• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

PENDUGAAN M

O

PERTUMBUHAN POPULASI

~

~

~

DAN DAYA DUKUNG HABITAT WALLABY LINCAH

(Macropus agilispapuanus,

Peters and Doria,

1875)

Di

TAMAN NASIONAL WASUR

AMIN SUPRAJITNO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pendugaan Model Pekumbuhan Populasi dan Daya Dukung Habitat Wallaby Lincah (Macropus agilis papuanus,

Peters and Doria, 1875) di Taman Nasional Wasur adalah karya saya dengan

arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada pergunian tinggi manapun. Sumber inforrnasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Dafiar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Desember 2007

A~nin Sziproji~no N I M E05105155

(3)

RINGKASAN

AMIN SUPRAJITNO. Pendugaan Model Pertumbuhan Populasi dan Daya

Dukung Habitat Wallaby Lincah (Macropus agilis papuanus, Peters and Doria,

1875) di Taman Nasional Wasur. Dibimbing oleh YANTO SANTOSA dan ABDUL HARIS MUSTARI.

Wallaby lincah (Macropzrs agilis papuanus) terdapat di Kepulauan New

Guinea, merupakan spesies endemik, flagship, unik, serta simbol marga masyarakat adat. Populasinya menurun akibat perburuan oleh masyarakat untuk

memenuhi permintaan pasar, adanya suksesi jenis vegetasi galam (Melalezica spp)

dan invasi jenis tumbuhan eksotik pada ekosistem padang rumput. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui karakteristik dan daya dukung habitat wallaby lincah, pendugaan parameter demografi dan penyusunan model pertumbuhan populasi.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah ( I ) analisis vegetasi untuk rnengetahui struktur jenis tumbuhan bawah dan produktifitas hijauan pakan

menggunakan 28 petak contoh berukuran l m x lm, (2) Metode line transek untuk

mengetahui ukuran populasi dan parameter demografi menggunakan 20 buab transek dengan panjang transek I000 meter dan jarak antara transek 200 meter.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur habitat dilokasi penelitian terdiri dari 25 spesies jenis rumput yang tergolong dalam 8 famili dimana 32% didominasi oleb family Cyperaceae, 30% oleh family Graminae dan 19% oleh

famili Verbenaceae. Semak ekor tikus (Stachytaipheta trrticaefolia) mendominasi

pert~rmbuhan pada lokasi savana Ukra Kecil dan Ukra Besar mencapai 403 Ha

atau 0,51 % dari luasan ekosistem savana. Keanekaragaman tumbuhan bawah

pada ekosisteln savana sedang yaitu nilai indeks H' = 2,434 dan kemerataannya

rendah yaitu nilai E = 0,756.

Berdasarkan tingkat kesukaan terhadap jenis hijauan pakan diketahui terdapat 8 jenis rumput yang paling disukai wallaby lincah dirnana bagian tanaman yang dimakan adalah bagian tanaman yang masih muda seperti daun dan

tangkai bunga muda. Produktivitas rumput pakan berdasarkan derajat

palatabilitas sebesar 5,755 kg/ha/hari atau menghasilkan 123.827.860 kgltahun bahan makanaii dalam keadaan berat basah atau bahan segar. Tingkzt konsumsi

pakan harian wallaby lincah rata - rata 0,95 kgharilekor atau sebesar 12% dari

bobot tubuh sedangkan daya dukung pakan di Taman Nasional Wasur sebanyak 130.345.1 16 ekorltahun.

Ukuran populasi wallaby lincah di TN. Wasur sebanyak 91.804 ekor atau

0,07 % dari daya dukung pakan sehingga pakan bukan menjadi faktor pembatas

pertumbuhan populasi wallaby lincah di Taman Nasional Wasur. Struktur

populasi wallaby lincah berdasarkan kelas umur anak

,

~nuda dan dewasa adalah

1 : 3 : 7. dengan seks rasio jantan dan betina pada semua kelas umur adalah 1 : 1,

kecuali pada kelas umur anak yaitu 1 : 2 atau ~nembentuk struktur populasi yang

(4)

lincah adalah mengelompok berdasarkan perhitungan metode sebaran frekwensi

dengan X2 hitung 1,09 < X2 tabel 5.991 dan metode rasio ragam dan nilai tengah

adalah 3,04.

Pemanfaatan wallaby lincah dala~n sistem perdagangan pasar di Kabupaten

Merauke adalah pemenuhan kebutuhan daging sebagai sumber protein senilai Rp. 22.000,- /kg daging segar dan pemenuhan kebutuhan kulit sebagai bahan baku kerajinan kulit senilai Rp. 25.000,- /lembar kulit kering.

Berdasarkan parameter demografi diketahui bahwa laju perh~mbuhan populasi alami wallaby lincah tanpa kegiatan perburuan adalah sebesar

r = 0,1650. Pemanenan maksimum lestari (MSY) tidak dapat dilakukan sebab

nilai kuota panen lebih besar dari keadaan populasi aktual yaitu 5.376.736 ekor/tahun. Pemberian kuota panen hanya dapat dilakukan berdasarkan

pemanenan optimum lestari (OSY) yaitu sebesar 50 % dari peka~nbahan populasi

tahunan dengan perbandingan kelamin jantan dan betina satwa buru pada kelas

umur dewasa adalah 27 : 1 yang memberikan keuntungan ekonomi dan

keuntungan ekologis

(5)

ABSTRACT

AMIN SUPRAJITNO. Model Estimation of Population Growth and Agile

Wallaby Habitat of Carrying Capacity (Macropus agilis papuanus, Peters and

Doria, 1875) in Wasur National Park. Under direction of YANTO SANTOSA and

ABDUL HARIS MUSTARI.

Agile wallaby (Macropus agilis papuanus), was found in New Guinea, is

known as an endemic species, flagship species, and a unic as well as symbol of

the community. The population had declined due to illegal hunting, succession of

galam species (Melaleuca spp) and invasion of exsotic species within the

grassland ecosystem. The aim of this research is to find out the characteristic and carrying capacity of agile wallaby habitat, to estimate its demografic parameter and to establish models of agile wallaby population growth. The methodology of

this research was used: (1) to find out the species and productivity of feed trees

trough the Vegetation Analysis (2) to find out demographic parameter with line

transect method. This research resulted as many as 25 seedling species from 8

family, where the bush mouse-tailed (Slachytarpheta urticaefolia) dominated

seddling vegetation structure with important value index (INP) as 39.850. There

are 8 grasses food species which is the most prefer with productivity as 5,755

kdhafday. The number of wallaby population is 1.152 individuals or 1 wallaby

per hectare or 91.804 individuals within the whole areas of national park. Ages

proporsional is 1:3:7, while spatial pattern distribution of this species is clumped

and an average of daily diet is 0.95 kg/individu/day fresh weight or 12% of total

body weight. Productivity of fresh leaves as feed sources 123.827.860 kg per year

and carrying capacity of habitat for feed trees per year 130.345.1 16 individuals

per year. Economic value of this species consisting of meat and skin. Base on the simulation of optimum sustained yield (OSY) describes that harvesting quota of

25%, 50%, 75%, 80% and 90% due to the increasing population every year will

give an ecology as well as an econonlic benefits.

(6)

0

Hak cipta milik IPB tahun 2007

Hak cipta dilindungi Undang-undang

I . Dilarang n~engutip sebagian atau selz~nih karya tulis ini tanpa mencantztmkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan h a q a untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penylrszrnan laporan, penzrlisan kritik atau

tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan ridak menrgikan kepentingan y m g wajar pihak IPB. 2. Dilarang nzengumumkan dun memperbanyak sebagian atau selurzrh

(7)

PENDUGAAN MODEL PERTUMBUHAN POPULASI

DAN DAYA DUKUNG HABITAT WALLABY LINCAH

(Macropus agilispapuanus,

Peters and Doria,

1875)

Di TAMAN NASIONAL WASUR

AMIN SUPRAJITNO

Tesis

sebagai salah satu syarat unti~k memperoleh gelar

Magister Profesi pada

Sub Program Studi Konsewasi Keanekaragaman Hayati Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007

(8)

Judul Tesis : Pendugaan Mojel Pel?ulnbuhan Populasi dan a y a Dul.ung

I labitat Wallaby Lincah (Mucroptrs ugilis p<il~~rarrrr.s, Peters and Doria. I 875) di Taman Nasional Wasur

Nama : Aniin Suprajitno

NIM : EO5lO54155

Disetujui Komisi Pernbimbing

Dr. Ir. H. Yanto Santosa. DEA. Dr. Ir. Abdul Haris Mustari. M.Sc.F.

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Stlidi Dekan Sekolah Pascasarjana

llmu Pengetehuan Kehutanan

..

4

Dr. Ir. Rinekso Soekmadi. M.S

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala kamnia-Nya

sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini diharapkan dapat menyumbangkan pengetahuan kepada dunia konservasi, dunia pendidikan serta memberikan masukan positif kepada pengelola Taman Nasional Wasur dalam pengelolaan populasi dan habitat wallaby lincah sehingga dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat di Kabupaten Merauke.

Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada Sekolah Pascasarjana lnstitut Pei-tanian Bogor. Tesis bejudul "Pendugaan Model Pertumbuhan Populasi dan Daya Dukung Wallaby Lincah

(Macropus agilis papuanzrs Peters and Doria, 1875) di Taman Nasional Wasur "

merupakan sebuah karya besar yang sangat saya banggakan.

