• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Pengertian Kinerja

Kinerja perusahaan merupakan salah satu faktor yang menunjukan efektifitas dan efisiensi suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuanya. Efektivitas apabila manajemen memiliki kemampuan untuk memilih tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan efisiensi diartikan sebagai ratio perbandingan antara masukan dan keluaran yang optimal. Jadi yang dimaksud dengan kinerja adalah kemampuan kerja manajemen dalam mencapai prestasi kerja. Menurut Helfert (1999) kinerja perusahaan adalah hasil banyak keputusan individual yang dibuat secara terus menerus oleh manajemen. Oleh karena itu, untuk menilai kinerja perusahaan perlu dilibatkan analisis dampak keuangan kumulatif dan ekonomi dari keputusan dan mempertimbangkan dengan menggunakan pengukuran komparatif.

Kinerja (performance) mengandung arti “thing done” (sesuatu hasil yang telah dikerjakan). Kinerja merupakan suatu hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalan suatu organisasi, sesuai dengan wewenang atau tanggung jawab masing-masing, dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika (Prawirosentono, 1999:2). Kinerja diartikan juga sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi LAN-RI (2003:3).

(2)

Pendapat lain menyatakan bahwa konsep kinerja atau performance adalah sebagai pencapaian hasil atau the degree of accomplishment. Sering pula disebut sebagai tingkat pencapaian tujuan organisasi. Penilaian terhadap

performance atau disebut juga kinerja merupakan suatu kegiatan yang sangat

penting. Penilaian dimaksud bisa dibuat sebagai masukan guna mengadakan perbaikan untuk peningkatan kinerja organisasi pada waktu-waktu berikutnya (Mac Donald and Lawton: 1977 dalam Keban, 1995:1).

Menurut Peter Jennergren dalam Nystrom dan Starbuck (1981:43), makna dari performance (kinerja) adalah “pelaksanaan tugas-tugas secara actual”. Sedangkan Osborn dalam John Willey dan Sons (1980:77) menyebutnya sebagai “tingkat pencapaian misi organisasi”. Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa uraian tentang kinerja tersebut adalah bahwa

performance (kinerja) itu merupakan suatu keadaan yang bisa dilihat secara

aktual sebagai gambaran dari hasil sejauh mana pelaksanaan tugas yang telah dilakukan dan sejauh mana pelaksanaan pencapaian misi organisasi.

Perbedaan mendasar antara organisasi bisnis dan organisasi publik adalah organisasi bisnis berorientasi profit sedangkan organisasi publik berorienasi nonprofit. Konsep dan indikator kinerja yang dikemukakan selalu saja hanya tepat digunakan bagi organisasi swasta yang berorientasi pada laba perusahaan, hal ini sangat berbeda dengan organisasi publik yang berorientasi pada pelayanan kepada masyarakat banyak tanpa orientasi pada keuntungan materi. Orientasi organisasi publik adalah untuk pelayanan publik bagi kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat untuk menuju suatu pemerintahan yang good governance. Konsep dasar kinerja (the basic conceptions of

(3)

the engneering approach defines performance dan the economic marketplace approach. Kinerja menurut engineering approach diartikan sebagai rasio

(perbandingan) antara sumber daya yang digunakan (inputs) dengan standar unit-unit kerja yang dihasilkan. The economic marketplace approach berkaitan dengan tingkat produksi yang dihasilkan dengan penggunaan sumber daya tertentu.

Salim dan Woodward (1992) dalam Dwiyanto (2000:50) melihat kinerja berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ekonomi, efisiensi, efektivitas, dan persamaan pelayanan. Aspek ekonomi dalam kinerja diartikan sebagai strategi untuk menggunakan sumber daya yang seminimal mungkin dalam proses penyelenggaraan kegiatan pelayanan publik. Efisiensi kinerja pelayanan publik juga dilihat untuk menunjuk suatu kondisi tercapainya perbandingan terbaik/proporsional antara input pelayanan dengan output pelayanan. Demikian pula, aspek efektivitas kinerja pelayanan ialah untuk melihat tercapainya pemenuhan tujuan atau target pelayanan yang telah ditentukan. Prinsip keadilan dalam pemberian pelayanan publik juga dilihat sebagai ukuran untuk menilai seberapa jauh suatu bentuk pelayanan telah memperhatikan aspek-aspek keadilan dan membuat publik memiliki akses yang sama terhadap sistem pelayanan yang ditawarkan.

Dengan berpedoman dari beberapa pendapat di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya baik kualitas maupun kuantitas sesuai dengan tujuan organisasi tersebut. Kinerja berhubungan dengan bagaimana melakukan suatu pekerjaan dan menyempurnakan hasil pekerjaan

(4)

berdasarkan tanggung jawab serta mentaati segala peraturan-peraturan, moral maupun etika yang berlaku. Kinerja merupakan hasil proses dari berbagai elemen dalam sistem organisasi. Dengan menggunakan logika teori sistem kinerja merupakan hasil pengolahan input melalui proses transaksi yang ada. Berarti untuk meningkatkan kinerja suatu organisasi beberapa tindakan dapat dilakukan terhadap elemen-elemen input maupun proses.

