• Tidak ada hasil yang ditemukan

Terapi Aktifitas Kelompok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Terapi Aktifitas Kelompok"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TAK (Terapi Aktivitas Kelompok) 1. Definisi

Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama (Stuart & Laraia, 2001).

Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien ber sama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan ol eh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih (Yosep, 200 7).Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara kelompok interp ersonal (Yosep, 2008)

Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) adalah suatu aktivitas psikoterapi yang dilakuka n pada sekelompok penderita gangguan jiwa dengan cara berdiskusi satu sama lai n yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang terapis atau petugas kesehatan jiwa yang terlatih. TAK terdiri dari empat jenis, yaitu: sosialisasi, orientasi rea lita, stimulasi persepsi, dan stimulasi sensori (Keliat,2005).

Stuart and Sandeen menambahkan bahwa TAK dilakukan untuk meningkatkan kematangan emosional dan psikologis pada klien yangmengidap gangguan jiwa pada waktu yang lama. TAK dapat menstimulus interaksi diantara anggota yang berfokus pada tujuan kelompok. Stimulasi persepsi merupakan upaya untuk melatih klien mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus yang pernah dialami. Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sesi. Dengan proses ini, diharapkan respons klien terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan menjadi adaptif. Aktivi tas yang dilakukan berupa pemberian stimulus dan persepsi. Stimulus yang disedi akan misalnya: membaca artikel, majalah, buku, menonton acara televisi, stimul us dari pengalaman masa lalu yang menghasilkan proses persepsi klien yang malada ptif atau distruktif, misalnya kemarahan, kebencian, putus hubungan, pandangan n egatif pada orang lain, dan halusinasi. Kemudian dilatih persepsi klien terhadap stimulus.

2. Manfaat TAK

Terapi aktivitas kelompok mempunyai manfaat :

a. Umum

1) Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality testing) melaluikomuni kasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain.

2) Membentuk sosialisasiuntukmemberikanstimulasibagipasiendengangangguan ji wa

3) Meningkatkan fungsi psikologis, yaitu meningkatkan kesadaran tentanghubu ngan antara reaksi emosional diri sendiri dengan perilaku defensive(bertahan ter hadap stress) dan adaptasi.

4) Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis sepertikog nitif dan afektif.

b. Khusus

1) Meningkatkan identitas diri.

2) Menyalurkan emosi secara konstruktif.

3) Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk diterapkan sehari-hari. 4) Bersifat rehabilitatif: meningkatkan kemampuan ekspresi diri, keterampil ansosial, kepercayaan diri, kemampuan empati, dan meningkatkan kemampuantentang masalah-masalah kehidupan dan pemecahannya.(Yosep, 2007)

3. Tujuan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK): Stimulasi persepsi

Menurut Darsana (2007), menyatakan bahwa secara umum tujuan dari TAK stimulasi p ersepsi adalah pasien mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang diaki batkan oleh paparan stimulus kepadanya.Sementara tujuan khususnya: pasien dapat mempersepsikan stimulus yang dipaparkan kepadanya dengan tepat dan menyelesaikan masalah yang timbul dari stimulus yang dialami.Sedangkan menurut Keliat (2005), tujuan TAK adalah :

a. Sesi 1: Mengenal halusinasi Tujuannya:

1) Klien dapat mengenal halusinasi

(2)

3) Klien mengenal situasi terjadinya halusinasi

4) Klien mengenal perasaannya pada saat terjadi halusinasi b. Sesi 2: Mengontrol halusinasi dengan menghardik

Tujuannya:

1) Klien dapat menjelaskan cara yang selama ini dilakukan untuk mengatasi halusinasi

2) Klien dapat memahami cara menghardik halusinasi 3) Klien dapat memperagakan cara menghardik halusinasi c. Sesi 3: Mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan Tujuannya:

1) Klien dapat memahami pentingnya melakukan kegiatan untuk mencegah mun culnya halusinasi

2) Klien dapat menyusun jadwal kegiatan untuk mencegah terjadinya halusinas i

d. Sesi 4: Mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap Tujuannya:

1) Klien memahami pentingnyabercakap-cakapdengan orang lain untuk mence gah munculnya halusinasi

2) Klien dapat bercakap-cakap dengan orang lain untuk mencegah halusinasi e. Sesi 5: Mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat

Tujuannya:

1) Klien memahami pentingnya patuh minum obat

2) Klien memahami akibat jika tidak patuh minum obat 3) Klien dapat menyebutkan lima benar cara minum obat 4. Tahapan dalam TAK

Kelompok sama dengan individu, mempunyai kapasitas untuk tumbuh danberkembang. K elompok akan berkembang melalui empat fase, yaitu: fase pra-kelompok, fase awal kelompok, fase kerja kelompok, fase terminasi kelompok(Stuart & Laraia, 2001). a. Fase prakelompok

Dimulai dengan membuat tujuan, menentukan leader, jumlah anggota, kriteria anggo ta, tempat dan waktu kegiatan, media yang digunakan. Menurut Dr.Wartono (1976) d alam Yosep (2007), jumlah anggota kelompok yang idealdengan cara verbalisasi bia sanya 7-8 orang. Sedangkan jumlah minimum 4 danmaksimum 10. Kriteria anggota yan g memenuhi syarat untuk mengikuti TAK adalah: sudah punya diagnosa yang jelas, t idak terlalu gelisah, tidak agresif,waham tidak terlalu berat (Yosep, 2007). b. Fase awal kelompok

Fase ini ditandai dengan ansietas karena masuknya kelompok baru, danperan baru. Yalom (1995) dalam Stuart dan Laraia (2001) membagi fase inimenjadi tiga fase, y aitu orientasi, konflik, dan kohesif. Sementara Tukman (1965)dalam Stuart dan La raia (2001) juga membaginya dalam tiga fase, yaitu forming,storming, dan norming .

1) Tahap orientasi

Anggota mulai mencoba mengembangkan sistem sosial masing-masing, leader menunjuk kan rencana terapi dan menyepakati kontrak dengan anggota.

2) Tahap konflik

Merupakan masa sulit dalam proses kelompok. Pemimpin perlumemfasilitasi ungkapan perasaan, baik positif maupun negatif dan membantukelompok mengenali penyebab k onflik. Serta mencegah perilaku perilaku yangtidak produktif (Purwaningsih, 2009 ).

3) Tahap kohesif

Anggota kelompok merasa bebas membuka diri tentang informasi dan lebihintim satu sama lain (Keliat, 2004).

c. Fase kerja kelompok

Pada fase ini, kelompok sudah menjadi tim. Kelompok menjadi stabil danrealistis (Keliat, 2004). Pada akhir fase ini, anggota kelompok menyadariproduktivitas dan kemampuan yang bertambah disertai percaya diri dankemandirian (Yosep, 2007). d. Fase Terminasi

Terminasi yang sukses ditandai oleh perasaan puas dan pengalamankelompok akan di gunakan secara individual pada kehidupan sehari-hari.Terminasi dapat bersifat se mentara (temporal) atau akhir (Keliat, 2004).

(3)

5. TAK : Stimulasi Persepsi

Terapi aktivitas kelompok (TAK) dibagi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok st imulasi kognitif (persepsi), terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori,terapi aktivitas orientasi realita, dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat,2 004).Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yangmenggu nakan aktivitas sebagai stimulus terkait dengan pengalaman dan ataukehidupan unt uk didiskusikan dalam kelompok (Keliat, 2004).Fokus terapi aktivitas kelompok st imulasi persepsi adalah membantu pasienyang mengalami kemunduran orientasi denga n karakteristik: pasien dengangangguan persepsi : halusinasi, menarik diri denga n realitas, kurang inisiatif atauide, kooperatif, sehat fisik, dan dapat berkomu nikasi verbal (Yosep, 2007).

