• Tidak ada hasil yang ditemukan

KADAR SUPEROXIDE DISMUTASE SERUM YANG RENDAH SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERJADINYA ABORTUS INKOMPLIT TRIMESTER PERTAMA. dr. A.A.N. Anantasika, SpOG (K)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KADAR SUPEROXIDE DISMUTASE SERUM YANG RENDAH SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERJADINYA ABORTUS INKOMPLIT TRIMESTER PERTAMA. dr. A.A.N. Anantasika, SpOG (K)"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

KADAR SUPEROXIDE DISMUTASE SERUM YANG

RENDAH SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERJADINYA

ABORTUS INKOMPLIT TRIMESTER PERTAMA

dr. A.A.N. Anantasika, SpOG (K)

BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

RSUP SANGLAH DENPASAR

2013

(2)

i

RINGKASAN

Abortus merupakan komplikasi yang sering terjadi pada awal kehamilan. Lebih dari 80% abortus terjadi pada trimester pertama dan setelahpat menurun. Abortus inkomplit terjadi jika sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal dalam uterus dimana pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum.

Penyebab abortus tidak selalu jelas, begitu banyak etiologi yang menyebabkan. Saat ini dari perkembangan penelitian terhadap plasenta, muncul teori yang menghubungkan stres oksidatif yang terjadi pada saat proses plasentasi dengan patofisiologi terjadinya abortus. Beberapa penelitian terbaru menunjukkan adanya stres oksidatif karena ketidakseimbangan oksidan dan antioksidan pada jaringan uteroplasenta memegang peran penting dalam berbagai penyakit termasuk abortus.

Di dalam sel, Reaktif Oksigen Spesies (ROS) diproduksi secara terus-menerus sebagai akibat reaksi biokimia. Apabila produksi ROS dan radikal bebas yang lain melebihi kapasitas penangkapan oleh antioksidan, maka akan menimbulkan suatu keadaan yang disebut stres oksidatif. ROS yang berlebihan akan merusak lipid seluler, protein maupun DNA dan menghambat fungsi normal sel.

Superoxide dismutase (SOD) merupakan enzim antioksidan penting dalam mengatasi stres oksidasi karena berperan dalam mengkonversi radikal bebas anion superoksida (O2-). SOD merupakan antioksidan pencegah yang dapat menghambat sebelum anion superoksid menyebabkan kerusakan. Atas dasar itu peneliti ingin mengetahui apakah kadar SOD yang rendah merupakan faktor risiko terjadinya abortus inkomplit.

Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah kadar SOD serum yang rendah sebagai faktor risko terjadinya abortus inkomplit. Rancangan penelitian ini adalah studi kasus-kontrol, mana penelitian ini dilaksanakan di IGD dan Poliklinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP Sanglah Denpasar sejak Januar sampai Mei 2013.

Hasilnya sebanyak 72 orang sample yang terdiri dari 36 orang kelompok kasus abortus inkomplit dan 36 orang lainnya kelompok kontrol ( hamil normal dengan usia kehamilan kurang dari 14 minggu). Dilihat dari karakteristik subjek penelitian dengan uji t- independent dengan nilai p> 0,05 pada ketiga variabel disimpulkan tidak terdapat perbedaan rerata umur, paritas dan usia kehamilan pada kelompok kasus dan kontrol. Rerata kadar SOD serum pada kelompok kasus adalah 4,06 U/ml dan rerata kadar SOD serum pada kelompok kontrol adalah 5,49 U/ml dengan dengan nilai p< 0,05 yang berarti ada perbedaan yang bermakna. Nilai cut off point kadar SOD serum berdasarkan kurva ROC adalah 4,31U/ml dengan nilai sensitivitas 83,3% dan nilai spesifisitas sebesar 77,8%. Nilai odd ratio didapatkan 17,5, IK 95%= 5,39-56,78, p=0,001 yang berarti kadar SOD serum yang rendah merupakan faktor risiko terjadinya abortus inkomplit sebesar 17,5 kali.

(3)

ii

ABSTRAK

Kadar Superoxide Dismutase Serum yang Rendah Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Abortus Inkomplit Trimester Pertama

Abortus merupakan komplikasi kehamilan pada trimester pertama. Angka kejadian abortus spontan tinggi sejak saat konsepsi dimana sebagian besar kejadian tersebut tanpa disadari karena diduga suatu haid biasa. Abortus inkomplit merupakan abortus dimana sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri. Penyebab pasti abortus tidak selalu jelas,tetapi stres oksidatif yang terjadi pada proses plasentasi diperkirakan sebagai penyebab. Superoxide dismutase (SOD) merupakan antioksidan enzimatis yang penting dalam mengatasi stres oksidatif karena berperan dalam mengkonversi radikal bebas anion superoksida. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran SOD serum pada abortus inkomplit. Manfaat dari penelitian ini diharapkan ditemukan suatu metode pencegahan insiden abortus.

Desain pada penelitian ini berupa studi kasus-kontrol yang melibatkan 72 orang wanita yang dikelompokkan menjadi 36 orang kasus abortus inkomplit dan 36 orang hamil muda usia kehamilan kurang dari 14 minggu sebagai kontrol yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, yang datang ke Rumah Sakit Sanglah Denpasar. Dilakukan pemeriksaan serum darah untuk mengetahui kadar SOD serum pada kedua kelompok dengan metode Elisa.

Berdasarkan uji t-independent diperoleh hasil yaitu tidak terdapat perbedaan bermakna dalam hal umur ibu, umur kehamilan dan paritas antara kelompok kasus abortus inkomplit dan kelompok kontrol yaitu hamil muda usia kehamilan kurang dari 14 minggu (p>0.05). Terdapat perbedaan (p<0.05) yang secara signifikan bermakna antara kadar SOD serum pada abortus inkomplit (4,06 ±0.49) dan hamil muda normal usia kehamilan kurang dari 14 minggu (5,49 ±1,52). Dengan uji Chi-Square diperoleh nilai rasio odds (RO=17,5;IK95%=5,39-56,78,p=0,001) Berdasarkan kurva ROC diperoleh nilai cut of point kadar SOD serum adalah sebesar 4,31U/ml.

Kadar SOD serum ≤ 4,31U/ml pada wanita hamil muda usia kehamilan kurang dari 14 minggu memiliki risiko untuk terjadinya abortus inkomplit sebesar 17,5 kali. Kata Kunci : Abortus inkomplit, kadar superoxide dismutase serum

(4)

iii ABSTRACT

Low Serum Superoxide Dismutase Level as a Risk Factor of firstTrimester Incomplete Abortion

Miscarriage is early pregnancy complication. There is estimation that high since conception, but most of the incidence occurs without any warning and presumed as a normal menstruation. Incomplete abortion defined as an abortion in which a conception is expelled from the uterus. Clinically, incomplete abortion is common in the hospital. There are still unclear causes of abortion. Oxidative stress that occurs in placentation process predicted as one of the cause of abortion. Superoxide dismutase (SOD) an essential enzymatic antioxidant response to oxidative stress by acting on anion superoxida radical conversion. The purpose of this study was to prove that low serum SOD as the risk factor of miscarriage. The benefits of this study are expected to found method of prevention miscarriage incident

The study was a case control study involving 72 women and divided in to two groups, 36 women with incomplete abortion as case and 36 women with normal pregnancy as control who came to Sangah hospital. Blood serum was checked to determine the level of SOD in both group with Elisa method.

By using independent t-test, it was found no significancy different in maternal age, gestational age and parity between case and control (p>0,05). There was significant difference of serum SOD level between incomplete abortion (4,06 ±0.49 U/ml) and normal pregnancy (5,49 ±1,52U/ml) (p<0,05). By Chi-square tes it was found odd rasio level (RO=17,5;IK95%=5,39-56,78,p=0,001). By ROC kurve we found cut off point level SOD is 4,31U/ml.

It was concluded that serum SOD level ≤ 4,31U/ml in early pregnancy has 17,5 times risk to become incomplete abortion.

Keywords: incomplete abortion, serum superoxide dismutase level

(5)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Abortus merupakan komplikasi yang sering terjadi pada awal kehamilan. Kehamilan dapat berakhir dengan terjadinya abortus, baik itu abortus iminens, insipien, inkomplit maupun komplit. Abortus inkomplit terjadi jika sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal dalam uterus dimana pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum. Sebagian besar abortus terjadi pada trimester pertama.

Diperkirakan kejadian abortus spontan (miscarriages) tinggi pada wanita hamil sejak saat terjadinya konsepsi namun sebagian besar kejadian tersebut tanpa disadari karena diduga suatu haid biasa. Dan dari sejumlah kasus yang disadari, 15-20% berakhir dengan abortus spontan (Petrozza dan Berlin, 2010). Lebih dari 80% abortus terjadi pada trimester pertama dan sisanya terjadi sebelum kehamilan 20 minggu (Bernirschke dan Kaufmann, 2000). Disebut abortus inkomplit dimana sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal di kavum uteri(Griebel, 2005;Hadijanto, 2008).

Penyebab abortus tidak selalu jelas, begitu banyak etiologi yang menyebabkan, diantaranya kelainan kromosom pada fetus, faktor ibu seperti infeksi, nutrisi, mioma uteri (Cunningham dkk, 2007). Saat ini dari perkembangan penelitian terhadap plasenta, muncul teori yang menghubungkan stres oksidatif yang terjadi pada saat proses plasentasi dengan patofisiologi terjadinya abortus (Biri dkk, 2006; Ruder dkk,

(6)

2

2008). Beberapa penelitian terbaru menunjukkan adanya stres oksidatif karena ketidakseimbangan oksidan dan antioksidan pada jaringan uteroplasenta memegang peran penting dalam berbagai penyakit termasuk abortus (Jauniaux dkk, 2004).

