• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK ARAFAH JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK ARAFAH JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ARAFAH

JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

AISYAH, S.Far. 1206329316

ANGKATAN LXXVII

FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK JANUARI 2014

(2)

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ARAFAH

JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

AISYAH, S.Far. 1206329316

ANGKATAN LXXVII

FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK JANUARI 2014

(3)
(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan program Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Arafah yang telah dilaksanakan pada tanggal 09 September – 18 Oktober 2013. Penulisan laporan praktek kerja profesi apoteker ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Apoteker pada Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.

Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia;

2. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt. Sebagai Pejabat Sementara Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia sampai dengan tanggal 20 Desember 2013

3. Bapak Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama penulis menempuh pendidikan di Farmasi Universitas Indonesia dan selama melaksanakan PKPA;

4. Ibu Lily Komiarsih, S.Si., Apt., selaku pemilik sarana apotek yang telah memberikan kesempatan penulis untuk melakukan PKPA di Apotek Arafah. 5. Ibu Netti Yuliani, S.Farm, Apt., selaku pembimbing dari Apotek Arafah

yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama melaksanakan PKPA di Apotek Arafah.

6. Ibu Dra. Azizahwati, MS., Apt., selaku pembimbing di Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama pelaksanaan dan penyusunan laporan PKPA di Apotek Arafah.

7. Seluruh staf Apotek Arafah yang telah memberikan arahan selama penulis melaksanakan PKPA di Apotek Arafah.

(6)

8. Seluruh staf pengajar dan bagian Tata Usaha program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, atas ilmu, dukungan, dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama ini.

9. Keluarga dan orang-orang terdekat penulis yang selama ini tidak pernah berhenti memberikan dukungan dan doa.

10. Seluruh rekan sesama Apoteker Angkatan 77 Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, atas kerja sama, dukungan, semangat, dan persahabatan yang telah terjalin selama menempuh pendidikan di program profesi apoteker. 11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas bantuan dan

dukungan yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan ketidaksempurnaan di dalam laporan ini. Oleh karena itu, penulis terbuka untuk menerima saran dan kritik yang membangun untuk memperbaiki penulisan laporan penulis ke depannya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat, baik bagi diri penulis maupun pihak lain yang terlibat dan membaca laporan ini.

Penulis

2014

(7)
(8)

ABSTRAK

Nama : Aisyah, S.Far.

NPM : 1206329316

Program Studi : Profesi Apoteker

Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Arafah Jl. Arafah I No. F/8 Villa Ilhami Islamic - Tangerang

Apotek adalah tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Pelayanan kefarmasian saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien maupun tenaga kesehatan lain. Kegiatan PKPA dilaksanakan pada tanggal 09 September - 18 Oktober 2013 di Apotek Arafah dengan tujuan untuk mengenal dan memahami peran dan tanggung jawab seorang apoteker di apotek serta menambah pengetahuan dan meningkatkan keterampilan dalam pekerjaan kefarmasian. Sedangkan tujuan dari tugas khusus adalah untuk menyusun strategi pemasaran apotek berdasarkan faktor internal dan eksternal apotek dengan menggunakan analisis SWOT.

Kata Kunci : Praktek Kerja Profesi Apoteker, Apotek Arafah, pekerjaan kefarmasian, Pharmaceutical Care, strategi pemasaran, analisis SWOT

Tugas Umum : xiii+41 halaman : 4 gambar, 16 lampiran Tugas Khusus : iv + 17 halaman : 6 lampiran

Daftar Acuan Tugas Umum : 11 (1980-2011) Daftar Acuan Tugas Khusus : 4 (2004-2009)

(9)

ABSTRACT

Name : Aisyah, S. Far.

NPM : 1206329316

Study Program : Pharmacist

Title :Report of Pharmacist Internship Program in Arafah Pharmacy at Arafah I Street No. F/8 Villa Ilhami Islamic Tangerang

Pharmacy is a place where do pharmacy work and distribution of pharmaceutical and other medical supplies to the public. Pharmaceutical services have now changed its orientation from the drug to patients who refer to Pharmaceutical Care. As a consequence of the change in orientation, pharmacists are required to improve the knowledge, skills and behaviors in order to carry out a direct interaction with patients and other health professionals. Pharmacists Internship Program (PIP) activities held on September 9th to October 18th, 2013 in the Arafah Pharmacy with the aim to recognize and understand the roles and responsibilities of a pharmacist in a pharmacy as well as increase knowledge and improve skills in pharmacy work. While the purpose of the special task is to arrange marketing strategy based on internal and external factors by using SWOT analysis.

Kata Kunci : Praktek Kerja Profesi Apoteker, Apotek Arafah, pekerjaan kefarmasian, Pharmaceutical Care, strategi pemasaran, analisis SWOT

Keywords : Pharmacist Internship Program, Arafah, Pharmacy, pharmaceutical services, Pharmaceutical Care,

marketing strategy, SWOT analysis, General Assignment : xiii + 41 pages : 4 pictures, 16 appendixes Specific Assignment : iv + 17 pages : 6 appendixes

Bibliography of General Assignment : 11 (1980-2011) Bibliography of Specific Assignment: 4 (2004-2009)

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv

KATA PENGANTAR ... v

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

BAB 2 TINJAUAN UMUM ... 3

2.1 Definisi Apotek ... 3

2.2 Landasan Hukum Apotek ... 3

2.3 Tugas dan Fungsi Apotek ... 4

2.4 Tata Cara Pemberian Izin Apotek ... 4

2.5 Kelengkapan Apotek ... 6

2.6 Tenaga Kerja Apotek ... 7

2.7 Apoteker Pengelola Apotek ... 8

2.8 Pengalihan Tanggung Jawab Apoteker ... 10

2.9 Pencabutan Surat Izin Apotek ... 11

2.10 Sediaan Farmasi ... 12

2.11 Pelayanan Kefarmasian di Apotek ... 16

2.12 Pengelolaan Narkotika ... 18

2.13 Pengelolaan Psikotropika ... 21

2.14 Pelaporan Narkotika dan Psikotropika... 22

BAB 3 TINJAUAN KHUSUS ... 24

3.1 Lokasi ... 24

3.2 Bangunan dan Tata Ruang ... 24

3.3 Sumber Daya Manusia ... 25

3.4 Kegiatan Apotek ... 27

BAB 4 PEMBAHASAN ... 34

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

(11)

DAFTAR ACUAN ... 40 LAMPIRAN ... 42

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Penandaan obat bebas. ... 13

Gambar 2.2 Penandaan obat bebas terbatas ... 14

Gambar 2.3 Penandaan obat keras . ... 14

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Contoh Formulir APT-1 ... 42

Lampiran 2. Contoh Formulir APT-2 ... 44

Lampiran 3. Contoh Formulir APT-3 ... 45

Lampiran 4. Contoh Formulir APT-4 ... 51

Lampiran 5. Contoh Formulir APT-5 ... 52

Lampiran 6. Contoh Formulir APT-6 ... 55

Lampiran 7. Contoh Formulir APT-7 ... 56

Lampiran 8. Denah Lokasi Apotek Arafah ... 57

Lampiran 9. Foto Apotek Arafah ... 58

Lampiran 10. Layout Ruang Apotek Arafah ... 59

Lampiran 11. Surat Pemesanan Barang ... 60

Lampiran 12. Kartu Stok Apotek Arafah ... 61

Lampiran 13. Etiket Obat Apotek Arafah ... 62

Lampiran 14. Kuitansi Apotek Arafah ... 63

Lampiran 15. Salinan Resep Apotek Arafah ... 64

(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang dijamin oleh pemerintah adalah keterjangkauan masyarakat untuk mengakses perbekalan kesehatan dan sediaan farmasi melalui suatu sarana kesehatan yakni apotek. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002, Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Tugas dan fungsi apotek berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 yaitu tempat pengabdian apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan, sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat dan sarana penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara luas dan merata.

