• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prof. Maria Lucia Inge, Menyeimbangkan Peran Peneliti dan Ibu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Prof. Maria Lucia Inge, Menyeimbangkan Peran Peneliti dan Ibu"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Prof. Maria Lucia Inge,

Menyeimbangkan Peran Peneliti

dan Ibu

UNAIR NEWS – Perempuan masa kini mengemban tugas yang tak

ringan, perannya tak sekedar untuk memelihara dan merawat keluarga, tetapi juga melakoni pekerjaan sebagai wanita karir. Bahkan tidak sedikiri perempuan era sekarang menduduki kursi jabatan tertinggi di institusi yang dipimpin.

Ruang kerjanya ditata secara rapi dan sederhana. Prof. Maria Lucia Inge Lusida, dr., M.Kes., Ph.D telah menyempatkan diri di tengah-tengah waktunya yang padat. Ia berbagi cerita tentang karirnya sebagai peneliti sekaligus Ketua Institute of Tropical Disease (Lembaga Penyakit Tropik, -red) Universitas Airlangga, Surabaya.

Sejak Inge diterima sebagai mahasiswi Fakultas Kedokteran UNAIR pada tahun 1984, ia tak pernah membayangkan bahwa dirinya bisa menjadi peneliti sekaligus guru besar seperti sekarang. Inge merasa dirinya seperti mahasiswa kedokteran pada umumnya, mulai mengikuti kuliah secara rutin dan berdiskusi dengan rekan sesama mahasiswa. Namun, usai ia menamatkan pendidikan sarjana kedokteran, ia tak sempat mengabdikan diri pada masyarakat.

“Saya harus bergantian dengan suami saya. Pada waktu itu suami saya pulang dari mengabdi, namanya Inpres pada waktu itu. Kalau saya berangkat, berarti saya harus berpisah lagi dengan suami. Jadi, saya langsung menjadi dosen dan mengajar,” tutur Inge dengan raut wajah tersipu.

Inge dikukuhkan sebagai Guru Besar bidang Mikrobiologi Klinik FK UNAIR pada tanggal 24 Juli 2010. Ia dikukuhkan sebagai Guru Besar UNAIR ke-388 dan ke-96 periode UNAIR sebagai Perguruan Tinggi Negeri – Berbadan Hukum (PTN-BH). Inge – yang pada saat

(2)

dikukuhkan masih menjabat sebagai Sekretaris ITD UNAIR – membawakan orasi ilmiah berjudul “Peran Pemeriksaan Berbasis Biologi Molekuler dalam Upaya Penanggulangan Hepatitis B di Indonesia”.

Tak hanya kali ini dosen yang memulai karirnya pada tahun 1986 memiliki sederet penelitian dengan topik hepatitis A, hepatitis B, dan hepatitis C. Tak kurang ada 26 judul penelitiannya yang telah terpublikasi mengambil topik hepatitis.

“Saya tertarik dengan topik biologi molekuler karena penyakit-penyakit di Indonesia yang disebabkan oleh infeksi jamur, virus, bakteri itu masih banyak sehingga saya tertarik untuk mengembangkan penelitian tentang biologi molekuler itu,” tutur doktor lulusan Universitas Kobe, Jepang itu.

Sejumlah judul penelitiannya yang dipublikasikan pada tahun 2015 antara lain “Hepatitis B virus infection in Indonesia 21(38): 10714 – 10720 World J Gastroenterol”, dan “A Deep-sequencing Method Detects Drug-Resistant Mutations in the Hepatitis B Virus in Indonesians 57:384-92 Intervirology”. Sebagai periset aktif di lingkungan kampus, Inge tentu berharap agar pemerintah mendukung penuh iklim riset demi pengembangan dunia pendidikan. Apalagi, target untuk meraih predikat perguruan tinggi kelas dunia bukanlah yang mudah dicapai tanpa dukungan pemerintah.

“Sebagai dosen, kegiatan riset itu memang harus aktif. Dengan riset yang terus berjalan, maka pendidikan juga akan berkembang,” ujar Guru Besar bidang Mikrobiologi Klinik FK UNAIR ini.

