• Tidak ada hasil yang ditemukan

Referat CA Colon

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Referat CA Colon"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I BAB I

PENDAHULUAN PENDAHULUAN

In

Insisidedens ns kakanknker er kokololorekrektal tal di di InIndodonenesia sia cucukukup p titingnggigi, , dedemimikikian an jujuga ga anangkgkaa kematiannya. Pada tahun 2002 kanker kolorektal menduduki peringkat kedua pada kasus kematiannya. Pada tahun 2002 kanker kolorektal menduduki peringkat kedua pada kasus kan

kanker ker yayang ng terterdapdapat at padpada a pripria, a, sedasedangkngkan an padpada a wanwanita ita kankanker ker kolkoloreorektaktal l menmenduddudukiuki  peringkat

 peringkat ketiga ketiga dari dari semua semua kasus kasus kanker.kanker. Meskipun belum ada data yang pasti, tetapi dariMeskipun belum ada data yang pasti, tetapi dari  berbagai

 berbagai laporan laporan di di Indonesia Indonesia terdapat terdapat kenaikan kenaikan jumlah jumlah kasus, kasus, data data dari dari Depkes Depkes didapatididapati angka 1,8 per

angka 1,8 per 100.000 penduduk.100.000 penduduk.

Letak kanker kolorektal paling sering terdapat pada kolon rektosigmoid.

Letak kanker kolorektal paling sering terdapat pada kolon rektosigmoid. KeluhanKeluhan  pasien

 pasien karena karena kanker kanker kolorektal kolorektal tergantung tergantung pada pada besar besar dan dan lokasi lokasi dari dari tumor. tumor. Keluhan Keluhan daridari lesi yang berada pada kolon kanan dapat berupa perasaan penuh di abdominal, symptomatic lesi yang berada pada kolon kanan dapat berupa perasaan penuh di abdominal, symptomatic anemia dan perdarahan, sedangkan keluhan yang berasal dari lesi pada kolon kiri dapat anemia dan perdarahan, sedangkan keluhan yang berasal dari lesi pada kolon kiri dapat  berupa perubahan pada pola defekasi, perdarahan, konstipasi sampai obstruksi.

 berupa perubahan pada pola defekasi, perdarahan, konstipasi sampai obstruksi. Jenis kanker yang

Jenis kanker yang palinpaling g sering ditemusering ditemukan kan ialah adenokarialah adenokarsinomsinoma a yaitu sebanyak yaitu sebanyak  98%

98%, , sedasedangkngkan an lailainnynnya a yayang ng leblebih ih jarajarang ng ialialah ah carcarcincinoid oid (0,(0,4%)4%), , limlimfomfoma a (1,(1,3%) 3%) dandan sarkoma (0,3%). sarkoma (0,3%). BAB II BAB II ISI ISI

2.1 Definisi Kanker Usus Besar (Colon) 2.1 Definisi Kanker Usus Besar (Colon)

Colorectal Cancer atau dikenal sebagai Ca Colon atau Kanker Usus Besar adalah Colorectal Cancer atau dikenal sebagai Ca Colon atau Kanker Usus Besar adalah suatu bentuk keganasan yang terjadi pada kolon, rektum, dan appendix (usus buntu).

(2)
(3)

2.2 Anatomi 2.2 Anatomi

Usus besar terdiri dari caecum, appendix, kolon ascendens, kolon transversum, kolon Usus besar terdiri dari caecum, appendix, kolon ascendens, kolon transversum, kolon descendens, kolon sigmoideum dan rektum serta anus.

descendens, kolon sigmoideum dan rektum serta anus.

Colon ascendens panjangnya sekitar 13 cm, dimulai dari caecum pada fossa iliaca Colon ascendens panjangnya sekitar 13 cm, dimulai dari caecum pada fossa iliaca dextra sampai flexura coli dextra pada dinding dorsal abdomen sebelah kanan, terletak di dextra sampai flexura coli dextra pada dinding dorsal abdomen sebelah kanan, terletak di sebelah ventral ren dextra, hanya bagian ventral ditutup peritoneum visceral. Jadi letak colon sebelah ventral ren dextra, hanya bagian ventral ditutup peritoneum visceral. Jadi letak colon asce

ascendendens ns ini ini retretroproperiteritoneoneal, al, kadkadang ang kadkadang ang dindindinding g dordorsalnsalnya ya lanlangsugsung ng melmelekaekat t padpadaa din

dindinding g dordorsal sal abdabdomeomen n yayang ng ditditempempati ati mumuskuskulus lus quaquadradratus tus lumlumborborum um dan dan ren ren dexdextra.tra. Arterialisasi colon ascendens dari cabang arteri ileocolic dan arteri colic dextra yang berasal Arterialisasi colon ascendens dari cabang arteri ileocolic dan arteri colic dextra yang berasal dari arteri mesentrica superior.

dari arteri mesentrica superior.

Colon transversum panjangnya sekitar 38 cm, berjalan dari flexura coli dextra sampai Colon transversum panjangnya sekitar 38 cm, berjalan dari flexura coli dextra sampai flexura coli sinistra. Bagian kanan mempunyai hubungan dengan duodenum dan pankreas di flexura coli sinistra. Bagian kanan mempunyai hubungan dengan duodenum dan pankreas di sebelah dorsal, sedangkan bagian kiri lebih bebas. Flexura coli sinistra letaknya lebih tinggi sebelah dorsal, sedangkan bagian kiri lebih bebas. Flexura coli sinistra letaknya lebih tinggi daripada yang kanan yaitu pada polus cranialis ren sinistra, juga lebih tajam sudutnya dan daripada yang kanan yaitu pada polus cranialis ren sinistra, juga lebih tajam sudutnya dan kurang mobile. Flexura coli dextra erat hubunganya dengan facies visceralis hepar (lobus kurang mobile. Flexura coli dextra erat hubunganya dengan facies visceralis hepar (lobus dextra bagian caudal) yang terletak di sebelah ventralnya. Arterialisasi didapat dari cabang dextra bagian caudal) yang terletak di sebelah ventralnya. Arterialisasi didapat dari cabang cabang arteri colica media. Arterialisasi colon transversum didapat dari arteri colica media cabang arteri colica media. Arterialisasi colon transversum didapat dari arteri colica media yang berasal dari arteri mesenterica superior pada 2/3 proksimal, sedangkan 1/3 distal dari yang berasal dari arteri mesenterica superior pada 2/3 proksimal, sedangkan 1/3 distal dari colon transversum mendapat arterialisasi dari arteri colica sinistra yang berasal dari arteri colon transversum mendapat arterialisasi dari arteri colica sinistra yang berasal dari arteri mesenterica inferior .

