• Tidak ada hasil yang ditemukan

PAJANAN POLUTAN DALAM / LUAR RUMAH DAN KEJADIAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS PADA RESPONDEN STUDI KOHOR PTM DI KOTA BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PAJANAN POLUTAN DALAM / LUAR RUMAH DAN KEJADIAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS PADA RESPONDEN STUDI KOHOR PTM DI KOTA BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

140

KOTA BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT

Indoor/Outdoor Pollutant Exposure and Chronic Obstructive Pulmonary Diseases on

NCD’s Cohort Respondent in Bogor City, West Java Province

Bryan Mario Isakh1, Tris Eryando2, Besral2, Miko Hananto3, Asep Hermawan3 1

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan

2Departemen Biostatistik dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universita Indonesia 3Pusat Penelitian dan Pengembangan Upaya Kesehatan Masyarakat

Email: bryanmarioisakh@gmail.com

Diterima: 8 Juli 2017; Direvisi: 2 Agustus 2017; Disetujui: 5 Januari 2018

ABSTRACT

Continuous exposure to indoor and outdoor air pollutants can be a risk of chronic obstructive pulmonary disease (COPD). This article is the result of an analysis of non-communicable disease (NCD) cohort study aimed at finding out the relationship between occupation and duration of indoor and outdoor pollution exposure to COPD events. The data source came from the NCD’s baseline cohort conducted by National Institute of Health Research and Development in 5 urban villages in Bogor Tengah sub-district, Bogor City with the total sample of 1739 people. The study design is cross sectional. The dependent variable of this study is the incidence of COPD (based on measurement results with spirometry), and the independent variables are job type, duration of indoor and outdoor exposure. Data were analyzed using chi square test. The result of the analysis showed that there was a significant correlation between the type of work to the incidence of COPD (p <0.05) (OR = 0.642; 95% CI: 0.47-0.878). Although duration of indoor and outdoor exposure did not correlate significantly, but after re-analyzed by stratification of occupation type, there was a significant correlation between the duration of outdoor pollutant exposure with COPD of respondent group with high-risk job (p = 0,052, OR = 4,558, 95% CI: 1,146-18,128). Need to anticipate the potential risk of COPD on cohort respondents.

Keywords: Exposure, air pollutants,occupation, indoor/outdoor pollution, COPD ABSTRAK

Pajanan dari bahan pencemar udara di dalam maupun di luar ruang (indoor/outdoor) secara terus menerus dapat menjadi risiko penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Artikel ini merupakan hasil analisis studi kohor penyakit tidak menular (PTM) yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pekerjaan dan lama pajanan pencemaran indoor dan outdoor terhadap kejadian PPOK. Sumber data berasal dari baseline kohor PTM yang dilakukan oleh Badan Litbang Kementerian Kesehatan di 5 kelurahan di kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor dengan jumlah sampel sebanyak 1739 orang. Disain penelitian adalah potong lintang. Variabel dependen studi ini adalah kejadian PPOK (berdasarkan hasil pengukuran dengan spirometri), dan variabel independen adalah jenis pekerjaan, lama pajanan indoor dan outdoor. Data dianalisis menggunakan uji chi square. Hasil analisis menunjukan terdapat hubungan yang signifikan antara jenis pekerjaan terhadap kejadian PPOK (p<0,05) (OR=0,642; CI 95% : 0,47-0,878). Meskipun lama pajanan indoor dan outdoor tidak berhubungan secara signifikan, namun setelah dianalisis ulang dengan stratifikasi jenis pekerjaan, terdapat hubungan yang signifikan antara lama pajanan polutan outdoor dengan PPOK kelompok responden dengan pekerjaan berisiko tinggi (p=0,052, OR=4,558, CI 95%: 1,146-18,128). Perlu tindakan antisipasi potensi risiko PPOK pada responden kohor.

Kata kunci: Pajanan, bahan pencemar udara,jenis pekerjaan, pencemaran dalam rumah/ luar rumah, PPOK

PENDAHULUAN

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit umum, dapat dicegah, dan dapat diobati, ditandai dengan

gejala pernapasan yang persisten dan obstruksi aliran udara yang disebabkan oleh kelainan jalan napas dan/atau alveolar, biasanya disebabkan oleh pajanan partikel

(2)

141

atau gas berbahaya(Vestbo et al., 2013,

Vogelmeier et al., 2017). Obstruksi jalan napas kronis yang khas pada PPOK disebabkan oleh beberapa penyakit jalan napas kecil (misalnya, bronchiolitis obstruktif) dan penghancuran parenkim (emfisema), dengan manifestasi klinis bervariasi berbeda setiap orang. Peradangan kronis menyebabkan perubahan struktur, penyempitan saluran udara kecil, dan destruksi parenkim paru. Hilangnya saluran udara kecil (bronchiolus) dapat menyebabkan obstruksi aliran udara dan disfungsi mukosiliar, yang merupkan ciri khas penyakit ini (Vogelmeier et al., 2017). Gejala pernafasan kronis mungkin didahului oleh obstruksi aliran udara yang berhubungan dengan gangguan pernafasan akut(Woodruff et al., 2016)