Radikal bebas adalah setiap unsur yang mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan di orbit yang paling luar. Radikal bebas mempunyai sifat sangat reaktif dan dapat mengubah molekul menjadi radikal. Radikal bebas merupakan suatu bentukan yang dihasilkan oleh pernapasan secara aerob dan reaksi metabolik yang lain. Salah satu radikal bebas penting yang dihasilkan pada preeklampsia dan abortus adalah radikal bebas anion superoksida (O2-). Radikal bebas ini akan merusak membran sel yang banyak mengandung asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak sebagai radikal bebas yang sangat toksik beredar di seluruh tubuh, dan akan merusak membran sel endotel. Oleh karena itu diperlukan antioksidan untuk menetralisir radikal bebas (Biri dkk, 2006).

Di dalam sel, Reaktif Oksigen Spesies (ROS) diproduksi secara terus-menerus sebagai akibat reaksi biokimia. Apabila produksi ROS dan radikal bebas yang lain melebihi kapasitas penangkapan oleh antioksidan, maka akan menimbulkan suatu keadaan yang disebut stres oksidatif. ROS yang berlebihan akan merusak lipid seluler, protein maupun DNA dan menghambat fungsi normal sel (Kohen dan Nyska, 2002).

Superoxide dismutase (SOD) merupakan enzim antioksidan penting dalam mengatasi stres oksidasi karena berperan dalam mengkonversi radikal bebas anion superoksida (O2-). SOD merupakan antioksidan pencegah yang dapat menghambat sebelum anion superoksid menyebabkan kerusakan. Cara kerja SOD dalam mengimbangi stres oksidatif adalah dengan mengkonversi anion superoksida (O2-)

(7)

3

menjadi komponen lain yang kurang berbahaya yaitu hidrogen peroksida yang selanjutnya dikatalase menjadi air (H2O). Sebagian besar oksigen reaktif dibentuk di dalam mitokondria sel dan dikonversi oleh SOD mejadi H2O2, lalu ensim katalase mengkonversi H2O2 menjadi O2+ H2O (Jauniaux dkk, 2004).

Dalam kehamilan, SOD berperan sangat penting pada awal kehamilan, untuk keberhasilan implantasi dengan melindungi blastokist dari radikal superoksid. Pada abortus spontan hampir selalu berhubungan dengan kontraksi uterus. Sejauh ini mekanisme pasti mengenai terjadinya pengeluaran spontan pada abortus belumlah jelas. Tetapi seperti yang kita ketahui kontraksi uterus dapat disebabkan oleh prostaglandin F2α (PGF2α) dan menariknya sintesis PGF2α dapat distimulasi oleh reaktif oksigen

species (ROS) (Sugino dkk, 2000; Warren dkk, 2005).

Belum banyak yang meneliti pengaruh kadar SOD pada kejadian abortus. Kadar SOD pada wanita hamil normal dikatakan lebih rendah dari pada wanita tidak hamil. Di Turki, kadar SOD pada wanita yang mengalami abortus spontan lebih rendah (192,5±21,5 IU/ml) dari pada kehamilan normal (219,6±25,9 IU/ml) dengan umur kehamilan yang sama (Ozkaya dkk, 2008). Di Indonesia, khususnya di Bali belum pernah dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh kadar SOD pada wanita yang mengalami abortus. Bila hipotesis pada penelitian ini terbukti, maka dapat dilakukan usaha untuk mencegah abortus dengan memberikan antioksidan. Atas dasar itu peneliti ingin mengetahui apakah kadar SOD yang rendah merupakan faktor risiko terjadinya abortus inkomplit.

(8)

4 1.2 Rumusan Masalah

Apakah kadar serum SOD yang rendah merupakan faktor risiko terjadinya abortus inkomplit pada trimester pertama?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui kadar SOD serum yang rendah merupakan faktor risiko terjadinya abortus inkomplit trimester pertama.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat bagi Pengetahuan Manfaat bagi pengetahuan adalah:

1. Untuk memberikan sumbangan terhadap ilmu pengetahuan tentang pengaruh antioksida terhadap kejadian abortus inkomplit.

2. Jika penelitian terbukti, dapat dilakukan penelitian lanjutan apakah pemberian SOD (antioksidan) pada kehamilan muda dapat menurunkan terjadinya abortus.

1.4.2 Manfaat bagi Pelayanan

Jika terbukti pemberian SOD menurunkan kejadian abortus dapat dipakai sebagai salah satu usaha untuk pencegahan kejadian abortus.

(9)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Abortus

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Disebut abortus inkomplit jika sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal.

Secara klinis, klasifikasi abortus spontan dapat dengan berbagai cara. Pembagian yang paling sering digunakan adalah abortus iminen, insipien, inkomplit, dan missed abortus. Abortus inkomplit terjadi jika sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal dalam uterus dimana pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum. Perdarahan biasanya masih terjadi jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit tergantung pada jaringan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian placental site masih terbuka sehingga perdarahan berjalan terus. Pasien dapat jatuh dalam keadaan anemia atau syok hemoragik sebelum sisa jaringan konsepsi dikeluarkan. Pemeriksaan USG hanya dilakukan bila kita ragu dengan diagnosis secara klinis. Pada pemeriksaan USG didapatkan adanya jaringan heterogenous dengan atau tanpa kantong gestasi, distorting midline endometrial echo serta endometrial thickness. Besar uterus sudah lebih kecil dari umur kehamilan dan kantong sudah sulit dikenali, dikavum uteri tampak massa hiperekoik yang bentuknya tidak beraturan ( Hadijanto, 2008; Cunningham, dkk.2010). 2.1.1 Angka Kejadian

(10)

6

Sekitar 20 % dari ibu hamil akan mengalami perdarahan sebelum 20 minggu kehamilannya dan setengahnya akan akan terjadi abortus spontan (Griebel, 2005). Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena abortus spontan dan tidak jelas umur kehamilannya hanya sedikit memberikan gejala atau tanda sehingga biasanya ibu tidak melapor atau berobat. Sementara itu, dari kejadian yang diketahui 15-20 % merupakan abortus spontan atau kehamilan ektopik. Sekitar 5% dari pasangan yang mencoba hamil akan mengalami 2 kali keguguran yang beruntun, dan sekitar 1 % dari pasangan mengalami 3 atau lebih keguguran yang beruntun (Hadijanto, 2008).

2.1.2 Penyebab Abortus

Lebih dari 80% abortus terjadi pada 12 minggu pertama, dan setelah itu angka ini cepat menurun. Kelainan kromoson merupakan penyebab utama, paling sedikit separuh dari kasus abortus dini, dan setelah itu insidennya juga menurun (Gracia, 2005; Cunningham dkk, 2007). Abortus yang terjadi karena gangguan hormonal biasanya terjadi usia kehamilan 8-10 minggu. Progesteron pada kehamilan normal disekresikan oleh korpus luteum sejak kehailan 6 minggu, dan pada kehamilan 8-10 minggu dihasilkan oleh plasenta. Apabila produksi progesteron berkurang, perkembangan endometrium terganggu dan uterus menjadi iritabel, akibatnya implantasi konsepsi tidak sempurna sehingga terjadi abortus. Infeksi yang menyebabkan abortus antara lain: toxoplasmosis, sifilis, malaria. Antibodi antifosfolipid dapat menyebabkan abortus pada trimester pertama. Kelainan kongenital anatomi uterus seperti uterus unikornu, uterus bikornus dan uterus septum. Kelainan uterus yang didapat seperti mioma uteri, perlengketan endometrium pasca kuretase (Asherman’s syndrome) dan kelainan anatomi dan fungsional serviks uteri seperti serviks inkompeten. Semua jenis kelainan

(11)

7

atau defek anatomi saluran reproduksi ini, membawa implikasi peningkatan 25 sampai 50% resiko abortus spontan pada kehamilan trimester kedua. Penyakit sistemik yang dapat menyebabkan abortus misalnya hipertensi dan diabetes mellitus (Gracia dkk,2005; Cunningham dkk,2007).

Disamping faktor–faktor diatas, saat ini beberapa studi menunjukan adanya peranan stres oksidatif sebagai penyebab terjadinya abortus. Peran reaksi oksidatif pada plasenta akan mengalami kelainan dari plasenta itu sendiri (Jauniaux dkk, 2006). 2.2 Radikal Bebas dan Stres Oksidatif

2.2.1 Radikal Bebas

Dewasa ini, dunia kedokteran dan kesehatan banyak membahas tentang radikal bebas dan antioksidan. Hal ini karena sebagian besar penyakit diawali oleh adanya reaksi oksidasi yang berlebihan didalam tubuh. Tampaknya oksigen merupakan sesuatu yang paradoksial dalam kehidupan. Molekul ini sangat dibutuhkan oleh organisme aerob karena memberi energi pada proses metabolisme dan respirasi, namun pada kondisi tertentu keberadaannya dapat berimplikasi pada berbagai penyakit (Winarsi,2007).

Radikal bebas merupakan spesies kimiawi dengan satu elektron yang tak berpasangan di orbit terluar. Keadaan kimiawi tersebut sangat tidak stabil dan mudah bereaksi dengan zat kimia organik atau anorganik, saat dibentuk didalam sel, radikal bebas segera menyerang dan mendegradasi asam nukleat dan berbagai molekul membran sel. Selain itu radikal bebas menginisasi reaksi autokatalitik sehingga semakin memperbanyak rantai kerusakan (Mitchell, Contran, 2008; Ruder dkk, 2008 ). Target utama radikal bebas adalah protein, asam lemak tak jenuh dan lipoprotein, serta

(12)

8

unsur DNA termasuk karbohidrat (Agarwal dkk, 2005). Radikal bebas dihasilkan dari metabolisme normal sel-sel tubuh, fagositosis sebagai bagian dari reaksi inflamasi, radiasi, polusi, merokok dan lain lain( Winarsi, 2007).

