• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Nusa Penida

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROFIL Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Nusa Penida"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL

Kawasan Konservasi Perairan (KKP)

Nusa Penida

Kabupaten Klungkung, Propinsi Bali

Oleh

Nyoman Darma, SH Drs. Riyanto Basuki, MSi

Ir. Marthen Welly

All Photos : Marthen Welly/TNC-IMP

(2)
(3)

PROFIL

Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Nusa Penida

Kabupaten Klungkung – Propinsi Bali

Kerjasama

Pemerintah Daerah Kabupaten Klungkung

Kementerian Kelautan dan Perikanan

The Nature Conservancy – Indonesia Marine Program

Didukung oleh

(4)
(5)

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas rahmatnya pem-buatan Profil Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Nusa Penida ini dapat diselesai-kan. Profil ini merupakan hasil kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Klungkung, Kementerian Kelautan dan Perikanan dan The Nature Conservancy (TNC) Indonesia Marine Program dengan dukungan dari USAID-Coral Triangle Support Partnership (CTSP).

Profil ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran secara lengkap me-ngenai KKP Nusa Penida khususnya menyangkut aspek latar belakang, tujuan dan manfaat pem-bentukan, baseline data ekologi, sosial-ekonomi dan oseanografi, payung hukum, proses pembentukan dan partisipasi masyarakat, serta tahapan-tahapan pengelolaan KKP Nusa Penida.

Selain memiliki ekosistem pesisir dan laut yang lengkap seperti terumbu karang, hu-tan bakau, padang lamun, ikan pari manta, penyu, dugong, paus dan lumba-lumba. Perairan Nusa Penida juga memiliki icon bawah air yang sangat terkenal di dunia yaitu Ikan Mola mola (sunfish) dengan diameter rata-rata dua meter. Itu sebabnya Nusa Penida merupakan bagian dari kawasan segitiga karang dunia (coral triangle) Pembentukan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Nusa Penida sebagaimana telah diamanatkan oleh Undang-Undang No.27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta Undang-Undang No.45 tahun 2009 tentang Peri-kanan beserta aturan turunannnya merupakan langkah nyata untuk melestarikan keanekaragaman hayati laut Nusa Penida yang merupakan aset penting pariwisata bahari sekaligus sumber perikanan bagi masyarakat Nusa Penida

Denpasar, September 2010

(6)
(7)

Sambutan

Bupati Klungkung

OM SWASTIASTU

Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan karunia-Nya kepada kita semua, sehingga saat ini Ka-wasan Konservasi Perairan Nusa Penida telah dicadangkan melalui Peraturan Bupati Klungkung No.12 tahun 2010 dan akan ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perika-nan dalam waktu dekat.

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Kecamatan Nusa Penida memiliki ban-yak pulau-pulau kecil, diantaranya ada 3 (tiga) pulau yang berpenghuni yaitu Nusa Penida, Lembongan dan Ceningan, dikelilingi oleh gugusan terumbu karang yang beraneka ragam dan ratusan jenis ikan dengan berbagai bentuk dan warna. Kon-disi ini menjadikan Nusa penida termasuk salah satu tujuan wisata bahari dunia. Berbagai aktivitas wisata bahari terdapat di Nusa Penida seperti diving, snorkling, swimming, fishing,sailing, para-sailling, fish-flying, canoing, sking, glass botton boat, banana boat, liveaboard dan masih banyak lagi.

Salah satu keunikan perairan Nusa Penida adalah dengan ditemukannya ikan Mola-mola. Ikan ini menjadi ikon dunia bawah air tidak saja bagi Nusa Penida Klungkung tentu juga bagi Provinsi Bali, bahkan Indonesia, jika para penyelam dari seluruh dunia ingin melihat ikan mola-mola , maka mereka datang menyelam di Nusa Penida antara bulan Juli- September.

Kecamatan Nusa Penida juga memiliki pemandangan perbukitan yang cantik dan mempesona, dari sana dapat kita melihat hamparan hutan bakau yang hijau, sunrise dan sunset, pertanian rumput laut, pantai yang berpasir putih dan laut berair biru jernih seperti kristal.

Mengingat potensi kekayaan laut Nusa Penida yang merupakan anugrah Tuhan yang begitu besar, sebagai tempat mencari penghidupan bagi sebagian masyarakat Nusa Penida dan berbagai komponen maryarakat lainnya, berinteraksi untuk mempertah-ankan dan meningkatkan perekonomian mereka, maka tidak menutup kemungkinan adanya exploitasi besar-besaran terhadap potensi /kekayaan laut tersebut tanpa mempedulikan kelestarian sehingga akan mengakibatkan kerusakan, yang pada akh-irnya akan mengancam kesinambungan mata pencaharian masyarakat dari sumber daya hayati laut tersebut dan berujung pada kemiskinan, maka dari itu perlu dijaga dan dilestarikan.

Agar masyarakat Nusa Penida dapat secara terus menerus dan berkelanjutan me-nikmati hasil laut, maka ancaman terhadap sumber daya hayati laut perlu diatasi dan

(8)

pemanfaatannya sebaiknya diatur agar tidak menimbulkan tumpang tindih, konflik dan kerusakan lingkungan. Jika terjadi kerusakan sumberdaya hayati laut yang merupak-an sumber mata pencaharimerupak-an utama masyarakat Nusa Penida, maka sebagimerupak-an besar masyarakat Nusa Penida akan kehilangan mata pencaharian.

Jika terumbu karang, hutan bakau dan padang lamun rusak maka tidak ada ikan lagi, karena terumbu karang, hutan bakau dan padang lamun merupakan rumah bagi ikan tempat berlindung dan mencari makan, pantai akan terkikis air laut dan terjadilah abrasi, selanjutnya wisatawan pun tidak dapat lagi meninkmati keindahan alam dan perairan Nusa Penida, dan akan berdampak negatif bagi pariwisata Nusa Penida. Salah satu diantara banyaknya ancaman terhadap sumber daya hayati laut nusa penida yang paling parah menimbulkan kerusakan lingkungan dan mengganggu populasi ikan dan biota laut lainnya adalah menangkap ikan dengan menggunakan bom,potasium sianida dan bahan racun lainnya.

Hal ini harus kita sikapi bersama secara serius sebagai wujud kepedulian kita ter-hadap lingkungan sekaligus sebagai implementasi terkait dengan falsafah/ajaran agama hindu kita yaitu Tri Hita Karana antara lain mewujudkan keharmonisan hubun-gan kehidupan manusia denhubun-gan lingkunhubun-gan alam sekitarnya.

Untuk itu mari kita lestarikan sumber daya hayati pesisir dan laut Kecamatan Nusa Penida melalui pembentukan Kawasan Konservasi Perairan (KKP ) Nusa Penida, agar dapat mewujudkan lingkungan yang alami nan lestari sehingga pariwisata bahari dan perikanan bisa terus berkelanjutan yang pada akhirnya perekonomian pun nis-caya akan semakin meningkat. Kepada semua pihak yang terkait kami minta untuk mendukung sepenuhnya program ini, demikian juga kepada Pokja KKP agar bekerja dengan sungguh-sungguh sehingga idealisme pembentukan KKP ini dapat segera terwujud. Sekian dan terima kasih.

OM SHANTI, SHANTI, SHANTI OM Semarapura, September 2010

I Wayan Candra, SH, MA

(9)

Sambutan

Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan (KKJI)

Direktorat Jenderal Kelautan,Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan

Paradigma baru konservasi di Indonesia telah dicanangkan sejak dikeluarkannya UU no.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dimana kewenangan wilayah laut termasuk “kon-servasi” merupakan kewenangan daerah baik ditingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota se-suai dengan aturan yang ada. Hal ini diperkuat lagi dengan diterbitkannya UU no.31 tahun 2004 tentang Perikanan yang direvisi menjadi UU no.45 tahun 2009 dan UU no.27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang secara secara eksplisit kon-servasi dinyatakan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Konservasi merupakan upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan suatu wilayah atau sumberdaya ikan dan ekosistemnya untuk menjamin keberadaan dan keseimbangan sum-berdaya ikan dan ekosistemnya di dalam suatu kawasan tertentu. Dalam rangka pelaksanaan konservasi tersebut, maka salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menetapkan ka-wasan konservasi perairan baik laut, pesisir maupun perairan tawar dan payau.

Sejak tahun 2002-2009, Kementerian Kelautan dan Perikanan, melalui Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut (KTNL), bersama pemerintah daerah telah menginisiasi sebanyak 36 Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) dengan luas lebih dari 4,5 juta hektar. Pada tahun 2010 telah ada beberapa tambahan kawasan yang dicadangkan oleh bupati/walikota sebagai kawasan konservasi, termasuk diantaranya P.Nusa Penida, Kabupaten Klungkung. Suatu perkembangan yang sangat menggembirakan tentunya manakala kesadaran kita se-makin meningkat akan pentingnya mengelola pesisir dan laut secara arif.

Inisiatif pemerintah Kab. Klungkung bersama The Nature Conservancy (TNC) untuk men-cadangkan kawasan P. Nusa Penida sebagai kawasan konservasi adalah merupakan tinda-kan yang tepat, mengingat Bali sebagai destinasi wisata utama di Indonesia membutuhtinda-kan kawasan laut yang lestari sebagai daya tarik wisata bahari, terlebih perairan P. Nusa Penida memiliki ikan mola-mola dan pari manta yang menjadi sasaran tujuan wisata bahari utama di pulau tersebut.

Buku profile ini merupakan dasar bagi suatu rangkaian panjang pengelolaan kawasan konser-vasi, yang sesuai dengan kaidah-kaidah pengelolaan yang benar. Masukkan sebagai tamba-han untuk melengkapi dan memperkaya buku sangat kami harapkan.