mesenterica inferior . Meso

Mesokolkolon on tratransvnsversuersum m adaadalah lah dupdupliklikatuatur r perperitoitoneuneum m yayang ng memmemfikfiksasi sasi colcolonon transversum sehingga letak alat ini intraperitoneal. Pangkal mesokolon transversa disebut transversum sehingga letak alat ini intraperitoneal. Pangkal mesokolon transversa disebut radix mesokolon transversa, yang berjalan dari flexura coli sinistra sampai flexura coli dextra. radix mesokolon transversa, yang berjalan dari flexura coli sinistra sampai flexura coli dextra.

(4)
(5)

Lapisan cranial mesokolon transversa ini melekat pada omentum majus dan disebut ligamentum gastro (meso) colica, sedangkan lapisan caudal melekat pada pankreas dan duodenum, didalamnya berisi pembuluh darah, limfa dan syaraf. Karena panjang dari mesokolon transversum inilah yang menyebabkan letak dari colon transversum sangat  bervariasi, dan kadangkala mencapai pelvis.

Colon descendens panjangnya sekitar 25 cm, dimulai dari flexura coli sinistra sampai fossa iliaca sinistra dimana dimulai colon sigmoideum. Terletak retroperitoneal karena hanya dinding ventral saja yang diliputi peritoneum, terletak pada muskulus quadratus lumborum dan erat hubungannya dengan ren sinistra. Arterialisasi didapat dari cabang-cabang arteri colica sinistra dan cabang arteri sigmoid yang merupakan cabang dari arteri mesenterica inferior.

Colon sigmoideum mempunyai mesosigmoideum sehingga letaknya intraperi toneal, dan terletak didalam fossa iliaca sinistra. Radix mesosigmoid mempunyai perlekatan yang variabel pada fossa iliaca sinistra. Colon sigmoid membentuk lipatan-lipatan yang tergantung isinya didalam lumen, bila terisi penuh dapat memanjang dan masuk ke dalam cavum pelvis melalui aditus pelvis, bila kosong lebih pendek dan lipatannya ke arah ventral dan ke kanan dan akhirnya ke dorsal lagi. Colon sigmoid melanjutkan diri kedalam rectum pada dinding mediodorsal pada aditus pelvis di sebelah depan os sacrum. Arterialisasi didapat dari cabang-cabang arteri sigmoidae dan arteri haemorrhoidalis superior cabang-cabang arteri mesenterica inferior. Aliran vena yang terpenting adalah adanya anastomosis antara vena haemorrhoidalis superior dengan vena haemorrhoidalis medius dan inferior, dari ketiga vena ini yang  bermuara kedalam vena porta melalui vena mesenterica inferior hanya vena haemorrhoidalis superior, sedangkan yang lain menuju vena iliaca interna. Jadi terdapat hubungan antara vena  parietal (vena iliaca interna) dan vena visceral (vena porta) yang penting bila terjadi  pembendungan pada aliran vena porta misalnya pada penyakit hepar sehingga mengganggu aliran darah portal. Mesosigmoideum mempunyai radix yang berbentuk huruf V dan ujungnya letaknya terbalik pada ureter kiri dan percabangan arteri iliaca communis sinistra menjadi cabang-cabangnya, dan diantara kaki-kaki huruf V ini terdapat reccessus intersigmoideus.

(6)
(7)

2.3 Fisiologi

-  Pertukaran air dan elektrolit 

Kolon ialah tempat utama bagi absorpsi air dan pertukaran elektrolit. Sebnyak 90 % kandungan air diserap di kolon yaitu sekitar 1-2 L per hari. Natrium diabsorpsi secara aktif  melalui NA-K-ATPase. Kolon dapat mengabsorpsi sebanyak 400 mEq perhari. Air diserap secara pasif mengikuti dengan natrium melalui perbedaan osmotik. Kalium secara aktif  disekresikan ke dalam lumen usus dan diabsorpsi secara pasif. Klorida diabsoprsi secara aktif  melalui pertukaran klorida-bikarbonat.

Degradasi bakteri dari protein dan urea menghasilkan amonia. Amonia adalah substansi yang diabsorpsi dan ditransportasikan ke hati. Absorpsi amonia ini tergantung daro  pH intraluminal. Penggunaan antibiotik akan menyebabkan penurunan bakteri usus dan  penuran pH intraluminal yang akan menyebabkan penurunan absorpsi amonia.

-  Asam lemak rantai pendek 

Asam lemak rantai pendek seperti asetat, butirat dan propionat diproduksi oleh fermentasi bakterial yang berasal dari karbohidrat. Asam lemak rantai pendek ini berguna sebagai sumber energi bagi mukosa kolon dan metabolisme usus seperti transportasi natrium. Kekuranga nsumber penghasil Asam lemak rantai pendek atau kolostomi, ileostomi akan menyebabkan atrofi mukosa.