Radikal bebas oksigen atau Reaktif Oksigen Spesies (ROS) adalah produk normal dari metabolisme seluler. ROS memiliki efek menguntungkan dan efek merugikan. Efek menguntungkan ROS terjadi pada konsentrasi rendah hingga sedang, merupakan proses fisiologis dalam respon seluler terhadap bahan-bahan yang merugikan, seperti dalam pertahanan diri terhadap infeksi, dalam sejumlah fungsi sistem sinyal seluler dan induksi respon mitogenik (Valko dkk, 2006). Efek merugikan dari radikal bebas yang menyebabkan kerusakan biologis dikenal dengan nama stres oksidatif (Kovacic, 2001). Hal ini terjadi dalam sistem biologis akibat produksi ROS yang berlebihan maupun akibat defisiensi antioksidan. Dengan kata lain, stres oksidatif terjadi akibat reaksi metabolik yang menggunakan oksigen dan menunjukkan gangguan keseimbangan status reaksi oksidan dan antioksidan pada mahluk hidup. ROS yang berlebihan akan merusak lipid seluler, protein maupun DNA dan menghambat fungsi normal sel (Gambar 2.1).

(13)

9

Gam bar 2.1 Kerusakan Akibat Reaktif Oksigen Spesies ( Kohen dan Nyska, 2002)

Molekul oksigen reaktif termasuk radikal bebas, pada keadaan normal dibentuk secara kontinyu sebagai hasil sampingan proses metabolisme selular. Superoxid (O2-) dapat bereaksi dengan nitrit oksida (NO) yang menghasilkan peroksinitrit (ONOO-) yang kemudian akan dioksidasi menjadi nitrat (NO3-). NO merupakan suatu endotelium-derived relaxing factor (EDRF), suatu zat yang menyebabkan vasodilatasi sebagai respon terhadap asetilkolin. Peroksinitrit ini sangat sitotoksik dan menyebabkan kerusakan oksidatif pada protein, lemak, dan DNA.

(14)

10 

Gambar 2.2. Bagan fisiologi pembentukan dan katalisasi radikal bebas (Jauniaux dkk,2000)

Metal transisi juga merupakan radikal. Di dalam tubuh, tembaga dan besi merupakan metal transisi yang terbanyak dan ditemukan dalam konsentrasi yang tinggi. Kedua logam ini berperan penting dalam Reaksi Fenton dan Haber-Weiss. Sebenarnya semua ion logam yang terikat pada permukaan protein, DNA atau makromolekul lain dapat berpartisipasi dalam reaksi ini. Logam yang tersembunyi di dalam protein, seperti dalam catalytic sites dan sitokrom atau kompleks simpanan tidak terpapar oksigen atau tetap berada dalam keadaan oksidasi sehingga tidak berperan dalam reaksi ini. Dalam reaksi Fenton, Ion Ferro (Fe+2) bereaksi dengan hidrogen peroksida (H2O2) membentuk ion ferri (Fe+3) dan radikal hidroksil (OH•). Reaksi Haber-Weiss merupakan reaksi antara radikal superoksid (O2•¯) dengan hidrogen peroksida (H2O2) yang kemudian

Cytoplasma Mitochondria Cytochrome P450 O2 + e -Superoxide Cu/Zn SOD Hydrogen peroxide H2O + O2 Electron Transport chain O2 + e -Superoxide Hydrogen peroxide Mn SOD GPX CAT H2O + O2 NO NO Peroxynitrite Hydroxyl radical GPX CAT

(15)

11

menghasilkan oksigen (O2) dan radikal hidroksil(OH•). Adanya logam transisi inilah yang dapat menerangkan mekanisme kerusakan in vivo yang ditimbulkan oleh radikal hidroksil (Kohen dan Nyska, 2002).

2.2.2 Stres Oksidatif

Stres oksidatif didefinisikan sebagai gangguan keseimbangan antara produksi radikal bebas dengan antioksidan yang menyebabkan kerusakan jaringan. Stres oksidatif dapat dihasilkan dari ( Winarsi, 2007):

1. Pengurangan level antioksidan, sebagai contoh terjadinya mutasi yang mempengaruhi pertahanan enzim antioksidan seperti SOD atau GPx atau adanya toksin yang melemahkan pertahanan antioksidan. Defisiensi mineral seperti Zn 2+, Mg2+, Fe 2+, Se juga dapat menyebabkan stres oksidatif.

2. Peningkatan produksi radikal bebas, sebagai contoh sel atau organisme yang terpapar oksigen dengan dosis tinggi atau toksin lain yang merupakan radikal bebas, atau adanya aktifasi berlebih dari sistem natural yang menghasilkan berbagai spesies yang reaktif seperti aktifasi sel-sel fagositik pada penyakit inflamasi kronis.

Organisme harus menghadapi dan mengontrol adanya prooksidan dan antioksidan secara terus menerus. Keseimbangan kedua faktor ini yang dikenal dengan nama redoks potensial, bersifat spesifik untuk tiap organel dan lokasi biologis. Hal-hal yang mempengaruhi kesimbangan ke arah manapun menimbulkan efek buruk terhadap sel dan organisme. Perubahan keseimbangan ke arah peningkatan pro-oksidan yang disebut stres oksidatif akan menyebabkan kerusakan oksidatif. Perubahan keseimbangan ke arah peningkatan kekuatan reduksi atau antioksidan juga akan

(16)

12

menimbulkan kerusakan yang disebut stres reduktif (Gambar 2.3) (Kohen dan Nyska, 2002).

Gambar 2.3 Keseimbangan Oksidan dan Reduktan ( Kohen dan Nyska,2002)

2.3 Antioksidan dan SOD 2.3.1 Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa pemberi elekron atau reduktan, sehingga mempunyai kemampuan untuk menetralkan efek radikal bebas. Sistem antioksidan tubuh melindungi jaringan dari efek negatif radikal bebas. Terdapat 3 kelompok antioksidan dalam tubuh manusia yaitu ( Winarsi, 2008):

1. Antioksidan Primer ( Endogenus)

Bekerja dengan cara mencegah pembentukan radikal bebas yang baru serta mengubah radikal bebas menjadi molekul yang tidak berbahaya. Termasuk didalamnya adalah superoxide dismutase (SOD), glutatin peroksidase ( GPx), dan katalase. Sering juga disebut antioksidant enzimatis.

(17)

13

2. Antioksidan Sekunder ( Eksogenus)

Berguna untuk menangkap radikal dan mencegah terjadinya reaksi berantai. Termasuk didalamnya adalah vitamin E (α-tokoferol), β karoten, asam urat, bilirubin dan albumin.

3. Antioksidan Tersier

Berguna untuk memperbaiki kerusakan biomolekuler yang disebabkan oleh radikal bebas. Termasuk didalamnya adalah DNA repair enzyme dan metionin sulfoksida reduktase.

2.3.2 Superoxide Dismutase (SOD)

Superoxide Dismutase (SOD) diisolasi pertama kali oleh Mann dan Kleilin tahun 1938 (Winarsi, 2007). SOD merupakan enzim yang mengkatalisis radikal superoksid menjadi hidrogen peroksida dan oksigen. Terdapat beberapa jenis SOD, seperti Copper-Zinc-SOD (Cu-Zn-SOD) yang terdapat di dalam sitosol terutama di lisosom dan nukleus, manganese-SOD (Mn-SOD) yang terdapat di dalam mitokondria, ekstraseluler SOD (EC-SOD) dan besi-SOD (Fe-SOD) yang hanya ditemukan pada tumbuhan (Cemelli dkk, 2009).

SOD merupakan enzim antioksidan pencegah, yang merupakan suatu antioksidan metalloenzim. SOD adalah enzim antioksidan intraseluler utama yang dapat digunakan untuk menetralisir aktifitas O2-. Secara umum semua SOD, ion metal (M) mengkatalisa dismutasi O2- melalui mekanisme oksidasi reduksi seperti dibawah:

M3+ + O2-  M2+ + O2

(18)

14

SOD menetralisir O2- menjadi oksigen dan hidrogen peroksida (H2O2). Selanjutnya H2O2 diubah menjadi molekul air (H2O) oleh enzim katalase dan peroksidase. Peroksidase yang penting dalam tubuh yang dapat meredam dampak negatif H2O2 adalah glutation peroksidase.

2O2- + 2H+ O2 + H2O2 (oleh superoksid dismutase) 2H2O2 2H2O + O2 (oleh katalase)

2GSH + H2O2 GSSG + 2H2O (oleh glutation peroksidase)

Gambar 2.4. Bagan mekanisme kerja SOD melindungi kerusakan sel (Jauniaux dkk, 2000)

Kerusakan sel dipicu oleh oksigen reaktif (ROS). Bisa juga berupa radikal bebas anion reaktif dari atom oksigen (O2-), atau molekul yang mengandung atom oksigen yang dapat memproduksi radikal bebas atau yang diaktifkan oleh radikal berupa radikal hidroksil, superoksida, hidroksi peroksida dan peroksinitrit. Sumber utama reaksi oksidatif berasal dari pernapasan aerob walaupun bisa juga diproduksi melalui

(19)

15

peroksisomal β-oksidasi asam lemak, komponen metabolik sitokrom P450. Dalam

kondisi normal, oksidasi reaktif dikeluarkan dari sel atas kerja SOD, katalase atau glutation peroksidase. Kerusakan utama pada sel terjadi akibat perubahan makromolekul seperti asam lemak pada lipid membrane, protein esensial dan DNA(Kohen dan Nyska, 2002).