Mengukur efisiensi organisasi merupakan fokus kritis dari pengukuran kinerja (performance assessment). Untuk melakukan pengukuran kinerja perlu mengkaitkan dengan penggunaan sumber daya yang digunakan untuk memproduksi outputs. Idealnya mengukur efisiensi menggunakan pengetahuan baik tentang proses produksi maupun potensi kinerja. Kata penilaian sering diartikan dengan kata assessment. Sedangkan kinerja perusahaan merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dalam periode tertentu dengan mengacu pada standar yang ditetapkan. Dengan demikian penilaian kinerja perusahaan (Companies

performance assessment) mengandung makna suatu proses atau sistem

penilaian mengenai pelaksanaan kemampuan kerja suatu perusahaan (organisasi) berdasarkan standar tertentu (Kaplan dan Norton, 1996; Lingle dan Schiemann, 1996; Brandon & Drtina, 1997).

Tujuan penilaian kinerja adalah untuk memotivasi personel mencapai sasaran organisasi dan mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan oleh organisasi. Standar perilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam rencana strategik, program dan

(5)

anggaran organisasi. Penilaian kinerja juga digunakan untuk menekan perilaku yang tidak semestinya dan untuk merangsang dan menegakan perilaku yang semestinya diinginkan, melalui umpan balik hasil kinerja pada waktunya serta penghargaan, baik yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik.

Mengukur kinerja organisasi publik harus dilakukan kegiatan evaluasi. Evaluasi kinerja merupakan kegiatan untuk menilai atau melihat keberhasilan dan kegagalan suatu organisasi atau unit kerja dalam melaksanakan tugas dan fungsi yang dibebankan kepadanya. Karenanya evaluasi kinerja merupakan analisis dan inteprestasi keberhasilan dan kegagalan pencapaian kinerja.

Penilaian terhadap kinerja merupakan upaya untuk memperbaiki kinerja bisa dilakukan secara lebih terarah dan sistematis. Penilaian kinerja pada birokrasi publik masih jarang dilakukan. Berbeda dengan organisasi bisnis yang kinerjanya dapat dilihat berdasarkan proftabilitas, birokrasi publik belum mempunyai tolak ukur atau indikator kinerja yang jelas. Untuk dapat melakukan penilaian kinerja birokrasi publik dalam menjalankan tugas, wewenang dan tanggung jawab yang diberikan, maka sebelumnya standar ukuran kinerja harus ditetapkan dan mendapatkan persetujuan atau kesempatan terlebih dahulu antara birokrasi publik dengan pihak yang memberikan tugas, wewenang dan tanggung jawab.

Penetapan indikator kinerja ini merupakan proses identifikasi dan klasifikasi indikator kinerja melalui sistem pengumpulan dan pengolahan data/informasi untuk menentukan capaian tingkat kinerja dari

(6)

kegiatan/program. Penetapan indikator kinerja tersebut didasarkan pada kelompok masukan, keluaran, hasil, manfaat dan dampak, serta indikator proses jika diperlukan. Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang dapat dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja.

Ada beberapa jenis indikator kinerja yang sering digunakan dalam pelaksanaan pengukuran kinerja suatu organisasi:

1. Indikator masukan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator ini dapat berupa dana, sumber daya manusia, informasi, kebijaksanaan peraturan perundang-undangan dan sebagainya.

2. Indikator proses adalah segala besaran yang menunjukkan upaya yang harus dilakukan dalam rangka mengolah masukan menjadi keluaran, indikator proses menggambarkan perkembangan atau aktivitas yang terjadi atau dilakukan selama pelaksanaan kegiatan berlangsung, khususnya dalam proses mengolah masukan menjadi keluaran.

3. Indikator keluaran adalah sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik dan atau non fisik.

4. Indikator hasil adalah sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung).

(7)

5. Indikator manfaat adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan.

6. Indikator dampak adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah ditetapkan (LAN dan BPKP, 2000:12).

Penilaian kinerja merupakan suatu kegiatan yang sangat penting karena dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai misinya. Untuk organisasi pelayanan Publik, informasi mengenai kinerja tentu sangat berguna untuk menilai seberapa jauh pelayanan yang diberikan oleh organisasi itu memenuhi harapan dan memuaskan pengguna jasa. Dengan melakukan penilaian terhadap kinerja maka upaya untuk memperbaiki kinerja bisa dilakukan secara lebih terarah dan sistematis.

