• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Kesadaran Multikutural. Pedersen, 1985 (Jumarin, 2002) menyatakan bahwa konseling disebut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Kesadaran Multikutural. Pedersen, 1985 (Jumarin, 2002) menyatakan bahwa konseling disebut"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

LANDASAN TEORI 2.1 Kesadaran Multikultural

2.1.1 Pengertian Kesadaran Multikutural

Pedersen, 1985 (Jumarin, 2002) menyatakan bahwa “konseling disebut multikultural apabila mempertimbangkan usia, gaya hidup, status sosial ekonomi, perbedaan jenis kelamin. Namun bila dalam proses konseling multikultural tidak mempertimbangkan latar belakang budaya konseli, hal ini akan menjadi penghambat kelancaran proses konseling serta dapat merugikan klien.

Pedersen (1991) beranggapan bahwa konseling multikultural dipandang sebagai kekuatan keempat (fourth force), melengkapi tiga kekuatan yang lain, psikoanalisis, behavioris dan humanis dalam memahami perilaku manusia. Perbedaan dalam latar belakang ras atau etnik, kelas sosial ekonomi dan pola bahasa dapat menimbulkan masalah dalam hubungan konseling, dari awal pengembangan hubungan yang akrab dan saling mempercayai (rapport) antara konseli dan konselor, penstrukturan suasana konseling, sampai peniadaan sikap menolak dari klien (Pedersen,dkk.,1976).

Pedersen (2000) mendefinisikan kesadaran budaya sebagai kemampuan untuk memahami konteks budaya dari sudut pandang budaya sendiri serta orang lain. Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan multikultural sangat bermanfaat dalam membangun kepercayaan dan hubungan yang positif antara konselor dengan konseli. Pedersen juga mencatat bahwa kesadaran konselor

(2)

9 multikultural melalui pemahaman budaya dapat memperkuat antara ikatan konselor dan konseli.

Dalam Kode Etik Konseling Amerika dirumuskan bahwa kompetensi multikultural sebagai “kapasitas konselor yang memiliki kesadaran dan pengetahuan tentang keberagaman budaya pada diri sendiri dan orang lain, dan bagaimana kesadaran dan pengetahuan tersebut diterapkan secara efektif dalam praktik terhadap konseli dan kelompok konseli” (American Psichologycal Association, 2006). Tuntutan mengenai kesadaran multikultural tersebut dijelaskan pula dalam Kode etik ABKIN pada Bab II.A konselor harus secara aktif untuk memahami perbedaan latar belakang budaya yang dimiliki konseli. Dari kedua kode etik di atas dapat disimpulkan bahwa seorang konselor dituntut untuk memiliki kesadaran dan pengetahuan mengenai keberagaman budaya yang ada pada dirinya maupun diri konseli.

2.1.2 Etik dan Emik

Menurut pendapat Fukuyama, 1990 (Jumarin, 2002) menyatakan bahwa pengertian dari istilah etik dan emik adalah sebagai berikut:

a. Pendekatan etik (culturally generalized) yaitu pendekatan yang melibatkan peneliti yang berasal dari budaya tertentu.

b. Pendekatan emik (culturally spesific) mengacu pada pandangan bahwa data penelitian konseling lintas budaya harus dilihat dari sudut pandang budaya subyek yang diteliti atau indigenneous (budaya asli)

(3)

10 2.1.3 Syarat Kompetensi Konselor

Dalam Standar Kompetensi Konselor Indonesia (SKKI) yang diusulkan oleh ABKIN (2007) serta ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Permendiknas) Nomor 27 tahun 2008, pasal I ayat 1 menyatakan bahwa untuk dapat diangkat sebagai konselor, seseorang wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetesi konselor yang berlaku secara nasional. Dalam Permendiknas No 27 tahun 2008 poin A dijelaskan pula bahwa kompetensi konselor mencakup: kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan professional yang berkualitas akademik minimal Sarjana Pendidikan (S-1) dan Pendidikan Profesi.

Sedangkan Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Permendikbud) Nomor 111 Tahun 2014, pasal 1 No 4 menyatakan bahwa Guru Bimbingan dan Konseling adalah Pendidik yang berkualifikasi akademik minimal sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan dan Konseling dan memiliki kompetensi di bidang Bimbingan dan Konseling. Sedangkan dalam Permendiknas No 27 tahun 2008, kompetensi Profesional No 16, menyatakan bahwa konselor dituntut untuk memiliki kesadaran dan komitmen terhadap profesi. Kesadaran dalam memberikan layanan kepada klien berasal dari latar belakang yang berbeda dan professional dalam memberikan layanan, sehingga konselor dituntut untuk mengesampingkan kepentingan pribadi di atas kepentingan konseli. Dan di dalam kompetensi Kepribadian, Indikator No 6.3, dituliskan bahwa seorang konselor dituntut untuk

(4)

11 memiliki sikap peka, bersikap empati, serta menghormati keragaman budaya dan perubahan.