Jakarta, September 2010

Ir. Agus Dermawan M.Si

(10)
(11)

Sambutan

Direktur TNC Indonesia Marine Program

Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Propinsi Bali merupakan bagian dari wilayah segitiga karang dunia (coral triangle). Kecamatan yang terdiri dari tiga pulau kecil yaitu Nusa Penida, Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan ini memiliki eko-sistem pesisir dan laut yang cukup lengkap seperti terumbu karang, hutan mangrove dan padang lamun. Perairan Nusa Penida juga kaya dengan berbagai jenis ikan dan hewan laut unik seperti ikan Mola mola, pari manta, penyu, dugong, paus dan lumba-lumba.

TNC Indonesia Marine Program, sebagai lembaga konservasi alam dunia, berkomit-men untuk membantu dan memfasilitasi pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk melestarikan keanekaragaman hayati pesisir dan lautnya yang merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat Indonesia. Saat ini, TNC Indonesia Marine Program bek-erja di beberapa lokasi prioritas seperti Komodo (NTT), Wakatobi (Sultra), Raja Ampat (Papua Barat), Berau (Kaltim) dan Laut Sawu (NTT).

Memfasilitasi pembentukan KKP di Nusa Penida merupakan upaya konkrit TNC Indo-nesia Marine Program didalam membantu pemerintah Kabupaten Klungkung, Propinsi Bali dan masyarakat Nusa Penida untuk melestarikan keanekaragaman hayati pesisir dan lautnya. Keanekaragaman hayati laut di Nusa Penida tersebut merupakan aset penting pariwisata bahari, sumber perikanan dan pelindung pantai bagi pulau-pulau kecil seperti Nusa Penida. Semoga dengan pembentukan KKP ini, sumberdaya hayati laut Nusa Penida bisa lestari dan masyarakat sejahtera.

Denpasar, September 2010

Ir. Abdul Halim, MSc

(12)
(13)

DAFTAR ISI

Profile KKP Nusa Penida ... iii

Sambutan Bupati Klungkung ... v

Sambutan Direktur Kawasan Taman Nasional Laut ... vii

Sambutan Direktur TNC Indonesia Marine Program ... ix

1. Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Nusa Penida ... 2

1.1. Latar Belakang ... 2

1.2. Potensi Pesisir dan Laut Nusa Penida ... 4

1.2.1. Wisata Bahari ... 4

1.2.2. Perikanan Tangkap ... 5

1.2.3. Budidaya Rumput Laut ... 6

1.2.4 Ekosistem Pesisir ... 7

2. Kondisi Ekologi, Sosial Ekonomi dan Oseanografi KKP Nusa Penida ... 9

2.1. Baseline Data Ekologi ... 9

2.2. Baseline Data Oseanografi ... 13

2.3. Baseline Data Sosial Ekonomi ... 14

3. Pembentukan Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida ... 19

3.1. Definisi Kawasan Konservasi Perairan (KKP) ... 19

3.2. Dasar Hukum KKP Nusa Penida ... 19

3.3. Tujuan Pembentukan KKP Nusa Penida ... 20

3.4. Ruang Lingkup KKP Nusa Penida ... 20

3.5. Tahapan Pembentukan KKP Nusa Penida ... 20

3.6. Kemajuan Proses Pembentukan KKP Nusa Penida ... 21

3.6.1. Pembentukan Kelompok Kerja (POKJA) KKP Nusa Penida (September 2009) ... 21

3.6.2. Sosialisasi (Oktober 2009 – Februari 2010) ... 21

3.6.3. Pengumpulan Data Dasar (Baseline) ... 22

3.6.4. Penentuan Batas Luar ... 23

3.6.5. Pencadangan KKP Nusa Penida ... 24

4. Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida ... 26

4.1. Pengajuan Penetapan KKP Nusa Penida kepada Menteri Kelautan dan Perikanan ... 26

(14)

4.2. Pembuatan Zonasi dan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang ... 26

4.3. Pembentukan Badan Pengelola ... 27

4.4. Pembuatan Mekanisme Pendanaan Jangka Panjang ... 27

4.5. Penerapan Mekanisme Pendanaan Jangka Panjang ... 28

LAMPIRAN ... 30

Lampiran 1. Titik Koordinat Batas Luar KKP Nusa Penida ... 30

Lampiran 2. Jenis-Jenis Terumbu Karang di Nusa Penida (Emre Turak, 2009) ... 31

Lampiran 3. Jenis-Jenis Ikan di Nusa Penida (Gerry Allen & Mark Erdmann, 2009) ... 41

Lampiran 4. Jenis-Jenis Mangrove di Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan (TNC, 2010) ... 59

Lampiran 5. Jenis-Jenis Padang Lamun di Nusa Penida ... 60

Lampiran 6. Mega Fauna Di Nusa Penida ... 60

Lampiran 7. Catatan Penting Sosialisasi KKP Nusa Penida ... 61

Lampiran 8. Hasil Sosialisasi KKP Nusa Penida ... 62

(15)
(16)

Kawasan Konservasi Perairan (KKP)

Nusa Penida

1.1 Latar Belakang

Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Propinsi Bali, memiliki keanekaragaman hayati laut yang tinggi dan merupakan bagian dari kawasan segitiga terumbu karang dunia (the coral triangle). Kecamatan yang terdiri dari tiga pulau utama yaitu Nusa Penida, Nusa Ceningan dan Nusa Lembongan ini memiliki 1.419 hektar terumbu karang, 230 hektar hutan bakau, dan 108 hektar padang lamun (TNC, 2009).

Berdasarkan hasil Rapid Ecologi Assesment (REA) Marine – Kajian Ekologi Laut secara cepat pada bulan November 2008, di Nusa Penida, Dr. Emre Turak (coral expert) menemukan 296 jenis karang. Sementara itu Gerry Allen dan Mark Erdmann (2008) menemukan 576 jenis ikan (5 diantaranya jenis baru). Di perairan Nusa Penida juga dijumpai ikan pari manta, hiu, penyu, lumba-lumba dan paus.

Di perairan Nusa Penida dijumpai ikan Mola mola (Sunfish) yang menjadi icon bawah laut Nusa Penida, bahkan pulau Bali. Ikan Mola mola ini memiliki ukuran rata-rata 2 meter dan muncul di perairan Nusa Penida sekitar bulan Juli – September untuk membersihkan dirinya dari ber-bagai parasit dengan bantuan ikan-ikan karang sekaligus berjemur untuk mendapatkan sinar matahari guna menyesuaikan suhu tubuh karena akibat berada di perairan dalam cukup lama. Terdapat beberapa lokasi “cleaning station” ikan Mola mola di perairan Nusa Penida.

Kekayaan hayati laut Nusa Penida diatas membawa banyak manfaat bagi masyarakat ter-utama dari sektor pariwisata bahari, perikanan dan perlindungan pantai. Terumbu karang yang cantik, ikan pari manta dan Mola mola menjadi atraksi favorit bagi pariwisata bahari di Nusa Penida. Terumbu karang, hutan bakau dan padang lamun juga merupakan rumah, tem-pat berkembang-biak, mencari makan dan berlindung bagi ikan-ikan dan biota laut lainnya. Disisi lain, terumbu karang, hutan bakau dan padang lamun adalah pelindung pantai alami dari gempuran ombak sehingga pantai tidak terabrasi.

Namun sayangnya kekayaan hayati laut Nusa Penida yang membawa banyak manfaat bagi masyarakat juga pendapatan bagi Kabupaten Klungkung, bahkan propinsi Bali, saat ini mulai terancam. Berbagai ancaman yang dapat merusak kekayaan hayati laut tersebut antara lain

1) Penangkapan ikan dengan cara merusak seperti penggunaan bom, potassium dan sianida,

2) Pembuangan jangkar kapal/perahu di atas terumbu karang, 3) Pembuangan limbah ke laut,

4) Penebangan hutan bakau,

5) Pariwisata bahari yang tidak ramah lingkungan, 6) Pengambilan terumbu karang, dan

7) Pemanasan global.

Salah satu upaya yang cukup efektif untuk mengatasi ancaman terhadap sumberdaya hayati laut yaitu dengan pembentukan Kawasan Konservasi Perairan (KKP). KKP secara legal for-mal telah dimuat dalam UU No.31 tahun 2004 tentang Perikanan, yang direvisi menjadi UU

(17)

No.45 tahun 2009 dan UU No.27 tahun 2007 mengenai Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil berikut dengan peraturan turunannya yang berupa PP dan KEPMEN. Terkait kesepakatan internasional, pembentukan jejaring KKP telah menjadi komitmen dunia termasuk Indonesia untuk melindungi terumbu karang di dalam kawasan segitiga karang dunia (coral triangle) dalam sebuah inisiatif yang disebut Coral Triangle Inisiative (CTI). Inisiatif ini digagas oleh Indonesia bersama dengan CT country lainnya seperti Philipina, Malaysia, Timor Leste, Papua New Guinea dan Kepulauan Salomon dengan dukungan dari dunia interna-sional.

Kawasan segitiga karang dunia ini sangat penting peranannya mengingat lebih dari 120 juta orang hidup bergantung dari terumbu karang dan ekosistem pesisir lainnya di dalam kawasan ini.

Saat ini, KKP juga telah menjadi bagian dalam program nasional pemerintah Indonesia. Ke-menterian Kelautan dan Perikanan telah mencanangkan program nasional untuk melindungi laut Indonesia seluas 20 juta hektar pada tahun 2020 melalui pembentukan KKP(www.dkp. go.id).

Saat ini, sebanyak 36 kabupaten/kota di Indonesia telah mendeklarasikan KKP untuk melind-ungi sumberdaya hayati laut di wilayahnya antara lain Kabupaten Raja Ampat (Irian Jaya Ba-rat), Kabupaten Berau (Kalimantan Timur), Kabupaten Wakatobi (Sulawesi Tenggara),

(18)

Kabupaten Kaimana (Irian Jaya Barat), Kabupaten Biak (Irian Jaya Barat), Kabupaten Mina-hasa (Sulawesi Utara), Kabupaten Lombok Barat dan Kabupaten Lombok Timur (NTB) dan Kabupaten Manggarai Barat (NTT).