Pelayanan kefarmasian saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada penyediaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian informasi, konseling, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui hasil pengobatan yang diharapkan dan terdokumentasi dengan baik. Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan. Oleh sebab itu apoteker dalam menjalankan praktek harus sesuai standar. Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan obat yang rasional (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004).

(15)

calon apoteker perlu dibekali dengan pengetahuan dan pemahaman sebagai pelatihan untuk menerapkan ilmu yang telah didapatkan selama perkuliahan serta dapat mempelajari segala kegiatan dan permasalahan yang ada di suatu apotek. Oleh karena itu, Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia bekerja sama dengan Apotek Arafah menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker. Kegiatan ini diharapkan dapat mempersiapkan para calon apoteker agar dapat mengenal dan memahami peran dan tanggung jawab seorang apoteker di apotek serta menambah pengetahuan dan meningkatkan keterampilan dalam pekerjaan kefarmasian.

1.2 Tujuan

Tujuan dari Praktek Kerja Profesi Apoteker adalah : a. Memahami tugas dan tanggung jawab apoteker di apotek.

b. Mengetahui dan memahami peranan apoteker dalam mengelola apotek dari kegiatan teknis kefarmasian maupun kegiatan nonteknis kefarmasian.

(16)

BAB 2

TINJAUAN UMUM 2.1 Definisi Apotek

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, apotek adalah tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, serta perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika, sedangkan perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional. Pelayanan kefarmasian merupakan suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan tujuan untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.

2.2 Landasan Hukum Apotek

Apotek memiliki landasan hukum yang diatur dalam :

a. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. b. Keputusan Pemertintah Kesehatan RI No. 1027/MENKES/SK/X/2004 tentang

Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.

c. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2003 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No.922/MENKES/PER/X/ 1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.

(17)

d. Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. e. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

f. Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Kententuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.

g. Undang-Undang Kesehatan RI No.39 tahun 2009 tentang Kesehatan.

h. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.

i. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 tentang perubahan atas PP No.26 Tahun 1965 tentang Apotek.

2.3 Tugas dan Fungsi Apotek

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980, tugas dan fungsi apotek adalah sebagai berikut:

a. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan.

b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat.

c. Sarana penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara luas dan merata.

2.4 Tata Cara Pemberian Izin Apotek

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MENKES/PER/X/1993, Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek adalah sebagai berikut :

(1) Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-1 (Lampiran 1).

(2) Dengan menggunakan Formulir APT-2 (Lampiran 2) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah

(18)

menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apotek melakukan kegiatan.

(3) Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh Formulir APT-3 (Lampiran 3).

(4) Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan (3) tidak dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-4 (Lampiran 4).

(5) Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (3) atau pernyataan ayat (4) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan SIA dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-5 (Lampiran 5).

(6) Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM dimaksud ayat (3) masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-6 (Lampiran 6).

(7) Terhadap surat penundaan, Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal surat penundaan.

(8) Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan, atau lokasi yang tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja wajib mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasannya dengan menggunakan formulir model APT-7 (Lampiran 7).

(19)

Bila Apoteker menggunakan sarana milik pihak lain dalam pendirian apotek, maka harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a. Penggunaan sarana apotek yang dimaksud, wajib didasarkan atas perjanjian kerja sama antara Apoteker dan pemilik sarana.

b. Pemilik sarana yang dimaksud harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perudang-undangan di bidang obat sebagaimana dinyatakan dalam surat pernyataan yang bersangkutan.

2.5 Kelengkapan Apotek

Untuk mendapatkan izin apotek, seorang apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan, harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi yang lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. Beberapa kelengkapan yang harus diperhatikan dalam pendirian sebuah apotek adalah tempat atau lokasi, bangunan, perlengkapan apotek, tenaga kerja apotek, dan perbekalan farmasi (Umar, 2011).

2.5.1 Lokasi

Persyaratan jarak minimum antar apotek tidak dipermasalahkan lagi, akan tetapi ketentuan ini dapat berbeda, sesuai dengan kebijakan/peraturan daerah masing-masing. Lokasi apotek dapat dipilih dengan mempertimbangkan segi pemerataan dan pelayanan kesehatan, jumlah penduduk, jumlah praktek dokter, sarana dan pelayanan kesehatan lain, sanitasi dan faktor-faktor lainnya.

2.5.2 Bangunan

Bangunan apotek yang baik hendaknya memiliki ruang tunggu pasien, ruang peracikan dan penyerahan obat, ruang administrasi, ruang kerja apoteker, tempat pencucian alat dan kamar kecil. Bangunan apotek sebaiknya juga memiliki sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, sumber penerangan yang dapat memberikan penerangan yang memadai, alat pemadam kebakaran, serta ventilasi dan sanitasi yang baik. Papan nama apotek dipasang di depan bangunan dengan

(20)

ketentuan memenuhi ukuran minimal panjang 60 cm, lebar 40 cm dengan tulisan hitam diatas dasar putih, tinggi huruf minimal 5 cm, umumnya terbuat dari papan yang pada bagian mukanya memuat nama apotek, nama APA, nomor SIA, alamat apotek, nomor telepon.

2.5.3 Peralatan Apotek

Suatu apotek baru yang ingin beroperasi harus memiliki peralatan apotek yang memadai agar dapat mendukung pelayanan kefarmasiannya. Peralatan apotek yang harus dimiliki antara lain :

a. Peralatan pembuatan, pengolahan dan peracikan seperti timbangan, lumpang, alu,gelas ukur, dan lain-lain.

b. Peralatan dan tempat penyimpanan alat perbekalan farmasi seperti lemari obat, lemari pendingin, dan lemari khusus untuk narkotika dan psikotropika. Lemari narkotik harus memenuhi persyaratan yang ada dalam Permenkes Republik Indonesia No.28 Tahun 1978.

c. Wadah pengemas dan pembungkus seperti kertas perkamen, plastik klip, tube dan lain-lain.

d. Perlengkapan administrasi seperti blanko pesanan, salinan resep, buku catatan penjualan, buku catatan pembelian, kartu stok obat, dan kuitansi. e. Buku-buku dan literatur standar yang diwajibkan, serta kumpulan

perundang-undangan yang berhubungan dengan kegiatan apotek.

