• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN ANALISIS TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN ANALISIS TEORI"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

19 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN ANALISIS TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu ini adalah sebagai acuan peneliti untuk memberikan referensi dalam memperluas kajian peneliti. Penelitian terdahulu tidak sama dengan yang dikaji oleh peneliti, karena dalam mengkaji penelitiannya memiliki perbedaan aspek dalam fokus yang diteliti sehingga dalam mengumpulkan data memiliki perbedaan. Penelitian terdahulu ini sebagai pedoman peneliti sebagai referensi kedepannya sehingga memberikan referensi bagi peneliti tentang kajian sebagai penelitiannya. Penelitian terdahulu ini sebagai acuan dalam memberikan referensi tentang perbedaan aspek kajian yang akan diteliti. Penelitian terdahulu sebagai acuan peneliti antara lain :

Tabel 1. Penelitian Terdahulu

No Nama dan Judul

Penelitian Temuan dalam Penemuan Penelitian Terdahulu Relevansi 1. Munari Kustanto. Tahun 2019. Konstruksi Sosial Tentang Pendidikan Pada Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan Di Kabupaten Sidoarjo. Program

Konstruksi sosial adalah pemaknaan dan penilaian terhadap realitas sosial. Dalam penelitian ini

membahas tentang

konstruksi sosial yang

dimiliki KPM PKH bagaimana pemahaman, penilaian, maupun pmekanaan dar KPM Relevansi antara penelitian terdahulu

dengan penelitian yang akan dilakukan terletak

pada teori yang

digunakan yaitu tentang konstruksi sosial oleh Peter L. Berger. Hal ini

sama-sama membahas

(2)

20

Studi Sosiologi. PKH terhadap

pendidikan pada anak.

Sehingga untuk

memberikan dorongan

maupun motivasi bagi anak-anak untuk terus

lanjut belajar dan

mengejar pendidikan

yang tinggi. Dalam teori Berger terdapat 3 proses konstruksi sosial yaitu eksternalisasi, internalisasi, dan objektivasi. Melalui eksternalisasi dan objektivasi, KPM PKH menangkap pendidikan bagi anakanak

mereka sebagai sebuah realitas objektif.

Selanjutnya melalui

internalisasi yang dialami KPM PKH, pendidikan bagi anak-anak mereka berganti menjadi sebuah realitas subjektif. Keduanya tentunya sangat menentukan tindakan KPM PKH dalam memotivasi anakanak

konstruksi sosial yaitu tahapan eksternalisasi,

objektivasi dan

internalisasi. Penelitian

sama-sama mengkaji

tentang konstruksi sosial

bagaimana proses

konstruksi sosial dari eksternalsiasi,

objektivasi, dan

internalisasi dalam suatu realitas sosial. Perbedaan dari penelitian terdahulu dan penelitian yang akan datang yaitu hanya dari fokus kajiannya yaitu

penelitian terdahulu

membahas tentang

konstruksi sosial tentang

PKH sedangkan

penelitian yang akan dilaksanakan konstruksi sosial karyawan terhadap program K3.

(3)

21 mereka untuk dapat terus

melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya. 2. Rizka Pratiwi. Tahun 2015. Konstruksi Sosial Siswa Mengenai Perpustakaan Sekolah Di Sd Alhikmah Surabaya. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. Universitas Airlangga

Surabaya.

Penelitian ini mengkaji tentang konstruksi sosial,

menurut berger

konstruksi sosial terdapat

3 proses yaitu

eksternalisasi, objektvasi,

dan internalisasi.

Penelitian ini dalam

menganalisis data

menghubungkan teori

berger dalam proses

kontruksi sosial dengan

kajian penelitiannya

yaitu. Eksternalisasi, siswa beradaptasi dengan

lingkungannya yaitu

adanya pencurahan diri,

sehingga siswa beradaptasi dengan lingkungannya pada TK, SD ataupun sebelum sekolah kemudian khususnya beradaptasi dengan perpustakaan

sekolah. Ojektivasi, dari adaptasi dan pencurahan

diri siswa terdapat

interaksi sosial antara

Relevansi antara

penelitian terdahulu

dengan penelitian yang akan dilakukan terletak

pada teori yang

digunakan yaitu tentang konstruksi sosial oleh Peter L. Berger. Hal ini

sama-sama membahas

tentang 3 tahapan

konstruksi sosial yaitu tahapan eksternalisasi,

objektivasi dan

internalisasi. Penelitian

sama-sama mengkaji

tentang konstruksi sosial

bagaimana proses

konstruksi sosial dari eksternalsiasi,

objektivasi, dan

internalisasi dalam suatu realitas sosial. Perbedaan dari penelitian terdahulu dan penelitian yang akan datang yaitu hanya dari fokus kajiannya yaitu

penelitian terdahulu

(4)

22

siswa mengenai

perpustakaan dari hasil pencurahan diri yaitu eksternalisasi.

Internalisasi dari

objektivasi interaksi

sosial kemudian

menginterpretasikannya dari hasil objektivasi

dalam eksternalisasi tersebut pada perpustakaan SD Al-Hikmah. konstruksi sosial terhadap perpustakan sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan yaitu tentang konstruksi sosial karyawan terhadap program K3. 3. Nurhuda Destari, Baju Widjasena, Ida Wahyuni. Tahun 2017. Analisis Implementasi Promosi K3 Dalam Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja Di PT X (Proyek Pembangunan Gedung Y Semarang). Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro.