Banyak pihak yang telah telibat dan membantu kelancaran penyelesaian tesis ini baik secara langsung maupun tidak langsung pada semua tahapan. Atas seluruh bantuan serta perhatiannya penulis menyampaikan penghargaan yang tinggi dan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. H. Yanto Santosa, DEA. selaku ketua Program S2 Profesi

sekaligus merangkap Ketua Komisi Pembimbing yang telah sabar memberikan arahan dan bimbingan terutama dalam penajaman analisis kuantitatif.

2. Bapak Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, M.Sc.F. sebagai Anggota Komisi

Pelnbimbing yang telah sabar nlemberikan arahan dan bimbingan terutarna dalam penajaman analisis ekologis.

3. Bapak Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F. selaku Ketua Departemen

K o n s e ~ a s i Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan, IPB, seluruh dosen

pengajar serta seluruh staf yang telah membantu kelancaran proses perkuliahan dan pengurusan adminitrasi kemahasiswaan.

4. Bapah Dr. Ir. Agus Priono Kartono, M.Si. selaku Sekretaris Program S2

Profesi, beserta seluruh staf. Kang Sofyan atas pelayanan adminitrasinya

(10)

5. Departemen Kehutanan melalui Pusat Pendidikan dan Latihan (PUSDIKLAT) Kehutanan atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan program studi S2.

6 . Pimpinan dan staf Balai Taman Nasional Wasur. Kepada Bernard Bivak dan Zaenal Arifin (Polhut BTN. Wasur) atas bantuan dan persahabatan yang luar biasa tanpa pamrih mulai saat penulis sebagai staf maupun sebagai mahasiswa. Terima kasih atas apresiasinya (kedua Polhut) terhadap

konservasi di

TN.

Wasur serta perhatiannya yang besar terhadap kondisi

sosial masyarakat.

7. Seluruh mahasiswa Magister Profesi KKH angkatan 11 atas bantuan,

kejasama dan persahabatannya selama kuliah baik dalam susah maupun senang.

8. Semua pihak yang telah banyak membantu dan tidak dapat disebutkan satu -

persatu.

Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih atas doa restu dan dorongan kedua orang tua (Keluarga Moch Djoepri) serta adik-adik di Jayapura dan keluarga besar Ali Korebima di Manokwari. Kepada Nur Syahria (istri), Risky Fajarullah dan Raditya Avul Prasetya (anak) yang telah mendarnpingi dan hidup bersama daiam susah dan senang selama menjalani perkuliahan. Semoga pengorbanan ini akan memberikan kebahagian di masa yang akan datang.

(11)

RIWAYAT

HIDUP

Penulis dilahirkan di Jayapura Provinsi Papua tanggal 8 Juli 1973 dari ayah bemama Mochamad Djoepri dan ibu bernama Soemami. Penulis merupakan putra pertama dari empat bersaudara.

Pendidikan dasar penulis diselesaikan pada SD Inpres Vim I Kotaraja

Jayapura tahun 1978

-

1985, dan pendidikan menengah pertama pada SMP

Negeri I Jayapura tahun 1985 - 1988. Penulis melanjutkan pendidikan menengah

atas pada SMA Negeri I Jayapura tahun 1988 - 1991. Tahun 1991 penulis

diterima sebagai salah satu mahasiswa pada Fakultas Pertanian Jurusan Kehutanan Universitas Negeri Cenderawasih dan dinyatakan lulus pada tahun 1997.

Tahun 2006 penulis diterima dan terdaftar sebagai mahasiswa S2 Sekolah Pascasarjana IPB pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan (IPK) Sub Program Studi Konservasi Biodiversitas atas beasiswa dari Departemen Kehutanan.

Penulis merupakan staf Kantor Balai Taman Nasional Wasur Merauke -

(12)

DAFTAR

IS1

DAFTAR TABEL

...

DAFTAR GAMBAR

...

...

A

.

Latar Belakang

...

B

.

Tujuan Penelitian

.

.

...

.

C Manfaat Penelltian

...

.

D Perumusan Masalah . .

...

E . Kerangka Pemlkiran I1

.

TINJAUAN PUSTAKA

...

A . Bioekologi Wallaby Lincah (Macropzrs agilispapuanus)

...

..

1

.

Taxonornil

...

...

.

2 Morfologi dan Anatomi

3

.

Reproduksi

...

4

.

Perilaku

...

...

5

.

Makanan

.

...

6 Wilayah Jelajah 7

.

Penyebaran

...

...

B

.

Biologi Populasi 1

.

Populasi

. .

...

2

.

Karakteristlk Populasi

...

3

.

Pertumbuhan Populasi

...

...

.

4 Pola Sebaran Populasi

...

C

.

Daya Dukung Habitat

1

.

Habitat

...

...

2

.

Daya Dukung

III

.

KEADAAN URlZlM LOKASI PENELITIAN

...

A

.

Sejarah Penetapan Taman Nasional Wasur

...

. .

...

B

.

Lingkungan Fts~k Kawasan

1

.

Letak dan Luas Kawasan

...

2

.

Topografi

...

3

.

Geologi

.

...

4

.

Tanah

...

5

.

Iklim

...

6

.

Hidrologi

...

C

.

Ekologi

...

...

.

1 Ekologi Bentang Darat

.

...

2 Forinasi Veoetasi

.

(13)

D . Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

...

...

IV

.

METODE PENELITIAN

. .

...

A

.

Lokasi dan Waktu Penelltian

...

.

B Bahan

C

.

Jenis Data Yang Dikumpulkan

...

D

.

Tehnik Pengurnpulan Data

...

...

.

1 Pengumpulan Data Karakteristik Habitat

2 . Pengumpulan Data Populasi

...

E

.

Analisa Data Lapangan

. .

. .

...

1

.

Anallsls Karakter~st~k Habitat

...

. .

2

.

Analisls Populasi

...

V

.

HASIL DAN PEMBAHASAN

...

...

A

.

Kerakteristik Habitat Wallaby Lincah

1

.

Tipe Habitat

...

...

.

2 Struktur Jenis Rumout

3

.

Keanekaragaman Spesies Tumbuhan Bawah

...

4

.

Tingkat Kesukaan Jenis Tumbuhan Bawah

...

5

.

Produktifitas Jenis Tumbuhan Pakan

...

6

.

Tingkat Konsumsi Pakan Harian

...

...

B

.

Nilai Dugaan Parameter Demografi

1

.

Ukuran Populasi

...

2

.

Struktur Populasi

...

3

.

Angka Kelahiran dan Kernatian

...

4

.

Bentuk Sebaran Populasi

...

C

.

Pemanfaatan Wallaby Lincah

...

...

1

.

Nilai Ekonomi Wallaby Lincah

...

.

2 Kebijakan Pemanfaatan

3

.

Bentuk Perburuan Masyarakat

...

D

.

Analisis Pertumbuhan Populasi Wallaby Lincah

...

.

.

...

...

1

.

Simulasi Pertumbuhan Populasi Alami

...

2

.

Simulasi Pemanenan Maksimu~n Lestari (MSY)

3

.

Simulasi Pemanenan Optimum Lestari (OSY)

...

.

...

4

.

Kriteria Pernanenan Lestari di TN Wasur

...

VI

.

SIMPULAN DAN SARAN

A

.

Sirnpulan

...

B

.

Saran

...

...

DAFTAR PUSTAKA

(14)

DAFTAR TABEL

Ukuran wilayah jelajah berdasarkan jenis kelarnin dan musiln di East Point Reserve Key Centre for Tropical Wildlife Management, Stirrat (2003)

...

...

...

.. ...

...

..

..

.. .

.

.. .. . .

... ...

....

....

....

.

...

...

. .. . ..

Indeks nilai penting jenis tumbuhan bawah pada ekosistem savana

...

Indeks keanekaragaman jenis rumput pada habitat padang rumput

...

Tingkat kesukaanl derajat palatabilitas rumput pakan wallaby lincah di Tatnan Nasional Wasur

...

Bagian tanaman yang dimakan wallaby lincah di TN. Wasor

...

Prduktifitas seluruh jenis rumput dengan pemanenan awal

...

Produktifitas rumput yang dirnakan wallaby lincah selama setahun ...

Konsumsi pakan empat ekor wallaby lincah domestikasi selama enam hari pengamatan

...

Daya dukung produktifitas hijauan pakan wallaby lincah pertahun

...

Kepadatan populasi wallaby lincah berdasarkan Metode King's

...

Perbandingan kelas umur dan jenis kelamin wallaby lincab

...

Perhitungan uji sebaran acak populasi walaby lincah di TN. Wasur ...

Perhitungan uji sebaran kelompok walaby lincah di TN. Wasur

...

Simulasi pertumbuhan populasi alami wallaby lincah berdasarkan parameter demografi selarna 30 tahun

...

Jumlah wallaby lincah introduksi pada panenan maksimum lestari

...

(15)

DAFTAR GAMBAR

Diagram kerangka pemikiran penelitian Pendugaan Model Pertumbuhan

Populasi Wallaby Lincah ( Macropus agilis papuanus. Peters and Doria.