Persatuan dokter paru Indonesia (PDPI) mendefinisikan PPOK sebagai penyakit kronik yang ditandai dengan obstruksi aliran udara di dalam saluran napas. Gangguan bersifat progresif dan persisten disebabkan karena terjadinya inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dengan gejala utama sesak nafas, batuk dan produksi sputum(PDPI, 2003), sehingga PPOK berkorelasi dengan jumlah total partikel yang telah dihirup oleh seseorang selama hidupnya(Mannino and Buist, 2007). Faktor risiko PPOK antara lain berbagai faktor lingkungan, asap rokok, pajanan asap bahan bakar biomassa dan debu dan bahan kimia di tempat kerja, pencemaran udara di dalam/luar ruangan, infeksi terutama infeksi saluran pernafasan masa anak-anak dan status sosioekonomi rendah(Martin II et al., 2013, GOLD, 2017). Penyakit ini juga merupakan kelainan heterogen meliputi bronkitis kronis danEmfisema(Dement J, 2015). Petani juga merupakan kelompok berisiko terhadap PPOK (Fontana L, 2017). Penyakit paru-paru akibat kerja di pertanian terjadi akibat luasnya dan tingginya konsentrasi pajanan pupuk dan pestisida di lahan pertanian. Racun tersebut meliputi debu organik (hewan, produk nabati, serbuk sari), agen infeksius (bakteri, jamur, virus, mikobakteri), endotoksin, pestisida (paraquat, fungisida, organofosfat), limbah hewan (NH3, Cl2, H2S, CO2, CO, NO, NO2, dll), debu anorganik (silika, silikat, lempung) dan

pupuk.Pajanan racun ini terjadi pada konsentrasi yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan jenis pekerjaan lainnya (Nieuwenhuijsen et al., 1998, Nieuwenhuijsen et al., 1999)

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pajanan cemaran logam berat sebagai salah satu penyebab PPOK; seperti penelitian kohor retrospektif tahun 1970 sampai dengan 2014 yang dilakukan terhadap pekerja pada industri logam berat di Austria menunjukkan bahwa 1,7% peyebab kematian pekerja di industri tersebut disebabkan oleh PPOK (Wallner P, 2017). Penelitian lain menunjukan bahwa pria usia 85 tahun yang bukan perokok menderita PPOK karena terpajan debu silika selama 40 tahun (Tsuchiya K, 2017). Penelitian kohor yang dilakukan di Amerika Serikat, Finlandia dan Inggris yang mengamati kandungan timbal dalam darah 88.000 pekerja, menemukan 14.000 (15,9%) diantaranya meninggal dunia. ditemukan median timbal dalam darah Salah satu penyakit yang menjadi penyebab kematian tersebut adalah PPOK (Steenland K, 2017).

Badan Kesehatan Dunia

mengestimasikan sekitar 65 juta penderita PPOK sedang dan berat. Pada tahun 2005 tercatat 3 juta penderita penyakit ini meninggal dunia. (WHO, 2017). Prevalensi PPOK di Indonesia menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 pada tingkat komunitas adalah sebesar 3,7% dan prevalensinya lebih banyak pada pria. Usia responden untuk PPOK pada Riskesdas 2013 adalah usia ≥30 tahun dan semakin tua responden semakin tinggi prevalensinya (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

Pada studi kohor Penyakit Tidak Menular (PTM) di Bogor, ada beberapa jenis pekerjaan responden yang berpotensi menyebabkanPPOK yaitu sopir, ibu rumah tangga, pekerja rumah tangga, buruh pabrik dan buruh bagunan. Seorang sopir terutama sopir angkutan umum berisiko mendapat pajanan timbal yang dari gas buangan kendaraan bermotor, terutama sebelum 2006 (Indonesia menggunakan Pb sebagai bahan aditif dalam Bahan Bakar Minyak), dan BBM bebas timbal baru diterapkan pada tahun 2006 (ACFA, 2008). Begitu juga dengan kegiatan memasak, terutama pada

(3)

142

rumah tangga yang menggunakan bahan bakar kayu juga berisiko menimbulkanPPOK terhadapibu rumah tangga atau pekerja rumah tangga (pembantu) dimana memasak merupakan aktivitas sehari-harinya (Pan DX, 2016). Asap biomassa adalah salah satu bahan pencemar (polutan) udara dan kontributor pencemaran udara rumah tangga di seluruh dunia danmerupakan salah satu faktor risiko lingkungan utama penyebab PPOK dan penyakit saluran pernapasan bawah akut lainnya. Diperkirakan 4 juta kematian setiap tahunnya di seluruh dunia diakibatkan oleh pajanan asap pembakaran bahan bakar biomassa (Martin II et al., 2013, Pope et al., 2015). Asap biomassa merupakan hasil pembakaran berbagai jenis bahan bakar seperti kayu, kotoran hewan, dan sisa tanaman (Apte and Salvi, 2016). Sebagai contoh seorang penderita perempuan di Afrika usia 48 tahun berprofesi sebagai ibu rumahtangga, dan ternyata bukan perokok; akan tetapi setiap hari terpajan asap bahan bakar kayu yang digunakan untuk memasak (Lalloo, 2009). Sorang buruh pabrik, terutama yang bekerja di industri logam, otomotif atau furnitur, juga dapat terpajan logam berat yang merupakan faktor risiko PPOK (Hansell A, 2014, Wallner P, 2017). Selain itu buruh bangunan dapat berisiko terpajan debu silika atau bahan cat yang digunakan. Hal ini dapat berisiko juga mengalami PPOK (Tsuchiya K, 2017, Dement J, 2015).

