pemeriksaan

labolatorium serologis positif campak, ditemukan koplik spot, atau

meninggal karena kasus campak.

b. Etiologi

Campak, rubeola (bukan rubella = campak Jerman), atau measles

di beberapa daerah disebut juga sebagai tampek, dabaken atau

morbili adalah penyakit infeksi yang menular atau infeksius sejak awal

masa prodromal, yaitu kisaran 4 hari pertama muncul ruam. Campak

disebabkan oleh paramiksovirus (virus campak). Penularan terjadi

melalui percikan ludah dari hidung, mulut maupun tenggorokan

(17)

hari sebelum gejala muncul. Kekebalan terhadap campak diperoleh

setelah vaksinasi, infeksi aktif dan kekebalan pasif bayi lahir dari ibu yang telah kebal (berlangsung selama 1 tahun). Orang-orang yang

rentan terhadap campak adalah bayi berumur > 1 tahun, bayi yang

tidak mendapat imunisasi, remaja, dan dewasa muda yang belum

mendapatkan imunisasi kedua (Wikipedia, 2015).

c. Patofisiologi

Infeksi virus campak berdasarkan klasifikasi infeksi adalah jenis

infeksi stadium lambat dan infeksi umum (sistemik) berdasarkan

klasifikasi biologik. Interaksi sel hospes virus jenis ini merupakan jenis

yang dapat atau tidak dapat menyebabkan kematian sel. Namun

demikian, pelepasan virus ekstra seluler terjadi sebagai kejadian

terkait membran, dan virus dilepaskan ke dalam cairan ekstra seluler melalui proses “perkuncupan” (“budding”) pada permukaan sel. Pada

infeksi umum (sistemik), gambaran penyakit tampaknya tidak hanya

berkaitan dengan penyebaran virus dan kematian sel, tetapi ditambah

beberapa manifestasi yang mungkin disebabkan karena

hipersensitivitas, misalnya bintik-bintik merah.

Terjadi eksudat yang serius dan ploriferasi sel mononukleus dan

beberapa sel polimorfonukleus di sekitar kapiler adalah sebagai reaksi terhadap virus. Kelainan ini terdapat pada kulit, selaput lendir

nasofaring, bronkus dan konjungtiva.

d. Tanda dan Gejala

Menurut WHO tanda pertama campak biasanya demam tinggi,

(18)

berlangsung 4 sampai 7 hari. Sebuah pilek, batuk, mata merah dan

berair, dan bintik-bintik putih kecil di dalam pipi dapat berkembang pada tahap awal. Setelah beberapa hari, ruam meletus, biasanya

pada wajah dan leher bagian atas. Selama sekitar 3 hari, ruam

menyebar, akhirnya mencapai tangan dan kaki. Ruam berlangsung

selama 5 sampai 6 hari, dan kemudian memudar. Rata-rata, ruam

terjadi 14 hari setelah terpapar virus (dalam kisaran 7 sampai 18 hari).

Kebanyakan campak terkait kematian disebabkan oleh komplikasi

yang terkait dengan penyakit. Komplikasi lebih sering terjadi pada

anak-anak di bawah usia 5 tahun, atau orang dewasa di atas usia 20

tahun. Campak berat kemungkinan terjadi diantara anak-anak kurang

gizi, terutama mereka yang kurang vitamin A, atau yang sistem

kekebalan tubuhnya telah dilemahkan oleh HIV/AIDS atau penyakit

lain. Komplikasi yang paling serius termasuk kebutaan, ensefalitis

(infeksi yang menyebabkan pembengkakan otak), diare berat dan

dehidrasi terkait, dan infeksi pernafasan parah seperti pneumonia

(WHO, 2014).

Dalam populasi dengan tingkat kekurangan gizi dan kurangnya

perawatan kesehatan yang memadai, hingga 10% dari kasus campak

mengakibatkan kematian. Wanita yang terinfeksi saat hamil juga berisiko komplikasi parah dan kehamilan mungkin berakhir dalam

pengiriman keguguran atau prematur. Orang-orang yang sembuh dari

campak kebal selama sisa hidup mereka (WHO, 2015).

Menurut wikipedia gejala penyakit ini mulai timbul dalam waktu

(19)

tenggorokan, pilek, batuk (cough), bercak koplik, nyeri otot, mata

merah (conjuctivitis) 2-4 hari kemudian muncul bintik putih kecil di mulut bagian dalam (bintik koplik). Ruam (kemerahan di kulit) yang

terasa agak gatal muncul 3-5 hari setelah timbulnya gejala di atas.

Ruam ini bisa berbentuk makula (ruam kemerahan yang mendatar)

maupun papula (ruam kemerahan yang menonjol). Pada awalnya

ruam tampak di wajah, yaitu di depan dan di bawah telinga serta di

leher sebelah samping. Dalam waktu 1-2 hari, ruam menyebar ke

batang tubuh, lengan dan kaki, sedangkan ruam di wajah mulai

memudar.

Pada puncak penyakit, penderita merasa sangat sakit, ruamnya meluas serta suhu tubuhnya 40℃. 3-5 hari kemudian suhu tubuhnya menurun, penderita mulai merasa membaik dan ruam yang tersisa

segera menghilang. Demam, kecapaian, pilek, batuk dan mata yang

radang dan merah selama beberapa hari diikuti dengan ruam jerawat merah yang mulai pada muka dan merebak ke tubuh dan ada selama

4 hari hingga 7 hari (Wikipedia, 2015).

e. Masa Inkubasi

Masa inkubasi penyakit campak berada diantara 8-13 hari dengan

rata-rata 10 hari (Dirjen P2PL 2009), sedangkan menurut Setiawan

(2008), 10-14 mulai dari mendapat paparan sampai munculnya gejala

klinis. Gejala prodromal pertama penyakit adalah demam, lemas,

anoreksia, disertai batuk, pilek dan konjungtivitis dan berakhir 2

sampai 3 hari. Periode ini, mukosa pada pipi muncul lesi pucat kecil

(20)

campak yang biasa disebut koplik’s spots menurut Setiawan (2008)

dalam Mariati (2012).

f. Sumber, Cara dan Masa Penularan

Sumber penularan campak adalah manusia sebagai penderita.