1875 ) Dan daya Dukung Taman Nasional Wasur

...

Wallaby lincah betina dengan anak berada didalam kantung

...

pemeliharaan

Perbedaan bentuk. ukuran dan jumlah jari pada Wallabi lincah

...

Peta lokasi kawasan konsewasi Taman Nasional Wasur

...

Aiat dan bahan kegiatan pengumpulan serta pengolahan data

...

Metode petak berganda dalatn peletakan plot pengamatan rumput

...

Kurva spesies area untuk menentukan banyaknya petak contoh

...

Penggunaan metode jalur transek pada kegiatan inventarisasi

...

Persentase jenis tumbuhan bawah berdasarkan famili

...

Perbedaan hekas rumput yang dimakan wallaby lincah dan rusa timor

...

Bentuk tengkorak wallaby lincah yang terdiri dari susunan tenggorak gigi

. .

...

bagian atas dan g ~ g ~ bagian bawah

Diagram batang sebaran populasi berdasarkan kelas umur dan jenis kelamin

...

Anak wallabi lincah berumur 4 minggu di dalam kantung pemeliharaan

...

serta menempel pada salah satu puting induknya

...

Faktor penyebab kematian wallabi lincah

Persentase penggunaan alat buru oleh masyarakat

...

Persentase penggunaan sarana berburu oleh masyarakat

...

Persentase hasil buruan yang diperoleh oleh masyarakat

...

Persentase hasil buruan berdasarkan kelas umur satwa

...

...

Persentase hasil buruan berdasarkan jenis kelamin

...

Persentase lamanya waktu berburu dalam satuan hari

(16)

21. Persentase kegiatan berburu herdasarkan musim perburnan

...

68

22. Persentase kegiatan berburu berdasarkan jumlah anggota kelompok

...

68

23. Grafik simulasi pertumbuhan populasi sebelum dan sesudah kegiatan 74

pemanenan 25%, 50%, 75%, SO%, dan 90% dari jumlah pertambahan populasi tahunan

...

24. Pengarnh persentase pemanenan tahunan terhadap jumlah kuota panan

...

75

25. Pengaruh pengaturan perbandingan kelamin sahva buru pada skenario 76

50% terhadap jumlah kuota panen tahunan

...

26. Pengaruh pengaturan perbandingan kelamin satwa buru pada skenario 77

50% terhadap laju pertambahan populasi setiap tahnn.

...

27. Grafik selisih kuota panen tahunan dan permintaan kehutuhan oleh 78

(17)

DAFTAR

LAMPIRAN

Analisa vegetasi tumbuhan bawah pada ekosistem savana di TN. Wasur

...

Analisa vegetasi tumbuhan bawah pada masing - masing lokasi penelitian

...

Analisis indeks keanekaragaman jenis vegetasi bawah pada habitat savana

...

berdasarkan indeks Shannon - Wiener

Analisis indeks keanekaragarnan vegetasi bawah berdasarkan indeks

Shannon - Wiener pada savana Ukra Besar dan Ukra Kecil yang didominasi

oleh vegetasi semak ekor tikus

...

Analisis indeks keanekaragaman vegetasi bawah berdasarkan indeks

Shannon - Wiener pada savana Prem dan Kankania yang didominasi oleh

...

vegetasi rumput

Rekapitulasi jumlah populasi wallaby lincah per lokasi pengamatan dalam

. . .

satuan ind~vrdu per hektar

...

Rekapitulasi perhitungan luas lokasi pengamatan menggunakan tehnik Line

Transek berdasarkan rumus metode King dalam satuan hektar

...

Analisa perhitungan pendugaan kepadatan populasi wallaby lincah di Taman

...

Nasional Wasur

Analisa bentuk sebaran spasiai wallaby lincah di Taman Nasional Wasur

...

Simulasi pemanenan dua puluh lima persen (25%) dari riap pertambahan

...

populasi pertahun

Simulasi pemanenan dua puluh lima persen (50%) dari riap pertambahan

...

populasi pertahun

Simulasi pemanenan dua puluh lima persen (75%) dari riap pertambahan

populasi pertahun

...

Perbandingan jumlah jenis kelamin satwa buru jantan betina 27 : 1 pada

skenario panenan 50%

...

Jumlah penduduk yang terdapat di kampung dalam Taman Nasional Wasur

...

Simulasi permintaan kebutuhan minimum masyarakat di 12 kampung dalam TN.Wasur dengan pertambahan jumlah permintaan tahunan sebesar 5% dari kebutuhan tahun sebelumnya

...

(18)

I. PENDAWLUAN

A. Latar Belakang

Wallaby lincah (Macropus agilis papuanus. Peters and Doria, 1875) merupakan satu dari empat sub spesies Macropus agilis yang penyebarannya terdapat di wilayah selatan kepulauan New Guinea. Penyebaran spesies ini di Provinsi Papua terdapat di wilayah Kabupaten Merauke, termaksud di dalam kawasan Konservasi Taman Nasional Wasur. Wallaby lincah men~pakan mamalia berkantung dari genus macropus, merupakan satwa endemik dan spesies flagship yang hanya dij~unpai di Taman Nasional Wasur (BTNW, 1999). Sebagai bagian dari komponen ekosistem di Taman Nasional Wasur, wallaby lincah merupakan herbivora pengendali keseimbangan alami komposisi vegetasi padang rumput dan menlpakan spesies indikator dalam penetapan zona perlindungan intensif. Perkembangbiakan satwa ini sangat unik karena dalam satu tahun dapat menghasilkan dua individu dengan stadium yang berbeda yaitu anak dan embrio. Satwa ini memiliki kemampuan untuk menunda kelahiran embrio selama anak di dalam kant~lng pembesaran belum lepas sapih, walaupun embrio telah terbentuk sebagai hasil dari proses pembuahan (Griffiths et al. 2005). Kematian terhadap seekor betina reproduktif sama artinya dengan kematian terhadap tiga individu potensial sekaligus. Dalam tatanan kehidupan sosial masyarakat adat, satwa ini merupakan simbol marga dimana perlakuan terhadap satwa ini hams mengikuti aturan adat (BTNW, 1999).

Populasi wallaby lincah di Tan= Nasiona! Wasw mengalami pentrunan. Penyebab utama penurunan populasi bukan akibat pemangsaan oleh satwa predator, melainkan oleh berbagai aktifitas perburuan yang dilakukan penduduk untuk pemenuhan kebutuhan protein. Kegiatan perburuan tradisional yang direkomendasikan bagi masyarakat adat dalam kesepakatan lokakarya pengelolaan Taman Nasional Wasur tahun 1999, bukan lagi untuk memenuhi kebutuhan protein, melainkan untuk meningkatkan kebutuhan ekononli melalui sistem perdagangan pasar lokal. Pemanenan yang dilakukan bukan atas pertimbangan kelestarian hasil, melainkan keuntungan ekonomi sehingga dilakukan tanpa membedakan kelas umur, jenis kelamin serta musim perburuan termaksud masa berkembangbiak. Nilai ekonomi

(19)

2 satwa ini selain daging, juga kulit yang digunakan sebagai pelapis bagian dalam produk kerajinan kulit buaya di Kota Merauke. Primack et al, (1998) mengatakan

bahwa penggunaan sumber daya alam yang berlebihan seringkali terjadi dengan cepat sewaktu pasar komersil berkembang untuk spesies yang mulanya tidak digunakan atau digunakan secara lokal. Poten (1991), (Hemley 1994, diacu dalam Primack et a1 1998)

mengatakan bahwa perdagangan spesies satwa liar dalam sistem pasar baik legal maupun ilegal bertanggung jawab terhadap penurunan jumlah individu atau populasi dari banyak spesies. Selain perbuman, penurunan populasi wallaby lincah juga dipengabi oleh kualitas dan kuantitas daya dukung habitat. Terjadi pengurangan luasan ekosistem savana akibat invasi dan suksesi jenis vegetasi galam (Melaleuca spp) terutama di savana Kankania, serta invasi jenis eksotik semak ekor tikus (Stachytarpheta urticaefolia) seluas 403 ha di savana Ukra (BTNW, 1999).

Pengelolaan wallaby lincah di Taman Nasional Wasur terhadap berbagai pennasalahan tersebut diatas, akan menimbulkan pertanyaan tentang prioritas tahapan kegiatan yang h a s dikerjakan. Menjawab pertanyaan tersebut, langkah pertama yang harus dilakukan adalah memenuhi kebutuhan data dan infom~asi menyangkut satwa maupun habitatnya. Inventarisasi merupakan tahap awal dari serangkaian kegiatan dalam pengelolaan satwa yang dapat menjawab kebutuhan data dan informasi. King

(1941) diacu dalam Bailey (1984) mengembangkan suatu proses bertahap dalam

pengelolaan satwa yaitu (1) invenarisasi dan sensus, ( 2 ) analisis produktifitas, (3) diagnosis, serta (4) tindakan atau kontrol. Mengingat data dan informasi sangat

penting untuk mengetahui keadaan dan perkembangan populasi serta kondisi habitat dalaii inel&&ati prioritas pengelolaan, ~iiaka penelitian hi miitlak untak ciilakukan.