2.1.4 Faktor Yang Mempengaruhi Konseling Lintas Budaya

Adapun faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi proses konseling lintas budaya adalah:

a. Keadaan demografi yang meliputi jenis kelamin, umur, tempat tinggal b. Variabel status seperti pendidikan, politik dan ekonomi, serta variabel

etnografi seperti agama, adat, system nilai (Arreedondo & Gonsalves, 1980, Canary & Levin dalam Chinapah, 1997: Speoght dkk, 1991, Pedersen, 1991 Lipton dalam Westbrook & Sedlacek, 1991 sebagaimana dikutip oleh soedardji, 2011).

2.1.5 Kompetensi Yang Harus Dimiliki Konselor Multikultural Pedersen (2003) menyatakan bahwa kesadaran multikultural merupakan fondasi dan modal dari kompetensi multikultural yang harus dimiliki seorang konselor multikultural. Kesadaran multikultural penting dimiliki seorang konselor, untuk mempersiapkan diri menghadapi konseli yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda.

Menurut Pedersen,1980 (dalam Carter,1991) konseling lintas budaya memiliki tiga elemen yaitu:

1. Konselor dan klien berasal dari latar belakang budaya yang berbeda dan melakukan konseling dalam latar belakang budaya (tempat) klien.

(5)

12 2. Konselor dan klien berasal dari latar belakang budaya yang berbeda dan

melakukan konseling dalam latar belakang budaya (tempat ) konselor. 3. Konselor dan klien berasal dari latar belakang budaya yang berbeda dan

melakukan konseling di tempat yang berbeda pula.

2.1.6 Sumber Hambatan yang Dapat Menimbulkan Kurangnya Kesadaran Multikultural

Bila konselor kurang memiliki kesadaran mengenai beragam budaya yang ada di Indonesia, maka akan mengakibatkan suatu hambatan dalam berkomunikasi dengan konseli, hal ini telah diulas oleh Pedersen, dkk (Prayitno & Erman, 2009) yang menyatakan bahwa ada lima macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam komunikasi dan penyesuaian diri antarbudaya, yaitu perbedaan bahasa, komunikasi non verbal, stereotip, kecenderungan menilai dan kecemasan.Untuk meminimalisir hambatan dalam berkomunikasi dengan konseli, seorang konselor harus peka terhadap keberagaman budaya yang ada di Indonesia.

2.2 Cara Mengukur Kesadaran Multikultural dengan Menggunakan instrument Multicultural Awareness Knowledge, Skill, Survey Conselor Edition Revised (MAKSS-CE-R)

Kim, B.S.K, et al. 2003 menyatakan bahwa MAKSS-CE-R merupakan instrument Non tes. Instrument ini terdiri dari tiga sub skala, yaitu kesadaran multikultural, pengetahuan multikultural dan keterampilan multikultural. Dalam mengukur Kesadaran Multikultural Mahasiswa BK FKIP UKSW angkatan 2013 penulis menyebarkan Instrumen yang diadaptasi dari MAKSS-CE-R yang dikembangkan oleh Kim, Cartwright, Asay & D’Andrea (2003). Dalam setiap

(6)

13 item sub skala yang mendukung, pilihan sangat baik = 4, Baik = 3, Terbatas = 2 dan Sangat Terbatas = 1. Skor ini menunjukkan bahwa semakin baik kesadaran multikultural mahasiswa BK FKIP UKSW angkatan 2013, maka diketahui bahwa mahasiswa BK FKIP UKSW semakin siap dalam menghadapi konseli yang multikutural. Namun pada kenyataannya, kesadaran mutikultural Mahasiswa BK FKIP UKSW masuk dalam kategori terbatas, maka perlu dilakukan suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran multikultural Mahasiswa BK FKIP UKSW Angkatan 2013

2.3 Paket Belajar

2.3.1 Pengertian Paket Belajar

Joni,T Raka,dkk (1985) mendefinisikan bahwa pengertian paket belajar adalah suatu program yang dimodularisasikan dan dikembangkan dengan pendekatan sistem sehingga benar- benar bertolak dan bermuara pada perangkat kompetensi yang dikehendaki.