2.6 Tenaga Kerja Apotek

Tenaga kerja di setiap apotek dapat berbeda-beda jumlahnya, tergantung pada kebutuhan masing-masing apotek. Sumber daya manusia yang dapat bekerja di apotek selain Apoteker Pengelola Apotek yaitu Apoteker Pendamping dan Asisten Apoteker yang bertugas di bawah pengawasan Apoteker.

(21)

2.7 Apoteker Pengelola Apotek

Permenkes RI No. 1322/MENKES/SK/X/2002 menjelaskan Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah Apoteker yang telah diberi surat Izin Apotek (SIA). Sebelum melaksanakan kegiatannya, seorang APA wajib memiliki Surat Izin Apotek (SIA) yang berlaku untuk seterusnya selama apotek masih aktif melakukan kegiatan dan APA dapat melakukan pekerjaannya serta masih memenuhi persyaratan. Seorang APA bertanggung jawab akan kelangsungan hidup apotek yang dipimpinnya, dan juga bertanggung jawab kepada pemilik modal apabila bekerja sama dengan pemilik modal.

Apoteker yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :

a. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Pasal 35:

(1) Tenaga kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 harus memiliki keahlian dan kewenangan dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian.

(2) Keahlian dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaksanakan dengan menerapkan Standar Profesi.

(3) Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus didasarkan pada Standar Kefarmasian, dan Standar Prosedur Operasional yang berlaku sesuai fasilitas kesehatan dimana Pekerjaan Kefarmasian dilakukan.

b. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Pasal 37:

(1) Apoteker yang menjalankan Pekerjaan Kefarmasian harus memiliki sertifikat kompetensi profesi.

(2) Bagi Apoteker yang baru lulus pendidikan profesi, dapat memperoleh sertifikat kompetensi profesi secara langsung setelah melakukan registrasi.

(3) Sertifikat kompetensi profesi berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk setiap 5 (lima) tahun melalui uji kompetensi profesi apabila Apoteker tetap akan menjalankan Pekerjaan Kefarmasian.

(22)

c. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Pasal 52:

(1) Setiap Tenaga Kefarmasian yang melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia wajib memiliki surat izin sesuai tempat Tenaga Kefarmasian bekerja.

(2) Surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

a. SIPA bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di Apotek, puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit;

b. SIPA bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian sebagai Apoteker pendamping;

d. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Pasal 54:

(1) Apoteker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) huruf a hanya dapat melaksanakan praktik di 1 (satu) Apotik, atau puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit.

(2) Apoteker pendamping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) huruf b hanya dapat melaksanakan praktik paling banyak di 3 (tiga) Apotek, atau puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit.

Surat Tanda Registrasi (STRA) merupakan bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi. STRA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu lima tahun selama masih memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan (Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Pasal 40):

a. Memiliki ijazah Apoteker.

b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi.

c. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker. d. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang

memiliki surat izin praktek, dan

e. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.

Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) adalah surat izin yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada Apotek atau Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS). SIPA dikeluarkan oleh Kepala Dinas

(23)

Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan. SIPA dapat dibatalkan demi hukum apabila pekerjaan kefarmasian dilakukan pada tempat yang tidak sesuai dengan yang tercantum dalam surat izin. Untuk mendapatkan SIPA, Apoteker harus memiliki (Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Pasal 55) :

a. Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)

b. Tempat atau ada tempat untuk melakukan pekerjaan kefarmasian atau fasilitas kesehatan yang memiliki izin.

c. Rekomendasi dari organisasi profesi

Tugas dan kewajiban apoteker di apotek adalah sebagai berikut :

a. Memimpin seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun non teknis kefarmasian sesuai dengan ketentuan maupun perundangan yang berlaku. b. Mengatur, melaksanakan, dan mengawasi administrasi.

c. Mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang optimal sesuai dengan rencana kerja dengan cara meningkatkan omset, mengadakan pembelian yang sah dan penekanan biaya serendah mungkin. d. Melakukan pengembangan usaha apotek

Wewenang dan tanggung jawab APA meliputi (Umar, 2011): a. Menentukan arah terhadap seluruh kegiatan

b. Menentukan sistem (peraturan) terhadap seluruh kegiatan c. Mengawasi pelaksanaan seluruh kegiatan

d. Bertanggung jawab terhadap kinerja yang dicapai.

2.8 Pengalihan Tanggung Jawab Apoteker

Pengalihan tanggung jawab apoteker diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MenKes/SK/X/2002 (Pasal 19 dan 24) yaitu :

a. Apabila Apoteker Pengelola Apotek (APA) berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, APA harus menunjuk apoteker pendamping.

(24)

b. Apabila APA dan Apoteker pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA menunjuk apoteker pengganti. c. Apabila APA meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali dua puluh

empat jam, ahli waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

d. Apabila pada apotek tersebut tidak terdapat Apoteker pendamping, pelaporan oleh ahli waris wajib disertai penyerahan resep, narkotika, psikotropika, obat keras, dan kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika.

e. Pada penyerahan resep, narkotika, psikotropika dan obat keras serta kunci tersebut, dibuat berita acara serah terima dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.

2.9 Pencabutan Surat Izin Apotek

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek Pasal 25 ayat 1, Kepala Suku Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten dapat mencabut Surat Izin Apotek apabila:

a. Apoteker tidak lagi memenuhi kewajibannya untuk menyediakan, menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin.

b. Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus menerus.

c. Terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang tentang Narkotika, Undang- Undang Obat Keras, dan Undang-Undang tentang Kesehatan.

d. Surat Izin Praktek Apoteker Pengelola Apotek dicabut.

e. Apotek tidak dapat lagi memenuhi persyaratan mengenai kesiapan tempat pendirian apotek, serta kelengkapan sediaan farmasi dan perbekalan lainnya baik merupakan milik sendiri atau pihak lain.

(25)

Pelaksanaan pencabutan surat izin apotek dilaksanakan setelah dikeluarkan:

a. Peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2(dua) bulan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-12.

b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan Apotek dengan menggunakan Formulir Model APT-13.

Pembekuan Izin Apotek sebagaimana dimaksud dalam huruf (b) di atas, dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan ini dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-14. Pencairan Izin Apotek yang dimaksud dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas KesehatanKabupaten/Kota setempat.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.

922/MENKES/PER/X/1993, apabila Surat Izin Apotek dicabut, Apoteker Pengelola Apotek atau Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengamanan yang dimaksud wajib mengikuti tata cara sebagai berikut (Peraturan Menteri Kesehatan No. 1332/MENKES/SK/X/2002):

a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras tertentu, dan obat lain serta seluruh resep yang tersedia di apotek.

b. Narkotika, psikotropika dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci.

c. Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud dalam huruf (a).

2.10 Sediaan Farmasi

Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik. Untuk menjaga keamanan penggunaan obat oleh masyarakat, maka pemerintah

(26)

menggolongkan obat menjadi obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, serta narkotik dan psikotropik.

2.10.1 Obat bebas (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 2380/A/SK/VI/83)

Obat bebas adalah obat tanpa peringatan, yang dapat diperoleh tanpa resep dokter. Tanda khusus yang terdapat pada obat bebas adalah lingkaran bulat berwarna hijau dengan garis tepi hitam.