1.2. Potensi Pesisir dan Laut Nusa Penida 1.2.1. Wisata Bahari

Kekayaan hayati laut Nusa Penida telah mem-bawa manfaat ekonomi dan jasa lingkungan bagi Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung dan Propinsi Bali. Terumbu karang (coral reef), hutan bakau (mangrove), ikan pari manta (manta ray), ikan Mola mola (sunfish), penyu (sea turtle), lumba-lumba (dolphin), Hiu (shark) dan paus (whale) merupakan atraksi yang sangat menarik bagi wisata bahari.

Khusus untuk ikan Mola mola (Sunfish), hanya di Nusa Penida yang kemunculannya bisa diprediksi. Ikan Mola Mola muncul di perairan Nusa Penida antara bulan Juli – September setiap tahunnya.

(19)

Oleh sebab itu, pada bulan-bulan tersebut, para penyelam dari seluruh dunia, datang ke Nusa Penida, untuk melihat ikan Mola mola. Begitu juga dengan Ikan Pari Manta (Manta Ray), walaupun banyak tempat memiliki ikan Pari Manta, namun jika penyelam datang ke Nusa Penida, hampir 90% dipastikan penyelam akan bertemu dengan ikan Pari Manta. Kondisi ini menjadikan perairan Nusa Penida unik dan sangat menarik untuk di-kunjungi.

Kegiatan pariwisata bahari di Nusa Penida tentu-nya akan mendatangkan pemasukan bagi Kabu-paten Klungkung, termasuk Propinsi Bali melalui retribusi dan perijinan, sekaligus menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Nusa Peni-da. Atraksi pariwisata bahari yang telah dikem-bangkan di Nusa Penida seperti diving, snorkling, berenang, berlayar, memancing, surfing, para-sailing, dan aktivitas lainnya.

Lebih jauh hasil budidaya rumput laut dan hasil penangkapan ikan nelayan Nusa Penida dapat diserap oleh hotel-hotel dan restoran. Masyarakat juga mendapatkan penghasilan melalui penjualan berbagai souvenir, jasa penyewaan perahu dan kendaraan bermotor, jasa pemandu wisata, serta jasa lainnya.

Berdasarkan data Dinas Pariwisata Kabupaten Klungkung (2009), saat ini jumlah kunjungan wisatawan ke Nusa Penida sekitar 146.000 per tahun. Jumlah ini belum termasuk para dive operators yang membawa turis dari Sanur dan Padang Bai serta para turis yang datang de-ngan public-boat. Diperkirakan sekitar 200.000 turis mengunjungi Nusa Penida setiap tahun-nya.

1.2.2. Perikanan Tangkap

Terumbu Karang, hutan bakau dan padang lamun sebagai rumah, tempat berkembang-biak, men-cari makan dan berlindung bagi ikan dan biota laut lainnya. Jika ketiga ekosistem penting pesisir ini hilang, maka dapat dipastikan ikan juga akan berkurang, sehingga nelayan Nusa Penida pada gilirannya harus berlayar jauh dan mengeluar-kan biaya yang besar untuk melaut guna mencari ikan.

Kebanyakan nelayan Nusa Penida hanya me-nangkap ikan disekitar perairan Nusa Penida, se-lat Badung dan sese-lat Lombok. Sebaliknya banyak

(20)

nelayan dari luar seperti Lombok, Sulawesi dan Banyuwangi sering dijumpai menangkap ikan di perairan Nusa Penida. Hal ini menggambarkan bahwa di perairan Nusa Penida masih banyak ter-dapat sumberdaya ikan, karena kondisinya yang masih baik dengan terumbu karang, hutan bakau dan padang lamun yang alami.

Mayoritas nelayan di Nusa Penida menangkap jenis-jenis ikan konsumsi seperti tongkol, caka-lang, kakap, kerapu, kembung, tenggiri dan hiu. Berdasarkan data dari Dinas Peternakan, Perika-nan dan Kelautan (DPPK) Kabupaten Klungkung, produksi perikanan tangkap Nusa Penida sekitar 93,713 ton/tahun (2007), 103,378 ton/tahun(2008) dan 105,469 ton/tahun (2009).

1.2.3. Budidaya Rumput Laut

Rumput laut merupakan salah satu andalan produksi perikanan bagi masyarakat Nusa Peni-da, khususnya untuk jenis euchema spinossum. Budidaya rumput laut telah berkembang sejak tahun 1990 dengan metode penanaman dasar (tancap), hingga saat ini telah tersebar di be-berapa bagian pantai di Nusa Lembongan, Nusa Ceningan dan Nusa Penida. Kecenderungan yang ada dari tahun ke tahun, budidaya rumput laut ini telah berkembang secara signifikan karena secara ekologi perairan di wilayah tersebut cocok bagi seaweed dan sejenisnya. Pada awal tahun 1990-an usaha budidaya rumput laut ini telah diatur dengan sistim awig-awig, mulai dari tata cara penanaman, sistim penguasaan lahan, dan pemanfaatan lahan. Aturan dalam awig-awig berdasarkan hasil musyawarah bersama antara pemerintah desa, lembaga adat dan masyarakat (Basuki dan Nikijuluw, 1996). Bersamaan berkembangnya usaha rumput

(21)

laut pada saat ini, maka kiranya perlu dihidupkan kembali sistim awig-awig sebagai antisipasi munculnya friksi kepentingan antara budidaya, pariwisata dan perikanan tangkap.

1.2.4. Ekosistem Pesisir

Terumbu karang, hutan bakau dan padang lamun adalah ekosistem penting pesisir. Ketiga ekosistem tersebut selain berperan dalam pariwisata dan perikanan, juga berfungsi sebagai pelindung alami pantai bagi pulau-pulau di Kecamatan Nusa Penida.

Terumbu karang mampu menahan kekuatan ombak dan gelombang sampai 1/3 sehingga kekuatannya menjadi berkurang. Lalu ombak dan gelombang tersebut sebelum mencapai pantai juga ditahan oleh padang lamun dan hutan bakau. Sehingga pada saat mencapai pan-tai, maka kekuatan gelombang sudah lemah, dan pantai terhindar dari abrasi.

Namun sebaliknya jika, ketiga ekosistem penting pesisir ini tidak dipertahankan, maka ombak dan gelombang akan langsung membentur pantai dan akibatnya pantai akan terabrasi. Jika sudah terabrasi maka pemerintah Kabupaten Klungkung harus mengeluarkan dana yang cu-kup besar untuk membangun senderan (tanggul) guna melindungi pantai. Namun senderan ini juga tidak permanen sifatnya, karena dalam kurun waktu 5 - 10 tahun, ada saja bagian sen-deran yang rusak dan runtuh sehingga perlu pendanaan kembali untuk memperbaikinya. Keberadaan terumbu karang dan padang lamun juga erat kaitannya dengan para petani rumput laut. Jika terumbu karang dan padang lamun di bongkar, maka tidak ada lagi penahan ombak dan gelombang, terutama pada saat musim badai, sehingga patok-patok petani rumput laut akan terbongkar dan tali-tali pengikat rumput laut dapat putus karena terjangan gelombang. Akibatnya, petani rumput laut sendiri yang akan mengalami kerugian. Untuk itu mempertah-ankan terumbu karang, padang lamun dan hutan bakau sangat penting, sebagai pelindung alami pantai bagi pulau-pulau di Kecamatan Nusa Penida.

(22)
(23)

Kondisi Ekologi, Sosial Ekonomi dan

Oseanografi KKP Nusa Penida

2.1. Baseline Data Ekologi 2.1.1. Hutan Bakau

Di Nusa Penida terdapat 230,07 hektar hutan mangrove yang mayoritas berada di Nusa Lem-bongan dan Nusa Ceningan. Berdasarkan hasil survey dan identifikasi mangrove kerjasama antara TNC Indonesia Marine Program dan Balai Pengelolaan Hutan Mangrove wilayah I pada bulan Februari 2010 di Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan, terdapat 13 jenis mangrove dan 7 jenis tumbuhan asosiasi. Selain itu juga dijumpai 5 jenis burung air dan 25 jenis burung darat yang dijumpai di sekitar hutan mangrove.

(24)

2.1.2. Padang Lamun

Padang Lamun di Nusa Penida seluas 108 hektar. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh TNC dan Universitas Udayana dijumpai sekitar 8 jenis lamun di Nusa Penida. Mayoritas Padang Lamun tumbuh di perairan dangkal dan berasosiasi dengan budidaya rumput laut.

2.1.3. Terumbu Karang

Monitoring terbaru tahun 2009 yang dilakukan oleh DPPK Klungkung, Yayasan Bahtera Nu-santara, TNC dan BROK-KKP menunjukan bahwa tutupan rata-rata terumbu karang di perai-ran Nusa Penida adalah 66% untuk kedalaman 3 meter dan 74% untuk kedalaman 10 meter.

(25)

Sementara itu hasil pemetaan terumbu karang yang dilakukan oleh TNC dengan menggunakan data satelit dari sumber Damaris (Citra Satelit) dan ground truth check di 13 titik, menunjukan luas total terumbu karang Nusa Penida adalah sekitar 1.419 hektar. Metode yang digunakan untuk survey dan monitoring terumbu karang adalah Point Intercept Transect (PIT) dan untuk ikan menggunakan visual sensus dan time swimming. Berdasarkan Kajian Ekologi Laut se-cara cepat oleh Dr. Emre Turak (coral-expert) pada bulan November 2008, dijumpai 296 jenis karang di perairan Nusa Penida.

2.1.4. Ikan dan biota laut

Di perairan Nusa Penida terdapat berbagai jenis ikan baik ikan karang, ikan dasar dan ikan pe-lagic. Berdasarkan hasil Kajian Ekologi Laut secara cepat – Rapid Ecology Assesment (REA) pada tahun 2008 oleh Gerry Allen dan Mark Erdmann ditemukan 576 jenis ikan di perairan Nusa Penida dimana lima diantaranya spesies baru yang belum pernah dijumpai dimanapun di dunia.

• Mola mola (sunfish).