Kepeduliannya terhadap dunia penelitian menjadikan Inge terus berkomitmen menjadikan ITD UNAIR sebagai Pusat Unggulan Ipteks Perguruan Tinggi (PUI-PT). Selain itu ia juga memiliki harapan besar terhadap lembaga-lembaga di lingkungan UNAIR agar bisa menyusul keberhasilan ITD UNAIR sebagai PUI-PT.

(3)

“Saat ini ITD UNAIR sebagai satu-satunya wakil UNAIR sebagai PUI-PT, saya berharap ke depan akan ada lembaga-lembaga pada lingkungan fakultas di UNAIR yang menyusul sebagai PUI-PT,” tegasnya.

Seimbang

Meskipun Inge telah berada di puncak karir sebagai seorang guru besar, ia tentu membutuhkan dukungan dari keluarga khususnya pada posisinya sekarang. Ia harus mengurusi institut yang meraih predikat Pusat Unggulan IPTEK di bidang kesehatan dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi pada bulan Desember 2015 lalu. Selain mengurus riset, ia juga masih aktif mengajar dan menjalani praktik dokter.

Menjadi perempuan memang bukan hal yang mudah. Perempuan diberi tanggung jawab untuk mengurus anak sejak kecil hingga tumbuh besar. Belum lagi apabila perempuan tersebut meniti karir dalam pekerjaan yang ditekuni.

Inge menekankan bahwa pendidikan adalah kunci utama bagi perempuan. Ia tak setuju apabila menempuh pendidikan setinggi-tingginya hanya boleh diakses oleh kaum laki-laki saja. Baginya, kesetaraan gender harus berlaku dalam dunia pendidikan.

“Kalau pada masa itu, Kartini memperjuangkan pendidikan bagi perempuan. Itu masih relevan hingga saat ini. Pendidikan bagi perempuan dan laki-laki tidak boleh dibedakan. Para perempuan adalah calon ibu. Ia akan mendidik generasi-generasi berikutnya,” tegas Inge.

Inge menuturkan bahwa memang tak mudah untuk menjalani berbagai tugas dalam waktu yang bersamaan, khususnya pada awal karir. Namun, ia kini sudah mengikuti ritme kerja di kampus dan di lingkungan keluarga. Bagi Inge, kunci utamanya adalah menyeimbangkan karir dan keluarga.

(4)

dengan sukses. Keluarga harus tetap diperhatikan dan karir juga harus berjalan profesional. Memang bukan hal yang mudah apalagi masa awal-awal berkarir, tapi keduanya harus dijalankan secara maksimal karena waktu tidak akan membawa kita kembali,” tutur Inge. (*)

Penulis: Defrina Sukma S Editor: Nuri Hermawan

Prof. Sri Iswati, Mensyukuri

Kesetaraan Gender dengan

Menjunjung Profesionalisme

UNAIR NEWS – Di zaman sekarang, khususnya di kota besar

seperti Surabaya, kesetaraan gender sudah menjadi barang umum. Baik laki-laki maupun perempuan, dapat mengemban hak dan kewajiban yang sama. Bahkan, kota pahlawan ini dipimpin oleh seorang wali kota perempuan.

Di kampus, gaji dosen satu dengan yang lain tidak dibedakan berdasarkan jenis kelamin. Gelar guru besar, jabatan dekan, dan pangkat tertinggi, dapat dicapai oleh siapapun. Artinya, tidak ada diskriminasi di sana.

Nikmat kesetaraan tersebut, kata Direktur Sekolah Pascasarjana UNAIR Prof. Dr. Hj. Sri Iswati, SE., M.Si., Ak., mesti disyukuri oleh semua orang. Khususnya, para perempuan. Bagaimana cara mensyukurinya?

Pertama, menghaturkan terimakasih pada Tuhan Yang Maha Esa. Kedua, melakukan ibadah sebagai bentuk syukur. Ketiga, mengerjakan segala sesuatu dengan semangat profesionalisme.

(5)

“Semua orang dihidupkan di dunia dengan perannya masing-masing. Ada yang sebagai dekan, pejabat birokrasi, office boy atau cleaning service, dan lain sebagainya. Namun, semua orang harus melakukan tugasnya dengan baik dan profesional,” kata perempuan yang biasa disapa Is tersebut.