Penilaian kinerja sektor publik tidak cukup hanya dilakukan dengan menggunakan indikator-indikator yang melekat pada instansi itu seperti efisien dan efektivitas, tetapi harus dilihat juga dari indikator-indikator yang melekat pada pengguna jasa, seperti kepuasan pengguna jasa, akuntabilitas, dan responsivitas. Penilaian kinerja dari sisi pengguna jasa menjadi sangat penting karena instansi sektor publik seringkali memiliki kewenangan monopolis sehingga para pengguna jasa tidak memiliki alternatif sumber pelayanan lain. Dalam pelayanan yang diselenggarakan oleh pasar, pengguna jasa memiliki beberapa pilihan sumber pelayanan sehingga penggunaan pelayanan bisa mencerminkan kepuasan terhadap pemberi layanan. Dalam pelayanan oleh instansi sektor publik, penggunaan

(8)

pelayanan oleh publik sering tidak ada hubungannya sama sekali dengan kepuasannya terhadap pelayanan.

Kesulitan lain dalam menilai kinerja instansi sektor publik muncul karena tujuan dan misi instansi sektor publik seringkali bukan hanya sangat kabur, tetapi juga bersifat multidimensional. Kenyataan bahwa instansi sektor publik memiliki stakcholders yang banyak dan memiliki kepentingan yang sering berbenturan satu dengan lainnya membuat birokrasi publik mengalami kesulitan untuk merumuskan misi yang jelas. Akibatnya, ukuran kinerja organisasi publik dimata para stakcholder juga berbeda-beda.

Merujuk pada konsep tersebut, maka penilaian kinerja mengandung tugas-tugas untuk mengukur berbagai aktivitas tingkat organisasi sehingga menghasilkan informasi umpan balik untuk melakukan perbaikan organisasi. Perbaikan organisasi mengandung makna perbaikan manajemen organisasi yang meliputi: (a) perbaikan perencanaan, (b) perbaikan proses, dan (c) perbaikan evaluasi. Hasil evaluasi selanjutnya merupakan informasi untuk perbaikan “perencanaan-proses-evaluasi” selanjutnya. Proses “perencanaan proses-evaluasi” harus dilakukan secara terus-menerus (continuous process

improvement) agar faktor strategik (keunggulan bersaing) dapat tercapai.

Penilaian kinerja perusahaan dapat diukur dengan ukuran keuangan dan non keuangan. Ukuran keuangan untuk mengetahui hasil tindakan yang telah dilakukan dimasa lalu dan ukuran keuangan tersebut dilengkapi dengan ukuran non keuangan tentang kepuasan customer, produktivitas dan cost

(9)

effectiveness proses bisnis/intern serta produktivitas dan komitmen personel

yang akan menentukan kinerja keuangan masa yang akan datang. Ukuran keuangan menunjukkan akibat dari berbagai tindakan yang terjadi diluar non keuangan.

Peningkatanfinancial returns yang ditunjukkan dengan ukuran ROE merupakan akibat dari berbagai kinerja operasional seperti: (1) meningkatnya kepercayaan customer terhadap produk yang dihasilkan perusahaan, (2) meningkatnya produktivitas dan cost effectiveness proses bisnis/intern yang digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan produk dan jasa, (3) meningkatnya produktivitas dan komitment personel. Jadi jika manejemen puncak berkehendak untuk melipatgandakan kinerja keuangan perusahaannya, maka fokus perhatian seharusnya ditujukan untuk memotivasi personel dalam melipatgandakan kinerja di perspektif non keuangan atau operasional, karena disitulah terdapat pemacu sesungguhnya (the real drivers) kinerja keuangan berjangka panjang.

Hal diatas menjelaskan bahwa aktivitas penilaian kinerja terdapat dua jenis pengukuran yaitu; keuangan dan non keuangan. Pengukuran ini dirancang untuk menaksir bagaimana kinerja aktivitas dan hasil akhir yang dicapai. Ada juga penilaian kinerja yang dirancang untuk menyingkap jika terjadi kemandekan perbaikan yang akan dilakukan. Penilaian kinerja aktivitas pusat dibagi kedalam tiga dimensi utama, yaitu: (1) effisiensi, (2) kualitas, (3) waktu. Hal senada juga dijelaskan oleh Kaplan dan Norton, (1996); Lingle dan Schiemann, (1996) pengukuran kinerja non keuangan

(10)

didesain untuk menilai seberapa baik aktivitas yang berhasil dicapai dan dipusatkan pada tiga dimensi utama yaitu efisiensi, kualitas dan waktu. 2.2 Balanced Scorecard

Salah satu aspek penting dalam pengukuran kinerja perusahaan adalah bahwa kinerja perusahaan dipakai oleh pihak manajemen sebagai dasar untuk melakukan pengambilan keputusan dan mengevaluasi kinerja manajemen serta unit-unit terkait di lingkungan organisasi perusahaan. Pengukuran kinerja perusahaan yang terlalu ditekankan pada sudut pandang finansial sering menghilangkan sudut pandang lain yang tentu saja tidak kalah pentingnya. Seperti, pengukuran kepuasan pelanggan dan proses adaptasi dalam suatu perubahan, sehingga dalam suatu pengukuran kinerja diperlukan suatu keseimbangan antara pengukuran kinerja finansial dan non finansial. Keseimbangan antara pengukuran kinerja finansial dan non finansial ini akan dapat membantu perusahaan dalam mengetahui dan mengevaluasi kinerjanya secara keseluruhan.