Penelitian kohor yang dilakukan di Amerika Serikat, Finlandia dan Inggris yang mengamati kandungan timbal dalam darah 88.000 pekerja, menemukan 14.000 (15,9%) diantaranya meninggal dunia. Pada tahun pertama studi yaitu tahun 1990, ditemukan median timbal dalam darah sebesar 26 µg/dL, 96% dijumpai pada laki-laki dan 50% diantaranya dijumpai 7 jenis logam berat dalam darah mereka. Salah satu penyakit yang menjadi penyebab kematian tersebut adalah PPOK (Steenland K, 2017).

Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa beberapa jenis pekerjaan yang menyebabkan pekerja (termasuk pekerja rumahtangga) yang terpajan bahan bakar fosil, berisiko untuk mengalami gangguan paru atau PPOK. Artikel ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara jenis pekerjaan,

pajanan bahan pencemar di luar rumah dan di dalam rumah dengan kejadian PPOK terhadap responden kohor PTM di Kabupaten Bogor.

BAHAN DAN CARA

Artikel ini merupakan hasil analisis data yang bersumber dari baseline data studi kohor PTM yang dilakukan oleh Badan Litbangkes Kemkes. R.I. tahun 2011 sampai tahun 2016 (Kementerian Kesehatan RI, 2011c). Lokasi studi adalah 10 kelurahan di Bogor Tengah. Disain yang digunakan adalah potong lintang.Data yang digunakan adalah data hasil pemeriksaanSpirometri (yang dikumpulkan dengan menggunakan Form Pemeriksaan FKPPKPTM 9) (Kementerian Kesehatan RI, 2011a). Data responden blok B Karakteristik Sosial Data demografi berdasrakan rincian B04,jenis pekerjaan berdasarkan data yang dikumpulkan dari kuesioner blok Ic, dan polutan selain rokok, dari rincian Ic01 dan Ic 02 (Kementerian Kesehatan RI, 2011b). Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 1739 respondenberusia lebih dari 40 tahun, yang terdiri dari 889 laki-laki (45.08%)dan 1083perempuan (54,92). Kriterian inklusi adalahsemua responden yang dilakukan uji faal paru dengan spirometri. Variabel dependen adalah kejadian PPOK. Kejadian PPOK dikategorikan menjadi bukan PPOK dan PPOK. Bukan PPOK jika hasil pemeriksaan spirometri responden volume ekspirasi paksa 1 (VEP1)/kapasitas vital paksa (KVP) > 70%, sedangkan, PPOK didefinisikan sebagai responden yang dengan hasil pemeriksaan spirometri menunjukkan obstruksi reversibel yakni jika hasil pemeriksaan spirometri menunjukkan obstruksi (FEV1/FVC < 0,7 dan setelah pemberian bronkodilator terdapat kenaikan ≥ 12% dan 200 ml), sedangkan dikatakan obstruksi irreversibel jika hasil pemeriksaan spirometri menunjukkan obstruksi (FEV1/FVC < 0,7 dan setelah pemberian bronkodilator terdapat kenaikan < 12% dan 200 ml). Yang dimaksud uji bronkodilator adalah pemberian bronkodilator inhalasi β agonis H2 kerja singkat, misal salbutamol inhalasi sebanyak 4x100 µg pada subjek dengan kelainan obstruksi, 15 menit kemudian dilakukan pemeriksaan spirometri

(4)

143

ulang. Hasil pemeriksaan spirometri dapat

dikategorikan PPOK, jika menunjukkan tingkat keparahansesuai standar Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) berikut ini:

1. Stadium I, Ringan: jika VEP1 / KVP < 70%; VEP1 ≥ 80% ,

2. Stadium II, Sedang jika VEP1 / KVP < 70%; 50% ≤ VEP1 < 80%,

3. Stadium III,Berat jika VEP1 / KVP < 70%; 30% ≤ VEP1 < 50% dan,

4. Stadium IV, Sangat berat jika VEP1 / KVP < 70%; VEP1 <30% (Sangat Berat) (GOLD, 2017)

Variabel independen terdiri dari jenis pekerjaan utama responden, lama responden terpajan polutan dalam rumah dan lama pajanan polutan luar rumah. Jenis pekerjaan dikategorikan menjadi jenis pekerjaan berisiko tinggi dan rendah. Jenis pekerjaan dengan kategori berisiko tinggi adalah supir, ibu rumah tangga (IRT), pembantu rumah tangga (PRT) dan buruh pabrik, dan jenis pekerjaan dengan kategori berisiko rendah adalah selain pekerjaan tersebut(PNS, wiraswasta, pelayanan jasa/dagang, mahasiswa, pegawai swasta, pensiunan, TNI/Polri). Lama responden terpajan oleh polutan dalam rumah didefinisikan sebagai rentang waktu (dalam satuan bulan) terjadinya pajanan asap dengan sumber bahan bakar kayu dan atau minyak kompor. Data ini diambil dari kuesioner individu KOHORPTM.2011.IND (Kementerian Kesehatan RI, 2011b), pertanyaan Blok Ic01kolom 4 yaitu “selama berapa bulan (total) anda terpajan pollutan tersebut? (terpajan asap bahan bakar kayu bakar atau kompor minyak)”. Lama responden terpajan oleh polutan dalam rumah dikategorikan berisiko tinggi jika lama pajanan ≥ 540 bulan dan berisiko rendah jika pajanan < 540 bulan. Lama responden terpajan oleh polutan luar rumah didefinisikan sebagai rentang waktu (dalam satuan bulan) terjadinya pajanan asap kendaraan bermotor atau asap pembakaran/debu/tambang/pabrik semen dekat rumah. Data ini diambil dari kuesioner individu KOHORPTM.2011. IND

