• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRADITION OF JAMASAN PUSAKA TOSAN AJI OF PERUNGGAHAN KULON IN SEMANDING DISTRICT TUBAN (FOLKLORE STUDY)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TRADITION OF JAMASAN PUSAKA TOSAN AJI OF PERUNGGAHAN KULON IN SEMANDING DISTRICT TUBAN (FOLKLORE STUDY)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

TRADITION OF JAMASAN PUSAKA TOSAN AJI OF PERUNGGAHAN

KULON IN SEMANDING DISTRICT TUBAN (FOLKLORE STUDY)

FT.Mukarromah

Faculty Of Language and Art, State University Of Surabaya ftmukarromah05@mhs.unesa.ac.id

Yohan Susilo S.Pd., M.Pd

Faculty Of Language and Art, State University Of Universitas Negeri Surabaya Yohansusilo@unesa.ac.id

ABSTRAK

Tradhisi adalah semua yang diwariskan dari turun-temurun sampai jaman sekarang. Salah satu kebudayaan lahir karena adanya keinginan manusia untuk mencukupi kebututuhannya, di dalam tindak tanduk, pola kehidupan, perkonomian, pertanian, srtifikasi sosial, realigi, mitos dan lainya. Aspek tersebut kemudian harus dicukupi oleh manusia di dalam kehidupan dan juga menghasilkan spontanitas lahirnya kebudayaan dan tradhisi. Tradhisi jamasan pusaka yaitu salah satu cara untuk mensucikan pusaka seperti keris, tombak dan lain sebagainya karena benda tersebut dipercaya mempunyai daya yang bersifat magis. Di dalam masyarakat Jawa tradhisi jamasan pusaka diadakan setiap bulan suro seperti halnya Tradhisi Jamasan Pusaka Tosan Aji (TJPTA) di Desa Perunggahan Kulon Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban. Tradhisi Jamasan Pusaka Tosan Aji menurut masyarakat yaitu sarana untuk mensucikan benda yang dipercaya mempunyai daya magis, juga sarana membersikan diri manusia. Penelitian ini akan membahas 1) Bagaimana asal mula TJPTA di Desa Perunggahan Kulon Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban, (2) tata cara TJPTA, (3) Ubarampe TJPTA, (4) Fungsi dan, (5) Perubahan di dalam TJPTA. Didalam penelitian ini menggunakan konsep folklor Danandjaja. Penelitian ini menggunakan ancangan penelitian deskriptif kualitiatif. Sumber data yang ada di dalam penelitian dibagi menjadi sumber data primer dan sekunder. Intrusmen penelitian yaitu peneliti, lembar observasi, daftar pertanyaan dan alat bantu. Teknik mengupulkan dhata dengan cara observasi, wawancara, dan dokumentasi, analisis data menggunakan open coding, axial coding, dan selektif.

(2)

ABSTRACT

Culture was born because human interests to meet their needs on patterns of life, agriculture, social certification, religion, myth and so on. This aspect must be fulfilled by humans which are also able to produce spontaneous culture and tradition. Jamasan Pusaka tradition is a way to purify heirlooms such as a dagger, spear and so on because this object is believed to have magical power. In the Javanese tradition, Jamasan Pusaka tradition is held on every month of Suro as well as 'Tradisi Jamasan Pusaka Tosan Aji (TJPTA)' in the Perunggahan Kulon Village, Semanding District, Tuban. The tradition of Jamasan Pusaka Tosan Aji according to the community is one of the ways to purify items which is believed to have magical powers, as well as to clean impurities of humans. This research will discuss: 1) How is the origin of TJPTA, 2) What are the equipments of TJPTA, 3) The Function of TJPTA, and 5) How Does TJPTA Change. The study using the concept of folkor by Danandjaja. It uses a descriptive qualitative research method. The data sources of the study were divided into primary and secondary data. The research instruments are researchers, observation sheets, questionnaires and helping devices. The data collection techniques are observation, interview and documentation. The data analysis used are open code, axial code, and selective.

(3)

PENDAHULUAN

Tradhisi yaitu kebiasaan yang diwariskan dengan cara turun-temurun dari generasi ke generasi. Kebiasaan yang diwariskan mengandung nilai kebudayaan, seperti adat-istiadat, sistem kemasyarakatan, dan sistem kpercayaan. Sistem kepercayaan berhubungan dengan sistem upacara religius atau ritual. Upacara religius mempunya tujuan mencari hubungan manusia dengan Tuhan, Dewa-Dewa atau mahluk halus yang menghuni alam gaib. Koentjaraningerat menjelaskan sistem upacara salah satu wujud perilaku atau behavioral manifestation dari religi (di dalam Budiono Herususanto, 2008:44). Budaya mengandung nilai-nilai kehidupan lahir dari alam dan bisa menjadikan manfaat untuk manusia yang hidup selaras dengan alam. Manusia dengan pemikiran dan kepintarannya bisa melebur menjadi satu dengan alam. Salah satu suku yang kental dengan kebudayaan dan tradisi didalamnya adalah masyrakat Jawa. Dalam jurnal yang telah diteleti Madhan Anis (2014:7) Upacara Tradisional dalam Masyarakat Jawa mengemukakan masyarakat Jawa sangat kental dengan tradisi dan budaya. Tradisi dan budaya bagi masyarakat Jawa dijadikan sebagai sarana pemersatu diantara perbedaan status sosial, agama dan keyakinan. Hal inilah yang membuat masyarakat Jawa sangat terkenal guyup rukun.

Salah satu kebudayaan yang menarik perhatian untuk diteliti lebih dalam yaitu kebudayaan lokal yang ada di Kabupaten Tuban. Kabupaten Tuban salah satu Kabupaten yang berada di provinsi Jawa Timur, berbatasan dengan Kabupaten Lamongan di sebelah Timur, dan provinsi Jawa Tengah dibagian Barat. Kabupaten Tuban mempunyai beraneka kebudayaan yang wujudnya Tradisi. Kebudayaan yang berupa tradisi dan menarik perhatian untuk diteliti lebih dalam yaitu Tradhisi Jamasan Pusaka Tosan Aji (TJPTA) ketika dibulan sura di Desa Perunggahan Kulon Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban.

Tradhisi Jamasan Pusaka diadakan di Balai Desa Perunggahan Kulon Krido Wicaksono merupakan suatu tempat yang mempunyai sejarah yaitu Pusat Pemerintahan di Kabupaten Tuban atau bisa disebut Kota Lama. Selain mensucikan dan mencuci keris, Tradhisi ini merupakan salah satu penghormatan untuk leluhur desa tersebut. Adanya Tradhisi Jamasan Pusaka Tosan Aji tidak bisa lepas dari sejarah perkembangan pusat pemerintahan Kabupaten Tuban, oleh karena itu Tradhisi Jamasan Pusaka salah satu acara yang diadakan masyarakat Perunggahan Kulon dan menjadi salah satu agenda resmi yang diadakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Tuban.

Berdasarkan pernyataan diatas penelitian ini akan membahas (1) Awal mula TJPTA ing Desa Perunggahan Kulon Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban (2) Bagaimana tata cara TJPTA, (3) Apa saja ubarampe yang digunakan di TJPTA, (4) apa fungsi TJPTA untuk masyarakat, (5) Bagaimana perubahan didalam TJPTA di Desa Perunggahan Kulon Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban.

(4)

bagaimana awal adanya TJPTA ing Desa Perunggahan Kulon Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban (2) Menjelaskan bagaimana tata cara TJPTA, (3) menjelaskan ubarampe dan maknanya TJPTA, (4) menjelaskan fungsi TJPTA, dan (5) menjelaskan perubahan di dalam TJPTA di Desa Perunggahan Kulon Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban. Didalam penelitian ini diharapka bisa menambah manfaat terutama untuk peneliti dan masyarakat yaitu: (1) Bisa menambah pengetahuan awal adanya TJPTA di Desa Perunggahan Kulon Kecamatan Semanding Kaebupaten Tuban, (2) menambah pengetahuan perubahan didalam TJPTA yang merupakan salah satu bagian dari kebudayaan, (3) Untuk melestarikan Kebudayaan yang ada di Kabupaten Tuban agar selalu lestari, (4) untuk referensi yang lain dan supaya menumbuhkan rasa cinta masyarakat dengan budayanya.

METODE

Didalam rancangan penelitian TJPTA menggunakan metodhe kualitatif deskriptif yaitu suatu prosedur penelitian yang menghasilkan dhata deskriptif kata tertulis atau lisan dari inforrman yang bisa dilihat (Moleong, 2011:3). Dheskriptif yaitu pemaparan dengan kata-kata yang jelas dan rinci Sudikan (2001:85) hakikat penelitian yaitu salah satu kegiatan yang ilmiah bisa untuk mengumpulkan dhata. Dari penelitian ini bisa memberikan informasi atau pengetahuan untuk pembaca. Dari penjelasan diatas bisa disimpulkan kalau penelitian deskriptif lebih mengutamakan hasil penelitian berupa data data deskriptif tidak menunjukan angka, yang berupa tulisan atau lisan dari sumber informan TJPTA.