6. Aktivitas TAK stimulasi persepsi: halusinasi

Aktivitas mempersepsikan stimulus tidak nyata dan respon yang dialamidalam kehid upan, khususnya untuk pasien halusinasi. Aktivitas dibagi dalam limasesi yang ti dak dapat dipisahkan, yaitu :

a. Sesi pertama: mengenal halusinasi Tujuan:

1) Pasien dapat mengenal halusinasi.

2) Pasien mengenal waktu terjadinya halusinasi. 3) Pasien mengenal situasi terjadinya halusinasi.

4) Pasien mengenal perasaannya pada saat terjadi halusinasi. b. Sesi kedua: mengontrol halusinasi dengan menghardik

Tujuan:

1) Pasien dapat menjelaskan cara yang selama ini dilakukan untuk mengatasi halusinasi.

2) Pasien dapat memahami cara menghardik halusinasi. 3) Pasien dapat memperagakan cara menghardik halusinasi.

c. Sesi ketiga: mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan Tujuan:

1) Pasien dapat memahami pentingnya melakukan kegiatan untuk mencegah muncu lnya halusinasi.

2) Pasien dapat menyusun jadwal kegiatan untuk mencegah terjadinya halusina si.

d. Sesi keempat: mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap Tujuan:

1) Pasien memahami pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain untukmencega h munculnya halusinsi.

2) Pasien dapat bercakap-cakap dengan orang lain untuk mencegah halusinasi. e. Sesi kelima: mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat

Tujuan:

1) Pasien mamahami pentingnya patuh minum obat. 2) Pasien memahami akibat tidak patuh minum obat.

3) Pasien dapat menyebutkan lima benar cara minum obat. 7. Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi TAK

Menurut Stuart dan Laraia (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi TAK, yaitu: a. Perawat

Perawat berperan sebagai tim terapis dalam TAK. Selama proses TAK berlangsung, p erawat perlu untuk memberikan support pada klien agar mau aktif dalam kegiatan s erta memberikan pujian untuk setiap keberhasilan yang dilakukan oleh klien. b. Keluarga

Dukungan dari keluarga bagi anggota keluarganya yang sedang dirawat sangat diper lukan agar klien merasa dirinya dihargai dan dibutuhkan.Dukungan dari keluarga ini juga dapat membantu klien untuk mau mengikuti TAK.

c. Lingkungan

Dibutuhkan suasana yang kondusif dan nyaman, serta tidak dekat dengan keramaia n, agar saat TAK diberikan klien dapat fokus terhadap kegiatan yang dilakuka n.

(4)

Hubungan antara anggota kelompok yang satu dengan anggota kelompok yang lain per lu dijalin secara akrab. Perawat perlu memfasilitasi agar keakraban antar anggot a kelompok dapat terjalin dengan baik.

e. Obat

Setiap pasien gangguan jiwa membutuhkan pengobatan yang teratur agar pasien bera da dalam keadaan tenang dan dapat diarahkan dalam jadwal kegiatan harian.

8. TAK Stimulasi persepsi : menggambar

TAK stimulasi persepsi menggambar adalah stimulasi yang dapat melatih pasien den gan gangguan persepsi sensori: halusinasi agar mampu berpikir sesuai dengan keny ataan atau sesuai dengan apa yang dilihat.

a. Tujuan 1) Tujuan Umum

Setelah selesai mengikuti terapi aktivitas kelompok atau simulasi terapi aktivit as kelompok (TAK) klien dapat meningkatkan kernampuan dalam mempersepsikan simu lasi yang dilakukan sehingga dapat mengontrol halusinasinya.

2) Tujuan Khusus

a) Klien mampu mengekspresikan pikiran dan perasaannya melalui aktivitas me nggambar.

b) Klien dapt menceritakan kembali apa yang sudah di gambar sesuai dengan k enyataan atau yang dilihat.

c) Klien dapat berkonsentrasi dengan penuh.

d) Klien dapat mengekspresikanperasaan setelah berinteraksi kelompok. b. Media dan Alat yang digunakan

1) Spidol atau krayon. 2) Kertas gambar. c. Setting

1) Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran 2) Ruang nyaman dan tenang

d. Metode Terapi Aktifitas Kelompok

Metode yang digunakan pada terapi aktifitas kelompok (TAK) ini adalah metode: 1) Diskusi dan tanya jawab

2) Kegiatan game kelompok e. Pelaksanaan

1) Orientasi

2) Salam terapeutik.

3) Salam dari terapis kepada klien.

4) Perkenalkan nama dan panggilan terapis. 5) Menanyakan nama dan panggilan semua klien. f. Evaluasi atau validasi

1) Menanyakan perasaan klien saat ini 2) Kontrak

3) TAK dilaksanakan selama 30 menit 4) TAK dilaksanakan di teras.

5) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu bisa b erfikir sesuai kenyataan

6) Terapis menjelaskan aturan main g. Tahap kerja

1) Mengajak klien jalan- jalan untuk melihat sesuatu atau objek nyata. 2) Membagikan kertas dan pensil gambar pada klien

3) Leader mengarahkan klien untuk menggambar apa yang klien telah lihat. 4) Klien mulai menggambar sesuai dengan yang klien lihat

5) Minta klien menceritakan satu persatu hasil gambarnya didepan klien dan klien lain diberi kesempatan untuk bertanya atau memberikan penilaian terhadap g ambar klien lain.

6) Leader TAK mengeksplorasi perasaan klien dan memberi umpan balik positif pada klien Menyimpulkan hasil kegiatan.

(5)

1. Definisi

Menurut Nanda (2005), menyatakan bahwa gangguan sensori persepsi: Halusinasi mer upakan perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulus yang diterima disertai deng an penurunan berlebih distorsi atau kerusakanrespon beberapa stimulus.

Menurut Stuart dan Laraia (2005), menjelaskan bahwa halusinasi merupakan distors i persepsi yang terjadi pada respon neurobiologis yang maladaptif, pengalaman se nsori yang salah atau palsu yang dapat terjadi pada indrapendengaran, penglihata n, pengecapan, perabaan dan penciuman.

Menurut Towsend (2007), menyatakan bahwa halusinasi adalahsuatu keadaan dimana i ndividu mengalami suatu perubahan dalam jumlah ataupola ransang yang mendekat (b aik yang dimulai secara eksternal maupun internal)disertai dengan respon yang be rkurang, dibesar-besarkan, distorsi atau kerusakan rangsang tertentu.

2. Etiologi

Adapun etiologi dari halusinasi terbagi menjadi dua yaitu faktor predisposisi da n presipitasi :

a. Faktor predisposisi dari halusinasi adalah aspek biologis, psikologis,ge netik, sosial dan biokimia. Jika tugas perkembangan terlambat atau hubungan inte rpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stress atau kecemasan. Beberap a faktor di masyarakat dapat membuat seseorang terisolasi dan kesepian sehingga menyebabkan kurangnya rangsangan dari eksternal. Stress yang menggangggu sistem metabolisme tubuh akan mengeluarkan suatu zat yang bersifat halusinogen (Carson, 2000).

b. Faktor presipitasi adalah stresor sosial dimana stress dan kecemasan aka n meningkat bila terjadinya penurunan stabilitas, keluarga, perpisahan dari oran g yang sangat penting atau diasingkan oleh kelompok atau masyarakat, faktor biok imia dapat meyebabkan partisipasi pasien berinteraksi dengan kelompok kurang,sua sana yang terisolasi (sepi) sehingga dapat meningkatkan stress dan kecemasan yan g mngeluarkan halusinogenik: faktor pdikologi yang juga meningkatkan intensitas kecemasan yang berkepanjangan disertai terbatasnya kemampuan dalam memecahkan ma salah mungkin akan mulai berkembangnya perubahan sensori persepsi pasien, biasan ya hal ini untuk pengembangan koping menghindari kenyataan yang tidak menyenangk an diganti dengan hayalan yang menyenangkan (Stuart & Sundeen, 2009).