(Kementerian Kesehatan RI, 2011b) pertanyaan Blok Ic02 kolom 4, yaitu “selama berapa bulan (total) anda terpajan pollutan tersebut? (asap kendaraan bermotor/ asap pembakaran/debu/ tambang/ pabriksemen dekat rumah)?”Lama responden terpajan oleh polutan luar rumah dikategorikan menjadi berisiko tinggi jika lama pajanan≥ 540 bulan dan berisiko rendah jika lama pajanan <540 bulan. Cut of point lama pajanan 540 bulan ditentukan berdasarkan pertimbangan bahwa bronkhitis umumnya dikeluhkan pada usia 40 tahun atau lebih (Felner, 2008).dan emfisema umumnya dikeluhkan pada usia 45 atau lebih . Analisis dilakukan secara univariat untuk menggambarkan distribusi frekuensi dari masing-masing variabel, dan bivariat (uji chi square)untuk melihat hubungan masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen.

HASIL

Hasil analisis menu jukkan bahwa proporsi responden yang menderita PPOK sebesar 11%, responden yang memiliki pekerjaan berisiko tinggi sebesar 31,28%, responden dengan lama pajanan polutan dalam rumah berisiko tinggi sebesar 1,55%, dan responden dengan lama pajanan polutan luar rumah berisiko tinggi sebesar 2,18% (Gambar 1) Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa jenis pekerjaan memiliki hubungan bermakna secara statistik terhadap kejadian PPOK p=0,007 (p<0,05, OR=0,642; CI 95% : 0,47-0,878), dimana pekerjaan berisiko protektif terhadap kejadian PPOK. Lama pajanan polutan baik polutan dalam rumah maupun luar rumah, tidak memiliki hubungan bermakna secara statistik terhadap kejadian PPOK (lama pajanan polutan dalam rumah : p=0,482; OR=1,636; CI 95% 0,616 - 4,346 dan lama pajanan polutan luar rumah : p=0,17; OR=1,897; CI 95% 0,863 - 4,167). Dilihat dari nilai odds ratio-nya, responden dengan lama pajanan polutan luar rumah kategori risiko tinggi memiliki peluang lebih besar untuk mengalami kejadian PPOK dibanding responden dengan lama pajanan polutan dalam rumah kategori risiko tinggi (Tabel 1).

(5)

144

Gambar 1. Distribusi kejadian PPOK, pekerjaan, lama pajanan polutan dlam rumah dan luar rumah

Tabel 1. Hubungan jenis pekerjaan, pajanan pencemaran indoordan outdoorterhadap kejadian PPOK

Variabel

Kategori PPOK

Nilai P OR 95% C.I. Bukan PPOK PPOK

Total

n % n %

Jenis Pekerjaan

Berisiko rendah 1147 86,8 175 13,2 1322 Referensi

Berisiko tinggi 592 91,1 58 8,9 650 0,007 0,642 0,47 - 0,878 Total 1739 88,2 233 11,8 1972

Lama pajanan polutan dalam rumah

Berisiko rendah 1716 88,3 288 12,2 753 Referensi

Berisiko tinggi 23 82,1 5 17,9 28 0,482 1,636 0,616 - 4,346

Total 1739 88,2

Lama pajanan polutan luar rumah

Berisiko rendah 1707 88,4 225 11,6 804 Referensi

Berisiko tinggi 32 80,0 8 20,0 30 0,17 1,897 0,863 - 4,167 Total 1739 88,2 233 11,8 1972

Untuk melihat perbedaan pajanan didalam dan luar rumah terhadap kejadian PPOK,lama pajanan polutan dalam rumah dan luar rumah diuji ulang dengan uji chi squere dengan melakukan stratifikasi pada jenis pekerjaan. Hasil analisis menunjukan bahwa pada jenis pekerjaan yang berisiko, pajanan di dalam (p=0,325, OR=1,654, CI 95% 0,546-5,004) dan luar rumah (p=0,583, OR=1,329 dan CI95% 0,499-3,495) tidak berhubungan secara statistik, namun menunjukan OR yang positif (Tabel 2).

Pada jenis pekerjaan yang berisiko tinggi, hubngan antara pajanan polutan dalam

dan luar rumah nampak berbeda. Pajanan polutan dalam rumah menunjukan hasil yang positif namun tidak menunjukan hubungan yang signifikan secara statistik (nilai p=0,529, OR=1,466, CI 95% 0,177-12,128). Sebaliknya, lama pajanan polutan luar rumah yang berisiko tinggi memiliki peluang menyebabkan PPOK pada sebesar 4,558 kali dibandingkan dengan lama pajanan di luar rumah yang berisiko rendah pada responden dengan jenis pekerjaan yang berisiko tinggi. Hal ini diperkuat dengan hasil statistik menunjukan hubungan yang signifikan (nilai p=0,052, OR=4,558, CI 95% 1,146-18,128)

(6)