2.3.2 Tujuan Paket Belajar

Pembuatan sebuah Paket Belajar bertujuan untuk membantu para pengajar dalam penyiapan kondisi belajar yang lebih baik, yang menyangkut aspek akademik, yaitu meningkatkan kemampuan mengelola kegiatan belajar mengajar, melalui peningkatan keterampilan menggunakan Paket Belajar.

(7)

14 2.3.3 Karakteristik Paket Belajar

Karakteristik Paket Belajar telah dispesifikasi dalam bentuk penstrukturan kegiatan belajar mengajar yang kaya dengan berbagai variasi, sehingga dapat memberikan efek pengiring yang sama efektifnya dengan pencapaian tujuan-tujuan instruksional. Sebuah paket belajar terdiri dari bahan, alat dan tata cara yang tertata secara sistematis.

Paket Belajar dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut :

A. Petunjuk Umum (Bagian I) dibuat untuk guru dan siswa serta mengandung komponen-komponen :

a. Rasionel

b. Tujuan, yang terdiri dari : tujuan instruksional Umum / TUK, tujuan Instruksional Khusus / TKP dan kemampuan yang didukung

c. Prasyarat

d. Bahan/ Media / Sumber (daftarnya saja) e. Kegiatan Belajar- Mengajar

B. Petunjuk Guru (bagian II), yang khusus disiapkan untuk guru dan mencakup :

(8)

15 a. Rangkuman Kegiatan Belajar Mengajar

b. Rasionel Struktur Kegiatan c. Petunjuk Pelaksaan Khusus

d. Penilaian, yang mencakup Prosedur, Jenis dan Alat, Penilaian, Rasionel Struktur Kegiatan, Tes, Kunci , Cara menilai dan Kriteria pencapaian

C. Bahan/Media/Sumber (bagian III), yang memuat segala bahan/ media / sumber (terutama dalam bentuk cetakan, sedangkan yang berbentuk lain di tunjuk tempat penyimpanannya), misalnya :

Bahan/ materi yang harus dipelajari, Lembar panduan, Diagram, Gambar-gambar dan lain-lain. Paket belajar memiliki karakteristik yang berbeda dengan bentuk kegiatan belajar- mengajar yang lain. Karakteristik tersebut yaitu :

a) Menganut pendekatan sistem

b) Mencakup satu satuan bahasan yang utuh sebagai pendukung tercapainya kompetensi tertentu.

c) Merupakan perangkat utuh yang menyediakan segala alat, bahan, dan cara untuk mencapai tujuan tertentu. d) Menyediakan alternatif-alternatif kegiatan belajar

mengajar yang kaya dengan variasi yang dapat dipilih siswa sesuai dengan minat dan kemampuannya

(9)

16 e) Dapat digunakan mahasiswa, dengan atau tanpa

bantuan guru

f) Menyediakan seperangkat petunjuk penggunaan, baik bagi siswa maupun bagi dosen, termasuk cara memberikan/ memperoleh balikan.

g) Mencantumkan rasionel dari setiap tindakan instruksional yang disarankan.

2.3.4 Fungsi Paket Belajar Dalam Kegiatan Belajar Mengajar

Dilihat dari karaktersitiknya, Paket Belajar memiliki fungsi yang penting dalam kegiatan belajar mengajar yaitu:

a. Memberikan petunjuk yang jelas bagi guru dalam mengelola kegiatan belajar mengajar

b. Menyediakan bahan/alat yang lengkap yang diperlukan untuk setiap kegiatan.

c. Merupakan media penghubung antara guru dan siswa.

d. Dapat dipakai oleh siswa sendiri dalam mencapai kemampuan yang telah ditetapkan

e. Dapat dipakai sebagai program perbaikan, bila siswa gagal mencapai tujuan dengan alternative kegiatan pertama yang dipilihnya.

Dalam menjalankan tugasnya, guru memerlukan Paket Belajar. Untuk memenuhi keperluan tersebut, terdapat 3 alternatif bagi guru , yaitu:

a. Mengadopsi Paket Belajar yang telah disiapkan, baik secara terbatas, maupun secara komersial

(10)

17 b. Mengadaptasi Paket Belajar yang telah ada, yang berarti mengambil Paket Belajar yang telah tersedia serta melakukan berbagai penyesuaian, hingga tepat untuk kelas yang akan menggunakannya.

c. Menyusun sendiri atau bersama orang lain dalam satu tim

2.3.5 Paket Belajar dan Persiapan Mengajar

Terdapat perbedaan antara Paket belajar dengan RPL/Satlan.