Gambar 2.1 Penandaan obat bebas

2.10.2 Obat bebas terbatas (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 2380/A/SK/VI/83)

Obat bebas terbatas adalah obat dengan peringatan, yang dapat diperoleh tanpa resep dokter. Obat bebas terbatas memiliki tanda peringatan untuk aturan pemakaian, yaitu:

a. P. No. 1. Awas obat keras! Baca aturan pemakaian. Contohnya Decolgen®, Ultraflu® dan Fatigon®.

b. P. No.2. Awas Obat keras! Hanya untuk kumur, jangan ditelan. Contohnya Betadine gargle® dan Minosep®.

c. P. No.3. Awas Obat keras! Hanya untuk bagian luar dari badan. Contohnya Rivanol® dan Canesten®

d. P. No.4. Awas Obat keras! Hanya untuk dibakar. Contohnya rokok asthma e. P. No.5. Awas Obat keras! Tidak boleh ditelan. Contohnya Dulcolax®

suppositoria

f. P. No.6. Awas Obat keras! Obat wasir, jangan ditelan. Ambeven® dan Anusol®.

(27)

Tanda khusus yang terdapat obat bebas terbatas adalah lingkaran bulat berwarna biru dengan garis tepi hitam.

Gambar 2.2 Penandaan obat bebas terbatas

2.10.3 Obat keras daftar G (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 2396/A/SK/VIII/86)

Obat keras adalah obat yang hanya dapat diperoleh dengan resep dokter. Tanda pada obat keras berupa lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi hitam dengan huruf K yang menyentuh garis tepi .

Gambar 2.3 Penandaan obat keras

2.10.4 Narkotika (Undang-undang nomor 35 Tahun 2009)

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Tanda pada obat golongan narkotika adalah palang medali berwarna merah.

Gambar 2.4 Penandaan obat narkotika

Narkotika dibagi ke dalam tiga golongan, yaitu : a. Narkotika Golongan I

Narkotika Golongan I adalah narkotika yang memiliki potensi sangat tinggi dalam mengakibatkan ketergantungan. Narkotika golongan ini dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan. Narkotika Golongan I dalam

(28)

jumlah terbatas hanya digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk reagensia diagnostik dan reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi dari Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Contoh : Tanaman Papaver somniferum (kecuali bijinya), opium, kokain, heroin, psilosibin, amfetamin.

b. Narkotika Golongan II

Narkotika Golongan II adalah narkotika yang dapat digunakan sebagai pilihan terakhir dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi tinggi dalam mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Difenoksilat, metadon, morfin, petidin.

c. Narkotika Golongan III

Narkotika Golongan III adalah narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi yang ringan dalam mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Kodein, dihidrokodein, norkodein.

Menurut Undang-undang nomor 5 Tahun 1997, psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika digolongkan menjadi empat golongan.

1) Psikotropika Golongan I

Psikotropika Golongan I adalah psikotropika yang memiliki potensi dalam mengakibatkan sindroma ketergantungan. Psikotropika golongan ini hanya digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan, contohnya psilosibin, dan lisergida.

2) Psikotropika Golongan II

Psikotropika Golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat untukpengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan, contohnya amfetamin, deksamfetamin, metamfetamin, dan sekobarbital.

(29)

3) Psikotropika Golongan III

Psikotropika Golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan, contohnya amobarbital, pentazosin, pentobarbital, dan siklobarbital.

4) Psikotropika Golongan IV

Psikotropika Golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan, contohnya alobarbital, alprazolam, barbital, diazepam, dan fenobarbital.

2.11 Pelayanan Kefarmasian di Apotek

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical care) adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada pelayanan kefarmasian. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi, sekarang menjadi pelayanan yang komprehensif dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Pelayanan kefarmasian di dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, terdiri dari pelayanan resep, pemberian informasi obat, konseling, pemantauan penggunaan obat, promosi dan edukasi, serta Pelayanan Residensial (Home Care).

(30)

2.11.1 Pelayanan Resep a. Skrining resep

Apoteker melakukan skrining resep meliputi persyaratan administratif (nama,SIP dan alamat dokter, tanggal penulisan resep, tanda tangan/paraf dokter penulis resep, nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien), kesesuaian farmasetik (bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian), pertimbangan klinis (adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain).

b. Penyiapan obat

Penyiapan obat terdiri dari peracikan, penulisan etiket, pengemasan, serta penyerahan obat. Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar. Penulisan etiket harus jelas dan dapat dibaca. Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya. Sebelum obat diserahkan pada pasien, harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien.

2.11.2 Pemberian Informasi Obat

Apoteker harus memberikan informasi yang benar, mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.

2.11.3 Konseling

Konseling adalah suatu proses komunikasi dua arah yang sistematik antara apoteker dan pasien untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat dan pengobatan. Apoteker harus memberikan konseling

(31)

mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.

2.11.4 Pemantauan Penggunaan Obat

Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti penyakit jantung, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya. Pemantauan dilakukan terhadap khasiat obat serta efek samping yang kemungkinan dapat terjadi.

2.11.5 Promosi dan Edukasi

Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet / brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lainnya.

2.11.6 Pelayanan Residensial (Home Care)

Pelayanan residensial (Home care) adalah pelayanan apoteker sebagai care giver dalam pelayanan kefarmasian di rumah-rumah khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan terapi kronis lainnya. Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).

2.12 Pengelolaan Narkotika

Pengelolaan narkotika bertujuan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan. Menurut Undang-undang Nomor 22

(32)

tahun 1997 tentang Narkotika, pengaturan narkotika bertujuan untuk menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan.

Apotek merupakan salah satu sarana kesehatan yang dapat melakukan penyerahan narkotika. Apotek dapat menyerahkan narkotika kepada rumah sakit, puskesmas, apotek lainnya, balai pengobatan, dokter dan pasien. Apotek hanya dapat menyerahkan narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter. Pengelolaan narkotika di apotek meliputi pemesanan, penyimpanan, pelayanan/penyerahan, pemusnahan, pencatatan dan pelaporan serta dokumentasi.

2.12.1 Pengadaan/Pemesanan Narkotika

Apoteker hanya dapat memesan narkotika melalui Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang telah ditunjuk khusus oleh Menteri, yaitu PT. Kimia Farma dengan tujuan untuk memudahkan pengawasan peredaran narkotika. Pemesanan narkotika dilakukan dengan menggunakan surat pesanan narkotika asli yang ditandatangani oleh Apoteker Penanggungjawab Apotek yang dilengkapi dengan nama, nomor Surat Izin Apotek (SIA), nomor Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA), tanggal dan nomor surat, alamat lengkap dan stempel apotek. Satu surat pesanan hanya untuk satu jenis narkotika. Surat pesanan dibuat 4 rangkap, dengan ketentuan 3 rangkap (termasuk yang asli) diserahkan pada PBF dan 1 rangkap disimpan sebagai arsip di apotek.