(20)

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui :

1. Karakteristik dan daya dukung habitat wallaby lincah.

2. Pendugaan parameter demografi dan penyusunan model pertumbuhan populasi wallaby lincah.

C. Manfaat Penelitian

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan data dan informasi tentang daya dukung habitat dan parameter demografi wallaby lincah sehingga bermanfaat bagi perkembangan dunia konservasi, terutama kepada pihak Taman Nasional Wasur dalam menentukan kebijakan perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan.

D. Perurnusan Masalah

Perkembangan populasi wallaby lincah pada tingkat pertumbuhan optimum di Taman Nasional Wasur sangat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu struktur parameter demograti dan daya dukung habitat. Parameter demografi meliputi angka kelahiran, angka kematian, kepadatan populasi, struktur umur serta struktur kelamin. Sedangkan daya dukung habitat meliputi kualitas dan kuantitas pakan, air maupun tempat perlindungan.

Pertanyaan dasar dalam pengelolaan populasi wallaby lincah di Taman Nasional Wasur adalah gambaran tentang struktur parameter demografi apakah berkembang, tetap atau menwun; kualitas dan kuantitas daya dukung habitatnya baik atau buruk. Untuk mengetahui jawaban diatas, maka serangkaian metode perhitungan kuantitatif perlu dilakukan terhadap parameter demografi dan daya dukung habitat. Beberapa informasi berkaitan dengan habitat clan populasi wallaby liicah di Taman Nasional Wasur yang memb~~tuhkan metode perhitungan kuantitatif antara lain:

(21)

1. Karakteristik dan daya dukung habitat, meliputi :

a) Struktur vegetasi t~unbuhan bawah pada ekosistem padang rumput. b) Produktifitas jenis pakan kesukaan.

c) Tingkat konsumsi pakan harian. d) Daya dukung habitat.

2. Parameter demografi dan model pertumbuhan populasi wallaby lincah meliputi a) Jumlah populasi wallaby lincah.

b) Struktur parameter demografi wallaby lincah. c) Bentuk sebaran spasial wallaby lincah. d) Model pertumbuhan populasi wallaby lincah.

e) Jumlah panenan tahunan yang memberikan kelestarian ekologis dan ekonomis.

f) Bentuk pemanfaatan wallaby lincah oleh masyarakat.

E. Kerangka Pemikiran

Pengelolaan satwa liar pada kawasan k o n s e ~ a s i ditentukan oleh status kawasan konservasi tersebut. Tujuan pengelolaan pada kawasan suaka alam seperti suaka margasatwa merupakan fungsi perlindungan dan pengawetan keanekaragaman hayati, sehingga pendekatan yang dilakukan adalah daya dukung ekologis. Pada konsep ini populasi berkembang secara alami dimana faktor pembatas pertumbuhan adalah daya dukung habitat seperti kualitas dan kuantitas makanan, minum serta cover perlindwgan. Sedangkan tujum pengelolaan pada kawzsa? pelestarian a l m seperti taman nasional dimana terdapat fungsi pemanfaatan, maka pendekatan yang dilakukan adalah daya dukung ekologis dan daya dukung ekonomi. Pada konsep ini faktor pembatas pertumbuhan populasi adalah fungsi pemanenan secara lestari.

Pemanenan yang dilakukan oleh masyarakat untuk meningkatkan pendapatan ekonomi berdampak pada jumlah maksimum hasil buruan yang diperoleh sehingga berpenga-ci;i pzda populasi satwa. Apabila peamenw, lebih besar dari laju pertumbuhan, maka akan terjadi penurunan jumlah populasi satwa. Untuk

(22)

5

mengembalikan populasi satwa pada ukuran ideal yaitu ukuran populasi berada pada pertumbuhan optimum maka perlu dilakukan pengelolaan terhadap populasi maupun daya dukung habitat. Pada kasus dimana suatu kawasan terdapat fungsi pemanfaatan termaksud satwa, maka penetapan jumlah panenan lestari merupakan pembatas dari laju kematian. Sinlcair (1994), mengatakan bahwa pertumbuhan populasi tertinggi akan terjadi pada saat populasi berukuran setengah dari daya dukung habitat. Pertanyaannya adalah berapa jumlah maksimum satwa yang dapat dipanen dalam konteks kelestarian hasil. Untuk mengetahui jawaban tersebut diperlukan data dan informasi mengenai parameter demografi satwa, daya dukung habitat serta bentuk pemanfataan oleh masyarakat.

Apabila parameter demografl satwa menunjukkan gambaran pertumbuhan yang berkembang diatas batas tingkat kepadatan dampak minimum dan kualitas serta kuantitas daya dukung habitat menunjang maka penetapan pemanenan lestari melalui penetapan kuota dapat di laksanakan. Sebaliknya bila ukuran dan parameter populasi tidak menunjukkan perkembangan atau tetap bahkan kecendrungan menurun mendekati batas tingkat kepadatan dampak minimum, maka penetapan jurnlah panenan lestari belum dapat dilakukan. Pada kondisi ini maka langkah pengelolaan perlu dilakukan baik terhadap populasi satwa maupun habitat. Usaha yang dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan populasi pada tingkat kepadatan dampak minimum antara lain : pengaturan perbandingan kelas umur dan jenis kelamin, pengaturan persaingan, konbol terhadap pemangsaan, pengkayaan jenis pakan kesukaan, penyediaan sumber air, pengelolaan tempat perlindungan dan berkembangbiak serta pengendaiian jenis eksotik.

(23)
(24)

11. TINJAUAN PUSTAKA

A. Bioekologi Wallaby Lincah

1. Takxonomi

Wallaby lincah (Macropus agilis papuanus. Peters and Doria, 1875) merupakan mamalia berkantung yang memiliki ukuran tub& sedang dan merupakan jenis yang makanan utamanya addah rumput (grazer). Ciri khusus spesies ini adalah memiliki w a n a tub& abu - abu seperti wama pasir, terdapat warna gelap keabuan antara mata dan teliga, wama terang berbentuk garis yang terdapat pada pipi dan bagian paha luar, serta wama hitam yang terletak pada ujung telinga dan ekor (Merchant, 1998).

Taxonomi wallaby lincah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Sub Phylum : Vertebrata

Class : Mamalia. Linnaeus, 1758

Sub Class : Theria. Parker and Haswel, 1897 Infraclass : Metatheria. Huxley, 1880

Order : Diprotodontia Owen, 1866

Sub Order : Macropodiformes Ameghino, 1889

Family : Macropodidae Gray,1821 (Kangaroos, Wallabies )

Sub Family : Macropodinae Gray, 1821 Genus : Macropus Shaw, 1790

Sub Genus : Notamacropus Dawson and Flannery, 1985 Species : Macropus agilis Gould, 1841 ( Agile Wallaby )

Sub Species 1. Macropus agilispapuanus (Peters and Doria, 1875) - Papua

2. Macropzrs agili agilis -Northem Territory. 3. Macropus agilis nigrescens - Western Australian 4. Macropus agilis jardinii - Queensland

(25)

8

2. Morfologi dan Anatomi

Wallaby lincah memiliki berat tubuh rata-rata antara jantan dan betina adalah 16 kg. Rata - rata berat tubuh jantan 20 kg, sedangkan rata - rata berat tubuh betina 12

kg. Panjang tubuh diukur dari kepala sampai pangkal ekor antara 600 sampai 1.050

mm (Nowak, 1991). Merchant (199S), mengatakan bahwa rata -rata berat badan jantan adalah 19 kg dan rata - rata berat badan betina 11 kg ; panjang tubuh yang

diukur dari kepala sampai pangkal ekor untuk jantan SO0 mm sedangkan betina 650

mm;panjang ekor yang diukur dari pangkal sampai ujung ekor untuk jantan 770 mm dan betina 640 mm.

Gambar 2. Wallaby lincah betina dengan anak didalam kantung pemeliharaan

Wallaby lincah memiliki kaki belakang yang panjang dan kuat, kaki depan yang pendek dan kecil, serta ekor yang panjang dan kuat. Kaki belakang berperan pada saat berlari, sedangkan saat berjalan dibaiitu oleh kaki depan d m ekor yang diseret ke tanah. Kaki depan juga berfungsi sebagai tangan untuk memasukkan makanan kedalanl mulut. Ekornya yang panjang dan kuat digunakan sebagai alat keseiinbangan dan pendarong saat melompat seperti fungsi pegas. Ekor digunakan sebagai penopang saat duduk atau saat melakukan perkelahian.

Kaki depan terdiri dari 5 buah jari sedangkan kaki belakang 3 bua11 jari dengan 4 buab kuku. Dua jari kaki belakang yaitu bagian luar dan tengah berukuran besar serta kuat dan masing - masing memiliki 1 buah kuku sedangkan satu jari bagian dalam memiliki bentuk yang kecil dan kurang kokoh serta memiliki dua buah kuku

, > . % . % , . . ,,..-,.,.

:.

? *.,..,-- e-...

. . ~ c m m c z vang gecil aan h a n g kokoh ciiduga jari ketiga Lon;-- a-!-;q- ;-; %:i!rnz?r; memnunvai fungsi dalam melakukan pergerakan, hal ini

(26)

9

dapat dilihat pada bekas pijakan kaki bagian belakang dimana hanya terlihat dengan tegas cetakan jari bagian luar dan tengah sedangkan jari bagian dalam kurang terbentuk.