Penelitian ini bertujuan

untuk menganalisis

implementasi promosi

K3 dalam upaya

pencegahan kecelakaan

kerja. Dimana dalam

penelitian ini kecelakaan kerja yang diakibatkan dalam pekerjaan proyek

pembangunan gedung

memiliki nilai tinggi

pada karyawan atau

tenaga kerja. Sehingga peneliti ingin mengetahui

atau menganalisis

tentang kecelakaan kerja

yang terjadi dengan

implementasi program

kesehatan dan

Relevansi penelitian

terdahulu dengan

penelitian yang akan datang yaitu sama-sama

membahas tentang

Program K3. Perbedaan

penelitian terdahulu

dengan penelitian yang

akan datang yaitu

penelitian terdahulu

membahas bagaimana

implmentasi K3 pada

proyek pembangunan

pabrik, sedangkan

penelitian yang akan dilaksanakan membahas

bagaiman konstruksi

sosiali karyawan

(5)

23

keselamatan kerja.

Penelitian ini

menganalisis tentang

implementasi promosi

K3 pada pekerja proyek

pembangunan, karena

dalam PT. X tersebut prosedur sudah ada tetapi belum diyatakan tertuli dalam implementasi K3. Kebijakan K3 tidak lagi beredar dalam bendera

proyek pembanunan

karena telah mengalami 3

kali perpindahan

sehingga

pengorganisasian

bendera K3 atau promosi K3 tidak dipaang lagi. Sehingga peneliti ingin

menganalisis tentang

promosi program K3, dimana dalam PT. X tersebut prosedur tertulis safety morning, sedangkan pada promosi K3 tidak secara tertulis seperti safety induction, toolbox meeting, rambu-rambu, dan poster K3.

PT. KTI Probolinggo.

4. Dameyanti

Sihombing. Tahun

Penelitian ini terfokuskan

pada implementasi

Relevansi penelitian

(6)

24 2014. Impementasi

Keselamatan dan Kesehatan Kerja K3 Pada Proyek Di Kota Bitung (Studi

Kasus Proyek Pembangunan Pabrik Minyak PT. MNS). Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi Manado. kesehatan dan keselamata kerja.

Dimana kajian dalam penelitian ini adalah

melihat bagaimana

implementasi kesehatan dan kselalamtan kerja,

hal ini melakukan

evaluasi dari

implementasi K3 yang

diterapkan oleh PT.

MNS. Dilaksanakan pada

proyek pembangunan,

hal ini disebut dengan

konstruksi. Pekerja

dalam konstrksi memiliki nilai ketegangan yang tinggi bagi pekerjanya,

yaitu dilihat dari

bagaimana pekerjaan

dilakukan dengan sangat bahaya, sehingga jika tidak berhati-hati nyawa taruhannya. Pekerjaan konstruksi adalah sasaran

yang tepat dalam

implementasi program

kesheatan dan

keselamatan kerja dalam berlangsungnya

pekerjaan. Tujuan

penelitian ini yaitu

penelitian yang akan datang yaitu sama-sama

membahas tentang

Program K3. Perbedaan

penelitian terdahulu

dengan penelitian yang

akan datang yaitu

penelitian terdahulu

membahas bagaimana

implmentasi K3 pada

proyek pembangunan

pabrik, sedangkan

penelitian yang akan dilaksanakan membahas

bagaiman konstruksi

sosiali karyawan

terhadap Program K3 di PT. KTI Probolinggo.

(7)

25

mengevaluasi dimana

melakukan penilaian

dalam implementasi

kesehatan dan

keselamatan kerja dalam

pelaksanaan proyek

pembangunan konstruksi yang dilihat dari segi SMK3. 5. Chusniatul Munawaroh. 2015. Konstruksi Sosial atas Corporate Social Responsibility. Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Penelitian ini mengkaji tentang konstruksi sosial atas CSR di PT PLN. PT PLN memberikan CSR

kepada masyarakat

Kepuhan Bantul yaitu Listrik dengan slogan

“Listrik Untuk

Kehidupan Yang Baik”. Hal ini mengkaji tentang

bagaimana konstruksi

sosial masyarakat

memaknai CSR yang

diberikan oleh PT PLN. Pada tahap eksternalisasi

masyarakat kapuhan

adanya pencurahan diri

terhadap CSR yang

pertama masuk,

kesadaran diri

masyarakat meraa

realitas yang asing

Pembentukan diri yaitu

Relevansi antara

penelitian terdahulu

dengan penelitian yang akan dilakukan terletak

pada teori yang

digunakan yaitu tentang konstruksi sosial oleh Peter L. Berger. Hal ini

sama-sama membahas

tentang 3 tahapan

konstruksi sosial yaitu tahapan eksternalisasi,

objektivasi dan

internalisasi. Penelitian

sama-sama mengkaji

tentang konstruksi sosial

bagaimana proses

konstruksi sosial dari eksternalsiasi,

objektivasi, dan

internalisasi dalam suatu realitas sosial. Perbedaan dari penelitian terdahulu

(8)

26

memahami tujuan,

fungsi, manfaat, dnegan mengkuti kegiatan CSR.