Ditambahkan Ibu dua anak tersebut, semua pekerjaan mesti dilakukan dengan optimal. Tidak boleh setengah-setengah. Sebab, Tuhan menganugerahi manusia dengan kemampuan yang maksimal. Profesionalisme tersebut, ujar Guru Besar Fakultas E k o n o m i d a n B i s n i s t e r s e b u t , b a k a l b e r u j u n g p a d a kebermanfaatan. Tanpa profesionalisme atau totalitas dalam berkarya, seseorang tidak akan bisa memberi manfaat yang besar.

“Agama sudah mengajarkan, orang yang paling baik adalah yang paling bermanfaat bagi sebanyak-banyaknya manusia,” papar dosen yang menyandang gelar professor pada usia 43 tahun tersebut.

Keseriusan dalam bekerja atau bersumbangsih di lingkungan akan memberi catatan tersendiri. Baik di mata manusia, lebih-lebih dalam pandangan Tuhan. Kalau sudah begitu, semua akan berpulang pada diri sendiri. Kebaikan yang dilakukan, pasti akan berbalik pada yang mengerjakannya. (*)

Penulis: Rio F. Rachman

Mahasiswa D3 Radiologi Ubah

Limbah Jadi Karya Kreatif

UNAIR NEWS – Para mahasiswa UNAIR tidak pernah miskin

(6)

D3 Radiologi Fakultas Vokasi. Mereka mengkreasi limbah atau barang bekas menjadi karya sarat manfaat.

Semua itu bermula saat dosen di mata ajar kewirausahaan semester IV memberi mereka tugas. Sejumlah 53 mahasiswa yang dibagi menjadi empat kelompok itu wajib membuat hasta karya. Produk tersebut mesti realistis untuk dibisniskan. Maka itu, mereka juga harus membuat bisnis plan yang rasional.

“Mereka tidak boleh asal buat barang tanpa tahu mau disalurkan ke mana. Konsepnya mesti jelas,” kata Deni Yasmara, M.Kep. Ns., Sp.Kep.M.B, penanggung jawab mata ajar kewirausahaan. Selain Deni, terdapat tiga dosen lain. Yakni, Drs Puspandam Katias, MM, Firly Irhamni, SE. MM., dan Budi Prijo Witjaksono SST.

Yang menarik, limbah yang dipakai berasal dari bidang mereka sendiri. Dengan demikian, perpektif kewirausahaan yang dijadikan pedoman tidak jauh dari program studi yang digeluti. Limbah yang dikreasi tersebut antara lain berupa film rontgen yang sudah rusak, botol cairan kontras, karton pembungkus film rontgen, dan lain sebagainya. Memang, untuk “membisniskannya” dalam skala besar, perlu koordinasi dengan sejumlah stake holder. Baik di tingkat pusat hingga daerah.

Tapi, rencana tersebut bukan tidak mungkin. Mengingat, jaringan program studi radiologi yang sudah luas dan branding kampus UNAIR yang kuat. Bukan mustahil pula, suatu saat mereka akan ikut meramaikan pekan atau pameran handicraft berbahan dasar limbah.

Apa saja bentuk produk yang para mahasiswa itu sudah hasilkan? Berikut ulasannya.

(7)

L i l i n S o u v e n i r (Foto: Istimewa)

Salah satu kelompok yang menamai diri mereka Gift by Us ini membikin lilin souvenir. Bentuknya mungil. Bahan limbah yang dipakai adalah botol-botol kecil cairan kontras. Cairan tersebut kadang dipakai atau dioleskan pada bagian tubuh yang akan difoto rontgen.

“Kami pikir bentuk botol kontras itu lucu. Pasti menarik kalau dihias dan dijadikan barang. Nantinya, bisa dipakai jadi souvenir pernikahan atau kenang-kenangan,” kata Alifi Dika, salah satu anggota Gift by Us.

Mereka pun mulai menganalisa tentang apa yang bisa diciptakan dari botol-botol tersebut. Akhirnya, diputuskan untuk membuat lilin souvenir.