145

Tabel 2. Pengaruh pajanan polutan indoor dan outdoor terhadap responden dengan pekerjaan

beisiko rendah Jenis Pajanan N

Kategori PPOK Bukan PPOK PPOK

Nilai P OR 95% C.I

n % n %

Lama pajanan polutan dalam rumah

Berisiko rendah 1302 1131 86,9 171 13,1 Ref

Berisiko tinggi 20 16 80,0 4 20,0 0,325 1,654 0,546-5,004

Total 1322 1147 86,8 175 13,2

Lama pajanan polutan luar rumah

Berisiko rendah 1292 1122 86,8 170 13,2 Ref

Berisiko tinggi 30 25 83,3 5 16,7 0,583 1,320 0,499-3,495

Total 1322 1147 86,8 175 13,2

Tabel 3. Pengaruh pajanan polutan indoor dan outdoor terhadap responden dengan pekerjaan berisiko tinggi

Jenis Pajanan N

Kategori PPOK Bukan PPOK PPOK

Nilai P OR 95% C.I

n % n %

Lama pajanan polutan dalam rumah

Berisiko rendah 642 585 91,1 57 8,9 Ref

Berisiko tinggi 8 7 87,5 1 12,5 0,529 1,466 0,177-12,128

Total 650 592 91,1 58 8,9

Lama pajanan polutan luar rumah

Berisiko rendah 640 585 91,4 55 8,6 Ref

Berisiko tinggi 10 7 70,0 3 30,0 0,052 4,558 1,146-18,128

Total 650 592 91,1 58 8,9

PEMBAHASAN

Pajanan pencemaran udara yang terus menerus merupakan faktor risiko terjadinya PPOK.Pajanan pencemaran udara dalam pekerjaanseperti debu organik, anorganik, bahan kimia dan asap, dapat meningkatkan risiko terjadinya PPOK (Rabe et al., 2007). American Thoracic Societymenyebutkan bahwa pajanankerja menyebabkan 10 sampai 20% dari gejala atau

gangguan fungsional yang

menyebabkanPPOK (Balmes et al., 2003, Eisner et al., 2010, Paulin et al., 2015). Pajanan pencemaran udara dalam ruangan diantaranya kotoran hewan, sisa tanaman, asap kayu, batu bara, dan asap rokok, sedangkan pajanan pencemaran udara luar ruangan diantaranya gas buang industri, gas buang kendaraan bermotor, debu jalanan, dan lain-lain. Peran pencemaran udara luar ruangan terhadap kejadian PPOK masihbelum jelas tapi lebih kecil dibandingkan peran pencemaran udara dalam ruangan bersumber pajanan asap rokok (Orozco-Levi et al., 2006, Rabe et al., 2007).

Hasil analisis menunjukan bahwa faktor jenis pekerjaan berisiko (supir, ibu rumah tangga (IRT), pembantu rumah tangga (PRT) dan buruh pabrik dengan kejadian PPOK menunjukkan hubungan yang signifikan namun protektif (memberi dampak sebaliknya-pekerjaan yang beresiko tinggi memiliki peluang lebih kecil dari pekerjaan beresiko rendah untuk mengalami PPOK).Hasil analisis ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Bangladesh yang menunjukkan bahwa wanita yang menggunakan kayu bakar untuk memasak berisiko lebih tinggi mengalami PPOK daripada pada mereka yang menggunakan gas alam/LPG (p <0,001). Pajanan asap biomassa ditemukan berhubungan secara signifikan dengan PPOK (OR = 3,385, CI = 1,60-7,13, p <0,05). Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa fungsi paru berkurang secara signifikan (p <0,05) pada wanita yang menggunakan biomassa daripada yang menggunakan gas alam/LPG (Biswas et al., 2016). Demikian pula, penelitian yang dilakukan oleh Binawaraet.al (2010) pada

(7)

146

100 supir taksi bermesin diesel (kelompok studi) di Kota Bikaner dan membandingkannya dengan 100 kelompok kontrol pada kelompok usia 20 sampai 50 tahun. Fungsi paru diukur dengan spirometer komputer. Hasil analisis pada studi tersebut menunjukan bahwa kelainan restriktif ditemukan pada 87% kelompok studi, pola campuran (restriktif maupun obstruksi awal) hanya ditemukan pada 13% kelompok studi.

Penelitan lain menyebutkan bahwa pajanan polutan sepertiuap, gas, dan debu di tempat kerja menyebabkan peningkatan angka kematian akibat PPOK (RR: 1,32; 95% CI : 1,18-1,47) (Torén K, 2015). Penelitian lain menyebutkan, peningkatan partikel ultrafine (partikel dengan ukuran nanoscale dengan diameter kurang dari 100 nanometer) pada udara ambien meningkatkan kejadian PPOK sebesar 1,6 kali lebih berisiko dibanding tidak ada peningkatan partikel ultrafine (Weichenthal S, 2017).

Hasil analisis studi ini menunjukkan bahwa lama pajanan polutan di dalam rumah tidak menunjukan hubungan yang positif namun tidak bermakna secara statistik terhadap kejadian PPOK. Pajanan polutan dalam ruangan, termasuk PM2,5 dan NO2, berhubungan dengan peningkatan gejala pernapasan dan risiko kambuh pada PPOK (Hansel NN, 2013). Konsentrasi PM2,5 dalam ruangan yang lebih tinggi berhubungan dengan peningkatan kandungan karbon hitam pada penderita PPOK (Belli AJ, 2016). Pajanan emisi pembakaran biomassa dari kompor bahan bakar padat yang terkait dengan peningkatan konsentrasi PM2.5 akut menyebabkan penurunan fungsi paru, walaupun penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memastikan dampak berkepanjangan (misalnya, sehari-hari atau selama beberapa tahun).