2.12.2 Penyimpanan Narkotika

Berdasarkan Permenkes Nomor 28/MENKES/PER/V/1978 tentang penyimpanan narkotika, apotek harus memiliki tempat khusus untuk penyimpanan narkotika yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat. b. Harus mempunyai kunci yang kuat.

c. Dibagi dua masing-masing dengan kunci yang berlainan; bagian pertama dipergunakan untuk menyimpan morfina, petidina, dan garam-garamnya

(33)

serta persediaan narkotika, sedangkan bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari.

d. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari 40 x 80 x 100 cm, maka lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau lantai. e. Lemari harus dikunci dengan baik.

f. Lemari khusus tidak boleh dipergunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika.

g. Anak kunci lemari khusus harus dikuasai oleh penanggung jawab atau pegawai lain yang dikuasakan.

h. Lemari khusus harus ditaruh di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum.

2.12.3 Pelayanan/ penyerahan Narkotika

Apotek dilarang mengulangi menyerahkan narkotika atas dasar resep yang sama dari seorang dokter atau atas dasar salinan resep dokter (Undang-Undang Nomor 9 tahun 1976 Pasal 7). Pada resep narkotika yang baru dilayani sebagian, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani di apotek yang menyimpan resep asli.

2.12.4 Pemusnahan Narkotika

Tujuan dilakukannya pemusnahan narkotika adalah untuk menghapus pertanggungjawaban apoteker terhadap pengelolaan narkotika, menjamin narkotika yang sudah tidak memenuhi persyaratan dikelola sesuai dengan standar yang berlaku, dan mencegah penyalahgunaan bahan narkotika serta mengurangi resiko terjadinya penggunaan obat yang substandar (Departemen Kesehatan RI, 2008).

Berdasarkan Undang-undang nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika Pasal 60, pemusnahan narkotika dilakukan dalam hal diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan/atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi, kadaluarsa, tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada

(34)

pelayanan kesehatan dan/atau berkaitan untuk pengembangan ilmu pengetahuan, atau berkaitan dengan tindak pidana.

Pemusnahan yang dilakukan oleh apotek dengan membuat berita acara pemusnahan narkotika dan dilaporkan kepada pihka-pihak yang terkait. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.28/MENKES/PER/I/1978 Tentang Penyimpanan Narkotika dan Undang-Undang nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika, berita acara pemusnahan memuat :

a. Keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan. b. Nama pemegang izin khusus, apoteker pimpinan apotek dan dokter

pemilik narkotika.

c. Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi dari perusahaan atau badan tersebut.

d. Nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan. e. Cara pemusnahan.

f. Tanda tangan penanggung jawab apotek/ pemegang izin khusus, serta saksi-saksi.

Berita acara pemusnahan tersebut dikirimkan kepada dibuat rangkap empat untuk ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi, Kepala Balai Pengawasan Obat dan Makanan, dan satu disimpan sebagai arsip di apotek.

2.13 Pengelolaan Psikotropika

Menurut Undang-undang No. 5 tahun 1997 psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan atau ilmu pengetahuan. Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah untuk menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan,

(35)

mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika, serta memberantas peredaran gelap psikotropika.

2.13.1 Pemesanan Psikotropika

Pemesanan psikotropika dilakukan dengan menggunakan Surat Pesanan Psikotropika yang ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIK. Surat pesanan tersebut dibuat rangkap tiga, dua rangkap (termasuk yang asli) diserahkan pada PBF, dan satu rangkap disimpan sebagai arsip. Setiap surat dapat digunakan untuk memesan beberapa jenis psikotropika.

2.13.2 Penyimpanan Psikotropika

Penyimpanan psikotropika belum diatur di dalam perundang-undangan atau peraturan lainnya. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika maka sebaiknya obat golongan psikotropika disimpan pada rak atau lemari khusus. Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lain, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan pasien. Penyerahan psikotropika oleh apotek dilaksanakan berdasarkan resep dokter.

2.13.4 Pemusnahan Psikotropika

Pada Undang-undang No. 5 tahun 1997 pasal 53 disebutkan bahwa pemusnahan psikotropika dilaksanakan dalam hal berhubungan dengan tindak pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan/atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi psikotropika, kadaluwarsa, dan tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Setiap pemusnahan psikotropika, wajib dibuatkan berita acara.

2.14. Pelaporan Narkotika dan Psikotropika

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, apotek wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang berada dalam

(36)

penguasaannya. Pelaporan penggunaan narkotika telah dikembangkan dalam bentuk perangkat lunak atau program Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) sejak tahun 2006 oleh Kementerian Kesehatan. Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) adalah sistem yang mengatur pelaporan penggunaan Narkotika dan Psikotropika dari Unit Layanan (Puskesmas, Rumah Sakit dan Apotek) ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan pelaporan elektronik, selanjutnya Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan ke Ditjen Binfar dan Alkes di Kementerian Kesehatan melalui mekanisme pelaporan online yang menggunakan fasilitas internet.

Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan bulanan melalui perangkat lunak atau program Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) paling lambat tanggal 10 di setiap bulannya.

(37)

BAB 3

TINJAUAN KHUSUS APOTEK ARAFAH

Apotek Arafah berdiri pada tahun 2011 dan dikelola oleh Ibu Lily Komiarsih, S.Si., Apt. selaku Pemilik Sarana Apotek (PSA) sekaligus Apoteker Pengelola Apotek (APA) dengan SIK No. KP.01.03.1.3.3367. Apotek Arafah mempunyai Apoteker Pendamping (APING) bernama Netti Yuliani, S.Farm., Apt. Apotek Arafah melayani penjualan obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras dan obat kontrasepsi. Selain itu, apotek juga menjual alat kesehatan, obat tradisional, suplemen, kosmetik, perbekalan kesehatan rumah tangga dan makanan. Namun hingga laporan ini disusun, apotek belum menyediakan pelayanan obat golongan narkotika dan psikotropika.

3.1. Lokasi

Apotek Arafah terletak di Jalan Arafah I No.F/8 Villa Ilhami Islamic Tangerang yang berbatasan dengan Jalan Mina dan Jalan Qadr Raya. Ditinjau dari segi lokasi, letak apotek ini cukup strategis. Akan tetapi, belum terdapatnya apotek lain, menjadikan apotek ini sebagai apotek utama di dalam perumahan. Denah apotek dapat dilihat pada Lampiran 8 serta foto apotek dapat dilihat di Lampiran 9.

3.2. Bangunan dan Tata Ruang

Apotek Arafah menempati bangunan dengan luas sebesar 2 meter x 3 meter. Di dalam area tersebut, terdapat tempat penyimpanan sediaan farmasi dan perbekalan lainnya, ruang tunggu, ruang pelayanan pelanggan dan penyerahan obat, dan kasir. Apotek dilengkapi dengan papan nama, penerangan yang memadai dan pendingin ruangan. Layout ruangan apotek dapat dilihat pada Lampiran 10.

Ruang tunggu apotek terdapat etalase obat OTC padat, semi solid dan kosmetik. Ruang tersebut berada tepat di depan pintu masuk. Di ruang tunggu ini terdapat counter pelayanan pelanggan dan penyerahan obat. Di area tersebut,

(38)

informasi obat kepada pelanggan, dan melakukan penyerahan obat. Sedangkan kasir terletak di sebelah kiri ruang tunggu.