Kemudian tahap

objektivasi adanya

interaksi sosial tetang

CSR yang diberikan

sehingga adanya

komunikasi tentang

pembicaraan CSR. Tahap internalisasi dari tahap

objektivas dan eksternalisasi masyarakat memahami manfaat, tujuan, fungsi CSR tersebu sehingga menerapkannya dengan baik perihal penggunaan listrik yang diberikan

oleh PT PLN

Yogyakarta.

dan penelitian yang akan datang yaitu hanya dari fokus kajiannya yaitu

penelitian terdahulu

membahas tentang

konstruksi sosial atas

CSR sedangkan

penelitian yang akan dilaksanakan tentang konstruksi sosial karyawan terhadap program K3. 2.2 Tinjauan Pustaka 2.2.1 Konstruksi Sosial

Konstruksi sosial adalah pemikiran dan penilaian seseorang dalam suatu fenomena dan realitas sosial sehingga adanya pemaknaan dan intersubyetif yang didapat dalam konstruksi sosial tersebut. Konstruksi sosial merupakan interaksi antara masyarakat dalam inetraksi tersebut terdapat pemikiran dan penilaian yang berbeda-beda hal ini secara subyektif dan diterima dalam obyektif. Menurut

(9)

27 Berger dan Luckman konstruksi sosial adalah proses pemikiran dan penialaian seseorang melaui proses tiga tahap yaitu eksternalisasi, internalisasi, dan objektivasi. Menurut Delamater dan Hyde (dalam Charles Ngangi : 2011) konstruksi sosial tidak ada kenyataan benar yang pokok realitas sosial memiliki fenomena dari suatu peristiwa atau kejadian yang memiliki fenomena yang benar dan adanya kenyataan dalam suatu realitas sosial. Konstruksi sosial adalah pemikiran dari suatu realitas yang pernah dialami maupun yang ditangkap leh panca indera seseorang, hal ini terjadinya pemaknaan dan rangsangan seseorang dalam pemikirannya dengan proses tahapan dalam konstruksi sosial yaitu eksternalisasi, inetrnaslisai, dan objektivasi (Kresno : 2014).

Skema Dialektis Teoritis Konstruksi Sosial Berger dan Luckman 1990 :

a. Internalisasi

Internalisasi adalah pemahaman dasar pertama dunia objektif kedalam kesdaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh strutur dunia sosial. Internalisasi merupakan momen penarikan realitas sosial kedalam diri atau relitas sosial menjadi realitas subjektif. Realitas sosial itu berda didalam diri manusia dengan cara itu maka diri manusia akan teridentifikasi didalam sunia sosio kultural. Macam-macam unsur dari dunia yang diobjektivasikan akan ditangkap sebagai gejala realitas di luar kesadarannya sekaligus sebagai gejala internal bagi kesadaran. Melalui internalisasi manusia menjadi hasil masyarakat

b. Eksternalisasi

Eksternalisasi adalah penyesuaian atau mengekspresikan diri seseorang dalam dunia baik dalam suatu kegiatan, organisasi, instansi, pada masyarakat,

(10)

28 realitas sosial, maupun fenomena sosial yang terjadi didalam diri seseroang. Eketrnalisasi seseorang memang memiliki peran dalam diri seseorang, adanya pencurahan diri pada seseorang dalam memahami realitas sosial yang terjadi. Dalam kehidupan bermasyarakat tidak diketahui pemikiran dan karakteristik masyarakat satu dengan yang lainnya hal ini karena danya ketertutupan anatar masyarakat yang tidak mencurahkan diri dengan anggota masyarakat yang lainnya. Dialektis teoritis konstruksi sosial menurut Berger dan Luckman dalam tahapan eksternalisasi memberikan pemikiran pada pencurahan diri seseroang. Pencurahan diri seseorang adalah identitas peran tersendiri bagi masyarakat karena dengan pencurahan diri akan memperkenalkan identitas yang dimiliki sehingga dalam bermasyarakat tidak tertutp dengan yang lainya. Sudah merupakan hakikat manusia sendiri, dan merupakan keharusan antropologis, manusia selalu mencurahkan diri ke dalam dunia tempat ia berada. Manusia tidak dapat kita mengerti sebagai ketertutupan yang lepas dari dunia luarnya. Sehingga mengalami tahapan awal dalam masyarakt dalam memberikan penilaian terhadap realitas sosial melalui stock of knowledege yang diterima dari hasil sosialisasi.

c. Objektivasi

Objektivasi adalah hasil yang didapatkan dari proses tahapan eksternalisasi, dari tahapan eksternalisasi penyesuaian diri dalam kehidupan realitas sosial akan mendapatkan hasil yang menghubugkan pada tahap ojektivasi yaitu baik dari segi fisik maupun mental yang didapat dari hasil eksternalisasi pencurahan diri terhadap kehidupan realitas sosial masyarakat. Hasil yang didapan dalam diri seseorang adalah hasil dari pemaknaan maupun penilaian yang telah di curahkan dalam realitas sosial. Pemaknaan dan penialaian yang dilakukan dalam

(11)

29 konstruksi sosial itu yang diterima dan dirangsang oleh seseorang baik dari segi fisik maupun mental dalam tahapan eksternalisasi proses konstruksi sosial tersebut.

Tahapan objektivasi seseorang mencapai realitas sui generis yaitu memiliki aturan-aturan tersendiri dalam diri seseorang terhadap proses eksternalisasi yang telah dihasilkan. Peraturan dalam diri adalah sebagai pemaknaan untuk kehidupan realitas sosial yang akan berkelanjutan, sehingga memiliki aturan dari pemaknaan dan penilaian dan diterapkan dalam kehidupan realitas sosial seseorang. Objektivasi adalah tangkapan hasil dari eksternalisasi dimana dari tahapan eksternalisasi seseorang mencurahkan diri pada realitas sosial dan ditahap objektivasi seseorang akan menerima hasilnya dari tahapan eksternalisasi dari proses konstruksi sosial tersebut masyarakat meliputi beberapa unsur misalnya institusi, peranan, identitas (Sulaiman : 2016).