Penelitian yang dilakukan Bose et.al(2015) menunjukkan bahwa pajanan PM2.5dalam ruangan berhubungan signifikan dengan peningkatan jumlah sel darah putih, jumlah neutrofil dan limfosit. Pada model bivariat dan model multivariat setelah adjusment dengan confounder potensial, konsentrasi PM2.5di dalam ruangan tidak berhubungan dengan eosinophil perifer dan penurunan fungsi paru-paru, kualitas hidup, atau gejala. Penelitian ini juga melakukan

analisis serupa dengan fraksi partikel yang lebih besar (PM2.5-10),namun tetap tidak menunjukkan hubungan yang signifikan secara statistik.

Pada studi ini lama pajanan polutan di luar rumah tidak menunjukan hubungan yang positif namun tidak bermakna secara statistik terhadap kejadian PPOK. Namun, kelompok responden dengan jenis pekerjaan berisiko tinggi, lama pajanan polutan di luar rumah yang lama berpeluang 4,6 kali menyebabkan kejadian PPOK dibandingkan dengan lama pajanan luar rumah yang berisiko rendah. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Schikowski et al. (2014a), yang menunjukan bahwa hubungan antara pencemaran udara dan prevalensi insiden PPOK menunjukkan hasil yang positif namun tidak signifikan secara statistik, PM10 (OR 1,04, CI 95%: 0,71-1,53, per 10 mg/m3), NO2 (OR 1,07, CI 95%: 0,91-1,26, per 10 mg/m3) dan NOx (OR 1,07, CI 95%: 0,96-1,21, per 20 mg/m3). Prevalensi PPOK juga positif terhadap kepadatan lalu lintas dalam jarak 100 m dari tempat tinggal namun tidak berhubungan secara signifikan. Schikowski et al. (2014b) menjelaskan bahwa bukti efek kronis dari pencemaran udara terhadap prevalensi dan kejadian PPOK pada orang dewasa sangat sugestif namun kurang meyakinkan, walaupun ada mekanisme biologis dan bukti yang bagus bahwa pencemaran udara mempengaruhi perkembangan paru di masa anak-anak dan memicu kambuh pada pasien PPOK.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Hasil analisis pada studi ini menunjukan bahwa jenis pekerjaan berisiko tinggi berhubungan dengan kejadian PPOK, akan tetapi bersifat protektif. Kelompok responden dengan jenis pekerjaan berisiko tinggi, lama pajanan polutan di luar rumah yang lama berpeluang 4,6 kali menyebabkan kejadian PPOK. Lama pajanan dalam rumah dan luar rumah terhadap kejadian PPOK, tidak menunjukan hubungan yang signifikan.

(8)

147

Saran

Perlu strategi pencegahan yang efektif untuk PPOK meliputi upaya promosi kesehatan dalam mengubah perilaku masyarakat untuk mengurangi pajanan pencemaran baik indoor maupun outdoor, perbaikan teknologi pembersihan udara indoor, perundang-undangan kualitas udara dan diseminasi kompor masak yang lebih baik. Selain itu perlu antisipasi potensi risiko pada kelompok yang berisiko rendah (lama pajanan polutan didalam dan luar rumah kurang dari 540 bulan) mengalami kejadian PPOK.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasihkepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kemenkes RI, PI dan Tim Studi Kohor PTM Badan Litbang atas izin yang diberikan untuk menggunakan data Studi Kohor untuk dianalisis.

DAFTAR PUSTAKA

ACFA (2008) Indonesia Reaching Full Lead Phase-Out and Better Fuel Quality. A Monthly

Publication by Asian Clean Fuels Association, Vol. 6 Issue 4 - May/June 2008.

Apte, K. & Salvi, S. (2016) Household air pollution and its effects on health. F1000Research, 5. Balmes, J., Becklake, M., Blanc, P. & Henneberger, P.

(2003) American Thoracic Society

Statement: Occupational contribution to the burden of airway disease. American journal

of respiratory and critical care medicine,

167(5): 787.

Belli AJ, B. S., Aggarwal N, DaSilva C, Thapa S, Grammer L, Paulin LM, Hansel NN (2016)

Indoor particulate matter exposure is

associated with increased black carbon content in airway macrophages of former smokers with COPD. Environ Res. 2016

Oct;150:398-402.

Binawara, B. K., Gahlot, S., Mathur, K. C., Kakwar, A. & Rajne, R. G. (2010) Pulmonary Function Tests in Three Wheeler Diesel Taxi Drivers in Bikaner City. Pak J Physiol 2010;6(1). Biswas, R. S. R., Paul, S., Rahaman, M. R., Sayeed, M.

A., Hoque, M. G., Hossain, M. A., Hassan, M. M. U. & Faiz, M. (2016) Indoor Biomass Fuel Smoke Exposure as a Risk Factor for Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) for Women of Rural Bangladesh.

Chattagram Maa-O-Shishu Hospital Medical College Journal, 15(1): 8-11.

Bose, S., Hansel, N., Tonorezos, E., Williams, D., Bilderback, A., Breysse, P., Diette, G. &

McCormack, M. C. (2015) Indoor particulate matter associated with systemic inflammation

in COPD. Journal of Environmental

Protection, 6(05): 566.

