• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH FREKUENSI ULTRASONIK DAN KONSENTRASI NAOH PADA PROSES PRETREATMENT BIOETANOL PELEPAH SAWIT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH FREKUENSI ULTRASONIK DAN KONSENTRASI NAOH PADA PROSES PRETREATMENT BIOETANOL PELEPAH SAWIT"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH FREKUENSI ULTRASONIK DAN KONSENTRASI NAOH

PADA PROSES

PRETREATMENT BIOETANOL PELEPAH SAWIT

Effect of Ultrasound Frequency and NaOH Concentration on Bioethanol Steam

Palm Pretreatment Process

Yusron Sugiarto*, Luristya Nur Mahfut, Nada Mawarda Rilek, Ameiga Cautsarina Putri Atrinto, Mujaroh Khotimah

Jurusan Keteknikan Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian - Universitas Brawijaya Jl. Veteran, Malang 65145

*Penulis Korespondensi: email yusronsugiarto@ub.ac.id ABSTRAK

Bahan berlignosesulosa saat ini banyak dikembangkan menjadi bioethanol. Salah satu bahan lignoselulosa yang jumlahnya melimpah adalah pelepah sawit. Pelepah sawit merupakan limbah perkebunan sawit yang belum dimanfaatkan secara optimal dengan selulosa 33.22%. Setiap tahunnya Indonesia menghasilkan pelepah sawit 300.375 kton. Akan tetapi dalam pembuatan bioetanol lignoselulosa terdapat proses pretreatment untuk mendapatkan bioetanol kualitas baik. Namun, proses pretreatment yang dilakukan beberapa peneliti masih belum optmimal. Hal ini berkaitan dengan metode dan ukuran partikel saat pretreatment kurang optimal sehingga menyebabkan perombakan lignin kurang maksimal, akibatnya peningkatan kadar selulosa tidak signifikan sehingga menghasilkan bioetanol dengan rendemen rendah. Untuk itu, penelitian ini dilaksanaan menggunakan proses pretreatment metode ultasonifikasi agar dapat menghasilkan selulosa yang lebih tinggi dengan partikel berukuran nano sehingga akan didapatkan rendemen etanol pelepah sawit yang lebih tinggi. Metode penelitian yang digunakan tersusun atas 2 faktor, yaitu konsentrasi NaOH dan frekuensi gelombang ultrasonik yang masing-masing terdiri tadi 3 level. Analisa yang dilakukan adalah pengaruh konsentrasi NaOH dan waktu ultrasonikasi terhadap peningkatan selulosa pada proses pretreatment menggunakan metode PSA, SEM dan Cheason. Untuk analisa hasil, data dan perlakuan terbaik menggunakan ANOVA. Pada 9 kombinasi didapatkan perlakuan terbaik pada kombinasi sampel dengan konsentasi NaOH 2 M dan frekuensi sonikasi 60 Hz yang menghasilkan lignin (19.6%), selulosa (59.49%), dan hemiselulosa (11.8%) dengan ukuran partikel 372.5 nm (10%).

Kata Kunci : Bioetanol, pretreatment, ultrasonik, pelepah sawit

ABSTRACT

Lignocellulosic has promising material for bioetanol production. One of the abundant material is the stem of a Palm. Stem of palm is a plantation of palm waste which has not been utilized optimally which is contain high cellulose. Every year Indonesia produce palm stem of 300.375 ktons. This waste can be develop to produce bioetanol. However, pretreatment processes conducted some researchers still do not optmimal. This is related to the particle size and the method of pretreatment of less than optimal so that led to an over-haul of the lignin insufficient, consequently increased levels of cellulose was not significant resulting in low yield by bioetanol. Therefore, the research was implemented using the process of pretreatment method ulta-sonifikasi in order to produce higher pulp with nano-sized particles that will yield ethanol derived stem of palm is higher. Research methods used in this research composed of two factors, namely the concentration of NaOH and frequency ultrasonic waves that are each composed last 3 levels. The analysis conducted was the influence of the concentration of NaOH and time ultrasonikasi to increased cellulose pretreatment process using PSA, SEM and a Cheason. For the analysis of the results, data, and best treatment using ANOVA. The best treatment was obtained by combination of 9 (2 M NaOH konsentasi and sonikasi frequency 60 Hz) and lignin (19.6%) cellulose (59.49%) and hemicellulose (11.8%).