Penularan dapat terjadi melalui batuk, bersin (sekresi hidung).

Penularan campak terjadi 1-3 hari sebelum panas (Dirjen P2PL,

2009).

Menurut Depkes (2008), ada beberapa cara dan masa penularan

penyakit campak yaitu:

1) Penularan dari orang ke orang melalui percikan ludah dan

transmisi melalui udara terutama melalui batuk, bersin atau

sekresi hidung.

2) Masa penularan 4 hari sebelum bercak kemerahan/rash sampai 4

hari setelah timbul bercak kemerahan/rash, puncak penularan

pada saat gejala awal (fase prodromal), yaitu 1-3 hari pertama

sakit.

g. Pencegahan Penyakit Campak

Campak rutin vaksinasi untuk anak-anak, dikombinasikan dengan

kampanye imunisasi massal di negara-negara dengan kasus yang

tinggi dan tingkat kematian, adalah strategi kesehatan masyarakat kunci untuk mengurangi kematian akibat campak global. Vaksin

campak yang telah digunakan selama 50 tahun hal ini aman, efektif

dan murah. Biayanya sekitar $1 untuk mengimunisasi anak campak.

Vaksin campak sering digabungkan dengan rubella dan atau vaksin

(21)

sama efektif dalam bentuk tunggal atau kombinasi. Menambahkan

rubella terhadap vaksin campak meningkatkan biaya hanya sedikit,

dan memungkinkan untuk pengiriman dan biaya administrasi

bersama.

Pada tahun 2013, sekitar 84% dari anak-anak di dunia menerima

1 dosis vaksin campak dengan ulang tahun pertama mereka melalui

pelayanan kesehatan rutin naik dari 73% pada tahun 2000. Dua dosis

vaksin dianjurkan untuk memastikan kekebalan dan mencegah

wabah, seperti sekitar 15% anak-anak yang divaksinasi gagal

mengembangkan kekebalan dari dosis pertama (WHO, 2015).

Beberapa pencegahan penyakit campak :

1) Pencegahan Tingkat Awal (Priemordial Prevention)

Pencegahan tingkat awal berhubungan dengan keadaan penyakit

yang masih dalam tahap prepatogenesis atau penyakit belum

tampak yang dapat dilakukan dengan memantapkan status

kesehatan balita dengan memberikan makanan bergizi sehingga

dapat meningkatkan daya tahan tubuh.

2) Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)

Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk

mencegah seseorang terkena penyakit campak, yaitu :

a) Memberi penyuluhan terhadap masyarakat mengenai

pentingnya pelaksanaan imunisasi campak.

b) Imunisasi dengan virus campak hidup yang dilemahkan, yang

(22)

dianjurkan dengan alasan dapat melindungi sampai jangka

waktu 4-5 tahun.

3) Pencegahan Tingkat Kedua

Pencegahan tingkat kedua ditujukan untuk mendeteksi penyakit

sedini mungkin agar mendapatkan pengobatan yang tepat.

Dengan demikian pencegahan ini sekurang-kurangnya dapat

menghambat atau memperlambat progrefisitas penyakit,

mencegah komplikasi, dan membatasi kemungkinan kecacatan,

yaitu :

a) Menentukan diagnosis campak dengan benar baik melalui

pemeriksaan fisik maupun darah.

b) Mencegah perluasan infeksi.

Anak yang menderita campak jangan masuk sekolah selama 4

hari setelah timbulnya rash. Menempatkan anak pada ruang

khusus atau mempertahankan isolasi di rumah sakit dengan

melakukan pemisahan penderita stadium kataral yakni dari

hari pertama hingga hari keempat setelah timbulnya rash yang

dapat mengurangi keterpajanan pasien-pasien dengan resiko

tinggi lainnya.

c) Pengobatan simtomatik diberikan untuk mengurangi keluhan penderita yakni antipiretik untuk menurunkan panas dan juga

obat batuk. Antibiotika hanya diberikan bila terjadi infeksi

sekunder untuk mencegah agar tidak terjadi komplikasi.

d) Diet dengan gizi tinggi kalori dan tinggi protein bertujuan untuk

(23)

mengurangi terjadinya komplikasi campak yakni bronkhitis,

otitis media, pneumoni, ensefalomielitis, abortus dan

miokarditis.

4) Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)

Pencegahan tingkat ketiga bertujuan untuk mencegah terjadinya

komplikasi dan kematian. Adapun tindakan-tindakan yang

dilakukan pada pencegahan tertier yaitu :

a) Penanganan akibat lanjutan dari komplikasi campak

b) Pemberian vitamin A dosis tinggi karena cadangan vitamin A

akan turun secara cepat terutama pada anak kurang gizi yang

akan menurunkan imunitas mereka menurut Riesza (2006)

dalam Enida (2012).

h. Pengobatan Penyakit Campak

Komplikasi berat dari penyakit campak dapat dihindari melalui

perawatan suportif yang menjamin gizi yang baik, asupan cairan yang

cukup dan pengobatan dehidrasi dengan WHO-direkomendasikan

solusi rehidrasi oral. Solusi ini menggantikan cairan dan elemen

penting lainnya yang hilang melalui diare atau muntah. Antibiotik

harus diresepkan untuk mengobati mata dan infeksi telinga, dan

pneumonia. Semua anak-anak di negara berkembang yang

didiagnosis campak harus menerima dua dosis suplemen vitamin A,

diberikan 24 jam terpisah. Perawatan ini akan mengembalikan kadar

vitamin A rendah selama campak yang terjadi bahkan pada

(24)

dan kebutaan. Suplemen vitamin A telah terbukti mengurangi jumlah

kematian akibat komplikasi campak sebesar 50% (WHO, 2015). i. Epidemiologi

Penyakit campak sering terjadi pada anak usia dibawah 15 tahun

dengan angka kematian di Indonesia sebanyak 0,6% di tahun 1996.