2.4 Stres Oksidatif, Plasentasi dan Abortus 2.4.1 Stres Oksidatif dan Plasentasi

Plasentasi terjadi akibat infiltrasi difus pada endometrium dan sepertiga miometrium oleh sel trofoblas ekstravilli. Plasenta manusia digolongkan sebagai tipe hemokorial dengan trofoblas fetus direndam oleh darah ibu. Sebelumnya diperkirakan sirkulasi plasenta intervillous dibentuk setelah 1 minggu implantasi. Namun teori ini di bantah oleh Hustin dan Schaaps, yang menunjukkan bahwa sirkulasi intraplasenta ibu terbatas sebelum usia kehamilan 12 minggu. Data tersebut menunjukkan bahwa selama trimester pertama, rongga intervilli plasenta yang sedang berkembang dipisahkan dari sirkulasi uterus oleh sel-sel trofoblas yang menutupi arteri uteroplasental. Pada akhir trimester pertama sel-sel trofoblas ini hilang dan mengakibatkan darah ibu mengalir secara bebas ke ruang intervilli. Hal itu menunjukan, dalam kehamilan norrnal plasenta manusia tidaklah hemochorial murni setidaknya sampai akhir trimester pertama kehamilan ( Jauniaux dkk, 2003).

Perbandingan antara gambaran morfologi dengan data fisiologis menunjukkan bahwa struktur kantong gestasi pada trimester pertama di desain untuk membatasi pemaparan fetus terhadap oksigen yang sangat vital bagi pertumbuhan fetus. Data in

(20)

16

vivo mendemonstrasikan nilai tekanan parsial dari oksigen (PO2) dua hingga tiga kali lebih rendah pada umur kehamilan 8 hingga 10 minggu dibandingkan umur kehamilan 12 minggu. Seiring meningkatnya umur kehamilan antara minggu ke-7 hingga minggu ke-12, terdapat peningkatan yang progresif namun independen dari PO2 pada desidua, yang mungkin merefleksikan peningkatan volume darah maternal yang mengalir dalam sirkulasi uterus pada awal kehamilan (Watson dkk,1998; Raijmaker dkk, 2004;). Pada minggu ke 13-16, PO2 pada sirkulasi fetus hanya 24 mmHg, dibandingkan nilai yang ditemukan pada pertengahan kehamilan atau lebih dimana PO2 vena umbilikus berkisar antara 35 hingga 55 mmHg. Peningkatan bertahap pada PO2 intraplasenta yang dilihat pada umur kehamilan 8 hingga 14 minggu diikuti peningkatan konsentrasi mRNA dan aktivitas enzim antioksidan yang sebanding dalam jaringan villi. Gradien oksigen dalam uterus pada trimester pertama memiliki efek regulasi pada perkembangan dan fungsi jaringan plasenta (Jauniaux dkk, 2003). Khususnya gradien tersebut mempengaruhi proliferasi dan differensiasi sitotrofoblas selama proses invasi, serta mempengaruhi vaskulogenesis pada villi (Guerin dkk, 2001).

Hipoksia fisiologis pada kantong gestasi trimester pertama dapat melindungi perkembangan fetus terhadap kerusakan dan teratogenik dari efek OFRs. Data terakhir mengindikasikan hipoksia dibutuhkan untuk mempertahankan stem- cell pada fase pluripotent yang sempurna, karena pada kadar fisiologis, radikal bebas mengatur fungsi sel secara luas, khususnya faktor-faktor transkripsi. Produksi OFRs yang berlebih menyebabkan stres oksidatif. Stres oksidatif dan peningkatan oksigenasi mungkin juga menstimulasi sintesis dari berbagai protein trofoblastik seperti hCG dan estrogen. Konsentrasi hCG dalam serum maternal mencapai puncak pada akhir trimester pertama

(21)

17

dan kondisi oksidasi mempromosikan penyusunan subunit dari hCG in vitro. Konsentrasi hCG lebih meningkat lagi pada kasus seperti trisomi 21, dimana terdapat bukti adanya stres oksidatif trofoblas melalui ketidakseimbangan ekspresi enzim antioksidan (Jauniaux dkk, 2006; Lunghi dkk, 2007).

Gambar 2.5 Permukaan uteroplasenta awal dan akhir timester I (Jauniaux dkk, 2006)

2.4.2 Stres Oksidatif dan Abortus

Terdapat bukti yang jelas bahwa abortus adalah gangguan plasentasi dan perubahan villi. Dua pertiga dari gangguan kehamilan awal, kelainan plasentasi yang ditandai dengan sel trofoblas yang tipis dan terfregmentasi serta penurunan invasi sitotrofoblas di endometrium. Hal ini berkaitan dengan tidak adanya perubahan fisiologis dalam kebanyakan arteri spiralis dan menyebabkan onset dini sirkulasi maternal pada plasenta. Penyebab abortus, masuknya darah maternal ke ruang intervilli yang mempunyai dampak langsung mekanik pada jaringan villi dan memperluas kerusakan trofoblas yang dimediasi secara tak langsung oleh O2- serta meningkatkan apoptosis. Abortus juga didasari oleh konsentasi lipid peroksida yang meningkat pada jaringan desidua dan villi. Secara keseluruhan, menyebabkan degenerasi plasenta

(22)

18

dengan hilangnya fungsi sinsitiotrofoblas dan perlekatan plasenta pada dinding uterus. Mekanisme ini umum terjadi pada abortus trimester pertama.

Setiap faktor yang menyebabkan peningkatan fluktuasi abnormal dari konsentrasi O2 secara cepat dan berbahaya akan berefek cepat pada awal jaringan villi. Ada yang menyarankan pemisahan etiologi pada gangguan kehamilan awal yang disebabkan oleh stres O2 menjadi primer dan sekunder. Primer, penyebabnya jelas dan termasuk terutama kelainan kromosom yang ditemukan minimal 50% dari abortus dan sering dikaitkan dengan kelainan invasi trofoblas di desidua uterus. Semakin banyak bukti menunjukan hubungan antara abortus dan anomali dari salah satu enzim yang terlibat dalam metabolisme dari OFRs. Data-data ini mendukung konsep bahwa gangguan kehamilan awal dapat timbul dari gangguan primer dari plasentasi karena anomali genetik dari enzim atau co-faktor yang terlibat pada metabolisme O2.

Penyebab sekunder lebih komplek dan sering multifaktor. Sebagai contoh, peran dari maternal leukosit dan faktor imun lainnya seperti sitokin pada interaksi trofoblas desidua masih tidak jelas. Terdapat bukti bahwa sirkulasi sitokin level dan profil sitokin dalam desidua yang berbeda pada wanita yang mengalami abortus berulang. Beberapa penyakit seperti diabetes maternal dapat menghasilkan OFRs dalam jumlah yang lebih besar daripada plasenta awal (dimana antioksidan yang terbatas dapat mengatasinya) dapat menyebabkan kerusakan DNA dan oksidasi lemak dan protein, sehingga mengakibatkan disfungsi trofoblas sekunder (Jauniaux dkk,2006).

(23)

19 2.5 SOD Dalam Kehamilan

2.5.1 SOD Dalam Kehamilan Normal

SOD berperan dalam aktivitas korpus luteum, perkembangan embrio dan dalam pemeliharaan kehamilan muda. SOD bekerja sebagai faktor penghambat dari kerja peroksida yang berfungsi menghambat aktivitas hormon gonadotropin, steroidogenesis dan hilangnya fungsi folikel. Penelitian pada tikus menunjukkan SOD dibutuhkan untuk mempertahankan korpus luteum dan gestasi awal (Guerin dkk, 2001; Ozkaya dkk, 2008).

Aktivitas SOD sebanding dengan konsentrasi progesteron dalam serum pada kehamilan awal. Progesteron menginduksi desidualisasi endometrium pada awal kehamilan dan juga menginduksi ekspresi SOD. Hasil pada tikus menunjukkan konsentrasi oksigen yang tinggi berbahaya untuk perkembangan embrio secara invitro dan dapat dicegah dengan mengkultur embrio dalam suasana rendah oksigen. Kadar SOD dalam plasenta meningkat selama kehamilan dan aktivitas SOD yang rendah dalam plasma atau plasenta ditemukan pada kasus abortus spontan (Ozkaya dkk, 2006). Sugino dkk menemukan penurunan aktivitas total dari SOD dan peningkatan sintesis prostaglandin F2α dalam desisua pada kasus abortus spontan dengan perdarahan pervaginam, sehingga diduga terminasi kehamilan akibat penurunan aktivitas SOD yang menstimulasi sintesis prostaglandin. Pada kehamilan normal ditemukan peningkatan kadar SOD pada awal trimester pertama (Sugino dkk, 2000).

Pada endometrium manusia memiliki Cu,Zn-SOD pada sitosol dan Mn-SOD pada mitokondria. SOD merupakan enzimatik pertama dalam perlindungan sel dari oksigen reaktif. ROS meningkat pada fase sekresi lanjut sesaat sebelum menstruasi dan

(24)

20

menurun pada awal kehamilan terutama di desidua. Aktivitas SOD menurun pada fase sekresi lanjut namun meningkat pada desidua diawal kehamilan. Penemuan ini menunjukkan bahwa SOD berperan sangant penting dalam stabilitas jaringan endometrium (Sugino dkk, 2000).