(2)

PENDAHULUAN

Ketersediaan energi fosil diberbagai belahan dunia diperkirakan akan habis dalam jangka waktu 25 tahun (Erdei et

al., 2010). Upaya yang dapat dilakukan

adalah dengan pengembangan sumber energi terbarukan sebagai energi alternatif pengganti energi fosil. Salah satu energi alternatif yang dapat dikembangkan dan berbahan baku alam adalah bioetanol (Yitzhak, 2013). Bioetanol merupakan bahan baku alternatif yang sebagian besar produksinya (93%) dilakukan secara fermentasi dari bahan baku yang mengandung gula seperti ubi kayu dan gula tebu (Kardono, 2010). Akan tetapi menurut Erdei (2010), penggunaan ubi kayu, gula

tebu dan bahan-bahan yang mengandung pati, karbohidrat, dan gula sederhana lainnya yang digunakan sebagai bahan baku bioetanol berpotensi dapat menimbulkan persaingan terhadap kebutuhan bahan pangan. Untuk itu mulailah dikembangkan bioetanol berbahan baku non pangan.

Bahan alam non pangan yang melimpah dan dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol adalah lignoselulosa (Singh et al., 2013; Awatshi et

al., 2013). Lignoselulosa adalah komponen

organik di alam yang terdiri dari tiga tipe polimer yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Salah satu bahan yang mengandung lignoselulosa adalah pelepah sawit. Pelepah sawit adalah salah satu limbah perkebunan sawit yang mengandung selulosa cukup tinggi yakni 57%, yang sampai saat ini belum termanfaatkan secara optimal (Sahiba-Hanim, 2010). Padahal dilihat dari potensi ketersediaanya, Indonesia merupakan negara yang memiliki luas perkebunan sawit mencapai 8.9 juta Ha. Dimana setiap hektarnya akan mengasilkan 6400–7500 pelepah per tahun, sehingga pertahunnya Indonesia dapat menghasilkan limbah pelepah sawit sebesar 66750 juta pelepah atau sekitar 300375 kton/tahun (Dirjen Perkebunan, 2013 dan ICCTF, 2013). Akan tetapi dalam proses pembuatan bioetanol berbahan baku lignoselulosa terdapat proses perlakuan awal yang menjadi kunci sukses dalam menghasilkan bioetanol kualitas baik, yakni proses pretretment.

Proses pretreatment digunakan untuk mengubah struktur lignoselulosa agar lebih

mudah diakses oleh enzim yang mengubah polimer karbohidrat (selulosa) menjadi gula yang dapat difermentasi (Gang Hu

et al., 2012, Awatshi et al., 2013). Namun,

proses pretreatment yang dilakukan oleh beberapa peneliti masih belum optmimal. Hal ini berkaitan dengan metode dan ukuran partikel saat proses pretretment yang kurang optimal yang menyebabkan proses perombakan lignin kurang maksimal, yang berdampak pada peningkatan kadar selulosa tidak signifikan sehingga lebih sulit untuk diproses menjadi bioetanol atau menghasilkan bioetanol dengan rendemen rendah. Menurut penelitian Sitorus (2011), semakin kecil ukuran partikel yang digunakan pada proses pretreatment, maka rendemen selulosanya akan semakin tinggi karena luas permukaan turut mempengaruhi kecepatan reaksi karena semakin luas permukaan reaktan maka dapat memperbesar kesempatan terjadinya tumbukan antar partikel. Penelitian yang sudah ada sebelumnya menunjukkan bahwa ukuran selulosa masih dalam skala mikro. Pada penelitian yang dilakukan oleh Elwin (2014), sudah digunakan pretreatment menggunakan microwave dan penambahan katalis NaOH dengan metode radiasi tinggi pada biomassa selulosa untuk menurunkan kandungan lignin dan hemiselulosa serta meningkatkan kandungan selulosanya. Akan tetapi penggunaan metode tersebut hanya mampu menurunkan kadar lignin 4.47%, dan hemiselulosa 18.19% serta mampu meningkatkan selulosa 12.27%. Selain itu, pada proses pretretment menggunakan microwave, ukuran partikel biomassa yang digunakan masih berukuran mikro.