(A) Objek Penenlitian

Sugiyono (2012:2) menjelaskan objek penelitian yaitu sasaran ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu mengenai suatu bab yang objektif, valid dan variebel, tentang suatu bab (variabel tertentu). Objek yang bakal diteliti yaitu TJPTA. TJPTA dipilih karena banyak masyarakat di Desa Perunggahan Kulon yang mendukung acara tersebut supaya terlaksana dengan sempurna. Objek penelitian yaitu variabel utama yang pusatnya suatu penelitian (Arikunto, 1998:15). Penelitian ini menggunakan penelitian foklor. Tradhisi termasuk salah satu penelitian folklor setengah lisan yang masih digunakan dan lestari di masyarakat.

(B) Papan Penelitian

Iskandar (2008:219) ngandharake situasi dan kondisi lingkungan dan tempat yang berhubungan dengan tempat penelitian. Menurut Endraswara (2006:05) menjelaskan cara mengumpulkan data penelitian budaya yang menentukan tempat penelitian salah satu bagian yang penting. Tempat penelitian TJPTA di Balai Desa Krido Wicaksono Perunggahan Kulon. Balai Desa Krido Wicaksono salah satu tempat yang mempunyai pengaruh awal mula Kota Tuban, oleh karena itu untuk memperingati masa jaya pemerintahan Kabupaten Tuban, Tradisi ini dilaksanakan di Balai Desa Krido Wicaksono. Selain itu untuk mengucapkan rasa syukur sudah diberikan kehidupan yang cukup dan keselamatan oleh Tuhan YME, juga dengan leluhur cikal bakal terbentuknya Kabupaten Tuban.

(5)

(C) Sumber Data Penelitian

Lonflad (didalam Moleong, 2011:157) menjelaskan sumber data yang utama didalam penelitian kualitatif yaitu kata-kata atau tata laku. Menurut Arikunto (2010:172) menjelaskan kalau sumber data yaitu subjek yang paling utama untuk mendapatakan data. Sumber data yaitu informan yang bisa memberikan informasi atau pengetahuan untuk penliti. Data penelitian berupa lisan atau catatan, dan rekaman wawancara infroman. (Arikunto, 2010:161) data yaitu hasil catatan dari informan. Endraswara (2009:103) data dibagi menjadi dua, yaitu: (1) data lisan, (2) data non lisan. Data lisan berasal dari observasi, wawancara dan angket, yang berupa kata, dan hasil wawancara dari informan. Data non lesan yaitu wujudnya ubarampe atau alat yang digunakan didalam tradhisi tersebut, bisa juga berupa foto, video dan sebagainya.

Dhata penelitian dibagi menjadi dua, yaitu: (1) data primer, dan (2) sekunder. Hasan (2002:62) menjelaskan kalau data primer yaitu data yang dikumpulkan dilapangan oleh peneliti ketika sedang melakukan observasi. Data primer diantaranya hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti. Data primer diantaranya hasil wawancara, hasil observasi di lapangan dan data-data mengenanai informan. Data sekunder yaitu data yang dikumpulkan dengan seseorang yang meneliti sumber-sumber yang sudah ada. Hasan (2002:58) data sekunder bisa diambil dari foto atau video ketika tradisi tersebut berlangsung. Data primer diantaranya informan yang akan dijadikan sumber informasi yaitu: (1) Bapak Kepala Desa Perunggahan Kulon, (2) Bapak Teguh Ketua Paguyupan Megalamat, (3) Bapak Supriyono minangka sesepuh Desa Perunggahan Kulon, (4) Bapak Sahlil masyarakat kang mangerteni TJPTA, selain itu data sekunder pendukung data penelitian yang berupa foto, video, dan rekaman wawancara.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Didalam pembahasan ini bakal membahas hasil analisis penelitian yaitu, (1) awal mula TJPTA, (2) tata laku TJPTA, (3) ubarampe dan makna, (4) fungsi TJPTA, (5) perubahan didalam TJPTA.penelitian ini akan menggunakan kajian folkor. Sebelum membahas mengenai TJPTA, peneliti memaparkan beberapa penelitian yang hampir sama dan sudah diteliti oleh beberapa jurnal diantaranya yaitu:

Penelitian mengenai tradisi jamasan yang hampir sama bisa dilihat didalam penelitian Kabul Priambadi dan Abraham Nur Cahyo (2018). Tradisi Jamasan Pusaka Di Desa Baosan Kidul

Ponorogo. Tradisi jamasan tersebut termasuk ritual yang diadakan setiap tahun sekali di bulan suro

tepatnya jumat legi. Hasil dari penelitian tersebut mengemukakakn bahwa tradisi tersebut diadakan sebagai salah satu sarana kepada Tuhan YME supaya diberikan keselamatan dari semua bahaya. Selain itu tradisi ini dikakukan sebagai nilai-nilai luhur yang perlu diwariskan dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

(6)

Pusaka ing Wduk Gajah Mungkur Wonogiri (Suatu Kajian Etnolinguistik) skripsi surakarta. Tradisi

tersebut dilakukan masyarakat Wonogiri khususnya di Kecamatan Selogiri setiap tahun sekali ketika bulan suro.

Ismu Diyanti ( 2014) Tradhisi Jamas Pusaka ing Desa Ngilam Kecamatan Sawahan Kabupaten

Nganjuk (Kajian folklor). Tradisi tersebut masih dilakukan dan dipercaya masyarakat juga salah satu

sarana wujud syukur kepada Tuhan YME.

TJPTA merupakan tradisi yang masih dihormati oleh masyarakat Desa Perunggahan Kulon Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban. Tradisi tersebut dilaksanakan setiap tahun sekali setiap bulan sura. Tradisi tersebut juga dilaksanakan bersamaan dengan adanya HUT kota Tuban. Oleh karena itu TJPTA menjadi salah satu acara yang ramai dan menarik perhatian masyarakat Desa Perunggahan Kulon, namun juga masyarat kota Tuban dan sekitarnya. Seperti hasil jurnal Afiliasi Ilafi (2020: 73) Tradisi Jamasan dapat dijumpai di Jawa pada bulan Suro, prosesi tersebut di tiap-tiap Kabupaten/kota memiliki perbedaan, namun tidak meninggalkan inti dari Jamasan. Bulan suro merupakan bulan pertama pada perhitungan Jawa. Bulan suro ini memang tidak lepas dari tradisi-tradisi yang berkembang di masyarakat Jawa. Didalam jurnal yang telah di teliti Ifan Prasetiawan (2016: 22) malam satu suro adalah malam yang kemarat dan bertepatan dengan satu Muharam. Pada satu suro benda-benda pusaka seperti keris, batu benda pusaka lainnya yang dimandikan atau disucikan dengan bunga-bunga, masyarakat Margolembo yang memiliki ilmu kejawen bersemedi di puncak-puncak sakral keramat seperti puncak gunung, pohon besar atau dimakam keramat. TJPTA merupakan sarana untuk membuang hal yang bersifat buruk yang ada di jiwa manusia dan khususnya merupakan sarana mengucapkan puji syukur masyrakat kepada Tuhan YME yang sudah memberikan kehidupan, umur panjang, dan rejeki yang berlimpah. Selain itu TJPTA merupakan sebuah kepercayan yang dilakukan oleh masyarakat untuk menghormati leluhur dan berupaya supaya tradisi yang sejak jaman dahulu sampai sekarang bisa dilestarikan oleh masyarakat Desa Perunggahan Kulon. Selain itu tradisi ini merupakan salah satu cara meletarikan tradisi lokal yang ada di Kabupaten Tuban, supaya remaja-remaja di jaman sekarang tidak hanya memuja perkembangan jaman namun masih menghormati jati diri manusia tersebut. Hal tersebut hampir sama dengan tradisi jamasan yang dilakukan di daerah lain, seperti di daerah Ngliman. Seperti hasil jurnal Ismudiyanti (2014:2) Tradisi Jamasan Pusakasudah ada dari jaman dahulu sampai sekarang namun tentu saja mengalami perubahan. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Namun, hal-hal yang bersifat riual biasanya masih dipercaya bahkan diagungkan oleh sebagian masyarakat Jawa. Didalam jurnal yang telah diteliti Wulan Selvania (2020:12) Ritual Menyambut Bulan Suro pada Mayarakat Jawa biasanya waktu ritual ditandai dengan beberapa macam unsur dan komponen yaitu waktu pelaksanaan, tempat pelaksanan ritual, dan alat-alat yang digunakan dalam ritual upacara.