2.2.2 Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah sebagai alat perlindungan bagi karyawan atau tenaga kerja pada suatu perusahaan guna memberikan upaya keselamatan serta memberikan program kesehatan bagi karyawan dengan begitu karyawan akan lebih aman, nyaman, dan selamat dalam melaksanakan pekerjaannya tanpa adanya kekhawatiran dalam bekerja. Program kesehatan dan keselamatan kerja memberikan peran penting bagi karyawan maupun perusahaan karena program tersebut untuk menjaga tenaga kerja dari kecelakaan dalam proses pengelolaan pekerjaannya. Kecelakan kerja tidak hanya merugikan dari segi fisik melainkan juga dar segi material. Kecelakaan kerja akan merugikan bagi tenaga

(12)

30 kerja karena akan terjadinya korban jiwa dari kecelakaan tersebut melainkan juga akan rugi dalam material perusahaan. Karyawan yang mengalami kecelakaan maupun kesehatannya terganggu akan mempengaruhi produktivitas kerja karyawan, sehingga dalam bekerja kurang maksimal atau tidak optimal, hal ini juga akan mempengaruhi progresivitas perusahaan.

Kesehatan dan kselamatan kerja merupakan penerapan terpenting dalam faktor ketenaga kerjaan karena memiliki relasi dalam melaksanakan pekerjaan dengan sumber daya manusia yang mempengaruhi proses bekerjanya dalam pengelolaan kerja. Kesehatan dan keselamatan kerja memiliki faktor utama yang memberikan keselamatan bagi tenaga kerja atau karyawan, dari program K3 memberikan kesejahteraan tersendiri bagi karyawan dalam faktor perlindungan kerja guna memberikan produktivitas dan etos kerja yang tinggu bagi pekerjaan karyawan dalam melaknasakan pengelolaannya. Kesehatan dan keselamatan kerja dapat didefinisikan sebagai berikut :

a. Memberikan pemeliharaan yang baik bagi karyawan atau tenaga kerja, hal ini guna untuk kesejahteraan karyawan dalam proses berlangsungnya pekerjaan yang di tentukan.

b. Sebagai alat pelindung bagi karyawan untuk mencegah masalah kesehatan yang terjadi sehingga dibutuhkan program K3 untuk menanganinya agar tidak berkelanjutan.

c. Untuk memberikan suatu keamanan bagi karyawan dalam melakukan pekerjaannya sebagai siap siaga dalam faktor kesehatan maupun keselamatan karyawan.

(13)

31 d. Menempatkan sesuai bidang dari pengalaman karyawan sehingga skill yang dimiliki oleh karyawan sesuai dengan bdang yang diberikan oleh perusahaan hal ini juga akan mencegah kecelakaan kerja karena memang memiliki skill yang maksimal dibidang tersebut.

Definis tersebut memberikan arti atau tujuan pada program kesehatan dan keselamatan kerja yaitu untuk menjaga progresivitas perusahaan dibutuhkan etos kerja dan produktivitas kerja dari karyawan hal ini sangat dibutuhkan untuk kemajuan perusahaan. Produktivitas kerja karyawan memiliki relasi pada kesehatan dan kselamatan kerja yang akan dilaksanakannya sehingga perusahaan harus memberikan intervensi terhadap karyawan dengan menerapkan program kesehatan dan keselamatan kerja guna kesejahteraan karyawan (Irzal : 2016).

Kesehatan dan keselamatan kerja adalah intervensi terpenting untuk menciptakan pekerjaan yang aman, nyaman, dan selamat dari kecelakaan kerja, sehingga dari program K3 ini menciptakan kondisi yang perfektif dan layak dalam melakukan pekerjaannya. K3 memliki arti dan makna melalui lambangnya menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI 1135/MEN/1987 tentang bendera Kesehatan dan Keselamatan Kerja pada lampiran III. Arti dan Makna dari lambang Kesehatan dan Keselamatan Kerja sebagai berikut :

(14)

32 Gambar 1. Lambang K3

1. Bentuk Lambang : Palang dilingkari roda bergigi sebelas, berwarna hijau dan berwarna dasar putih

2. Arti dan Makna Lambang K3 :

a. Palang : Siap siaga dari kecelekaan kerja dan masalah penyakit akibat kerja (PAK).

b. Roda Gigi : Bekerja dengan kesegaran jasmani dan rohani. c. Warna Putih : bersih dan suci.

d. Warna Hijau : Selamat, sehat dan sejahtera.

e. Sebelas Gerigi Roda : Sebelas bab dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

2.2.3 Kecelakaan Akibat Kerja

Keputusan Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi RI No. 609 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyelesaian Kasus Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja (PAK) menyebutkan :

(15)

33 a. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi ditempat kerja, kecelakaan yang berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaannya. Kecelakaan ini terjadi pada saat melaksanakan pekerjaan dan terdapat kesalahan atau kecelakaan dalam melakukan pekerjaannya. Kecelakaan kerja sering terjadi pada suatu perusahaan hal ini sesuai dibidang yang karyawan kerjakan karena bahaya dari teknisi dalam pengelolaan produksi maupun adanya kesalahan dalam bekrja sehingga terjadniya kecelakaan. b. Penyakit akibat kerja (PAK) adalah masalah kesehatan yang terganggu

akibat dari pekrjan yang berlangsung. Kesehatan atau penyakit itu datang berhubungan dengan pekerjaannya atau akibat dari pekerjaannya.

c. Dalam suatu perusahaan terjadinya kecelakaan jika adanya masalah fisik seperti halnya dengan peristiwa jatuh maupun dalam pelaksanaan teknisi bagian tubuh karyawan terkena teknisi hal ini disebut dengan kecelakaan kerja.

Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja ini berhubungan dengan pekrjaannya pada saat melaksanakan pekerjaan yang telah ditetapkan oleh suatu perusahaan terjadinya peristiwa yang tidak terduga seperti halnya dengan bagian tubuh karyawan terkena teknisi dari mesin produksi maupun dalam melaksanakan pekerjaannya terjatuh karena pengelolaan produksi hal ini disebut dengan kecelakaan kerja. Dan juga pada penyakit akibat kerja yang berhubungan dengan pekerjaan yang dilaksanakannya, seperti halnya pada perusahaan kimia, tambang, dan perusahaan yang memiliki unsur berbahaya yang menyebabkan kesehatan terganggu dan mungkin terserang penyakit dalam pengelolaannya. Hal ini terintervensi dalam program kesehatan dan keselamatan kerja yang diterapkan

(16)

34 pada karyawan sebagai perlindungan karyawan guna memberikan produktivitas kerja yang aman, nyaman, dan selamat (Suryatri : 2015).

Kecelakaan kerja berhubungan dengan pelaksanakan kerja yang berlangsung, kecelakaan kerja terjadi tanpa kesengajaan melainkan adanya penyebab mengapa terjadinya kecelakaan kerja. Terjadinya kecelakaan kerja harus berkesinambungan dalam penanganannya hal ini diperlukan agar kecelakaan kerja yang terjadi sebelumnya tidak akan terulang kembali pada karyawan-karyawan yang lainnya. Kecelakaan kerja harus terus ditangani dan harus dicegah sehingga dalam pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan tidak akan terjadinya kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja umumnya disebabkan oleh berbagai peyebab, teori tentang terjadinya suatu kecelakaan yaitu :

a. Teori Kebetulan Murni (Pure Chance Theory) : Kecelakaan yang terjadi semata-mata sudah dikehendaki oleh tuhan, dimana kecelakaan ini adalah kebetulan terjadi dalam pelaksanaan kerja, tanpa adanya unsur kesengajaan didalamnya.

b. Teori Kecenderungan Kecelakaan (Accident Prone Theory) : Dalam

melaksanakan pekerjaannya memang cenderung mengalami

kecelakaan kerja, dilihat dari dalam dirinya memiliki sifat ceroboh sehingga cenderung terjadinya kecelakaan kerja dalam pengelolaan kerja.

c. Teori Tiga Faktor (Three Main Factor) : Kecelakaan terjadi tidak semata-mata disengaja oleh seorang karyawan melainkan dipengaruhi oleh lingkungan sekitar dalam melaksanakan pekerjaannya yaitu terdapat tiga faktor antara lain kecelakaan peralatan dalam teknisi yang

(17)

35 sendang dijalankan, faktor lingkungan yang tidak mendukung seperti halnya dengan pencahayaan kuran, lantai licin sehingga mudah terjadtuh dalam melaksanakan kerja, dll. Kemudian faktor yang ketiga adalah faktor dari karyawan itu sendiri atau fakor dari manusianya sendiri.

d. Teori Dua Faktor (Two Main Factor) : Kecelakaan kerja dlam suatu perusahaan memiliki dua faktor yaitu pertama, faktor kondisi berbahaya maknanya dalam pengelolaan kerja terdapat teknisi yang berbahaya dalam pelaksanaannya sehingga rentan terjadinya bahaya, tidak hanya teknisi melainkan dalam melakukan pekerjaan berbahaya seperti kerja konstruksi, dll. Kedua faktor tindakan berbahaya,tindakan yang dilakukan karyawan membahayakan dirinya sendiri sehingga terjadinya kecelakaan kerja.

e. Teori Faktor Manusia (Human Factor Theory) : Terjadinya kecelakaan kerja tidak semua disebabkan oleh kesalahan seorang karyawan atau manusia itu sendiri, melainkan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penyebab terjadinya kecelakaan kerja pada suatu perusahaan pada saat pelaksanaan kerja. Dalam kecelakaan kerja sebagian besar bukan karena faktor manusia melainkan lingkungan sekitar, peralatan teknisi, maupun pekerjaan yang dikerjakan juga mempengaruhi kecelakaan kerja karyawan.

Kecelakaan kerja memiliki 2 faktor yang mempengaruhi yaitu yang pertama pada faktor manusia. Faktor manusia juga mempengaruhi kecelakaan kerja dilihat dari intervensi karyawan dan dilihat dari identitas karyawan tersebut.

(18)

36 jika intervensi karyawan memiliki nilai buruk dalam melakukan pekerjaan seperti halnya memiliki faktor kecerobohan didalamnya hal ini juga akan rentan mengalami kecelakaan. Tidak hanya itu melainkan dalam faktor identitas karyawan dilihat dari usia, jeniskelamin, koordinasi otot, kecenderungan celakan, pengalaman kerja, tingkat pendidikan, dan kelelahan. Hal ini mempegaruhi kecelakaan kerja jika faktor pertama tidak memiliki intervensi yang baik dan maksimal akan rentan terjadinya kecelakaan kerja. Kedua dari fakor lingkungan juga mempengaruhi kecelakaan kerja yaitu dilihat dari lokasi atau tempat kerja, peralatan dan perlengkapan, shift kerja, sumber kecelakaan (Suwardi : 2018).