Cara pembuatannya cukup sederhana. Botol diisi dengan bahan lilin. Memang, yang dipakai bukan bahan lilin yang biasa digunakan untuk penerangan saat mati lampu. Melainkan, dari parafin yang umumnya dipakai sebagai bahan bakar para petualang atau orang berkemah. Biar dapat dibentuk, parafin dipanaskan terlebih dahulu agar cair.

Pengisian botol memerlukan kesabaran tingkat tinggi. Sebab, supaya indah, parafin harus dicampur dengan pewarna. Tak hanya itu, parafin mesti dibuat berlapis-lais dengan warna yang berbeda.

(8)

berwarna merah dibiarkan mengeras terlebih dahulu selama beberapa menit. Setelahnya, baru dituangkan parafin hijau atau warna lain di atasnya. Begitu terus sesuai jumlah warna dan lapisan yang diinginkan.

Tidak semua lapisan dibuat vertikal. Ada juga yang diagonal. Dengan demikian, tiap pengisian parafin, botol mesti dimiringkan beberapa menit. Dalam tahap itulah kesabaran ekstra dibutuhkan.

Sumbu yang digunakan adalah benang wol. Benang ditanam memanjang ke dasar botol sebelum parafin dituang. Kalau pengerasan parafin sudah beres, lilin souvenir tinggal dikemas dalam kotak-kotak plastik kecil ditambah hiasan pemanis mata. “Ini kan souvenir. Jadi, fungsinya memang hiasan. Bukan untuk penerangan. Fokus kami, membuat barang ini selucu dan semenarik mungkin,” tambah Nuraida Yulianti, kawan Alifi.

Dalam bisnis plan Gift by Us, satu lilin souvenir dibandrol dengan harga Rp 8 ribu.

Tas Imut dan Tempat Ponsel

Tas Kecil dan Tas Ponsel (Foto: Istimewa)

Bahan dasarnya adalah film bekas rontgen yang sudah rusak atau tak terpakai. Dilipat sedemikian rupa untuk membentuk tas kecil dan tempat telepon seluler (Ponsel). Bahkan, bisa pula dikreasi menjadi wadah komputer jinjing. Ukurannya, bisa disesuikan dengan kebutuhan.

(9)

“Melipat film harus teliti. Soalnya, kalau keliru, bekas lipatan terdahulu bakal terlihat,” kata Agus Hamdani, salah satu anggota kelompok yang menamai dirinya dengan sebutan

Catty Flame.

Untuk membuat prototipe tersebut, kata Hamdani, kelompoknya memakai film bekas yang ada di rumah. Kebetulan, film tersebut sudah sangat lama tidak tersentuh dan rusak. Bisa dibilang, barang itu sudah menjadi sampah.

Saat ditanya kesulitan lain untuk membuat kreasi ini, anggota lain bernama Yolanda Pangestu tidak banyak mengeluh. “Seperti yang dikatakan Hamdani, melipat-lipat film butuh kecermatan dan ketelatenan. Kalau bentuk awalnya sudah jadi, baru ditambahi aksesori pita atau bunga untuk mempercantik. Bisa direkatkan pakai lem dengan tetap menjaga kerapian,” ungkap dia.

Per satu buah kerajinan, harga yang dipatok sekitar Rp 15 ribu sampai Rp 25 ribu. Tergantung ukuran dan tingkat kesulitan pembuatan.

Lampu Hias

Lampu Hias (Foto: Istimewa)

Sepintas, modelnya seperti lampion. Bentuknya kotak persegi panjang dengan tinggi sekitar 50 cm. Bahan dasarnya, karton

(10)

pembungkus film. Kalau diperhatikan, presisi kotak tersebut tak kalah dengan buatan pabrik.

Ada dua prototipe yang dibuat kelompok bernama Sentolop Corp tersebut. Pertama, bermotif lampu belajar. Untuk menegaskan esensi barang ini yang memang berupa: lampu hias. Kedua, bertingkat vertikal dengan cat warna hitam. Ada kesan berundak sehingga lampu yang dihasilkan berpendar dengan tekstur selang-seling.