(7)

Tradisi jamasan pusaka merupakan tradisi yang masih dihormati masyarakat Desa Perunggahan Kulon sampai sekarang. Jamasan yaitu keramas, sedangkan pusaka barang warisan atau tinggalan dari leluhur. Jamasan Pusaka bisa dimaknai keramas, atau membersihkan pusaka-pusaka dari karat. Karena pusaka tersebut merupakan tinggalan leluhur. Dari hasil jurnal Agastya (2018:212) Tradisi jamasan Pusaka artinya memandikan, tradisi jamasan pusaka masih dilakukan masyarakat karena msyarakat percaya bahwa tradisi tersebut mempunyai manfaat didalam kehidupan. Bagi masyarakat tradisi jamasan pusaka dapat dikatakan tradisi turun-temurun dan sebagai adat istiadat.

Tradisi jamasan pusaka di Desa Perunggahan Kulon Kecamatan Semading Kabupaten Tuban pada jaman dahulu dilakukan dengan cara pribadi dengan cara memanggil meranggi. Meranggi yaitu merupakan pekerjaan membersihakan dan memberi warangan di ilah keris atau benda pusaka lainnya. Tujuannya untuk menampilkan gambaran pamor atau awetnya keris tersebut. Namun, tidak semua yang mempunyai pusaka mau merwat pusaka tersebut. Oleh karena itu diadakan tradisi ini supaya pusaka tersebut tidak hanya dibiarkan oleh masyakat, namun juga dirawat dengan baik, yaitu dengan mengadakan TJPTA. Tradisi Jamasan Pusaka Tosan Aji bersifat umum khususnya siapa saja yang mempunyai pusaka di Desa Perunggahan Kulon Kecamatan Semanding. Tradisi jamasan di Desa Perunggahan Kulon berbeda dengan beberapa penelitian mengenai tradisi jamasan. Umumnya pusaka yang dijamas hanya pusaka asli peninggalan leluhur Desa, akan tetapi di Desa Perunggahan Kulon tradisi menjamas pusaka tidak hanya dilakukan pada pusaka peninggalan leluhur saja, akan tetapi sebagian merupakan pusaka-pusaka yang dimiliki masyarakat secara pribadi.

(1) “Jaman dahulu setiap orang yang mempunyai pusaka melakukan jamasan sendiri-sendiri dengan cara memanggil (meranggi) tukang jamas pusaka. Kemudian diturunkan ke anak dan cucu, biasanya tidak akan terawat dan rusak. Mangkanya diadakan tradisi ini, selain itu ada beberapa keris tinggalan leluhur Desa yang masih dirawat hingga sekarang. Seperti keris Kudanman pada era Mojopahit. Pusaka-pusaka yang dijamas juga tidak hanya pusaka tinggalan leluhur saja, akan tetapi pusaka-pusaka masyakat Desa Perunggahan Kulon.” (Sahlil, 25 Maret 2020)

Dalam mengadakan tradisi jamasan pusaka tidak sembarangan orang bisa menjamas pusaka tersebut, namun orang yang menjamas pusaka sudah dibekali kemampuan khusus untuk membersihkan keris atau pusaka. Beberapa bagian ketika menjamas pusaka dibagi menjadi empat yaitu: (1) ada dua orang yang yang bagian menyiram pusaka dengan bunga setaman, (2) bagian memeras jeruk dan menyikat pusaka, (3) bagian mengelap pusaka, dan (4) bagian mengeringkan pusaka yang sudah dijamas.

(2) “tidak sembarangan seseorang bisa menjamas pusaka ini. Harus mempunyai keahlian yang khusus. Oleh karena itu bagian menjamas pusaka harus dibekali pengetahuan yang luas tentang menjamas pusaka.” (Sahlil, 25 Maret 2020)

(8)

Tradisi jamasan umumnya dilakukan satu tahun sekali, yaitu dibulan sura, Jumat Wage. Tradisi jamasan juga dilakukan merupaka adat, dan wujud penghormatan kepada leluhur, serta wujud syukur doa kepada Tuhan YME, juga sarana doa masyarakat khususnya di Desa Perunggahan Kulon diberikan kehidupan yang aman dan nyaman. Tidak hanya sarana mumuji syukur, namun adanya tradisi tersebut merupaka wujud melestarikan budaya tidak hanya memuja perubahan perkembangan modern.

Tradisi Jamasan Pusaka diadakan di Balai Desa Krido Wicaksono, karena menurut sejarah merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Tuban berkembang di Desa Perunggahan Kulon. Balai Desa Krido Wicaksono tempat yang disebut kota lama karena salah satu daerah penting ketika pusat pemerintahan Kabupaten Tuban dibangun. Selain itu Balai Desa Krido Wicaksono merupakan tempat yang dianggap sakral oleh msyarakat desa Perunggahan Kulon karena adanya punden tinggalan leluhur, yang setiap tahunnya juga diadakan sedekah bumi. Didalam Balai Desa Krido Wicaksono terdapat tempat yang terdapat benda pusaka berbagai jenis. Pusaka-pusaka tersebut disimpat dengan baik sebagian merupakan koleksi dari paguyupan Megalamat. Pusaka tersebut juga termasuk pusaka yang asalnya asli dari Tuban diantaranya pusaka Kudanmas di era Mojopahit. Karena adanya sejarah Kabupaten Tersebut masyarakat dan sesepuh mengadakan Tradisi Jamasan Pusaka di Balai Desa Krido Wicaksono.

(3) “Balai Desa Krido Wicaksono dahulnya merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Tuban yang pertama atau alun-alun kota lama. Jadi tempat ini sangat bersejarah oleh Kabupaten Tuban.” (Sahlil, 25 Maret 2020)

B. Tata Laku Jamasan Pusaka 1. Tata Persiapan TJPTA

Tahap persiapan dilakukan sebelum Tradisi Jamasan Pusaka. Supaya Tradisi Jamasan Pusaka bisa terlaksana denga lancar. Hal-hal yang perlu dilakukan ketika akan mengadakan Tradisi Jamasan Pusaka yang pertama yaitu membentuk panitia-panitia yang bisa mendukung TJPTA tersebut dengan cara RT dan RW di Desa Perunggahan Kulon. Sesudah mengumpulkan panitia kemudian RT dan RW menunjuk warga yang bisa memberikan partisipasi ketika pusaka-pusaka tersebut diarak. Kemudian sesepuh mempersiapkan hari baik, kemudian juga memberikan data pusaka-pusaka yang akan dijamas agar pusaka tersebut tidak tertukar satu sama lain.

Kemudian menyiapkan ubarampe seperti kendi tujuh buah, kendi mempunyai makna yaitu saran mengnadalikan diri, tumpeng yang wujudnya kerucut mempunyai makna sejatinya manusia berhubungan dengan Tuhan YME ketika hidup didunia, kembang setaman, kembang limang, kembang melati, kembang kantil dan manggar jambe. Selain itu diadakan besih-bersih desa oleh masyarakat Perunggahan Kulon satu hari sebelum tradisi ini dilaksanakan. Berbeda dengan tradisi Jamasan di Desa Ngliman. Ismudiyanti (2014 : 8-9) tata laku Tradisi Jamasan yaitu meminta restu Ki Ageng Ngliman, pusaka di arak menuju tempat penjamasan, sambutan Pak Lurah, Bupati, dan

(9)

penyerahan wayang. Penyerahan wayang dari Bupati untuk mranggi, kemudian tradisi jamasan siap untuk dimulai. Tradhisi Jamasan Pusaka ing Desa Ngliman Kecamatan Sawahan Kabupaten Nganjuk

(4) “Jadi sebelum acara ini terlaksana diadakan rapat yang melibatkan RT dan RW Desa Perunggahan Kulon, kemudian disosialisasikan dengan masyrakat Desa Perunggahan Kulon” (Teguh, 10 April 2020)

2. Tahapan inti TJPTA

Tahapan yang kedua yaitu mengadakan Tradisi Jamasan. Pelaksanaan dimulai dengan acara sambutan sesepuh Desa Perunggahan Kulon. Sesudah sambutan kemudian dibuka dengan Tari Cucuk Lampah merupakan sarana penyambutan Tradisi Jamasan yang akan dilaksanakan. Sesudah Tari Cucuk Lampah, sebagian pusaka diarak dari depan Balai Desa Krido Wicaksono menuju di tempat menjamas, atau pas didepan punden. Sebelum diadakan acara menjamas pusaka orang yang bagian menjamas tersebut mengawali dengan cara berdoa supaya tradisi jamasan diberikan kelancaran Tuhan YME tanpa adanya halangan satupun. Tata cara menjamas pusaka yaitu: (1) pusaka diperasi jeruk nipis untuk membersihkan dari kotoran dan karat, (2) pusaka yang telah diperasi perasan jeruk lalu disikat dengan sabun, sabun yang digunakan tidak sabun yang khusus, tetapi bisa menggunakan sabun apa saja, (3) setelah dicuci, pusaka dimasukan kedalam wadah yang berisi bunga setaman, (4) tahap yang keempat, tahapan yang paling penting yaitu tahap mengeringkan pusaka, hal tersebut penting dilakukan agar keris yang basah tidak menyebabkan karat, (5) yang kelima yaitu mutih keris yaitu merendam pusaka kedalam air kelapa yg sudah busuk, lalu diperasi jeruk nipis berulang-ulang sampai sisa warangan dan minyak hilang dan warna keris berubah putih bersih. Minyak keris merupakan campuran berbagai minyak untuk wewangian dan pengawet pusaka umumnya minyak cendana, melati, kenanga, dan sebagainya.