Ikan Mola mola merupakan jenis bony-fish terbe-sar yang hidup di laut dalam hingga kedalaman 400 meter. Pada musim tertentu Mola mola naik ke perairan dangkal untuk mendapatkan sinar matahari dan membersihkan tubuhnya dari berbagai parasit dengan bantuan ikan karang seperti ikan bidadari (angle-fish) dan ikan bendera (banner-fish). Dipe-rairan Nusa Penida terdapat beberapa lokasi clea-ning station bagi ikan Mola mola (sunfish) terutama di lokasi-lokasi penyelaman seperti Crystal Bay (banjar Penida), Blue Corner (Jungut Batu), Ceni-ngan Wall (CeniCeni-ngan), Sental (Ped), dan Batu Abah (Pejukutan). Mola mola dijumpai pada kedalaman

(26)

antara 25 – 45 meter. Jumlah terbanyak Mola Mola yang dijumpai saat survey adalah 4 ekor dengan ukuran rata-rata 2 meter

• Pari

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan TNC, diperairan Nusa Penida paling tidak dijumpai empat jenis pari di perairan Nusa Penida yaitu Pari Manta, Pari Burung, Pari totol biru dan Pari Hantu. Khusus untuk Pari Manta (Manta birostris) kerap dijumpai disekitar Batu Lum-bung (Desa Batu Kandik). Oleh sebab itu lokasi tersebut biasa disebut Manta Point oleh para penyelam. Jumlah terbanyak Ikan pari manta yang terlihat saat survey adalah 8 ekor.

• Hiu

Berdasarkan observasi dan pengamatan, diperairan Nusa Penida dijumpai paling tidak 4 jenis hiu yaitu hiu sirip hitam (Black Tip Shark), hiu sirip putih (white Tip Shark), hiu bam-boo (Bambam-boo Shark) dan hiu karpet (Wobegong).

• Penyu

Berdasarkan observasi selama monitor-ing terumbu karang yang dilakukan oleh TNC bersama dengan DPPK Klungkung dan Yayasan Bahtera Nusantara, dijumpai 2 jenis penyu diperairan Nusa Penida yaitu Penyu Hijau (Green Turtle) dan Penyu Sisik (Hawksbill). Terdapat potensi pantai penelu-ran penyu di Lembongan dan Ceningan.

• Dugong (Duyung)

Kelompok Masyarakat – Satya Posana Nusa (SPN) kerap melihat kemunculan dugong di-sebelah selatan Nusa Lembongan. SPN memiliki dokumentasi berupa film ketika dugong sedang muncul di bagian barat Nusa Lembongan. Diperkirakan kemunculan dugong dika-renakan makanan yang berupa padang lamun banyak terdapat di sebelah barat Nusa Lem-bongan dan letaknya yang relatif terlindung.

• Lumba-Lumba dan Paus

Lumba-Lumba kerap terlihat diperairan Nusa Penida, khususnya di barat dan utara Nusa Lembongan. Jumlah terbanyak lumba-lumba yang terlihat saat occasional observation adalah sebanyak 17 ekor. Jenis yang paling sering terlihat adalah bottle nose atau lumba-lumba hidung botol. Sementara paus lebih jarang terlihat, namun beberapa kali paus

(27)

ter-lihat melintas di perairan Nusa Penida. Jenis Paus yang sering terter-lihat adalah False Killer Whale atau paus pembunuh semu.

2.2. Baseline Data Oseanografi

2.2.1. Arus. Perairan Nusa Penida termasuk Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI 2). Kondisi perairan Nusa Penida dipengaruhi oleh arus ITF dari Samudera Pacific ke Samudera Hindia yang mempengaruhi sebaran plankton, kelimpahan ikan, dan struktur komunitas terumbu karang. Perairan Nusa Penida dikenal memiliki arus yang cukup keras.

2.2.2. Suhu. Suhu permukaan perairan di Nusa Penida berkisar antara 22oC – 28oC. Se-mentara itu suhu terendah yang tercatat adalah hingga 18oC. Untuk lebih mengetahui perubahan suhu perairan Nusa Penida secara harian, TNC bekerjasama oleh Univer-sitas Udayana dan BROK-DKP memasang 5 temperature logger di 5 lokasi perairan

Nusa Penida yaitu Crystal Bay (Banjar Penida – 10 meter), Pontoon Bali Hai (Lembo-ngan – 4 meter), Toyapakeh (Penida – 9 meter), Batu Abah( Pejukutan – 12 meter) dan Manta Point (Batu Kandik – 9 meter). Logger ini akan merekam suhu perairan Nusa Penida setiap 15 menit selama 6 tahun.

(28)

2.3. Sosial dan Budaya

2.3.1. Demografi. Kecamatan Nusa Penida termasuk dalam administrasi Kabupaten Klung-kung, Propinsi Bali. Kecamatan ini meliputi 3 pulau utama yaitu Nusa Penida, Nusa Ceningan dan Nusa Lembongan dengan total luas sekitar 20.000 hektar. Terdapat seki-tar 45.000 jiwa yang mendiami 16 desa dinas dan

40 desa pakraman dikecamatan Nusa Penida. May-oritas mata pencaharian masyarakat Nusa Penida adalah sebagai petani rumput laut, nelayan, wisata bahari, peternak dan petani.

Terdapat 4 sekolah setingkat SMU dan 3 sekolah se-tingkat SMP. Saat ini sudah ada Universitas kelas jauh yang dilakukan di kantor kecamatan Nusa Peni-da untuk menampung lulusan SMU Nusa PeniPeni-da mencapai pendidikan yang lebih tinggi lagi. Keca-matan Nusa Penida satu-satunya kecaKeca-matan pulau-pulau kecil di propinsi Bali. Dari 90 km panjang garis pantai yang dimiliki oleh Kabupaten Klungkung, 70 km dimiliki oleh Nusa Penida sementara sisanya be-rada di Klungkung daratan .

2.3.2. Budaya. Masyarakat Nusa Penida may-oritas Bali dan pemeluk agama Hindu. Terda-pat 1 desa muslim yaitu Toyapakeh. Di Nusa Penida terdapat Pura Sad- Khayangan Ped yang menjadi salah satu Pura central di pulau Bali. Terdapat beberapa Pura besar di Nusa Penida seperti Pura Batu Medau dan Pura Giri Putri. Puncak tertinggi di Nusa Penida yaitu Puncak Mundi juga terdapat Pura yang biasa digunakan oleh masyarakat Nusa Penida dan dari pulau Bali untuk bersembahyang. Struk-tur adat yang menaungi setiap desa pakraman di Nusa Penida adalah Majelis Alit yang meng-koordinir sekaligus menjalankan dan menga-wasi aktivitas terkait adat dan keagamaan. Terkait dengan pesisir dan laut,

masyarakat Nusa Penida melaksanakan ritual Nyepi Segara setiap tahunnya un-tuk menghormati laut dan memberi kes-empatan kepada laut untuk beristirahat. Biasanya Nyepi Segara atau Nyepi Laut di laksanakan setiap sasih kapat, kira-kira bulan Oktober setiap tahunnya. Selama Nyepi Segara, sama sekali tidak ada ak-tivitas di laut selama satu hari penuh.

(29)

Aturan adat di Nusa Penida dituangkan dalam awig-awig (hukum adat) yang dihasilkan dari kesepakatan (pararem) bersama. Di desa Lembongan terdapat awig-awig terkait pesisir dan laut seperti pelarangan penebangan bakau dan pengambilan pasir laut.

Di Nusa Penida terdapat awig-awig pelarangan penangkapan burung.

2.4. Aktivitas Ekonomi

2.4.1. Wisata Bahari. Terdapat lebih dari 20 lokasi penyelaman di perairan Nusa Penida den-gan beberapa lokasi penyelaman favorit seperti Crystal Bay, Manta Point, Ceninden-gan Wall, Blue Corner, SD-Sental, Mangrove-Sakenan, Gamat Bay, dan Batu Abah.

Terdapat 3 cruises besar di Nusa Penida yang masing-masing memiliki pontoon dan rata-rata membawa turis 200 orang per hari. Atraksi wisata bahari lainnya di Nusa Penida seperti diving, surfing, snorkeling, sailing, fishing, flying fish, para-sailing, kayaking dan sea-walker. Terdapat 6 dive operators base di Nusa Lembongan dan Nusa Penida. Diper-kirakan sekitar 200.000 turis datang berkunjung ke Nusa Penida setiap tahunnya. Puncak jumlah kunjungan paling ramai di Nusa Penida (peak-season) adalah bulan Agustus – September, sementara bulan paling sepi (low-season) bulan Januari – Februari.

(30)

2.4.2. Budidaya Rumput Laut. Terdapat sekitar 308 hektar areal potensi maksimal budi-daya rumput laut di Kecamatan Nusa Penida (TNC, 2009). Metode yang digunakan untuk bertani rumput laut adalah tancap-dasar. Jenis yang banyak ditanam adalah Spinosum, dan khusus Lembongan jenis Cotony dapat tumbuh dengan baik di se-lat antara Lembongan dan Ceningan. Total hasil panen petani rumput laut di Nusa Penida rata-rata 40 – 50 ton per sekali panen (setiap 35 hari). Harga rumput laut

sangat berfluktuasi, saat ini untuk jenis Spino-sum dengan kadar air 30% satu kilogram antara Rp.2000 – Rp.2.900 sementara untuk jenis Catony satu kilogram Rp. 4.000 – Rp.5.300. Pendapatan bersih rata-rata dari 1 are (10 x 10

m) petak rumput laut sekitar Rp.300.000. Pen-jualan rumput laut Nusa Penida dikoordinir oleh seorang pengepul untuk kemudian dikirim ke Surabaya untuk di eksport ke China, Taiwan, Ko-rea and Jepang.