-  Mikroflora kolon dan gas intestinal 

Sebanyak kurang lebih 30% dari berat feses terdiri dari bakteri. Mikroorganisme yang terbanyak ialah anaerob dan spesies terbanyak ialah Bacteroides. Escherichia coli merupakan

(8)
(9)

 bakteri aerob terbanyak. Mikroflora endogen ini penting dalam pemecahan karbohodrat dan  protein di kolon dan berpartisipasi dalam metabolisne bilirubin, asam empedu, estrogen dan kolesterol. Bakteri ini juga diperlukan dalam produksi vitamin K dan menghambat  pertumbuhan bakteri patogen seperti Clostridium difficle. Tetapi tingginya jumlah bakteri  pada colon dapat menyebabkan sepsis, abses dan infeksi.

Gas intestinal dihasilkan dari air yang tertelan, difusi dari darah dan produksi intraluminal. Komponen utama dari gas ini ialah nitrogen, oksigen, karbon dioksida, hidrogen dan methan. Nitrogen dan oksigen dihasilkan dari udara yang tertelan. Karbon dioksida diproduksi dengan reaksi bikarbonat dan ion hidrogen dan perubahan trigliserid menjadi asam lemak. Hidrogen dan methane diproduksi oleh bakteri kolon. Gas yang diproduksi sekitar 100-200 mL dan dikeluarkan melalui flatus.

-  Motilitas

Tidak seperti usus halus, usus besar tidak menampilkan karaktersistik dari kompleks migrasi motorik. Usus besar memperlihatkan kontraksi intermiten. Amplitudo rendah, kontraksi durasi pendek akan meningkatkan waktu transit di kolon, dan meningkatkan absorpsi air dan perubahan elektrolit. Secara umum, aktivasi kolinergik meningktkan motilitas kolon.

Pola motilitas kolon dapat mencampur dan mengeliminasi isi usus. Faktor yang mempengaruhi motilitas ialah keadaan emosional, jumlah kegiatan dan tidur, jumlah distensi kolon dan variasi hormonal.

Jenis- jenis gerakan :

- Gerakan retrograde. Terutama pada kolon kanan dan gerakan ini memperpanjang lamanya kontak isi lumen dengan mukosa dan meningkatkan absorpsi air dan elektrolit

- Kontraksi segmental. Dilakukan secara simultan oleh otot longitudinal dan sirkular. - Gerakan massa. Terjadi 3-4 kali sehari dan dikarakteristikkan dengan kontraksi

antegrade dan propulsif. -  Defekasi 

Defekasi ialah mekanisme yang kompleks dan terkoordinasi melibatkan pergerakan massa kolon, peningkatan tekanan intra abdominal dan rektal serta relaksasi lantai pelvis. Rasa ingin defekasi terbentuk ketika feses memasuki rektum dan menstimulasi reseptor di dinding rektum atau otot levator.5 Distensi dari rektum menyebabkan relaksasi dari sfingter  ani yang menyebabkan kontak dengan kanal anal. Refleks ini menyebabkan epitel memisahkan feses padat dari gas dan cair.

(10)
(11)

2.4 Epidemiologi

Secara epidemiologis, angka kejadian kanker kolorektal mencapai urutan ke-4 di dunia dengan jumlah pasien laki-laki sedikit lebih banyak daripada perempuan dengan  perbandingan 19.4 dan 15.3 per 100.000 penduduk. 1

Di Indonesia, menurut laporan registrasi kanker nasional, didapatkan angka yang  berbeda. Didapatkan kecenderungan untuk umur yang lebih muda dibandingkan dengan laporan dari negara barat. Untuk usia di bawah 40 tahun data dari Bagian Patologi Anatomi FKUI didapatkan angka 35,36% . 1

Distribusi kanker kolorektal menurut lokasinya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

(sumber : Abdullah, 2006). 2.5 Etiologi

Penyebab dari keganasan kolorektal memiliki faktor genetik dan lingkungan :

 Sindroma kanker familial

Terdapat berbagai faktor genetik yang berkaitan dengan keganasan kolorektal. Sebanyak 10-15 % kasus kanker kolorektal

 Kasus sporadik 

Kasus sporadik merupakan bagian terbesar yaitu sekitar 85% dari seluruh keganasan kolorektal. Walaupun tidak ada mutasi genetik yang dapat diidentifikasi, namun kekerabatan tingkat pertama dari pasien kanker kolorektal memiliki peningkatan resiko 3-9 x untuk dapat terkena kanker.

 Faktor lingkungan

Faktor lingkungan yang ikut berpengaruh antara lain ialah diet. Diet tinggi lemak   jenuh meningkatkan resiko. Memperbanyak makan serat menurunkan resiko ini untuk 

6.8% 11.7% 51.5% Sigmoid 9.7% 8.7% Sekum 1.9%

(12)
(13)

individu dengan diet tinggi lemak. Studi epidemiologik juga memperlihatkan bahwa orang dari negara bukan industri lebih sedikit terkena resiko ini.

2.6 Patofisiologi

Kanker kolorektal timbul melalui interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Kanker kolorektal yang sporadik muncul setelah melewati rentang masa yang lebih panjang sebagai akibat faktor lingkungan yang menimbulkan berbagai perubahan genetik yang berkembang menjadi kanker. Kedua jenis kanker kolorektal (herediter dan sporadik) tidak muncul secara mendadak melainkan melalui proses yang diidentifikasikan  pada mukosa kolon (seperti pada displasia adenoma)1

Faktor lingkungan yang berperan pada karsinogenesis kanker kololrektal dapat dilihat  pada tabel di bawah ini :

Faktor Lingkungan Yang Berperan Pada Karsinogenesis Kanker Kololrektal 1. Probably related

a. Konsumsi diet lemak tinggi  b. Konsumsi diet lemak rendah 2. Possibly related

a. Karsinogen dan mutagen  b. Heterocyclic amines

c. Hasil metabolisme bakteri d. Bir dan konsumsi alkohol e. Diet rendah selenium 3. Probably protektif 

a. Konsumsi serat tinggi  b. Diet kalsium

c. Aspirin dan OAINS

d. Aktivitas fisik (BMI rendah) 4. Possibly protekstif 

a. Sayuran hijau dan kuning  b. Makanan dengan karoten tinggi

c. Vitamin C dan E

d. Selenium

e. Asam folat

5. Cyclooxygenase-2 (COX-2) inhibitor  6. Hormone Replacement Theraphy (estrogen) (Sumber : Abdullah, 2006).

Kanker kolon terjadi sebagai akibat dari kerusakan genetik pada lokus yang mengontrol  pertumbuhan sel. Perubahan dari kolonosit normal menjadi jaringan adenomatosa dan akhirnya karsinoma kolon menimbulkan sejumlah mutasi yang mempercepat pertumbuhan