(5) “Tahap ketita menjamas pusaka harus runtut, tidak sembarang orang bisa menjamas pusaka, orang-orang yang menjamas mempunyai pengetahuan lebih tentang pusaka mbak, sebagian memang ada remaja yang terpilih menjamas keris, tetapi tidak sembarangan. Remaja tersebut terjun langsung ketika mepelajari benda pusaka dan bergabung di paguyupan megalamat.” (Sahlil, 25 Maret 2020)

3. Tahap Akhir TJPTA

Tradisi Jamasan diakhiri dengan cara sesepuh mengucapkan wujud syukur kepada Tuhan YME, karena acara tersebut sudah berlangsung dengan lancar tanpa suatu halangan apapun. Yang kedua masyarakat, sesepuh bersama-sama makan tumpeng yang sudah disediakan oleh panitia. Makan tumpeng merupakan upaya untuk mempererat persaudaraan masyarakat Desa Perunggahan Kulon supaya guyup rukun di kehidupan. Seperti jurnal yang telah diteliti sebelumnya oleh Ani Suyani (2018: 23) Jamasan Pusaka yang ada di Kabupaten Ngawi merupakan tradisi yang masih dilestarikan,

(10)

hak tersebut menjadi jembatan ingatan masyarakat Ngawi kepada leluhur mereka. Selain itu, jamasan pusaka sebagai alat untuk menumbuhkan rasa kekeluargaan dalam masyarakat Ngawi, akan berkumpul dan menyaksikan upacara Jamasan Pusaka tersebut. Yang ketiga, pusaka-pusaka yang telah dijamas lalu diarak mengelilingi desa.

Setelah menjamas pusaka selesai, masyarakat dan remaja desa yang sudah terpilih lalu menyiapkan diri untuk mengikuti arak-arakan mengitari desa. Masyarakat yang sudah terpilih menggunakan baju kebaya dan jarik untuk perempuan untuk laki-laki diwajibkan mengenakan blangkon atau udeng. Adanya arak-arakan didalam tradhisi jamasan yaitu untuk memamerkan pusaka-pusaka kepunyakan warga Desa Perunggahan Kulon Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban, lan untuk menarik perhatian masyarakat supaya mau menghormati tradisi tinggalan leluhur. Tidak malah ditinggalkan tetapi dilestarikan. Terakhir, pusaka-pusaka yang telah diarak lalu dikembalikan kepada pemiliknya masing-masing.

(6) “Yang terakhir dilakukan yaitu berkumpul bersama masyarakat desa, makan tumpeng yang merupakan sarana mempererat silahturahmi masyarat Desa Perunggahan Kulon.” (Sahlil,25 Maret 2020)

(7) “TJPTA juga merupakan sarana hiburan untuk warga desa mbak, juga khususnya untuk remaja-remaja supaya mau melestarikan budaya lokal yang ada di Tuban.” (Teguh 10 April 2020)

C. Ubarampe dan Makna didalam TJPTA

Ubarampe yaitu salah satu alat yang digunakan didalam TJPTA. Setiap ubarampe dipercaya oleh

masyarakat dan pendukungnya sebagai simbol yang mempunyai makna tersendiri. Sebagian ubarampe merupakan sarana untuk negosiasi spriritual untuk roh gaib. Umbarampe didalam TJPTA ada berbagai wujudnya. Kepercayaan yang ada didalam masyarakat adanya ubarampe ini sebagai penghormatan kepada Tuhan yang menciptakan alam semesta. Masyrakat percaya jika ubarampe tidak dilengkapi acara TJPTA tidak akan berjalan dengan lancar dan sempurana. Oleh karena itu, masyarakat harus melengkapi ubarampe-ubarampe yang ada didalam acara TJPTA. Seperti hasil jurnal dari Dorotun Nafi’ah (2015:23) mengenai Upacara Siraman Gong Kyai Pradah dan Pengaruhnya Bagi Masyarakat Blitar peralatan atau perlengkapan upacara menjadi salah satu komponen penting yang harus ada. Pada sistem religi masyarakat, suatu upacara tidak dapat dilaksanakan dan bahkan dipandang tidak sah apabila peralatan atau perlengkapan tidak lengkap. Ubarampe yang ada didalam TJPTA mempunyai nilai luhur, semua ubarampe tersebut sempunyai simbol dan makna yang harus diperhatikan didalam acara TJPTA. Simbol berupa bahasa, gerak, isyarat berwujud suara dan mempunyai arti, simbol merupakan wujud kebudayaan karena setiap hal yang dilihat manusia mempunyai simbol.simbol. Setiap masyarakat Jawa mempunyai kepercyaan yang berbeda mengenai ubarampe, oleh karena itu setiap ubarampe didalam upacara adat satu sengan lainnya tentu saja berbeda.dalam hasil jurnal penelitian Ismudiyanti (2014: 9-10) ubarampe yang digunakan di dalam tradisi jamasan yaitu menyan

(11)

madu, jeruk pecel, tebu ireng, warangan, minyak wangi, gunungan dan berkat.

(8) “Ubarampe didalam tradisi ini penting sekali, selain untuk menjamas pusaka, juga salah satu simbol penghormatan untuk para leluhur dan cikal bakal desa, oleh karena itu tidak bisa ditinggalkan.” (Teguh, 10 April 2020)

Masyarakat Jawa tidak bisa lepas dari aspek makna dan juga simbol. Sebagian kejadian yang ada dimasyarakat Jawa bisa disimbolkan. TJPTA tidak bisa dipisahkan dari makna dan simbol. Wujud kebudayaan karya manusia selalu mempunyai makna dan juga simbol. Simbol-simbol tersebut umumnya ada di peralatan yang ada didalam tradisi tersebut. Tradisi yang tidak hanya mempunyai simbol, tetapi juga menjadi sumber pengetahuan masyarakat. Dari beberapa jurnal yang telah dibandingankan pada setiap tradisi jamasan pusaka yang dilaksanakan diberbagai daerah, umumnya memakai ubarampe yang hampir sama,hal tersebut juga berkaitan dengan kepecayaan yang ada pada masyarakat setempat.

1. Menyan Madu dan Dupa

Wujud ubarampe yang pertama yaitu menyan madu dan dupa. Menurut Poerwadarminta (1937:309), yang disebut menyan merupakan bledog yang dibuat kutuk sedangkan dupa yaitu tempat kutug yang bisa berupa menyan (Poerwadarminta,1937:72). Menyan yaitu berupa sekumpulan yang merupai batu kecil-kecil berwarna putih. Sedangkan dupa wujudnya seperti tusuk kecil. Menyan dan dupa kemudian ditaruh menjadi satu di wadah berupa bokor yang sudah disiapkan sebelum TJPTA dimulai. Menyan dan dupa lalu dibakar menjadi satu. Masyarakat mempunyai kepercayaan kalau ubarampe tersebut merupakan media mendatangkan roh para leluhur.menyan dan dupa didalam TJPTA sangat penting. Ubarampe ini biasanya masih dipakai didalam upacara-upacara adat tertentu. Oleh karena itu menyan yaitu sebagai salah satu penghormatan untuk pra lelehur selain itu menyan dipercaya bisa menghilangkan tolak bala. Ketika menyan dibakar, asap dari menyan tersebut dipercaya memanggil roh pra leluhur. Roh tersebut kemudian akan datang dan memberikan keselamatan kepada masyarakat khususnya Desa Perunggahan Kulon. Menyan tersebut merupakan sarana keinginan masyarakat suapaya acara tersebut terlaksana dengan lacar tanpa halangan apapun. Dupa dan menyan mempunyai simbol sebagai api yang asapnya menuju atas, hal tersebut juga merupakan hubungan manusia dengan Tuhan YME. Dupa merupakan ubarampe yang sangat penting dan tidak bisa ditinggalkan ketika acara TJPTA. Ubarampe dupa mempunyai makna yang sama dengan menyan yaitu penghormatan untuk leluhur. Aroma dupa yang khas bisa mengingatkan masyarakat supaya mengingat ubarampe tersebut. Selain itu masyarakat percaya kalau dupa merupakan sarana harapan masyarkat supaya apa yang diinginkan tercapai. hasil penelitian yang ,e,bandingan dengan beberapa jurnal mengenai ubarampe menyan madu ini mempunyai makna dan tujuan yang hampir sama. Ubarampe di dalam tradisi jamasan juga ditulis Ismudiyanti (2014:10) didalam Tradhisi Jamasan ing Desa Ngliman Kecamatan Sawahan Kabupaten Nganjuk

(12)

mengemukakan menyan madu merupakan sarana untuk memanggil roh ghaib atau leluhur supaya apa yang menjadi harapan masyarakat didalam menjamas pusaka bisa tercapai.