Dement J, W. L., Ringen K, Quinn P, Chen A, Haas S (2015) A case-control study of airways obstruction among construction workers. Am

J Ind Med. 2015 Oct;58(10):1083-97.

Eisner, M. D., Anthonisen, N., Coultas, D., Kuenzli, N., Perez-Padilla, R., Postma, D., Romieu, I., Silverman, E. K. & Balmes, J. R. (2010) An official American Thoracic Society public policy statement: Novel risk factors and the

global burden of chronic obstructive

pulmonary disease. American journal of

respiratory and critical care medicine,

182(5): 693-718.

Felner, K. d. S., M (2008) COPD For Dummies

Published by Wiley Publishing, Inc. 111 River St. Hoboken, NJ 07030-5774 www.wiley.com ®.

Fontana L, L. S., Capitanelli I, Re A, Maniscalco M, Mauriello MC, Iavicoli I. (2017) Chronic Obstructive Pulmonary Disease in Farmers: A Systematic Review. J Occup Environ Med.

2017 Jun 7.

GOLD (2017) Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management, and Prevention. A Guide for Health Care Professionals. 2017 Edition.

http://goldcopd.org/wp-

content/uploads/2016/12/wms-GOLD-2017-Pocket-Guide.pdf: Global Initiative for

Chronic Obstructive Lung Disease, Inc. accessed Desember, 28 2017.

Hansel NN, M. M., Belli AJ, Matsui EC, Peng RD, Aloe C, Paulin L, Williams DL, Diette GB, Breysse PN (2013) In-home air pollution is linked to respiratory morbidity in former smokers with chronic obstructive pulmonary disease. Am J Respir Crit Care Med. 2013

May 15;187(10):1085-90.

Hansell A, G. R., Poole S, Zock JP, Weatherall M, Vermeulen R, Kromhout H, Travers J, Beasley R (2014) Occupational risk factors for chronic respiratory disease in a New

Zealand population using lifetime

occupational history. J Occup Environ Med.

2014 Mar;56(3):270-80.

Kementerian Kesehatan RI (2011a) Form Pengukuran

dan Pemeriksaan [Online]. Available:

http://labdata.litbang.depkes.go.id/images/do wnload/kuesioner/kohort/PTM/FORM_PEN GUKURAN_DAN_PEMERIKSAAN.pdf [Accessed 1406 2017].

Kementerian Kesehatan RI (2011b) Kuesioner Individu

Kohort PT [Online]. Available:

http://labdata.litbang.depkes.go.id/images/do wnload/kuesioner/kohort/PTM/17.

Kementerian Kesehatan RI (2011c) Studi Kohort Penyakit Tidak Menular (PTM) [Online]. Available:

http://labdata.litbang.depkes.go.id/riset- badan-litbangkes/menu-riskesnas/menu-rikus/388-rikus-kohort-ptm [Accessed 1406 2017]. .

Kementerian Kesehatan RI (2013) Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta:

(9)

148

Badan Peneliian dan Pengembangan

Kesehatan.

Lalloo, U., Ambaram, A (2009) Not All cOPD is Caused by Cigarette Smoking. CME April

2009 Vol.27 No.4; 170-173.

Mannino, D. M. & Buist, A. S. (2007) Global burden of COPD: risk factors, prevalence, and future trends. The Lancet, 370(9589): 765-773. Martin II, W. J., Glass, R. I., Araj, H., Balbus, J.,

Collins, F. S., Curtis, S., Diette, G. B., Elwood, W. N., Falk, H. & Hibberd, P. L. (2013) Household air pollution in low-and middle-income countries: health risks and research priorities. PLoS medicine, 10(6): e1001455.

Nieuwenhuijsen, M. J., Kruize, H. & Schenker, M. B. (1998) Exposure to dust and its particle size

distribution in California agriculture.

American Industrial Hygiene Association,

59(1): 34-38.

Nieuwenhuijsen, M. J., Noderer, K. S., Schenker, M. B., Vallyathan, V. & Olenchock, S. (1999) Personal exposure to dust, endotoxin and crystalline silica in California agriculture.

Annals of Occupational Hygiene, 43(1):

35-42.

Orozco-Levi, M., Garcia-Aymerich, J., Villar, J., Ramirez-Sarmiento, A., Anto, J. & Gea, J. (2006) Wood smoke exposure and risk of

chronic obstructive pulmonary disease.

European Respiratory Journal, 27(3):

542-546.

Pan DX, Q. Y., Wang CM, Guo Y, Bian Z, Xie KX, Chen LL, Zhang YD, Li QY (2016) Interaction between smoking and indoor air pollution on chronic obstructive pulmonary diseases. Zhonghua Liu Xing Bing Xue Za

Zhi. 2016 Nov 10;37(11):1444-1449.

Paulin, L. M., Diette, G. B., Blanc, P. D., Putcha, N., Eisner, M. D., Kanner, R. E., Belli, A. J., Christenson, S., Tashkin, D. P. & Han, M. (2015) Occupational exposures are associated with worse morbidity in patients with chronic obstructive pulmonary disease. American

journal of respiratory and critical care medicine, 191(5): 557-565.

PDPI (2003) Pedoman praktis diagnosis &

penatalaksanaan PPOK di Indonesia.

Jakarta: PDPI, 1-18.

Pope, D., Diaz, E., Smith-Sivertsen, T., Lie, R. T., Bakke, P., Balmes, J. R., Smith, K. R. & Bruce, N. G. (2015) Exposure to household air pollution from wood combustion and association with respiratory symptoms and lung function in nonsmoking women: results

from the RESPIRE trial, Guatemala.