Gambar 3. Perbedaan bentuk, ukuran dan jumlah jari pada Wallabi lincah a) Lima jari pada kaki depan, bentuk dan ukuran lebih kecil. b) Tiga jari dan empat buah kuku pada kaki belakang, bentuk dan

ukuran iebih besar dari kaki depan

c) Cetakan kaki belakang, jari ketiga bagian dalam kurang tegas.

Gigi wallaby lincah memiliki sifat yang M~as diiana setiap ral~ang atas inemiliki tiga gigi seri yang terpisah oleh suatu celah panjang tanpa gigi (diastema) dari beberapa geraham palsu tetap serta gerallam sejati. Geraham bawah terdapat pada setiap sisi, sedangkan gigi taring hanya satu yang letaknya berbaring di bagian depan. Ada suatu diasterma antara gigi taring dan geraham palsu yang rontok sesuai dengan yang ada di geraham atas. Terdapat empat pasang lophodont disetiap geraham atas dan bawah yang berfungsi mtuk menggiling makanan berupa rumput dan dedaunan.

Gigi geraham keluar lambat, secara kontinyu dan perlahan berpindah tempat dari depan ke belakang. Usia wallaby lincah dapat ditaksir dengan memperl~atikan stadium munculnya geraham. Berdasarkan perkembangan gigi maka umur wallaby lincah dapat di klasifikasikan dalam kelas umur sebagai berikut :

-

Setelah umur 1 Tcahun : Memiliki satu geraham yang lengkap

-

Beixunur 2 Tahun : Memiliki dua buah geral~am

-

Berumur 4 Tahun : Memiliki tiga buah geraham

- B e m u r 7

-

8 Tahun : Memiliki empat buah geraham

Perpindahan gigi ke arah depan, dapat disimpulkan dengan membandingkan tempat tonjolan tul'mg pipi. Pada wallaby lincah berumur tujuh atau delapan tahun, tonjolan berada diseberang rongga antara geral~am ketiga dan keempat. Tetapi pada

(27)

10 satwa berumur sepuluh tahun geraham keempat sudah pindah kedepan, sehingga sisi depan ada diseberang tonjolan tersebut. Siklus hidup wallaby lincah diperkirakan mencapai umur hingga 20 tahun. Nowak (1991), menyebutkan bahwa siklus hidup wallaby lincah di habitat alam mencapai umur 11 sampai 14 tahun.

Sisitem pencemaan makanan pada wallaby lincah menunjukkan persamaan dengan hewan pemamah biak lainnya. Memiliki lambung besar berbentuk kantong yang terbagi dalam empat bilik. Bagian terdepan mengandung protozoa dan organisme bersel satu lainnya yang mencernakan serta merubah sellulosa menjadi suatu zat yang dapat digunakan sebagai makanan untuk wallaby lincah sehingga satwa ini dapat bertahan hidup pada musim kemarau yang panjang. Wallaby lincah tidak memamah biak tetapi makanan itu terkadang oleh esofagus dikembalikan ke mulut kemudian menelannya kembali. Proses ini disebut meryeisme, tujuannya tidak diketahui.

3. Reproduksi

Wallaby &ncah betina mulai berkembang biak hanya beberapa bulan setelah berumur satu tahun. Bolton et al. (1985), menyebutkan bahwa wallaby lincah betina di East Point Reserve Key Centre for Tropical Wildlife Management Australia mulai melakukan perkembangbiakan setelah mencapai umur antara 1,7 sampai 2,2 tahun, sedangkan di habitat aslinya tergantung pada kualitas pakan. Selanjutnya disebutkan bahwa reproduksi wallaby lincah di habitat dam akan meningkat tergantung pada kualitas dan kuantitas sumber pakan. Meskipun keadaan kurang menguntungkan, spesies ini dapat menghasilkan 3 (tiga) an&! dalam dua tahun.

Betina yang tidak menyusui mengeluarkan satu telur yaitu satu kali dalam empat atau enam minggu. Siklus birahi terputus dalam kurun waktu anak menyusui didalam kantung dan ha1 ini terjadi sesudah hamil. Kelahiran dapat terjadi setiap tahun tetapi mencapai puncaknya pada bulan Mei sampai bulan Agustus, sedangkan kehamilan atau masa antara pembuahan dan melahirkan terjadi selama 29 sampai 30 hari. Dressen (1993) dan Stirrat (2000), mengataka1 baffwa seks rasio betina dan jantan dewasa adalah 2 : 1. Embrio dalan kandungan memperoleh oksigen dan makanan

(28)

11

melalui plasenta seperti pada mamalia umumnya. Kelahiran pada wallaby lincah didahului dengan munculnya semacam cairan yang mengandung sisa buangan yang terkumpul selama mengandung. Anak yang dilahirkan berada dalam selaput yang berisi cairan, kemudian pecah sehingga anaknya memegang bulu-bulu induknya untuk memanjat masuk kedalam kantung pembesaran yang terdapat pada bagian depan perut. Anak yang baru lahir dalam keadaan buta dan tanpa bulu ini akan menempel pada salah satu dari empat puting induknya yang terdapat didalam kantung pemeliharaan.

Anak wallaby lincah mulai memiliki bulu lengkap setelah berusia 165 hari, mulai mengeluarkan kepalanya dari dalam kantung pemeliharaan pada usia 150 hari dan telah berani keluar meninggalkan induknya sebentar setelah berusia 190 hari.

Anak wallaby lincah akan meninggalkan induknya setelah berusia antara 7 sampai 8

bulan. Merchant (1998), menyebutkan bahwa an& wallaby lincah akan meninggalkan kantong pembesaran induknya dan memulai hidup secara mandiri setelah berumur antara 10 sampai 12 bulan.

Pada wallaby lincah, fecundity tahunan atau jumlah anak betina yang dilahirkan per induk dari kelas umur tertentu dalam satu tahun adalah 1,53 sedangkan peluang hidup individu berumur 0 sampai 1 tahun adalah 0.43 ; peluang hidup individu berumur diatas 1 tahun rata -rats adalah 0,87 (Kirkpatrick & Johnson 1969). Pada wallaby lincah dikenal istilah "diapause embrional" yaitu suatu peristiwa diiana embrio tidur tetapi hidup dan tinggal lama didalam alat reproduksi betina selama anak sebelumnya masih berada di dalam kantung induknya. Embrio yang sedang tidur terjadi sebagai hasil pembuahan pada waktu anak masih berada dalam kantong induknya.

4. Perilaku

Wallaby lincah pada dasarnya adalah soliter, meskipun

ukuran

kelompok berkaitan dengan jumlah kepadatan populasi (Dressen,1993). Frekwensi hubungan sosial dalam kelompok kecil adalah karena adanya hubungan perkawinan betina clan

(29)

12 spesies yang hidup secara berkelompok yang terdiri dari banyak betina dan membagi wilayah untuk beristirahat serta makan. Jumlah anggota kelompok populasi diatas 10 individu dan kumpulan kelompok yang lebih besar te jadi pada saat aktifitas makan (Lone Pine Koala Sanctuary, 2001). Kelompok besar kemungkman bersifat sementara dan terkonsentrasi pada sumber makanan, air minum dan tempat berlindung (Dressen 1993). Lokasi makan dan perlindungan dari predator dapat berubah setiap tahun sebagai fimgsi dari ukuran kelompok (Blumstein et al. 2003).

Wallaby lincah merupakan satwa nokturnal yang melakukan aktifitas makan di tempat terbuka dimulai pada sore hingga pagi hari saat matahari mulai terbit, kemudian beristirahat pada pagi hingga sore hari ditempat yang terlindungi oleh tegakan pohon. Dua aktifitas utama yang m u m dilakukan oleh satwa ini adalah

makan dan kewaspadaan yang dilakukan hampu 90 % dari total waktu beraktifitas.

5. Makanan

Makanan utama wallaby lincah pada m u s h hujan adalah nunput (grazer) tetapi pada m u s h kemarau diiana kualitas rumput menurun akibat kekeringan, satwa ini dapat mengkonsumsi makanan alternatif termaksud pucuk daun, kulit kayu, buah, bunga, serta akar (Stirrat 2002). Berdasarkan pengalaman lapangan penulis selama bertugas di Taman Nasional Wasur Merauke, diketahui bahwa pada m u s h kemarau sering dijumpai wallaby liicah berada di pinggir danau atau rawa pada pagi dan sore hari sedang menggali tanah untuk mendapatkan akar rerumputan.

6. Wilayah Jelajah

Wilayah jelajah adalah daerah yang secara rutin dikunjungi satwa liar karena dapat mensuplai kebutuhan makan, minum, perlindungan, tempat tidur dan tempat kawin (Boughey 1973, Pyke 1983, Van Noordwijk 1985 diacu dalam Alikodra 1990). Wallaby lincah menyukai habitat yang belum terganggu terutarna disepanjang sungai dan kaii pada areal ierbdca dekat padang rm~p'rlt. Merchant (1998), nienyebutkan bahwa di wilayah Northern Territory kepadatan wallaby lincah terlihat

(30)

13

pada daerah lahan basah dan sumber air. Sedangkan di East Point Reserve Key Centre for Tropical Wildlife Management ditemukan ukuran wilayah jelajah yang lebih luas pada saat musim kemarau ketika kualitas makanan menurun, dimana jantan memiliki wilayah jelajah yang lebih luas dari betina. Stirrat (2003), menyatakan bahwa di East Point Reserve Key Centre for Tropical Wildlife Management tersebut terdapat perbedaan ukuran wilayah jelajah berdasarkan jenis kelamin dan musim sebagaimana tercantum pada Tabel I.