(9) “dupa salah satu hal yang tidak boleh tertinggal mbak, adanya dupa ini supaya apa yang menjadi permintaan tercapai, oleh karena itu didalam TJPTA tidak boleh terlupakan.” (Sahlil, 25 Maret 2020)

(10) “Dupa ini juga sarana memanggil cikal bakal atau yang berkuasa disini. Istilahnya memanggil bangsa-bangsa gaib supaya berumpul disini.” (Teguh 10 April 2020)

2. Jeruk Nipis

Wujud ubarampe yang kedua yaitu jeruk nipis. Jeruk nipis mempunyai zat yang asam sekali dan dikenal bisa melunturkan karat yang ada dibesi, tembaga dan sejenisnya. Jeruk nipis kemudian dipotong-potong dan dimasukan kedalam wadah khusus, kemudian dicampur air bening biasa. Jeruk nipis merupakan alat yang digunakan untuk membersihkan karat yang ada didalam pusaka yang sedang dijamas. Jeruk nipis mempunyai rasa yang asam sehingga lebih ampuh dan bersih membersihkan karat didalam pusaka tersebut. Jeruk pecel selain membersihkan dari karat yang ada disalam pusaka juga mempunyai makna menghilangkan bahaya, menghilangkan energi negatif didalam keris yang dijamas. Jeruk nipis juga sebagai simbol kekuatan karena bisa menghilangkan karat didalam pusaka. Oleh karena itu ubarampe jeruk nipis ini tidak bisa diganti dengan ubarampe lain atau bahkan ditiadakan.

(11) “Kalau jeruk nipis itu gunanya bisa menghilangkan karat yang ada dipusaka mbak, juga menurut mbah buyut yaitu sarana membuang energi negatuf yang ada didakam pusaka.” ( Sahlil 25 Maret 2020)

3. Warangan

Warangan merupakan ubarampe selanjutnya. Warangan yaitu jasad atausesuatu yang berwujud bisa mematikan, bisa dipakai mencuc keris dan sebagainya (Poerwadarminta, 1937:656). Warangan tersebut wujudnya seperti garam kasar yang berwarna putih. Ketika warangan tersebut akan dibuat menjamas, warangan tersebut dihaluskan oleh meranggi atau tukan jamas. Warangan mempunyai simbol sebagai tolak balak mahluk gaib, oleh karena itu pusaka biberi warangan supaya tidak terisi sesuatu yang berifat negatif, akan tetapi tidak mengurangi kesaktiannya. Dalam jurnal yang telah diteliti Stefanus Rudyanto (2015:8) Etografi Daya Keris Pusaka dimana Keris Pusaka atau Tombak Pusaka keampuhannya bukan hanya dibuat dari unsur besi, baja tetapi cara pembuatannya disertai dengan iringan doa kepada sang Maha Pencipta Sehingga dipercaya terinduksi dalam bilah keris pusaka tersebut.Berdasarkan keterangan tersebut makna didalam warangan yaitu menghilangkan kotoran yang besrifat magi didalam pusaka-pusaka yang dijamas. Masyarakat tidak hanya mengilangkan kotoran saja didalam pusaka yang sedang dijamas tetapi juga membuang kotoran yang

(13)

ada di dalam diri manusia.

Warangan yaitu racun atau serbuk putih yang dipakai untuk mengilaukan pusaka-pusaka suapaya warnanya mengkilat dan bagus. Warangan bisa juga disebut racun karena tidak bisa dipakai manusia atau hewan. Warangan salah satu ubarampe yang sangat penting ketika tradisi dilaksanakan. Fungsinya sebagai penghilang karat, menguatkan pusaka, oleh karena itu ubarampe ini tidak bisa diganti dengan ubarampe lainnya.

(12) “Pusaka-pusaka yang sudah dijamas lalu menjadi mengkilat karena warangan ini mbak, fungsinya untuk mengkilatkan pusaka yang sebelumnya karatan. Pusaka yang bersih tersebut supaya tidak terisi sesuatu yang bersifat negatif.” (Sahlil, 25 Maret 2020)

4. Minyak Wangi

Wujud ubarampe yang berikutnya yaitu minyak wangi. Minyak wangi yang digunakan di TJPTA yaitu wewangian yang diletakan di pusaka. Minyak wangi yang digunakan untuk mengoles-olekan yaitu minyak cendana bisa juga kenanga. Sesudah diwarangi kemudian pusaka tersebut diberikan minyak wangi namun minyak wangi tersebut tidak harus ada dan tidak harus minyak cendana, minyak pusaka sejenisnya juga bisa digunakan. Minyak tersebut sering digunakan dalam upacara adat Jawa. Minyak wangi merupakan simbol kebangsawanan, minyak wangi dipercaya sarana memanggil leluhur cikal bakal desa. Makna didalam minyak wangi tersebut supaya mendapakan ketentraman untuk masyarakat sekitarnya. Masyarakat dan pendukungnya percaya kalau minyak tersebut sarana permintaan supaya diberikan ketentraman, rukun bersama tetangga satu desa. Aroma minyak wangi yang khas ini juga merupakan sarana memanggil leluhur. Masyarakat percaya jika minyak wangi ini bisa mengundang leluhur suepaya menjaga acara sampai selesai. Selain itu minyak wangi bisa menjadikan kententraman untuk masyarakat. Ketrntreman tersebut bisa didapat ketika gotong royong mempersiapkan acara TJPTA tersebut.

(13) “ minyak wangi itu yaitu sarana memanggih mbah, namun aromanya yang wangi bisa memberikan kententraman. Sejatine manusia harus mempunyai kelukuan yang baik, jadi jiwa dan pemikirannya bisa tentram.” (Teguh, 10 April 2020)

5. Bunga Setaman

Bunga setaman juga termasuk salah satu ubarampe yang sangat penting. Bunga setaman mempunyai banyak jenis. Bunga setaman tidak hanya digunakan di TJPTA namun juga banyak upacara adat Jawa yang menggunakan bunga setaman. Bunga setaman mempunyai fungsi bisa menarik roh-roh gaib. Bungsa setaman mempunyai makan yaitu sarana penghormatan untuk para leluhur. Bungsa setaman yang digunakan di TJPTA yaitu bunga kantil, bunga mawar, bunga melati, dan mawar. Bunga setaman juga menpunyai simbol keutamaan hidup. Ubarampe bunga setaman ini

(14)

sangat penting didalam TJPTA. Selain itu bungs setaman merupakan lambang kehidupan di dunia. Adanya bunga setaman tersebut mempunyai harapan supaya mendapat keutamaan kehidupan. Bungsa setaman dicampur didalam air, gunanya untuk membilas keris-keris yang sudah dibersihkan, bunga setaman mempunyai makna yang berbeda-beda.

(14) “Bunga setaman mempunyai fungsi yang sama yaitu menarik perhatian roh-roh gaib. Setiap bungsa mempunyai makna sendiri-sendiri mawar merah yaitu harus berani, kenanga warna hijau itu ketentraman, kantil warna putih artinya suci.” ( Teguh, 10 April 2020)

a. Bunga Kantil

Bunga kantil mempunyai arti keinginan yang selalu melekat. Bungsa kantil seperti halnya manusia yang mempunyai keinginan mempunyai keutamaan derajat yang tinggi. Harusnya kalo mencari ilmu harus berusaha. Artinya kalau mencari ilmu harus mempunyai niat yang kuat supaya tetap melekat tidak bisa lepas. Manusia yang mempunyai derajat dan ilmu yang tinggi bisa lebih dihormati oleh manusia lainnya. Oleh karena itu setiap usaha manusia tidak hanya mengandalkan doa saja, tetapi harus diberengi dengan usaha. Manusia yang mempunyai keutamaan harus bisa meningkatkan taraf hidup sebelumnya. Keutamaan yang ada didalam bunga kantil bisa dilihat dari warna dan aromanya.