Di daerah dengan cakupan imunisasi campak yang rendah selama

beberapa tahun akan terjadi akumulasi kelompok rentan campak

sehingga dapat menimbulkan KLB. Bagi penderita campak dengan

status gizi buruk sering menimbulkan komplikasi yang berat bahkan

kematian (Depkes, 2009). Indonesia termasuk dalam 47 negara

sebagai penyumbang kematian karena kasus campak di dunia.

Program imunisasi campak di Indonesia dimulai tahun 1982, dan

pada tahun 1991 Indonesia telah mencapai imunisasi dasar lengkap

Universal Child Immunization (UCI) secara nasional, meskipun

demikian masih ada beberapa daerah yang cakupan imunisasi

campaknya masih rendah sehingga sering terjadi kejadian luar biasa

(KLB) campak. Salah satu tahapan dalam upaya pemberantasan

campak ialah Tahap Reduksi Campak yang salah satu strateginya

ialah Surveilans menurut Dirjen P2PL (2009) dalam Mariati (2012).

j. Patogenesis

Campak terdiri dari 4 tahap : masa inkubasi, penyakit prodromal,

fase exanthematous, dan pemulihan. Selama inkubasi, virus campak

berpindah ke kelenjar getah bening regional. Sebuah terjadi kemudian

viremia primer yang menyebarkan virus ke system retikuloendotelial.

(25)

Penyakit prodromal mulai mengikuti viremia sekunder dan

berhubungan dengan nekrosis epitel dan pembentukan sel raksasa di jaringan tubuh. Sel yang dibunuh oleh fusi membran sel untuk sel

plasma yang berhubungan dengan replikasi virus yang terjadi pada

jaringan tubuh, termasuk sel-sel sistem saraf pusat (SSP). Virus

shedding dimulai pada fase prodromal. Dengan onset ruam, produksi

antibodi dimulai dan replikasi virus dan gejala mulai mereda. Campak

virus juga menginfeksi sel CD4 + T, mengakibatkan penekanan

respon imun Th1 dan banyak efek imunosupresif lainnya.

k. Infeksi Campak Tanpa Gejala

Pada individu dengan antibodi yang diperoleh secara pasif, seperti

bayi dapat terjadi suatu bentuk subklinis campak. Ruam mungkin

tidak jelas, singkat atau jarang. Demikian juga, beberapa individu

yang telah menerima vaksin saat terkena campak. Orang dengan

campak tanpa gejala atau subklinis tidak terjangkit virus campak dan

tidak menularkan infeksi untuk kontak rumah tangga. Pasien mulai

sakit demam tinggi dan sakit kepala diikuti dengan munculnya ruam

makulopapular pada ekstremitas yang menjadi petechial dan purpura

dan berkembang dalam arah sentripetal.

l. Penegakan Diagnosis Penyakit Campak

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan ruam kulit yang

khas. Pemeriksaan yang perlu dilakukan diantaranya yaitu :

1) Pemeriksaan darah, pemeriksaan darah tepi,

(26)

3) Pemeriksaan komplikasi campak : enteritis, ensephalopati,

bronkopneumoni.

Konfirmasi serologi yang paling mudah dibuat oleh identifikasi

imunoglobulin M (IgM) antibodi dalam serum. Antibodi IgM muncul

bersamaan dengan munculnya ruam pada kulit dan pada sebagian

besar penderita dapat dideteksi 3 hari sesudah munculnya ruam pada

kulit Antibodi IgM cepat meningkat dan kemudian menurun sehingga

tidak dapat dideteksi sesudah 4-12 minggu. Jika spesimen serum

dikumpulkan <72 jam setelah onset ruam dan negatif untuk antibodi

campak, spesimen ulangi harus diperoleh. Konfirmasi serologi juga

dapat dilakukan dengan demonstrasi kenaikan 4 kali lipat pada

antibodi IgG dalam spesimen akut dan konvalesen diambil 2-4 minggu

kemudian. isolasi virus dari darah, urin, atau sekresi pernafasan dapat

dicapai oleh budaya di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit

(CDC) atau laboratorium lokal atau negara menurut Setiawan (2008)

dalam Mariati (2012).

Diagnosis kasus campak terdiri dari:

1) Kasus klinis adalah kasus yang menunjukkan gejala panas, rash

dan disertai salah satu gejala batuk, pilek atau mata merah.

2) Kasus konfirmasi adalah kasus klinis yang disertai hasil konfirmasi laboratorium serologis (IgM + atau kenaikan titer antibody 4 kali)

atau kasus campak yang mempunyai kontak langsung (hubungan

epidemiologi) dengan kasus konfirmasi dalam periode 1-2 minggu

(27)

Penegakan diagnosa lainnya berdasarkan adanya :

1) Anamnesis, tanda klinik dan tanda yang patognomonik.

2) Pemeriksaan serologik atau virologik yang positif (Darmowandowo

& Basuki, 2012).

m. Diagnosa Banding

Beberapa penyakit viral dan bakterial yang memiliki gejala serupa

yang dikenal dengan measles like syndrome antara lain sebagai

berikut:

1) Rubella atau German measles disebabkan virus Rubella

Pada penyakit ini tidak ada bercak koplik, tetapi ada pembesaran

kelenjar di daerah suboksipital, servikal bagian posterior, belakang

telinga.

2) Eksantema subitum

Ruam akan muncul bila suhu badan menjadi normal. Rubella

infantum (eksantema subitum) dibedakan dari campak dimana

ruam dari roseola infantum tampak ketika demam menghilang.