Table 1. Ukuran wilayah jelajah berdasarkan jenis kelamin dan musim di East Point Reserve Key Centre for Tropical Wildlife Management, Stirrat (2003)

Periode Musim Jenis Kelamin Preferensi Habitat Jantan Betina

Penghujan ( h a ) 16,6 ha 11,3 ha Wilayah terbuka ( padang rumput) Wilayah berhutan khususnya pada malam

Kernma' ( h a ) 24' ha 15, ha hari ketika mencari sumber pakan alternotif

7. Penyebaran

Penyebaran populasi wallaby lincah dijumpai di Western Australia, Northern Territory Australia serta wilayah utara dan timur Queensland (Nowak,l991). Satwa ini juga dijumpai dengan jumlah terbatas di wilayah selatan kepulauan New Guinea (Colombus Zoo website, 2001). Penyebaran wallaby lincah di wilayah selatan kepulauan New Guinea terdapat pada ekoregion trans fly yang m e ~ p a k a n landsecape ekosistem lahan basah pada wilayah adminitratif Kabupaten Merauke

-

Papua (Indonesia) sampai ke wilayah selatan Negara Papua New Guinea (PNG),

Penyebaran wallaby lincah di Taman Nasional Wasur Merauke terdapat pada ekosistem savana yang luas dan berhubungan dengan sumber air minum bempa rawa permanen. Rawa - rawa permanen ini me~pL&an sumber air minum bagi satwa pada musim kemarau. Beberapa tempat konsertrasi populasi wallaby lincah antara lain savana Kankania, ma,Prem, Mblatar dan Maar (sepanjang wilayah RI - PNG).

(31)

B. Biologi Populasi

1. Populasi

Populasi dapat didefinisikan sesuai dengan bidang keilmuan ataupun keahlian peneliti. Odum (1971), menekankan pengertian populasi dalam bidang ekologi sebagai kumpulan makhluk hidup dari spesies yang sama atau memiliki kesarnaan genetik dan secara bersama-sama mendiami suatu tempat tertentu dan dalam waktu tertentu pula. Populasi memiliki sifat-sifat dari kelompok dan bukan dari sifat yang dimiliki oleh individu dalam kelompok tersebut.

Anderson (1985) diacu dalam Alikodra (1989) mendefinisikan populasi sebagai kelompok organisme yang terdiri dari individu satu spesies yang saling berinteraksi dan melakukan perkembangbiakan pada suatu tempat dan waktu tertentu. Alikodra (1990) menyempumakan kedua definisi di atas sebagai suatu kelompok organisme yang terdiri dari individu satu spesies yang mampu menghasilkan keturunan yang sama dengan tetuanya. Anggota kelompok ini tidak ataupun jarang melakukan hubungan dengan spesies yang sama dari kelompok lainnya. Suatu populasi dapat menempati wilayah yang sempit sampai luas, tergantung pada spesies dan kondisi daya dukung habitatnya. Organisme yang melakukan kegiatan migrasi akan menempati wilayah yang luas, dan sebaliknya organisme yang aktivitas hariannya sempit akan menempati wilayah yang sempit pula. Tarumingkeng (1994) menekankan pengertian populasi dalam hal genetik, yaitu himpunan individu atau kelompok individu suatu jenis yang tergolong dalarn satu spesies atau kelompok lain yang dapat melangsungkan interaksi genetik dengan jenis yang bersangkutan, dan pada suatu waktu tertentu menghuni suatu wilayah tertentu.

2. Karakteristik Populasi

Menurut Krebs (1972) diacu dalam Priyono (1998), menyebutkan bahwa populasi dapat diielompokkan ke dalam deme-deme atau populasi lokal, yang dapat meidKukan perkawinan antam organisma. Secara urnum, karakteristik kelompok ini

(32)

1s mendasar adalah ukuran atau kepadatan. Empat parameter yang mempengaruhi kepadatan adalah natalitas (kelahiran), mortalitas (kematian), emigrasi dan irnigrasi. Karakteristik sekunder dari populasi adalah sebaran umur, komposisi genetik, dan pola sebaran (penyebaran secara individu di dalam suatu ruang). Karakteristik terakhir adalah karakteristik yang dimiliki secara individual.

Tarumingkeng (1994) menyatakan sifat khas yang dimiliki populasi adalah kerapatan (densitas), laju kelahiran (natalitas), laju kematian (mortalitas), sebaran umur (distribusi) dan jenis kelamin, potensi biotik, sifat genetik, perilaku dan pemencaran (dispersi). Parameter populasi yang utama adalah struktur populasi, yang terdiri dari sex ratio, distribusi kelas

umur,

tingkat kepadatan dan kondisi fisik (van Lavieren, 1982).

a ) Kerapatan Populasi ( Densitas )

Kepadatan populasi adalah besaran populasi dalam suatu unit ruang. Pada urnumnya dinyatakan sebagai jumlah individu di dalam satu unit luas atau volume (Alikodra, 1990). Nilai kepadatan diperlukan untuk menunjukkan kondisi daya dukung habitatnya. Parameter populasi yang berpengaruh terhadap nilai kepadatan populasi adalah natalitas, mortalitas, imigrasi dan emigrasi (Krebs, 1972).

b ) Angka Kelahiran ( Natalitas )

Natalitas merupakan jumlah individu baru (anak) yang lahir dalam suatu populasi dan dinyatakan dalam beberapa cara yaitu produksi individu baru

(anak) dalam suatu populasi, laju kelahim per satuan waktu atau laju kelahiran per satuan waktu per individu (Odurn, 1971). Ditegaskan oleh Lavairen (1983), bahwa laju kelahiian dinyatakan dalam laju kelahiran kasar (crude birth rate), yaitu perbandingan junllah individu yang dilahirkan dengan jumlah seluruh anggota populasi pada satu periode waktu; dan laju kelahiran umw spesifik yang merupakan perbandingan

jurniah

individu yang lahir dengan jwulah induk yang melahirkan yang ternlasuk dalam kelas

urnur

tertentu.

(33)

16 Wiersum (1973), menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi angka kelahiran adalah :

1) Perbandingan komposisi jantan dan betina (sex ratio) dan kebiasaan kawin,

2) Umur tertua dimana individu masih mampu berkembangbiak (maximum

breeding age),

3) Umur tem~uda dimana individu mulai mampu untuk berkembangbiak (minimum breeding age),

4) Jumlah anak yang dapat diturunkan oleh setiap individu betina dalam setiap kelahiran ifecundify),

5)

Jumlah melahirkan anak per tahun ifertilify).

c ) Angka Kematian ( Mortalitas )

Mortalitas merupakan jumlah individu yang mati dalam suatu populasi. Mortalitas diiyatakan dalam laju kematian kasar (crude mortality rate), yaitu perbandingan jumlah kematian dengan jurnlah total populasi hidup selama satu periode waktu, ataupun laju kematian umur spesifik yang merupakan perbandingan jumlah individu yang mati dari kelas umur tertentu dengan jumlah individu yang termasuk dalam kelas umur tertentu tersebut selama periode waktu (Alikodra, 1990). Faktor-faktor yang mempengamhi kematian satwa antara lain:

1) Kematian oleh keadaan dam, misalnya: bencana alam, penyakit, pemangsaan

,

kebakaran dan kelaparan.

2 ) Kematian oleh kecelakaan, misalnya : tenggelam, tertimbun tanah longsor,

tertimpa batu dan kecelakaan yang menyebabkan terjadinya infeksi sehingga mengalami kematian.

3) Kematian oleh adanya pertarungan dengan jenis yang sama untuk mendapatkan ruang, makanan dan air serta untuk menguasai wilayah.

4) Kematian oleh aktifitas manusia, misalnya : perusakan habitat, perbuman,

(34)

17

d ) Perbandingan Jenis Kelamin

Perbandingan jenis kelamin adalah proporsi antara individu jantan dengan betina atau dapat dinyatakan sebagai jumlah individu jantan per 100 individu betina (Lavieren, 1983). Perbandingan jenis kelamin dapat dibedakan atas :

1) Primary sex ratio, yaitu perbandingan individu jantan terhadap individu

betina secara konsepsional.

2) Secondary sex ratio, yaitu perbandingan individu jantan terhadap individu betina pada saat kelahiran.

3) Tertiary sex ratio, yaitu perbandingan individu jantan terhadap individu betina pada akhir hidup.

e ) Sebaran Kelas Umur ( Distribusi )

Sebaran kelas umur adalah pengelompokkan anggota populasi ke dalam kelas umur yang sama dan biasanya dibedakan antara kelompok jantan dan betina. Menurut van Lavieren (1982), pengelompokkan yang paling sederhana adalah pengelompokkan ke dalam kelas umur bayi (new born), anak (juvenile), remaja (sub adult) dan dewasa (adult). Alikodra (1990), struktur umur adalah perbandingan antara jumlah individu dalam setiap kelas umur dengan jumlah keseluruhm individu dalani suatu populasi. Struktur umur dipergunakan

untuk

menilai keberhasilan perkembangbiakan serta prospek kelestarian satwa liar.