“Di dalam frame yang kami buat itu diberi lampu LED yang tidak gampang panas. Pastinya, tetap butuh kabel dan aliran listrik,” ujar Nur Aisyah Arie, salah satu pembuat lampu hias tersebut. “Konsumen kami adalah pecinta hiasan rumah. Bisa pula, restoran atau kafe yang ingin memberi suasana berbeda di tempatnya,” kata Irfan Rizkiansyah, rekannya.

Ditambahkan mahasiswi lain di kelompok tersebut bernama Sheilla Aulia Usman, pembuatan karya ini butuh ketekunan. Sebab, mereka mesti membuat bentuk-bentuk kotak persegi panjang dari karton. Artinya, semua mesti dipermak simetris dan berlapis agar kokoh. Biar tampak indah dan tidak terlihat sembarangan. “Kerjasama tim dan keseriusan adalah kuncinya,” ujar dia.

Bila dijual, harga per lampu hias berkisar Rp 80 ribu per buah.

(11)

Kado film siluet (Foto: Istimewa)

Pernah melihat mas kawin berupa jejeran uang yang diatur dalam pigura? Meski tidak sama persis, karya kali ini memiliki sedikit kesamaan dengannya. Ada kemiripan konsep dengan pigura macam itu. Namun, bahan dasar dan bentuknya lebih kompleks. Karya ini diproyeksikan sebagai kado, kenang-kenangan, atau hantaran pernikahan.

Yang menarik, di dalamnya terdapat filuet: film siluet. Ya, ada siluet yang berbentuk wajah orang dan dikreasi dengan film bekas tak terpakai. Bentuk siluet itu bisa dibuat sesuai peruntukkan.

Misalnya, jika kado ini untuk seorang perempuan berjilbab, siluetnya bisa dibentuk seperti dia. Kalau kado ini untuk hadiah pernikahan, hantaran, atau pelengkap mas kawin, siluet bisa dibentuk sepasang kekasih: satu laki-laki dan satu perempuan.

Tak hanya bahan dasar siluet yang berasal dari limbah, frame pun diambil dari karton pembungkus film. Untuk memperkuat, karton dibuat berlapis-lapis. “Kami dapat bahan film dari IRD dr Soetomo atas bantuan seorang instruktur (pengajar),” kata Celyna Meytha, salah satu anggota kelompok WTF 13, kreator karya ini.

“Kado ini bisa dilengkapi ucapan: Happy Wedding, Happy

Birthday, Happy Graduation, dan lain sebagainya. Sesuai

kebutuhan. Siluet dan hiasan tambahan seperti pita atau bunga-bunga di dalam kado pun bisa divariasi,” imbuh Indriani Wijayanti, rekan Celyna.

Potongan-potongan compact disc tak terpakai ditempel di sekeliling frame. Gunanya, menambah kesan artistik. Penggarapan bagian ini tergolong rumit. Sebab, memotong

(12)

Maklum, karya ini bukan buatan pabrik yang didukung peralatan canggih. Semua dilakukan manual dan dengan perlengkapan seadanya.

“Meski demikian, totalitas kami tidak perlu dipertanyakan,” ujar Syahidah Bahu, salah satu anggota WTF 13 seraya tersenyum.

Kerumitan detail karya ini membuatnya dilabeli dengan harga lebih mahal dari tiga karya lain. Yakni, sekitar Rp 100 ribu hingga Rp 150 ribu per buah. (*)

Penulis: Rio F. Rachman

Science Awards untuk Peneliti

Bidang Kesehatan

UNAIR NEWS – Selasa (19/4), Universitas Airlangga menjadi

tuan rumah acara yang diselenggarakan oleh PT. Kalbe Farma Tbk. (Kalbe) bekerjasama dengan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Acara tersebut dihelat dalam bentuk forum diskusi bertema “Optimalisasi dan Komersialisasi Hasil Penelitian untuk Meningkatkan Daya Saing Bangsa”. Forum diskusi yang dilangsungkan di Aula Kahuripan, Kantor Manajemen UNAIR ini merupakan rangkaian program Ristekdikti-Kalbe Science Awards (RKSA).