Environmental health perspectives, 123(4):

285.

Rabe, K. F., Hurd, S., Anzueto, A., Barnes, P. J., Buist, S. A., Calverley, P., Fukuchi, Y., Jenkins, C., Rodriguez-Roisin, R. & Van Weel, C. (2007)

Global strategy for the diagnosis,

management, and prevention of chronic

obstructive pulmonary disease: GOLD

executive summary. American journal of

respiratory and critical care medicine,

176(6): 532-555.

Schikowski, T., Adam, M., Marcon, A., Cai, Y., Vierkötter, A., Carsin, A. E., Jacquemin, B., Al Kanani, Z., Beelen, R. & Birk, M. (2014a) Association of ambient air pollution with the

prevalence and incidence of COPD.

European Respiratory Journal, 44(3):

614-626.

Schikowski, T., Mills, I. C., Anderson, H. R., Cohen, A., Hansell, A., Kauffmann, F., Krämer, U., Marcon, A., Perez, L. & Sunyer, J. (2014b) Ambient air pollution: a cause of COPD?

European Respiratory Journal, 43(1):

250-263.

Steenland K, B. V., Anttila A, Sallmén M, McElvenny D, Todd AC, Straif K. (2017) A cohort mortality study of lead-exposed workers in the USA, Finland and the UK. Occup

Environ Med. 2017 May 25.

Torén K, J. B. (2015) Effect of occupational exposure to vapors, gases, dusts, and fumes on COPD mortality risk among Swedish construction workers: a longitudinal cohort study. Chest.

2014 May;145(5):992-997.

Tsuchiya K, T. M., Kamiya Y, Nakamura Y, Baba S, Suda T (2017) Non-smoking Chronic Obstructive Pulmonary Disease Attributed to Occupational Exposure to Silica Dust. Intern

Med. 2017;56(13):1701-1704.

Vestbo, J., Hurd, S. S., Agustí, A. G., Jones, P. W., Vogelmeier, C., Anzueto, A., Barnes, P. J., Fabbri, L. M., Martinez, F. J. & Nishimura, M. (2013) Global strategy for the diagnosis, management, and prevention of chronic

obstructive pulmonary disease: GOLD

executive summary. American journal of

respiratory and critical care medicine,

187(4): 347-365.

Vogelmeier, C. F., Criner, G. J., Martinez, F. J., Anzueto, A., Barnes, P. J., Bourbeau, J., Celli, B. R., Chen, R., Decramer, M. & Fabbri, L. M. (2017) Global Strategy for the Diagnosis, Management and Prevention of Chronic Obstructive Lung Disease 2017 Report. Respirology, 22(3): 575-601. Wallner P, K. M., Moshammer H, Zimmerman SD,

Buchanich JM, Marsh GM (2017) Mortality Among Hardmetal Production Workers: A Retrospective Cohort Study in the Austrian Hardmetal Industry. J Occup Environ Med.

2017 Jun 29.

Weichenthal S, B. L., Hatzopoulou M, Van Ryswyk K, Kwong JC Jerrett M, van Donkelaar A, Martin RV, Burnett RT, Lu H, Chen H (2017) Long-term exposure to ambient ultrafine particles and respiratory disease incidence in in Toronto, Canada: a cohort study. Environ Health. 2017 Jun 19;16(1):64. WHO (2017) Chronic respiratory diseases, COPD:

Cause [Online]. Available:

http://www.who.int/respiratory/copd/definitio n/en/ [Accessed 1406 2017].

(10)

149

Woodruff, P. G., Barr, R. G., Bleecker, E., Christenson, S. A., Couper, D., Curtis, J. L., Gouskova, N. A., Hansel, N. N., Hoffman, E. A. & Kanner, R. E. (2016) Clinical significance of

symptoms in smokers with preserved pulmonary function. New England Journal of

Gambar

Tabel  1.  Hubungan  jenis  pekerjaan,  pajanan  pencemaran  indoordan  outdoorterhadap  kejadian  PPOK

Referensi

Dokumen terkait

Kami memperkirakan neraca perdagangan Indonesia pada 2019 akan lebih baik dibandingkan 2018, dipengaruhi oleh sektor migas.. Harga minyak bumi akan berada di kisaran

Penjualan Mobil di Indonesia Naik 1,1 Juta Unit pada 2018 Trump Tuduh Demokrat Coba Lakukan Government Shutdown.. Indonesia

4/670/HPPB/PbB tanggal 24 Januari 1972, ditentukan bahwa Bilyet Giro adalah surat perintah nasabah yang telah distandardisir bentuknya kepada penyimpan dana untuk

Based on the four main principle of growth, curriculum of physical education in schools should promote children’s growth and development along with their motor performance.. It

Sementara itu untuk persediaan pengaman dan titik pemesanan kembali menurut kebijakan perusahaan tidak ada, hal ini menyebabkan perusahaan bisa saja tidak

Lampiran 6 Hasil Pengolahan Data dengan SPSS Descriptive Statistics.. N Minimum Maximum Mean

WHO (2009) mencetuskan promosi global patient safety challenge dengan clean care is safecare , yang artinya adalah perawatan yang bersih maupun higienis adalah perawatan

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pendekatan pelatihan berbasis kompetensi memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kemampuan praktek making bed