Ditinjau dari kondisi natalitas dan mortalitasnya, populasi dapat dibedakan menjadi empat keadaan struktur umur yaitu :

1) Struktur umur dalam keadaan populasi yang seimbang (stationaty population), yakni natalitas dan mortalitas relatif seimbang.

2) Struktur umur dalam keadaan populasi yang mundur (regressive population), yakni natalitas mengalami p e n m a n .

3) Struktur umur dalam keadaan populasi yang berkembang (progressive population), yakni natalitas mengalami peningkatan.

4) S t n h umur dalam keadaan popuiasi yang mengalami gangguan sehingga terjadi kematian yang tinggi pada kelas umur tertentu.

(35)

18

3. Pertumbuhan Populasi

Naik dan turunnya kepadatan populasi satwa ditentukan oleh kemampuan genetik dan adanya interaksi dengan daya dukung lingkungannya. Komponen lingkungan yang menahan pertumbuhan populasi sangat kompleks dan saling berkaitan satu dengan lainnya. Ada tiga kemungkinan perubahan populasi yaitu berkembang, stabil, dan menurun (Alikodra, 1990; van Lavieren, 1982). Pertumbuhan populasi pada awalnya rendah kemudian mencapai maksimal dan selanjutnya menurun sampai akhirnya lnencapai no1 pada kondisi jumlah individu sama dengan daya dukung lingkungannya (Krebs,1972 diacu dalam Priyono, 1998). Menurut Alikodra (1990), pertumbuhan populasi dari waktu ke waktu terjadi dengan kecepatan (laju kelahiran) yang ditentukan oleh kemampuan berkembangbiak dan keadaan lingkungannya. Tarumingkeng (1994) menyatakan bahwa terdapat dua model pertumbuhan populasi, yaitu model eksponensial (er) dan model logistik.

Model pertumbuhan populasi eksponensial dapat disebut sebagai penggandaan pertumbuhan populasi. Model pertumbuhan ini terjadi pada populasi yang tidak dibatasi oleh keadaan lingkungan. Nilai er dari suatu populasi merupakan perbandiigan antara populasi dari dua waktu. Pada keadaan lingkungan yang tidak terbatas, maka model pertumbuhan populasi sebagai berikut (van Lavieren, 1982):

r . t Ket : Nt = Ukunn populasi pada waktu ke-t

N t

= N o . e

NO r = = Ukuran populasi awal Laju pertumbuhan

e = Bilangan Euler ( 2,71828..)

t = Waktuke-t

Tarumingkeng (1994) diacu dalam Priyono (1998), menyatakan bahwa model persamaan di atas bersifat deterrninistik yaitu disusun dengan asumsi bahwa kejadian- kejadian yang berlangsung daliun populasi dapat diramalkan secara pasti dan mutlak. Sesungguhnya apa yang dideskripsikan dalam model deterministik adalah rataan nilai- nilai teoritis parameter populasi, sebagai aproksimasi yang dapat diterapkan untuk populasi yang besar dimana fluktuasi acak atau ragam sampling dapat diabaikan. Daiam keadaan sebenarnya popuiasi aIami berkembang dengan nilai er yang tergantung pada kerapatan. Pada kerapatan tertentu, makin padat populasi makin

(36)

19 berkurang persediaan makanan dan ruangan sehingga terjadi persaingan yang akan menyebabkan pertumbuhan populasi lambat laun akan menurun dan akhimya berhenti tumbuh jika daya dukung lingkungannya telah tercapai.

Model pertumbuhan populasi eksponensial seperti di atas apabila diterapkan untuk waktu yang tidak terbatas tetapi dengan sumber yang terbatas menjadi tidak realistis karena tidak memperhitungkan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan seperti kerapatan, makanan, dan sebagainya. Pendekatan yang dilakukan untuk merumuskan model populasi yang lebih realistik yaitu dengan memasukan salah satu faktor penting yaitu kerapatan populasi sehingga terbentuk model yang terpaut kerapatan (density dependent model). Model pertumbul~an populasi terpaut kerapatan disebut model pertumbuhan logistik, dengan bentuk persamaan sebagai berikut:

K

Ket: Nt = Ukwan populasi pada waktu ke-t

N

- NO = Ukwan populasi awal

K = Kapasitas daya dukung liigkungan

r = Laju p e m b u h a n

e = Bilangan Euler (2,71828..)

t = Waktu ke-t

Menurut Tarumingkeng (1994), model pertumbuhan populasi logistik disusun berdasarkan asumsi-asumsi sebagai berikut:

1) Populasi akan mencapai keseimbangan dengan lingkungan sehingga m e m i l i

sebaran umur stabil (stable age distribution).

2) Populasi memiliki laju pertumbuhan yang secara berangsur-angsur menurun

secara tetap dengan konstanta r.

3) Pengaruh r terhadap peningkatan kerapatan karena bertumbuhnya populasi men~pakan respon yang instantaneous atau seketika itu juga dan tidak terpaut penundaan atau senjang waktu (time lag).

4) Sepanjang waktu pertumbuhan keadaan lingkungan tidak berubah.

5) Pengaruh kerapatan adaiah sama untuk semua tingknt umur populasi. 6 ) Peluang untuk berkembangbiak tidak dipengaruhi oleh kerapatan.

(37)

20 Dari perhitungan nilai er, diperoleh tiga kemungkinan pertunlbuhan populasi :

1) Jika nilai r lebih besar dari 0, maka populasi akan bertumbuh meningkat.

2) Jika nilai r sama dengan 0, maka populasi akan bertumbnh mendatar. 3) Jika nilai r lebih kecil dari 0, maka populasi akan bertumbuh menurun.

4. Pola Sebaran Populasi

Menurut Ludwig dan Reynolds (1988), secara umum individu populasi menyebar dalam 3 pola spasial yaitu pola sebaran acak (random), pbla sebaran mengelompok (clumped) dan pola sebaran merata (uniform). Disebutkan pula bahwa pola sebaran acak dari individu populasi suatu spesies menunjukkan adanya keragaman (homogenity) dalarn lingkungan dan adanya perilaku non selektif dari spesies yang bersangkutan. Pola sebaran merata terjadi karena adanya pengaruh negatif dari persaingan makanan antara individu sebagaimana dapat diamati pada hewan yang merumput. Sedangkan pola sebaran mengelompok dapat disebabkan oleh sifat spesies yang gregorius @ergerombol) atau adanya keragaman (heterogenity) habitat sehingga te rjadi pengelompokan ditempat yang terdapat makanan dan lainnya.

Faktor yang menyebabkan adanya perbedaan pola sebaran spasial (Hutchinson diacu dalam Ludwig dan Reynolds, 1988) diantaranya adalah :

1) Faktor vektorial yang timbul dari gaya eksternal seperti arah mata angin, arah

aliran air dan internsitas cahaya.

2) Faktor reproduktif yaitu berkaitan dengan cara berkembangbiak. 3) Faktor sosial yang dirniliki spesies tertentu misainya perilaku teritoriai.

4) Faktor koaktif yang timbul sebagai akibat adanya persaingan intra spesifik.

(38)

C. Daya Dukung Habitat

1. Habitat

Habitat adalah suatu komunitas biotik atau serangkaian komunitas biotik yang ditempati oleh binatang atau populasi kehidupan. Habitat yang sesuai menyediakan semua kelengkapan bagi suatu spesies selama musim tertentu atau sepanjang tahun. Kelengkapan habitat terdiri makanan, minum, perlindungan, dan faktor lain yang diperlukan oleh spesies hidupan liar untuk hidup dan melangsungkan reproduksinya secara berhasil (Bailey, 1984).

2. Daya Dukung

Daya dukung adalah jumlah individu satwaliar dengan kualitas tertentu yang dapat didukung oleh habitat tanpa menimbulkan kerusakan terhadap sumberdaya habitat (Bailey, 1984). Menurut Dasman (1964), habitat hanya dapat menampung jumlah satwa pada batas tertentu, sehingga daya dukung menyatakan fungsi dari habitat. Penambahan dan penurunan populasi sangat ditentukan oleh faktor habitat seperti makanan, air dan tempat berlindung.

Menurut Syarief (1974), besarnya daya dukung suatu areal dapat dihitung melalui pengukuran salah satu faktor habitat. Untuk menghitung produktivitas hijauan berupa padang rumput dapat menggunakan cara yang diperkenalkan McIlroy (1964) yaitu dengan pemotongan hijauan pada suatu luasan sampel savanal, menimbang dan dihitung produksi per unit luas per unit waktu. Menurut Brown (1954) diacu dalam Susetyo (1980), hijauan yang ada di lapangan tidak seluruhnya tersedia bagi satwa, tetapi ada sebagian yang ditinggalkan untuk menjamin pertumbuhan dan pemeliharaan tempat tumbuh. Bagian tanaman yang dimakan satwa tersebut disebut proper use. Susetyo (1980), bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap proper use adalah topografi, karena sangat membatasi pergerakan satwa. Proper use pada lapangan d a t a dan bergelombang (kemiringan 0-50) adalah 60-70%, lapangan bergelombang dan berbukit (kemiringan 5-230) adalah 40-45% dan Iapangan berbukit sampai curarn (kemiringan lebih dari 23%)proper use nya adalah 25-30 %.