2.4.3. Perikanan Tangkap. Terdapat sekitar 850 orang nelayan di kecamatan Nusa Penida yang ter-gabung dalam 40 kelompok nelayan. Desa yang memiliki jumlah nelayan terbanyak adalah Ba-tununggul dan Suana. Kebanyakan nelayan di Nusa Penida menggunakan jukung berukuran 7

(31)

meter dan digerakan dengan layar (tenaga angin) dan mesin temple 15 PK. Loka-si penangkapan ikan oleh nelayan umumnya pada kedalaman 40 – 200 meter dan jarak terjauh sekitar 5 mil dari daratan, bahkan hingga ke Lombok. Tangkapan nelayan umumnya adalah ikan tongkol, languan, kokak/kerapu, hiu, cakalan dan lainnya tergantung musim dengan waktu keberangkatan umumnya pada saat sub-uh dan pulang pagi hari. Harga ikan tongkol berukuran sedang berkisar Rp.3000 – 5000/ekor. Wilayah penangkapan untuk ikan-ikan ekspor seperti kokak berada di timur dan selatan Nusa Penida, sementara lokasi penangkapan ikan-ikan untuk dikonsumsi sendiri seperti tongkol berada di sebelah utara dan barat Nusa Peni-da.

(32)
(33)

Pembentukan Kawasan Konservasi

Perairan Nusa Penida

3.1. Definisi Kawasan Konservasi Perairan (KKP)

Definisi KKP menurut IUCN – PBB adalah wilayah yang masih dipengaruhi oleh pasang surut air laut termasuk flora, fauna, budaya, penampakan sejarah serta kolom air di atasnya yang dilindungi oleh undang-undang atau cara lain yang efektif untuk melindungi sebagian atau ke-seluruhan perairan tersebut.

Definisi Konservasi menurut UU 31/ 2004 Tentang Perikanan (direvisi menjadi UU 45/ 2009) adalah :

Pasal 1, ayat 8 :

Konservasi Sumberdaya Ikan adalah : Upaya Perlindungan, Pelestarian dan Pemanfaatan sumberdaya ikan, termasuk ekosistem,jenis dan genetik untuk menjamin keberadaan, ke-tersediaan dan kesinambungannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumberdaya ikan.

Sementara itu berdasarkan PP 60/2007 Tentang Koservasi Sumberdaya Ikan, yang merupa-kan turunan dari UU 31/2004, menyatamerupa-kan konservasi harus disusun dalam suatu rencana pengelolaan dan zonasi sebagaimana dinyatakan dalam pasal 17 sebagai berikut :

(1) Pengelolaan kawasan konservasi perairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dilakukan berdasarkan rencana pengelolaan kawasan konservasi perairan. (2) Rencana pengelolaan kawasan konservasi perairan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh satuan unit organisasi pengelola.

(3) Setiap rencana pengelolaan kawasan konservasi perairan harus memuat zonasi kawasan konservasi perairan.

(4) Zonasi kawasan konservasi perairan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas: a. zona inti;

b. zona perikanan berkelanjutan; c. zona pemanfaatan; dan

d. zona lainnya.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana pengelolaan dan zonasi kawasan konservasi perairan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) diatur dengan peraturan Menteri.

Sementara itu berdasarkan PERMEN Kelautan dan Perikanan No.2 tahun 2009 tentang Tata Cara Pembentukan KKP yang merupakan turunan dari PP 60/ 2007, disebutkan bahwa KKP adalah kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan.

3.2. Dasar Hukum Terkait Konservasi Perairan

Pembentukan kawasan konservasi baik KKP maupun KKP3K telah diatur dalam Undang-Un-dang termasuk peraturan di bawahnya. Pembentukan KKP juga secara internasional erat kaitannya dengan komitmen Indonesia bersama negara-negara di dunia untuk melindungi te-rumbu karang khususnya di kawasan segitiga karang dunia (coral triangle).

(34)

Pemerintah Republik Indonesia, pada bulan Desember tahun 2007 di Sydney-Australia di per-temuan APEC mencanangkan sebuah inisiatif untuk melindungi terumbu karang di coral tri-angle bersama 5 negara di dalam kawasan coral tritri-angle yaitu Philipina, Malaysia, Timor Leste, Papua New Guinea dan Kepulauan Salomon. Inisatif ini disebut Coral Triangle Inisiative (CTI). Inisiatif ini disambut baik oleh negara-negara di dunia.

Undang-Undang beserta peraturan dibawahnya yang terkait dengan pembentukan KKP Nusa Penida adalah sebagai berikut :

1). UU No.27 tahun 2007, terutama pasal 28 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

2). UU. No. 45 tahun 2009, tentang perubahan atas UU No,31 tahun 2004 tentang Perikanan 3). UU No.32 tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah, khususnya pasal 18 ayat 4. 4). UU No.26 tahun 2007, tentang Penataan Ruang

3). PP No.60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan

4). PERMEN Kelautan dan Perikanan No. 16 tahun 2008 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

5). PERMEN Kelautan dan Perikanan No.17 tahun 2008 tentang Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil

6). PERMEN kelautan dan Perikanan No.2 tahun 2009 tentang Tata Cara Pembentukan Kawasan Konservasi Perairan

7). Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Bali

8). Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kabupaten Klungkung 9). Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kabupaten Klungkung

3.3. Tujuan Pembentukan KKP Nusa Penida

• Perlindungan keanekaragaman hayati pesisir dan laut perairan • Pariwisata bahari yang berkelanjutan

• Perikanan yang berkelanjutan

Ketiga tujuan diatas adalah dalam rangka mempertahankan keberlangsungan sumber mata-pencaharian masyarakat Nusa Penida dan meningkatkan pemasukan bagi Kabutapen Klung-kung.

3.4. Ruang Lingkup KKP Nusa Penida

KKP Nusa Penida akan meliputi seluruh perairan di wilayah Kecamatan Nusa Penida yang meliputi perairan di 3 pulau yaitu Nusa Penida, Nusa Ceningan dan Nusa Lembongan. Luas KKP Nusa Penida adalah 20.057 hektar dengan batas luar 1 mil (1.8 km) diukur dari garis pantai. Luas ini dalam jangka menengah dan jangka panjang dapat dikembangkan menjadi lebih luas lagi sesuai dengan kemampuan dan efektifitas pengelolaan KKP Nusa Penida serta wewenang Kabupaten Klungkung.

Berdasarkan UU, KKP Nusa Penida akan dibagi kedalam 3 zonasi yaitu 1) zona inti (no take zone), 2 zona pemanfaatan terbatas (budidaya rumput laut, wisata bahari dan perikanan), 3) zona lainnya

3.5. Tahapan Pembentukan KKP Nusa Penida

Proses pembentukan KKP Nusa Penida akan melalui beberapa tahapan sesuai peraturan dan perundang-undangan yang. Tahapan-tahapan tersebut antara lain antara lain :

(35)

1). Pembentukan Kelompok Kerja KKP Nusa Penida

2). Pengumpulan data ekologi, sosial-ekonomi, dan oceanography melalui survey dan monitoring

3). Sosialisasi (tingkat FGD, desa, kecamatan, dan kabupaten) 4). Penentuan batas luar beserta dengan zonasi

5). Pencadangan KKP Nusa Penida oleh Bupati Klungkung

6). Penetapan KKP Nusa Penida oleh Menteri Kelautan dan Perikanan

7). Pembuatan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang termasuk di dalamnya sistem zo nasi berikut peraturan diatasnya dan mekanisme pendanaan jangka panjang

8). Pembentukan Badan Pengelola termasuk system pengawasan dan pengamanan KKP Nusa Penida

3.6. Kemajuan Proses Pembentukan KKP Nusa Penida

3.6.1. Pembentukan Kelompok Kerja (POKJA) KKP Nusa Penida (September 2009)

Dalam rangka persiapan pemben-tukan KKP Nusa Penida, maka telah dibentuk Kelompok Kerja (POKJA) lintas instansi dan lem-baga yang bekerja dibawah SK Bu-pati Klungkung No.216 tahun 2009. Kelompok Kerja ini terbagi dua yaitu Panitia Pengarah (Steering Com-mittee) dan Panitia Kerja (Organ-ising Committee). Duduk sebagai Pembina dalam Pokja ini adalah Bupati, Wakil Bupati dan Seker-taris Daerah (SETDA) Kabupaten Klungkung. Panitia Pengarah dike-tuai oleh Kepala Bappeda dengan anggota para kepala SKPD terkait

di PemKab Klungkung. Sementara itu Panitia Kerja diketuai oleh Kabid Ekonomi Bappeda dengan sekertaris Kabid Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil DPPK Klungkung. Pokja ini juga terdiri dari unsur perwakilan masyarakat dan LSM. Pokja telah bekerja sejak Oktober 2009 – Februari 2010 dalam rangka menso-sialisasikan kepada para stakeholders di Nusa Penida terkait ren-cana pembentukan KKP.

3.6.2. Sosialisasi (Oktober 2009 – Februari 2010)

Dalam rangka pembentukan KKP Nusa Penida telah dilakukan sosialisasi dari bulan Oktober 2009 – Februari 2010 oleh Pokja KKP Nusa Penida. Tujuan dari sosialisasi ini adalah untuk menyebarluaskan rencana pembentukan KKP Nusa Penida kepada para stakeholders di Nusa Penida sekaligus untuk menggali masukan dan dukungan. Pelaksanaan sosialisasi telah di lakukan di tingkat Focus Group Disscusion (FGD), 16

desa dan kecamatan Nusa Penida melaluli 32 kali pertemuan. Jumlah peserta sosial-isasi sekitar 1200 orang yang terdiri dari para kepala desa, bendesa adat, petani rum-put laut, nelayan, guru, pelajar dan pengusaha wisata bahari.

(36)

Materi yang disampaikan pada saat sosialisasi adalah 1) Dasar pembentukan KKP Nusa Penida beserta Tim Kerja pembentukan KKP Nusa Penida berdasarkan SK Bupati Klungkung no 216 ta-hun 2009, 2) Film dokumentasi kekayaan alam laut serta pesona daratan Nusa Penida, 3) Fakta-fakta berdasarkan kajian-kajian ilmiah yang mendukung keka-yaan alam laut Nusa Penida, 4) Nusa Penida sebagai bagian dari Coral Triangle yaitu segitiga pusat

kekayaan terumbu karang dunia, 5) Manfaat kekayaan alam laut secara ekonomi, 6) Ancaman-ancaman terhadap kekayaan alam laut Nusa Penida, 7) Upaya penanganan ancaman dengan pembentukan KKP Nusa Penida, 8) Tahapan-tahapan pembentukan KKP Nusa Penida, 9) Diskusi.