(14)
(15)

sel. Terdapat 2 mekanisme yang menimbulkan instabilitas genom dan berujung pada kanker  kolorektal yaitu : instabilitas kromosom (Cromosomal Insyability atau CIN) dan instabilitas mikrosatelit ( Microsatellite Instability atau MIN). Umumnya asl kenker kolon melalui mekanisme CIN yang melibatkan penyebaran materi genetik yang tak berimbang kepada sel anak sehingga timbulnya aneuploidi. Instabilitas mikrosatelit (MIN) disebabkan oleh hilangnya perbaikan ketidakcocokan atau missmatch repair  (MMR) dan merupakan terbentuknya kanker pada sindrom Lynch (Abdullah, 2006).

Gambar di bawah ini menunjukkan mutasi genetik yang terjadi pada perubahan dari adenoma kolon menjadi kanker kolon.

Awal dari proses terjadinya kanker kolon yang melibatkan mutasi somatik terjadi pada gen Adenomatous Polyposis Coli (APC). Gen APC mengatur kematian sel dan mutasi pada gen ini menyebabkan pengobatan proliferasi yeng selanjutnya berkembang menjadi adenoma. Mutasi pada onkogen K-RAS yang biasnya terjadi pada adenoma kolon yang berukuran besar  akan menyebabkan gangguan pertumbuhan sel yang tidak normal.

Transisi dari adenoma menjadi karsinoma merupakan akibat dari mutasi gen supresor  tumor p53. Dalam keadaan normal protein dari gen p53 akan menghambat proliferasi sel yang mengalami kerusakan DNA, mutasi gen p53 menyebabkan sel dengan kerusakan DNA tetap dapat melakukan replikasi yang menghasilken sel-sel dengan kerusakan DNA yang

(16)
(17)

lebih parah. Replikasi sel-sel dengan kehilangan sejumlah segmen pada kromosom yang  berisi beberapa alele (misal loss of heterizygosity), hal ini dapat menyebabkan kehilangan gen supresor tumor yang lain seperti DCC ( Deleted in Colon Cancer ) yang merupakan transformasi akhir menuju keganasan.

2.7 Manifestasi klinis

Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan sejalan dengan suplai darah yang diterima. Arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan (caecum, kolon ascendens dan duapertiga proksimal kolon transversum), dan arteri mesenterika inferior yang memperdarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum). Tanda dan gejala dari kanker  kolon sangat bervariasi dan tidak spesifik. Keluhan utama pasien dengan kanker kolorektal  berhubungan dengan besar dan lokasi dari tumor.

Kolon kanan memiliki kaliber yang besar, tipis dan dinding distensi serta isi fecal ialah air. Karena fitur anatomisnya, karsinoma kolon kanan dapat tumbuh besar sebelum terdiagnosa. Pasien sering mengeluh lemah karena anemia. Darah makroskopis sering tidak  tampak pada feses tetapi dapat mendeteksi tes darah samar. Pasien dapat mengeluh ketidaknyamanan pada kuadran kanan perut setelah makan dan sering salah diagnosa dengan  penyakit gastrointestinal dan kandung empedu. Jarang sekali terjadi obstruksi dan gangguan  berkemih.

Kolon kanan :

- Kelemahan yang tidak dapat dijelaskan / anemia - Tes darah samar pada feses

- Gejala dispepsia

- Ketidaknyamanan abdomen kanan persisten - Teraba massa abdominal

Kolon kiri memiliki lumen yang lebih kecil dari yang kanan dan konsistensi feses ialah semisolid. Tumor dari kolon kiri dapat secara gradual mengoklusi lumen yang menyebabkan gangguan pola defekasi yaitu konstipasi atau peningkatan frekuensi BAB. Pendarahan dari anus sering namun jarang yang masif. Feses dapat diliputi atau tercampur  dengan darah merah atau hitam. Serta sering keluar mukus bersamaan dengan gumpalan darah atau feses.

Kolon kiri :

- Gangguan pola buang air besar  - Darah makro pada feses

(18)
(19)

- Gejala obstruksi

Pada kanker rektum, gejala utama yang terjadi ialah hematokezia. Perdarahan seringkali terjadi persisten. Darah dapat tercampur dengan feses atau mukus. Pada pasien dengan perdarahan rektal pada usia pertengahan atau tua, walaupun ada hemoroid, kanker  tetap harus dipikirkan.

Gejala akut dari pasien biasanya adalah obstruksi atau perforasi, sehingga jika ditemukan pasien usia lanjut dengan gejala obstruksi, maka kemungkinan besar penyebabnya adalah kanker. Obstruksi total muncul pada < 10% pasien dengan kanker kolon, tetapi hal ini adalah sebuah keadaan darurat yang membutuhkan penegakan diagnosis secara cepat dan  penanganan bedah. Pasien dengan total obstruksi mungkin mengeluh tidak bisa flatus atau  buang air besar, kram perut dan perut yang menegang. Jika obstruksi tersebut tidak mendapat terapi maka akan terjadi iskemia dan nekrosis kolon, lebih jauh lagi nekrosis akan menyebabkan peritonitis dan sepsis. Perforasi juga dapat terjadi pada tumor primer, dan hal ini dapat disalah artikan sebagai akut divertikulosis. Perforasi juga bisa terjadi pada vesika urinaria atau vagina dan dapat menunjukkan tanda tanda pneumaturia dan fecaluria. Metastasis ke hepar dapat menyebabkan pruritus dan jaundice, dan yang sangat disayangkan hal ini biasanya merupakan gejala pertama kali yang muncul dari kanker kolon.