Balanced Scorecard merupakan suatu metode penilaian kinerja

perusahaan dengan mempertimbangkan perspektif yang saling berhubungan untuk mengukur kinerja perusahaan yaitu: perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta proses pebelajaran dan pertumbuhan. Balanced

Scorecard menekankan perspektif keuangan dan non keuangan, kemudian

(11)

2.2.1 Definisi Balanced Scorecard Menurut Ahli

Awal 1992, Robert Kaplan dan David Norton mempublikasikan dalam Harvard Business Review metode pengukuran mereka: ‘The Balanced Scorecard – Measures That

Drive Performance’. BSC adalah alat yang menyediakan pada para

manajer pengukuran komprehensif bagaimana organisasi mencapai kemajuan lewat sasaran-sasaran strategisnya. Metoda ini menjelaskan bagaimana aset intangible dimobilisasi dan dikombinasikan dengan aset intangible dan tangible untuk menciptakan proposisi nilai pelanggan yang berbeda dan hasil finansial yang lebih unggul (Kaplan dan Norton, 2001). Norton dan Kaplan menempatkan BSC sebagai alat bagi organisasi (termasuk yang berasal dari sektor publik dan non-profit) untuk mengelola kebutuhan pemegang saham relevannya. Lebih jauh mereka menyarankan BSC sebagai alat untuk memperbaiki aliran informasi dan komunikasi antara top eksekutif dan manajemen menengah dalam perusahaan. BSC ingin memperbaiki sistem konvensional pengontrolan dan akuntansi dengan memperkenalkan fakta lebih kualitatif dan non-finansial. Balanced Scorecard sebagai alat ukur kinerja perusahaan untuk lingkungan bisnis modern.

Pada awalnya, Balanced Scorecard diciptakan untuk mengatasi problem kelemahan pengukuran kinerja manajemen yang terlalu berfokus pada keuangannya. SelanjutnyaBalanced Scorecard

(12)

mengalami perkembangan dalam implementasinya di perusahaan. Yaitu tidak hanya sebagai alat pengukuran namun meluas sebagai pendekatan dalam penyusunan rencana strategi dan menjadi inti dari sistem manajemen strategis. Kaplan dan Norton (1996) menjelaskan bahwa Balanced Scorecard tetap mempertahankan ukuran finansial tradisional. Namun, Balanced Scorecard melengkapi seperangkat ukuran tersebut dengan ukuran pendorong (drivers) kinerja masa depan. Tujuan dan ukuran itu diterjemahkan dari visi dan strategi perusahaan yang ditinjau dari empat perspektif yaitu finansial, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan.

Mulyadi (2001:1) mendefinisikan Balanced Scorecard berdasarkan asal katanya yaitu Balanced (seimbang) dan scorecard (kartu skor). Pengertian Balanced Scorecard menurut asal katanya adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang. Kartu skor juga dapan digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh personel masa depan. Melalui kartu skor, skor yang hendak diwujudkan personel di masa depan dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya. Hasil perbandingan ini digunakan untuk melakukan evaluasi atas kinerja personel yang bersangkutan. Kata berimbang dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kinerja personel diukur secara berimbang dari dua aspek: keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka

(13)

panjang, intern dan ekstern. Sementara itu Mulyadi (2001) menjelaskan bahwa pengukuran kinerja keuangan hanya mengandalkan informasi yang dihasilkan dari sistem akuntansi yang berjangka pendek (pada umumnya satu tahun). Hal itu menyebabkan eksekutif lebih berfokus pada kinerja jangka pendek dan mengabaikan faktor– faktor non keuangan untuk mewujudkan kinerja jangka panjang perusahaan. Ancella Hermawan (1996) mendefinisikan kata “Balanced” sebagai penekanan atas penyeimbangan beberapa faktor pengukuran yaitu:

1) Keseimbangan antara pengukuran eksternal untuk pemegang saham dan pelanggan dengan pengukuran internal dari proses bisnis internal dan proses belajar dan pertumbuhan.

2) Keseimbangan antara pengukuran hasil dari usaha masa lalu dengan pengukuran yang mendorong kinerja masa mendatang. 3) Keseimbangan antara unsur obyektivitas yaitu pengukuran

berupa hasil kuantitatif yang diperoleh secara mudah, dengan unsur subyektivitas, yaitu pengukuran pemicu kinerja yang membutuhkan pertimbangan.