Oleh karena itu, akan dilakukan penelitian mengenai Bioetanol Steam Of Palm (Analisis Of Ultrasound Frequency and Chemical

Subtance With Pretreatment Mechanic-Nano-Chemical Methods On Improvement Of Cellulose).

Penelitian ini memiliki konsep pelaksanaan proses pretreatment pada proses pembuatan bioetanol berbahan baku pelepah sawit yang merupakan limbah perkebunan sawit yang ketersediaannya sangat melimpah dengan metode nanofikasi menggunakan gelombang ultrasonik dengan prinsip efek kavitasi akustik. Tujuannya agar dapat menghasilkan rendemen selulosa yang lebih tinggi dengan kondisi partikel ukuran nano sehingga pada proses pembuatan bioetanol dapat

(3)

menghasilkan rendemen etanol pelepah sawit yang lebih tinggi dengan harapan dapat menjadi energi terbarukan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, pemerintah maupun industri untuk menangani masalah ketersediaan bahan bakar.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini menggunakan dua faktor yaitu faktor konsentrasi NaOH dan faktor frekuensi gelombang ultasonik yang bertujuan untuk menentukan kombinasi faktor mana yang terbaik dalam proses pretreatment pada proses pembuatan bioetanol menggunakan bahan pelepah sawit. Analisa yang dilakukan pada peneitian ini adalah pengaruh konsentrasi dan frekuensi terhadap penurunan kadar lignin serta peningkatan kadar selulosa dan hemiselulosa pada proses pretretment

dengan ukuran partikel nano. Metode analisa yang digunakan pada penelitian ini adalah metode LAS (Laser diffaction) dengan menggunakan alat PSA (Particle Size

Analyzer) dan Cheson.

Rancangan percobaan pada penelitian ini adalah dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial yang tersusun atas dua faktor yaitu konsentasi NaOH dan frekuensi gelombang ultrasonik. Konsentrasi NaOH terdiri dari 3 level dan frekuensi gelombang ultrasonik terdiri dari 3 level. Sehingga dalam penelitian ini akan didapatkan 9 kombinasi. Untuk lebih jelasnya adalah sebagai berikut:

Faktor I (X) : Konsentrasi NaOH X1 : 1M, X2 : 1.5M, X3: 2M

Faktor II (Y): Frekuensi gelombang ultrasonik Y1: 30 Hz, Y2:40Hz , Y3: 50Hz

(4)

Dari kedua faktor tersebut diperoleh kombinasi perlakuan seperti yang tercantum pada Tabel 1. Model yang digunakan untuk desain faktorial 3×3 ini adalah (Yitnosumarto,1993):

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk i= 1, 2, 3 ; j= 1, 2, 3; k=1, 2, 3 dimana :

Yijk= Yield dari hasil pengulangan perlakuan ke-k yang terjadi karena pengaruh bersama taraf ke-i faktor X (Konsentrasi NaOH) dan taraf ke-j faktor Y (Frekuensi gelombang ultrasonik)

µ= Rata-rata umum

αi= Pengaruh taraf ke-i faktor X (Konsentrasi NaOH)