3. Proses Terjadinya Halusinasi

c. Gangguan sensori persepsi: halusinasi biasa ditemukan pada klien dengan diagnosa halusinasi. Halusinasi merupakan salah satu gejala positif dari halusin asi dan merupakan respon maladaptif dari gangguan neurobiologis (Stuart &Laraia , 2005). Proses terjadinya halusinasi pada penderita gangguan jiwa dapat dijelas kan dengan menggunakan pendekatan Model Adaptasi Stuart dan Laraia (2005) yaitu mempelajari faktor predisposisi, stresor presipitasi, penilaian terhadap stresor , sumber koping dan mekanisme koping yang digunakan oleh seorang individu dalam mengatasi masalahnya. Hawari (2001), menjelaskan tentang penyebab terjadinya gan gguan jiwa adalah merupakan interaksi dari 3 pilar yaitu pilar organobiologik, p ilar psikoedukatif dan pilar sosial budaya. Konsep ini juga dikenal sebagai kons ep tiga roda. Hawari (2001), menambahkan dengan satu pilar yaitu pilar psikoreli gius (agama atau spiritual). Dengan menggunakan pendekatan model stres adaptasi Stuart, proses terjadinya halusinasi dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Faktor Predisposisi 1) Faktor Biologik

Gangguan halusinasi pada penderita halusinasi dapat diakibatkan oleh gangguan pe rkembanganan saraf otak yang beraneka ragam (Stuart & Laraia, 2005).

a) Genetika

Walaupun diakui adanya peran gen terhadap risiko terjadinya halusinasi, namun de mikian tidak sepenuhnya memenuhi hukum Mendel. Jika benar bahwa halusinasi ditur unkan sepenuhnya melalui gen dominan, maka 50 % dari anak-anak penderita halusin asi akan menderitahalusinasi bila salah satu orangtuanya menderita halusinasi. T etapi dalam kenyataannya, angka ini jauh lebih rendah. Sebaliknya bila halusinas i diturunkan sepenuhnya melalui gen resesif, maka diharapkan 100 % anak-anaknya akan menderita halusinas bila kedua orangtuanya penderita halusinasi. Namun dala m kenyataannya angka hanya menunjukkan 36.6%. Hal tersebut juga menjelaskan bahw a transmis gen padahalusinasi sangat kompleks dan dipengaruhi oleh banyak fakt

(6)

or lain. Penelitian lain menyatakan bahwa gangguan pada perkembangan otak janinj uga turut berkontribusi terhada timbulnya halusinasi di kemudian hari. Ganggua n perkembangan otak janin terjadi misalnya akibat terkena virus, malnutrisi, inf eksi, trauma, toksin dan kelainan hormonal yang terjadi selama kehamilan (Hawari , 2001). Anak yang dilahirkan dari penderita halusinasi dan diadopsi oleh keluar ga yang tidak mengalami gangguan mempunyai risiko yang sama untuk mengalami gan gguan jiwa jika ia dipelihara oleh orangtua kandungnya sendiri. (Stuart & Larai a, 2005).

b) Neurobiologik

Sistem limbik pada lobus temporal berakibat langsung terutama pada gejala positi f halusinasi yang salah satunya adalah halusinasi. Diduga perilaku psikotik berh ubungan dengan lesi pada temporal frontalis dan daerah limbik pada otak, disregu lasi dari sistem neurotransmiter berhubungan dengan area-area tersebut. Studi te ntang gambaran struktur otak menggunakan Computed Tomography dan Magnetic Resona nce Imaging menunjukkan penyusutan volume otak pada penderitahalusinasi. Penemua n juga meliputi pembesaran lateral ventrikel, atropi pada lobus frontal, serebel um dan struktur limbik (terutama hipokampus dan amigdala), dan peningkatan ukura n bagian depan otak (Stuart & Laraia, 2005).

Hasil pemeriksaanComputed Tomography Scanning dan Magnetic Resonance Imagi ng menunjukkan perluasan dari otak lateral ventrikel pada individu yang mengalam i halusinasi (Nasrallah & Smeltzer, 2003). Data tentanghalusinasi memperlihatkan gambaran yang kompleks dari disfungsi otak yang meliputi neuroanatomi, neuropat ologi, dan gangguan metabolisme dan beraneka macam defisit neuropsikologik. Pen emuan ini mendukung keyakinan bahwa halusinasi bukan merupakan satu gangguan te tapi kumpulan dari gangguan yang melibatkan fungsi otak. Lesi pada korteks tempo ralis dan nukleus-nukleus limbik yang berhubungan berlokasi di dalam lobus tempo ralis dapat menyebabkan halusinasi (Kaplan& Sadock, 2007).

c) Neurotransmiter

Dopamin penting dalam berespon terhadap stres dan banyak berhubungan dengan sist em limbik. Selama masa remaja akhir, level dopamin tinggi dalam otak saat dimana halusinasi biasa muncul untuk pertama kalinya. Halusinasi diduga disebabkan oleh terlalu banyaknya aktivitas dopaminergik. Ketidak seimbangan dopamin pada jalur mesolimbik berkontribusi terhadap terjadinya halusinasi (Stuart & Laraia, 2005) . Teori ini timbuldari pengamatan tentang penghambatan reseptor dopamin khususny areseptor dopamin tipe 2 (D2). Zat lain yang mempengaruhi sistem dopamin adalah amfetamin dan kokain. Amfetamin menyebabkan pelepasan dopamin dan kokain mengham bat pengambilan dopamin. Kedua zat tersebut menyebabkan meningkatnya jumlah do pamin dalamsinapsis (Kaplan & Sadock, 2007). Amfetamin dan kokain meningkatkan l eveldopamin dalam otak dan akhirnya menyebabkangejala psikosis (Stuart & Lara ia, 2005).

d) Asam Amino

Neurotransmitter asam amino inhibitorgamma-minobutyric acid (GABA) juga terlibat dalam patofisiologi halusinasi. Hal ini berdasarkan data yang ditemukan konsist en dengan hipotesis bahwa beberapa pasien halusinasi mengalami kehilangan neuron GABA-ergik di dalam hipokampus.Hilangnya neuron inhibitor GABA-ergik secara teo ritis dapat menyebabkan hiperaktivitas neuron dopaminergik dan noradrenergik. 2) Faktor Psikologik

Saat tidak teridentifikasi penyebab biologik dari halusinasi pada penderita halu sinasi maka faktor-faktor psikologi, sosiologi dan pengaruh lingkungan menjadi f okus dari psikodinamika terjadinya gangguan. Diduga gangguan dapat terjadi akiba t karakteryang salah dari keluarga atau individu. Ibu yang cemas, terlalu melin dungi, atau suasana yang dingin dan tanpa perasaan ayah yang jauh atau bersifat menguasai. Konflik perkawinan dan keluarga. Komunikasi dalam dua pesan dapat men gakibatkan double bindyang berakibat individu berkembang kearah halusinasi. Halu sinasi pada skizophrenia juga dapat terjadi akibat kegagalan di awal fase perke mbangan psikososial. Seorang bayi yang tidak dapat membangun hubungan percaya a kan mengalami kesulitan pada masa hidupnya di kemudian hari.

3) Faktor sosial kultural dan lingkungan

Beberapa teori menyatakan bahwa kemiskinan, masyarakat dan kebudayaan yang tidak sesuai dapat mengakibatkan terjadinya halusinasi. Pendapat lain menyatakan bahw

(7)

ahalusinasi dapat diakibatkan oleh situasi tinggal di kota besar atau isolasi (S tuart & Laraia, 2005).