Berdasarkan evaluasi sirkulasi plasenta pada berbagai masa kehamilan dengan menggunakan Doppler, tidak ditemukan sinyal nonpulsatile yang menunjukkan aliran darah maternal intraplasenta dalam rongga intervilli hingga umur kehamilan 10 minggu. Salah satu implikasi dari teori baru tersebut adalah bahwa kadar oksigen dalam plasenta janin stadium awal sangat rendah dan meningkat ketika mendapatkan aliran darah dari ibu. Sebaliknya, pada kehamilan muda dengan komplikasi, terlihat hipervaskularisasi pada plasenta jauh sebelum akhir trimester pertama dengan pemetaan color flow. Pada kehamilan dengan komplikasi, invasi endometrium oleh trofoblas ekstravilli sangat tebatas dibandingkan dalam keadaan normal. Pembatasan (plugging) arteri spiralis tidak sempurna dan dapat menjadi faktor predisposisi pada onset awal sirkulasi maternal. Jaringan plasenta memiliki enzim antioksidan dalam konsentrasi rendah dan aktifitas rendah selama trimester pertama sehingga menjadi sangat rentan terhadap kerusakan yang dimediasi oksidatif. Ditemukan peningkatan tajam dari ekspresi marker stres oksidatif pada trofoblas pada umur kehamilan 8 hingga 9 minggu yang berhubungan dengan onset sirkulasi pada kehamilan normal dan berspekulasi bahwa stres oksidatif yang berlebih pada plasenta dalam umur kehamilan muda mungkin merupakan faktor yang berperan dalam patogenesis kegagalan pada kehamilan awal dan preeklamsia (Jauniaux dkk, 2003).

(25)

21

Konsep onset prematur dari sirkulasi maternal berhubungan dengan peningkatan pembentukan spesies oksigen reaktif serta invasi trofoblas yang inadekuat dapat menyebabkan terjadinya preeklamsi dan aborsi spontan. Biomarker stres oksidatif diduga meningkat pada aborsi spontan sebelum umur kahamilan 10 minggu mungkin akibat dari aliran darah maternal yang abnormal serta regresi dari vili korion (Jauniaux dkk, 2003). Kadar MDA, GPX dan SOD dapat pula berubah pada kehamilan yang normal. Tingkat peroksidasi lipid pada jaringan plasenta atau plasma pada trimester pertama lebih tinggi dibandingkan pada akhir kehamilan atau saat persalinan (Ozkaya dkk, 2008). Embrio yang berimplantasi membutuhkan keadaan rendah oksigen agar terjadi perkembangan dan diferensiasi hingga umur kehamilan 10 minggu. Tidak adanya aliran darah maternal melindungi embrio dan serangan imunologi dan radikal bebas. Pada umur kehamilan 10-12 minggu sirkulasi maternal mulai terbentuk dan konsentrasi oksigen intraplasenta meningkat tajam. Radikal bebas merupakan molekul reaktif dengan elektron tanpa pasangan dan diproduksi secara terus-menerus dalam sel baik sengaja maupun tidak sebagai produk sampingan dari metabolisme. Rangkaian reaksi oksidasi-reduksi dalam transformasi meta bolisme protein, karbohidrat dan lemak terjadi dalam mitokondria yang disebut dengan fosforilasi oksidatif. Hasil produknya berupa oksigen dan derivatnya seperti radikal superoksida dan hidroksil. Abortus bisa diasosiasikan dengan stress oksidatif pada seluruh plasenta sehingga menyebabkan apotosis dan penurunan kolagen tipe IV (Sugino dkk, 2000; Ozkaya dkk, 2008).

SOD desidua memiliki peran penting dalam fungsi desidua dan mempertahankan kehamilan awal. Pada beberapa studi menunjukan Cu,Zn-SOD dalam

(26)

22

desidua bermanfaat dalam mempertahankan kehamilan dengan mencegah akumulasi lipid peroksidasi sampai sintesa prostaglandin F2 (PGF2) yang mencegah uterus berkontraksi (Sugiono dkk, 2000).

Apapun faktor yang terlibat dalam perlindungan SOD terhadap interaksi materno-plasenta, tujuan utama adalah untuk mengoptimalkan implantasi, plasentasi dan diikuti dengan transformasi progresif dari arteri spiralis maternal yang vasoreaktif menjadi arteri utero-plasenta yang flasid dan distensi yang dibutuhkan untuk mensuplai fetus yang sedang berkembang dan plasentanya dengan jumlah darah maternal yang akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur kehamilan (Jauniaux dkk, 2006).

Bahaya potensial stres oksidatif dari aliran darah maternal ke plasenta diduga merupakan fenomena yang progresif, dimana komunikasi antara arteri uteroplasenta dan rongga intervilli berawal dari beberapa pembuluh darah kecil dari akhir bulan kedua kehamilan. Dugaan ini didukung oleh temuan angiografi in vivo yang menunjukkan hanya beberapa lokasi terbuka pada rongga intervilli yang bisa diidentifikasi pada umur kehamilan 6,5 minggu, sedangkan pada umur kehamilan 12 minggu lebih banyak ditemukan. Studi anatomi menunjukkan migrasi trofoblas dan perubahan morfologi pada arteri uteroplasenta lebih luas terjadi pada bagian sentral dari plasenta (Jauniaux dkk, 2000)

(27)

23

Gambar 2.6. Patofisiologi abortus akibat stres oksidatif (Jauniaux dkk, 2000)

Extravilous trophoblast invasion of endometrium

Unpluging of arteries and onset of maternal circulation

Rise in intraplacental oxygen tension Maternal diet Parental genotype Syncytiotrophoblastic oxidative stress Antioxidant defences (SOD) Metabolic disorders Mitochondrial dysfunction Drugs Differentation trigger Induction of antioxidant enzymes Maladaptation of mitochondria Poor placental perfusion

Degeneration of syncytiotrophoblast

Early pregnancy failure

Chronic oxidative stress Pre-eclampsia

Resolution and continuing pregnancy

Fetal Genotype

Maternal immune system Endometrial Environtment

(28)

24 BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Embrio tumbuh dan berkembang dalam keadaan rendah oksigen terutama masa implantasi, karena dengan peningkatan O2 dapat memicu terbentuknya radikal bebas yang bersifat toksik terhadap embrio terutama sinsitiotropoblas. Normalnya sel tubuh dalam keadaan aerob menghasilkan radikal bebas sebanyak 1-2%.

Radikal bebas yang penting adalah anion superoksid (O2-), yang dapat dinetralisir oleh enzim SOD. Kadar SOD pada abortus inkomplit juga dipengaruhi faktor endogen dan eksogen.

Pada dua pertiga kasus abortus, terdapat bukti anatomis adanya defek pada plasentasi yang memiliki karakteristik lapisan pelindung trofoblas yang lebih tipis maupun terfragmentasi, invasi endometrium oleh trofoblas yang menurun dan tudung ujung arteri spiralis yang tidak sempurna. Hal ini berhubungan dengan tidak adanya perubahan fisiologis pada sebagian besar arteri spiralis dan menyebabkan onset prematur dari sirkulasi maternal pada seluruh plasenta.

(29)

25 3.2 Konsep

Gambar 3.1 Bagan kerangka konsep penelitian

3.3 Hipotesis

Kadar SOD serum yang rendah merupakan faktor risiko terjadinya abortus inkomplit pada trimester pertama.

.

Kehamilan

Metabolisme tubuh meningkat

Kadar SOD endogen rendah Stres Oksidatif Abortus Kadar SOD endogen normal Kehamilan Normal Antioksidan SOD Endogen Meningkat

(30)

26 BAB IV

METODELOGI PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian pada penelitian ini adalah studi kasus kontrol (case controle study ).

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1 Tempat penelitian

Penelitian dilaksanakan di IGD dan Poliklinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP Sanglah Denpasar, Laboratorium Patologi Klinik RSUP Sanglah Denpasar .

Kadar SOD ≤ cut off point Kadar SOD > cut off point *

*

Kadar SOD ≤ cut off point

Kadar SOD >cut off point

Hamil Normal ≤ 14 minggu Abortus Inkomplit ≤14 minggu

*NB : U/ml

Kasus

(31)

27 4.2.2 Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari sampai Mei 2013.

4.3 Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah semua ibu hamil dengan umur kehamilan ≤14 minggu yang datang ke IGD dan Poliklinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP Sanglah Denpasar.

4.4 Sampel Penelitian

4.4.1 Penghitungan Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus : n = {2 (Zα + Zβ) S}2

(X 1 – X 2)2

Keterangan:

X 1 = 219,6 (rerata SOD pada kehamilan normal (Ozkaya dkk,2008) X 2 = 192,5 (rerata SOD pada abortus,Ozkaya dkk, 2008)

S = 21,5 (Standar deviasi,Ozkaya dkk,2008) α = 1,96

(32)

28

n = (2 x(1,96 +1,28) x 21,5)2 (219,6 – 192,5 )2

n = 29,92~30 ditambahkan 20% = 36

Jadi jumlah sampel yang diperlukan pada penelitian ini adalah sebanyak 72 sampel. 4.4.2 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

4.4.2.1 Kriteria Inklusi :

Kasus

Ibu hamil muda mengalami perdarahan pervaginam yang berasal dari uterus pada umur kehamilan ≤ 14 minggu disertai keluarnya hasil konsepsi dimana sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal dalam uterus di mana pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam kavum uteri atau menonjol pada osteum uteri eksternum.