(39)

111.

KEADAAN

UMUM

LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Penetapan Taman Nasional Wasur

Kawasan Taman Nasional Wasur sebelurn ditetapkan statusnya sebagai taman nasional, men~pakan sebuah kawasan suaka alarn yang ditetapkan berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 252/Kpts/Um/5/1978 tanggal 2 Mei I978 yang terdiri dari dua kawasan konservasi yaitu: Suaka Marga Satwa Wasur dan Cagar Alam Rawa Biru. Kawasan Suaka Marga Satwa Wasur dengan luas 206.000 ha diperunbean bagi perlindungan satwa sedangkan kawasan Cagar Alam Rawa Biru seluas 4.000 ha diperuntukkan bagi perlindungan sumber air minum penduduk Kota Merauke. Gubemur Provinsi Irian Jaya melalui surat No. 1 125IDJN198 1 tanggal 10 Maret 198 1

mengusulkan perluasan kawasan sebesar 15.000 ha menjadi 225.000 ha.

Tanggal 4 Januari 1982, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 15/Kpts/Ud5/19S2, luas kawasan ini bertambah dari 98.000 ha menjadi 323.000 ha (225.000

+

98.000). Pada tanggal 6 maret 1990 melalui surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 448Nenhut-VI/1990 kawasan tersebut dideklarasikan menjadi Taman Nasional Wasur seluas 308.000 ha. Pada tahun1997 dilakukan penunjukan kawasan Taman Nasional Wasur di Kabupaten Merauke Propinsi Irian Jaya seluas 413.8 10 ha.

B. Lingkungan Fisik Kawasan 1. Letak dan Luas Kawasan

Taman Nasional Wasur terletak dibagian selatan Provinsi Papua dalam wilayah administrasi Pemerintahan Daerah Kabupaten Merauke, yang secara geografis berada pada koordinat 140" 27' - 141" 2' Bujur Timur dan 8' 5'

-

9" 7' Lintang Selatan. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 282Kpts-VU1997 tanggal 23 Mei 1997, luas kawasan TN. Wasw adalah 413.810 ha dengan batas wilayah sebagai berikut :

(40)

23 Sebelah Barat : Kota Merauke yang berjarak kurang lebih 12 km

Sebelah Utara : Sungai Maro sepanjang 182.5 km

Sebelah Timur : Batas Negara RI - PNG sepanjang 114 km Sebelah Selatan : Laut Arafixa

Gambar 4. Peta lokasi kawasan konservasi Taman Nasional Wasur

Secara umum kawasan Taman Nasional Wasur terbagi dalam 2 daerah geografi yaitu: dataran pantai dan dataran berbukit bergelombang (plato) yang terbentang mulai dari Laut Arafura ke arah utara melalui dataran pantai yang rata dan perlahan - lahan bergelombang (kemiringan lereng h a n g dari 12") serta dataran rata yang terpotong- potong oleh plato yang bergelombang di bagian utara kawasan dengan titik tertinggi 90 m diatas permukaan laut.

3. Geologi

Kawasan Taman Nasional Wasur berada pada dataran datar hingga bergelombang yang berasal dari aluvial pleistosen tua (plato oroimo). Kawasan ini memiliki sedimen berlapis dengan batuan dasar kristalin dari zaman prekambrian dan paleozoikum yang secara keseluruhan memilii sediien berlapis (Pieters, 1982 diacu dalam Petocz 1984). Sedimen alwial ini diperoleh dari erosi daerah dataran tinggi pada periode kuarter.

(41)

24

4. Tanah

Secara m u m tanah pada kawasan Taman Nasional Was~u adalah aluvial dan jenis tanah lain yang merupakan hasil proses hidromorfik. Jenis tanah ini berstruktw halus, berlempung kuat dan sering kali tergenang oleh air pada musim hujan. Daerah dekat pasang surut pantai dan sungai memiliki keadaan tanah yang alkalin namun semakin kearah darat cenderung memiliki peningkatan kadar asam.

Hasil penelitian Tim Pusat Penelitian Tanah Bogor (PPT Bogor) pada tahun

1988 mengklasifikasikan tanah di Taman Nasional Wasur kedalam lima ketegori tanah yaitu: kambisol, gleisol, regosol, dan planosol. Jenis tanah kambisol dan podsolit sangat berlimpah secara ekstensif didaerah savana yang berasosiasi dengan jenis tanaman Nuucleu spp - Buringtonia spp- Livistoniu spp serta dicirikan oleh

terdapatnya sejumlah besar sarang rayap.

Tanah rawa payau sering berada diantara lempung marind yang benvarna abu- abu hingga coklat gelap dengan plastisitas tinggi dengan ketebalan lapisan pasir halus ( I s 2 0 cm) clan material lunak lainnya. Keseluruan kawasan pada umumnya memiliki kedalaman 2,5 - 4,5 m material lempung marind bernoda merah dan abu - abu yang

secara lokal diietahui sebagai lapisan " corn beef"

5. Iklim

Taman Nasional Wasw memiliki iklim musim (Moonson) yang dicirikan oleh dua musim utama yaitu musim kering yang terjadi pada bulan Juni sampai November1 Desember dan musim basah yang terjadi pada bulan Desember sampai Mei. Berdasarkan hasil pencatatan stasiun Meteorologi Merauke, temperatur bulanan maksimum antara 29,3"C sampai 33°C dengan rerata 31,6"C. Temperatur bulanan maksimum terendah terjadi pada bulan Juni dan tertinggi te jadi pada bulan Desember. Temperatur bulanan minimum berkisar antara 22,2"C sampai 24,2"C dengan rerata 23,3OC. Temperatur bulanan minimum terendah terjadi pada bulan Agustus dan tertinggi pada bulan Januari I Febmari.

(42)

25

Hari hujan rerata antara 3,5 hari pada bulan Oktober lungga 17,6 hari pada bulan Januari. Namun rerata hujan maksimum yang diperoleh adalah antara 6,5 mm pada bulan Agustus hingga 67,7 mm pada bulan Januari. Kelembaban rerata adalah antara 76,s rnB pada bulan November hingga 84,2

mB

pada bulan Maret. Curah hujan bervariasi antara 17,l mm pada bulan Agustus hingga 275,7 mrn pada bulan Januari. Kondisi iklim diatas dapat memberikan gambaran bagaimana variasi yang cukup besar antara musim kemarau dan musim hujan.

6. Hidrologi

Kawasan Taman Nasional Wasur memiliki daerah potensi air permukaan yang cukup besar yaitu Danau Rawa Biru dengan luas potensial 12.570 ha, namun daerah permukaan bebas atau luas aktualnya hanya 100,2 ha. Potensi air permukaan lainya adalah Sungai Maro yang membatasi kawasan bagian utara dan mengalir kearah barat menuju Laut Arafura. Menun~t Ridarso (1996), kapasitas air tawar di Danau Rawa Biru mencapai 50.000.000 m3 yang dipergunakan oleh Perusahaan Daerah Air Minurn (PDAM) untuk memenuhi kebutuhan penduduk Kota Merauke rata-rata sebesar 40 liter per detik selama m u s h hujan dan 200 liter per detik selama m u s h kemarau.

C. Ekologi

1. Ekologi Bentang Darat.

Taman Nasional Wasur memiliki 6 tipe ekosistem yaitu: ekosistem tawar berair payau musiman, ekosistem rawa berair tawar permanen, ekosistem pesisir berair tawar, ekosistem dataran berair tawar, ekosistem pesisir berair payau

-

asin, dan ekosistem dataran berair payau.

Gambar

Gambar  1.  Diagram alir kerangka pemikiran penelitian
Gambar  4.  Peta lokasi kawasan konservasi Taman Nasional Wasur
Gambar  6.  Metode petak berganda dan peletakan plot pengamatan rumput  Keterangan  :  :  Petak pertama yang mempakan titik awal
Tabel  2.  Indeks nilai penting jellis tumbuhan bawah pada ekosistem savana.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Output pada sistem ini mengeluarkan keluaran berupa daftar nama- nama yang mirip dengan keyword yang berasal dari database, yang datanya adalah nama siswa SMA

Indeks Tendensi Konsumen (ITK) di DKI Jakarta pada Triwulan I-2016 adalah sebesar 105,20 yang artinya kondisi ekonomi konsumen pada triwulan tersebut secara umum dikatakan

Hal ini dapat disimpulkan bahwa nilai fakor beban dari hasil perhitungan diatas masih terbilang cukup kecil dikarenakan PLN menyediakan atau menyuplai daya sebesar

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari

Oleh karena itu, tidak wajib zakat atas perhiasan (yang terbuat dari emas atau perak) tersebut, dan tidak berlaku pula riba (dalam pertukaran atau jual beli) antara

Oleh karena itu, secara kimia air di Mata Air Sumber Asem dinyatakan aman dikonsumsi Sementara itu, pada pengukuran parameter biologi mendapatkan hasil MPN

Responden yang menjawab sangat setuju untuk pernyataan positif adalah yang terbanyak yaitu pernyataan “Cara mengonsumsi buah yang paling baik yaitu dimakan dalam

3.7 membandingkan fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan beberapa teks deskriptif lisan dan tulis dengan memberi dan meminta informasi terkait dengan deskripsi