Menurut Hawari(2001), stresor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa y ang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang sehingga orang tersebut terp aksa berupaya untuk beradaptasi agar dapat menanggulangi stresor yang timbul. Te tapi tidak semua orang mampu mengatasi masalah yang timbul sehingga muncullah ke luhan-keluhan jiwa, yang antara lain adalahhalusinasi. Pada umumnya jenis streso r psikososial adalah sebagai berikut (Hawari, 2001) :

a) Perkawinan

Berbagai masalah seperti pertengkaran dalam rumah tangga, perceraian, kematian s alah satu pasangan, ketidaksetiaan dapat menyebabkan seseorang mengalami ganggua n jiwa.

b) Problem orang tua

Pasangan yang tidak mempunyai anak, anak terlalu banyak, kenakalan anak-anak; hu bungan yang tidak harmonis antara mertua, ipar, besan dan sebagainya juga dapat menimbulkan gangguan jiwa jika masalahnya tidak teratasi karena merupakan sumber stres.

c) Hubungan Interpersonal

Gangguan dapat berupa konflik dengan teman dekat, kekasih, rekan sekerja atau an tara atasan dan bawahan dan lain-lain. Konflik interpersonal ini dapat merupakan sumber stres bagi seseorang yang bila tidak diselesaikan dapat mengakibatkan ga ngguan pada kesehatan jiwanya.

d) Pekerjaan

Masalah pekerjaan juga dapat merupakan sumber stres bagi diri seseorang yang bil a tidak diatasi dapat menimbulkan keluhan-keluhan kejiwaan. Misalnya kena pemutu san hubungan kerja, pensiun, tidak cocok dengan pekerjaan atau pekerjaan yang te rlalu banyak.

e) Lingkungan Hidup

Contoh masalah lingkungan hidup yang dapat menjadi stresor pada diri seseorang a ntara lain masalah perumahan, pindah tempat tinggal, kena penggusuran, hidup dal am lingkungan yang rawan (misalnya kriminalitas).

f) Keuangan

Kondisi sosial ekonomi yang tidak sehat misalnya pendapatan lebih rendah dari pe ngeluaran, terlibat hutang, masalah warisan, usaha bangkrut dapat mempengaruhi k ejiwaan seseorang jika sumber stres tersebut tidak diatasi.

g) Penyakit Fisik atau Cidera

Penyakit kronis, penyakit jantung, kanker, kecelakaan, operasi dan sebagainya ju ga dapat merupakan stresor bagi diri seseorang.

h) Lain-lain

Stresor kehidupan lainnya juga dapat menimbulkan gangguan kejiwaan misalnya benc ana alam, peperangan, kebakaran, perkosaan, aborsi dan sebagainya.

4) Faktor perkembangan

Menurut Erikson dalam Yosep (2009), tahap perkembangan psikososial memiliki tuga s perkembangan bardasarkan usia yaitu :

a) Bayi (percaya versus tidak percaya)

Tugas perkembangan pada tahap ini adalah memandang dunia aman dan dapat dipercay a, hubungan sebagai pengasuhan, stabil dan dapat diandalkan.

b) Todler (otonomi versus rasa malu dan ragu)

Tugas perkembangan pada tahap ini adalah mencapai rasa kontrol dan bebas berkein ginan.

c) Prasekolah (inisiatif versus rasa bersalah)

Tugas perkembangan pada tahap ini yaitu memulai perkembangan suara hati, belajar menatalaksana konflik dan ansietas.

d) Usia sekolah (industri versus inferioritas)

Tugas tahap perkembangannya yaitu memunculkan kepercayaan diri terhadap kemampua n dan merasa senang akan prestasi.

e) Remaja (identitas versus bingung peran)

Memiliki tugas membentuk rasa diri dan rasa memiliki. f) Dewasa muda (intimasi versus isolasi)

(8)

n kasih sayang yang bermakna bagi orang lain.

g) Dewasa menengah (generativitas versus stagnasi)

Tugas pada tahap ini yaitu bersikap kreatif dan produktif serta membangun genera si berikutnya.

h) Maturitas (integritas ego versus putus asa)

Tugas perkembangan pada tahap ini adalah menerima tanggung jawab diri dan kehidu pan.

Berdasarkan tugas perkembangan di atas, ada tahapan di mana seseorang dengan hal usinasi memiliki tugas perkembangan yang tidak terpenuhi secara optimal khususny a pada tahap bayi, todler dan sekolah misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga sehingga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frust asi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stres. Hal ini cenderung dapa t membuat seorang individu lebih senang sendiri dan dapat menyebabkan individu t ersebut mendengarkan informasi yang sebenarnya tidak ada (Yosep, 2009).

b. Stresor Presipitasi

Stressor presipitasi adalah stimulasi yang dipersepsikan oleh individu sebagai t antangan, ancaman atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping yaitu meningkatkan stress dan kecemasan. Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, pera saan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap str essor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2 006). Menurut Stuart dan Laraia (2005), faktor presipitasi terjadinya gangguan h alusinasi adalah :

1) Biologis

Stressor biologis yang berhubungan dengan respons neurobiologist yang maladaptif termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketid akmampuan untuk secara selektif menanggapi rangsangan.

2) Stress lingkungan

Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi de ngan stress lingkungan untuk menentukan terjadinya perilaku.

3) Perilaku

Respon seorang individu terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, geli sah, bingung, perilaku merusak diri serta tidak dapat membedakan keadaan nyata d an tidak nyata. Menurut Yosep (2009), masalah halusinasi dapat dipecahkan berlan daskan pada hakikat keberadaan seorang individu sebagai makhluk yang dibangun at as dasar unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi yaitu :

a) Dimensi fisik

Halusinasi dapat ditimbulkan oleh kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-oba tan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.

b) Dimensi emosional

Perasaan cemas yang berat karena masalah yang tidak dapat diatasi merupakan peny ebab halusinasi itu terjadi.

c) Dimensi intelektual

Seorang individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi e go walaupun pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego itu sendiri untuk m elawan impuls yang menekan. Namun hal tersebut menimbulkan kewaspadaan yang dapa t mengambil seluruh perhatian individu dan tidak jarang akan mengontrol semua pe rilakunya.

d) Dimensi sosial

Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan sehingga klien asyik dengan halusinasinya. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksan akan intervensi keperawatan yaitu mengupayakan suatu proses interaksi yang menim bulkan pengalaman interpersonal bagi klien sehingga halusinasi tidak berlangsung .

(9)

Secara spiritual, individu yang mengalami halusinasi mulai merasakan kehampaan h idup dan merasakan asyik dengan halusinasinya. Sehingga hal ini dapat menimbulka n suatu kondisi dimana halusinasi tersebut menguasai dirinya dan individu kehila ngan kontrol kehidupan.

4) Pemicu gejala

Pemicu yang biasanya terdapat pada respons neurobiologist yang maladaptif berhub ungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku individu.

5) Sumber koping

Sumber koping yaitu suatu evaluasi terhadap pilihan cara yang digunakan dan stra tegi seseorang untuk menyelesaikan suatu masalah. Individu dapat mengatasi stres dan ansietas dengan menggunakan sumber koping dilingkungan. Sumber koping terse but sebagai modal untuk menyelesaikan masalah, dukungan sosial dan keyakinan bud aya, dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stres s dan mengadopsi strategi koping yang berhasil.

Sumber daya keluarga amat diperlukan dengan mengetahui dan mengerti tentan g penyakit, finansial keluarga, waktu dan tenaga keluarga yang tersedia dan kema mpuan keluarga memberikan asuhan (Stuart & Laraia, 2005). Sumber daya keluarga merupakan bagian penting karena keluarga merupakan pemberi asuhan sekurang-kura ngnya 65% pasien halusinasi (Stuart & Laraia, 2005). Keluarga sebagai sumber pe ndukung sosial dapat menjadi kunci utama dalam pemulihan pasien dengan masalah p sikiatrik (Videbeck, 2006).