Ruam rubella dan infeksi enterovirus cenderung kurang mencolok

daripada ruam campak, sebagaimana tingkat demam dan

keparahan penyakit. Walaupun batuk ada pada banyak infeksi

ricketsia, ruam biasanya tidak melibatkan muka, yang pada

campak khas terlibat. Tidak adanya batuk atau riwayat injeksi

serum atau pemberian obat biasanya membantu mengenali

penyakit serum atau ruam karena obat. Meningokoksemia dapat

disertai dengan ruam yang agak serupa dengan ruam campak,

(28)

Pada meningokoksemia akut ruam khas purpura petekie.

Ruam papuler halus difus pada demam skarlet dengan susunan daging angsa di atas dasar eritematosa relatif mudah dibedakan.

Menurut Depkes (2008), diagnosis banding untuk campak

adalah :

1) Rubella (campak Jerman), terdapat pembesaran kelenjar

getah bening di belakang telinga.

2) DHF atau DBD, dalam 2-3 hari bisa terjadi mimisan, tes

turniket (Rumple Leede) positif, perdarahan diikuti shock,

laboratorium menunjukan trombosit < 100.000/ml dan

serologis positif IgM DHF.

3) Cacar air (varicella), ditemukan vesikula atau gelembung berisi

cairan.

4) Alergi obat, kemerahan di tubuh setelah minum obat / disuntik,

disertai gatal-gatal.

5) Miliaria atau keringat buntel : gatal-gatal, bintik kemerahan.

n. Komplikasi

Pada anak yang sehat dan gizinya cukup, campak jarang

berakibat serius. Berikut ini beberapa komplikasi yang bisa menyertai

campak menurut wikipedia (2015) :

1) Infeksi bakteri : Pneumonia dan infeksi telinga tengah.

2) Kadang terjadi trombositopenia (penurunan jumlah trombosit)

sehingga penderita mudah memar dan mudah mengalami

perdarahan.

(29)

Komplikasi biasanya sering terjadi pada anak-anak dibawah usia 5

tahun dan anak-anak dengan gizi buruk. Komplikasi dapat berupa radang telinga tengah, radang paru (pneumonia) atau radang otak

(ensefalitis). Kematian pada penyakit campak bukan karena penyakit

campaknya sendiri melainkan karena komplikasi dengan radang

otak/paru. Kesakitan dan kematian akibat campak pada pasien <5

tahun usia (terutama <1 tahun usia) dan orang-orang tahun 20> usia.

Komplikasi campak sebagian besar disebabkan oleh efek patogen

virus pada saluran pernafasan (pneumonia) dan sistem kekebalan

tubuh. Pneumonia adalah penyebab paling umum kematian pada

campak. Patogen bakteri yang paling umum adalah S. pneumoniae,

H. influenzae, dan S. aureus. Obliterans bronchiolitis. Croup, trakheitis, dan bronkiolitis adalah komplikasi umum pada bayi dan

balita dengan campak. Pneumonitis terjadi pada 58% pasien dengan

keganasan yang terinfeksi dengan campak, dan ensefalitis terjadi

pada 20%.

o. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan kasus campak diantaranya sebagai berikut :

1) Pengobatan simtomatik (antipiretik).

2) Pemberian antibiotik bila ada komplikasi, bila berat maka segera dibawa ke Rumah Sakit.

(30)

2. Imunisasi

a. Pengertian

Kata imun berasal dari bahasa Latin immnunitas yang berarti

pembebasan (kekebalan) yang diberikan kepada para senator

Romawi selama masa jabatan mereka terhadap kewajiban sebagai

warga negara biasa dan terhadap dakwaan. Dalam sejarah, istilah ini

kemudian berkembang sehingga pengertiannya berubah menjadi

perlindungan terhadap penyakit dan lebih spesifik lagi terhadap

penyakit menular.

Sistem imun adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri atas

sel-sel serta produk zat-zat yang dihasilkannya bekerja sama secara

kolektif dan terkoordinasi untuk melawan benda asing, seperti

kuman-kuman penyakit atau racunnya, yang masuk ke dalam tubuh.

Kuman disebut antigen. Pada saat pertama kali antigen masuk ke

dalam tubuh, sebagai reaksinya tubuh akan membuat zat anti yang

disebut dengan antibodi. Pada umumnya, reaksi pertama tubuh untuk

membentuk antibodi tidak terlalu kuat karena tubuh belum mempunyai “pengalaman”.

Namun, pada reaksi yang ke-2, ke-3, dan seterusnya, tubuh

sudah mempunyai memori untuk mengenali antigen tersebut sehingga pembentukan antibodi terjadi dalam waktu yang lebih cepat

dan dalam jumlah yang lebih banyak.

Itulah sebabnya pada beberapa jenis penyakit yang dianggap

berbahaya dilakukan tindakan imunisasi atau vaksinasi. Hal ini

(31)

terjangkit penyakit tersebut atau seandainya terkena pun tidak akan

menimbulkan akibat yang fatal (Ronald H.S, 2011). b. Jenis Imunisasi

Imunisasi ada 2 macam, yaitu:

(1) Imunisasi Aktif

Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang

sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk

merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri. Contohnya

adalah imunisasi polio dan campak.

(2) Imunisasi Pasif

Imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi sehingga

kadar antibodi dalam tubuh meningkat. Contohnya adalah

penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang

mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat

pada bayi yang baru lahir. Bayi tersebut menerima berbagai jenis

antibodi dari ibunya melalui darah plasenta selama masa

kandungan, misalnya antibodi terhadap campak (Ronald H.S,

2011).

c. Konsep Imunisasi Campak

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1059/MENKES/SK/IX/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan

Imunisasi memuat antara lain :

1) Pengertian Umum Imunisasi :

a) Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan

(32)

kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan

menderita penyakit tersebut.

b) Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk

mencapai kadar kekebalan di atas ambang perlindungan.

c) Imunisasi lanjutan adalah imunisasi ulangan untuk

mempertahankan tingkat kekebalan di atas ambang

perlindungan atau untuk memperpanjang masa perlindungan.