Ancella Hermawan (1996) menyatakan bahwa dengan

Balanced Scorecard suatu unit bisnis tidak hanya dinyatakan dalam

suatu ukuran finansial, melainkan dijabarkan lebih lanjut ke dalam pengukuran bagaimana suatu unit usaha menciptakan nilai bagi pelanggan yang ada sekarang dan di masa yang akan datang,

(14)

bagaimana unit usaha harus meningkatkan kemampuan internalnya serta berinvestasi pada manusia, system, dan prosedur yang dibutuhkan untuk memperoleh kinerja yang lebih baik di masa yang akan datang. Sedangkan pengukuran kinerja secara tradisional membawa dampak yang ternyata juga akan membahayakan posisi kompetitif perusahaan di masa yang akan datang.

2.2.2 Konsep Balanced Scorecard.

Konsep Balanced Scorecard berkembang sejalan dengan perkembangan implementasi konsep tersebut. Kapalan dan Norton, 1996 menyatakan bahwa Balanced Scorecard terdiri dari kartu skor (scorecard) dan berimbang (Balanced). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh peronil di masa depan. Melalui kartu skor, skor yang akan diwujudkan personil di masa depan dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya. Hasil perbandingan ini digunakan untuk melakukan evaluasi atas kinerja personil yang bersangkutan. Kata berimbang dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kinerja personil diukur secara berimbang dari dua aspek: keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern. Oleh sebab itu personil harus mempertimbangkan keseimbangan antara pencapaian kinerja keuangan dan non keuangan, antara kinerja jangka pendek dan jangka panjang, serta antara kinerja yang bersifat

(15)

intern dan yang bersifat ekstern jika kartu skor personil digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan di masa depan.

Balanced Scorecard memperkenalkan empat proses

manajemen yang baru, yang terbagi dan terkombinasi antara tujuan strategik jangka panjang dengan peristiwa-peristiwa jangka pendek. Keempat proses tersebut adalah (Kaplan dan Norton, 1996):

1) Menterjemahkan Visi, Misi Dan Strategi Perusahaan.

Untuk menentukan ukuran kinerja, visi organisasi perlu dijabarkan dalam tujuan dan sasaran. Visi adalah gambaran kondisi yang akan diwujudkan oleh perusahaan di masa mendatang. Untuk mewujudkan kondisi yang digambarkan dalam visi, perusahaan perlu merumuskan strategi. Tujuan ini menjadi salah satu landasan bagi perumusan strategi untuk mewujudkannya. Dalam proses perencanaan strategik, tujuan ini kemudian dijabarkan ke dalam sasaran strategik dengan ukuran pencapaiannya.

2) Komunikasi dan Hubungan.

Balanced Scorecard memperlihatkan kepada setiap

karyawan apa yang dilakukan perusahaan untuk mencapai apa yang menjadi keinginan para pemegang saham dan konsumen karena oleh tujuan tersebut dibutuhkan kinerja karyawan yang baik. Untuk itu, Balanced Scorecard menunjukkan strategi yang menyeluruh yang terdiri dari tiga kegiatan:

(16)

- Comunicating and educating - Setting Goals

- Linking Reward to Performance Measures 3) Rencana Bisnis

Rencana bisnis memungkinkan organisasi mengintegrasi-kan antara rencana bisnis dan rencana keuangan mereka. Hampir semua organisasi saat mengimplementasikan berbagai macam program yang mempunyai keunggulannya masing-masing saling bersaing antara satu dengan yang lainnya. Keadaan tersebut membuat manajer mengalami kesulitan untuk mengintegrasikan ide-ide yang muncul dan berbeda di setiap departemen. Akan tetapi dengan menggunakan Balanced Scorecard sebagai dasar untuk mengalokasikan sumber daya dan mengatur mana yang lebih penting untuk diprioritaskan, akan menggerakkan ke arah tujuan jangka panjang perusahaan secara menyeluruh.

4) Umpan Balik dan Pembelajaran.

Proses keempat ini akan memberikan strategic learning kepada perusahaan. Dengan Balanced Scorecard sebagai pusat sistem perusahaan, maka perusahaan dapat melaukan monitoring terhadap apa yang telah dihasilkan perusahaan dalam jangka pendek, dari tiga pespektif yang ada yaitu: konsumen, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan untuk dijadikan sebagai umpan