6) Mekanisme koping

Klien halusinasi akan berupaya melindungi diri dari pengalaman menakutkan yang d isebabkan oleh penyakit yang dialami. Regresi merupakan upaya untuk mengatasi ra sa cemas. Proyeksi sebagai uapaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi. Menarik diri berhubungan dengan masalah membangun rasa percaya dan perenungan terhadap p engalaman internal. Denial sering diekspresikan oleh keluarga ketika belajar per tama kali tentang diagnosa yang berhubungan dengan mereka. Hal ini sama ditemu i ketika seseorang menerima informasi yang menyebabkan rasa takut dan cemas (Stu art & Laraia, 2005). Mekanisme koping adalah upaya atau cara untuk menyelesaikan masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri. Mekanisme koping terbagi menjadi 2 yaitu adaptif dan maladaptif.

Adapun mekanisme koping yang adaptif pada halusinasi yaitu : a) Pemahaman terhadap pengaruh gangguan otak pada perilaku

b) Kekuatan dapat meliputi seperti modal inteligensia atau kreativitas yang tinggi

c) Dukungan keluarga

Adapun mekanisme koping yang maladaptif pada halusinasi yaitu :

a) Regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk mena nggulangi ansietas

b) Proyeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi 7) Rentang respon

Model stres diathesis oleh Liberman dan rekan-rekannya (1994) dalam Stuart & Lar aia (2005), menyatakan bahwa gejala halusinasi berkembang atas dasar hubungan an tara jumlah stres yang dialami seseorang dengan toleransi stres internal. Model ini mencakup faktor biologik, psikologik, dan sosio kultural. Hal ini serupa dengan Model Stres adaptasi Stuart (Stuart & Laraia, 2005). Penilaian terhadap stressor yaitu respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak nyaman, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membeda kan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Stuart dan Laraia (2001), halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi.

Berdasarkan penjelasan tentang proses terjadinya halusinasi maka dapat dijelaska n secara ringkas bahwa halusinasi diawali oleh adanya kebutuhan yang tidak terpe nuhi pada diri seseorang yang mengakibatkannya merasa cemas dan mencari cara unt uk mengatasi rasa cemasnya. Individu yang tidak memiliki mekanisme koping yang a daptif akan mengatasi masalahnya dengan cara yang maladaptif, seperti menarik di ri dan membayangkan sesuatu yang berlawanan dari kenyataan yang dihadapi atau me

(10)

mbayangkan sesuatu yang diharapkannya terjadi dan memenuhi kebutuhannya. Cara ya ng dilakukan ini membuatnya merasa nyaman dan menurunkan rasa cemasnya. Bila tid ak diintervensi kondisi ini berlanjut, klien terus menggunakan koping yang malad aptif untuk mengatasi cemasnya. Lama kelamaan rasa nyaman yang diperolehnya beru bah menjadi rasa menakutkan karena pada perkembangan selanjutnya klien mendengar suara-suara yang mengancamnya sementara klien sudah tidak mampu lagi mengontro lnya. Bila tidak diintervensi, akibat dari rasa takut atau menuruti perintah su ara-suara, klien dapat melakukan hal yang membahayakan dirinya, orang lain atau lingkungan sekitar klien.

4. Jenis halusinasi

Berbagai jenis halusinasi antara lain (Cancro & Lehman, 2000): a. Halusinasi pendengaran

Mendengar suara-suara, paling sering adalah suara orang, berbicara kepadapasien atau membicarakan pasien. Mungkin ada satu atau banyak suara, dapatberupa suara orang yang dikenal atau tidak dikenal. Halusinasi pendengaranmerupakan jenis hal usinasi yang paling sering terjadi. Halusinasi berupa perintah,suara-suara yang menyuruh pasien untuk mengambil tindakan, seringkalimembahayakan diri sendiri at au orang lain dan dianggap berbahaya.

b. Halusinasi penglihatan

Melihat bayangan yang sebenarnya tidak ada sama sekali, misalnya cahayaatau oran g yang telah meninggal, atau mungkin sesuatu yang bentuknya rusak.

c. Halusinasi penciuman

Mencium aroma atau bau padahal tidak ada. Bau tersebut dapat berupa bautertentu seperti urine atau feses, atau bau yang sifatnya lebih umum, misalnya baubusuk a tau bau yang tidak sedap. Jenis halusinasi ini sering ditemukan padapasien demen sia, kejang atau stroke.

d. Halusinasi pengecapan

Mencakup rasa yang tetap ada dalam mulut, atau perasaan bahwa makananterasa sepe rti sesuatu yang lain. Rasa tersebut bisa seperti rasa logam atau pahitatau mung kin seperti rasa tertentu.

e. Halusinasi taktil

Mengacu pada sensasi seperti aliran listrik yang menjalar ke seluruh tubuhatau s eperti binatang kecil yang merayap di kulit. Paling sering ditemukan padapasien yang mengalami putus alkohol.

f. Halusinasi kenestetik

Meliputi laporan pasien bahwa ia merasakan fungsi tubuh yang biasanyatidak bisa dideteksi. Contohnya sensasi pembentukan urine atau impuls yangditransmisikan me lalui otak.

g. Halusinasi kinestetik

Terjadi ketika pasien tidak bergerak tetapi melaporkan sensasi gerakan tubuh. Ge rakan tubuh kadang kala tidak lazim, misalnya melayang di atas tanah (Videbeck, 2008).

5. Tahapan halusinasi

Menurut Janice Clack (1962) dalam (Yosep, 2008), pasien yang mengalami gangguan jiwasebagian besar disertai halusinasi meliputi beberapa tahapan antara lain : a. Tahap comforting

Timbul kecemasan ringan disertai gejala kesepian, perasaan berdosa, pasienbiasan ya mengkompensasikan stressornya dengan koping imajinasi sehinggamerasa senang d an terhindar dari ancaman.

b. Tahap condeming

Timbul kecemasan moderate, cemas biasanya makin meninggi selanjutnyapasien meras a mendengarkan sesuatu, pasien merasa takut apabila orang lain ikutmendengarkan apa-apa yang ia rasakan sehingga timbul perilaku menarik diri(With drawl).

c. Tahap controling

Timbul kecemasan berat, pasien berusaha memerangi suara yang timbultetapi suara tersebut terus menerus mengikuti, sehingga menyebabkan pasiensusah berhubungan d engan orang lain. Apabila suara tersebut hilang pasien merasa sangat kesepian at au sedih.

(11)

Pasien merasa panik, suara atau ide yang datang mengancam apabila tidakdiikuti p erilaku pasien dapat bersifat merusak atau dapat timbul perilaku suicide (Yosep, 2008).

Sedangkan menurut Stuart dan Laraia (2005), terdapat lima tahap intensitas halus inasi, yaitu:

a. Tahap 1: Menenangkan, ansietas tingkat sedang. Pengalaman halusinasi men unjukkan emosi seperti ansietas, kesepian, merasa bersalah, takut dan mencoba me mfokuskanpada penenangan pikiran untuk mengurangi ansietas. Individu mengetahui bahwa pikiran dan pengalaman sensorinya dapat dikontrol jika ansietasnya bisa d iatasi.

b. Tahap 2: Menyalahkan, ansietas tingkat berat. Pengalaman sensori bersifa t menjijikkan dan menakutkan. Individu yang mengalami halusinasi mulai merasa k ehilangan kontrol dan mungkin berusaha untuk menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersepsikan. Individu tersebut mungkin merasa malu terhadap pengalaman sensor inya dan menarik diri dari orang lain. Kondisi ini masih memungkinkan un tuk mengembalikan individu ke dunia realitas.

c. Tahap 3: Mengendalikan, ansietas tingkat berat. Individu yang mengalami halusinasi menyerah untuk mencoba melawan pengalaman halusinasinya dan membiarka n halusinasi menguasai dirinya. Isi halusinasi dapat berupa permohonan. Individu mungkin mengalami kesepian jika pengalaman sensorinya berakhir.

d. Tahap 4: Menakutkan, ansietas tingkat panik. Pengalaman sensori mungkin menjadi menakutkan jika individu tidak mengikuti perintah. Halusinasi dapat ber langsung beberapa jam atau beberapa hari jika tidak ada intervensi terapeutik. 6. Tanda dan gejala

Menurut Yosep (2008), tanda dan gejala halusinasi secara umum adalah sebagai ber ikut :

a. Berbicara, senyum dan tertawa sendiri.

b. Mengatakan mendengar suara, melihat, menghirup, mengecap dan merasakanse suatu yang tidak nyata.

c. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

d. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal tidak nyata, serta tidakma mpu melakukan asuhan keperawatan mandiri seperti mandi, sikat gigi,berganti paka ian dan berhias yang rapi.

e. Sikap curiga, bermusuhan, menarik diri, sulit membuat keputusan, ketakut an, mudah pembicaraan kacau dan tidak masuk akal, banyak keringat, tersinggung, jengkel, mudah marah, ekspresi wajah tegang.