βj= Pengaruh taraf ke-j faktor Y (Frekuensi gelombang ultrasonik)

(αβ)ij = Pengaruh intetaksi taraf ke-i faktor X dan taraf ke-j faktor Y

εijk= Kesalahan (galat) percobaan ke-k dalam kombinasi perlakuan ukuran serbuk pelepah sawit i, dan suhu pretreatment j

Pada proses pretreatment ada beberapa proses yang dilakukan diantaranya mulai dari persiapan sampel, sintesis nanopratikel pada proses ultrasonikasi, pengujian sampel pretreatment, serta analisa perlakuan. Proses yang digunakan akan dijelaskan pada Gambar 1.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pretretment dengan Metode Sonikasi Uji Cheson

Uji Cheson adalah uji yang digunakan untuk mengetahui kandungan lignoselulosa (Hemiselulosa, Selulosa dan lignin) pada suatu bahan. Pada uji ini digunakan larutan H2SO4 untuk mengetahui perubahan yang terjadi yaitu kabrohidat/pati menjadi gula yang mudah larut dan dipisahkan dari lignin. Total kandungan selulosa dinyatakan sebagai

nilai (c) dikurangi nilai (d) dibagi dengan nilai (a) dikalikan 100%. Total hemiselulosa dengan nilai (b) dikurangi nilai (c) dibagi dengan nilai (a) dikalikan 100% dan total lignin diperoleh dengan pengurangan nilai (d) dan (e) dibagi nilai (a) dikalikan 100%.

Uji PSA

Pada analisis ukuran partikel dengan menggunakan PSA, partikel didispersikan ke dalam media cair sehingga partikel tidak saling beraglomerasi. Ukuran partikel yang terukur adalah ukuran dari single particle. Data ukuran partikel yang didapatkan berupa tiga distribusi yaitu intensitas, number dan volume

distribution, sehingga dapat diasumsikan

menggambakan keseluruhan kondisi sampel.

Pengaruh Sonikasi terhadap Kandungan Lignoselulosa

Pretreatment biomassa lignoselulosa

harus dilakukan untuk mendapatkan hasil yang tinggi dimana penting untuk pengembangan teknologi biokonversi dalam skala komersial. Tujuan dari

pretreatment adalah untuk membuka struktur

lignoselulosa agar selulosa menjadi lebih mudah diakses oleh enzim yang memecah polimer polisakarida menjadi monomer gula sehingga kadar selulosa akan meningkat sedangkan kadar lignin akan semakin turun (Mosier et al., 2005).

Pada proses pretreatment semakin kecil ukuran partikel maka luas permukaan partikel akan semakin besar. Luas permukaan turut mempengaruhi kecepatan reaksi karena semakin luas permukaan reaktan maka dapat memperbesar kesempatan terjadinya tumbukan antar partikel (Ramanathan, 2006). Menurut Fatimawati (2013), semakin kecil ukuran partikel biomassa lignoselulosa maka setelah proses pretreatment selulosa yang dihasilkan juga akan semakin tinggi. Untuk itu pada penelitian kali ini digunakan proses pretreatment yang menghasilkan material pada skala nano dengan bantuan aktifator NaOH menggunakan metode sonikasi.

Tabel 1.Kombinasi Rancang Acak Kelompok (Faktorial)

X/Y Frekuensi

NaOH Y1 Y2 Y3

X1 X1Y1 X1Y2 X1Y3

X2 X2Y1 X2Y2 X2Y3

(5)

Metode sonikasi pada prosesnya menggunakan alat ultrasonikator, memanfaatkan gelombang ultrasonik untuk mengubah ukuran partikel menjadi nanometer. Aplikasi gelombang ultrasonik yang terpenting adalah pemanfaatannya dalam menimbulkan efek kavitasi akustik. Efek ini akan digunakan dalam pembuatan bahan berukuran nano dengan metode emulsifikasi (Nakahira, 2007). Sedangkan penggunaan NaOH sendiri bertujuan sebagai aktifator atau pelarut dalam proses ini karena Dalam proses pretreatment natrium hidroksida merupakan peroksida alkali efektif untuk pretreatment biomassa (Saha, 2006).