Rektum :

- Pendarahan per rektal - Gangguan pola buang air  - Adanya sensasi tidak lampias - Teraba tumor intrarectal

Tabel 2.2 Gambaran klinis karsinoma kolorektal

KOLON KANAN KOLON KIRI REKTUM

ASPEK KLINIS Kolitis Obstruksi Proktitis

 NYERI Karena penyusupan Obstruksi Obstruksi

DEFEKASI Diare/diare berkala Konstipasi progresif Tenesmi terus menerus

OBSTRUKSI Jarang Hampir selalu Hampir selalu

DARAH PADA FESES

Samar Samar/makroskopik Makroskopik  

FESES Normal/diare berkala Normal Perubahan bentuk  

DISPEPSIA Sering Jarang Jarang

ANEMIA Hampir selalu Lambat Lambat

(20)
(21)

KEADAAN UMUM

2.7 Stadium

Stadium dan faktor prognostis kanker kolorektal dapat dilihat pada tabel dan gambar di  bawah ini:

Stadium Deskripsi histopatologi Bertahan 5

tahun (%)

Dukes TNM Derajat

A T1 N0M0 I Kanker terbatas pada

mukosa/submukosa

>90

B1 T2 N0M0 II Kanker mencapai muskularis 85

B2 T3 N0M0 III Kanker cenderung

masuk/melewati mukosa

70-80

C Tx N1M0 IV Tumor melibatkan KGB regional 35-65

D Tx N2M1 V Metastasis 5

2.8 Pendekatan Diagnosis

Pada pasien dengan gejala keberadaan kanker kolorektal dapat dikenali dari beberapa tanda seperti : anemia mikrositik, hematozesia, nyeri perut, berat badan turun atau perubahan defekasi oleh sebab itu perlu segera dilakukan pemeriksaan endoskopi atau radiologi. Temuan darah samar di feses memperkuat dugaan neoplasma namun bila tidak ada darah samar tidak dapat menyingkirkan lesi neoplasma.

Laboratorium

Umumnya pemeriksaan laboratorium pada pasien adenoma kolon memberikan hasil normal. Perdarahan intermitten dan polip yang besar dapat dideteksi melalui darah samar  feses atau anemia defisiensi besi.

Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan enema barium kontras ganda hanya mampu mendeteksi 50% polip kolon dengan spesifitas 85%. Bagian rektosigmoid sering untuk divisualisasi oleh karena itu  pemeriksaan rektosigmoideskopi masih diperlukan. Bilamana ada lesi yang mencurigakan  pemeriksaan kolonoskopi diperlukan untuk biopsi. Pemeriksaaan lumen barium teknik 

kontras ganda merupakan alternatif lain untuk kolonoskopi namun pemeriksaan ini sering tak   bisa mendeteksi lesi berukuran kecil. Enema barium cukup efektif untuk memeriksa

memeriksa bagian kolon di balik striktur yang tak terjangkau dengan pemeriksaan kolonoskopi.

Gambaran radiologi kanker kolon dengan menggunakan pemeriksaan barium enema dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

(22)
(23)

Kolonoskopi

Kolonoskopi merupakan cara pemeriksaan mukosa kolon yang sangat akurat dan dapat sekaligus melakukan biopsi pada lesi yang mencurigakan. Pemeriksaan kolon yang lengkap dapat mencapai >95% pasien. Rasa tidak nyaman yang timbul dapat dikurangi dengan  pemberian obat penenang intravena meskipun ada risiko perforasi dan perdarahan. Kolonoskopi dengan enema barium terutama untuk mendeteksi lesi kecil seperti adenoma. Kolonoskopi merupakan prosedur terbaik pada pasien yang diperkirakan menderita polip kolon. Kolonskopi mempunyai sensitivitas 95% dan spesitivitas 99% paling tinggi untuk  mendeteksi polip adenomatous, di samping itu dapat melakukan biopsi untuk menegakkan diagnosis secara histologis dan tindakan polipektomi penting untuk mengangkat polip.

Evaluasi histologis

Adenoma diklasifikasikan sesuai dengan gambaran histologi yang dominan, yang  paling sering adalah adenoma tubular 85%, adenoma tubulovisum 10% dan adenoma serrata

1%. Temuan sel atipik pada adenoma dikelompokkan menjadi ringan, sedang dan berat. Gambaran atipik berat menunjukkan adanya fokus karsinomatosus namun belum menyentuh membran basalis. Bilamana sel ganas menembus membran basalis tapi tidak melewati muskularis mukosa disebut karsinoma intramukosa. Secara umum displasi bearat atau adenokarsinoma berhubungan dengan dengan ukuran polip dan dominasi jenis vilosum.

(24)
(25)

(sumber : Abdullah, 2006)

Diagnosis kanker kolon melalui sigmoidoskopi, barium enema atau kolonoskopi dengan biopsi harus diikuti dengan prosedur penentuan stadium untuk menentukan luasnya tumor. Pemeriksaan CT scan abdomen dan radiografi dada harus dilakukan, adanya tumor  yang terloksalisir biasanya mengharuskan pembedahan radikal untuk mengeksisi tumor  secara total dengan tepi minimal 6 cm dan dengan reseksi en bloc pada semua kelenjar getah  bening di akar mesenterium (Schein, 1997)

Deteksi dini pada pasien tanpa gejala

Deteksi dini pada masyarakat luas dilakukan dengan beberapa cara, seperti : tes darah samar dari feses, dan sigmoidoskopi. Pilihan lain berdasarkan waktu antara lain: FOBT ( Fecal Occult Blood test ) setahun sekali, sigmoidokopi fleksibel setiap 5 tahun, enema  barium kontras ganda setiap 5 tahun dan kolonoskopi setiap 10 tahun (Abdullah, 2006).