3.3 Sumber Daya Manusia

3.3.1 Struktur Organisasi

Apotek Arafah dipimpin oleh seorang apoteker yang sekaligus pemilik sarana apotek/PSA. Dalam menjalankan kegiatannya dibantu oleh apoteker pendamping dan dua orang asisten apoteker. Mengingat volume penjualan apotek yang tidak terlalu besar, kegiatan non kefarmasian seperti administrasi dan keuangan juga dijalankan oleh kedua orang asisten apoteker. Selain itu terdapat satu orang tenaga sebagai pengantar untuk layanan delivery. Jumlah total karyawan di apotek adalah 5 orang yakni 1 orang Apoteker Pengelola Apotek, 1 Apoteker Pendamping, 2 orang Asisten Apoteker, dan 1 orang tenaga pembantu.

3.3.2 Tugas dan Fungsi Jabatan 3.3.2.1 Apoteker Pengelola Apotek

Tugas dan tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek Arafah adalah : a. Membuat visi, misi, strategi, tujuan, sasaran dan program kerja apotek.

b. Membuat dan menetapkan peraturan atau SPO (standar prosedur operasional) pada setiap fungsi kegiatan di apotek.

c. Mengusahakan agar kebijakan dan strategi usaha termasuk program kerja dan anggaran belanja.

d. Mengawasi pengamanan hasil penjualan tunai harian.

3.3.2.1 Apoteker Pendamping

Tugas dan tanggung jawab seorang Apoteker Pendamping adalah: a. Membuat laporan tentang perkembangan apotek.

b. Mengawasi pelayanan resep, mutu obat yang dijual, dan pelaksanaan administrasi.

(39)

d. Mengkoordinasikan dan mengawasi dinas kerja karyawan lainnya antara lain mengatur daftar giliran kerja, menetapkan pembagian beban kerja, dan tanggung jawab masing-masing karyawan.

e. Secara aktif berusaha sesuai dengan bidang tugasnya untuk meningkatkan omset penjualan dan mengembangkan hasil usaha apotek dengan mempertimbangkan masukan dari karyawan lainnya untuk perbaikan pelayanan dan kemajuan apotek.

f. Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan resep, menyiapkan obat, menulis etiket, mengemas, sampai dengan menyerahkan obat.

g. Melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang mempunyai kadaluarsa. h. Melakukan pengecekan terhadap buku defekta untuk pengelolaan persediaan

obat.

i. Memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien untuk mendukung penggunaan obat yang rasional.

j. Memberikan pelayanan cek tekanan darah, kadar kolesterol, asam urat dan gula darah.

k. Melaksanakan pelayanan swamedikasi.

l. Mengatur dan mengawasi pengamanan hasil penjualan tunai harian dan melaporkannya kepada Apoteker Pengelola Apotek.

3.3.2.3 Asisten Apoteker

Tugas dan tanggung jawab seorang Apoteker Pengelola Apotek adalah: a. Mengatur dan menyusun penyimpanan obat dan perbekalan farmasi lainnya

serta mencatat keluar masuknya barang di kartu stok.

b. Menerima, memeriksa keabsahan dan kelengkapan, dan memberi harga resep, menyiapkan obat selanjutnya obat diserahkan ke pasien.

c. Melakukan defekta setiap hari untuk persediaan obat yang minimum

d. Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan resep, menyiapkan obat, menulis etiket, mengemas, sampai dengan menyerahkan obat.

(40)

e. Memberi harga untuk resep-resep yang masuk dan memeriksa kelengkapan resep.

f. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan. g. Melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang mempunyai kadaluarsa. h. Memberikan pelayanan cek tekanan darah, kadar kolesterol, asam urat dan gula

darah.

i. Menyusun daftar masuknya barang dan menandatangani faktur obat yang masuk setiap harinya.

j. Melakukan fungsi keuangan dan administrasi apotek

3.3.2.4 Tenaga Pembantu

Tugas dan tanggung jawab tenaga pembantu adalah sebagai berikut: a. Menjaga kebersihan dan kerapian apotek termasuk sarana di dalamnya b. Mengantar obat dan sediaan farmasi untuk pelayanan pesan antar.

3.4 Kegiatan Apotek

Apotek buka setiap hari dari jam 06.00 – 22.00. Kegiatan di apotek dikelompokkan menjadi dua, yaitu kegiatan di bidang teknis kefarmasian dan kegiatan non teknis kefarmasian.

3.4.1 Kegiatan teknis kefarmasian

3.4.1.1 Pengadaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan

Pengadaan sediaan farmasi dan perbekalan lainnya dibagi menjadi dua macam, yaitu mengadakan komoditas baru yang belum dijual di apotek serta mengadakan kembali komoditas yang sudah ada (existing) yang berada kondisi stok minimum.

Pengadaan komoditas baru di apotek biasanya didasarkan pada obat atau barang yang hendak dibeli oleh pelanggan namun belum disediakan oleh apotek.

(41)

atau penyakit yang sedang banyak diderita oleh pasien dan produk-produk

branded yang sedang digemari oleh masyarakat, promosi iklan yang sedang booming. Dilakukan pembelian terbatas terhadap komoditas baru tersebut karena

belum dapat diperkirakan pola konsumsinya di masyarakat.

Pengadaan kembali komoditas existing dilakukan jika barang telah berada dalam kondisi stok minimum. Hal tersebut dapat diketahui dari status jumlah stok yang tercatat dalam kartu stok. Pembaharuan data kartu stok (stok opname) dilakukan setiap sore hari, sehingga pengadaan kembali barang dengan persediaan yang minimum dapat dilakukan pada pagi keesokkan harinya. Jumlah barang yang dipesan disesuaikan dengan pola konsumsi obat tersebut, yakni tergolong sebagai obat fast moving atau slow moving, serta kondisi keuangan.

A. Pemesanan Barang

Obat dipesan kepada distributor (PBF) menggunakan surat pemesanan yang diisi oleh Asisten Apoteker dan ditandatangani oleh APA. Tiap pagi hari, asisten apoteker memberitahukan PBF melalui telepon bahwa apotek akan melakukan pemesanan barang. Salesman PBF akan tiba pada sore hari dan asisten apoteker menyerahkan surat pemesanan. Barang biasanya akan tiba sore hari di hari yang sama. Surat pemesanan barang dapat dilihat di Lampiran 11. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan kerjasama dengan PBF adalah : 1. Ketepatan dan kecepatan dalam pelayanan

2. Bertanggung jawab terhadap barang pesanan apabila terjadi kerusakan 3. Memberikan jaminan terhadap barang pesanan

4. Ada kepastian memperoleh barang yang dipesan 5. Diskon yang diberikan

6. Lama waktu kredit

Pemesanan barang kepada PBF dilakukan secara bergantian kepada PBF yang menjadi langganan apotek. Rotasi PBF merupakan salah satu bentuk harmonisasi antara apotek dengan PBF agar senantiasa berinteraksi untuk menjaga hubungan agar tetap baik dan menguntungkan apotek dalam melakukan pembelian.