Kontrol

Ibu hamil normal dengan umur kehamilan ≤ 14 minggu.

4.4.2.2 Kriteria Eksklusi :

1. Abortus provokatus, abortus habitualis 2. Mola hidatidosa

3. Ibu hamil muda dengan kelainan anatomi uterus

4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

(33)

29

1. Variabel bebas : SOD

2. Variabel tergantung : Abortus inkomplit

3. Variabel terkontrol : Umur ibu, umur kehamilan, paritas.

4.5.2 Definisi Operasional Variabel

1. Abortus inkomplit adalah keluarnya hasil konsepsi dimana sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal dalam uterus di mana pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam kavum uteri atau menonjol pada osteum uteri eksternum, diagnosis yang ditegakkan oleh residen tingkat chief atau supervisor Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP Sanglah.

2. Kehamilan trimester pertama adalah kehamilan yang berlangsung sampai selesainya minggu ke-14

3. Abortus provokatus adalah tindakan abortus yang terjadi dengan sengaja dilakukan baik atas pertimbangan medis maupun bukan medis.

4. Kadar SOD serum merupakan kadar SOD serum yang diperiksa dengan metode Elisa dan dikerjakan di Laboratorium Patologi Klinik RSUP Sanglah.

5. Umur ibu merupakan umur ibu hamil yang dihitung dari tanggal lahir atau yang tercantum dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP).

6. Umur kehamilan merupakan umur kehamilan yang dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT) atau jika HPHT tidak jelas dapat dihitung berdasarkan hasil pemeriksaaan USG.

(34)

30

7. Paritas adalah jumlah anak lahir hidup yang dialami oleh ibu hamil sebelum kehamilan yang sekarang.

8. Hamil normal adalah bila masih dijumpai adanya kantong gestasi pada umur kehamilan lima minggu dengan fetal pole setelah kehamilan 6 minggu, fetal heart beat setelah umur kehamilan 8 minggu dengan USG oleh supervisor.

9. Nilai cut off point kadar SOD serum berdasarkan kurva ROC adalah 4,31U/ml dengan nilai sensitivitas 83,3% dan nilai spesifisitas sebesar 77,8%.

4.6 Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat pengumpul data meliputi

1. Lembar status pasien

2. Tensimeter

3. Spuit disposibel 10 cc

4. Tabung reagen EDTA

5. Kit reagen SOD

6. Lembar pengumpul data

(35)

31

Ibu-ibu hamil yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi seperti yang disebutkan di atas dimasukkan dalam sampel kehamilan yang mengalami abortus inkomplit dan sampel kehamilan normal kemudian diminta untuk menandatangani formulir yang telah disediakan. Selanjutnya semua sampel penelitian dikelola sesuai dengan Pedoman Terapi Lab/SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan FK UNUD / RSUP Sanglah Denpasar.

Langkah-langkah yang dilakukan pada sampel adalah:

1. Anamnesis meliputi nama, umur, paritas, hari pertama haid terakhir, berat badan sebelum hamil, penamb ahan berat badan selama kehamilan dan riwayat sebelumnya.

2. Pemeriksaan fisik meliputi kesadaran, berat badan dan tinggi badan, tekanan darah dan pemeriksaan Tes kehamilan, USG sesuai prosedur tetap.

3. Pemeriksaan tekanan darah

Penderita duduk santai minimal 5 menit sebelum pengukuran dimulai. Tekanan darah diukur pada bagian tengah lengan kiri dengan menggunakan tensimeter air raksa (Nova®). Tekanan darah sistolik ditentukan dengan teknik Korotkof 1 (saat pertama terdengar detak nadi) dan tekanan diastolik dengan teknik Korotkof V (hilangnya detak nadi).

4. Dilakukan pengambilan darah vena dari vena cubiti sebanyak 10 cc untuk pemeriksaan kadar SOD serum. Sampel darah yang ada diberi label identitas sesuai nomor urut kasus tanpa menulis diagnosis pasien. Selanjutnya sampel akan akan

(36)

32

dikirim ke Laboratorium Patologi Klinik RSUP Sanglah untuk dilakukan pemeriksaan kadar SOD serum. Hasil pemeriksaan akan dikumpulkan oleh peneliti dan selanjutnya dilakukan analisa.

5. Pemeriksaan kadar SOD serum

Dikerjakan dengan metode Elisa di Laboratorium Patologi Klinik RSUP Sanglah.

4.8 Alur Penelitian

Gambar 4.1 Bagan Alur penelitian

Ibu hamil UK ≤ 14 minggu yang datang ke poliklinik atau IGD

RSUP Sanglah Denpasar

 Anamnesis

 Pemeriksaan fisisk umum

 Pemeriksaan obstetrik  Pemeriksaan laboratorium Kriteria inklusi Kriteria eksklusi A N A L I S I S D A T A KASUS Abortus Inkomplit UK ≤ 14 mgg KONTROL Kehamilan normal UK ≤ 14 mgg Kadar SOD

(37)

33 4.9 Analisis Data Hipotesis Statistik : Ho : P =K Ha : P <K Keterangan:

K : Rerata kadar SOD serum pada kehamilan normal dengan umur kehamilan ≤ 14 minggu.

P : Rerata kadar SOD serum pada abortus inkomplit dengan umur kehamilan ≤ 14 minggu.

Data dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan Program Statistical Package for The Social Sciences (SPSS) for Windows 16.0.

4.9.1 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif membandingkan antara umur ibu, umur kehamilan, paritas antara kelompok kasus dan kontrol, kemudian disajikan dalam tabel..

4.9.2 Uji Normalitas

Uji normalitas data dilakukan dengan Uji Kolmogorov-Smirnov.

4.9.3 Uji hipothesis

(38)

34 4.9.4 Perhitungan Odds Rasio

Dengan menggunakan Kurva ROC, ditentukan cut off point kadar superoxide dismutase serum. Kemudian data dikelompokkan sesuai dengan format tabel 2x2. Kemudian dilakukan uji tingkat kemaknaan dengan Uji Chi-Square.

(39)

35 BAB V

HASIL PENELITIAN

Penelitian dengan rancangan kasus-kontrol melibatkan 72 orang sampel dilakukan di Poliklinik dan IGD Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP Sanglah Denpasar pada bulan Januari sampai Mei 2013.

5.1 Karakteristik Sampel Penelitian

Sebanyak 72 orang sampel, terdiri atas 36 orang kelompok kasus (abortus inkomplit) dan 36 orang lainnya kelompok kontrol (kehamilan normal dengan umur kehamilan kurang dari 14 minggu). Data karakteristik subjek pada kedua kelompok disajikan pada Tabel 5.1.

Table 5.1

Karakteristik Subjek Penelitian pada Kelompok Kasus dan Kelompok Kontrol

Variabel Kelompok P

Kasus Kontrol

Umur (th) 26,42±5,23 28,14±5,22 0,934

Paritas 0,92±0,93 1,19±1,03 0,287

Umur Kehamilan (mgg) 10,71±1,88 10,68±2,09 0,529

Tabel 5.1 di atas, menunjukkan bahwa dengan uji t-independent didapatkan nilai p > 0,05 pada ketiga variabel, hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan rerata umur, paritas, dan umur kehamilan antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol.

(40)

36

5.2 Perbedaan Kadar SOD Serum antara Kelompok Kasus dengan Kelompok Kontrol

Perbedaan kadar SOD serum antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol diuji dengan uji t-independent. Hasil analisis disajikan pada Tabel 5.2 berikut.

Tabel 5.2

Perbedaan kadar SOD serum antara Kelompok kasus dengan kelompok kontrol

n Rerata

kadar SOD ( U/ml) SD p

Kasus 36 4,06 0,49

0,001

Kontrol 36 5,49 1,52

Tabel 5.2 di atas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata kadar serum SOD antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol secara bermakna (p<0,05).

5.3 Kadar SOD serum yang Rendah Merupakan Petanda Terjadinya Abortus Inkomplit

Untuk mengetahui peranan kadar SOD serum terhadap terjadinya abortus inkomplit dipakai uji Chi-Square. Nilai cut off point kadar SOD serum berdasarkan kurva ROC adalah 4,31U/ml dengan nilai sensitivitas 83,3% dan nilai spesifisitas sebesar 77,8%. Hasil analisis disaji pada Tabel 5.3.

(41)

37 Tabel 5.3

Nilai RO, IK,dan p Kadar SOD Serum antara Kasus dan Kontrol

Kelompok RO IK 95% p Kasus Kontrol Kadar SOD (U/ml) Rendah (≤ 4,31) 28 6 17,5 5,39-56,78 0,001 Tinggi (>4,31) 8 30

Tabel 5.3 diatas menunjukkan bahwa kadar SOD yang rendah merupakan petanda terjadinya abortus inkomplit sebesar 17,5 kali (RO = 17,5, IK 95% = 5,39-56,78, p=0,001).