(17)

balik dalam mengevaluasi strategi. Keempat proses tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

a) Memperjelas dan Menerjemahkan visi dan strategi - Memperjelas visi

- Menghasilkan Konsensus

b) Merencanakan dan Menetapkan sasaran - Menetapkan sasaran

- Memadukan inisiatif strategis - Mengalokasikan sumber daya

- Menetapkan tonggak-tonggak penting c) Mengkomunikasikan dan Menghubungkan

- Mengkominikasikan dan mendidik - Menetapkan tujuan

- Mengkaitkan imba-lan dengan ukuran kinerja Balanced

Scorecard

d) Umpan Balik dan Pembelajaran Strategis - Mengartikulasikan isi bersama

- Memberikan umpan balik strategis

- Memfasilitasi tinjauan ulang dan pembelajaran strategis

2.2.3 Tolok Ukur dalam Balanced Scorecard.

Kemampuan perusahaan dalam menciptakan keunggulan kompetitif merupakan tanggung jawab yang harus dipikul oleh setiap perusahaan untuk bisa bertahan dalam jangka panjang. Konsep Balanced Scorecard (BSC) telah lama dikembangkan oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton (Harvard Business Review, Januari, 1992).

(18)

berdasarkan strategi. Konsep menerjemahkan misi dan strategi organisasi kedalam tujuan operasional dan ukuran kinerja dalam empat perspektif, yaitu:

1) Perspektif Keuangan, menjelaskan konsekuensi ekonomi tindakan yang diambil dalam tiga perspektif lain.

2) Perspektif Pelanggan, mendefinisikan segmen pasar dan pelanggan dimana unit bisnis akan bersaing.

3) Perspektif proses bisnis internal, menjelaskan proses internal yang diperlukan untuk memberikan nilai pada pelanggan dan pemilik.

4) Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (Infrastruktur), mendefinisikan kemampuan yang diperlukan oleh organisasi untuk memperoleh pertumbuhan jangka panjang dan perbaikan. Perspektif ini mengacu pada tiga faktor utama yang memungkinkannya yaitu :

- Kemampuan pegawai

- Kemampuan sistim informasi

- Perilaku pegawai (motivasi, pemberdayaan, dan pensejajaran) Dalam Balanced Scorecard, keempat perspektif tersebut menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keempat perspektif tersebut juga merupakan indikator pengukuran kinerja yang saling melengkapi dan saling memiliki hubungan sebab akibat.

(19)

2.2.3.1 Perspektif Keuangan (finansial)

Perspektif keuangan tetap menjadi perhatian dalam

Balanced Scorecard karena ukuran keuangan merupakan

ikhtisar dari konsekuensi ekonomi yang terjadi akibat keputusan dan tindakan ekonomi yang diambil. Tujuan pencapaian kinerja keuangan yang baik merupakan fokus dari tujuan-tujuan yang ada dalam tiga perspektif lainnya. Sasaran-sasaran perspektif keuangan dibedakan pada masing-masing tahap dalam siklus bisnis yang oleh Kaplan dan Norton dibedakan menjadi tiga tahap:

a) Growth (Berkembang)

Berkembang merupakan tahap pertama dan tahap awal dari siklus kehidupan bisnis. Pada tahap ini suatu perusahaan memiliki tingkat pertumbuhan yang sama sekali atau peling tidak memiliki potensi untuk berkembang. Untuk menciptakan potensi ini, kemungkinan seorang manajer harus terikat komitmen untuk mengembangkan suatu produk atau jasa baru, membangun dan mengembangkan fasilitas produksi, menambah kemampuan operasi, mengembangkan sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung hubungan global, serta mengasuh dan mengembangkan hubungan dengan pelanggan.

(20)

Perusahaan dalam tahap pertumbuhan mungkin secara aktual beroperasi dengan cash flow negatif dan tingkat pengembalian atas modal yang rendah. Investasi yang ditanam untuk kepentingan masa depan sangat memungkinkan memakai biaya yang lebih besar dibandingkan dengan jumlah dana yang mampu dihasilkan dari basis operasi yang ada sekarang, dengan produk dan jasa dan konsumen yang masih terbatas. Sasaran keuangan untuk growth stage menekankan pada pertumbuhan penjualan di dalam pasar baru dari konsumen baru dan atau dari produk dan jasa baru. b) Sustain Stage (Bertahan).

Bertahan merupakan tahap kedua yaitu suatu tahap dimana perusahaan masih melakukan investasi dan reinbestasi dengan mempersyaratkan tingkat pengembalian yang terbaik, Dalam tahap ini perusahaan berusaha mempertahankan pangsa pasar yang ada dan mengembankannya apabila mungkin. Investasi yang dilakukan umumnya diarahkan untuk menghilangkan kemacetan, mengembangkan kapasitas dan meningkatkan perbaikan operasional secara konsisten. Pada tahap ini perusahaan tidak lagi bertumpu pada strategi-stratei jangka panjang. Sasaran keuangan tahap

(21)

ini lebih diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan.

c) Harvest (Panen).