(42)

B. Penerimaan Barang

Barang yang diserahkan oleh salesman kepada apotek terlebih dulu diperiksa jumlah dan jenis barangnya sesuai dengan faktur, surat pesanan serta waktu kadaluarsa dari masing-masing barang. Barang yang ditemukan tidak dalam kondisi baik seperti bocor, kemasan rusak, atau mendekati waktu kadaluarsa dapat ditolak oleh pihak apotek dan dikembalikan kepada PBF untuk ditukar. Penukaran barang di data pada faktur pembelian untuk ditindaklanjuti oleh pihak PBF. Jika kondisi barang semuanya baik, pihak apotek menandatangani faktur pembelian serta menberi cap apotek sebagai bukti bahwa barang telah diterima. Faktur asli diambil oleh PBF dan faktur kopi diserahkan kepada pihak apotek untuk dilakukan tukar faktur. Pada faktur tersebut tertera waktu jatuh tempo pembayaran yang harus dilakukan oleh apotek kepada PBF. Pembayaran biasanya dilakukan secara kredit sesuai dengan waktu jatuh tempo yang disepakati, namun pada beberapa kondisi, pembayaran juga dapat secara

Cash On Delivery (COD) yakni dilakukan ketika salesman PBF akan

menyerahkan barang yang dipesan.

Barang baru segera dilakukan pencatatan pada kartu stok dan diisi pada kolom penambahan jumlah barang dengan mencantumkan asal PBF. Pada faktur dilakukan pengecekan harga per barang terkini apakah terjadi kenaikan harga atau tidak.

C. Penyimpanan Barang

Barang yang telah diterima kemudian disimpan menggunakan sistem FIFO dan FEFO sesuai dengan jenisnya, yakni obat ethical, obat OTC, kosmetik, atau alat kesehatan. Di Apotek Arafah, etalase depan apotek digunakan untuk penempatan obat-obat bebas dan perbekalan kesehatan lainnya seperti verban, masker, pembersih telinga dan lain-lain. Obat-obat tersebut penyusunannya dilakukan sedemikian rupa serta penampilan gradasi warna yang menarik sehingga akan menarik perhatian pembeli atau pasien yang datang ke apotek dan obat dengan mudah diambil. Produk dengan iklan yang sangat menarik dan berkesan diletakkan pada bagian tengah etalase OTC agar mudah terlihat oleh

(43)

dengan fungsi sebagai gudang kecil untuk menyimpan obat-obat bebas yang baru datang dan belum ditaruh di etalase depan. Gudang kecil tersebut terdapat di dalam kursi serbaguna yang digunakan sebagai ruang tunggu apotek.

Seluruh barang yang diterima kemudian dicatat di dalam kartu stok. Pencatatan meliputi tanggal, jumlah barang masuk beserta sumbernya, jumlah barang keluar, saldo dan keterangan. Pencatatan dilakukan setiap ada barang yang datang dan barang terjual maupun expired. Untuk obat-obat ethical, kartu stok ditempatkan di samping dus obat tersebut. Sedangkan untuk obat-obat OTC, kartu stok ditempatkan di sebelah kanan masing-masing etalase. Hal tersebut memudahkan pencatatan serta pengecekan kesesuaian catatan dengan jumlah fisik obat. Kartu stok Apotek Arafah dapat dilihat di Lampiran 12.

3.4.1.2 Pelayanan Obat Resep

Pelayanan atau penjualan dengan resep diberikan kepada pasien yang membeli obat dengan resep dokter secara tunai, proses pelayanan resepnya sebagai berikut :

a. Resep dari pasien diterima oleh Asisten Apoteker atau Apoteker dan dilakukan skrining resep, kemudian dilakukan pengecekan ketersediaan obat di apotek dan diberi harga.

b. Pasien diberi tahu tentang harga obat, setelah harga obat disetujui, maka dilakukan pembayaran obat pada kasir dan diminta menunggu selama obat disiapkan. Bila pasien merasa keberatan dengan harga obat, maka apoteker dapat menawarkan obat generik.

c. Asisten Apoteker kemudian mengambil obat-obat sesuai dengan yang diresepkan. Obat yang telah selesai disiapkan kemudian dimasukkan ke dalam pembungkus, diberi etiket dan diperiksa oleh Apoteker baik bentuk sediaan, nama pasien, etiket, dan kesesuaian jumlah obat dengan resep. Contoh etiket Apotek Arafah dapat dilihat di lampiran 13.

d. Penyerahan obat diberikan kepada pasien dengan pemberian informasi kemudian dicatat alamat dan nomor telepon pasien, jumlah dan harga resep ke dalam buku resep.

(44)

3.4.1.3 Swamedikasi

Pelayanan swamedikasi yang diberikan oleh Apotek Arafah hanya dilakukan untuk kondisi-kondisi penyakit ringan tertentu seperti demam dan nyeri, gangguan saluran nafas dan tenggorokan (batuk dan pilek), gangguan saluran cerna (diare dan konstipasi), serta gangguan pada kulit. Obat yang diberikan adalah obat bebas, obat bebas terbatas dan obat wajib apotek. Apabila keadaan konsumen perlu untuk dirujuk ke dokter, maka APA atau APING akan merujuknya ke dokter terdekat. Dalam melakukan swamedikasi di Apotek Arafah, peran apoteker sangat terlihat dalam memilih obat yang sesuai, aman dan ekonomis serta ketepatan dosis obat yang diberikan.

3.4.1.4 Pelayanan Informasi Obat

Di Apotek Arafah setiap penyerahan obat disertai dengan pemberian informasi obat (PIO) kepada pasien yang diberikan oleh apoteker atau asisten apoteker. PIO dilakukan baik pada pasien yang membeli obat maupun yang tidak membeli obat. Pertanyaan mengenai informasi obat yang biasa ditanyakan meliputi indikasi, cara pemakaian, efek samping obat, interaksi dengan obat lain dan makanan, serta hal yang harus dihindari selama menggunakan obat.

3.4.1.5 Pelayanan Pengukuran Tekanan Darah dan Pemeriksaan Glukosa Darah, Asam Urat, dan Kolesterol

Apotek Arafah memberikan pelayanan pengukuran tekanan darah, pemeriksaan kadar glukosa, asam urat, dan kolesterol bagi pasien yang menginginkannya tersedia dengan biaya yang terjangkau. Pemeriksaan dilakukan menggunakan alat digital khusus dan dilakukan oleh apoteker atau asisten apoteker. Setiap pasien yang melakukan pemeriksaan, dicatat pada buku pelayanan pemeriksaan dan diberikan kartu hasil pemeriksaan. Setelah itu, pasien dapat berkonsultasi dengan apoteker tentang hasil pemeriksaannya. Pelayanan pemeriksaan ini dilakukan dengan latar belakang kebutuhan masyarakat di sekitar apotek. APA melihat bahwa kebutuhan tersebut merupakan suatu peluang mengembangkan pelayanan apotek untuk masyarakat sekitar.