d) Bulan Imunisasi Anak Sekolah yang selanjutnya disebut BIAS

adalah bentuk operasional dari imunisasi lanjutan pada anak

sekolah yang dilaksanakan pada bulan tertentu setiap

tahunnya dengan sasaran semua anak kelas 1, 2 dan 3 di

seluruh Indonesia.

e) Universal Child Immunization yang selanjutnya disebut UCI

adalah suatu keadaan tercapainya imunisasi dasar secara

lengkap pada semua bayi. Bayi adalah anak di bawah umur 1

tahun.

f) Vaksin adalah suatu produk biologik yang terbuat dari kuman,

komponen kuman, atau racun kuman yang telah dilemahkan

atau dimatikan dan berguna untuk merangsang kekebalan

tubuh seseorang. 2) Aspek Imunologi Imunisasi

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan

seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila

kelak ia terpajan pada antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit

(33)

Jika dilihat dari cara timbulnya, terdapat dua jenis kekebalan,

yaitu kekebalan pasif dan kekebalan aktif. a) Kekebalan pasif

Kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh, bukan dibuat oleh

individu itu sendiri. Misalnya: kekebalan pada janin yang

diperoleh dari ibu atau kekebalan yang diperoleh setelah

pemberian suntikan immunoglobulin. Kekebalan pasif tidak

belangsung lama karena akan di metabolisme oleh tubuh.

Waktu paruh IgG 28 hari, sedangkan waktu paruh

immunoglobulin lainnya lebih pendek.

b) Kekebalan aktif

Kekebalan yang dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada

antigen seperti pada imunisasi, atau terpajang secara alamiah.

Kekebalan aktif berlangsung lebih lama daripada kekebalan

pasif karena adanya memori immunologi.

3) Tujuan Imunisasi

Imunisasi bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit

tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu

pada sekelompok masyarakat atau bahkan menghilangkan

penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar variola. 4) Respon Imun

Respon imun : respon tubuh berupa urutan kejadian yang

kompleks terhadap antigen (Ag) berguna mengeliminasi antigen

(34)

a) Mekanisme pertahanan nonspesifik atau nonadaptif ataupun

innate artinya tidak ditujukan berbagai macam antigen.

b) Mekanisme pertahanan tubuh spesifik atau komponen adaptif

khusus pada satu jenis antigen, terbentuknya antibodi lebih

cepat dan lebih banyak pada pemberian antigen berikutnya ini

disebabkan telah terbentuknya sel memori pada pengenalan

pertama kali antigen.

5) Keberhasilan Imunisasi

Keberhasilan imunisasi tergantung pada beberapa faktor yaitu

status imun pejamu, faktor genetik pejamu serta kualitas dan

kuantitas vaksin menurut IDAI (2008) dalam Mariati (2012).

a) Status imun pejamu

Antibodi spesifik terjadi pada pejamu terhadap vaksin yang

diberikan akan mempengaruhi keberhasilan vaksinasi. Misal

pada bayi yang semasa janin mendapat antibodi maternal

spesifik terhadap virus campak, bila vaksinasi campak

diberikan pada saat kadar antibodi spesifik campak masih

tinggi akan memberikan hasil yang kurang memuaskan. Status

imun mempengaruhi juga hasil imunisasi. Individu yang

mendapat obat imunosupresan, menderita defisiensi imun

congenital. Dengan adanya defisiensi imun merupakan

indikasi kontra pemberian vaksin hidup karena dapat

menimbulkan penyakit pada individu tersebut. Demikian

halnya vaksinasi pada individu yang menderita penyakiit

(35)

pula keberhasilan vaksinasi. Gizi buruk juga akan menurunkan

fungsi sel sistem imun misal makrofag dan limfosit. imunitas selular menurun dan imunitas humoral spesifitasnya rendah.

b) Faktor genetik pejamu

Variabilitas genetik mempengaruhi interaksi antara sel-sel

imun. Secara genetik respon imun manusia dapat dibagi atas

responder baik, cukup dan rendah terhadap antigen tertentu.

Ini akan memberikan respon rendah terhadap antigen tertentu

tetapi terhadap antigen lain dapat lebih tinggi. Karenanya tidak

heran bila ditemukan keberhasilan vaksinasi tidak 100%.

Agamaglobulin yang terangkai dengan kromosom x yang

hanya ada pada anak laki-laki atau penyakit alergi yaitu

penyakit yang menunjukkan perbedaan responsi imun

terhadap antigen tertentu merupakan penyakit yang

diturunkan. Faktor tersebut mendukung adanya peran genetik

dalam respon imun hanya saja mekanisme yang sebenarnya

belum di ketahui.

c) Kualitas dan kuantitas vaksin

Vaksin adalah mikroorganisme yang diubah sehingga

patogenesitas atau toksisitasnya hilang tetapi masih tetap

mengandung sifat antigenesitasnya. Faktor keberhasilan

vaksin ditentukan oleh kualitas dan kuantitas vaksin

diantaranya:

(1) Cara pemberian vaksin, ini akan mempengaruhi respon

(36)

(2) Dosis vaksin, dosis yang terlalu tinggi atau terlalu rendah

mempengaruhi respon imun yang terjadi.

(3) Frekuensi pemberian mempengaruhi respon imun yang

terjadi.

(4) Ajuvan adalah zat yang secara nonspesifik dapat

meningkatkan respon imun terhadap antigen.

(5) Jenis vaksin, vaksin hidup akan menimbulkan respon imun

lebih baik dibanding vaksin mati.

6) Efikasi Vaksin Campak

Pemeriksaan serologi dilakukan untuk menilai vaccine efficacy

(VE) tetapi tergantung dengan laboratorium dengan biaya yang

mahal sehingga tidak dapat dilakukan secara luas di lapangan.

Efikasi vaksin adalah kemampuan vaksin campak melindungi

terhadap penyakit bagi mereka yang sudah diimunisasi yang

dihitung dalam %. Efektivitas vaksin diperkirakan dengan

mengurangi dari 1 paparan odds rasio untuk kasus divaksinasi

dibandingkan divaksinasi kontrol (1 - rasio odds). Karena campak

masih sangat langka pada anak-anak (rata-rata tahunan, 2

kasus/100.000 penduduk), rasio odds diperkirakan risiko relative

(Sonja et al, dalam Mariati 2012).