Gangguan persepsi sensori : halusinasi merupakan kondisi yang berbahaya bila kli en meyakini bahwa apa yang didengarnya adalah nyata dan klien tidak mampu mengon trol halusinasinya. Kondisi berbahaya tidak saja bagi klien tetapi juga terhadap orang lain dan lingkungan sekitar. Agar dapat mengatasi masalah tersebut, maka hal pertama yang perlu diketahui perawat adalah tanda dan gejala yang menunjukka n klien mengalami halusinasi. Tanda dan gejala halusinasi tergantung dari jenis halusinasi yang dialami klien. Lima jenis halusinasi terkait dengan panca indra (Stuart & Laraia, 2005), yaitu :

a. Halusinasi dengar (auditoris): persepsi bunyi yang palsu, biasanya suara tetapi juga bunyi-bunyian yang lain seperti musik; merupakan jenis halusinasi y ang paling sering pada gangguan jiwa.

Halusinasi pendengaran sering ditemukan pada penderita halusinasi, halusinasi pe nglihatan pada penderita demensia dan halusinasi perabaan pada penyalahgunaan al kohol. Perilaku klien yang mengalami halusinasi antara lain adalah gerakan mata seolah mengikuti sesuatu yang tidak dapat dilihat oleh observer, menyedengkan te linga seolah mendengar sesuatu, tampak seperti sedang memperhatikan sesuatu, e kspresi wajah yang tidak sesuai, bicara atau tertawa sendiri, tiba-tiba melakuka n suatu tindakan tanpa adanya stimulus eksternal. Melalui ungkapan klien data ya ng diperoleh adalah pernyataan klien yang menyatakan mendengar suara suara jika ia mengalami halusinasi pendengaran atau melihat bayangan jika ia mengalami halusinasi penglihatan, sementaraorang lain tidak mengalaminya.

Menurut Mohr (2006) dalam Carolina (2008), menyatakan bahwa suara yang didengar dapat berupa suara Tuhan, dua atau lebih suara yang mengomentari perilaku klie n atau suara yang menyuruh klien melakukan sesuatu. Biasanya suara bersifat cabu

(12)

l dan menyalahkan, menuduh, atau menghina. Atau suara yang memanggil nama klien dan mengucapkan kata- kata kotor. Klien juga dapat mendengar suara yang berlaw anan tentang subyek yang sama, seperti satu suara memerintah klien untuk membun uh, sementara suara lain mengingatkan klien untuk tidak membunuh.

b. Halusinasi visual: persepsi palsu tentang penglihatan yang berupa citra yang berbentuk (misal: orang) dan citra yang tidak berbentuk (misal: kilatan c ahaya); paling sering terjadi pada gangguan organik.

c. Halusinasi penciuman : persepsi membau yangpalsu, paling sering pada gan gguan organik.

d. Halusinasi pengecapan: persepsi tentang rasa kecap yang palsu.

e. Halusinasi perabaan: persepsi palsu tentang perabaan atau sensasi permuk aan, seperti dari tungkai yang teramputasi, sensasi adanya gerakan pada atau di bawah kulit.

7. Rentang Respon Neurobiologis ( Stuart & Lararia, 2005 )

Respon adaptif Respon m aladaptif

Gambar 1.1 Rentang respon neurologis Keterangan gambar :

a. Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial budaya yang berlaku dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu akan dapat memecahkan masalah tersebut.

1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan 2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan

3) Emosi konsisten merupakan manifestasi perasaan yang konsisten atau efek keluar disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama. 4) Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas waj ar.

5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan ling kungan.

b. Respon psikososial meliputi :

1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan. 2) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang yang b enar-benar terjadi karena rangsangan anca indera.

3) Emosi berlebihan atau kurang.

4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas u ntuk menghindari interaksi dengan orang lain.

5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang l ain.

c. Respon maladaptif adalah respon indikasi dalam menyelesaikan masalah yan g menyimpang dari norma-norma sosial dan budaya dan lingkungan, adapun respon ma ladaptif ini meliputi :

1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaup un tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial. 2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada.

3) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang ne gatif mengancam.

8. Mekanisme koping

Menurut Keliat (2005), perilaku yang mawakili untuk menanggulangi diri sendiri d ari pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologik.

a) Retensi berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk mena nggulangi ansietas, hanya mampu sedikit energi yang tertinggal untuk aktivitas h idup sehari-hari sehingga klien menjadi malas beraktivitas.

(13)

b) Proteksi, mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan tangg ung jawab kepada orang lain atau suatu benda.

c) Menarik diri, sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus int rnal.

d) Keluarga mengingkari masalah yang dialami. 9. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan keperawatan

Menurut Carpenito (2001), pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeut ik yang melibatkan hubungan kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Asuhan keperawatan ju ga menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian menent ukan masalah atau diagnosa, menyusun rencana tindakan keperawatan, implementasi dan evaluasi (Keliat, 2006). Tindakan keperawatan pada klien halusinasi meliputi :

1) Tindakan generalis:

a) Individu: melakukan asuhan keperawatan sesuai standar yang tersedia b erdasarkan diagnosa keperawatan gangguan persepsi sensori: halusinasi.

b) Kelompok: melakukan kegiatan terapi aktivitas kelompok stimulasi perseps i: halusinasi sebanyak 5 sesi pertemuan (Keliat dan Akemat, 2005).

2) Tindakan spesialis a) Terapi Individu

Cognitif Behaviour Therapy(CBT) semula dikembangkan dan menilai gangguan afekti f, telah berhasil digunakanuntuk mengatasi halusinasi yang persisten dan delusi sebagai tambahan dari pengobatan yang diberikan (Stuart & Laraia, 2005). CBT mer upakan metode yang digunakan untuk mengubah proses pikir pasien, perilaku dan e mosi. Penerapan CBT menggunakan pendekatan psikoedukasi, dilakukan secara rutin dapat menurunkan gejala positif halusinasi (Stuart &Laraia, 2005). Klien halusin asi diajarkan bagaimana caranya untuk tidakmendengarkan suara halusinasi.

b) Terapi Kelompok

Self Help Group dapat dilakukan bagi penderita halusinasi dan keluarganya.Wala upun terapis tidak terlibat, anggota kelompok melanjutkan memberikan dukungan da lam mengatasi masalah dan kenyamanan satu dengan lainnya

3) Terapi Keluarga

Keluarga dapat membantu klien untuk menetapkan tujuan realistik dan memperoleh k embali kemampuan untuk berfungsi dalam kehidupan. Pendidikan keluarga penting di lakukan agar keluarga mengenal tentang masalah yang dialami klien dan bagaimana menangani masalah yang terjadi (Stuart &Laraia, 2005). Terapi yang diberikan adalah terapi edukasi keluarga yang tujuannya adalah meningkatkan pengetahuan ke luarga tentang penyakit, mengajarkan keluarga tentang gejala-gejala penyimpang a perilaku, serta peningkatan dukungan bagi anggota keluarga tersebut. Dengan me ngetahui hal ini diharapkan keluarga mengerti bagaimana harus bersikap dalam men ghadapai anggotanya yang mengalami gangguan jiwa.

b. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan pasien halusinasi adalah dengan pemberian obat-obatan dan tindak an lain, yaitu :

1) Psikofarmakologis.