Bunga kantil sebagai pengingat manusia. Bunga kantil merupakan simbol pengingat untuk manusia. Simbol pengingat yaitu mengingatkan manusia supaya selalu ingat leluhur. Bunga kantil juga sarana pengingat untuk sesama dan Tuhan YME. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa bantuan manusia lainnya. Sejatinya manusia harus selalu ingat Tuhan yang telah menciptakan bumi dan seisinya.

b. Bunga Melati

Bunga melati mempunya arti semua tindakan harus dilakukan dengan hati. Sejatinya manusia yang hidup dengan manusia lainnya harus ihklas dari dalam hari. Bunga melati mempunyai warna putih dan wangi. Oleh karena itu manusia harus mempunya sifat seperti bunga melati yang wangi, enak dipandang, dan banyak yang menyukai.

Bunga melati mempunyai aroma yang harum dibandingkan bunga lainnya. Bunga melati yang berwarna putih mempunyai simbol kesucian dan keindahan budi. Bunga melati mempunyai makna yaitu manusia supaya bisa disenangi oleh manusia lainnya. Umumnya, manusia harus mempunyai budi pekerti yang baik sopan santun, ihklas ketika berhubungan dengan manusia lainnya. Bunga juga melambangan manusia yang ucapannya bisa dipegang artinya jujur dan tidak berbohong.

c. Bunga Kenanga

Bunga kenanga mempunyai arti kenanglah diangan. Bunga kenanga mempunyai simbol yaitu menghormati artinya menghormati cikal bakal yang ada di Desa Tersebut. Bunga kenanga mengandung makna yaitu supaya masyarakat mau mendukung acara tersebut. Kenanglah ditunjukan untuk masyarkat, untuk para leluhur yang sudah berjasa. Oleh karena itu supaya tradisi ini selalu diminati

(15)

masyarakat utamanya para remaja. Bunga kenanga juga dipercaya oleh masyarakat bisa melancarkan rejeki.

d. Bunga Mawar

Bunga mawar singakatan dari kata mawi dan arsa. Bunga mawar mempunyai simbol berani. Didalam kehidupan di dunia harus kuat menghadapi cobaan. Bunga mawar mempunyai makna supaya manusia yang menerima cobaan harus melewati dengan ihklas. Sejatinya Tuhan YME tidak akan memberikan cobaan untuk manusia yang tidak bisa melewati cobaan tersebut. Melalu cobaan tersebut selalu ada berkah yang bisa dijadikan pembelajaran untuk manusia. Simbol bunga mawar yang berwarna merah mempunyai arti berani. Oleh karena itu ketika mendapakan cobaan harus berani, akan tetapi harus ada jalan yang benar sesusai dengan apa yang ada.

Bunga mawar juga disebut awar-awar atau tawar yaitu mempunyai arti ihklas ihklas yaitu mempunyai makna tidak perlu mengeluh, karena semua harus dipasarahkan kepada Tuhan YME. Bunga mawar ada dua jenis yaitu merah dan juga putih. Bunga Mawar yang berwarna putih mempunyai arti suci, ketika mengambil keputusan harus hati-hati tidak grusa grusu supaya tidak keliru ketika mengambil keputusan.

6. Tumpeng

Ubarampe yang paling terakhi yaitu tumpeng. Tumpeng dibawa oleh salah satu warga desa. Tempeng tersebut lalu didoakan sebelum acara TJPTA dilaksanakan, tumpeng kemudian dimakan bersama oleh warga desa. Tumpeng yang digunakan ada dua jenis yaitu tumpeng yang menggunakan nasi putih dan nasi kuning selain itu ada beberapa lauk yaitu seperti ayam panggang, mie, sambel goreng kentang, pepaya, dan urap.

Simbol tumpeng mempunyai wujud yang kerucut mempunyai hubungan yang kuat antara manusia dengan Tuhannya. Bentuk yang laincip dan tinggi merupakan lambang Tuhan YME, derajat alam dan seisinya berada dipaling bawah yang menggambarkan derajat manusia ada dibawahnya. Maknanya manusia mempunyai kepercayaan yang kuat dengan penciptanya, meminta diberikan keselamatan dan keberuntungan ketia didunia. Ubarampe didalam TJPTA juga mengandung sumber daya alam (SDA) seperti tumbuh-tumbuhan yang merupakan wujud syukur kepada Tuhan karna telah melimpahkan rejeki berupa hasil bumi yang baik. Yang terakhir berhubungan dengan hubungan manusia satu dengan lainnya. TJPTA juga membutuhkan banyak persiapan. Keadaan tersebut bisa menjadikan masyarakat guyup rukun antara satu dn lainnya tanpa membedakan status sosial

.

7. “bentuk tumpeng yang mempunyai kambang kerucut mempunyai makna mbak, ibaratnya yang beradi di atas Tuhan YME, yang ada dibawah yaitu manusia dan ciptaan Tuhan, selain itu didalam tumpeng ada ayam, tempe, kentang kacang, dan sebaginya itu merupakan hasil bumi. Oleh karena itu tumpeng menggambarkan kedudukan Tuhan YME yang paling tinggi.”(Teguh 10 April 2020)

(16)

D. Fungsi TJPTA untuk Masyarakat

Fungsi folklor menurut konsep fungsi Bascom yang dikutip dengan Danandjaja (1984:19) ada empat yaitu: (1) sebagai sisetem proyeksi yaitu sebagai pengawas didalam angan-angan suatu kolektif, (2) alat pengesahan tempat-tempat dan lembaga kebudayaan, (3) sebagai sarana pendidikan, (4) pemaksa dan pengawas supaya norma-norma di masayarkat supaya dihormati dengan kolektif. TJPTA merupakan tradisi yang mempunyai fungsi untuk masyarakat yang mendukung acara tersebut. Tradisi tersebut menjadikan suatu kebiasaan masyarakat Desa Perunggahan Kulon. TJPTA termasuk tradisi folklor setengah lisan. Teori yang digunakan untuk membahas TJPTA yaitu teori yang dikemukakan Bascom dan Dundes yaitu: (1) sistem proyeksi, (2) sarana untuk mengesahkan tempat-tempat dan lembaga kebudayaan, (3) sebagai sarana pendidikan, (4) pemaksa dan pengawas norma-norma yang diperhatikan didalam masyarakat.

1. Sebagai Sistem Proyeksi

TJPTA merupakan tradisi yang mempunyai fungsi sebagi sistem proyeksi. Artinya tradisi tersebut bisa memberikan saran pengharapan untuk berlangsungnya hidup. Pengharapan merupakan kebutuhan naluri oleh setip manusia. Tradisi tersebut diharapkan menjadi harapan manusia supaya manusia diberikan keselamtan hidup dialam dunia ini. Tidak hanya manusia tetapi tempat manusia tinggal itu sendiri. Oleh karena itu bisa digambarakan didalam tradisi ini ada hubungannya dengan Tuhan YME dan juga mahluk goib. Percaya ataupun tifak percaya mahluk goib memang ada. Sebagian masyarakat percaya ubarampe merupakan suatu simbol permintaan Tuhan. Tujuannya TJPTA bisa memberikan keselamatan, kesehatan, tanah yang subur, dan tidak ada halangan satupun.

2. Sebagai Sarana Pengesahan Tempat-Tempat dan Lembaga Kebudayaan

TJPTA mempunyai fungsi sarana pengesahan tempat-tempat dan lembaga kebudayaan. TJPTA masih dihormati dan dilestarikan oleh masyarakat Desa Perunggahan Kulon. Sejatinya tradisi ini mempunyai fungsi yaitu saran menolak bahaya. Banyaks sekali cara yang dilakukan masyarakat untuk menolak bahaya. Berbagai cara tersebut kemudian melahirkan banyak upacara-upacara yang dihormati yang terakhir menjadi kebiasaan dan disahkan sebagai kebudayaan. Masyarakat percaya kalau tradisi tersebut tidak dilaksanakan akan ada kejadian-kejadian yang tidak masuk akal seperti tanaman mati atau masalah-masalah lain. Oleh karena itu tradisi ini masih dilaksanakan sampai sekarang. Tradisi ini merupakan tradisi turun-temurun yang harus dilestarikan dijaman sekarang sampai nanti.

3. Sebagai Sarana Pendidikan

TJPTA masih dihormati oleh masyarkat Desa Perunggahan Kulon. Tradisi tersebut mengandung nilai-nilai dan tauladan untuk masyarakat pendukung dari mulai anak kecil hingga dewasa. Hal yang paling penting yaitu anak kecil dan remaja merupakan turunan yang akan meneruskan tradisi ini supaya tidak tergerus jaman. Pendidikan masyarakat yang tinggi bisa mempengaruhi pemikiran masyarakat yang semakin lama semakin modern. Pemikiran masyarakat yang semakin lama semakin modern bisa

(17)

menjadikan tradisi yang sifatnya tradisional tergeser dan terganti oleh budaya lain oleh kesempatan. Dengan adanya tradisi ini diharapkan bisa memberikan petunjuk untuk anak dan remaja tentang TJPTA makna-makna, fungsi dan manfaat yang bisa diambil ketika hidup didunia.