(45)

3.4.2 Kegiatan Teknis Non Kefarmasian a. Administrasi Personalia

Apotek melakukan administrasi personalia yang berkaitan dengan semua hal mengenai urusan pegawai yang meliputi absensi, gaji, hak cuti, dan fasilitas lain yang berhubungan dengan pegawai.

b. Administrasi Umum

Apotek melakukan administrasi umum yang meliputi laporan penggunaan narkotika, laporan penggunaan psikotropika dan segala hal yang berhubungan dengan urusan administrasi.

c. Administrasi Penjualan

Apotek melakukan kegiatan administrasi penjualan dengan melakukan pencatatan terhadap semua penjualan resep ke dalam buku Pencatatan Penjualan Resep dan penjualan bebas secara tunai ke dalam buku Penjualan. Pelanggan dapat meminta kuitansi jika diperlukan. Contoh kuitansi Apotek Arafah dapat dilihat di lampiran 14.

d. Administrasi Pembelian

Apotek melakukan kegiatan administrasi pembelian dengan melakukan pencatatan terhadap semua pembelian sediaan farmasi dan perbekalan lainnya di buku pembelian dan pengumpulan faktur-faktur berdasarkan debitur. Data tersebut dirapikandan di buat dalam sebuah buku pembayaran yang terdiri dari periode pembayaran, nomor faktur, nama PBF, tanggal barang datang, tanggaljatuh tempo, tanggal pembayaran dan tanggal pelunasan. Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan pengawasan terhadap pembayaran sehingga pembayaran dapat dilakukan sesuai dengan waktunya.

e. Administrasi Penyimpanan

Apotek melakukan administrasi penyimpanan dengan melakukan pencatatan pemasukan dan pengeluaran obat menggunakan kartu stok yang tersedia untuk setiap obat sehingga dapat diketahui sisa persediaan. Kartu stok memuat informasi nama barang, harga jual, tanggal masuk barang, jumlah barang masuk, tanggal kadaluarsa, nomor batch, tanggal keluar barang, jumlah barang keluar, dan sisa stok barang pada lemari.

(46)

3.4.2.1 Sistem Administrasi

Apotek Arafah memiliki sistem administrasi yang dikelola dengan baik. Sistem administrasi tersebut meliputi perencanaan, pengadaan, pengelolaan dan pelaporan barang yang masuk dan keluar, pengelolaan ini dilakukan oleh asisten apoteker yang dibantu oleh karyawan non teknis.

Kelengkapan administrasi di Apotek Arafah meliputi: a. Buku defekta

Buku defekta digunakan untuk mencatat daftar nama obat atau sediaan yang habis atau yang harus segera dipesan untuk dapat memenuhi kebutuhan di apotek. Dengan adanya buku defekta, karyawan ataupun apoteker dapat mengetahui dengan pasti perbekalan farmasi yang harus dipesan dan menghindari pemesanan ganda di apotek sehingga pemesanan dapat dikontrol dengan baik. b. Surat pesanan (SP)

Surat pesanan diberikan kepada PBF untuk melakukan pemesanan perbekalan farmasi. Surat pesanan terdiri dari 2 lembar yang harus ditandatangani oleh Apoteker pendamping atau karyawan non teknis apabila akan melakukan pemesanan barang, dimana lembar pertama untuk diberikan kepada PBF dan lembar terakhir untuk keperluan pengarsipan di apotek. Dalam surat pesanan terdapat tanggal pemesanan, nama PBF yang ditunjuk, nomor dan nama barang, jenis kemasan yang dipesan, jumlah pesanan, tanda tangan pemesanan dan stempel apotek.

(47)

/BAB 4 PEMBAHASAN

Apotek merupakan tempat pengabdian profesi apoteker yang telah memenuhi syarat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA) bertanggung jawab penuh terhadap keberhasilan atas pengelolaan apotek. Oleh karena itu, seorang APA harus mempunyai kemampuan baik dari segi kefarmasian maupun dari segi manajerial yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelayanan dan pengawasan. Hal tersebut diperlukan karena usaha perapotekan selain mempunyai fungsi pelayanan kepada masyarakat juga mempunyai fungsi bisnis demi kelangsungan hidup apotek maupun kesejahteraan karyawannya.

Apotek Arafah merupakan sebuah apotek yang didirikan oleh Lily Komiarsih, S.Si, Apt. sebagai bentuk pengabdian profesinya sebagai seorang apoteker. Apotek ini berlokasi di dalam Perumahan Villa Ilhami, Islamic – Tangerang yakni di Jalan Arafah I No. F/8. Dari segi lokasi, letak apotek arafah dapat dikatakan kurang strategis. Akan tetapi, belum tersedianya apotek pesaing dan keberadaannya di dalam perumahan menjadi salah satu keuntungan bagi apotek.

Keberadaan apotek cukup mudah dikenali melalui sign box yang tergantung di depan apotek. Akan tetapi, sign box tersebut hanya dapat terlihat dari satu sisi saja di ujung Jl. Arafah I. Hal tersebut dapat merugikan apotek karena masyarakat sulit untuk dapat mengenali dan menemukan keberadaan apotek.

Apotek Arafah menempati ruang bangunan yang cukup kecil jika dibandingkan dengan apotek pada umumnya, yaitu hanya sekitar 2 x 3m. Bangunan tersebut sebenarnya adalah bagian dari halaman rumah Pemilik Sarana Apotek. Apotek terdiri dari ruang tunggu, ruang penyimpanan obat dan sediaan, serta ruang pelayanan. Pemanfaatan kaca transparan pada sebagian besar dinding bangunan dimaksudkan untuk menampilkan desain interior apotek, sehingga orang yang melintas di depan apotek dapat melihat komoditas apotek. Penataan

Gambar

Gambar 2.1 Penandaan obat bebas
Gambar 2.2 Penandaan obat bebas terbatas

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini terlihat bahwa t hitung t tabel yaitu 2,62 2,00 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing dengan metode

Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada penelitian Sri Nyumirah meneliti manajemen asuhan keperawatan spesialis jiwa pada klien halusinasi, sedangkan pada

aliran sungai (Metode F.J. Mock) dari tahun 1999 sampai dengan 2013 pada Pos AWLR Belencong diperoleh besarnya debit yang dihasilkan oleh Model Mock lebih kecil

dengan judul ” Faktor-faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan Napza (Narkotika, Psikotropika, Zat Adiktif) oleh warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan kelas

Penelitian ini dilaksanakan di SDN 6 Pringgabaya mulai dari tanggal 22 Mei sampai tanggal 31 Mei 2017, penelitian ini dilakukan dalam dua siklus, Penelitian Tindakan Kelas

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan metode Mind Mapping dapat meningkatkan kemampuan menulis karangan narasi siswa SDN 12 Ampenan Tahun Pelajaran 2016/2017 dan

Penelitian ini dilatarbelakangi rendahnya keterampilan membaca siswa kelas I di SDN 1 Taman Sari, disebabkan pembelajaran masih terpusat pada guru dan siswa kurang tertarik

Tujuan dari penelitian studi kasus ini adalah memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga denga tahap perkembangan childbearing yang dapat memberikan manfaat