2.9 Diagnosis

Diagnosis karsinoma kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, colok dubur dan rektosigmoidoskopi atau foto kolon dengan kontras ganda. Pemeriksaan ini sebaiknya di lakukan setiap 3 tahun untuk usia diatas 45 tahun. Kepastian diagnosis ditentukan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi.

Pemeriksaan tambahan ditujukan pada jalan kemih untuk kemungkinan tekanan ureter  kiri atau infiltrasi ke kandung kemih, serta hati dan paru untuk metastasis.

(26)
(27)

(Diadaptasi dari Winawer SJ, Fletcher RH, Miller L, Godlee F, Stolar MH, Mulrow CD, et al. Colorectal cancer screening: clinical guidelines and rationale. Gastroenterology 1997;112:594-642 [Published errata in Gastroenterology 1997;112:1060 and 1998;114:635].)

2.10 Penatalaksanaan

Meskipun adenoma kolon merupakan lesi pre maligna, namun perjalanan menjadi adenokarsinoma belum diketahui. Pengamatan jangka panjang menunjukkan bahwa  perkembangan menjadi adenokarsinoma dari polip 1 cm 3% setelah 5 tahun, 8% setelah 10 tahun dan 24% setelah 20 tahun diagnosis ditegakkan. Pertumbuhan dan potensi ganas  bervariasi secara substansial. Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk perubahan adenoma

(28)
(29)

menjadi adebikarsinoma adalah 7 tahun, laporan lain menunjukkan polip adenomatous dengan atipia berat menjadi kanker membutuhkan waktu rata-rata 4 tahun dan bila atipia sedang 11 tahun (Abdullah, 2006).

Kemoprevensi

Obat Anti Inflamatori Steroid (OAIN) termasuk aspirin dianggap berhubungan dengan  penurunan motalitas kanker kolon. Bebrapa OAIN seperti  sulindac dan celecoxib telah

terbukti sewcara efektif menurunkan insidens berulangnya adenoma pada pasien dengan Familial Adenomatous Polyposis (FAP). Data epidemiologi menunjukkan adanya penurunan risiko kanker di kalangan pemakai OAIN namun bukti yang mendukung manfaat pembrian aspirin dan OAIN lainnya untuk mencegah kanker kolon sporadik masih lemah. (FKUI)

Endoskopi dan operasi

Umumnya polip adenomentasi dapat diangkat dengan tingkat polipektomi. Bila ukuran <5mm maka pengangkatan cukup dengan biopsi atau elektrokoagulasi bipolar. Di samping  polipektomi dapat diatasi dengan operasi, indikasi untuk hemikolektomi adalah tumor di caecum, kolon ascenden, kolon transversum tetapi lesi di fleksura lienalis dan kolon desenden di atasi dengan hemikolektomi kiri. Tumor di sigmoid dan rektum proksimal dapat diangkat dengan tindakan Low Anterior Resection (LAR). Angka mortalitas akibat operasi sekitar 5% tetapi bila operasi dikerjakan secara emergensi maka angka mortalitas menjadi lebih tinggi. Reseksi terhadap metastasis di hepar dapat memberikan hasil 23-35% rata-rata bebas tumor.

Terapi utama untuk kanker usus besar adalah pembedahan dengan eksisi luas, mencakup daerah drainase limfe yang tepat. Untuk kebanyakan pasien, eksisi yang tepat adalah hemikolektomi kiri atau kanan, tetapi pada beberapa pasien dengan beberapa adenoma dan pasien muda dengan kanker, beberapa ahli bedah menyarankan kolektomi total dan anastomosis ileorektal.

a. Kanker kolon kanan

kanker kolon kanan dengan atau tanpa obstruksi diterapi dengan hemikolektomi kanan dan anastomosis promer. Reseksi diindikasikan meskipun ada metastasis hepatik, karena reseksi merupakan paliasi terbaik. Pada pasien dengan obstruksi yang nyata, operasi harus dilakukan sebagai tindakan darurat. Kadang-kadang reseksi tidak mungkin dilakukan, dan ahli bedah harus memintas tumor dengan menganastomosis ileum ke kolon transversal.

(30)
(31)

(Sumber : Jones dan Schofield, 1996) b. Kanker kolon kiri

Jika tidak ada obstruksi usus, maka terapi pilihan untuk kanker kolon kiri adalah eksisi luas dengan hemikolektomi kiri atau kolektomi sigmoid dengan anastomosis primer. Reseksi dilakukan meskipun ada tumor sekunder dari hepar, karena reseksi memberikan paliasi terbaik. Kolostomi saja tidak pernah dipertimbangkan bila tidak ada obstruksi, karena mempunyai nilai paliatif yang kecil. Hemikolektomi kiri dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Pada kasus dengan obstruksi kolon kiri, metode tradisional yang digunakan adalah  prosedur 3 tahap:

1. Kolostomi saja

2. Reseksi dengan anastomosis 3. Penutupan kolostomi

Perkembangan selanjutnya menunjukkan adanya kecenderungan ke arah reseksi sebagai prosedur primer. Seringkali tidak dilakukan anastomosis pada operasi darurat. Kolon atas yang tersisa dikeluarkan seperti pada kolostomi, dan kolon bawah dikeluarkan (dengan menghasilkan fistula mukus) atau ditutup (dengan prosedur Hartmann). Operasi kedua dapat dilakukan jika pasien sudah benar-benar pulih dan kesinambungan usus dapat dipertahankan.