Lingkungan keluarga mempunya pengaruh yang besar untuk perkembangan anak. Lingkungan keluarga tersebut sebagai saran mencarai ilmu sebelum anak merasakan pendidikan disekolah dan lingkungan masyarakat. Ibu mempunyai derajat yang paling tinggi didalam lingkungan ini karena ibu merupakan orang yang pertama memberikan pendidikan untuk anaknya.

Yang terakhir ada lingkungan masyarakat. Lingkungan masyarakat juga mempunyai pengaruh yang besar untuk perkembangan anak sampai dewasa. Didalam lingkungan masyarakat seorang anak bisa menemukan jati dirinya atau identitas pribadi. Lingkungan masyarakat bisa mempengaruhi karakter baik dan buruk. Contohnya seorang anak hidup di lingkungan yang baik akan mempunyai ahklak dan perilaku yang baik, dan sebalinya. Masyarakat yang berpartisipasi di TJPTA dibatasi umur ketika melakukan jamasan, karena tidak semua orang mempunyai keahlian untuk mejamas pusaka, oleh kerana itu dibutuhkan keahlian khusus agar melakukan jamasan dengan benar.bebrapa remaja dipilih karena para pamong sengaja agar para remaja bisa memperhartikan tata laku TJPTA.

4. Sebagai Pemaksa dan Pengawas Supaya Norma-Norma Diperhatikan Masyarakat

TJPTA merupakan tradisi yang dilakukan dari jaman dahulu hingga sekarang. Tradisi tersebut merupakan sarana penghormatan yang ditunjukan untuk cikal bakal desa dan salah satu sarana untuk mensucikan benda pusaka dari karat dan juga kotoran di jiwa manusia. Tradisi ini dilakukan mempunyai tujuan yaitu agar masyarakat jauh dari bahaya hidup didunia ini.

Budaya termasuk seni yang mempunyai nilai keindahan. Melalui TJPTA diharapkan masyarakat lebih bisa mengendalikan tingkah lakunya didalam kehidupan. Balai Desa Krido Wicaksono tergolong tempat yang sakral tempat tersebut tidak hanya menjadi pusat pemerintahan tetapi juga salah satu punden mbah buyut atau yang berkuasa di tempat tersebut. Ketika berada di punden harus memperhatikan kesopanan artinya tidak boleh merusak apapun yang ada dipunden. Selain itu harus memperhatikan kata-kata yang baik jika tidak memperhatikan hal tersebut dipercaya masyarakat akan celaka.

8. “dulu ada mbak gerombolan ziarah yang dipunden, dengan niat silahturahmi dan memberika doa untuk leluhur, peracaya atau tidak percaya karena niat yang baik tadi orang tersebut diberikan aroma yang harum disekitar punden. Tetapi menurutku dimanupun tempatnya kita harus menjaga sopan santun dan adab kita.” ( Sahlil, 25 Maret 2020)

Fungsi lainnya yang tumbuh dari fungsi yang dibahas menurut Bascom juga ada fungsi lainnya yang tumbuh dari adanya perkembangan analisis diantaranya: (a) sebagai sarana hiburan, (b) sebagai sarana guyup rukun, (c) sebagai sarana budaya dan, (d) ekonomi.

(18)

Fungsi TJPTA selanjutnya untuk masyarakat dan pendukungnya yaitu sarana untuk menyenangkan atau menghibur hati masyarakat. Acara TJPTA tersebut merupakan sarana untuk hiburan. Tradisi tersebut juga tradisi yang dianggap sakral oleh masyrakat dan sekitarnya. Tradisi tersebut dilakukan satu tahu sekali, oleh karena itu masyarakat mempunyai antusias ketika tradisi tersebut dilaksanakan. Masyarakat menyisihkan waktunya untuk meramikan tradisi ini, sementara itu bisa menghilangkan rasa penat bisa berkumpul dengan tetangga dan masyarakat lain.masyarakat yang tidak hanya menonton acara tersebut akan tetapi juga membeli barang dan makanan yang dijual disana. Ketika tradisi ini dilaksanakan, terdapat juga pameran barang dan makanan khususnya dari Desa Perunggahan Kulon. Acara ini termasuk acara yang paling ramai dibanding acra tradisi lainnya.

b. Sebagai Sarana Guyup Rukun

Guyup rukun adalah sarana yang sangat penting didalam kehidupan. Ini kerana manusia merupakan mahluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa bantuan manusia lain. Oleh karena itu didalam kehidupan manusia juga membutuhkan manusia lain. Manusia bisa tentram ketika bisa hidup rukun dengan tetangga. Solidaritas antara masyarakat satu dan lainnya akan kuat karena banyak yang mendukung acara tersebut dari awal sampai terakhir. TJPTA diharapkan bisa memberika rasa dan pengrasa masyarakat. Tradisi ini bisa menjadikan masyarakat menjadi rukun dengan masyarakat lainnya. Tradisi ini tentu meningkatkan kerukunan dengan masyarakatssehingga masyarakat guyup rukun. Kerukunan tersebut bisa terjadi karena adanya koordinasi yang baik dari awal sampai selesai.

c. Sebagai Sarana Melestarikan Budaya

TJPTA merupakan suatu budaya yang ada di Desa Perunggahan Kulon Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban. Masyarakat Jawa merupakan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan dengan kebudayaan. Kebudayaan itu tumbuh ketida masyarakat itu lahir di dunia tidak bisa lepas dari kehidupan. Masyarakat tersebut percaya bahwa teradisi tersebut diturunkan oleh leluhur. Masyarakat percaya jika tradisi tersebut tidak dilakukan akan membawa bahaya di Desa Perunggahan Kulon. Tidak hanya itu, jika tradisi ini tidak dilaksanakan akan menjadikan hilangnya budaya yang ada di daerah. Oleh karena itu masyarakat harus selalu melestarikan dan mejaga tradisi tersebut. Di dalam jurnal yang telah diteliti Kabul Priambadi dan Abraham Nurcahyo (2018:9) jamasan pusaka ini dapat dikatan warisan budaya dari nenek moyang khususnya di Desa Baosan Kidul. Jamsan pusaka perlu diperkenalkan kepada siswa sebagai penerus di era modernisasi agar tidak tergerus jaman dan terus dilestarikan.

Masyarakat mempunyai kepercayaan yang kuat dengan TJPTA di Desa Perunggahan Kulon, tradisi ini bisa menjadi teladan untuk anak dan cucu, supaya tidak melupakan tradisi yang ada di daerah dan tidak tergerus perkembangan jaman. Adanya tradisi ini mewujudkan budaya yang masih dihormati dan berkembang dimasyarakat.

d. Fungsi Ekonomi

(19)

keberuntungan untuk masyarakat yang berdagang di Desa Perunggahan Kulon. Kahanan ekonomi masyarakat Perunggahan Kulon kegolong cukup. Masyarakat Perunggahan Kulon banyak yang menggantungkan dengan keadaan alam artinya banyak masyarakat yang sebagai petani. Adanya tradisi ini diharapkan bisa meningkatkan ekonomi masyarakat Desa Perunggahan Kulon khususnya untuk mencukupi kebutuhan setiap hari. Banyak masyarakat yang berdagang di acara tersebut untuk mendapat pengahasilan tambahan.

Ketika TJPTA dilaksanakan banyak masyakarat yang menjual barang sampai makanan seperti sandal, kaos, tas belut rica-rica, nasi jagung, sosis bakar, kerengsengan, bekicot dan sebagainya. Ada juga mayarakat luar yang berjualan di acara tersebut. Para pedagang berharap bisa mendapatkan rejeki dari penjualan tersebut. Umumnya ketika melihat acara apapun dari mulai anak-anak sampai remaja menonton sambil membeli makanan. Tradisi tersebut memberikan berkah untuk pedagang.

E. Perubahan Didalam TJPTA

Adanya TJPTA sebagai wujud rasa syukur masyrakat kepeda Tuhan YME yang sudah memberikan kehidupan, sandang, pangan dan papan yang cukup. Tradisi ini dilaksanakan dengan adanya peringatan HUT Kota Tuban. Ketika mngadakan tradisi tersebut masyarakat mempunyai angan-angan supaya diberikan rejeki yang cukup, keselamatan, dan kesehatan. Tata cara TJPTA tentu mempunyai perubahan, tata cara dijaman sekarang dan jaman dahulu berbeda, tetapi tidak semua tata cara mengalami perubahan. Ada beberapa tata cara jamasan yang masih dijaga sampai sekarang. Jaman dahulu tradisi jamasan pusaka dilakukan dengan memanggil meranggi atau tukang jamas. Karena pusaka-pusaka tersebut diturukan oleh anak, cucu banyak pusaka-pusaka yang tidak terawat sehingga pusaka tersebut berkarat dan rusak. Tidak hanya itu, perubahan yang ada juga ada di reng-rengan acara TJPTA. Jaman dahulu tidak ada hiburan, hanya benar-benar menjamas pusaka dengan orang-orang tertentu. Hiburan tersebut seperti adanya penari cucuk lampah, pameran makanan, pantomim penggambaran menjaga keris. Dan arak-arakan keris mengelilingi desa. Hal tersebut juga dikareanakan adanya perubahan jaman yang semakin modern sehingga menggabungkan budaya luar dan budaya Jawa. Tradisi jamasan awalnya hanya didukung oleh sesepuh desa saja, akan tetapi dijaman sekarang beberapa panitia yang dipilih yaitu para remaja.