Tabel 2.1 Perbedaan Satuan Pelajaran dan Paket Belajar adalah sebagai berikut:

SATUAN PELAJARAN PAKET BELAJAR

a. Dibuat oleh guru b. Dipakai oleh guru

c. Menyediakan kegiatan dan bahan yang diikuti oleh semua siswa d. Mempunyai komponen:

TIU TIK

Bahan Pelajaran

Kegiatan Belajar Mengajar Alat dan Sumber Pelajaran Penilaian

a. Dibuat oleh tim pengembang

b. Dipakai oleh guru dan siswa atau oleh siswa saja

c. Menyediakan alternative kegiatan yang dapat dipilih oleh siswa

d. Mempunyai komponen: Rasionel

Tujuan : TUP/TIU TKP/TIK

Kemampuan yang didukung Prasyarat

Bahan/Media/Sumber Petunjuk Penggunaan Penilaian

Perbedaan antara Paket Belajar dan Satuan Pelajaran dalam tabel di atas adalah pertama, paket belajar merupakan kegiatan yang telah disiapkan secara khusus, tidak dalam rangka pelaksanaan tugas rutin guru dengan melibatkan ahli-ahli lain yang berkaitan dengan pengajaran,seperti dosen pembimbing, konselor dan lain sebagainya. Kedua setiap penggalan/sub topik Paket Belajar menawarkan alternative kegiatan dalam mencapai dua tujuan yaitu menunjukkan,meskipun

(11)

18 secara terbatas dan selanjutnya adalah memperkaya penghayatan calon guru terhadap berbagai bentuk kegiatan belajar mengajar yang harus dirancang. Ketiga kegiatan cukup terperinci baik dari segi bahan/media/ sumber yang dikembangkan dalam bentuk siap pakai, yang memungkinkan Paket belajar dipergunakan secara mandiri oleh siswa.

2.4 Meningkatkan Kesadaran Multikultural Melalui Paket Kesadaran Multikultural

Studi yang dilakukan oleh Dodson (2013) juga membuktikan bahwa konselor yang berasal dari minoritas atau memiliki latar belakang multirasial akan merasa dirinya lebih memiliki kemampuan multikultural dibandingkan dengan konselor yang tidak berasal dari kelompok minoritas atau tidak memiliki latar belakang multirasial. Hal tersebut terjadi karena konselor yang berasal dari latar belakang multikultural secara “alami” sudah terbiasa dalam berinteraksi dengan lingkungan yang terdiri dari anggota masyarakat berbagai ras, sehingga konselor tidak lagi merasa canggung ketika menerima konseli yang berbeda kultural dengan dririnya. Dari hasil studi Dodson dapat disimpulkan bahwa konselor yang berasal dari lingkungan multi etnik lebih unggul dalam menangani konseli dari budaya yang berbeda dengannya, daripada konselor yang berasal dari lingkungan yang homogen, dengan begitu perlu adanya suatu upaya dalam membantu konselor yang berasal dari lingkungan yang homogen.

Paket Kesadaran Multikultural merupakan salah satu cara yang dapat membantu mahasiswa dalam meningkatkan kesadaran multikultural mahasiswa BK FKIP UKSW angkatan 2013, seperti dalam penelitian Akhmadi (2013) yang

(12)

19 menyimpulkan bahwa pelatihan multikultural dapat meningkatkan kesadaran multikultural. Salah satu permasalahan yang dialami oleh Mahasiswa BK FKIP UKSW Angkatan 2013 adalah mengenai kesadaran Multikultural yang terbatas. Hal tersebut disebabkan juga karena mahasiswa BK FKIP UKSW angkatan 2013 belum terjun langsung dalam menangani siswa yang berasal dari beragam budaya yang berbeda. Pedersen, dkk (Prayitno,2009) dalam kenyataannya memang calon konselor itu tidak dipersiapkan secara khusus untuk menangani klien-klien dan latar belakang budaya, suku, atau ras dan kelompok – kelompok sosial ekonomi yang semuanya itu membawa nilai- nilai, sikap dan gaya hidup yang berbeda- beda

Berdasarkan pendapat Pedersen (2003) dapat disimpulkan bahwa kesadaran merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang konselor. Namun pada kenyataannya sebagian besar kesadaran multikultural mahasiswa BK FKIP UKSW angkatan 2013 tergolong terbatas serta mahasiswa angkatan 2013 belum mengambil matakuliah Konseling Lintas Budaya. Maka perlu dilakukan suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran multikultural, salah satunya adalah dengan paket kesadaran multikultural. Dalam waktu yang relative singkat, mahasiswa BK angkatan 2013 akan dibagi dalam tugas – tugas latihan untuk meningkatkan kesadaran multikultural dengan paket.