Uji Hemiselulosa

Berdasarkan hasil uji hemiselulosa diketahui kontrol atau sampel tanpa perlakuan kandungan hemiselulosanya adalah sebesar 8.37. Setelah dilakukan proses pretretment dari 9 kombinasi 3 kali ulangan yang dibuat (27 sampel) didapatkan hasil hemiselulosa terendah pada kombinasi X1Y3 (NaOH 1M dan frekuensi 50 Hz)

dimana hemiselulosanya turun menjadi 5.05, Sehingga penurunannya mencapai 34.29%. Sedangkan hemiselulosa tertinggi terdapat pada kombinasi X3Y3 (NaOH 2M dan frekuensi 50 Hz) dimana hemiselulosanya naik hingga 11.8, sehingga kenaikannya mencapai 40.98%. Berdasarkan analisis ragam (ANNOVA) yang dapat dilihat pada Tabel 3. F hitung perlakuan dan interaksi perlakuan lebih besar lari F tabel 5% sehingga perlakuan dan interaksi perlakuan berbeda sangat nyata. Selanjutnya interaksi perlakuan dillakukan uji lanjut menggunakan uji BNT 5% (Tabel 3). Berdasarkan uji BNT tersebut dihasilkan simbol/huruf yang berbeda sehingga dapat disimpulkan perlakuan X1Y1 berbeda nyata dengan perlakuan X1Y2, X1Y3, X2Y1, X2Y2, X2Y3, X3Y1, X3Y2, X3Y3 serta sebaliknya.

Uji Selulosa

Berdasarkan hasil uji selulosa diketahui kontrol atau sampel tanpa perlakuan kandungan selulosanya adalah sebesar 32.57. Setelah dilakukan proses

pretreatment dari 9 kombinasi 3 kali ulangan

Gambar 2. Hubungan konsentrasi NaOH dan frequensi gelombang ultasonik tehadap kandungan hemiselulosa pelepah sawit

Gambar 3. Hubungan konsentrasi NaOH dan frequensi gelombang ultasonik tehadap kandungan Selulosa pelepah sawit

(6)

yang dibuat (27 sampel) didapatkan hasil selulosa terendah pada kombinasi X1Y3 (NaOH 1M dan frekuensi 50 Hz) dimana selulosanya turun menjadi 29, Sehingga penurunannya mencapai 10.96%. Sedangkan hemiselulosa tertinggi terdapat pada kombinasi X3Y3 (NaOH 2M dan frekuensi 50 Hz) dimana selulosanya naik hingga 59.49, sehingga kenaikannya mencapai 91.86%. Berdasarkan analisis ragam (ANNOVA) yang dapat dilihat pada Tabel 4. F hitung perlakuan dan interaksi perlakuan lebih besar lari F tabel 5% sehingga perlakuan dan interaksi perlakuan berbeda sangat nyata. Selanjutnya interaksi perlakuan dillakukan uji lanjut menggunakan uji BNT 5% (Tabel 4.). Berdasarkan uji BNT tersebut dihasilkan simbol/huruf yang berbeda sehingga dapat disimpulkan perlakuan X1Y1 berbeda nyata dengan perlakuan X1Y2, X1Y3, X2Y1, X2Y2, X2Y3, X3Y1, X3Y2, X3Y3 serta sebaliknya.