3.6.3. Pengumpulan Data Dasar (Baseline)

Data dasar terkait ekologi, sosial-ekonomi dan oseanografi telah dikumpulkan dan akan terus dilakukan pendataan melalui survey dan monitoring secara berkala. Data dasar

(37)

ini sangat diperlukan guna menetapkan batas luar KKP Nusa Penida termasuk pe-nyusunan sistem zonasi dann rencana pengelolaan jangka panjang.

Pengumpulan data dasar ini juga termasuk identifikasi dan inventarisasi jenis ancaman yang dihadapi oleh ekosistem pesisir dan laut di Nusa Penida. Beberapa jenis ancaman terhadap sumber daya perikanan dan ekosistem pesisir dan laut di Nusa Penida adalah : 1). Penangkapan ikan dengan cara-cara merusak (destructive fishing) dengan gunakan bom dan sianida

2). Pembuangan limbah ke laut baik sampah padat maupun limbah cair 3). Pengambilan terumbu karang

4). Penebangan mangrove

5). Penggunaan jangkar perahu dan kapal diatas terumbu karang 6). Pariwisata bahari yang tidak ramah lingkungan dan bersifat masal 7). Pemanasan global

3.6.4. Penentuan Batas Luar

Penentuan Batas Luar calon KKP Nusa Penida telah dilakukan pada tanggal 2 dan 17 bruari dengan melibatkan unsur Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Camat, Kapolsek

Nusa Penida, Dan Pos AL – Nusa Penida, Kejaksaan), Perwakilan Kepala Desa, Nelayan, staf Kecamatan, dan Pokja KKP Nusa Penida.

Enam titik koordinat yang akan menjadi acuan batas luar calon KKP Nusa Penida di tandai (marking) dengan menggunakan GPS (global positioning system) sejauh 1 mil (1.8 km) dari pantai diukur dari surut terendah. Titik-titik tersebut akan diplot ke dalam peta GIS.

(38)

Untuk mempermudah pengenalan secara langsung mengenai batas di laut, maka ha-nya ada 6 jumlah titik yang mengacu pada beberapa tanjung yang menonjol sehingga mudah dilihat dan dikenali. Beberapa tanjung yang menonjol tersebut antara lain Batu Abah, Batu Nunggul, Jungut Batu, dan Lembongan.

3.6.5. Pencadangan KKP Nusa Penida

Sebagai salah satu instrument penting di dalam pembentukan sebuah KKP adalah paying hukum. Untuk itu maka KKP Nusa Penida telah dicadangkan melalui Peraturan Bupati Klungkung No….tahun 2010 tentang Penunjukan Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida.

Pencadangan ini sekaligus merupakan komitmen dan usulan Pemerintah Kabupat-en Klungkung untuk melestarikan keaneka-ragaman hayati laut di perairan Nusa Penida melalui pembentukan KKP. KKP Nusa

Peni-da yang telah dicaPeni-dangkan melalui PERBUB Kabupaten Klungkung diusulkan untuk ditetapkan melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Kelautan dan perikanan.

(39)
(40)

Pengelolaan KKP Nusa Penida

4.1. Pengajuan Penetapan KKP Nusa Penida kepada Menteri Kelautan dan Perikanan.

Berdasarkan UU No.27 tahun 2007 dan PP No.60 tahun 2007, KKP ditetapkan oleh Men-teri Kelautan dan Perikanan. Untuk itu pemerintah Kabupaten Klungkung akan mengaju-kan usulan penetapan KKP Nusa penida yang telah dicadangmengaju-kan melalui oleh Peraturan Bupati Klungkung.

Usulan penetapan KKP Nusa Penida oleh PemKab Klungkung akan disertai dengan dokumen lokasi dan luas KKP, kategori KKP Nusa Penida, data-data ekologi, oceanog-raphy, sosial ekonomi, batas luar, dan telah melalui proses konsultasi publik untuk men-dapatkan masukan dan kesepakatan. Selanjutnya Kementerian Kelautan dan Perikanan akan mengkaji usulan PemKab Klungkung beserta dengan dokumen-dokumen yang ada sesuai dengan panduan tata cara pembentukan sebuah KKP.

4.2. Pembuatan Zonasi dan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang

Zonasi – Zonasi adalah pembagian wilayah peruntukan di laut sesuai dengan kepen-tingannya dan dilengkapi dengan aturan diatasnya. Berdasarkan UU No.27 tahun 2007 dan PP No.60 tahun 2007 disebutkan bahwa sebuah KKP paling tidak memiliki 1) zona larang ambil (no take zone), 2) zona pemanfaatan terbatas, 3) zona lainnya sesuai ke-perluan.

KKP Nusa Penida diharapkan akan memiliki 4 zona yaitu 1) zona larang ambil (no take zone), 2) zona pemanfaatan terbatas wisata bahari, 3) zona pemanfaatan terbatas budi-daya rumput laut, 4) zona pemanfaatan terbatas perikanan. Akan dibuatkan peraturan mengenai aktivitas apa saja yang bisa dan tidak bisa dilakukan di tiap zona tersebut. Untuk memperkuat peraturan di tiap zona sebaiknya dibuat sebuah PERDA mengenai KKP Nusa Penida. Pembuatan zonasi selain berdasarkan hasil survey juga akan di-lakukan konsultasi publik terutama kepada para pengusaha wisata bahari, nelayan dan petani rumput laut untuk mendapatkan masukan dan kesepakatan mengenai rancangan zonasi.

Rencana Pengelolaan Jangka Panjang – Rencana pengelolaan jangka panjang akan memuat 1) visi, misi dan tujuan KKP Nusa Penida, 2) Potensi dan target yang akan dilestarikan(ekologi, spesies, sosial, ekonomi, budaya terkait pesisir dan laut), 3) Anca-man dan pengenalan sumber ancaAnca-man terhadap potensi yang ada, 4) Strategi untuk mengatasi ancaman, 5) Monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan strategi.

Di dalam rencana pengelolaan jangka panjang ini juga akan termasuk rencana pengelolaan wisata bahari Nusa Penida dan mekanisme pendanaan jangka panjang terhadap pengelo-laan KKP Nusa Penida Rencana pengelopengelo-laan jangka panjang ini paling tidak dalam rent-ang waktu 20 – 30 tahun. Rencana pengelolaan jrent-angka panjrent-ang tersebut akan diturunkan menjadi program 5 tahunan dan 1 tahunan oleh Badan Pengelola yang akan dibentuk.

(41)

4.3. Pembentukan Badan Pengelola

Badan Pengelola KKP Nusa Penida dibentuk untuk menjalankan rencana pengelolaan jangka panjang yang telah disepakati dan ditetapkan. Badan Pengelola ini juga akan membentuk tim pengawasan dan pengamanan KKP dengan berkoordinasi dengan instansi terkait dan masyarakat.

Badan Pengelola akan menetapkan rencana program 5 tahunan dan 1 tahunan dengan mengacu pada rencana jangka panjang pengelolaan KKP Nusa Penida. Untuk men-jalankan program sehari-hari, maka badan pengelola mengangkat staf professional yang ditugasi untuk melaksanakan program tahunan yang telah ditetapkan oleh badan pe-ngelola.

Staf professional yang diangkat dan diberhentikan oleh Badan Pengelola memiliki tugas antara lain menjalankan program tahunan yang telah ditetapkan oleh Badan Pengelola termasuk memfasilitasi patrol rutin, melaksanakan pungutan konservasi dari wisata ba-hari, pengecekan dan pemasangan mooring bouy, melaksanakan survey dan monitoring ekologi-sosial-ekonomi, melaksanakan program-program edukasi dan penyadartahuan masyarakat, melaksanakan program-program pemberdayaan masyarakat, membuat rencana kerja serta usulan budgeting untuk diajukan kepada Badan Pengelola, membuat laporan tengah tahun dan akhir tahun kepada Badan Pengelola.

4.4. Pembuatan Mekanisme Pendanaan Jangka Panjang

Sangat disadari bahwa pemerintah Kabupaten Klungkung memiliki keterbatasan angga-ran dan memiliki beberapa prioritas. Untuk itu anggaangga-ran PemKab Klungkung yang minim tersebut perlu untuk di dukung dengan sebuah mekanisme pendanaan jangka panjang dalam rangka pengelolaan KKP Nusa Penida.

Sektor wisata bahari merupakan salah satu potensi pendanaan jangka panjang untuk KKP Nusa Penida melalui dana konservasi (conservation fund). Alasan utama sektor wisata bahari menjadi potensi pendanaan jangka panjang bagi KKP Nusa Penida ada-lah karena sektor wisata bahari tidak bersifat ekstraktif (mengambil sesuatu dari alam), hanya menjual keindahan alam bawah laut Nusa Penida. Selain itu sektor wisata bahari sangat erat kaitannya dengan keberadaan terumbu karang, hutan bakau, ikan mola-mola, ikan pari manta, dan biota penting laut lainnya di Nusa Penida. Semua ekosistem dan biota laut tersebut merupakan asset vital bagi wisata bahari.

Untuk dapat melakukan pungutan dana konservasi perlu dilakukan kajian jumlah kun-jungan wisatawan ke Nusa Penida dan keinginan (willingness to pay) wisatawan untuk menyumbang bagi kegiatan konservasi laut Nusa Penida. Selain itu perlu dilakukan perhitungan berapa dana operasional 1 tahun untuk mengelola KKP Nusa Penida. Ke-butuhan dana operasional dalam 1 tahun di cocokan dengan jumlah wisatawan dan ke-inginan wisatawan untuk menyumbang, maka bisa di dapat berapa sebaiknya besaran pungutan dana konservasi.

(42)

Dana konservasi ini dapat di alokasikan ke dalam 4 pos yaitu 1) Biaya Operasional Ba-dan Pengelola Ba-dan pelaksanaan rencana kerja, 2) PAD Kabupaten Klungkung, 3) Pem-berdayaan masyarakat dan pemasukan bagi desa.