2.2.4 Asas Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Manajemen kesehatan dan keselamatn kerja terdapat dalam perusahaan yang memiliki bidang sendiri dan memiliki organisasi dalam pelaksanaannya. Dalam memberikan keputusan suatu pemimpin perusahaan harus memperhatikan kerja karyawan dengan memberikan ksejahteraan bagi seorang karyawan. Pada program kesehatan dan keselamatan kerja harus memiliki nilai tinggi pada suatu perusahaan karena hal ini adalah tanggung jawab perusahaan dalam memberikan kesejahteraan kerja karyawan melalui program kesehatan dan keselamatan kerja. Sehingga dalam manajemen perusahaan harus memperhatikan karyawan dan lingkungannya. Manajemen kesehatan dan keselamatan kerja bertugas unutk operasional dalam kesehatan dan keselamatan karyawan dalam pelaksanaan kerja. Karena hal ini dibutuhkan tanggung jawab khusus sebagai untu memberikan kebijakan terhadap karyawan melalui program kesehatan dan keselamatan kerja. Manajemen K3 harus teliti dan mengoperasionalkan seluruh anggota untuk mengawasi karyawan pada saat pekerjaan berlangsung untuk siap siaga jika ada

(19)

37 kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja kerap kali terjadi pada sat pekerjaan berlangsung untuk mencegah kecelakaan kerja terdapat cara untuk mengatasinya yaitu :

a. Mencari tahu dengan teliti penyebab terjadinya kecelakaan kerja, hal ini untuk mengatsi kecelakaan kerja. Jika terdapat teknisi yang bermasalah dan menyebabkan kecelakaan bagi karyawan hal ini dapat diatasi terlebih dahulu sebelum melaksanakan pekerjaannya.

b. Meneliti apakah pengendalian secara cermat dilaksanakan atau tidak. Hal ini harus diperhatikan terlebih dahulu apakah pengendalian dalam kesehatan dan keselamatan kerja dilaksanakan atau tidak.

Kecelakaan kerja terjadi karena adanya masalah dalam melaksanakan pekerjaan, bisa dari teknisi yang bermasalah maupun pola pekerjaannya yang berbahaya, oleh karena itu operasional dalam program kesehatan dan keselamatan kerja harus siap bertanggung jawab dan membutuhkan perhatian yang khusus untuk kesejahteraan karyawan. Sehingga perusahaan sangat membutuhkan peran manajemen ksehatan dan keselamatan kerja hal ini untuk memberikan tanggung jawab perusahaan tersendiri pada karyawan. Manajemen program kesehatan dan keselamatan kerja memiliki bidang, organisasi, maupun anggota tersendiri agar dalam operasionalnya tugas yang diberikan sebagai penanggung jawab program K3 berjalan secara optimal dan maksimal (Silalahi Bennet : 1991).

(20)

38 2.2.5 Ruang Lingkup Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Ruang Lingkup Hyperkes dapat dijelaskan sebagai berikut (Rachman, 1990) :

1. Kesehatan dan keselamatan kerja diterapkan pada lingkup kerja, dimana program kesehatan dan keselamatan kerja terdapat faktor yang mempengaruhi keselamatan tenaga kerja yang memiliki tingkatan bahaya yang tinggi dalam pelaksanaannya. Kesehatan dan keselamatan kerja memiliki peran dalam kemanusiaan terhadap karyawan dalam aspek perlindungan kerja.

2. Aspek perlindungan dalam hyperkes meliputi :

a. Tenaga kerja dari semua jenis dan jenjang keahlian b. Peralatan dan bahan yang digunakan

c. Faktor-faktor lingkungan fisik, biologi, kimiawi, maupun sosial d. Proses produksi

e. Karakteristik dan sifat pekerjaan f. Teknologi dan metodologi kerja

3. Peranan dan fungsi kesehatan dan keselamatan kerja (K3) :

a. Setiap karyawan atau buruh memiliki wewenang dan hak atas kesejahteraan dalam bekerja. Kesejahteraan kerja yang dimiliki oleh karyawan adalah faktor keselamatan kerja hal ini harus menerapkan program kesehatan dan keselamatan kerja sebagai alat pelindung kerja karyawan.

b. Setiap karyawan dalam perbedaan kerja dan perbedaan dalam pengelolaan produksi harus menerapkan program kesehatan dan

(21)

39 keselamatan kerja. Setiap pekerjaan harus menerapkan program K3 bagi karyawan.

c. Setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan efisien. Sumber produksi yang digunakan harus ada identifikasi bahaya dan mobilisasi alat berat yang akan digunakan. Identifikasi sumber produksi sebagai alat pekerjaan oleh karyawan memiliki peran dalam menjaga kesemalatan kerja karyawan pada saat pekerjaan berlangsung.

d. Untuk mengurangi biaya perusahaan jika terjadi kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja karena sebelumnya sudah ada tindakan antisipasi dari perusahaan.

Menurut Undang-undang nomor 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja BAB III dalam syarat-syarat keselamatan kerja pasal 3 (dalam buku Suwardi : 2018). Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk :

a. Mencegah, mengurangi, dan memberi pertolongan kecelakaan b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran

c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan

d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya

e. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja

f. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara, dan getaran

(22)

40 g. Mencegah dan mengendalikantimbulnya penyakitakibat kerja baik fisik

maupuk psikis, peracunan, infeksi dan penularaan h. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai i. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban

j. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses cara kerjanya

k. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang

l. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan

m. Mengamankan dan memperlancar pekerjan bongkar-muat, perlakuan dan penyimpanan barang

n. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya

o. Menyesuaikan dan meyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaanya menjadi bertambah tinggi.