Uji Lignin

Berdasarkan hasil uji lignin diketahui kontrol atau sampel tanpa perlakuan kandungan ligninnya adalah sebesar 20.12. Setelah dilakukan proses pretretment dari 9 kombinasi 3 kali ulangan yang dibuat (27 sampel) didapatkan hasil lignin terendah pada kombinasi X1Y3 (NaOH 1M dan frekuensi 50 Hz) dimana ligninnya turun menjadi 10.26, Sehingga penurunannya mencapai 49%. Sedangkan lignin tertinggi terdapat pada kombinasi X3Y3 (NaOH 2M dan frekuensi 50 Hz) dimana ligninnya turun hingga 19.51, sehingga penurunannya mencapai 2.53%. Berdasarkan analisis ragam (ANNOVA) yang dapat dilihat pada Tabel 5. F hitung perlakuan dan interaksi perlakuan lebih besar lari F tabel 5% sehingga perlakuan dan interaksi perlakuan berbeda sangat nyata. Selanjutnya interaksi perlakuan dillakukan

Tabel 3. Hasil Uji Hemiselulosa

Perlakuan ANNOVA Uji BNT

Tanpa

Perlakuan Y/X X1 X2 X3 SK Notasi Simbol

8.37 Y1 8.3 8.62 5.04 X tn a

Y2 11.2 7.82 8.75 Y ** b

Y3 8.5 10.13 11.8 XY ** c

Tabel 4. Hasil Uji Selulosa

Perlakuan ANNOVA Uji BNT

Tanpa

Perlakuan Y/X X1 X2 X3 SK Notasi Simbol

32.527 Y1 38.49 51.29 29.03 X ** a

Y2 59.43 49.21 46.92 Y ** b

Y3 42.19 55.00 59.49 XY ** a

Tabel 5. Hasil Uji Lignin

Perlakuan ANNOVA Uji BNT

Tanpa

Perlakuan Y/X X1 X2 X3 SK Notasi Simbol

20.125 Y1 11.37 15.04 10.26 X tn a

Y2 16.52 14.41 16.06 Y ** b

Y3 12.68 15.66 19.61 XY ** c

Keterangan Tabel 3-5:

Setiap data merupakan rerata tiga kali ulangan

SK: Sumber Keragaman, tn: Tidak berdeda nyata, **: Berbeda sangat nyata

(7)

uji lanjut menggunakan uji BNT 5% (Tabel 5). Berdasarkan uji BNT tersebut dihasilkan simbol/huruf yang berbeda sehingga dapat disimpulkan perlakuan X1Y1 berbeda nyata dengan perlakuan X1Y2, X1Y3, X2Y1, X2Y2, X2Y3, X3Y1, X3Y2, X3Y3 serta sebaliknya.

Hasil Uji Partikel

Pretreatment dilakukan untuk membuka struktur lignoselulosa agar selulosa menjadi lebih mudah diakses oleh enzim yang memecah polimer polisakarida menjadi monomer gula sehingga kadar selulosa akan meningkat sedangkan kadar lignin akan turun (Mosier et al., 2005). Berdasarkan hal tersebut dipilih perlakuan terbaik berdasarkan kombinasi dengan kandungan selulosa tertinggi. Pada pretretment metode makanik nano chemical ini diperoleh kombinasi terbaik pada X3Y3 (NaOH 2 M dan Frekuensi 50Hz) dengan kandungan hemiselulosa sebesar 11,8, selulosa sebesar 59,49 dan lignin sebesar 19,61. Dimana kombiasi terbaik ini selanjutnya akan diuji PSA untuk mengetahui ukuran partikelnya.

Uji PSA

Berdasarkan grafik pada Gambar 5. didapatkan ukuran partikel pelepah sawit yang telah mengalami proses pretreatment dimana kali ini dilakukan dengan pemberian frequensi gelombang ultrasonik dan penambahan konsentrasi NaOH. Pada uji PSA ini didapatkan partikel terkecil yakni 385,2nm sebanyak 18,8%. Dimana total distribusinya adalah 372,5nm (10%), 444,1nm (50%), 643,1nm (90%) dari ukuran partikel awal 70µm. Hal ini menandakan ukuran partikel pada proses sonikasi ini tidak merata, tidak semua partikel berukuran sama. Dimana disini membuktikan semakin kecil ukuran partikel akan berpengaruh terhadap kandungan lignoselulosa pada bahan biomassa dimana dalam hal ini pelepah sawit terutama untuk meningkatkan kandungan selulosanya.