(42)

38 BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Karakteristik Sampel Penelitian

Pada studi kasus kontrol ini melibatkan 72 orang pasien terdiri atas 36 orang sampel abortus inkomplit yang dipakai sebagai kelompok kasus dan 36 orang sampel hamil normal kurang dari 14 minggu sebagai kontrol. Berdasarkan hasil analisis

didapatkan bahwa rerata umur ibu kelompok abortus inkomplit sebesar 26,425,23 tahun, sedangkan kelompok hamil normal dengan umur kehamilan kurang dari 14

minggu sebesar 28,145,22 tahun, tidak berbeda secara statistik (p>0,05). Rerata paritas kelompok abortus inkomplit adalah 0,92±0,93 dan kelompok hamil normal dengan umur kehamilan kurang dari 14 minggu adalah 1,19±1,03, tidak berbeda secara statistik (p>0,05). Rerata umur kehamilan kelompok abortus inkomplit adalah 10,71±1,88 minggu dan rerata kelompok hamil normal dengan umur kehamilan kurang dari 14 minggu adalah 10,69±2,09 minggu, dan tidak berbeda secara statistik (p>0,05). Jadi dari data tersebut di atas pengaruh dari variabel pengganggu dapat dikurangi pada kelompok abortus inkomplit dan hamil normal dengan umur kehamilan kurang dari 14 minggu. Pada penelitian ini umur pada kedua kelompok tidak berbeda, ini berarti bahwa pada saat hamil terjadinya abortus inkomplit tidak dipengaruhi oleh umur ibu, paritas dan umur kehamilan bukan merupakan faktor risiko terjadinya abortus inkomplit.

(43)

39

6.2 Perbedaan kadar SOD serum antara kelompok kasus abortus inkomplit dengan kelompok kontrol hamil normal dengan umur kehamilan kurang dari 14 minggu .

Nilai cut of point kadar SOD serum berdasarkan kurva ROC adalah 4,31U/ml. Berdasarkan hasil analisis dengan uji t-independent didapatkan bahwa rerata kadar SOD serum kelompok abortus inkomplit sebesar 4,06±0,49U/ml sedangkan rerata kadar SOD serum pada kelompok hamil normal dengan umur kehamilan kurang dari 14 minggu sebesar 5,49±1,52 U/ml dan berbeda secara bermakna (p<0,05). Jadi didapatkan bahwa rerata kadar SOD serum kelompok abortus inkomplit lebih rendah dibandingkan rerata kadar SOD serum kelompok hamil normal dengan umur kehamilan kurang dari 14 minggu.

Pada tubuh yang sehat, golongan oksigen reaktif spesies ( ROS) dan antioksidan berada pada posisi berimbang, jika keseimbangan tersebut terganggu maka terjadilah stres oksidatif. Setelah proses implantasi, embrio dikelilingi oleh sel-sel trofoblas proliferatif. Kemudian trofoblas ekstravili masuk ke dalam desidua dan lapisan miometrium yang mana akan mengelilingi dan menginvasi arteri spiralis ibu. Beberapa bukti ilmiah melaporkan bahwa aliran darah maternal yang signifikan belum terjadi sampai akhir trimester pertama. Dengan demikian, embrio berkembang di lingkungan oksigen yang relatif rendah dibandingkan dengan kehamilan lanjut. Disebutkan dengan konsentrasi oksigen sebesar 20 % berhubungan dengan kemampuan perkembangan embrio yang rendah (Argawal, 2005).

Kurang lebih 30-40% terjadi keguguran pada umur kehamilan 13-14 minggu, pada umur kehamilan 15-19 minggu, keguguran hanya 1-5%. Umur kehamilan 20-27

(44)

40

minggu sebanyak 0,3 % terjadi stillbirth atau lahir mati (Michels & Tiu, 2007). Proses mulai terjadinya abortus juga disebabkan karena invasi trofoblast yang tidak adekuat sehingga terbentuknya trophoblastic oxidative stress menyebabkan hubungan hasil konsepsi dengan arteri spiralis tidak terjadi sempurna (Burton & Jauniaux, 2004; Webster, 2008). Kehamilan yang mengalami placenta oxidative stress juga berimplikasi terhadap terjadinya abortus spontan (Poston and Raijmakers, 2004).

Reactive oxygen species mempunyai peranan terhadap terjadinya komplikasi kehamilan trimester pertama dan kelainan yang ditemukan terutama adalah terjadinya abortus. Hal ini salah satunya diperkirakan berkaitan dengan terjadinya placenta oxidative stress berdampak terjadinya gangguan darah pada daerah intervillus dan keadaan ini dapat merupakan awal dari proses terjadinya abortus. Untuk menghindari terjadinya keguguran pada awal kehamilan, diperlukan kebutuhan oksigen rendah pada awal kehamilan untuk menghindari terjadinya stres oxidatif, yang bisa merusak proses organogenesis yang sangat rentan terhadap pengaruh dari luar.

Kehamilan merupakan suatu kondisi yang sangat rentan terhadap segala macam stres yang berakibat pada terjadinya perubahan fisiologis maupun fungsi metabolik. Pada kehamilan juga terjadi peningkatan kebutuhan energi dan oksigen . Disamping itu plasenta ternyata mengandung banyak mitokondria yang meningkatkan proses metabolisme oxidatif untuk menghasilkan energi. Proses metabolisme ini meningkatkan penggunaan oksigen dan apabila oksigen yang digunakan tidak maksimal, menyebabkan terbentuknya oxidatif stres dan keadaan ini menghasilkan radikal bebas berlebihan yang akhirnya berpengaruh terhadap kelangsungan suatu proses kehamilan.

(45)

41

Dewasa ini peran penurunan antioksidan dan peningkatan oksidan atau radikal bebas pada wanita hamil telah banyak diteliti. Hal ini penting untuk mengikuti perkembangan kehamilan. Ketidakseimbangan antara antioksidan dan radikal bebas dalam kehamilan menimbulkan perubahan patologis menghasilkan komplikasi kehamilan. Marker biokimia antioksidan dan oksidan semacam ini sangat berguna dalam mengamati perkembangan kehamilan (Argawal, 2005)

Aktivitas SOD sebanding dengan konsentrasi progesteron dalam serum pada kehamilan awal. Progesteron menginduksi desidualisasi endometrium pada awal kehamilan dan juga menginduksi ekspresi SOD. Hasil pada tikus menunjukkan konsentrasi oksigen yang tinggi berbahaya untuk perkembangan embrio secara invitro dan dapat dicegah dengan mengkultur embrio dalam suasana rendah oksigen. Kadar SOD dalam plasenta meningkat selama kehamilan dan aktivitas SOD yang rendah dalam plasma atau plasenta ditemukan pada kasus abortus spontan (Ozkaya dkk, 2006). Sugino dkk menemukan penurunan aktivitas total dari SOD dan peningkatan sintesis prostaglandin F2α dalam desidua pada kasus abortus spontan dengan perdarahan pervaginam, sehingga diduga terminasi kehamilan akibat penurunan aktivitas SOD yang menstimulasi sintesis prostaglandin. Pada kehamilan normal ditemukan peningkatan kadar SOD pada awal trimester pertama (Sugino dkk, 2000).

Pada endometrium manusia memiliki Cu,Zn-SOD pada sitosol dan Mn-SOD pada mitokondria. SOD merupakan enzimatik pertama dalam perlindungan sel dari oksigen reaktif. ROS meningkat pada fase sekresi lanjut sesaat sebelum menstruasi dan menurun pada awal kehamilan terutama di desidua. Aktivitas SOD menurun pada fase sekresi lanjut namun meningkat pada desidua diawal kehamilan. Penemuan ini

(46)

42

menunjukkan bahwa SOD berperan sangat penting dalam stabilitas jaringan endometrium (Sugino dkk, 2000).

Penelitian yang dilakukan oleh Siboe (2008) pada abortus spontan, didapatkan kadar SOD sebesar 864,1 U/gHb, di India oleh Patil dkk ( 2007),wanita yang tidak hamil kadar SOD: 683,99 ±155,25 U/gHb, sedangkan wanita hamil trimester I,II dan III berturut-turut: 617,10 ±134.01 U/gHb, 584,24±131.01 U/gHb dan 542.54 ±142.86 U/gHb dan pada penelitian yang dilakukan oleh Ozkaya (2006) kadar SOD sebesar 192±21,5 IU/ml dibandingkan kontrol sebesar 219,6±25,9 IU/ml. Rendahnya kadar kadar SOD pada pasien yang mengalami abortus disebabkan karena banyaknya pemakaian SOD untuk melawan O2- (Gupta, dkk,2007). Seperti diketahui bahwa SOD berperan penting pada awal kehamilan yaitu pada endometrium dengan melindungi blastokis akibat aktifitas TNFα, melindungi sinsitiotrofoblas dari radikal bebas yang

sumber produksi horman hCG dan melindungi copus luteum dari radikal bebas sehingga produksi progesterone meningkat untuk mempertahankan kehamilan ( Sugino, dkk,2000).

6.3 Analisis Risiko Sampel Penelitian

Di samping uji perbedaan kadar serum SOD antara kedua kelompok, juga dianalisis berdasarkan tabel silang 2 x 2 yaitu dengan uji Chi-Square (X2) dan didapatkan bahwa pada kelompok kasus abortus inkomplit dengan kadar SOD serum ≤ 4,31U/ml adalah 28 orang dan terdapat 8 orang dengan kadar SOD serum > 4,31U/ml, sedangkan pada kelompok kontrol hamil normal dengan umur kehamilan kurang dari 14 minggu kadar SOD serum ≤ 4,31U/ml adalah 6 orang dan terdapat 30 orang yang

(47)

43

kadar SOD serum >4,31U/ml. Berdasarkan hasil analisis dengan uji Chi-Square (X2) didapatkan bahwa nilai Odds Ratio = 17,5 (IK 95% = 5,39-56,78) dan nilai p=0,001. Hal ini berarti penurunan kadar SOD serum yang lebih kecil atau sama dengan 4,31U/ml dapat meningkatkan risiko terjadinya abortus inkomplit sebesar 17,5 kali.