Tindakan lebih lanjut dapat dilakukan dengan cara tidak hanya mereseksi tumor tetapi  juga melakukan anastomosis primer. Hal ini dibantu dengan pembilasan kolon di atas meja

(32)
(33)

operasi, yang membersihkan kolon dari feses dan mengurangi disproporsi ukuran antara usus yang di atas dan di bawah karsinoma yang direseksi. Pilihan lebih lanjut adalah melakukan kolektomi subtotal dan anastomosis usus kecil ke sisa kolon distal atau rektum.

c. Karsinoma rektum

Pada tumor rectum 1/3 proximal dilakukan reseksi anterior tinggi (12-18 cm dari garis anokutan) dengan atau tanpa stapler. Pada tumor rectum 1/3 tengah dilakukan reseksi dengan mempertahankan spingter anus, sedangkan pada tumor 1/3 distal dilakukan amputasi rectum melalui abdominal perineal. Reseksi abdoperineal dengan kel retroperitoneal menurut geenu-miles. Alat stapler untuk membuat anastomisis di dalam panggul antara ujung rectum yang pendek dan kolon dengan mempertahankan anus dan untuk menghindari anus pneternaturalis.Reseksi anterior rendah pada rectum dilakukan melalui laparatomi dengan menggunakan alat stapler untuk membuat anastomisis kolorektal/ koloanal rendah

Pilihan terapi untuk kanker rektum bagian bawah lebih bervariasi, terapi standar untuk  tumor <6cm dari tepi anal masih dengan eksisi abdominoperineal rektum dengan kolostomi ujung. Terapi pilihan lain dapat dipertimbangkan. Beberapa tumor yang berdiameter 5-6 cm dapat ditangani dengan eksisi rektal dan anstomosis koloanal. Pada tumor kecil yang  berdiameter kurang dari 3-4 cm tanpa terlihat penyebaran ekstra rektal, terapi lokal mungkin efektif; dengan pemilihan cermat, hasil akhir dapat sangata baik. Metode yang memuaskan adalah eksisi lokal, dekstruksi dengan diatermi dan radioterapi lokal.

Terapi ajuvan

Sepertiga pasien yang menjalani operasi kuratif akan mengalami rekurensi. Kemoterapi ajuvan dimaksudkan untuk menurunkan tingkat rekurensi kanker kolon setelah operasi. Pasien dengan kriteria Dukes C yang mendapat levamisol dan 5 FU secara signifikan meningkatkan harapan hidup dan masa interval bebas tumor. Kemoterapi ajuvan tidak   berpengaruh pada pasien dengan kriteria Dukes B. Irinotecan (CPT11) inhibitor topoisomer  dapat memperpanjang masa harapan hidup. Oxaliplatin analog platinum juga memperbaiki

(34)
(35)

respon setelah diberikan 5FU dan leucoverin. Manajemen kanker kolon yang tidak reseksibel meliputi : Nd-YAG foto koagulasi laser dan self expanding metal endoluminal stent.

Pemilihan terapi pada pasien disesuaikan dengan stadium penyakitnya, seperti gambar  dibawah ini:

Pertimbangan untuk melakukan terapi bedah dilakukan berdasarkan stadium kanker   pasien, seperti bagan bawah ini:

Keterangan :

A. Tumor dengan klasifikasi Dukes A atau B1, dimana tumor belum mempenetrasi keseluruhan tebal dinding usus, bentuk kemoterapi ajuvan tidak diperlukan, tetapi rencana pengawasan ketat untuk dteksi dini adanya rekurensi harus dilakukan. Tindakan tersebut harus termasuk adanya pemeriksaan fisik dan pemeriksaan carciniembryogenik  antigen (CEA) tiap 3 bulan dan foto dada dengan interval 6 bulan. Kolonoskopi harus diulangi dalam waktu 1 tahun untuk mendeteksi secara dini adanya pembentukan polip dan, jika negatif selanjutnya harus diulangi dengan interval 3 tahun. Follow-up yang

Tumor metastasis Penentuan stadium

Tumor Dukes A dan B1 Tumor Dukes B2dan C

Pembedahan radikal

Pembedahan radikal Pembedahan

 paliatif 

Observasi Observasi

Kemoterapi Percobaan klinis

dengan terapi ajuvan

(36)
(37)

lebih ketat diperlukan pada pasien dengan tumor yang timbul pada keadaan peradangan usus (inflammatory bowel disease) atau sindroma poliposis herediter. Pada kasus tersebut, harus diambil pertimbangan untuk melakukan kolektomi profilaksis.

B. Bagi pasien dengan lesi dukes B2 dan C, dengan penetrasi melalui lapisan muskularis dan/metastasis kelenjar getah bening regional, harus diambil pertimbangan untuk  memasukkan pasien ke dalam percobaan terapi klinis terapi ajuvan. Pada saat ini, data dari percobaan terkontrol tidak mengharuskan pemakaian rutin kemoterapi ajuvan dengan 5-flourouracil (5-FU) atau dengan kombinasi 5-FU dengan semustine (methyl-CCNU [methyl-cyclohexyl chloroethylni-trosoureal]).

C. Pada keadaan metastasis, pertimbangan pertama harus diberikan terhadap reseksi paliatif  tumor primer. Komplikasi berupa obstruksi, perdarahan, dan perforasi mungkin ditemukan. Metastasis simptomati harus dihilangkan dengan kemoterapi. Walaupun  pemberian 5-FU secara intravena dengan jadwal setiap minggu atau tiap 5 hari merupakan seni dalammemberikan pengobatan, penelitian sekarang masih dalam  perkembangan untuk mencari bentuk pengobatan yang lebih efektif baik dengan kombinasi 5-FU dengan leucovorin dan/methotrexate, atau dengan memberikan infus intravena setiap 2 minggu dengan cis-platinum. Bagi pasien dengan metastasis ke hepar,  pasien tertentu dengan nodul tumor tunggal mungkin merupakan calon untuk reseksi hepar parsial yang dalam beberapa penelitian telah menyebabkan kemungkinan hidup yang lama dan bebas dari penyakit pada 25% kasus. Selain itu, penggunaan infs 5-FU atau 5-FUDR (5=fluorodeoxyuridine) ke dalam sirkulasi arteri hepatik telah dilaporkan meningkatkan paliasi dalam beberapa serial, walaupun belum dibuktikan dapat memperbaiki kemungkinan bertahan hidup dalam kontrol lengkap.