Hasil Uji SEM

Berdasarkan Gambar 6. didapatkan hasil uji SEM yaitu kenampakan dari sampel kontrol (sebelum pretreatment) dan X3Y3 (setelah pretreatment) dengan perbesaran

Gambar 4. Hubungan konsentrasi NaOH dan frequensi gelombang ultasonik tehadap kandungan Lignin pelepah sawit

(8)

500, 1000 dan 2000 kali. Dapat dibandingkan bahwa sampel sebelum pretreatment memiliki ukuran partikel 70 µm, dimana lignin masih mengikat selulosa sedangkan setelah proses pretreatment didapatkan ukuran partikel 100-380nm, dimana lignin telah terdegradasi. Hal ini membuktikan bahwa metode Mecanic-Nano-Chemical (Sonikasi, aktifator NaOH) dapat meningkatkan kandungan selulosa pelepah sawit (lignoselulosa) pada ukuran partikel nanometer.

SIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui kandungan ligno-selulosa pelepah sawit sebelum dilakukan pretreatment adalah selulosa 32.575%, lignin 20.125%, dan hemiselulosa 8.37%, dimana uji dilakukan pada ukuran partikel 70 µm. Setelah dilakukan proses preteatment menggunakan metode mekanic nano chemical dengan proses sonikasi (ultrasonik) dengan aktifator NaOH dengan 9 kombinasi 3 kali ulangan didapatkan berdasarkan uji Annova dari data uji Cheason semua perlakuan berbeda nyata, dengan kombinasi terbaik yakni NaOH 2M dan Frequensi 50 KHz dengan kandungan selulosa sebesar 59.49%, lignin 19.61% dan hemiselulosa 11.8%, (peningkatan selulosa sebesar 83%). Dimana berdasarkan uji PSA didapatkan ukuran partikel pada sampel 385.2 nm sebanyak 18.8% dan hasil uji SEM meyatakan bahwa lignin terdegradasi.

DAFTAR PUSTAKA

Awatashi, M. 2013. Bioethanol Production Through Water Hyacinth Eichornia

crassipes Via Potimization of The

Pretreatment Condition. International

Journal of Emerging Technology and Advanced Engineering 3:42-46.

Dirjen Perkebunan. 2011. Kebijakan Pengem-bangan Kelapa Sawit Berkelanjutan. Makalah Seminar Implementasi RSPO di Indonesia. Jakarta: Dirjen Perkebunan.

Elwin. 2014. Analisa Pengaruh Waktu Pretreatment dan Konsentrasi NaOH Terhadap Kandungan Selulosa, Lignin dan Hemiselulosa Eceng Gondok pada Proses Pretreatment Pembuatan Bioetanol. Skripsi. Malang: FTP UB. Erdei B, Barta Z, dan Sipos B. 2010. Ethanol

Producton from Mixtures of Wheat Straw and Wheat Meal. Biotechnology

for Biofuel. Vol. 3:16.

Fatmawati F. 2013. Pemanfaatan Iradiasi Gelombang Mikro Untuk Memaksimalkan Proses Pretreatment Degradasi Lignin Jerami Padi (Pada Produksi Bioetanol). Skripsi Malang: FTP UB.

Gang H dan John H. 2012. Feedstock Pretreatment Strategies For Producing Ethanol From Wood, Bark, And Forest Residues. Journal Bioresources. Vol. 3 No. 1:270-294.