Tahap ini merupakan tahap kematangan (mature), suatu tahap dimana perusahaan melakukan panen (harvest) terhadap investasi mereka. Perusahaan tidak lagi melakukan investasi lebih jauh kecuali hanya untuk memelihara dan perbaikan fasilitas, tidak untuk melakukan eksppansi atau membangun suatu kemampuan baru. Tujuan utama dalam tahap ini adalah memaksimumkan arus kas yang masuk ke perusahaan. Sasaran keuangan untuk harvest adalah cash flow maksimum yang mampu dikembalikan dari investasi dimasa lalu.

2.2.3.2 Perspektif Pelanggan.

Pada masa lalu seringkali perusahaan mengkonsentrasikan diri pada kemampuan internal dan kurang memperhatikan kebutuhan konsumen. Sekarang strategi perusahaan telah bergeser fokusnya dari internal ke eksternal. Jika suatu unit bisnis inin mencapai kinerja keuangan yang superior dalam jangka panjang, mereka harus menciptakan dan menyajikan suatu produk atau jasa yang bernilai dari biaya perolehannya. Dan suatu produk

(22)

akan semakin bernilai apabila kinerjanya semakin mendekati atau bahkan melebihi dari apa yang diharapkan dan persepsikan konsumen (Heppy Julianto, 2000). Tolok ukur kinerja pelanggan dibagi menjadi dua kelompok (Budi W. Soejtipto, 1997):

a) Kelompok Inti

1) Pangsa pasar: mengukur seberapa besar proporsi segmen pasar tertentu yang dikuasai oleh perusahaan. 2) Tingkat perolehan para pelanggan baru: mengukur

seberapa banyak perusahaan berhasil menarik pelanggan-pelanggan baru.

3) Kemampuan mempertahankan para pelanggan lama: mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil mempertahankan pelangan-pelanggan lama.

4) Tingkat kepuasan pelanggan: mengukur seberapa jauh ppelanggan merasa puas terhadap layanan perusahaan. 5) Tingkat profitabilitas pelanggan: mengukur seberapa besar keuntungan yang berhasil diraih oleh perusahaan dari penjualan produk kepada para pelanggan.

b) Kelompok Penunjang.

1) Atribut-atribut produk (fungsi, harga dan mutu). Tolok ukur atribut produk adalah tingkat harga eceran relatif, tingkat daya guna produk, tingkat pengembalian produk oleh pelanggan sebagai akibat

(23)

ketidak sempurnaan proses produksi, mutu peralatan dan fasilitas produksi yang digunakan, kemampuan sumber daya manusia serta tingkat efisiensi produksi.

2) Hubungan dengan pelanggan, tolok ukur yang termasuk sub kelompok ini, tingkat fleksibilitas perusahaan dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan para pelanggannya, penampilan fisik dan mutu layanan yang diberikan oleh pramunaga serta penampilan fisik fasilitas penjualan.

3) Citra dan reputasi perusahaan beserta produk-produknya dimata para pelanggannya dan masyarakat konsumen.

2.2.3.3 Perspektif Proses Bisnis Internal.

Menurut Kaplan dan Norton 1996, dalam proses bisnis internal, manajer harus bisa mengidentifikasi proses internal yang penting dimana perusahaan diharuskan melakukan dengan baik karena proses internal tersebut mempunyai nilai-nilai yang diinginkan konsumen dan dapat memberikan pengembalian yang diharapkan oleh para pemegang saham. Tahapan dalam proses bisnis internal meliputi:

(24)

1) Inovasi.

Inovasi yang dilakukan dalam perusahaan biasanya dilakukan oleh bagian riset dan pengembangan. Dalam tahap inovasi ini tolok ukur yang digunakan adalah besarnya produk-produk baru, lama waktu yang dibutuhkan untuk mengembangan suatu produk secara relatif jika dibandingkan perusahaan pesaing, besarnya biaya, banyaknya produk baru yang berhasil dikembangkan.

2) Proses Operasi.

Tahapan ini merupakan tahapan dimana perusahaan berupaya untuk memberikan solusi kepada para pelanggan dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Tolok ukur yang digunakan antara lain Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE), tingkat kerusakan produk pra penjualan, banyaknya bahan baku terbuang percuma, frekuensi pengerjaan ulang produk sebagai akibat terjadinya kerusakan, banyaknya permintaan para pelanggan yang tidak dapat dipenuhi, penyimpangan biaya produksi aktual terhadap biaya anggaran produksi serta tingkat efisiensi per kegiatan produksi.

(25)

3) Proses Penyampaian Produk atau Jasa pada Pelanggan. Aktivitas penyampaian produk atau jasa pada pelanggan meliputi pengumpulan, penuimpanan dan pendistribusian produk atau jasa serta layanan purna jual dimana perusahaan berupaya memberikan manfaat tambahan kepada pelanggan yang telalh membeli produknya seperti layanan pemeliharaan produk, layanan perbakan kerusakan, layanan penggantian suku cadang, dan perbaikan pembayaran.

2.2.3.4 Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan.