Hadir sebagai pembicara, Dr. Muhammad Dimyati (Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan, Kemenristekdikti), Prof. dr. Singgih Riphat (Ahli Peneliti Utama Bidang Ekonomi dan Keuangan Badan Kebijakan Fiskal), Dr. Purwati (Sekretaris Pusat Kedokteran Regeneratif dan Stem Cell, RS. Dr. Soetomo), dan FX Widiyatmo (Head of Business Devolepment PT. Kalbe Farma

(13)

Tbk), dengan moderator Dr. Agus Zainal Arifin, S.Kom., M.Kom (Finalis Best Research Award 2014, ITS).

RKSA diselenggarakan satu kali dalam dua tahun, dan telah terselenggara lima kali terhitung sejak 2008 silam. Program RKSA merupakan program penghargaan bagi para peneliti terbaik yang telah berkontribusi aktif di dunia penelitian dan pengembangan, khususnya bidang kesehatan dan ilmu hayati.

“Ini merupakan bagian dari kontribusi Kalbe untuk mendorong para peneliti untuk menghasilkan penelitian, sebagai bagian dari peningkatan daya saing bangsa. Program ini juga dimaksudkan untuk mendorong para peneliti Indonesia agar produktif meneliti sebagai kontribusi untuk kesehatan masyarakat,” ujar Herda, perwakilan Manajemen PT. Kalbe saat memberikan sambutan.

Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan apresiasi kepada peneliti Indonesia yang memiliki dedikasi dan telah bekerja keras dalam menghasilkan karya penelitian di bidang kesehatan. Bidang penelitian yang dimaksud meliputi Kesediaan Bahan Obat (Bioteknologi, Kimia Medisinal, Kimia Bahan Alam/Teknologi Farmasi), Diagnostik dan Metode Pengobatan, serta Pangan Fungsional. Target peserta yaitu seluruh peneliti, baik dari pemerintah maupun swasta.

Prof. Mochammad Amin Alamsjah, Ir., M.Si., Ph.D, berharap agar program ini mampu mendorong para peneliti yang ada di UNAIR untuk semakin aktif melakukan penelitian.

“Kami (UNAIR, -red) berkeinginan agar program ini bisa ditindaklanjuti dengan program-program lainnya, agar dapat diaplikasikan dalam kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara,” ujar Prof Amin.

Tahun ini, pada kategori Best Research Awards, peneliti terbaik pertama akan mendapatkan dana sebesar Rp. 100 juta, terbaik kedua RP. 75 juta, dan terbaik ketiga RP. 50 juta. Sedangkan kategori Young Scientist Award, akan diambil satu

(14)

peneliti terbaik yang mendapatkan dana sebesar RP. 75 juta. Semua pemenang juga mendapatkan prioritas pembiayaan melalui SINAS Kemenristekdikti. Batas pendaftaran dan pengumpulan berkas paling lambat pada 3 Juni 2016.

Biasanya, problem yang banyak dihadapi para peneliti adalah lamanya pencairan dana yang telah dijanjikan. Pada kesempatan ini, Dimyati mengatakan bahwa pihak Kemenristekdikti menjamin tahun ini tidak akan terjadi keterlambatan pencairan dana.

“Jangan khawatir, dana sudah mulai keluar pada awal tahun. Tidak seperti dulu. Apa yang peneliti inginkan, kita akan berikan,” ujar Dimyati.

Produk gaya hidup banyak dicari

Pada kesempatan ini FX Widiyatmo mengatakan bahwa penelitian produk kesehatan yang banyak dicari bergantung dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat.

“Ke depan, prediksi penyakit yang muncul, banyak kaitannya dengan gaya hidup. Kemungkinan besar yang akan banyak muncul adalah penyakit yang berkaitan dengan stres. Bagaimana para peneliti bisa menghasilkan produk yang berkaitan dengan pola atau gaya hidup masyarakat. Bukan hanya mengobati, tapi juga preventif (bersifat mencegah),” ujar Widiyatmo. (*)

Penulis : Binti Quryatul Masruroh Editor : Nuri Hermawan

(15)

Kenali

Proses

Produksi

Televisi

UNAIR NEWS – Bisa memperluas wawasan secara langsung melalui

para praktisi tentu menyenangkan, terlebih pengetahuan tersebut adalah hal yang lumrah kita konsumsi sehari-hari. Siapa tak penasaran dengan proses produksi di bidang penyiaran televisi? Atau barangkali Anda ingin mengetahui alur kerja media penyiaran dari bahan mentah menjadi tontonan?