2.3 Analisa Teori Konstruksi Sosial oleh Peter L. Berger

Penelitian ini menggunakan teori konstruksi realitas sosial oleh Peter L. Berger. Mneurut Peter L. Berger dan Thomas Luckmann teori konstruksi sosial terfokus pada dua makna yaitu realitas dan pengetahuan. Teori konstruksi sosial fokus terhadap makna melalui sosiologi pengetahuan masyarakat, dimana masyarakat memiliki pengetahuan serta makna dalam suatu realitas. Pengetahuan yang terdapat dalam teori konstruksi sosial adalah fakta atau kenyataan yang benar-benar ada dalam kehidupan masyarakat. Kehidupan masyarakat memiliki kenyataan yang menjadi realitas sosial masyarakat dalam memberikan makna, penilaian atau konstruksi masayarakat dalam kehidupan realitas sosial.Sedangkan

(23)

41 yang dimaksud kenyataan adalah suatu kualitas yang terdapat fenomena-fenomena yang memiliki keberadaan yang tidak tergantung pada kehidupan realitas sosial masyarakat.

Teori konstruksi sosial terdapat proses dialektika yaitu internalisasi, eksternalisasi, dan objektivasi. Internalisasi adalah pemahaman atau penafsiran yang langsung dari suatu peristiwa obyektif sebagai pengungkapan suatu makna artinya sebagai suatu menifestasi dari proses-proses subyektif orang lain dengan demikian menjadi bermakna secara subyektif bagi diri sendiri. Titik awal dari tahapan dialektika kontruksi sosial oleh Peter L. Berger adalah tahapan internalisasi. Internalisasi dalam arti yang umum ini merupakan dasar pertama bagi pemahaman mengenai sesama dan bagi pemahaman mengenai dunia sebagai sesuatu yang maknawi dan kenyataan sosial. Pemahaman ini bukanlah merupakan hasil dari penciptaan makna secara otonom oleh individu-individu yang terisolasi melainkan dimulai dengan individu “mengambil alih” dunia dimana sudah ada orang lain. Setelah mencapain taraf internalisasi ini, individu menjadi anggota masyarakat dalam proses otogenetik untuk mencapai taraf tersebut adalah sosialisasi dapat didefinisikan sebagai pengimbasan individu secara komprehensif dan konsisten kedalam dunia objektif suatu masyarakat atau salah stau sektornya. Sosialisasi dibagi menajdi dua yaitu sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder diamna sosialisasi primer adalah sosisalisasi yang pertama dialami individu dalam mas kanak-kanak, yang dengan itu ia menjadi anggota masyarakat. Sedangkan sosialisasi sekunder adalah dialami individu pada saat usia dewasa dan memasuki seperti halnya dengan dunia publik, independen, dunia kerja dengan ruang lingkup yang lebih luas.

(24)

42 Eksternalisasi adalah menyesuaikan diri dan mengekspresikan diri dengan dunia sosio-kultural sebagai produk manusia. Artinya individu menyesuaikan dan beradaptasi terhadap kehidupan realitas sosial dengan individu lainnya dalam suatu lembaga masyarakat. Individu-individu dalam proses eksternalisasi mengidentifikasikan dirinya dengan peranan-peranan sosial yang sudah dilembagakan dalam institusi yang sudah ada. Dalam proses eksternalisasi ini individu mengidentifikasi dirinya yang artinya mencari dan menemukan pada tanggung jawab seseorang sesuai dengan status sosialnya yang sudah dilembagakan dalam institusi yang sudah ada. Eksternalisasi kemampuan ekspresi diri atau dapat dikatakan eksternalisasi ini adalah hasil dari proses internalisasi yang selama ini dilakukan dan akan selalu dilakukan sehingga menjadi proses pembiasaan (habitualisasi) bagi kesadaran individu.

Eksternalisasi sendiri merupakan suatu keharusan antropologis. Keberadaan manusia tidak mungkin berlangsung dalam suatu lingkungan interioritas yang tertutup dan tanpa gerak. Keberadaan manusia harus terus menerus mengeksternalisasikan diri dalam aktivitas. Tahap ini adalah termasuk penyesuaian diri dengan realitas pada produk sosial yang sudah dikenalkan kepadanya. Pada dasarnya individu akan mengenal dan berinteraksi dengan produk sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Sedangkan produk sosial sendiri adalah didapat dari hasil sosialisasi dan interaksi dalam masyarakat. Eksternalisasi ini adalah tahap dimana melakukan adaptasi atau penyesuaian diri terhadap lingkungan sosialnya. Dalam tahapan eksternalisasi, realitas sosial ditarik keluar. Dalam tahapan ini realitas sosial berupa proses adaptasi dengan hukum, kesepakatan, norma, nilai, hasil dari sosialisasi dan sebagainya yang berada di luar

(25)

43 diri manusia. Penyesuaian diri tersebut melalui dialektika dan adanya interpretasi artinya proses adaptasi dengan adanya penafsiran sehingga dari hal ini terdapat variasi dari hasil adaptasi atau penyesuaian diri atau tindakan pada masing masing individu.