2) Terapi kejang listrik atau Electro Compulcive Therapy ( ECT ). 3) Terapi Aktivitas Kelompok ( TAK ) stimulasi persepsi sensori. 10. Strategi Merawat Klien Halusinasi

Menurut Stuart dan Laraia (2005), menjelaskan bahwa ada beberapa pendekatan yang perlu dilakukan saat merawat klien halusinasi, yaitu:

a. Membina hubungan interpersonal, bina hubungan saling percaya.

Jika seorang perawat cemas atau takut dalam menghadapi klien, maka klien juga ak an merasa cemasatau takut. Bersikap sabar, menerima klien apa adanya, dan m enjadi pendengar aktif.

b. Mengkaji gejala halusinasi termasuk durasi, intensitas dan frekuensi. Ob ervasi isyarat perilaku akan terjadinya halusinasi, bantu klien mengingat bera

(14)

pa kali mengalami halusinasi setiap harinya.

c. Identifikasi kemungkinan pernah menggunakan obat terlarang atau alkohol. Katakan secara singkat dan sederhana bahwa perawat tidak sedang mengalami stimu lus yang sama. Hal ini dilakukan agar klien menyadari apa yang sedang terjadi di lingkungannya. Selain itu jangan berdebat dengan klien tentang persepsi yang b erbeda antara perawat dank lien.

d. Saat klien sedang mengalami halusinasi jangan membiarkannya seorang diri dan jangan meninggalkan klien.

e. Bantu klien mengidentifikasi kebutuhan yang mungkin tercermin melalui is i halusinasi. Beberapa strategi untuk mengontrol halusinasi:

1) melakukan monitoring diri sendiri (misalnya cari tahu apa yang menyebabk an suara-suara muncul atau tidak muncul)

2) Berbicara dengan orang lain tentang apa saja, tidak hanya tentang suara -suara yang didengar

3) Dengarkan musik

4) Nonton televisi atau sesuatu yang lain

5) Katakan stop , jangan menghiraukan suara tersebut, atau tidak menuruti ap a yang dikatakan suara tersebut.

6) Gunakan tehnik relaksasi seperti nafas dalam, relaksasi otot 7) Lakukan kesibukan atau sesuatu yang disenangi

8) Gunakan obat sesuai anjuran dokter 9) Hindari alkohol

C. Kemampuan 1. Pengertian

Kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti kuasa (bisa, sanggup) melakukan sesuatu, sedangkan kemampuan berarti kesanggupan, kecakapan, kekuatan. Kemampuan (ability) berarti kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dal am suatu pekerjaan (Robbins, 2009).

Menurut Sinungan (2003): istilah kemampuan didefinisikan dalam arti apa yang dih arapkan di tempat kerja dan merujuk pada pengetahuan, keahlian, dan sikap yang d alam penerapannya harus konsisten dan sesuai standar kinerja yang dipersyaratkan dalam pekerjaan.

Menurut As ad, (2000), kemampuan (ability)sebagai karakterisik individual seperti intelegensia, manual skill, traits yang merupakan kekuatan potensial seseorang u ntuk berbuat dan sifatnya stabil.

Kemampuan merupakan tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan suatu perbuatan. Kema mpuan mengontrol halusinasi merupakan kesanggupan (potensi) menguasai persepsi s ensori secara langsung, atau merupakan hasil latihan atau praktek (Simamora 200 2).

2. Komponen kemampuan

Menurut Simamora (2002), sebagai makhluk psikologikal(psycological being)manusia ditandai dengan kemampuan dalam enam hal:

a. Kemampuan berpikir persepsional-rasional. b. Kemampuan berpikir kreatif-imajinatif, c. Kemampuan berpikir kritikal-argumentatif.

d. Kemampuan memilih sejumlah pilihan yang tersedia. e. Kemampuan berkehendak secara bebas.

f. Kemampuan untuk merasakan. 3. Jenis kemampuan

Menurut Robbins (2009), menyatakan bahwa kemampuan keseluruhan seorang individu pada dasarnya terdiri atas dua kelompok faktor, yaitu :

a. Kemampuan intelektual (Intelectual Ability), merupakan kemampuan yang di butuhkan untuk melakukan berbagai aktifitas mental (berfikir, menalar dan memeca hkan masalah).

Menurut Robbins (2009), kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan u ntuk menjalankan kegiatan mental.Tes IQ, misalnya, dirancang untuk memastikan ke mampuan intelektual umum seseorang. Tujuh dimensiyang paling sering dikutip yang memberi kemampuan intelektual adalah kemahiranberhitung, pemahaman (comprehensi on)verbal kecepatan perseptual, penalaraninduktif, penalaran deduktif, visualisa

(15)

si ruang, dan ingatan (memori).Berikut indikator kemampuan intelektual menurut R obbins (2009), adalah :

1) Kecerdasan numerik

Kecerdasan numerik merupakan kemampuan untuk menghitung dengan cepat dantepat 2) Pemahaman verbal

Pemahaman verbal merupakan kemampuan memahami apa yang dibaca dandidengar.

3) Kecepatan perseptual

Kecepatan perseptual merupakan kemampuan mengenali kemiripan dan bedavisual deng an cepat dan tepat

4) Penalaran induktif

Penalaran induktif merupakan kemampuan mengenali suatu urutan logis dalamsuatu m asalah dan kemudian memecahkan masalah itu

5) Penalaran deduktif

Penalaran deduktif merupakan kemampuan menggunakan logika dan menilaiimplikasi d ari suatu argumen

6) Visualisasi ruang

Visualisasi ruang merupakan kemampuan membayangkan bagaimana suatu objekakan tam pak seandainya posisinya dalam ruang diubah

7) Ingatan

Ingatan merupakan kemampuan menahan dan mengenang kembali pengalamanmasa lalu b. Kemampuan fisik (Physical Ability), merupakan kemampuan melakukan tugas -tugas yang menuntut stamina, ketrampilan,kekuatan, dan karakteristik serupa. Sementara kemampuan intelektual memainkan peran yang lebih besar dalampekerjaan rumit yang menuntut persyaratan pemrosesan informasi, kemampuan fisikyang khusus memiliki makna penting untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yangkurang menuntut keterampilan dan yang lebih terbakukan dengan sukses.

Faktor-faktor kekuatan fisik menurut Robins (2008), adalah :

1) Kekuatan dinamis: Kemampuan untuk mengenakan kekuatan otot secaraberulan g-ulang atau sinambung sepanjang suatu kurun waktu.

2) Kekuatan tubuh: Kemampuan mengenakan kekuatan otot dengan menggunakanoto t-otot tubuh (terutama perut)

3) Kekuatan verbal: Kemanpuan mengenakan kekuatan terhadap objek luar

4) Kekuatan statis: Kemampuan menghabiskan sesuatu energi eksplosit dalam s atuatau sederetan tindakan eksplosit.

5) Keluwesan Extent Kemampuan menggerakan otot tubuh dan merenggang punggun g sejauh mungkin.

6) Keluwesan Dinamis Kemampuan melakukan gerakan cepat

7) Koordinasi tubuh kemampuan mengkoordinasi tindakan-tindakan serentak dar ibagian-bagia tubuh yang berlainan

8) Keseimbangan. Kemampuan mempertahankan keseimbangan meskipun adakekuatan -kekuatan yang mengganggu keseimbangan itu

9) Stamina. Kemampuan melanjutkan upaya maksimum yang menuntut upaya yangse panjang kurun waktu.

4. Kemampuan mengontrol halusinasi

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang ber sangkutan. Skiner (1938), seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku meru pakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar) (Not oatmodjo, 2007).Bloom (1908), dalam Notoatmodjo, 2007, membagi perilaku manusia ke dalam tiga domain, ranah atau kawasan, yaitu: kognitif, afektif dan psikomoto r. Selanjutnya ketiga ranah tersebut dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidi kan kesehatan yang lebih dikenal sebagai pengetahuan, sikap dan praktek atau ti ndakan. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan akan terjadi setelah orang mel akukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Sebagian besar pengetahuan di peroleh manusia melalui mata dan telinga. Perilaku yang didasari oleh pengetahua n akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan ( Notoatmodjo, 2007).