Distribusi penentuan efikasi vaksin (EV) dengan studi kasus

(37)

Tabel 2.1

Distribusi Penentuan Efikasi Vaksin dengan Studi Kasus Kontrol

Imunisasi Kasus Kontrol

Vaksin a b Tidak Vaksin c d Sumber : Mariati 2012 RR = 𝑂𝑅 =𝑎𝑑 𝑏𝑐 VE(%) = (1 - RR) x 100 = (1 - 𝑎𝑑 𝑏𝑐

)

x 100

d. Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar Balita dan Anak

Jadwal pemberian imunisasi dasar anak dapat dilihat pada tabel

2.2 berikut ini :

Tabel 2.2

Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar Anak

Usia Jenis Imunisasi yang Diberikan

0–7 hari Hepatitis B 1 bulan BCG, Polio 1 2 bulan DPT-HB1, Polio 2 3 bulan DPT-HB2, Polio 3 4 bulan DPT-HB3, Polio 4 9 bulan Campak Sumber : Kemenkes RI 2014

Jadwal imunisasi campak rekomendasi Ikatan Dokter Anak

Indonesia (IDAI). Jadwal imunisasi IDAI secara berkala di evaluasi

untuk penyempurnaan, departemen kesehatan/WHO, kebijakan

(38)

imunisasi tahun 2008 sama dibandingkan dengan jadwal tahun 2004

yang tertera pada buku imunisasi edisi kedua.

Jadwal imunisasi rekomendasi dari IDAI Tahun 2010 dapat dilihat

pada table 2.3 :

Tabel 2.3

Jadwal Pemberian Imunisasi Pada Anak Rekomendasi IDAI 2010

Vaksin Keterangan

Campak Diberikan pada umur 9 bulan, vaksin ulangan diberikan pada umur 5-7 tahun. Program BIAS : disesuaikan dengan jadwal imunisasi Kementrian Kesehatan.

MMR Dapat diberikan pada umur 12 bulan, apabila belum mendapat vaksin campak umur 9 bulan. Selanjutnya MMR ulangan diberikan pada umur 5-7 tahun.

Sumber : IDAI 2010

Koordinasi pelayanan imunisasi rutin oleh swasta diperlukan untuk

penyediaan vaksin dan pelaporan. Prosedur yang dilakukan pada

komponen ini adalah : Skrining, menjaring sasaran di semua pintu

masuk BP/KIA atau dalam kegiatan MTBS (Manajemen Terpadu

Balita Sakit).

Petugas harus mengantisipasi adanya penolakan terhadap

imunisasi. Alasan yang biasa dikemukakan oleh keluarga harus

dibicarakan agar tindakan yang tepat dapat diberikan. Misalnya

imunisasi campak tidak perlu diberikan pada anak yang pernah

menderita campak yang ditandai dengan gejala pathognomonis

campak yaitu hiperpigmentasi dan deskuamasi.

Menurut rekomendasi dari Depkes imunisasi campak yang hanya

diberikan satu kali pada usia 9 bulan, dalam kajian Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes ternyata kurang memberikan

(39)

perlindungan jangka panjang. Oleh karena itu, campak diberikan

penguat pada saat masuk SD (Sekolah Dasar) melalui program BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah). Vaksin yang diberikan pada

imunisasi rutin meliputi:

(1) Pada Bayi : Hepatitis B, BCG, Polio, DPT dan Campak.

(2) Pada Anak Sekolah : DT ,Campak dan TT.

(3) Pada WUS : TT.

e. Status Imunisasi

Penyelenggaraan program imunisasi harus dimaksimalkan karena

cakupan imunisasi yang tinggi dapat memberikan gambaran status

kekebalan bayi terhadap penyakit. Status imunisasi yang diberikan

akan sangat berguna untuk :

(1) Menurunkan angka kesakitan dan kematian dari penyakit menular.

(2) Memberikan kekebalan terhadap penyakit menular tertentu,

sehingga biaya pengobatan tidak diperlukan. Apabila anak tahan

terhadap beberapa penyakit berbahaya, maka anak tersebut akan

tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang sehat.

Mereka yang telah diimunisasi tersebut kadang menimbulkan

reaksi samping imunisasi tetapi para orang tua tidak perlu

khawatir terhadap imunisasi yang dilakukan terhadap anak-anaknya dan juga wanita hamil dan usia subur. Suntikan hanya

menyebabkan sakit sedikit untuk sesaat, hal itu wajar dan tidak

(40)

3. Gizi

a. Pengertian

Kata gizi sendiri berasal dai bahasa Arab “ghidza” yang berarti

makanan. Gizi adalah segala sesuatu yang dikonsumsi oleh manusia

yang mengandung unsur-unsur zat gizi yaitu karbohidrat, protein,

lemak, vitamin, mineral dan air yang dipergunakan untuk

mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan dari

organ tubuh manusia.

Ilmu gizi sendiri adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu

tentang makanan dalam hubungannya dengan kesehatan yang

optimal. Gizi sangatlah penting sekali bagi kelangsungan hidup

manusia. Apabila gizi terpenuhi, maka akan terhindar dari berbagai

penyakit karena mempunyai tubuh yang sehat (Mitayani & Wiwi

Sartika, 2010).