Objektivasi adalah hasil dari eksternalisasi dimana kemampuan ekspresi diri manusia mampu mengadakan objektivasi artinya ia memanifestasikan diri dalam produk-produk kegiatan manusia yang tersedia, baik bagi produsen-produsennya maupun bagi orang lain sebagai unsur-unsur dunia bersama. Objektivasi itu merupakan isyarat yang sedikit banyaknya tahan lama dari proses subjektif dari para produsennya, sehingga memungkinkan objektivasi itu dapat dipakai sampai melampaui situasi tatap muka dimana mereka dapat dipahami secara langsung. Isyarat tersebut terus menerus tersedia dalam stuasi tatap muka, dan itulah sebabnya ia memberikan situasi yang optimal untuk dapat memasuki subjektivitas orang lain. Artinya objektivasi adalah terjadinya interaksi sosial yang yang dilembagakan atau mengalami proses institusionalisasi atau disebut dengan penanaman simbol. Objektivasi ini dilakukan dengan penegasan secara berulang-ulang oleh orang lain, yang memiliki definisi subjektif yang sama. Objektivasi ini adalah hasil dari tahapan eksternalisasi dimana dalam kemampuan ekspresi diri manusia dilakukan dan dilihat kembali pada kenyataan dilingkungan secara obyektif. Sehingga adanya pemaknaan baru dan pemaknaan tambahan dari hasil interaksi sosial yang dilembagkan dan mengalami proses institusionalisasi (Peter & Luckman : 2018).

(26)

44 Bagan 1. Teori Knstruksi Sosial oleh Peter L. Berger

Bagan 2. Kerangka Berfikir Peter L.Berger Konstruksi Sosial Eksternalisasi Objektivasi Internalisasi Menyesuaikan diri dan mengekspresikan diri dengan dunia

sosio-kultural sebagai produk manusia. Hasil eksternalisasi terjadinya interaksi sosial yang dilembagakan atau penanaman simbol. Dasar pertama bagi

pemahaman mengenai mengenai dunia sebagai sesuatu

yang maknawi dan kenyataan sosial.

Peter L.Berger

Konstruksi Sosial

Eksternalisasi Internalisasi

(27)

45 Tabel 2. Proses Dialektis Konstruksi Sosial

No Tahapan Dialektis

Penjelasan Hubungan

1. Internalisasi Dasar pertama bagi

pemahaman mengenai

dunia sebagai sesuatu

yang maknawi dan

kenyataan sosial yang

didapat dari hasil

sosialisasi yaitu primer dan sekunder.

Tahapan ini adalah proses

awal dimana karyawan

memahami awal tentang program K3. Pengetahuan awal tentang program K3 yang didapat dari hasil sosialisasi primer maupun sekunder sebagai dasar kenyataan individu.

2. Eksternalisasi Tahapan ini adalah

mengekspresikan dan

menyesuaikan diri

kedalam dunia sosio

kultural. Hasil

eksternalisasi ini didapat dari internalisasi pada

proses pengetahuan

kedalam kesadaran diri individu.

Dimana tahap ini

pengetahuan yang diterima dari sosialisasi pada tahapan

internalisasi tentang

program K3 adanya

penyesuaian dan

mengekspresikan diri antar pengetahuan yang diterima dengan dunia sosio kultural yaitu dunia kerja dalam program K3 di PT. Kutai

Timber Indonesia

Probolinggo.

3. Objektivasi Hasil dari tahapan

eksternalisasi yaitu

kemampuan ekspresi diri terjadinya tatap muka artinya adanya interaksi

sosial yang

dilembagakan atau

mengalami proses

instutionalisasi yaitu penanaman simbol.

Tahapan ini dari hasil penyesuaian diri di dunia

sosio kultural (hasil

eksternalisasi) yaitu dunia kerja dalam program K3 terjadinya interaksi sosial dengan karyawan lainnya yang dilembagakan atau

mengalami proses

institusionalisasi yaitu penanaman simbol.

Gambar

Tabel 1. Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Adapun kendala yang dihadapi penanganan kebakaran hutan dan lahan gambut tersebut adalah lokasi lahan yang terbakar terlalu jauh dari pinggir jalan maupun sungai

Disini penulis melihat, bahwa hasrat yang tersembunyi dari perkembangan teknologi muncul dan hadir dalam keempat teknologi tersebut, dan semua itu didasarkan atas

Pada penelitian ini dilakukan evaluasi terhadap sifat antimikroba MAG dan MDAG yang dibuat dari minyak kelapa (MDAG-CNO) dan MDAG yang dibuat dari minyak inti sawit (MDAG-PKO)

Segala Puji kepada Allah SWT atas segala berkat rahmat dan hidayah Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul “Perilaku Remaja yang Menggunakan Situs

Al-Raghib Al-Isfahani menjelaskan bahwa hikmah adalah perolehan kebenaran dengan perantara ilmu dan akal, yang berasal dari Allah atau manusia. Jika berasal dari

menyimpulkan bahwa penampilan produksi ayam pedaging yang dipelihara pada lantai 3 lebih baik dibandingkan pada lantai 1 dengan indikator konsumsi dan konversi pakan pada

Fitur yang disediakan dalam aplikasi ERP Sistem Receiving ini, sebagai berikut: login untuk otentikasi pengguna,input data persediaan masuk (stockIn), info barang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) masyarakat Baduy yang selalu melakukan tebang-bakar hutan untuk membuat ladang (huma), tidak terjadi bencana kebakaran hutan atau tanah longsor