2.5 Hasil Penelitian yang Relevan

Berikut mengenai penelitian- penelitan terdahulu yang menjadi landasan bagi penelitian ini, yaitu :

(13)

20 Hasil Penelitian Arswimba, Bernardinus, Agus. 2016. Pengembangan Paket Pelatihan Kompetensi Multikultural Bagi Mahasiswa. Tesis, Program Studi Bimbingan dan Konseling, Pascasarjana, Universitas Negeri Malang. Menunjukkan persentase yang diperoleh dari ahli budaya 91,91 % (sangat baik). Ahli bimbingan dan konseling 81,6 % (sangat baik). Ahli media pembelajaran 91,7 % (sangat baik). Uji coba perorangan 91 % (sangat baik). Efektifitas pelatihan dengan uji Paired Sample t Test menunjukkan pelatihan efektif meningkatkan kompetensi multikultural mahasiswa.

Penelitian Herdi (2011) Model Pelatihan untuk meningkatkan kompetensi konseling multikultural calon konselor : Studi Pengembangan pada Calon Konselor di Program Studi Bimbingan dan Konseling (BK) Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (PPB) Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Tingkat Tiga Angkatan 2006 Tahun Akademik 2008/2009 menunjukkan bahwa model pelatihan secara signifikan dapat meningkatkan KKM calon konselor, baik secara keseluruhan, setiap sub kompetensi, dimensi, maupun indikatornya.

Hasil penelitian Nugraha, Agung (2012) Program Experiential Based Group Counseling Untuk Meningkatkan Kepekaan Multibudaya Calon Konselor. S2 thesis, Universitas Pendidikan Indonesia. Menunjukkan bahwa program experiential based group counseling efektif untuk meningkatkan kepekaan multibudaya calon konselor terutama mengenai budaya konseli dan aspek kemampuan meningkatkan strategi konseling yang sesuai dengan budaya konseli.

(14)

21 2.6 Kerangka Berpikir

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

Deskripsi dari gambar 2.1 adalah sebagai berikut :

Sebelum melakukan sebuah penelitian, dilakukan pre test terlebih dahulu untuk mengetahui kesadaran multikultural mahasiswa BK FKIP UKSW. Setelah mengetahui mahasiswa yang memiliki kesadaran multikultural dalam kategori terbatas dan sangat terbatas, dilanjutkan untuk membagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Dilanjutkan dengan memberikan treatment kepada kelompok eksperimen. Setelah treatment selesai diberikan, dilakukan post test untuk mengetahui perbedaan hasil dari kelompok eksperimen yang diberikan treatment dengan kelompok kontrol yang tidak diberikan treatment.

2.7 Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut : Pre-Test Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol Treatment Tanpa Treatment Hasil Hasil Dibandingkan Meningkat/Tidak Post-Test

(15)

22 “Ada peningkatan yang signifikan kesadaran multikultural mahasiswa Bimbingan dan Konseling FKIP UKSW angkatan 2013 melalui Paket Kesadaran Multikultural.

Gambar

Tabel  2.1  Perbedaan  Satuan  Pelajaran  dan  Paket  Belajar  adalah  sebagai  berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Plaxis output dapat dipanggil dengan mengklik toolbar Plaxis output, atau dari start menu yang bersesuaian dengan program plaxis. Toolbar Calculation pada

Ilmu Pragmatik membantu untuk menemukan cara pengajaran bahasa asing yang menghasilkan pembelajar bahasa asing yang memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk menggunakan

menunjukkan bahwa agresi pada anak dapat terbentuk karena setiap hari anak sering melihat dan menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga baik secara langsung atau

Perkuliahan sakubun ini menekankan pada keterampilan menulis mahasiswa dalam menyampaikan ide sehingga dapat menghasilkan tulisan dalam bentuk poster, memo dan pengumuman,

Menurut Nida (1969), menerjemahkan berarti mengalihkan isi pesan yang terdapat dalam bahasa sumber (BSu) ke dalam bahasa sasaran (BSa) sedemikian rupa sehingga orang

Selain kata, dalam sintaksis terdapat frase, yaitu satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif atau disebut juga sebagai gabungan kata yang

1) Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua angka yaitu angka pertama didepan koma dan angka kedua di belakang koma. Jika angka yang ketiga.. sama dengan atau lebih

Rekomendasi pengembangan zona lindung diperuntukkan sebagai lokasi wisata, jenis wisata minat khusus, yaitu penelusuran lorong Gua Urang.. Ornamen gua pada daerah mulut