(16)

ng terhadap suatu stimulus atau obyek (Notoatmodjo, 2007). Newcomb dalam Notoatm odjo (2007), menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.

Perilaku yang dipelajari oleh klien untuk mengontrol halusinasi dimulai denga n memberikan pengetahuan tentanghalusinasi (klien mengenal halusinasi), meliputi jenis, isi, frekuensi, waktu, situasi munculnya halusinasi dan respon klien ter hadap halusinasi yang muncul serta klien mengenal bahwa stimulus yang dialaminya hanya oleh dirinya sendiri dan tidak realita. Setelah itu, klien diajarkan meng ontrol halusinasi dengan cara menghardik, bercakap-cakap dengan orang lain, mela kukan aktivitas terjadwal, dan patuh minum obat. Agar klien mampu mengontrol hal usinasinya secara mandiri perlu dilakukan latihan setiap hari secara terjadual s ehingga tindakan yang dilakukan menjadi budaya klien untuk mengontrol halusinasi di saat halusinasi muncul. Jadwal yang telah ditetapkan bersama klien akan di evaluasi oleh perawat secara terus menerus hingga klien mampu melakukan secara m andiri.

Perubahan perilaku yang diharapkan pada klien dengan gangguan sensori persepsi: halusinasi adalah klien mampu melakukan apa yang telah diajarkan untuk mengontro l halusinasinya. Pembelajaran tentang perilaku sehat pasien tentang cara mengont rol halusinasi dilakukan oleh perawat melalui asuhan keperawatan yang diberikan. Asuhan akan diberikan dalam 4 kali pertemuan dan pada setiap pertemuan klien ak an memasukkan kegiatan yang telah dilatih ke dalam jadual kegiatan harian klien. Diharapkan klien melatih kegiatan yang telah diajarkan untuk mengatasi masalah sebanyak 2 3 kali sehari. Jadwal kegiatan akan dievaluasi oleh perawat pada pertem uan selanjutnya. Melalui jadual yang telah dibuat akan dievaluasi tingkat kemamp uan klien mengatasi masalahnya. Tingkat kemampuan klien akan dikelompokkan menja di 3 yaitu mandiri, jika klien melaksanakan kegiatan tanpa dibimbing dan tanpa d isuruh, bantuan, jika klien mengetahui dan melaksanakan kegiatan tapi belum sem purna atau melaksanakan kegiatan dengan diingatkan dan tergantung, jika klien ti dak mengetahui dan tidak melaksanakan kegiatan (Keliat, 2001).

Klien dikatakan telah memiliki kemampuan mengontrol halusinasi bilatelah memili ki kemampuan secara kognitif, afektif dan psikomotor. Klien dikatakan mampu me ngontrol halusinasi jika klien telah mengenal halusinasi yang dialaminya, mampu menyebutkan keempat cara mengontrol halusinasi, mampu mempraktekkan keempat cara yang telah diajarkan,dan melakukan latihan sesuai jadwal. Pada penelitian ini penilaian pada klien dilakukan terhadap kemampuan kognitif dan psikomotor. Kemam puan yang perlu dimiliki klien halusinasi untuk mengontrol halusinasi adalah seb agai berikut:

a. Menghardik

Mengatakan Stop hingga halusinasi pergi merupakan salah satu cara menghardik halus inasi atau katakan untuk tenang atau pergi . Melawan atan menentang halusinasi dapa t dilakukan untuk membantu klien mengatasi masalahnya (Kneisl, et.al, 2004).

b. Bercakap-cakap dengan orang lain

Mendengarkan dan mengobservasi merupakan kunci keberhasilan intervensi pada klie n halusinasi. Klien perlu merasa nyaman menyampaikan pada perawat tentang halusi nasi yangdialaminya. Klien biasanya tidak menyampaikan pengalaman halusinasinya kepada orang lain karena mereka akan mendapatkan respon negatif dari orang lain terhadap pengalaman halusinasinya. Pengalaman halusinasi dapat menjadi masalah bagi klien yang tidak dapat menyampaikan pengalamannya tersebut kepada orang lain (Stuart & Laraia, 2005). Sehingga penting bagi klien untuk belajar bagaiman a caranya menyampaikan pengalaman halusinasinya kepada orang lain. Klien dianjur kan bercakap-cakap dengan orang lain menjelang halusinasi dirasakan akan muncul. Klien diajarkan bagaimana cara menyampaikan kepada orang lain tentang kondisi ya ng dialaminya saat itu. Misalnya: saya mulai mendengar suara-suara, tolong bicara dengan saya .

c. Melakukan aktivitas

Melakukan aktivitas merupakan salah satu cara mengontrol halusinasi. Melibatkan pasien untuk melakukan aktivitas akan membantu pasien mengalihkan perhatian dan menghadirkan kembali pada dunia realita (Carson, 2000).

d. Patuh minum obat

(17)

antipsikotik tunggal, terbukti dari perbaikan gejala positif pada 30-40% penderi ta setelah 1 atau 2 bulan pengobatan. Pada pasien dengan kepatuhan minum obat ya ng kurang perlu diberikan injeksi long acting dari jenis obat anti psikotik gene rasi kedua (Sinaga, 2007).

Setiap penderita halusinasi yang merupakan gejala dari gangguan jiwa seperti ski zofenia, perlu mendapat pengobatan psikiater yang akan memberikan terapi antipsi kotik Kekambuhan penderita skizofrenia sering terjadi ketika mereka menghentikan pengobatan karena telah merasa lebih baik, lupa, atau merasa tidak penting untu k minum obat secara teratur. Merupakan hal penting bagi klien halusinasi mengiku ti program pengobatan secara teratur sesuai anjuran dokter. Keluarga perlu juga memahami tentang pemberian obat bagi penderita skizofrenia (Stuart & Laraia, 200 5). Cara yang dapat digunakan untuk mengatasi halusinasi, selain dari tindakan k eperawatan adalah penggunaan obat (Kneisl, et.al, 2004).

D. Kerangka teori

Dari tinjauan pustaka diatas, maka dapat disusun kerangka konsel penelitian seba gai berikut :

Gambar 2.1 Kerangka teori penelitian

Ket :

: Diteliti

Referensi

Dokumen terkait

6,7 Kesesuaian diagnosis invasi limfatik pada pulasan HE dalam penelitian ini masih lebih baik dibandingkan dengan penelitian sebe- lumnya yang mendapatkan kesesuaian

Di samping itu perlu pula diperhatikan beberapa penyakit yang sering mendasari terjadinya CTS seperti: trauma akut maupun kronik pada pergelangan tangan dan

Jumlah responden penelitian ini 253 orang, terdiri atas responden masyarakat pelaku USP 115 orang; responden masyarakat bukan pelaku USP 115 orang; responden dinas dan

Data sekunder diperoleh dari Studi Kepustakaan (Library Research) yang merupakan dasar untuk memperkuat landasan teori dan merupakan cara pengumpulan data secara

Matriks perbandingan berpasangan -cut fuzzy hasil penilaian pakar pada atribut kinerja rantai pasok ditinjau dari tujuan.. kemitraan yang berkelanjutan (T7)

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ekstraksi dengan pelarut etanol- aseton (5:5) pada ubi yang dikurangi kadar airnya menghasilkan ekstrak pewarna

Penulis bermaksud untuk melakukan perancangan perangkat lunak untuk menghitung kebutuhan power supply pada perangkat komputer berbasis android untuk mempermudah

Di Indonesia, penelitian tentang prekursor gempabumi yang terintegrasi melalui pengamatan parameter seismik, elektromagnetik, geokimia, geoatmosferik serta parameter