2.11 Komplikasi

Komplikasi primer dihubungkan dengan kanker kolorektal, antara lain : a. Obstruksi usus diikuti dengan penyempitan lumen akibat lesi

 b. Perforasi dari dinding usus oleh tumor, diikuti kontaminasi organ peritoneal c. Perluasan langsung ke organ-organ yang berdekatan

Komplikasi yang timbul setelah pembedahan (reseksi usus besar) dibagi menjadi 2  berdasarkan perkiraan waktu munculnya komplikasi, yaitu komplikasi segera dan

komplikasi lambat. Komplikasi segera meliputi : a. Kardiorespirasi

(38)
(39)

 b. Kebocoran anastomosis c. Infeksi luka

d.Retensi urine e. Impoten

Komplikasi lambat meliputi : a. Kekambuhan

 b. Sistemik  c. Lokal

2.12 Faktor prognostis

Harapan hidup pasien dengan kanker kolon bergantung pada derajat penyebaran saat pasien datang. Prognosis pasien berhubungan dengan dalamnya penetrasi tumor ke dinding kolon, keterlibatan KGB regional atau metastasis jauh, penyebaran lokal yang dapat menyebabkan  perlekatan dengan struktur yang tak dapat diangkat, dan derajat histologi yang tinggi. Semua variabel ini digabung sehingga dapat ditentukan sistem staging yang dimodifikasi dari skala Dukes-Turnbull.

Klasifikasi kanker kolorektal menurut Dukes-turnbull dapat dilihat pada gambar di  bawah ini :

BAB III KESIMPULAN

Karsinoma kolorektal merupakan penyebab kematian kedua setelah keganasan di  paru-paru di USA. diperkirakan pada tahun 2008 ditemukan 150.000 kasus baru dan 60.000

(40)
(41)

diantaranya meninggal karena karsinoma kolorektal. Tingginya angka kematian tersebut menyebabkan berbagai upaya untuk menguranginya, salah satunya dengan kebijakan deteksi dini atau skrining terhadap kelompok berisiko yang asimptomatis. Sebagian besar dari modalitas skrining yang dimaksud adalah radiologic imaging: Flexible Sigmoidoscopy (FS), Colonoscopy, Double Contrast Barium Enema dan CT Colonography (CTC). Pemilihan modalitas skrining tersebut tergantung pada kondisi pasien, teknologi yang dimiliki, resiko dan keuntungan modalitas terhadap pasien, serta kemampuan operator. Penanganan karsinoma kolorektal membutuhkan kecermatan pemeriksaan preoperatif untuk dapat memutuskan modalitas terapi baik pembedahan, kemoterapi maupun radioterapi. Penanganan  postoperatif dan follow-up sangat tergantung pada pemeriksaan dan penanganan yang dapat dilakukan sebelumnya. Hal ini sangat ditentukan oleh staging karsinoma, yang salah satunya dapat ditentukan oleh imaging seperti ultrasonografi, CT Scan, maupun MRI. Pada  prinsipnya, semakin dini diagnosis karsinoma kolorektal, semakin baik prognosisnya karena  penanganannya dapat dengan pembedahan kuratif.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Murdani. 2006. Tumor Kolorektal dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi IV  jilid I. FKUI : Jakarta hal: 373-378

Anonimous,http://users.rcn.com/jkimball.ma.ultranet/BiologyPages/C/Cancer.html diupload tanggal 25 Oktober 2012 16:39 WIB.

Doherty m, Gerard. 2006. CURRENT SURGICAL diagnosis & treatment 12th edition. International edition, p: 738.

Jones & Schofield. 1996. Neoplasia Kolorektal dalam Petunjuk Penting Penyakit Kolorektal. EGC : Jakarta hal :58-65

Roediger, WEW. 1994. Cancer of the Colon, rectum and Anus in Manual of Clinical Oncology Sixth edition. UICC : Germany p:336-347

(42)
(43)

Winawer SJ, Fletcher RH, Miller L, Godlee F, Stolar MH, Mulrow CD, et al. Colorectal cancer screening: clinical guidelines and rationale. Gastroenterology 1997;112:594-642 [Published errata in Gastroenterology 1997;112:1060 and 1998;114:635].)

(44)

Gambar

Gambar di bawah ini menunjukkan mutasi genetik yang terjadi pada perubahan dari adenoma kolon menjadi kanker kolon.
Tabel 2.2 Gambaran klinis karsinoma kolorektal

Referensi

Dokumen terkait

Kejadian Ca Colon pada USA tampaknya mengalami kemunduran dari seluruh bangsa-bangsa lain kecuali pada laki-laki afrika dan amerika.Kejadian yang lebih besar terjadi terhadap kanker

Kanker kolorektal ( colo-rectal carcinoma ) atau disebut juga kanker usus besar merupakan suatu tumor ganas yang ditemukan di colon atau rectum .Salah satu cara

Dari hasil data testing pada sistem klasifikasi penyakit kanker usus besar (colorectal) menggunakan Learning Vector Quantization berbasis pengolahan citra didapatkan

•Kanker colorectal berasal dari jaringan kolon (bagian terpanjang di usus besar) atau jaringan rektum (beberapa inci terakhir di usus besar sebelum anus).. Sebagian besar kanker 

Kanker kolorektal (colo-rectal carcinoma) atau disebut juga kanker usus besar merupakan suatu tumor ganas yang ditemukan di colon atau rectum.Salah satu cara mendekteksi

Pada penelitian ini kami ingin mengetahui apakah kematian cell line Ca colon yang diberi ekstrak etanol biji mahkota dewa tersebut terjadi dengan pengaktifan jalur- jalur

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui berapa besar potensi kanker bagian usus besar colon dan kandung kemih urinery bladder pada pasien yang terpapar radiasi pada saat melakukan

Volume 21, Number 3, December 2020 243 Iron Deficiency Anemia as The Only Manifestation of Colon Cancer in Male Patient: A Case Report independent variables associated with colorectal