Namun mekanisme pungutan dan pengelolaannnya harus diperjelas dan dibuatkan aturan. Catatan penting adalah desa-desa pesisir yang memiliki lokasi penyelaman dan wisata bahari lainnya dilibatkan dalam pembuatan mekanisme pendanaan, mengingat saat ini telah ada pungutan-pungutan yang diberlakukan oleh desa terkait kunjungan wisatawan, sehingga pungutan tidak tumpang-tindih dan berulang-ulang.

Dengan mekanisme ini, desa-desa yang memiliki lokasi penyelaman dan lokasi wisata bahari, secara proporsional mendapatkan bagian lebih besar jika dibandingkan dengan desa-desa di pengunungan seperti jungut batu, lembongan, toyapakeh, ped, sakti dan pejukutan, mengingat mereka juga punya tanggung-jawab untuk melestarikan terumbu karang, hutan bakau dan biota laut yang ada di desanya.

4.5. Penerapan Mekanisme Pendanaan Jangka Panjang

Mekanisme Pendanaan Jangka Panjang yang telah dibuat dengan melibatkan pihak-pihak terkait, agar dapat diterapkan perlu dipayungi oleh hukum, dengan menggunakan PERDA misalnya. Lalu agar dapat berjalan dengan baik juga perlu dilakukan sosialisasi sebelum peraturan tersebut diterapkan.

Perlu dibuat system pungutan dana konservasi yang jelas seperti bagaimana meka-nisme para turis membayar pungutan dana konservasi ? lalu siapa yang memungut..? apa bukti pungutan ? bagaimana mekanisme pembukuan dan pencatatan ? bagaimana uang dikumpulkan dan di alokasikan ? dan bagaimana fungsi control dan pengawasan baik dari sisi pengumpulan maupun penggunaan.

Mekanisme pengumpulan dana konservasi bisa berupa karcis yang disatukan dengan tiket cruise atau paket diving atau karcis transportasi perahu. Opsi lain adalah dengan penggunaan pin yang berlaku selama 1 tahun dan pin tersebut akan berganti setiap tahun. Opsi lain adalah desa-desa yang memiliki lokasi-lokasi wisata bahari melakukan pungutan dan sekian persen dari hasil pungutan digunakan untuk dana konservasi. Mekanisme diatas adalah berbagai opsi tentang mekanisme pendanaan jangka panjang. Hal terpenting dalam pemilihan opsi adalah 1) sesuai dengan aturan dan perundang-undangan, 2) memiliki mekanisme yang jelas dann akuntable, 3) cara paling mudah dan efisien, 4) sedapat mungkin disepakati semua pihak.

(43)
(44)

Lampiran 1.

Titik Koordinat Batas Luar KKP Nusa Penida

Nama Lokasi Koordinat Batas Luar

Batununggul 1150 34’ 37.10” BT 8039’ 14.43” LS Batu Abah 115039’ 41.36” BT 80 46’ 25.54” LS Sekartaji 115035’ 32.77” BT 80 51’ 39.59” LS Sakti 115026’ 6.53” BT 80 45’ 46.33” LS Lembongan 1150 24’ 13.28” BT 8041’ 5.82” LS Jungut Batu 115026’ 42.52” BT 8038’ 34.63” LS

(45)

Lampiran 2.

Jenis-Jenis Terumbu Karang di Nusa Penida

(Emre Turak, 2009)

Family Genus Species No Zooxanthellate Scleractinia

Family Astrocoeniidae Genus Stylocoeniella Stylocoeniella armata (Ehrenberg, 1834)

Koby, 1890 Yabe and Sugiyama, 1935 1

Family Pocilloporidae

Gray, 1842 2 Stylocoeniella guentheri Bassett-Smith, 1890

Genus Pocillopora

Lamarck, 1816 3 Pocillopora ankeli Scheer and Pillai, 1974

4 Pocillopora damicornis (Linnaeus, 1758)

5 Pocillopora danae Verrill, 1864

6 Pocillopora elegans Dana, 1846

7 Pocillopora eydouxi Milne Edwards and

Haime, 1860

8 Pocillopora meandrina Dana, 1846

9 Pocillopora verrucosa

(Ellis and Solander, 1786)

Genus Seriatopora

Lamarck, 1816 10 Seriatopora aculeata Quelch, 1886

11 Seriatopora caliendrum Ehrenberg, 1834

12 Seriatopora hystrix Dana, 1846

Genus Stylophora

Schweigger, 1819 13 Stylophora pistillata Esper, 1797

Family Acroporidae

Verrill, 1902 Genus Montipora Blainville, 1830 14 Montipora aequituberculata Bernard, 1897

U Montipora altasepta Nemezno, 1967.

unconfirmed

15 Montipora calcarea Bernard, 1897

16 Montipora caliculata (Dana, 1846)

17 Montipora capitata Dana, 1846

18 Montipora capricornis Veron, 1985

19 Montipora cebuensis Nemezno, 1976

20 Montipora confusa Nemenzo, 1967

21 Montipora corbettensis

Veron and Wallace, 1984

22 Montipora crassituberculata Bernard, 1897

23 Montipora danae

(Milne Edwards and Haime, 1851)

24 Montipora deliculata Veron, 2000

25 Montipora digitata (Dana, 1846)

26 Montipora efflorescens Bernard, 1897

(46)

Family Genus Species No Zooxanthellate Scleractinia

U Montipora florida Nemenzo, 1967

Unconfirmed

28 Montipora floweri Wells, 1954

29 Montipora foliosa (Pallas, 1766)

30 Montipora friabilis Bernard, 1897

U Montipora gaimardi Bernard, 1897

Unconfirmed

31 Montipora grisea Bernard, 1897

32 Montipora hispida (Dana, 1846)

33 Montipora hodgsoni Veron, 2000

34 Montipora hoffmeisteri Wells, 1954

35 Montipora incrassata (Dana, 1846)

36 Montipora informis Bernard, 1897

37 Montipora mactanensis Nemenzo, 1979

38 Montipora millepora Crossland, 1952

39 Montipora mollis Bernard, 1897

40 Montipora monasteriata (Forskäl, 1775)

41 Montipora nodosa (Dana, 1846)

42 Montipora peltiformis Bernard, 1897

43 Montipora samarensis Nemenzo, 1967

44 Montipora spongodes Bernard, 1897

45 Montipora stellata Bernard, 1897

46 Montipora tuberculosa (Lamarck, 1816)

47 Montipora turgescens Bernard, 1897

48 Montipora turtlensis Veron and Wallace,

1984

49 Montipora undata Bernard, 1897

50 Montipora venosa (Ehrenberg, 1834)

51 Montipora vietnamensis Veron, 2000

Genus Acropora Oken, 1815 52 Acropora abrotanoides (Lamarck, 1816)

53 Acropora aculeus (Dana, 1846)

54 Acropora acuminata (Verrill, 1864)

55 Acropora anthocercis (Brook, 1893)

56 Acropora aspera (Dana, 1846)

57 Acropora austera (Dana, 1846)

58 Acropora cerealis (Dana, 1846)

59 Acropora clathrata (Brook, 1891)

60 Acropora cytherea (Dana, 1846)

61 Acropora digitifera (Dana, 1846)

62 Acropora divaricata (Dana, 1846)

63 Acropora donei Veron and Wallace, 1984

64 Acropora efflorescens (Dana, 1846)

(47)

Family Genus Species No Zooxanthellate Scleractinia

66 Acropora florida (Dana, 1846)

67 Acropora gemmifera (Brook, 1892)

68 Acropora glauca (Brook, 1893)

69 Acropora granulosa (Milne Edwards and

Haime, 1860)

U Acropora hoeksemai Wallace, 1997.

Unconfirmed

70 Acropora horrida (Dana, 1846)

71 Acropora humilis (Dana, 1846)

72 Acropora hyacinthus (Dana, 1846)

73 Acropora indonesia Wallace, 1997

74 Acropora insignis Nemenzo, 1967

75 Acropora intermedia (Brook, 1891);

Acropora nobilis (Dana, 1846)

76 Acropora latistella (Brook, 1891)

77 Acropora listeri (Brook, 1893)

78 Acropora loripes (Brook, 1892)

79 Acropora lutkeni Crossland, 1952

80 Acropora microclados (Ehrenberg, 1834)

81 Acropora millepora (Ehrenberg, 1834)

U Acropora minuta Veron, 2000 Unconfirmed

82 Acropora muricata (Linnaeus, 1758);

Acropora formosa (Dana, 1846)

83 Acropora nana (Studer, 1878)

84 Acropora nasuta (Dana, 1846)

U Acropora orbicularis Brook, 1892

Unconfirmed

85 Acropora palmerae Wells, 1954

86 Acropora paniculata Verrill, 1902

87 Acropora papillare Latypov, 1992

U Acropora pinguis Wells, 1950 Unconfirmed

88 Acropora polystoma (Brook, 1891)

89 Acropora pulchra (Brook, 1891)

U Acropora retusa (Dana, 1846) Unconfirmed

90 Acropora robusta (Dana, 1846)

91 Acropora samoensis (Brook, 1891)

92 Acropora sarmentosa (Brook, 1892)

93 Acropora secale (Studer, 1878)

94 Acropora selago (Studer, 1878)

95 Acropora solitaryensis Veron and Wallace,

1984

W Acropora speciosa (Quelch, 1886) W

(48)

Family Genus Species No Zooxanthellate Scleractinia

97 Acropora striata (Verrill, 1866)

98 Acropora subulata (Dana, 1846)

99 Acropora sukarnoi Wallace, 1997;

Acropora irregularis (Brook, 1892)

100 Acropora tenuis (Dana, 1846)

101 Acropora valenciennesi (Milne Edwards and

Haime, 1860)

102 Acropora valida (Dana, 1846)

103 Acropora vaughani Wells, 1954

104 Acropora verweyi Veron and Wallace, 1984

105 Acropora willisae Veron and Wallace, 1984

106 Acropora yongei Veron and Wallace, 1984

Genus Isopora Studer, 1878 107 Isopora cuneata (Dana, 1846)