Menurut Notoatmodjo (2007), gizi adalah ilmu yang mempelajari

atau mengkaji masalah makanan yang dikaitkan dengan kesehatan. b. Unsur – Unsur Gizi

Unsur-unsur zat gizi yang dibutuhkan oleh organ-organ tubuh

menurut ilmu gizi adalah :

1) Karbohidrat atau hidrat arang 2) Protein (seperti zat putih telur

3) Lemak

4) Vitamin

5) Mineral

(41)

Akibat gizi kurang pada proses tubuh bergantung pada zat-zat gizi

apa yang kurang. Kekurangan gizi secara umum (makanan kurang dalam kuantitas dan kualitas) menyebabkan gangguan pada

proses-proses tubuh. Masalah gizi merupakan masalah yang multi dimensi,

dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor ekonomi, pendidikan,

sosial budaya, pertanian, kesehatan dan lain-lain. Penyebab langsung

masalah gizi adalah ketidak seimbangan antara asupan makanan

yang berkaitan dengan penyakit infeksi; kekurangan asupan makanan

membuat daya tahan tubuh sangat lemah, memudahkan terkena

penyakit infeksi karena iklim tropis, sanitasi lingkungan yang buruk,

sehingga menjadi kurang gizi, penanganan masalah gizi masih

terkonsentrasi pada 4 masalah utama kurang gizi, seperti :

1) Kekurangan Energi Protein (KEP) bagi balita

2) Anemia Gizi Besi

3) Kurang Vitamin A

4) Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY).

Menurut Mitayani dan Wiwi Sartika dalam buku Ilmu Gizi bahwa

akibat dari kekurangan gizi pada proses tubuh adalah sebagai berikut:

1) Dampak Terhadap Pertumbuhan

Anak-anak tidak tumbuh menurut proteinnya. Protein digunakan sebagai zat pembakar, sehingga otot-otot menjadi lembek dan

dan rambut mudah rontok. Anak-anak yang berasal dari tingkat

sosial ekonomi menengah ke atas rata-rata lebih tinggi daripada

(42)

2) Dampak Terhadap Produksi Tenaga

Kekurangan energi berasal dari makanan menyebabkan seseorang kekurangan tenaga untuk bergerak, bekerja dan

melakukan aktifitas.

3) Dampak Terhadap Pertahan Tubuh

Daya tahan terhadap tekanan atau stres menurun sistem imunitas

atau antibodi berkurang, sehingga orang mudah terserang infeksi

seperti pilek batuk, diare.

4) Dampak Terhadap Struktur dan Fungsi Otak

Kurang gizi pada usia muda dapat berpengaruh terhadap

perkembangan mental, dengan demikian kemampuan berfikir otak

mencapai bentuk maksimal pada usia 2 tahun. Kekurangan gizi

dapat berakibat terganggunya fungsi otak secara permanen.

5) Dampak Terhadap Perilaku

Baik anak-anak maupun orang dewasa yang kurang gizi

menunjukan perilaku tidak tenang. Mereka mudah tersinggung,

cengeng dan apatis menurut Mitayani & Wiwi Sartika dalam buku

Ilmu Gizi, (2010).

Sedangkan akibat dari gizi lebih pada proses tubuh dalam

buku Ilmu Gizi adalah timbulnya risiko dalam terjadinya berbagai penyakit degeneratif seperti hipertensi dan tekanan darah tinggi,

penyakit-penyakit diabetes, jantung koroner, hati dan kantung

(43)

Menurut Almatsier (2001) dalam buku Ilmu Gizi (2010),

dampak yang mungkin muncul dalam pembangunan bangsa dimasa depan karena masalah gizi antara lain :

1) Kekurangan gizi adalah penyebab utama kematian bayi dan

anak-anak. Hal ini berarti berkurangnya kuantitas suber daya

manusia di masa depan.

2) Kekurangan gizi berakibat meningkatnya angka kesakitan dan

menurunnya produktifitas manusia.

3) Kekurangan gizi berakibat menurunnya tingkat kecerdasan

anak-anak. Akibatnya diduga tidak dapat diperbaiki bila

gterjadi kekurangan gizi semasa anak dikandung sampai

kira-kira usia 3 tahun.

4) Kekurangan gizi berakibat menurunnya daya tahan manusia

untuk bekerja yang berarti menurunnya produktifitas kerja

manusia.

d. Status Gizi

Menurut Almatsier (2004) dalam bukunya prinsip dasar ilmu gizi

bahwa status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi

makanan dengan penggunaan zat-zat gizi dibedakan antara status

gizi buruk, kurang baik dan gizi lebih. Untuk mencapai status gizi yang baik diperlukan pangan yang mengandung cukup gizi dan aman untuk

dikonsumsi. Zat gizi merupakan ikatan kimia tang diperlukan tubuh

untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi membangun

dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan

(44)

Kejadian kematian karena campak lebih tinggi pada kondisi

malnutrisi, tetapi belum dapat dibedakan antara efek malnutrisi terhadap kegawatan penyakit campak dan efek yang ditimbulkan

penyakit terhadap nutrisi yang dikarenakan penurunan selera makan

dan kemampuan untuk mencerna makan baik. Dari sebuah studi

dinyatakan bahwa elemen nutrisi utama yang menyebabkan

kegawatan campak bukanlah protein dan kalori tetapi vitamin A.

Ketika terjadi defisiensi vitamin A, kematian atau kebutaan menyertai

penyakit campak. Adapun urutan kejadiannya, kematian yang

berhubungan dengan penyakit campak mencapai tingkat yang tinggi,

biasanya > 10% terjadi pada keadaan malnutrisi (Barus, 2010).

e. Konsep Gizi Seimbang

Gizi seimbang adalah makanan yang mengandung semua zat-zat

gizi terdiri dari karbohidrat, protein, vitamin, lemak dan mineral yang

berfungsi sebagai sumber tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur

atau keseimbangan antara asupan energi dan zat-zat gizi lainnya

dengan kebutuhan seseorang atau individu (Mitayani & Wiwi Sartika,

2010).