Kali ini, mahasiswa Universitas Airlangga dan masyarakat umum diajak untuk mengetahui proses belakang layar pertelevisian Indonesia. Para anggota Asosiasi Televisi Swasta Seluruh Indonesia (ATVSI) menyelenggarakan ‘Seminar Jurnalistik dan Produksi Kreatif Televisi’ di Airlangga Convention Center (ACC), Kampus C UNAIR, pada Kamis (21/4).

Seminar yang akan dilangsungkan pada pukul 09.00 – 13.00 WIB, dihadiri oleh berbagai narasumber dari berbagai media televisi nasional, seperti, Andini Effendi (Metro TV), Bayu Andrianto (TV One), Pramita Andini (SCTV), Iqbal Kurniadi (Trans TV), M. Choiril Alam (RCTI), dan perwakilan anggota ATVSI lainnya.

Tak ada salahnya untuk menambah pengetahuan dari narasumber yang menjadi ahli di bidangnya. Apalagi, Ketua Pusat Informasi dan Humas UNAIR, Drs. Suko Widodo, M.Si, mengatakan bahwa pengetahuan jurnalistik di kampus masih terbatas pada lingkup teoretis.

“Kalau mahasiswa dan masyarakat mengikuti acara ini, tentu saja akan menambah pengetahuan peserta. Siapa tahu, dengan mereka mengikuti acara ini, mereka termotivasi untuk membuat karya jurnalistik,” tutur Suko.

Suko menambahkan bahwa, para pimpinan UNAIR telah dijadwalkan hadir untuk mengikuti pelatihan jurnalistik televisi kali ini.

(16)

Selain pelatihan jurnalistik, peserta juga bisa mengikuti kegiatan donor darah bersama Palang Merah Indonesia, dan penyuluhan tentang kanker payudara bersama Lovepink Indonesia. Untuk pendaftaran di hari Rabu (20/4), peserta bisa mengunjungi meja Pusat Informasi yang berada di lantai 1 gedung Kantor Manajemen (Rektorat) UNAIR pada jam kerja. Bagi peserta yang ingin mendaftar secara on the spot (21/4), bisa langsung menuju lokasi acara seminar di ACC Kampus C UNAIR. So, tunggu apa lagi? Daftarkan dirimu sekarang! (*)

Penulis : Defrina Sukma S Editor : Nuri Hermawan

Referensi

Dokumen terkait

b.Guru memberi tugas rumah kepada siswa untuk mempelajari materi berikutnya dan mengerjakan kegiatan 3.4.1 tentang Evaluasi dampak dari suatu kasus pembangunan di suatu

Namun tidak demikian halnya jika suatu survei yang dilakukan terkait dengan isu-isu yang sifatnya privat atau isu-isu yang bersifat sensitif bagi diri responden, seperti

Bandung: Program Magister Manajemen Bisnis dan Administrasi Teknologi PPS-ITB, 2000. Tesis (Magister Manajemen Bisnis dan Administrasi

Bangsa asing selain dimaksud pada huruf a sampai dengan g pasal ini yang menurut perkembangan kepala Daerah dapat dikecualikan dari pengenaan pajakb.

Dari tabel diatas yang terdiri dari 32 responden dominan memberikan jawaban kurang setuju untuk dilakukan pengembagan sarana wisata berupa jaringan Air Bersiih pada

Dari pihak kepoliian diterangkan bahwa penyidik tidak melakukan penahanan yang mana dalam hal ini bertentangan dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 bahwa jelas

Untuk mencapai visi pendidikan 2025 maka dibagi dalam empat tema pembangunan pendidikan nasional, yaitu tema pembangunan pertama I (2005-2009) dengan fokus

Hasil yang didapat dari mengimplementasikan algoritma lebah untuk pencarian jalur terpendek dengan mempertimbangkan heuristik adalah rute jalur optimum yang bisa dilalui