108 Isopora palifera (Lamarck, 1816)

109 Isopora ‘Komodo’ new sp

Genus Astreopora Blainville, 1830 110 Astreopora cucullata Lamberts, 1980

111 Astreopora incrustans Bernard, 1896

112 Astreopora listeri Bernard, 1896

113 Astreopora myriophthalma (Lamarck, 1816)

Family Euphyllidae

Veron, 2000 Genus Euphyllia Dana, 1846 114 Euphyllia ancora Veron and Pichon, 1979

115 Euphyllia cristata Chevalier, 1971

116 Euphyllia divisa Veron and Pichon, 1980

117 Euphyllia glabrescens (Chamisso and

Eysenhardt, 1821)

Genus Physogyra Quelch, 1884 118 Physogyra lichtensteini (Milne Edwards and

Haime, 1851)

Family Oculinidae

Gray, 1847 Genus Galaxea Oken, 1815 119 Galaxea fascicularis (Linnaeus, 1767) Family Siderasteridae

Vaughan and Wells, 1943 Genus Psammocora Dana, 1846 120 Psammocora contigua (Esper, 1797)

121 Psammocora digitata Milne Edwards and

Haime, 1851

122 Psammocora haimeana Milne Edwards and

Haime, 1851

123 Psammocora nierstraszi Horst, 1921

124 Psammocora obtusangula (Lamarck, 1816)

U Psammocora profundacella Gardiner, 1898

Unconfirmed

125 Psammocora stellata Verrill, 1868

126 Psammocora superficialis Gardiner, 1898

Genus Coscinaraea Milne

(49)

Family Genus Species No Zooxanthellate Scleractinia

128 Coscinaraea crassa Veron and Pichon,

1980

U Coscinaraea exesa (Dana, 1846)

Unconfirmed

Family Agariciidae

Gray, 1847 Genus Pavona Lamarck, 1801 129 Pavona bipartita Nemenzo, 1980

130 Pavona clavus (Dana, 1846)

131 Pavona danai Milne Edwards and Haime,

1860

132 Pavona decussata (Dana, 1846)

133 Pavona duerdeni Vaughan, 1907

134 Pavona explanulata (Lamarck, 1816)

135 Pavona frondifera (Lamarck, 1816)

136 Pavona minuta Wells, 1954

137 Pavona varians Verrill, 1864

138 Pavona venosa (Ehrenberg, 1834)

Genus Leptoseris Milne Leptoseris explanata Yabe and Sugiyama,

Edwards and Haime, 1849 139 1941

140 Leptoseris foliosa Dineson, 1980

141 Leptoseris hawaiiensis Vaughan, 1907

142 Leptoseris incrustans (Quelch, 1886)

143 Leptoseris mycetoseroides Wells, 1954

144 Leptoseris scabra Vaughan, 1907

Genus Coeloseris Vaughan, 1918 145 Coeloseris mayeri Vaughan, 1918

Genus Gardineroseris

Scheer and Pillai, 1974 146 Gardineroseris planulata Dana, 1846

Genus Pachyseris Milne

Edwards and Haime, 1849 147 Pachyseris speciosa (Dana, 1846)

Family Fungiidae Genus Cycloseris Milne

Dana, 1846 Edwards and Haime, 1849 148 Cycloseris costulata (Ortmann, 1889)

149 Cycloseris cyclolites Lamarck, 1801

150 Cycloseris erosa (Döderlein, 1901)

151 Cycloseris hexagonalis (Milne Edwards and

Haime, 1848)

152 Cycloseris patelliformis (Boschma, 1923)

153 Cycloseris tenuis (Dana, 1846)

154 Cycloseris vaughani (Boschma, 1923)

Genus Diaseris H Diaseris distorta Alcock, 1893 H

155 Diaseris fragilis Alcock, 1893

Genus Heliofungia Wells, 1966 H Heliofungia actiniformis Quoy and Gaimard,

1833 H

Genus Fungia Lamarck, 1801 156 Fungia concinna Verrill, 1864

(50)

Family Genus Species No Zooxanthellate Scleractinia

158 Fungia danai Milne Edwards and Haime,

1851

159 Fungia fungites (Linneaus, 1758)

160 Fungia granulosa Klunzinger, 1879

161 Fungia gravis Nemenzo, 1955

162 Fungia horrida Dana, 1846

163 Fungia klunzingeri Döderlein, 1901

164 Fungia moluccensis Horst, 1919

165 Fungia paumotensis Stutchbury, 1833

166 Fungia repanda Dana, 1846

H Fungia scruposa Klunzinger, 1879 H

167 Fungia scutaria Lamarck, 1801

168 Fungia taiwanensis Hoeksema and Dai,

1991

Genus Ctenactis Verrill, 1864 H Ctenactis albitentaculata Hoeksema,

1989 H

169 Ctenactis crassa (Dana, 1846)

170 Ctenactis echinata (Pallas, 1766)

Genus Herpolitha Eschscholtz,

1825 171 Herpolitha limax (Houttuyn, 1772)

Genus Polyphyllia

Quoy and Gaimard, 1833 172 Polyphyllia talpina (Lamarck, 1801) Genus Sandalolitha Quelch, 1884 H Sandalolitha dentata (Quelch, 1886) H

173 Sandalolitha robusta Quelch, 1886

Genus Halomitra Dana, 1846 H Halomitra pileus (Linnaeus, 1758) H

Genus Podabacia Milne

Edwards and Haime, 1849 H Podabacia crustacea (Pallas, 1766) H

Family Pectiniidae Echinophyllia aspera

Vaughan and Wells, 1943 Genus Echinophyllia Klunzinger,

1879 174 (Ellis and Solander, 1788)

175 Echinophyllia echinoporoides Veron and

Pichon, 1979

Genus Oxypora Saville-Kent,

1871 176 Oxypora crassispinosa Nemenzo, 1979

177 Oxypora lacera Verrill, 1864

Genus Mycedium Oken, 1815 178 Mycedium elephantotus (Pallas, 1766)

179 Mycedium robokaki Moll and Best, 1984

Genus Pectinia Oken, 1815 U Pectinia africanus Veron, 2000

Unconfirmed

180 Pectinia ayleni (Wells, 1935)

181 Pectinia lactuca (Pallas, 1766)

Family Merulinidae Verrill, Genus Hydnophora Fischer

(51)

Family Genus Species No Zooxanthellate Scleractinia

183 Hydnophora microconos (Lamarck, 1816)

184 Hydnophora pilosa Veron, 1985

185 Hydnophora rigida (Dana, 1846)

Genus Merulina Ehrenberg, 1834 186 Merulina ampliata (Ellis and

Solander, 1786)

187 Merulina scabricula Dana, 1846

Genus Scapophyllia Milne

Edwards and Haime, 1848 188 Scapophyllia cylindrica Milne Edwards and

Haime, 1848

Family Dendrophylliidae

Gray, 1847 Genus Turbinaria Oken, 1815 189 Turbinaria frondens (Dana, 1846)

190 Turbinaria irregularis, Bernard, 1896

191 Turbinaria mesenterina (Lamarck, 1816)

192 Turbinaria peltata (Esper, 1794)

193 Turbinaria stellulata (Lamarck, 1816)

Family Mussidae Ortmann,

1890 Genus Micromussa Veron, 2000 194 Micromussa amakusensis (Veron, 1990)

Genus Acanthastrea Milne

Edwards and Haime, 1848 195 Acanthastrea echinata (Dana, 1846)

196 Acanthastrea hemprichii (Ehrenberg, 1834)

197 Acanthastrea ishigakiensis Veron, 1990

198 Acanthastrea lordhowensis

Veron & Pichon, 1982

199 Acanthastrea subechinata Veron, 2000

Genus Lobophyllia Blainville,

1830 200 Lobophyllia flabelliformis Veron, 2000

201 Lobophyllia hataii Yabe and Sugiyama, 1936

202 Lobophyllia hemprichii (Ehrenberg, 1834)

203 Lobophyllia robusta Yabe and Sugiyama, 1936

Genus Symphyllia Milne Symphyllia agaricia Milne Edwards and

Edwards and Haime, 1848 204 Haime, 1849

205 Symphyllia radians Milne Edwards and Haime,

1849

206 Symphyllia recta (Dana, 1846)

207 Symphyllia valenciennesii Milne Edwards and

Haime, 1849

Genus Australomussa Veron,

1985 208 Australomussa rowleyensis Veron, 1985

Family Faviidae Gregory,

1900 Genus Caulastrea Dana, 1846 209 Caulastrea furcata Dana, 1846 Genus Favia Oken, 1815 210 Favia favus (Forskål, 1775)

211 Favia lizardensis Veron and Pichon, 1977

Referensi

Dokumen terkait

[r]

fisik. Indikator dari dimensi ini adalah: a) jasa yang ditawarkan berkualitas tinggi; b) jasa yang ditawarkan memiliki fitur yang lebih baik dibandingkan pesaing- nya; dan

Variasi dalam gerak dipahami sebagai prinsip bentuk yang harus ada dalam suatu tarian, sebagai karya kreatif harus memahami yang serba „baru‟. Motif gerak dalam

Adapun misi Kiri Islam adalah: (1) mewujudkan keadilan sosial dalam umat melalui nash al-Qur’an, (2) membangun masyarakat yang bebas dan demokratis, bahwa setiap individu

Mampu menganalisis fenomena komunikasi berdasarkan teori-teori dan model-model 5 Mengadaptasi teori-teori, konsep- konsep dan model- model komunikasi terkait dengan

Setelah melakukan pengumpulan data, langkah berikutnya adalah melakukan analisis terhadap data yang telah didapat, khususnya mengenai pengawasan proses produksi fashion bag

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa manajemen keamanan informasi adalah satu dari tiga bagian dalam komponen keamanan informasi menurut NSTISSC. Sebagai bagian dari

Skrining II dilaku- kan dengan cara yang sama dengan skrining I, tetapi untuk memilih kembali bebe- rapa sel hibridoma penghasil McAb yang potensial menghasilkan McAb tinggi dan