Indonesian Climate Change Trust Fund (ICCTF). 2012. Sustainable Gambar 6. Hasil Uji SEM

(9)

Management of Degraded Peatland to mitigate GHG Emissionand Optimzed Crop production.Bogor: ICCTF

Indonesian Climate Change Trust Fund (ICCTF). 2013. Sustainable Management of Degraded Peatland to mitigate GHG Emissionand Optimzed Crop production. Laporan Kerjasama Penelitian ICCTF Bapennas–BBSDLP. Mosier NS, Wyman C, dan Dale B. 2005.

Features Of Promising Technologies for Pretreatment of Lignocellulosic Biomass. Bioresource Technology 96: 673-686.

Nakahira A, Nakamura S, dan Horimoto M. 2007. Synthesis of modified hydroxyapatite (HAP) substituted with Fe ion for DDS application. IEEE

Transactions on Magnetic 43(6).

Ramanathan E. 2006. AIEE Chemistry. Chennai: Sura College of Competition, pp. Hal 130-132.

Saha BC dan Cotta MA. 2006. Ethanol Production From Alkaline Peroxide Pretreated Enzymatically Accharified Wheat Straw. Biotechnol Prog. 22: 449 – 453.

Sahiba-Hanim S, Noor MAM, dan Rosma A. 2010. Effect of autohydrolysis and enzymatic treatment on oil palm (Elaeis guineensis Jacq.) frond fibres for xylose and xylooligosaccharides production. Bioresource Technology 102(2).

Singh DP dan Trivedi RK. 2013. Acid and Alkaline Pretreatment of lignosellulosic Biomass to Produce Ethanol As Biofuel. Internasional

Journal of Chemtech 5(2): 727-734.

Sitorus RS. 2011. Pretreatment dan Hidrolisis Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) dengan Metode Steaming dan Enzimatik. Depok: FT UI.

Wiratmaja IG, Kusuma IGBW, dan Winaya INS. 2011. Pembuatan Etanol Generasi Kedua Dengan Memanfaatkan Limbah Rumput Laut Baku. Jurnal Ilmiah Teknik

Mesin 5(1):75-84.

Yitzhak H. 2013. Sources for Lignocellulosic Rawa Materials for the production of ethanol. Springer Verlag Berlin Heidelberg.

(10)

Gambar

Gambar 1. Diagram alir pretreatment
Tabel 1.Kombinasi Rancang Acak Kelompok (Faktorial)
Gambar 2. Hubungan konsentrasi NaOH dan frequensi gelombang ultasonik tehadap  kandungan hemiselulosa pelepah sawit
Tabel 3. Hasil Uji Hemiselulosa
+2

Referensi

Dokumen terkait

Secara keseluruhan proses pengembangan aplikasi bimbingan pranikah berbasis desktop pada mahaiswa teknologi pendidikan telah terlaksana dengan baik, dengan menggunakan

Jadi dapat dinyatakan bahwa fasilitas sekolah dan minat belajar secara bersama-sama memiliki memiliki pengaruh yang positif dan signifikan dengan prestasi belajar Sosiologi

Sedangkan Wantah (2007) mengemukakan bahwa bina diri merupakan salah.. Pengembangan program bina diri merupakan salah satu proses pendidikan yang diberikan kepada anak

diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu UU No. 06 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Desa telah dijalankan secara optimal oleh BPD di Desa Kumo. BPD

Hal ini terjadi karena masyarakat yang bekerja di sektor pertanian mem- punyai style usaha yang sama dengan peternak kandang kelompok sehingga otomatis mempunyai kepedulian

Dalam upaya mengembangkan dan memaksimal berbagai sumberdaya dan potensi pertanian yang dimiliki desa tersebut sebagai upaya meningkatkan ekonomi masyarakat desa diperlukan

Perkembangan Information Technology (IT) didunia semakin maju dan berkembang khususnya di Indonesia. Salah satu faktor yang mendukung perkembangan IT adalah

Antarmuka gambar 4.14 digunakan oleh administrator untuk melakukan hapus data panti asuhan, admin hanya mengklik button, maka akan muncul peringatan apakah sudah