TJPTA masih dihormati oleh masyarakat Desa Perunggahan Kulon. Jaman modern tidak menjadikan tradisi tersebut tidak berkembang, tetapi sebaliknya. Adanya perkembangan jaman yang semakin modern menjadikan masyarakat semakin mempelajari hal-hal penting yang seperti kebudayaan Jawa yang menjadi identitas budaya lokal yang ada di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu TJPTA di Perunggahan Kulon semakin berkembang dari jaman dahulu sampai sekarang. Bisa juga dijaman yang modern ini selanjutnya mengalami akulturasi budaya, sehingga tata laku tradisi ini sewaktu-waktu bisa berubah seiring dengan perkembangan jaman.

(20)

Kesimpulan

Hasil dari penelitian ini dibandingan dengan jurnal-jurnal yang hampir sama mengenai tradisi jamasan pusaka mengemukakakan alasan masyarakat melaksanakan tradisi tersebut, ubarampe didalam tradisi tersebut, tata ritual, dan fungsi tradisi tersebut. TJPTA termasuk jenis folklor setengah lisan, tumbuh dan berkembang di Desa Perunggahan Kulon. TJPTA merupakan tradisi turun temurun dari jaman dahulu sampai sekarang. Tradisi tersebut diadakan setiap tahun sekali di bulan suro. Tradisi tersebut juga salah satu reng-rengan acara HUT Kota Tuban. TJPTA diadakan di Balai Desa Krido Wicaksnono Desa Perunggahan Kulon sebagai salah satu tempat yang mempunyai sejarah pusat perkembangan pemerintahan yang pertama. Kegiatan TJPTA diadakan dengan tujuan sarana wujud syukur kepada Tuhan YME dan merupakan sarana pembersihan keris atau jiwa manusia dari hal-hal yang bersifat negatif melalui keris yang disucikan. Masyarakat percaya jika tradisi tersebut tidak dilaksanakan akan mengakibatkan bencana. Oleh karena itu, tradisi ini selalu dihormati dan dilestarikan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Puja dan puji syukur kepada Tuhan YME. Yang sudah memberikan rahmad, ridho, serta pertolongan untuk saya, sehingga artikel dengan judul Tradhisi Jamasan Pusaka Tosan Aji ing

Perunggahan Kulon Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban dapat terselesaikan.

Dalam menyelesaikan artikel ini, tidak bisa lepas dari semua pihak yang sudah turut membantu menyelesaikan artiukel ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Nurhasan, M.Kes., sebsgsi rector Universitas Negeri Surabaya, yang sudah memberikan temoat menimba ilmu di Universita Negeri Surabaya.

2. Dr. Trisakti, M.Si., sebagai dekan fakultas Basal dan Seni yang sudah menjadi tauladan untuk mahasiswa.

3. Dr. Surana, M.Hum., sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah yang sudah memberikam arahan lan tauladan kepada para mahasiswa.

4. Yohan Susilo, S.Pd., M.Pd., sebagai dosen pembimbing artikel yang sudah memberi arahan dan sabar ketika membibing ketika menyelesaikan artikel ini. proses ngerampungaken artikel menika. 5. Bapak dan Ibu dhosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah yang sudah mendidik dari

semester satu sampai akhir.

6. Kaluarga yang sudah memberikan doa dan restu serta semangat lan semuanya dalam menulis artikel ini.

Yang terakhir, saya memohon maaf apabila terdaoat kesalahan dalam menulis artikel ini. Penulis sangat menyadari penulisan artikel ini jauh dari kata sempurna. Wusananing atur kula nyuwun agunging samudra pangaksami, bilih wonten kalepatan anggenipun kula nyerat. Kula ngrumaosi anggenipun nyerat artikel menika taksih wonten kirangipun. Pungkasaning atur, nyuwun agunging samudra pengaksami bilih wonten lepat anggenipun nyerat artikel menika.

(21)

Kapustakan

Anis. Madhan. 2014. Upacara Tradisional Dalam Masyarkat Jawa. www.ejurnalunsam.id

Arikunto, Suharsini. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

---. 2006. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Pusta Utama.

---.2009. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

__________________. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Endraswara, Suwardi. 2006. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Utama.

---. 2009. Metodologi Penelitian Folklor. Yogyakarta: Medpress.

Fauza. Nanda. 2010. Istilah-Istilah Sesaji Upacara Tradisional Jamasan Pusaka Di Waduk

Gajah Mungkur Wonogiri. http:/digilib.uns.ac.id

Ilafi. Afiliasi. 2020. Tradisi Jamasan Pusaka dan Kereta Kencana di Kabupaten Malang

http:/jurnalpangendereng.kemdikbud.go.id/index.php/pangendereng/articel/view/41

Ismudiyanti. 2014. Tradhisi Jamasan Pusaka ing Desa Ngliman Kecamatan Sawahan

Kabupaten Nganjuk. http://nliti.com/id/publication/tradhisi-jamas-pusaka-ing-desa-ngliman-kecamatan-sawahan-kabupaten-nganjuk

Koentjaraningrat. 1984. Kamus Istilah Antropologi. Jakarta: Pusat Pembinaan dan pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Moleong. Lexy J. 2011. Metode Peneltian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Prasetiawan. Irvan. 2016. Presepsi Masyarakat Jawa Terrhadap Budaya Satu Suro (Studi

Kasus di Desa Margolembo Kecamatan Mangutan Kabupaten Luwu Timur) http:/respositori.uin.alauddin.ac.d

Nafi’ah. Dorotun. 2020. Upacara Siraman Gong Kyai Pradah dan Pengaruhnya Bagi Masyarakat Blitar http:/digilip.uin-suka.ac.id

Priambadi, Kabul dan Nurcahyo Abraham. 2018. Tradisi Jamasan Pusaka Di Desa Baosan

Kidul Kabupten Ponorogo (Kajian Budaya dan Sumber Pembelajaran Sejarah) http:/e-journal.unipma.ac.id

(22)

Poerdarminta, W.J.S. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka Rendra. 1984. Mempertimbangkan Tradisi. Jakarta: Gramedia,

Rudyanto.Stefanus. 2015. Etografi Daya Magis Keris Pusaka. http/e-journal.unair.ac.id

Selfiana.Wulan. 2020. Ritual Menyambut Bulan Suro Masyarakat Jawa.

http:/repository.ar-raniry.ac.id

Suyanti. Ani. 2019. Bahasa dan Budaya Terkait Jamasan Pusaka di Kota Ngawi Kajian

Etnolinguistik.

Referensi

Dokumen terkait

Misal motor dalam kondisi berhenti, stator dihubungkan dengan jaringan, sedangkan kumparan rotor merupakan rangkaian tertutup, maka kondisi seperti ini seperti

Media memiliki peran penting dalam pembelajaran. Pembelajaran mungkin saja bergantung pada keberadaan seorang pendidik. Bahkan dalam situasi ini pendidik mungkin saja

Pada penelitian dan pengembangan ini, simulasi yang dilakukan adalah uji coba kelompok kecil. Uji coba kelompok kecil bertujuan untuk mengetahui respon dan

Wellsa (2001) prav tako zanimajo verbalni indici laganja in pravi, da se pri osebi, ki laže in se zaveda, da je bila mogo ˇce razkrita (na primer osumljenec na zaslišanju),

Adapun rencana kegiatan mahasiswa KKN yang akan dilaksanakan di dusun Gunungkacangan 1, secara garis besar ada beberapa bidang program kerja yaitu bidang keilmuan, keagamaan, seni

Sosialisme adalah salah satu ideologi yang berpengaruh besar dalam dunia politik internasional di sekitar abad ke-19.Menguraikan sosialisme ini, namun demikian bukanlah

Frekuensi harga saham di pasar modal dipengaruhi oleh tingkat permintaan dan penawaran terhadap harga saham.selain itu informasi yang beredar di pasar modal, seperti

Namun dapat disimpulkan bahwa kerugian anak yang bilingual jauh lebih sedikit daripada keuntungan dengan menguasai lebih dari satu bahasa seperti pendapat Taylor