(1) Standar Berat Badan dan Tinggi Badan Menurut Umur

Dengan menimbang bayi setiap bulan dapat diketahui

perkembangan kesehatannya. Bila berat badan bayi bertambah

terus secara normal, berarti bayi dalam keadaan sehat dan

(45)

Tabel 2.4

Berat Badan dan Tinggi Badan Menurut Umur

Umur

Berat Badan (Kg) Tinggi Badan (Cm) 100 % Standar 90 % Standar 80 % Standar 100 % Standar 90 % Standar 80 % Standar 0 3.4 3.0 2.7 50.5 45.0 43.0 1 4.3 3.7 3.4 55.0 48.5 46.0 2 5.0 4.4 4.0 58.0 51.5 49.0 3 5.7 5.1 4.5 60.0 54.0 51.0 4 6.3 5.7 5.0 62.5 56.5 53.0 5 6.9 6.2 5.5 64.5 58.0 54.5 6 7.4 6.7 5.9 66.5 59.0 56.0 7 8.0 7.1 6.3 67.5 60.5 57.5 8 8.4 7.6 6.7 69.5 62.0 59.0 9 8.9 8.0 7.1 70.5 63.5 60.0 10 9.3 8.4 7.4 72.0 65.0 61.5 11 9.6 8.7 7.7 73.5 66.5 63.0 12 9.9 8.9 7.9 74.5 67.0 64.5 15 10.6 9.5 8.5 78.0 70.5 68.0 18 11.3 10.1 9.0 81.5 73.0 69.0 21 11.9 10.7 9.6 84.5 76.0 72.0 24 12.4 1.2 9.9 87.5 78.5 74.0

(2) Kebutuhan Gizi Remaja

Kebutuhan gizi remaja relatif besar, karena mereka masih

mengalami pertumbuha. Selain itu remaja umumnya melakukan

aktifitas fisik lebih tinggi dibanding usia lainnya, sehingga

diperlukan zat gizi yang lebih banyak. Tubuh yang berubah cepat

pada masa remaja membutuhkan masukan energi, protein dan

vitamin dalam jumlah besar. Energi diperlukan sebagai sumber tenaga sel-sel tubuh yang bekerja lebih keras untuk berkembang

(46)

Tabel 2.5

Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Untuk Kelompok Remaja

Uraian Perempuan Laki-laki 13-15 th 16-19 th 20-45 th 13-15 th 16-19 th 20-45 th Energi (kcal) 2100 2000 2200 2400 2500 2800 Protein (g) 62 51 48 64 66 55 Kalsium (mg) 700 600 600 700 600 500 Besi (mg) 19 25 26 17 23 13 Vitamin A (RE) 500 500 500 600 700 700 Vitamin E (mg) 8 8 8 10 10 10 Vitamin B1 (mg) 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,2 Vitamin C (mg) 60 60 60 60 60 60 Folat (mg) 130 150 150 125 165 170

Sumber : Widya Karya Nasional Pangan & Gizi VI 1998, dalam buku Saku Ilmu Gizi (2010)

f. Klasifikasi Status Gizi

Status gizi balita dikelompokan ke dalam beberapa jenis menurut

Departemen Kesehatan (2003) dalam Nurmalasari (2011), yaitu :

1) Gizi Lebih

Biasanya bersangkutan dengan kelebihan energi di dalam

hidangan yang dikonsumsi relatif terhadap kebutuhan atau

penggunaannya. Ada 3 zat makanan yang menghasilkan energi

utama yaitu karbohidrat, protein, lemak. Kelebihan energi di dalam

tubuh diubah menjadi lemak dan disimpan pada tempat-tempat

tertentu.

2) Gizi Baik

Keadaan dimana tubuh mendapatkan gizi yang optimum/berat

(47)

akan terbatas dari penyakit dan mempunyai daya tahan yang

setinggi-tinginya. 3) Gizi Kurang

Keadaan dimana susunan yang dikonsumsi masih seimbang,

hanya jumlah kesulurahannya tidak mencukupi kebutuhan hidup.

Pada gizi kurang gejala subjektifnya yaitu timbulnya perasaan

lapar, sehingga keadaan ini disebut gizi lapar (under nutrition).

Penyakit ini terutama diderita oleh anak-anak yang sedang

tumbuh pesat, yaitu kelompok balita. Pada kondisi ini yang paling

menonjol adalah kurang kalori dan protein.

4) Gizi Buruk

Keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan gizi yang cukup

dan sering disertai penyebab lain seperti penyakit disentri, diare

dan tuberkulosis dalam waktu yang lama.

g. Pengukuran Status Gizi

Pengukuran kategori status gizi didasarkan pada WHO-NCHS

(National Center for Health Statistic) dengan kriteria (standar baku

terlampir) :

Gizi Buruk : <60% median BB/U

Gizi Kurang : 60% median BB/U

Gizi Sedang : 70% median BB/U

Gizi Baik : 80%-120% median BB/U

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Teori
Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Kesehatan Kabupaten Karanganyar, telah terjadi kasus Chikungunya dari. dua tahun terakhir yakni

Distribusi frekuensi berdasarkan lama konsumsi alkohol diketahui bahwa responden pada kelompok kasus maupun kelompok kontrol yang paling banyak yaitu lebih dari

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian campak pada balita di Puskesmas Kumai Kabupaten Kotawaringin Barat Kalimantan

Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2013 terdapat 74 kasus penyakit Campak di Kabupaten Pesisir Selatan.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

Kematian Campak : Kematian dari seorang penderita campak pasti (klinis, laboratorium maupun epidemiologi) yang terjadi dalam 30 hari setelah timbul rash, bukan disebabkan oleh

Distribusi Cakupan Imunisasi, Jumlah Kasus Campak Dan Jumlah Desa Dengan Kasus Campak Di Kabupaten Bangkalan Tahun 2014.... Ketentuan Pemberian

Penyakit campak dapat mengakibatkan kematian yang dipicu oleh komplikasi penyakit lainnya.Pada tahun 2015-2016 kasus campak confirmsebanyak 57 kasus.Tujuan penelitian

Ditemukan prevalens rate campak 30,4%, proporsi anak balita berdasarkan umur dan jenis kelamin terbanyak pada anak yang tidak terkena campak kelompok umur 48-53 bulan dengan