Perspektif keempat dalam Balanced Scorecard mengembangkan pengukuran dan tujuan untuk mendorong organisasi agar berjalan dan tumbuh. Tujuan dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah menyediakan infrastruktur untuk mendukung pencapaian tiga perspektif sebelumnya. Perspektif keuangan, pelanggan dan sasaran dari proses bisnis internal dapat mengungkapkan kesenjangan antara kemampuan yang ada dari orang, sistem dan prosedur dengan apa yang dibutuhkan untuk mencapai suatu kinerja yang handal. Untuk memperkecil kesenjangan tersebut perusahaan harus melakukan investasi dalam bentuk reskilling employes. Adapun faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah (Kaplan dan Norton, 1996):

(26)

1) Karyawan.

Hal yang perlu ditinjau adalah kepuasan karyawan dan produktivitas kerja karyawan. Beberapa elemen kepuasan karyawan adalah keterlibatan dalam pengambilan keputusan, pengakuan, akses untuk memperoleh informasi, dorongan untuk melakukan kreativitas dan inisiatif serta dukungan dari atasan. Produktivitas kerja merupakan hasil dari pengaruh agregat peningkatan keahlian moral, inovasi, perbaikan proses internal dan tingkat kepuasan konsumen. Di dalam menilai produktivitas kerja setiap karyawan dibutuhkan pemantauan secara terus menerus.

2) Kemampuan Sistem Informasi.

Perusahaan perlu memiliki prosedur informasi yang mudah dipahami dan mudah dijalankan. Tolok ukur yang sering digunakan adalah bahwa informasi yang dibutuhkan mudah didapatkan, tepat dan tidak memerlukan waktu lama untuk mendapat informasi tersebut.

2.2.4 Tujuan dan Sasaran Balanced Scorecard

Adapun tujuan dan sasaran yang ingin dicapai pada setiap perspektif dalam pendekatan balanced scorecard adalah (Barbara Gunawan, 2000):

(27)

2.2.4.1 Perspektif Keuangan.

Terwujudnya tanggung jawab ekonomi melalui penerapan pengetahuan manajemen dalam pengolahan bisnis dan peningkatan produktivitas.

2.2.4.2 Perspektif Customer.

Terwujudnya tanggung jawab sosial sehingga perusahaan dikenal secara luas sebagai perusahaan yang akrab dengan lingkungan.

2.2.4.3 Perspektif Proses Bisnis Internal.

Terwujudnya pelipatgandaan kinerja seluruh personil perusahaan melalui implementasi.

2.2.4.4 Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Terwujudnya keunggulan jangka penjang perusahaan lingkungan bisnis global melalui pengembangan dan pemfokusan potensi sumber daya manusia.

Dalam pendekatanBalanced Scorecard, pengukuran kinerja didasarkan pada aspek keuangan maupun non keuangan. Aspek non keuangan mendapat perhatian yang cukup serius karena pada dasarnya peningkatan kinerja keuangan bersumber dari aspek non keuangan, yaitu peningkatan cost

effectiveness proses bisnis, peningkatan komitmen organisasi, dan peningkatan

kepercayaan pelanggan terhadap produk yang dihasilkan, sehingga apabila perusahaan akan melakukan pelipatgandaan kinerja, maka fokus perhatian perusahaan haruslah ditujukan kepada peningkatan kinerja di bidang nonkeuangan, karena disitulah kinerja keuangan berasal.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari pengujian ini yaitu menghitung jumlah koloni pertumbuhan bakteri kontaminan dari ikan layang ( Decapterus russelli ) yang akan ditumbuhkan pada bakto

Kalau penyebab yang terpilih dihubungkan dengan satu atau lebih kondisi lain di dalam sertifikat oleh sebuah ketentuan di dalam klasifikasi atau di dalam catatan

Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Buddha atas karuniaNya sehingga penelitian yang berjudul “Faktor-faktor yang Membentuk Happiness pada Generasi Y di Tempat Kerja”

• Sendok (biasanya sendok plastik) • Kertas isap untuk memegang tempat menimbang pada saat memasukan/mengeluarkan alat timbang (dan zat) ke atau dari dalam

Mirip seperti osilasi pada simulasi tekanan darah sebelumnya, osilasi naik perlahan secara linier dari titik mulai sampai titik puncak (saat MAP), lalu turun perlahan secara

pernyataan/pertanyaan disediakan lima alternatif jawaban yang diklasifikasikan sesuai dengan skala likert. Data penelitian ini dianalisis dengan analisis

paduan A356 sebelum dan sesudah penambahan Cu Nilai kekerasan paduan A356 yang paling tinggi adalah pada bagian sirip paduan aluminium A356 yang telah ditambahkan

penelitian, dapat dikatakan bahwa pada tahun 2015 pengelolaan retribusi parkir di Kabupaten Buleleng dalam kriteria sangat efektif, karena tingkat efektivitasnya