(48)

44 BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Didapatkan rerata kadar SOD serum pada abortus inkomplit dengan usia kehamilan kurang dari 14 minggu adalah sebesar 4,06±0,49 U/ml dan rerata kadar SOD serum pada kehamilan normal dengan umur kehamilan kurang dari 14 minggu sebesar 5,49 ± 1,52 U/ml dan berbeda secara bermakna (p<0,05). Pada penelitian ini dengan cut off point kadar SOD serum 4,31 U/ml didapatkan risiko terjadinya abortus inkomplit ( odds ratio) adalah 17,5 kali lebih besar dibandingkan kehamilan normal trimester pertama. Jadi kadar SOD serum yang rendah sebagai faktor risiko terjadinya abortus inkomplit.

7.2 Saran

Sebagai langkah pencegahan terjadinya abortus jika kadar SOD serum kurang dari 4,31 U/ml pada kehamilan trimester pertama maka dapat dipertimbangkan pemberian antioksidan SOD eksogen.

(49)

45

DAFTAR PUSTAKA

Agarwal, A., Gupta ,S., Sharman, R.K.2005. Role of Oxidative Stress in Female Reproduction. Reproductive Biology and Endocrinology,3:1-21

Bernirschke, K., Kaufmann, P. 2010. Pathology of Human Placenta, Forth Edition, Spinger-Verlag.

Biri, A., Kavutcu, M,. Bozkurt, N., Devrim, E., Nurlu, N., Durak, I. 2006. Investigation of Radical Scavenging Enzyme Activities and Lipid Peroxidation in Human Placental Tissue with Miscarriage. Journal of the Society for Gynecologic Investigation,13(5):384-388.

Cemelli, E., Baumgatner, A., Anderson, D. 2009, Antioxidant and The Commet Assay. Mutation Research, 681: 51-67.

Cunningham, F.G., Grant, N.F., Leveno, .K.J., Gilstrep, L.C., Hauth, J.C., Wenstro, K.D.2010. William Obstetrics.23th ed. New York: Mc Graw Hill.

Gracia, C.R., Sammel, M.D., Chittams, J., Hummel, A.C., Shaunik, A., Barnhart, K.T., 2005. Risk Factors for Spontaneous Abortion in Early Symtomatic First-Trimester Pregnancies. Obstetric & Gynecology,106(5):993-999.

Griebel, C.P., Harvorsen, J., Golemon, T.B., Day, A.A. 2005. Management of Spontaneous Abortion. American Family Physician,72(7):1243-1250

Guerin, P., Mouatassim, S.E., Menezo, Y. 2001. Oxidative Stress and Protection against Reactive Oxygen Species in the Pre-implatation Embryo and its Surroundings. Human Reproduction Update. 7(2):175-189.

(50)

46

Hadijanto, H., 2008. Perdarahan Pada kehamilan Muda. In: Saifuddin, A.B., Rachimhadhi, T., Wiknjosastro, G.H., Editor. Ilmu Kebidanan. Ed.4. Jakarta:Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.h.459-491.

Hung, T.H., Lo, L.M., Chiu, T.H., Li, M.J., Yeh, Y.L.,Chen, S.F., Hsieh, T.T. 2010. A Longitudinal Study of Oxidative Stress and Antioxidant Status in Women With Uncomplicated Pregnancies throughout Gestational.Reproductive Sciences. 17(4):401-409.

Jauniaux, E., Poston, L., Burton, G.J. 2006. Placental-Related Diseases of Pregnancy: Involvement of Oxidative Stress and Implications in Human Evolution. Human Reproduction Update. 12(6):747-755.

Jauniaux, E., Hempstock, J., Greenwold, N., Burton, G. J. 2003. Trophoblastic Oxidative Stress in Relation to Temporal and Regional Differences in Maternal Placental Blood Flow in Normal and Abnormal Early Pregnancies. Am J Pathol ;162:115–125.

Jauniaux, E., Davies, T.C, Johns, J., Dunster, C., Hempstock, J., Kelly, F. J., and Burton, G. J. 2004. Distribution and Transfer Pathways of Antioxidant Molecules Inside the First Trimester Human Gestational Sac. J Clin Endocrinol Metab; 89(3):1452–1458.

Kohen, R., Nyska, A.,2002, Oxidation of Biological System: Oxidative Stress Phenomen, Antioxidants, Redox Reactions, and Methods for Their Quantification. Toxicology Pathology. 30(6):620-650.

Kovacic. P., Jacintho,J.D. 2001. Mechanisms of Carcinogenesis: Focus On Oxidative Stress and Electron Tranfer. Curr.Med.Chem,8, 773-796

(51)

47

Lunghi, L., Ferretti, M.E., Medici, S., Biondi, C., Vesce, F. 2007.Control of Human Trophoblast. Reproductive Biology and Endocrinology. Bio Med Central. 5(6):1-14.

Mitchell, R.N., Contran, R.s. 2008. Cell Injury, Cell Death, and Adaptations.In: Kumar,Abas, Fausto,Mitchell.Ed. Basic Pathology. Ed.8.p.1-30.

Norwitz, E.R., Schust, D.J., Fisher, S.J. 2001. Mechanisms of Disease: Implantation and The Survival of Early Pregnancy. The New England Journal of Medicine. 345(19):1400-1407.

Ozkaya, O., Sezik, M., Kaya, H.2008. Serum Malondialdehyde, Erythrocyte Glutation Peroxidase, and Erythrocyte Superoxide Dismutase Levels in Woman With Early Spontaneous Abortion Accompanied by Vaginal Bleeding. Med Sci Monit. 14(1):47-51.

Patil, S.B., Kodliwadmath, M.V., Kodliwadmath S.M. 2007. Study of oxidative Stress and Enzymatic Antioxidant in Normal Pregnancy. Indian Journal of Clinical Biochemistry. 22(1):135-137.

Petrozza, J.C., Berlin, I,.2010. Recurrent Early Pregnancy Loss. Emedicine. Medscape, (edition 2010, Jan 22). Available from:http://emedicine.medscape.com/article/260495-overview.

Puscheks,E.E., Prandhan, A. 2006. First trimester Pregnancy Loss. Emedicine, medscape, (cited 2010 Jan, 22). Available from; http:// emedicine.medscape.com/article/266317-overview.

Raijmakers, M.T.M., Dechend, R., Poston, L. 2004. Oxidative Stress and Preeclampsia: Rational for Antioxidant Clinical Trials. Hypertention. American Heart Association.44:374-380.

(52)

48

Ruder, E.H., Hartman, T.J., Blumberg, J., Goldman, M.B.2009. Impact of Oxidative Stress on Female Fertility. Curr Opin Obstet Gynecol..21(3):219-222.

Ruder, E.H., Hartman, T.J., Blumberg, J., Goldman, M.B.2008. Oxidative Stress and Antioxidant: Exposure and Impact on Female Fertility. Hum Repro Update.14(4):345-357.

Sugino, N., Nakata, M., Kashida, S., Karube, A.,Takiguchi, S., Kato, H.,2000. Decreased Superoxide Dismutase Expression and Increased Concentrations of Lipid Peroxide and Prostaglandin F2 in Decidua of Failed Pregnancy. Molecular Human Reproduction.6(7):642-647.

Valko, M., Rhodes,C.J.,Moncol, J., Izakovic, M., and Mazur, M. 2006. Free Radicals, Metals and Antioxidant in Oxidative Stress- Induced Cancer, Chem. Biol. Interact, 160: 1-40.

Warren, A.Y., Ball, B.M., Shaw, R.W., Khan, R.N.2005. Hydrogen Peroxide and Superoxide Anion Modulate Pregnant Human Myometrial Contractility. Society for Reproduction and Fertility. 130:539-544

Winarsi,H., 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas: Potensi dan Aplikasinya dalam Kesehatan. Yogyakarta: Kanisius.

Gambar

Gambar  2.2.  Bagan  fisiologi  pembentukan  dan  katalisasi  radikal  bebas  (Jauniaux  dkk,2000)
Gambar 2.3 Keseimbangan Oksidan dan Reduktan ( Kohen dan Nyska,2002)
Gambar 2.5 Permukaan uteroplasenta awal dan akhir timester I (Jauniaux dkk, 2006)
Gambar 2.6. Patofisiologi abortus akibat stres oksidatif (Jauniaux dkk, 2000)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini, untuk meningkatkan keandalan produk dilakukan reliability improvement dengan cara menentukan parameter desain yang optimal yaitu nilai nominal laju pemakaian yang

Dari Ibnu „Abbas radhiyallahu'anhuma bahwasanya Jamilah binti Salul ( istri Tsabit bin Qais ) datang kepada Nabi shallallahu ’alaihi wasallam lalu berkata, “Demi Allah,

Perjanjian internasional merupakan salah satu sumber hukum internasional. Perjanjian internasional memegang peranan penting dalam mengatur pergaulan internasional antara

Pada waktu hari mu- lai malam, datanglah kedua belas murid kepada Yesus dan berkata, “Suruhlah orang banyak itu pergi, supaya mereka pergi ke desa dan kampung-kampung

Tahapan-tahapan perhitungan dalam memprediksi kebisingan adalah sebagai berikut : menentukan titik pengukuran, menghitung nilai tingkat bising dasar berdasarkan

• Apabila kondisi pasien tidak membaik setelah 5 hari perawatan, cairan sendi harus di aspirasi dan diperiksa, sebagian besar septic arthritis terjadi peningkatan sel darah

Namun pembagian kelompok khalayak yang memahami film asing itu sudah dapat kita perkirakan atas dasar logika bahwa jumlah yang menguasai bahasa asing lebih terbatas

1) Media ajar interaktif berbasis komputer pokok bahasan segitiga di Sekolah Menengah Pertama yang dikembangkan sudah memenuhi kriteria valid. Valid terlihat dari hasil